Tabloid Teknokra Edisi 121

12
Tetap Berpikir Merdeka! Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung No. 120 Tahun XII Edisi 01-21Maret 2012 Akses: teknokra.com Hlm. 8 Hlm. 12 Hlm. 5 5 tahun masa kepemimpinan Sugeng 3 kali dana kemahasiswaan sulit dicairkan. Gara-gara kelas penuh dan kekurangan bangku seorang dosen mengamuk di da- lam kelas. Teknologi, Inovasi, Kreativitas, dan Aktivitas Ilmiah Bisa, Populer Juga Boleh! Rajino Ketika orang-orang baru saja terjaga dari tidurnya, Rajino sudah sibuk membersihkan Unila. Dana Kemahasiswaan (Kembali) Berbelit KKN Harus Dikoreksi

description

merupakan terbitan Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung

Transcript of Tabloid Teknokra Edisi 121

Page 1: Tabloid Teknokra Edisi 121

Tetap Berpikir Merdeka!

Tabloid Mahasiswa Universitas LampungNo. 120 Tahun XII Edisi 01-21Maret 2012

Akses: teknokra.com

Hlm. 8Hlm. 12 Hlm. 55 tahun masa kepemimpinan Sugeng 3 kali dana kemahasiswaan sulit dicairkan.

Gara-gara kelas penuh dan kekurangan bangku seorang dosen mengamuk di da-lam kelas.

Teknologi, Inovasi, Kreativitas, dan AktivitasIlmiah Bisa, Populer Juga Boleh!

Rajino

Ketika orang-orang baru saja terjaga dari tidurnya, Rajino sudah sibuk membersihkan Unila.

Dana Kemahasiswaan (Kembali) Berbelit

KKN Harus Dikoreksi

Page 2: Tabloid Teknokra Edisi 121

COVER

Pelindung: Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, M.S. Penasehat: Prof. Dr. Sunarto, SH.MH Staf Ahli: Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M. Sc., Dr. M. Thoha B. Sampoerna Jaya, M,S., Syafarudin, S.Sos., Maulana Mukhlis, S.Sos., M.Ip.,Tony Wijaya S.Sos., M.A.

Tabloid TEKNOKRA diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) TEKNOKRA Universitas LampungALAMAT: Gedung PKM Lt. 1 Jl. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandarlampung 35145, TELEPON: (0721) 788717 EMAIL: [email protected], WEBSITE: teknokra.com

Judul: Joki Menuai Hoki

Ide & Desain: Esty Indriyani S

Redaksi hanya akan memuat SMS yang disertai identitas lengkap dan

bisa dipertanggungjawabkan, Nama/Jurusan/Fakultas/angkatan. Kami

akan me nyocokkannya dengan data siakad Unila.

Kyay Adienjamo

Sampaikan Keluhanmu lewat SMS Mahasiswa, dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 085658788492, 081957201982.

Suara Mahasiswa

Wah, harus siap uang yang banyak Dien!

Kyay, semester ini Adien berangkat KKN

No. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 2012Comment

Kejar Setoran

2Salam KamiBerbagai masalah yang ada di Unila ibarat sebuah kaset yang disetel ulang. Kasus yang ada merupakan serangkaian kasus lama hanya waktunya saja berbeda. Misalnya saja mandegnya dana kemahasiswaan yang sudah ketiga kalinya di zaman kepemimpinan Sugeng. Arsip Teknokra menyimpan pada tahun 2009, 2011 dan 2012 kasus ini sudah sering muncul dipermukaan. Namun seperti tak ada penyelesaian atau tidak diselesaikan.Sehingga jadi fenomena biasa.

Kini sang pejabat fakultas telah memaklumi dan mengantisipasi sehingga jika dana tidak cair mereka sudah menyiapkan cadangan dana. Entah dana darimana yang penting kegiatan di fakultasnya bisa terlaksana dan mahasiswa tak perlu pusing untuk mencari dana.

Begitu juga dengan minimnya fasilitas perkuliahan. Pembangunan gedung terhenti dan kekurangan kursi acap kali menjadi peristiwa biasa. Namun ternyata memberikan efek yang luar biasa. Mahasiswa dimasukan ke dalam satu kelas besar yang berisi ratusan mahasiswa padahal maksimal 30 mahasiswa. Kelas bak kandang ayam. Dosen mengajar, mahasiswa bercuap-cuap. Belum lagi jika ada yang telat, mahasiswa akan berkeliling dahulu mencari kursi. Kelas pun ribut, seperti ayam yang bergantian bersahutan. Wajar jika dosen mengamuk dan terjadi peristiwa kejar-kejaran.

Sebenarnya jika ditelik tak ada yang salah dengan peristiwa itu yang salah karena fasilitas perkuliahan yang tidak memadai membuat kuliah tidak kondusif sehingga adrenalin pun meningkat. Dan terjadilah keributan.

Begitu juga dengan mati lampu yang mengidap pertanian jika GSG digunakan. Gedung menjadi gelap gulita, peralatan di laboraturium pun tak bisa digunakan karena tak ada aliran listrik. Alhasil kegiatan belajar mengajar bubar. Masalah lama sudah diadukan namun tetap dibiarkan. Mungkin pihak rektorat masa bodo karena sudah terlalu bosan dengan masalah yang itu-itu saja.

Namun coba telaah jika dari kasus minim fasilitas hingga kasus dana kemahasiswaan ini dibiarkan akan berdampak bagi kualitas lulusan kita. Dari segi akademik dan kegiatan tak ditunjang sehingga menjadi sarjana asal-asalan.

Kasus diatas merupakan lagu lama yang disetel ulang. Sering kali diangkat dimedia dan beberapa kali juga menjadi bahan demonstrasi Badan Eksekutif Mahasiswa. Mungkin pejabat-pejabat rektorat terbiasa mendengarkan lagu lama sehingga menganggap angin lalu. Civitas akademika juga sudah bosan menyanyikan lagu lama ingin mendengar lagu baru yang memberi semangat.

Semoga lagu lama ini tak hanya untuk didengarkan namun juga didaur ulang. Sehingga bisa laris manis jika dijual. Begitu juga dengan Rektor semoga tak hanya mendengarkan keluhan namun juga mencari solusi sehingga masalah yang ada tak hanya lagu lama yang terus menerus diputar ulang. =

Pemimpin Umum : Dian Wahyu Kusuma Pemimpin Redaksi : Nely Merina Pemimpin Usaha : Agnes Lisdiani Kepala Kesekretariatan: Esty Indriyani Safitri Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan: Alvindra Redaktur Pelaksa-na: Lutfi Yulisa Redaktur Pelaksana Online: Reno Bima Yudha Redaktur Berita: Virda Altaria, Rika Wati Vina Oktavia Redaktur Foto: Rukuan Sujuda Redaktur Artistik: Apro han Saputra Re-daktur Webdesign: Arian Korizal Fotografer: Novalinda Silviana Staf Artistik: Muhamad Burhan Reporter: Desfi Dian Mustika, Sinta Septiana, Jenni Ayuningtyas Webdesigner: Syintia Kamala Kameramen: Faqih Abdul Aziz (Non aktif) Manajer Keuangan: Bina Mandiri Zen Koordinator Periklanan: Puji Lestari Ningsih Koordinator Pemasaran: Hermawan Santoso Staf Keuangan: In-ayati Sofiah Staf Periklanan: Vandan Wiliyanti Staf Pemasaran: Windi Dewi Saputri Staf Analisis dan Perpustakaan: Yurike Pra-tiwi S Staf Pengkaderan dan SDM: Rudiyansyah, Desisonia (Non Aktif) Staf Kesekretariatan: Indarti Magang: Eko S, Fitri W, Harry C, Khoirul H, Linda L, Marlia A, Meilinda O, Nurul F, Puspa A, Sakti N, Tias A,Veni P.S,

Tio Galih Dewantoro (AET ‘11) 085769724xxxPara petinnggi yang bertanggung jawab bagaimana praktikum dapat berjalan dengan lancar berjalan dan baik kalau laboratoriomnya saja tidak sesuai dan alat-alat serta bahan-bahanya saja kurang lengkap. Buat apa laporan praktikum jika yang dilaporkan dan hasil praktikum tidak ada. Bukanya itu saja dengan laporan palsu.

Ayu Permatasari (Hukum ‘11) 085768165xxxYth rektor unila mohon di perhatikan kebersihan dan keberadaan toilet di gedung C fakultas hukum

karena sangat tidak layak untuk dipergunakan. Mohon perhatianya kepada salah satu gedung unila yang di banggakan ini.

Rini Widiarti (Seni Tari ‘08) 085789988xxxDimohon untuk perpustakaan Unila. Jurusan bahasa dan seni untuk pendidikan seni tari tidak ada sumber buku tentang budaya yang bahasa dan seni untuk perpustakaan Unila. Angkatan kami sangat kerepotan untuk mencari sumber dan informasi. Percuma ada jurusan seni tari namun tidak ada yang membantu sumber bukunya.

Anggi Arief Wibowo (Ekonomi Pembangunan’011) 089632533xxxYth Rektor Unila dan Dekan FEB atau FISIP. Tolong perhatikan keadaan musola At-Tarbiyah Fisip-FEB,lingkungan sekitarnya kotor dan butuh renovasi di beberapa bagian,di tambah lagi musola tersebut tidak memiliki WC. Harap di renovasi lagi untuk kenyamanan bersama.

Bulan ke empat tapi masih edisi ke tiga. Kami menyadari keterbatasan kami, meski itu hanya pledoi.Menggunakan alasan liburan semester yang yang panjang di bulan Februari membuat kami tak terbit.

Sehingga di bulan ke empat ini kami mengejar setoran agar terbit dua kali meskipun kami kini menjadi tabloid trimingguang bukan lagi dwimingguan.

Kejar setoran meski tak ada yang mengejar. Ibarat sebuah sopir angkot yang harus menyetor uang kepada sang empunya angkot. Maka kami sama, menyetor terbitan kepada ribuan mahasiswa Unila yang bersedia menyisihkan uangnya pada struk SPP.

Rasa bersalah itulah yang membuat kami harus terbit walau badai menghadang. Kini di sela-sela kesibukan mempersiapkan peringatan ulang tahun, kami tak boleh melupakan redaksi.

Keduanya harus seimbang, meski terkadang terbengkalai. Apalagi ditambah akitivitas kuliah yang sudah menjadi kewajiban. Maka terkadang harus membagi otak menjadi tiga bagian, kuliah, liputan dan kegiatan. Itulah kami selain berperan menjadi mahasiswa, kami wartawan juga seorang aktivis.

Kerja team adalah kunci keberhasilan kami. Agar ketiga agenda bisa disetor secara bersamaan. Kami selalu berusaha kompak, dan saling

Salam Pers Mahasiswa !

menutupi jika ada kekurangan. Baik dalam hal liputan, kegiatan hingga saling mengingatkan jika ada teman yang kuliahnya terbengkalai.

Kini tabloid edisi 121 pun lahir. Masih seputar kampus yang kami sajikan. Dari berita ceremon, gaya hidup, hingga kemana larinya dana KKN.

Sulitnya menembus nara sumber itu juga yang membuat kami telat menyetor terbitan. Meski begitu kami selalu ingin memberikan yang terbaik meski banyak kekurangan.

Dari pojok pkm kami memohon saran dan kritik untuk kebaikan teknokra kedepannya. Dan sekali lagi kami mengajak pembaca sekalian untuk tetap berpikir merdeka!=

Lagu Lama

Page 3: Tabloid Teknokra Edisi 121

No. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 2012 3Kampus Ikam

Unila-Tek: Tak seperti biasanya, kuli-kuli bangunan yang biasanya berkerja hingga larut malam untuk membangun Gedung di Fakultas Hukum( FH) dan Fakultas Ilmu So-sial dan Politik (FISIP) tak terlihat. Karena dana untuk membangun ge-dung tak kunjung cair.

Megarani (Sosiologi’10) me-nyayangkan dengan berhentinya pembangunan gedung-tersebut. Ia merasa dirugikan karena sudah membayar tapi fasilitas tak kunjung

Unila-Tek: Jika terlambat maka jangan harap dapat duduk tenang. Karena harus mengikuti ritual angkat kursi seperti biasanya. Hal itulah yang dilakukan oleh Taufik Siswoyo (Sejarah’10) yang harus mengangkut kursi dari ruang I1 keruang I3. Terkadang ia juga harus menikmati kursi halte atau kursi panjang yang berada di luar kelas. Karena bukan hanya kursinya saja yang tak cukup tapi juga kelasnya yang melebihi kapasitas.

Tak hanya kursi yang bermasalah. Fasilitas lain seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dan Liquid Crystal Display ( LCD) pun tak jauh berbeda keadaannya. Ira Desiyantina (PGSD ’11) mengatakan ia sering merasa kepanasan saat didalam kelas karena AC mati. Ira juga merasa tak kondusif saat belajar karena kondisi ruang kelas yang terlalu padat sehingga harus berebut oksigen dengan temannya. terkadang dosen pun enggan mengajar saat siang hari, dan mengganti jam kuliahnya. “Sangking panasnya ruangan ,dia serasa berada di ruang sauna,” ujar Ira.

Tak hanya di FKIP, FH pun serupa. Fahrur Rozi (Ilmu Hukum 2011) mengeluh saat mengikuti perkuliahan di kelas-kelas besar seperti kelas A1

Kelas Besar

Oleh Tara M A,Yovi L, Trie Utami

Harus Angkut Kursi plus Pengap

dan D1. “Daya tampung ruangan kelas pada saat perkuliahan adalah sekitar 130 orang lebih, otomatis kami tidak dapat berpikir dengan baik pada kegiatan, ” keluh Fahrur. Menurutnya, kapasitas yang paling baik untuk kelas besar adalah 60 orang jadi suasana lebih efektif dan komunikatif. Ia pun menyarankan agar fasilitas kelas besar disesuaikan dengan daya tampung. Selain kursi, kelas pun membutuhkan AC agar tidak pengap.

Pardingotan (Hukum Perdata ’09) pun menyarankan agar kegiatan belajar mengajar kondusif maka lebih baik ada pergantian hari kuliah dan kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. “Sehingga satu angkatan tidak ditampung dalam satu kelas karena sangat mengganggu perkuliahan,” ujarnya.

Pembantu Dekan II, Arwin Achmad menerangkan kurangnya kursi yang ada di FKIP sebenarnya merupakan kesalahan dari mahasiswa sendiri. Ia beranggapan banyaknya kursi yang rusak akibat ulah mahasiswa yang tidak bertanggung jawab. “Mahasiswa banyak yang duduk di meja kursi sehingga menyebabkan mejanya patah,” terangnya.

Arwin mengatakan banyaknya

jumlah mahasiswa yang mengulang mengakibatkan kurangnya kursi untuk kuliah. Jumlah mahasiswa dalam satu kelas maksimal 50 orang, tapi karena dalam mata kuliah tersebut banyak yang mengulang maka satu kelas melebihi kapasitas. “Terkadang mahasiswa juga sering mengambil kursi dari kelas lain dan tidak dikembalikan lagi itu yang menyebabkan banyak kursi yang kurang,” tambahnya.

Saat ini FKIP telah menganggarkan 600 kursi untuk disebar keseluruh ruangan tapi baru 200 kursi yang sudah direalisasikan dan di tempatkan di gedung G. “Sisanya 400 kursi masih menjadi PR bagi Fakultas. Masalah dana yang menjadi kendala bagi fakultas untuk menambah pasokan kursi.

Foto Rukuan Sujuda

KKN. Beberapa mahasiswa FKIP sedang sibuk mengumpul berkas per-syaratan KKN, Kamis(5/3). Pendaftaran KKN kali tahun ini naik menjadi 650ribu yang tahun lalu hanya 400ribu.

diselesaikan.Menurut Pembantu Dekan II

Yulianto Gedung FISIP memang sejak tahun 2011 terhenti pemban-gunannya karena dana anggaran tak mencukupi. “Maunya sih selesai sekarang, tapi semuanya kan yang mengurus Pusat di Jakarta, “jelas-nya.

Akibat terbengkalainya pemban-gunan, maka gedung tersebut malah beralih fungsi menjadi lahan parkir. “Kami dialihin parkir disini disuruh

Unila-Tek: Menyambut paskah tahun ini UKM Kristen melakukan berbagai rangkaian acara yang salah satunya adalah donor darah. Meskipun sudah melakukan berbagai cara untuk mempublikasikan kegiatan donor darah ini, namun kesadaran seluruh mahasiswa masih sangat kurang akan pentingnya dan manfaat dari donor darah itu sendiri. Namun berbeda dengan Anisa Putri mahasiswi FKIP Bahasa Inggris ini dua kali mendonorkan darahnya. Menurut Anisa dengan adanya donor darah di UKM K ia jadi tak perlu untuk ke Palang Merah Indonesia (PMI) untuk mendonorkan darah. Selain itu donor darah bagi anisa selain sebagai bentuk kepedulian juga bermanfaat bagi kesehatan. Ketua Pelaksana, Saud M. Togatoro mengharapkan dengan diadakannya acara ini maka kepedulian Mahasiswa Unila untuk mendonorkan darah jadi lebih meningkat.=

Bentuk Peduli Lewat Donor Darah

Oleh Fadhilah Khairani

Unila-Tek: Tiga fakultas mengadakan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa Islam Tingkat Dasar (LKMI-TD) secara bersamaan yaitu Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas Hukum. Acara yang “Melahirkan Jiwa Pemimpin Amanah Yang Tangguh, Kreatif dan Solutif ini berlangsung selama dua hari yakni dari tanggal 31 Maret hingga 1 April. Hari pertama peserta berjumlah 41 orang namun hari kedua berkurang menjadi 39 orang. Para peserta pun antusias saat mengikuti materi tersebut. Ketua Pelaksana, Dwi Hardoyo (Ilmu Komunikasi’10) menerangkan dalam acara tersebut selain diajarkan tentang bagaimana menjadi pemimpin juga diberikan simulasi persidangan. Agar peserta mengeri bagaimana tata cara persidangan yang baik dan benar. Materinya meliputi Pengenalan Organisasi dan manajemen berorganisasi, kepemimpinan diri dan kelompok, pengolahan kegiatan atau kepanitiaan, manajemen rapat, analiis SWOT, teknik lobi dan negosiasi, teknik persidangan serta simulasinya. Acara itu seharusnya dilaksanakan pada bulan Februari namun karena liburan semester menjadi diundur pada bulan ini. UKM Keagamaan di tiga fakultas tersebut merencanakan untuk mengadakan LKMITD secara bersama-sama yang memang merupakan agenda wajib yang harus diadakan oleh LDF (Lembaga Dakwah Kampus) yang ada di Universitas Lampung, “Acara ini dilakukan bersama-sama karena ketiga fakultas ini memiliki banyak kesamaan dan materi yang disampaikan sama jadi agar lebik efektif dan efisien,” jelas Dwi. “Tujuan dari diselenggarakannya acara ini adalah untuk mencetak pemimpin yang islami, kreatif, solutif, dan paham dengan posisinya”, tutur Dwi. Herdiani Oktavia (Ilmu Komunikasi’11) peserta terbaik LKMITD mengungkapkan acara tersebut sangat menyenangkan, “Alhamdulillah acaranya enjoy, pematerinya juga seru dan materi yang diberikan lebih banyak praktek, jadi peserta lebih dapat memahami, secara keseluruhan acara ini sukses,” ujar Herdiani.=

Tiga Fakultas Gelar LKMITD Serempak

Oleh Faris Y, Hayatun Nisa F, Yovi Lusiana

oleh satpam,” ungkap mahasiswa Aditya Arief (ilmu Pemerintah-an’10).

Serupa dengan FISIP, Gedung FH yang ditargetkan akan selesai tahun 2013 ini terhenti pembangunan nya karena menunggu cairnya dana dari PNBP (Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak, red). Menurut PD 2 FH, Melly Aida, pembangunan ge-dung ini akan dibuat dalam tiga ta-hap dan memakan biaya sekitar 3,5 milyar.=

Oleh Tara Mela A,Yovi Lusiana

Dana Tak Kunjung Cair, Gedung Terbengkalai

Fakultas tidak bisa begitu saja belanja, tetapi harus dianggarkan 1 tahun sebelumnya dengan waktu dari bulan April- November,” tegas Arwin.

Terkait dengan rusaknya LCD itu dikarenakan pemakaian yang tidak sesuai dengan prosedurnya, seperti setelah pemakaian, LCD langsung dicabut tanpa adanya pendinginan

terlebih dahulu, dan terkadang juga, dosen yang tidak begitu menguasai pemakaian LCD tersebut. Lalu AC yang rusak sebenarnya fakultas telah memberikan service tiap 3 bulan sekali. “Ini lembaga pendidikan yang melibatkan dosen, karyawan dan juga mahasiswa jadi sama-sama menjaga,” tegas Arwin mengakhiri wawancara.=

Foto Rukuan Sujuda

Pindah. Poliklinik mahasiswa yang berada di gedung PKM saat ini dipindahkan ke gedung poliklinik Unila di samping dekanat FKIP, Rabu(11/4). pemindahan ini dilakukan sejak seminggu yang lalu dikarenakan tempatnya sempit dan kurang bersih.

Page 4: Tabloid Teknokra Edisi 121

No. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 20124 Lintas Fakultas

FP-Tek: Jika Gedung Serba Guna (GSG) digunakan pasti beberapa gedung di Fakultas Pertanian Mati Lampu. Hal ini membuat aktivitas perkuliahan pun terganggu. Seperti yang terjadi pada tanggal 3 April 2012. Beberapa dosen membubarkan perkuliahan dan kembali ke ruangan saat listrik mati. Mati lampu selain kondisi ruangan menjadi panas karena AC atau kipas angin tak menyala LCD pun tak bisa dihidupkan. Padahal itu merupakan sarana penunjang untuk perkuliahan. Hal inilah yang dikeluhkan oleh dosen-dosen yang membubarkan perkuliahan sehingga harus mengganti dengan waktu lain.

Ketua Jurusan Kehutanan, Agus Setiawan juga mengatakan tidak tahu penyebab mati lampu. “Yang jelas kalau GSG dipakai di sini dimatikan sehingga tujuh kelas terbengkalai. Menurutnya, kejadian ini sudah berlangsung sejak lama. Dari pihak jurusan juga sudah pernah melaporkannya kepada fakultas. Mereka juga pernah mengusulkan untuk membuat dua jalur listrik, tetapi belum diizinkan oleh fakultas.

FK-Tek: Jika dulu kuliah di kedokteran harus memakan waktu yang lama kini tidak. Karena sistem perkuliahan yang dulu konvensional menjadi Kurikulum Berbasis Kompetisi (KBK). Sistem ini secara nasional sudah diterapkan pada tahun 2004 di seluruh Universitas Se-Indonesia, tetapi baru sejak tahun 2008 sistem ini diaplikasikan di Kedokteran Unila. Sistem KBK ini mentargetkan mahasiswa kedokteran untuk lulus 3,5 tahun dan UNILA telah mencapai target 65% bagi mahasiswa yang mampu lulus 3,5 tahun secara camlaude.

Menurut dr. Muhartono selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran sistem ini sangat baik diterapkan di dalam kedokteran, karena dengan adanya sistem ini para mahasiswa dilatih untuk menjadi calon dokter yang kompetitif. Selain itu, sistem KBK ini diuraikan menjadi 9 kompetensi, berbeda dengan sistem konvensional yang hanya memiliki 7 kompetensi. Salah satu contoh adalah area kompetensi 1 yaitu komunikasi yang aktif.

“ Dulu, banyak dokter yang kurang bisa berkomunikasi baik dengan pasien, tetapi sekarang setelah ada sistem KBK pada area kompetensi 1 yaitu komunikasi yang efektif , para calon dokter dilatih untuk dapat berkomunikasi secara baik dengan para pasiennya,” ujar pria kelahiran tahun 70an ini. Selain itu beliau mengatakan bahwa sistem ini lebih terstruktur atau tersusun dalam mata kuliahnya. Berbeda dengan sistem konferensioal yang tidak terstruktur tetapi lebih kependalaman materi.

Hal ini dibenarkan oleh Raisha

FT-Tek: Jum’at 4 April 2012, Pukul 12 malam. Dokumen berserakan, kotak amal terpecah dan kipas angin dinding tergeletak di lantai. Ketua FOSSI, Bowo ini pun tersentak. Pasalnya dirinya baru enam jam meninggalkan mushola dan kembali lagi untuk mengambil barang yang teringgal disana. Mahasiswa angkatan 2011 ini memang mengakui bahwa kunci pintu mushola memang dalam keadaan rusak dan tidak dijaga. Memang ada satpam yang berpatroli namun itu hanya sampai sore hari.

Bowo tidak mengadukan perma­salahan ini ke satpam maupun pihak berwajik hanya memberitahu ke pengurus internal FOSSI karena

GSG Hidup, Pertanian MatiOleh Fitri Wahyuningsih

Kedokteran Ganti SistemOleh Puspa Ayu

Menurut Tasman staf administrasi kehutanan, jika listrik mati maka ia harus menyediakan jenset. “Namun tak semua jenset bisa digunakan hanya jika ada seminar atau mushola saja,” katanya.

Menanggapi permasalah ini Pembantu Dekan II FP, Prof. Irwan Sukri Banuwa, menerangkan untuk membuat jalur tersebut bukan merupakan wewenang fakultas karena mereka juga hanya sebagai user. Selain itu biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit. “lagi pula kami ini kan dari pertanian, jadi kurang memahami tentang listrik. Jadi dari fakultas menyerahkan solusinya kepada yang ahli,” katanya saat ditemui di ruangannya.

Dirinya juga menuturkan bahwa pihak fakultas sedang mendiskusikannya dengan rektorat. Menurutnya, masukan-masukan dari fakultas sudah didengarkan, solusi juga sudah dipikirkan. Sekarang hanya menunggu pelaksanaan perbaikannya. “Pelaksanaan seperti itu kan tidak mudah. tidak seperti membalikkan telapak tangan atau makan cabai,” katanya.

khawatir masalahnya menjadi riweh karena saat itu hari sudah larut. Dua tahun yag lalu juga pernah terjadi kemalingan namun yang raib hanya kipas angin saja. Uniknya kali ini pencuri lupa membawa kipas angin padahal sudah ia copot dari dinding mushola. Hanya uang yang berada dikotak amal saja yang hilang tak tahu berapa isinya.

Bowo tak ingin suudzhon untuk menebak­nebak siapa pen­curinya. Tetapi prediksi nya yang mencuri pelakunya pastilah telah mengetahui seluk beluk didalam musholla. Bowo menganggap hal ini sebagai suatu peringatan sehingga keamanan di mushola lebih ditingkatkan. =

Uang Amal Hilang, Kipas Angin TertinggalOleh Yenni Hernaini

Irwan juga mengatakan bahwa kejadian mati lampu itu tidak hanya terjadi di jurusan kehutanan saja, tetapi di seluruh FP. Menurutnya ada sekitar 20 gedung di FP yang aliran listriknya dibagi menjadi dua jalur:jalur kedaton dan jalur soekarno hatta.

Menurut Irwan penyebab mati lampu ada dua yaitu daya listrik kurang atau dari PLN. Jika daya listrik kurang maka Irwan menghimbau agar mematikan lampu pada siang hari, atau AC yang sedang tidak digunakan.=

(Kedokteran 08) ia menyatakan sistem KBK ini lebih terstruktur, sehingga materi mata kuliah tidak mudah lupa karena saling berkaitan. Hal yang sama pula disampaikan oleh Nadia Ayu Shevia (Kedokteran 09) “ Sistem KBK ini lebih terstruktur atau sistematis, selain itu untuk lulus juga lebih cepat berbeda dengan sistem konvensional yang mata kuliahnya tidak terstruktur dan untuk lulus pun lebih lama walaupun sistem KBK ini terkesan terburu – buru dan fasilitas kurang memadai”.

Bapak Muhartono juga mengungkapkan bahwa di dalam sistem KBK ini telah menggunakan sistem student center . “ Dulu kedokteran unila masih menggunakan sistem teacher center, tetapi sekarang di dalam sistem KBK ini sudah menggunakan sistem student center, gampangnya dulu mahasiswa harus dibebankan dengan mata kuliah yang banyak tapi sekarang sudah dibuat 1 blok untuk 15 mata kuliah.

Dimana ada 4 yang harus dilewati yaitu minim lecture yaitu kasus-kasus tertentu, lalu tutorial, dimana mahasiswa diberi kasus dan harus dipecahkan guna mencapai tujuan pembelajaran, lalu pratikum tiap mata kuliah dan CSL (Clinik Skill life). Bahkan mahasiswa semester awal sudah mampu untuk menginfuse pasien secara benar,” ujar nya.

dr. Riki sebagai sekretaris bagian pendidikan kedokteran mengharapkan pihak rektorat untuk memperhatikan sistem ini karena biaya operasionalnya mahal dan membutuhkan SDM yang banyak=

Semrawut. Masih banyak karyawan yang parkir sembarangan di samping Gedung A FKIP, Selasa(3/4).Hal ini mengganggu aktivitas mahasiswa yang berlalu lalang ke dekanat, padahal sudah disediakan tempat parkir di depan dekanat.

Foto Rukuan Sujuda

iklan

Page 5: Tabloid Teknokra Edisi 121

Lintas Fakultas No. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 2012 5

Oleh Farhan Kurnia M

Terus Menerus Expo, KBM Terganggu

FE-Tek: Untuk kedua kalinya dalam bulan ini, Lembaga Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Pembangunan (LK FEB) menggelar Expo. Setelah Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)Manajemen kini disusul Kelompok Studi Pasar Modal, HMJ Ekonomi Pembangunan. Dan rencananya LK akuntansi segera menyusul.

Kegiatan Expo yang terus menerus ternyata menggangu Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM) di FEB. Hal tersebut dikeluhkan oleh Rinaldi Bursan, Dosen Manajemen. “Seharusnya LK tidak menggelar expo secara terus terusan, apalagi di bulan yang sama. Saya selaku dosen disini merasa terganggu dengan acara yang digelar pada saat jam kuliah ini,”keluhnya. Sinyal wireless expo

juga mengganggu sinyal wireless yang ada di Gedung A.

Rinaldi menyarankan agar kedepannya acara Expo diselenggarakan secara serempak saja oleh Lembaga Kemahasiswaan selain tidak mengganggu perkulihaan juga mengefektifkan waktu. Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Dedi Prasetyo (Akuntansi ’09). “Suara dari stand expo itu seperti pasar,” ujarnya. Saat ujian pun konsentrasinya buyar karena terganggu musik band di expo tersebut.

Lain halnya Febi Saputra (Akuntansi’10) ini merasa nyaman saja acara expo diselenggarakan terus menerus. Karena program ini akan menumbuhkan jiwa kewirausahaan yang sangat dibutuhkan mahasiswaa setelah lulus=

FE-Tek: Banyak anak putus sekolah, rumah beralaskan tanah, jalanan rusak parah dan sering terjadi pembegalan. Itulah gambaran dari desa Lumbirejo Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran yang kini menjadi Desa Binaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Meski memprihatinkan, warga disana amat ramah dengan tamu yang berkunjung. Terbukti saat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEB bersama Dekan dan Pembantu Dekan III, Prof.Satria Bangsawan M.Si dan PD 3 FE Muhidin Sirat S.E, M.P berkunjung kesana mereka sangat antusias menyambutnya.

Eki Ekonomi Pembangunan ’09 ini pun sangat mengaggumi Desa Lumbirejo ini selain ramah mereka juga masih bisa tersenyum bahagia meski berada dalam kekurangan. Begitu juga yang dirasakan oleh Ketua Pelaksana, Yuda. Menurutnya warga Lumbirejo sangat antusias berpartisipasi pada acara ini.

Selain memberikan penyuluhan, BEM FEB juga membuat taman Pendidikan Al Quran dan mengajak nonton bersama bak layar tancap. Karena menggunakan LCD dengan layar besar.

Film yang diputar pun film pendidikan yang tak hanya bisa ditonton oleh orang dewasa namun juga anak-anak.=

Lumbirejo Jadi Desa Binaan FEB Oleh Farhan Kurnia M

Unila-Tek: Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi bersama murid-murid 100 siswa dari SDN 3 dan 4 Bumi Waras mengunjungi Museum Lampung. Acara yang diselenggarakan pada Kamis, 29 Maret 2012 ini merupakan bentuk kepedulian HMJ Sosiologi kepada dunia pendidikan. “Gerakan Satu buku dan Satu Pena” itulah tema yang mereka usung.Mares Ersan(Sosiologi 2009) selaku sekretaris umum HMJ Sosiologi mengatakan selain bertujuan memperkenalkan budaya dan adat istiadat Lampung kunjungan ini dilaksanakan sebagai bentuk inovasi dalam proses pembelajaran.Mares menambahkan kegiatan tersebut bernilai positif karena bisa memberikan motivasi bahwa menimba ilmu tak harus berada di sekolahan. Ketua Jurusan Sosiologi, Susetyo mengatakan kagum dengan HMJ Sosiologi yang mengadakan acara Satu Buku Satu Pena ini. Karena acara ini merupakan bentuk kepedulian HMJ terhadap masyarakat yang kurang mampu. Dan kebanyakan dari mereka dari kalangan warga yang anak-anaknya masih belum ditanamkan pentingnya pendidikan daripada bermain.Sedikit kekhawatiran Susetyo yaitu setelah kepengurusan periode ini habis kegiatan terhenti.Ia mengharapkan kegiatan ini terus menerus dilaksanakan karena sangat bermanfaat.=

Satu Buku, Satu PenaOleh Yenni Hernaini

FP-Tek : Layaknya Kuliah Kerja Nyata, Praktek Umum (PU) merupakan mata kuliah turun lapang. Bedanya jika KKN mahasiswa diterjunkan ke desa-desa namun PU ditempatkan di instansi pemerintah maupun swasta yang tersebar baik di dalam maupun luar Lampung. Praktek Umum hanya ada di Fakultas Pertanian dan mahasiswa yang ingin mengikutinya harus menempuh minimal 95 SKS. Adanya PU bertujuan agar mahasiswa memiliki keahllian teknis sebagai modal yang diperlukan dalam dunia kerja. Meskipun pelaksanaan PU telah usai namun hingga kini masih ada pertanyaan yang belum terjawab. Yakni transparansi dana PU. “Biaya PU itu transparansinya kemana?” tanya Ali Rahmat (Agroekoteknolgi’09). Menurutnya

dana yang dikeluarkan tak sebanding dengan yang didapatkan. “Rp 400.000 hanya ditukar dengan topi dan buku panduan yang tebalnya hanya 40 halaman,” keluhnya.Ali mengatakan perbandingan PU dengan KKN sangat jauh berbeda. Jika KKN mahasiswa tak perlu sibuk untuk mencari lokasi KKN semua sudah diurus oleh tim KKN. Selain itu KKN juga di jemput dan diantar hingga tempat tujuan. Jadi wajar jika mahal. Sedangkan Lokasi PU harus mahasiswa sendiri yang mencari dan mendaftar ke instansi. Berangkat pun biaya sendiri. Serupa dengan Ali, Mukhtar Dewan Prasetyo (Agroekoteknolgi’08) mengeluhkan ketidak transfarannya biaya PU. Menurutnya pengelolaan dan PU perlu dibenahi dan perlu adanya rincian mengenai honor yang

didapat oleh tim PU. Menanggapi hal tersebut, Ketua Pelaksana Hery Novriansyah M.Si menerangkan memang untuk rincian dana PU tak disosialisasikan namun ia membantah jika itu dianggap tidak transfaran. Menurutnya hingga saat ini belum ada mahasiswa yang bertanya mengenai rincian dana tersebut. “Mahasiswa itu hanya ngomong diluar dari mulut ke mulut saja tapi tidak pernah menemui saya untuk meminta kejelasan,”ujarnya kesal.Hery menambahkan seandainya ada mahasiswa yang menemuinya untuk menanyakan hal tersebut pasti akan dia terangkan. Ia pun mengungkapkan jika dana PU periode Januari-Februari sebenarnya

Rp400 Ribu Hanya Dapat Topi dan BukuOleh Desfi Dian Mustika

Bersambung ke hal 10...

Belum Rampung.Gedung Peternakan Fakultas Pertanian belum selesai dibangun, Kamis(5/4).Pembanguan ini dilakukan sejak tahun 2004.

Foto Rukuan Sujuda

FH-Tek: “Hei, kamu keluar!” ujar Tistanta Dosen Fakultas Hukum.

“Tapi saya sedang mencari kursi Pak!,” jawab Arif. Kemudian Arif mendekati Tistanta dan menjelaskan mengapa ia terlambat.

“Keluar!” teriak Tistanta yang sudah naik pitam.

Arif pun meninggalkan ruang kelas dengan perasaan kesal. Ia memukul pintu dengan telapak tangannya. Sontak Tistanta naik pitam, berteriak dan membanting microphone dengan kencang dan mengejar Arif. Karena Arif tak terkejar maka ia pun kembali ke kelas.

”Bagi yang mau menggantikan saya, silakan maju ke depan, dan gantikan saya, ujar Tistanta sambil mengeluarkan sekotak rokok dan korek apinya. Ia pun mulai merokok hingga asap menyembul dan mengenai mahasiswa yang berada

Dosen Arogan, Mahasiswa MelawanOleh Muhammad Faza

didekatnya. Serentak mahasiswa dibuat kaget

dengan hal yang dilakukan oleh dosen. Salah seorang mahasiswa di ruang tersebut berinisiatif menegurnya. “Maaf Pak, ketika kuliah berlangsung tidak boleh merokok.” Sontak seluruh mahasiswa di ruang itu menyoraki dosen tersebut. “Dosen boleh merokok, mahasiswa tidak boleh dengan alasan bahwa peraturan dosen berbeda dengan peraturan mahasiswa dalam statuta,” terang seorang mahasiswa, Virgi Caksono (Hukum ’11) sambil menirukan Tistanta.

Kejadian ini bermula ketika Arif Oktariansyah (Hukum ’11) dan delapan temannya yang lain datang terlambat pada Kamis (04/04) lalu saat perkuliahan hukum administrasi negara berlangsung di gedung D1 Fakultas Hukum (FH).

Virgi Caksono (Hukum ’11) yang menyaksikan kejadian ini mengatakan awalnya kuliah yang diikuti oleh 346 mahasiswa ini berlangsung kondusif. Sepuluh menit berselang hingga dosen masuk, mahasiswa ribut, dan dosen langsung memukul meja dengan telapak tangan. Semua terdiam. Dua puluh menit kemudian, ada empat orang mahasiswa mengetuk pintu dan meminta masuk. Tistanta pun mempersilahkan mahasiswanya masuk. “Ya, mereka tetap diperbolehkan masuk,” cerita Virgi.

Namun, hingga 5 menit berlalu, Arif masih saja sibuk mencari kursi dengan melihat sekeliling ruangan. Sedangkan ketiga temannya sudah duduk, walaupun hanya duduk di lantai, Arif kemudian hanya berdiri. Tistanta geram melihat

Bersambung ke hal 10...

Page 6: Tabloid Teknokra Edisi 121

Liputan KhususNo. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 20126

Tak ada listrik, tak ada sinyal, mandi di kali, jalanan becek, masih hutan, dan jauh

dari keramaian. Hal tersebutlah yang menjadi momok para peserta KKN. Natasya Zakia Ghibran (Ilmu pemerintahan’09) salah satunya, ia sempat ketakutan ketika Dewan Pengawas Lapangan (DPL) menetapkan Ia KKN di Kecamatan Banjit. Isu banyaknya binatang babi membuat ia ketakutan. Bagaimana tidak binatang itu masuk kategori binatang yang tidak disukainya.

Namun ketika sampai di lokasi, di Kelurahan Pasar Banjit Kabupaten Way Kanan justru sangat modern. Tak ada babi berkeliaran, rumah-rumah tak lagi geribik, bahkan berkeramik. Fasilitas parabola menghiasi hampir seluruh rumah. Pola pikir masyarakatnya pun sudah sangat maju sehingga Tata panggilan akrab gadis ini merasa kesulitan melakukan pengabdian. Bagaimana tidak maju jika sejak SD daerah ini telah dikenalkan komputer bahkan internet.

Namun untuk mandi dan mencuci ia harus melakukannya di sungai. Ia pun harus berbecek-becek ria disaat matahari belum meninggi untuk menanam padi di sawah. Ia merasakan pengalaman hidup yang sangat bermakna ketika menjalani KKN. “KKN itu menyenangkan, dikenang boleh, diulang jangan karena jika dua kali KKN banyak sekali biayanya,” kata Tata.

Perasaan serupa juga dirasakan Tri Lestari (Teknik Sipil’08), awalnya ia

pikir dusun Margosari Kabupaten Pesawaran sebuah dusun yang benar-benar terpencil,dan kalau mandi harus memakai kemben. Ternyata dugaan Tuwi (sapaan akrabnya) meleset, tak seburuk yang dibayangkan. Meski ada beberapa rumah yang memang terlihat tidak layak, namun rata-rata rumah penduduk sudah berdinding bata dan beralaskan semen kasar.

Sebelum kelompok KKN nya datang, Dusun Margosari Kabupaten Pesawaran belum ada listrik. Hanya beberapa rumah yang memiliki genset, itupun hanya lampu ruang tamu yang menyala. Sedangkan lampu lainnya mati sehingga dusun jika malam seperti suram. Dalam program kerja Tuwi maka dirumuskan membuat pembangkit listrik microhidro.

Tidak sia-sia program yang mereka jalankan selama 40 hari tersebut menuai hasil yang cukup membanggakan, listrik pun masuk desa. Masyakat sangat berterima kasih, sehingga mereka tinggal dan makan gratis disana. Selain membuat pembangkit listrik, Tuwi dan kelompoknya membantu petani menjemur kakao dan mensurvei potensi Dusun Margosari.

Sebenarnya banyak pengalaman yang bisa diambil dari KKN, Tuwi mengaku senang meski sedih karena jauh dari keluarga apalagi saat itu bulan puasa. Mereka saling membantu kalau ada kesulitan bahkan ketika ada yang sakit semuanya ikut andil mengurus teman yang sakit tersebut. Mereka juga sering membantu warga dalam menjemur kakao dan pengajian bersama.

Karena jumlah mahasiswa yang KKN di Desa Margosari berjumlah 21 orang, kelompok besar ini pun diberi nama Twenty One Margosari. Menurut Tuwi hal yang paling berkesan ketika kenal dekat dengan jurusan lain dan hingga saat ini masih menjalin komunikasi dengan baik. Kebersamaan mereka selama 40 hari tak hanya membuat mereka seperti saudara, mereka pun menciptakan silsilah keluarga sendiri. Mereka punya panggilan masing-masing bukan nama melainkan panggilan ayah, mamah, nenek, uncle,dan lainnya. Tak hanya persaudaraan kisah kasih nyata pun tercipta disana hingga kini hubungan itu masih tetap terjalin.

Sebelum pulang Tuwi beserta mahasiswa KKN yang lain

mengadakan acara nonton bareng bersama warga Margosari. Karena tak mau berpisah akhirnya film diputar berulang hingga pukul empat subuh dan mereka tidak tidur sampai jemputan datang. Saat mereka berpamitan tangisan pecah karena mereka tak ingin berpisah. Hingga sekarang Tuwi ingin mengulang masa-masa KKN dengan orang dan tempat yang sama.

Andreas mahasiswa Agroekoteknologi 2008 pun merasakan yang sama. Setiap bertemu teman-teman KKN nya, rasa ingin kembali KKN selalu menjangkitnnya. Padahal dulu ia enggan berangkat, karena seringnya mendengar cerita tak enak mengenai KKN. Harus hidup susah di desa terpencil. Ia bersama kelompok KKN nya sebelum berangkat pun telah menyiapkan amunisi, dari piring, tikar, payung hingga kain jarik. Namun sampai disana keadaan jauh dari bayangan.

Ia mendapatkan tempat tinggal yang amat luas, dengan fasilitas lengkap. Lima kamar tidur dan kamar mandi khusus disetiap kamar, Garasi yang mampu menampung lima mobil, beranda yang luas,

Oleh Virda Altaria Putri, Desfi Dian Mruang tamu, ruang keluarga dengan fasilitas tiga unit sofa, dua unit TV berukuran 40 inci, ruang makan luas, dapur dan dua kamar mandi tambahan serta listrik yang menyala terang benderang. Belum lagi ruang belakang yang membentang sebagai sarana gudang.

Cerita lain datang dari Diky Arif Efendi (Pend Kimia’08) ia ditempatkan di Muara Jaya 2, sebuah desa terpencil yang terletak di Lampung Barat. Listrik disana lebih sering padam dibandingkan nyala, sehingga jika listrik mati maka desa seperti desa mati.

Setiap harinya Diky harus mengajar di sebuah gedung baru, SMA Negeri 1 Kebun Tebu. Sekolah tersebut bagus namun setiap ia mengajar pasti ada babi yang berkeliaran sehingga anjing-anjing penjaga harus dilepaskan untuk mencegah maraknya babi. Terkadang anjing bisa ikut belajar di kelas sangking banyaknya anjing penjaga. Meski berada di daerah perkebunan kopi dan jauh dari keramaian siswa-siswa disana memiliki antusias yang tinggi dalam belajar. Ada rasa ingin mengulang masa-masa itu, ujar Diky. Namun itu tak mungkin karena kesibukan kuliah. “Jika ada waktu luang maka saya pasti kesana lagi untuk mengunjunginya,”tuturnya.=

POLINGPOLING

Metode PolingSurvey ini dilakukan pada Maret 2012.

Survey dilakukan dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling (SRS), metode

ini merupakan cara survey yang sederhana, responden dipilih secara acak yaitu jika

sebuah sampel n dari populasi berukuran N, dimana setiap unit sampel berukuran n yang mungkin dibentuk mempunyai kesempatan

yang sama untuk dipilih atau bersifat general. (Jumlah responden (N) 175 tersebar di 8

fakultas). Namun kesalahan pengambilan data dimungkinkan terjadi.

iklan

Enumerator : Puspa A , Fadhilah K, Farhan, Faris Y, Hayatun-nisa, M. Faza, M. Tara M, Tri U, Yenni H, Yovi L

Oleh: AlvindraSupervisor : Rudiyansyah

KKN Harus Dikoreksi

Kuliah kerja nyata (KKN) meru-pakan matakuliah yang kembali diadakan mulai tahun 2009 lalu

setelah sebelumnya KKN di tiadakan se-jak 1999. KKN kini dirancang berbeda dari sebelumnya, yaitu dengan format KKN tematik, kini setiap mahasiswa mendap-atkan tema KKN yang berbeda di masing masing lokasi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah tempat berlangsungnya KKN.

Sebagai wujud pengabdian mahasiswa kepada masyarakat dalam menerapan ilmu dan pengetahuan yang telah di peroleh dari universitas menjadi alasan KKN penting untuk kembali diadakan. Namun dalam pelaksanaannya KKN seperti tidak belajar dari pengalaman pelaksanaan KKN yang pernah diadakan. Pelaksanaan KKN yang sudah berjalan selama dua periode dan di telah di ikuti sekitar 2.600 mahasiswa masih meninggalkan beberapa permasalahan.

Kebijakan menaikan dana KKN sebesar 250 ribu menjadi 650 ribu pada pelaksanaan KKN periode 2012 tidak bisa dielakan. Na-mun kenaikan dana KKN pun tidak men-jamin masalah masalah KKN sebelumnya dapat teratasi. Transparasi dana KKN kini menjadi pertanyaan, karena tidak adanya rincian yang diterima oleh peserta KKN. Kenaikan dana juga dirasa masih tidak se-suai dengan biaya akomodasi di lapangan, masih banyak peserta yang harus mengelu-arkan dana tambahan karena tidak menda-

pat biaya transportasi yang seharusnya di-terima. Dengan tujuan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Kuliah kerja nyata (KKN) ,lembaga penelitian dan pengem-bangan (LITBANG) ukpm Teknokra telah melakukan survey kepada 175 mahasiswa yang telah mengikuti KKN pada periode pertama dan kedua.

Dari hasil survey, sebanyak 58,3 persen peserta KKN menyatakan dana pendaft-aran tidak sesuai dengan akomodasi yang didapatkan selama KKN, dan hanya 36,3 persen yang menyatakan dana pendaftaran sesuai dengan biaya akomodasi. Sementara 5,1 persen memilih tidak menjawab.

1. Setujukah jika KKN tetap dilaksanakan untuk periode selanjutnya?

2. Apakah dana pendaftaran sesuai dengan akomodasi yang didapat? 3. Apakah anda mengetahui rincian dana KKN?

88,0 %

12,0 %

Hasil survey juga mendapatkan seban-yak 82,5 persen mahasiswa tidak menge-tahui rincian dana yang di keluarkan un-tuk pendaftaran KKN, hanya 16,2 persen mahasiswa yang mengetahui rincian dana dengan mencari informasi sendiri dan 1,3 persen tidak memberikan jawabanya.

Terlepas dari permasalahan KKN yang ada , sebesar 88,0 persen mahasiswa yang

telah merasakan KKN menyatakan setuju untuk dilaksanakan KKN untuk periode berikutnya. Responden dan hanya 12,0 persen dari jumlah responden yang tidak-setuju KKN diadakan kembali=

Setuju

Sesuai

Tidak sesuai Tidak tahu

Tahu Tidak menjawabTidak menjawab

Tidak setuju

Ingin Mengulang Sekali Lagi

Page 7: Tabloid Teknokra Edisi 121

M akanan siap saji memang begitu nikmat untuk dikonsumsi, selain harga

yang terjangkau cara pembuatan-nya pun sangat mudah. Tapi jangan terlena dengan makanan instan yang seperi itu, banyaknya pengawet yang terkandung mengakibatkan tubuh rentan akan penyakit. Makanan siap saji memang dipersiapkan untuk kalangan yang sibuk dalam keseha-riannya. Sehingga tak sempat untuk memasak karena membutuhkan waktu yang lama. Nugget jamur ini pun bisa dijadikan makanan peng-ganti daging bagi orang vegetarian.

Hal inilah yang memicu Pus-tika Wati mahasiswa Teknik Hasil Pertanian 2007 dalam melakukan penelitian nugget jamur. Makanan ini memiliki nilai gizi yang tinggi dan lengkap. Tidak hanya vitamin, tetapi juga mineral yang dibutuhkan tubuh, seperti kalium, kalsium, na-trium, fosfor, besi, dan magnesium. Selain itu serat pada jamur juga cu-kup tinggi dan kandungan lemaknya rendah sehingga aman untuk dikon-

Oleh Desfi Dian Mustika

Oleh Desfi Dian M, Farhan Kurnia M

Info Teknologi No. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 2012 7

Apa Kata Mereka

Instan dan SehatJamur,

Nugget

sumsi. Berbeda dengan makanan siap saji lainnya yang mengandung bahan pengawet, nuget jamur hasil penelitian tidak.

Dalam pembuatan nugget jamur, jamur yang digunakan adalah jamur tiram (Pleurotus ostreatus), karena banyak dibudidayakan di Indone-sia. Proses pembuatan nugget ini tidak membutuhkan waktu lama. Bahan yang digunakan pun praktis dan murah meriah. Yakni tepung terigu, tepung sagu,tepung tapioka, telur, garam, merica, gula, susu cair, bawang putih, bawang merah dan tepung roti.

Proses pembuatannya yaitu, jamur tiram putih dihaluskan kemudian dicampur dengan bahan pengikat (tapioka, tepung terigu, dan tepung sagu) sebanyak. Masing-masing ba-han kemudian ditambahkan telur 20 gram, dan bumbu-bumbu seperti susu cair 100 ml, bawang merah 10 g, bawang putih 10 g, merica bubuk 5 g, dan gula pasir 20 g, kemudian semua bahan diaduk rata.

Setelah semua tercampur maka

dikukus hingga selama setengah jam. Lalu dicetak bentuk segiempat dengan ketebalan setengan centi-meter. Lalu dicelupkan dalam telur dan dilumuri tepung roti, selanjut-nya digoreng setengah matang. Baru dimasukan ke dalam freezer agar awet, jika hendak dikonsumsi makan langsung digoreng saja agar lebih renyah.

Setelah proses pembuatan, ma-sih ada beberapa proses lagi sampai

WC Kampus, Layak Pakaikah?

Ade Fathurohman (Fisika ‘07)Toilet disini kurang layak untuk digunakan. Tapi, sekarang sudah bisa digunakan, gak seperti dulu. Namun, menurut saya kebersihan WC di MIPA sangat kurang. Apalagi WC di laboratorium fisika sering ada sampahnya. Petugas kebersihan juga kurang rajin dan jarang membersihkan toilet, mereka hanya sekedar mengepel lantai saja.

Adi Kurniawan (Hukum Pidana ‘08)“WC di Fakultas hukum pada umumnya jorok dan bau, hanya WC dosen yang bersih dan terawat dan sering dibersihkan. Hal itulah yang membuat saya sering pergi ke WC Pascasarjana Hukum yang sangat bersih dan terawat. Selama saya kuliah disini, belum pernah sekalipun melihat WC diperbaiki, saking parahnya saat akan buang air kecil harus menampung dan

mengangkat air dulu dari bak sebelah. Saya berharap kedepannya agar semua WC dapat diperbaiki dan nyaman digunakan”.

Chandra Winata P (Teknik Mesin ‘07)Toilet yang ada di universitas persediaan airnya kurang memadai. Misalnya saja kalau mau salat harus mencari air dulu sampai ke toilet-toilet yang ada di fakultas. Menurut saya, sebenarnya masalah ini sudah penyakit lama. Kebersihan juga kurang dan intensitas membersihkannnya jarang sekali. Soal pintu toilet yang rusak serta penerangan yang ada ditoilet itu

sendiri saya bingung harus nuntut kemana.

Aini Putri Wirman (Kedokteran ‘11)Alhamdulillah semua WC disini bersih dan terawat, soalnya cleaning service disini sering berada disekitar WC, jadi sering dibersihkan. Memang sekarang air sering mati sih, ini karena WC yang diatas sedang diperbaiki. Tapi, secara keseluruhan WC disini sudah bagus.

Khusnul Mutmainah (Ekonomi Pembangunan ‘08)

Fakultas ekonomi sendiri toiletnya tidak begitu kotor. Tapi saya pernah masuk toilet yang ada di perpustakaan dan kondisinya kotor. Kalau melihat toilet yang kotor gitu agak risih dan jijik. Harapannya kalau bisa semua toilet bisa bersih dan terurus oleh penjaga gedungnya, kan memang sudah tugasnya.

Firdaus Roguska (Administrasi Bisnis ‘10)Semua WC di FISIP bersih-bersih aja, tapi kurang terawat. Saya berharap WC yang ada di FISIP bisa lebih terawat lagi dan kalau bisa dicat ulang karena banyak tulisan didinding WC.

Puspita Sari (Pendidikan Kewarganegaraan ‘08)

Kalau toilet FKIP sangat kurang nyaman untuk digunakan. Toiletnya disini juga kurang memadai karena tidak sesuai dengan banyaknya mahasiswa FKIP. Apalagi mahasiswa di FKIP kebanyakan perempuan, sedangkan WC-nya hanya ada satu. Jadi, kadang kalau kepepet ke toilet cowok. Air di WC juga sering mati, bau lagi. Selain itu, dari segi

kebersihan juga kurang dan tidak ada petugas kebersihan. Saya kadang melihat anak-anak FPPI saja yang membersihkan. Itupun cuma sekedar menyapu. Sering ada pembalut, tisu, dan sampah lainnya.

menuju tahap akhir. Namun karena jamur mengandung kadar air yang tinggi menyebabkan nugget tidak bisa dibentuk jadi harus melalui pro-ses pengukusan terlebih dahulu. Se-telah itu nugget digoreng setengah matang dan dimasukkan kedalam freezer antuk tahap pembekuan se-lama 24 jam agar ekstur dalamnya tetap lembut, selanjunya tinggal menggoreng sampai matang jika ingin mengkonsumsinya.

Nugget jamur tiram semacam ini belum begitu banyak dikenal masy-arakat Lampung. Namun di Pulau Jawa telah populer, salah satunya di-kembangkan oleh Mahasiswa Insti-tut Pertanian Bogor (IPB). Namun nugget buatan mahasiswa IPB itu cenderung keras dan tidak begitu enak untuk dikonsumsi

Saat ini nugget jamur tiram ini su-dah melalui tahap uji coba, hasilnya banyak disukai konsumen karena praktis, menyehatkan, dan tekstur-

nya yang lembut. Uji coba dilakukan dengan membagikan kuisioner ke-pada sebagian masyarakat dan ma-hasiswa yang ada dikampus. Hasil uji coba yang dilakukan, masyarakat lebih memilih menggunakan nug-get yang terbuat dari tapioka.Selain lebih nikmat secara ekonomis, tapi-oka juga lebih murah dibandingkan terigu. Apalagi dengan sagu, selain mahal nugget dari sagu juga lebih gelap sehingga kesannya sudah ka-dar luarsa.

Pustika mengaku dalam peneliian-nya tidak begitu banyak menemukan kesulitan. Hanya proses pembuatan ini memakan waktu lama dan kete-latenan yang ekstra. Apalagi pada proses pelapisan breder, harus dila-kukan secara telaten supaya rata. Pustika berharap berawal dari pene-litian dan bisa dikomersialisasikan dan membuka lapangan usaha jadi penelitiannya tidak sia-sia, jangan cuma analisis didalam skripsi saja.=

1. Jamur Tiram dihaluskan

Ilustrasi Reno bima Yudha

2. Campur Jamur yang dihaluskan dengan bahan pengikat (tepung terigu, tapioka, sagu). Tambahkan telur, bawang putih, bawang merah, merica, gula, dan susu.

3. Adonan yang sudah tercampur kemudian dikukus selama 30 menit.

4. Bentuk segi empst lalu celupkan ke dalam telur dan dilumuti tepung roti. lalu digoreng

Page 8: Tabloid Teknokra Edisi 121

Reportase KhususNo. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 20128

Lima tahun sudah masa Kepemimpinan Prof Sugeng dan sudah ketiga kalinya

dana kemahasiswaan sulit dicairkan. Ditahun 2009 dan 2011 alasan tak cair adalah terlambatnya mahasiswa mengumpulkan Laporan Pertangggung Jawaban (LPJ) kegiatan.

Lalu dikeluarkanlah kebijakan yang memerintahkan seluruh LPJ harus dikumpulkan paling lambat 31 Januari 2012. Kini yang menjadi alasan bukan lagi LPJ melainkan pola birokrasi yang berubah.

Walhasil delapan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM-U) mulai resah karena sudah lebih dari tiga bulan dana tak kunjung cair padahal kegiatan sudah dilangsungkan. UKM tersebut adalah Korp S u k a r e l a ( K S R ) , K o p e r a s i Mahasiswa(Kopma), Pramuka, Teknokra, English Society Organization (ESO), Sepakbola, Radio kampus Unila (Rakanila), dan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala).

“Selama ini kami menggunakan uang pengurus secara patungan agar kegiatan tetap jalan,” terang Agustiawan, Ketua UKM Pramuka.

Lima kegiatan yang telah mereka laksanakan sejak bulan November 2011 belum mendapat kucuran dana dari rektorat hingga bulan ini. Padahal, UKM telah mengumpulkan proposal kegiatan. Lembar Pertanggungjawaban (LPJ) kegiatan pun telah disetor ke rektorat sejak Desember 2011.

Namun, total dana kegiatan mereka yang sebesar 5 juta rupiah belum juga dapat dicairkan. “Nanti dulu ya dek, lagi sibuk atau uangnya belum ada di saya,” ujar Agustiawan menirukan jawaban Taryati yang merupakan Kepala Sub. Bagian Bakat, Minat, dan penalaran yang waku itu ia temui.

Padahal PR III telah memberikan memo agar dana kegiatan dapat dicairkan. “Biasanya langsung cair kalau sudah ada memo dari PR III,” cerita Agus.

Senada dengan UKM Pramuka, UKM KSR juga mengalami nasib yang sama. Tiga kegiatan yang telah selesai di gelar UKM KSR sejak bulan November 2011 belum didanai. Padahal, biasanya satu minggu setelah proposal dikumpulkan dana sudah bisa diambil.

“Tahun 2010 enak, sejak tahun 2011 sampai 2012 mulai tersendat,” keluh gadis yang akrab dipanggil Sasa ini. Natasa berharap dana

Dana Kemahasiswaan (Kembali) Berbelit kegiatan tersebut dapat cepat dicairkan. “Jangan sampai nunggu berbulan-bulan lagi kaya gini,” tambah Natasa.

Ketua UKM Mapala, Marwanto berharap agar aliran dana kemahasiswaan lebih transparan. “Semoga gak dikorupsi dan hak kita dapat dikembalikan ke kita,” ujar Mahasiswa Teknik Elektro ’08 ini.

Mahasiswa berambut gondrong ini juga meminta kejelasan berapa jumlah dana kemahasiswaan yang dialokasikan untuk UKM. Ia heran mengapa PR III bisa mempukul rata tiap UKM mendapat dana 3,7 juta pertahun padahal kita (red.mahasiswa) belum tahu rincian dari delapan persen sumbangan pembangunan pendidikan yang 25 % untuk UKM dan 75 % untuk Lembaga Kemahasiswaan (LK) di Fakultas.

Berkali-kali dirinya menanyakan perihal masalah ini kepada Taryati maupun Pembantu Rektor III namun tak kunjung mendapat kepastian. Akhirnya ia mengadukan nasibnya kepada Presiden Mahasiswa (Presma). Namun Eko Primananda(Hukum ‘07) selaku Presiden belum mampu melakukan apapun karena baru satu UKM yang melapor.. Jika lebih dari satu UKM lapor maka ia akan langsung berdiskusi dengan pihak rektorat namun jika tak digubris maka ia akan memprovokasi untuk melakukan aksi.

Berbeda dengan Presma yang menunggu pengaduan dari UKM, Nanda Evan (Tektan’08) selaku Ketua Forkom langsung ligat merespon masalah UKM. Ia telah melobi tim kerja PR III dan Taryati untuk mencairkan dana. Namun tetap saja jawaban mereka sama seperti jawaban yang diberikan kepada Marwanto.

Tersendatnya pencairan dana ternyata bukan saja dialami UKM, Lembaga Kemahasiswaan (LK) di tingkat Fakultas pun sama. Bedanya kegiatan mereka tetap berjalan lancar. Karena Pembantu Dekan III masing-masing fakultas telah mengantisipasi agar tak terjadi masalah serupa seperti ditahun 2009 dan 2011.

Misalnya saja Pembantu Dekan (PD) III Fakultas Hukum, Sudirman Mechan, M.H

Akibat dana yang seharusnya bulan Februari lalu cair, ia harus menalangi secara pribadi atau mencari pinjaman dana agar kegiatan di FH tidak terhambat. Dana kemahasiswaan

Februari lalu harusnya sudah keluar.Hi. Iskandar Syah, M.H, PD III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pun melakukan hal serupa. “Ada dana dari fakultas agar kegiatan mahasiswa tetap jalan,” ujar Iskandar.

Ketua Umum Mahasiswa Hukum Pecinta Alam (Mahusa) Candra bangkit (Hukum’09) tak mengetahui jika dana kemahasiswaan sebenarnya belum cair dan ditalangi oleh PD III nya. Menurutnya kegiatan yang diselenggarakan Mahusa tak ada masalah karena dana sudah cair.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Pemimpin Umum Pilar Ivan Kurniawan (Manajemen’09). Menurut Ivan dana kemahasiswaan sudah diterima sejak Maret lalu,untuk pencairan dana pun diberikan keringanan oleh Pembantu Dekan (PD) III. “Kalau dana belum c a i r kita bisa

ngutang sama PD III, asalkan tidak melebihi jatah yang diberikan masing-masing LK,” tuturnya.

PR III Unila membenarkan adanya masalah ini. Menurutnya, alasan tersendatnya dana karena bagian kemahasiswaan belum menerima rincian dana SPP yang dibayar oleh mahasiswa dari bagian keuangan Unila yang dibawahi oleh PR II. Sunarto menjelaskan dana untuk

kegiatan UKM-U diperoleh dari dana SPP itu. Nantinya, kemahasiswaan mendapat jatah 8% dari seluruh dana SPP mahasiswa. 75% dari jatah 8% ini akan didistribusikan untuk kegiatan kemahasiswaan di tingkat fakultas. Sedangkan 25% sisanya akan dibagikan untuk 38 UKM-U yang terhitung aktif di Unila. Dari sinilah sumber dana kegiatan untuk UKM-U. Sunarto menambahkan sampai saat ini rincian dana SPP mahasiswa belum jelas karena banyak keterlambatan pembayaran SPP oleh mahasiswa sehingga belum dapat dicairkan.

Selain karena masalah rincian dana SPP yang belum jelas,

pola birokrasi pun berubah. Menurut Sunarto, sejak

tahun 2010 PR III tidak diperkenankan

mempunyai rekening untuk kegiatan ke m a h a s i s wa a n . Imbasnya, bagian k e m a h a s i s w a a n hanya boleh m e n g u s u l k a n pencairan dana atas persetujuan bagian keuangan. Bagian keuangan Yang dibawahi oleh PR II inilah yang nantinya akan mencairkan dana dari Kantor Pe rbendaharaan Negara (KPN).

Dana itu pun tidak lagi melewati rekening PR III. Akan tetapi, langsung didistribusikan ke UKM tingat fakultas dan universitas. “Dulu ada dana yang mengendap sebulan atau dua bulan sehingga dapat ‘diputar’ untuk kegiatan UKM,” jelas Sunarto. Sunarto menambahkan saat ini hanya ada rekening atas nama rektor Unila sebagai rekening ‘banci’. Rekening banci maksudnya rekening ini hanya berfungsi sebagai rekening

titipan sebelum dana didistribusikan ke bagian kemahasiswaan di fakultas dan universitas.

Sunarto tidak dapat memastikan kapan dana kegiatan UKM-U dapat dicairkan. “Tergantung bagian keuangan,” ujar Sunarto melengkapi penjelasannya. Namun, Sunarto meminta agar mahasiswa bersabar karena memang prosedur keuangannya berubah. “Dulu PR III bisa nalangin karena ada dana yang bisa diputar,” cerita Sunarto. Mahasiswa juga diminta bersabar karena pada kenyataannya dana 8% dari dana SPP mahasiswa memang belum diluncurkan ke bagian kemahasiswaan.

Saat dikonfirmasi masalah memo yang sudah diturunkan, Sunarto membenarkan masalah itu. “Saya memang sudah mengeluarkan memo, tapi dananya belum cair sehingga tetap saja belum bisa diambil,” jelas Sunarto.

Kepala Sub. Bagian Bakat, Minat dan Penalaran, Taryati pun mengungkapkan hal yang sama. “PR III memang sudah mengeluarkan memo, tapi harus saya rekap dulu,” terang Taryati sembari menunjukkan contoh memo dari PR III. Taryati menjelaskan tersendatnya dana ini karena rektorat belum menerima jumlah mahasiswa sampai bulan April ini dari seluruh fakultas. Akibatnya, jumlah dana untuk UKM pun belum dapat ditentukan secara pasti.

Taryati mengakui tidak ada masalah mengenai proposal atau LPJ dari UKM-U. Namun, Taryati meminta agar UKM lebih awal menyerahkan proposal kegiatannya. “Ya, satu tahun matriks kegiatan selama kepengurusan sudah bisa masuk ke PR III untuk minta persetujuannya,” lanjut Taryati. Taryati menambahkan dana ini akan segera keluar. “Kita juga akan berusaha sekuat tenaga, akhir April dana iu sudah jelas keluar,” tegas Taryati menjawab kegelisahan mahasiswa.

Menanggapi hal tersebut Kepala Bagian Keuangan Joko Sucipto menyatakan hal ini hanya kurang komunikasi saja,sebenarnya dana tersebut sedang diurus oleh Pembantu Rektor II,Ir. Sulastri Ramli. Lamanya mengurus karena tak semua mahasiswa membayar spp tepat waktu. Kini dana tersebut sedang diajukan ke PR II. Dan esok harinya(12/4) akan diterima Pembantu Rektor III, Prof Sunarto. “Saya tidak bisa memastikan kapan dana tersebut cair,namun dana akan diterima PR III besok,” jelas

Oleh Vina Oktavia,RikawatiLaporan: Hermawan S, Puspa Ayu B

“Saya tidak bisa memastikan kapan

dana tersebut cair,namun dana akan diterima PR

III besokJoko Sucipto

Iklan

Artikel Tema No. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 2012 9

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung

Pada sebuah tulisannya Mahfud MD mengatakan jika pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

(KKN) adalah tolak ukur tingkat keberhasilan reformasi. Maka hal pertama yang harus kita kemukakan adalah sebuah kenyataan bahwa reformasi masih jauh dari harapan, itupun kalau tidak mau dikatakan tidak menghasilkan apapun.

Pernyataan tersebut berbanding lurus dengan kenyataan bahwa negara ini sedang dalam keadaan kronis, korupsi yang selalu dianggap menjadi (salah satu) masalah bangsa sedang menggerogotinya habis-habisan.

Dan melalui hal tersebut kita semua sepakat bahwa solusi bangsa adalah pemberantasan yang berkeadilan yang harus dilakukan untuk memulai pembenahan struktur birokrasi yang selama ini sarat dengan permasalah korupsi.

Integritas penguasa negara untuk memberantas korupsi diwarnai sedikit ketidakpercayaan bahwa hal tersebut dapat berjalan dengan efektif, hal tersebut dapat terjadi akibat tidak terpenuhinya rasa keadilan masyarakat atas hasil pemberantasan korupsi dinegara ini.

Semangat pemberantasan korupsi yang sebenarnya sudah dimulai pada awal kemerdekaan bangsa ini tidak pernah berhasil membentuk karakter anti-korupsi terhadap masyarakatnya. Karena akar masalahnya pun karena sektor pendidikan formalnya pun tersentuh masalah korupsi, pada akhirnya puncak ketidakpercayaan masyarakat pulalah terhadap aparat penguasa membentuk suatu badan otonom negara yang bertugas untuk memberantasan korupsi yang kini kita kenal dengan sebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anomali hukum seperti inilah yang memberikan stigma negatif masyarakat bahwa pemberantasan korupsi adalah sesuatu yang biasa saja, tidak istimewa dan tidak ada gunanya keterlibatan publik.

Reformasi Negara yang terjadi pada tahun 1998 bisa dikatakan hanyalah reformasi politik belaka, yang berubah dari proses reformasi tersebut nyatanya serpihan kecil permasalahan bangsa namun substansi permasalahan negara tidak terjadi perubahan signifikan dan boleh dikatakan bahwa (sebenarnya) tidak ada reformasi hukum dalam negara ini walaupun acapkali para ahli dan negarawan mengatakan bahwa perubahan negara ini sudah revolusioner namun nyatanya perubahan tersebut kembali memberikan masalah yang lebih banyak dan kompleks dibandingkan masa prareformasi.

Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa perubahan besar pascarefromasi juga memberikan dua peluang terjadinya peningkatan korupsi pertama, terjadinya perubahan hukum positif; kedua, terjadinya perubahan sistem dan fungsi kelembagaan negara. Masalah pokoknya terletak pada masa transisi hukum positif dan keadaan baru birokrasi publik yaitu saat ditinggalkannya aturan hukum yang lama dan berpindah

Bias Reformasi Anti Korupsi

pada peraturan yang baru, maka yang akan terjadi adalah keadaan tanpa aturan sehingga ruang menjadi ruang nyaman bagi koruptor untuk mendulang hasil korupsinya. Walaupun pada akhirnya terkuak bahwa banyak pula bahwa situasi tersebut kadangkala merenggut koruptor bukan koruptor yang menjadi korban akibat kenaifannya sendiri (ketidaktahuaan).

Menyadari bahwa celah tersebut ada di arena birokrasi (dan politik) maka perlu sebuah pemantauan komprehensif atas keadaan tersebut. Karena bukan lagi rahasia umum bahwa dengan bermodalkan tradisi korupsi diranah birokrasi pemerintahan dapat juga dimanfaatkan oleh pihak ketiga, dalam hal ini dapat juga didalangi oleh pengusaha, cukong atau sejenisnya yang dalam beberapa tahun ini bergaung dan hits dengan sebutan Mafia Hukum.

Maka tak heran jika Transparancy International Indonesia (TII) dalam rilisnya tahun 2011 menempatkan posisi pengusaha Indonesia pada urutan keempat sedunia dalam hal pengusaha kotor setelah Rusia, Meksiko dan China. Hal tersebut data dikatakan masuk akal karena sejatinya perbuatan korupsi adalah perbuatan yang sangat mustahil dapat dikerjakan sendiri tanpa permohonan dan bantuan dari pihak kedua atau ketiga dan juga pada hal tersebut juga terbentur pada masalah bahwa dalam hal hidup dinegara ini perlu banyak jalan pintas, sehingga peluang korupsi akan tetap terbuka dan berjalan sekalipun pemberantasan tetap dijalankan.

Tidak hanya pada sektor birokrasi publik saja yang terenggut oleh korupsi, sudah menjadi rahasia umum bahwa sektor legislatif adalah salah satu tempat nyaman untuk melakukan korupsi. Menurut Dati Fatimah dalam bukunya DPR Uncensored, pola korupsi diranah legislasi ada empat pokok yang seringkali dilakukan oleh koruptor yang kurang beruntung sehingga modus mereka terungkap kemudian, pola tersebut adalah penggelembungan anggaran (mark-up), menggandakan jenis penerimaan anggota dewan, mengalokasikan pos diluar ketentuan perundangan dan korupsi dalam pelaksanaan kegiatan dewan.

Pola-pola tersebut sangat terstruktur rapi sehingga dalam pelaksanaanya pun tidak tampak seperti korupsi, perlu kejelian aparat penegak hukum untuk mengungkap permasalahan tersebut. Permasalahan korupsi adalah permasalahan yang sama sekali masalah sederhana, multikompleks, multiras dan multimodus riskan rasanya jika permasalahan korupsi didaerah tidak juga disandingkan dengan korupsi papan atas dipusat, walaupun sedikit berbeda jumlah namun kebanyakan memiliki modus operandi yang sama (persis).

Salah satunya dampak reformasi adalah perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dimana dalam pembagiannya pusat haruslah bertindak sebagai bapak yang adil terhadap anaknya, dana alokasi khusus dan umum adalah tawarannya walaupun sejatinya APBD juga jauh lebih menggiurkan dan lebih

aman.Tetapi apakah ada hubungan antara

perimbangan keuangan dan pembagian kekuasaan pemerintahan pusat dan daerah dengan korupsi? maka jawabannya disebut dengan nama Desentralisasi Korupsi. Menurut Inge Amundsen dalam hal tersebut terjadilah yang disebut dengan Redistrivutive Corruption atau korupsi yang mengikuti pembagian dan peta kekuasaan. Karena pada selanjutnya Amundsen mengatakan bahwa hubungan antara sistem politik tingkat korupsi ini berhubungan dengan situasi transisi bisa dampak dari reformasi yang mengatakan bahwa dalam hal contoh masa transisi politik dapat mengaca dengan negara-negara Amerika Latin yaitu peralihan dari masa otoriterian kedemokrasi seringkali diiringi level korupsi yang tinggi.

Hal ini juga ditemukan di negara-negera pecahan Uni Soviet hal tersebut dapat terjadi akibat sistem negara otoritarian biasanya memberikan kontrol ketat terhadap penyelenggaraan negaranya. Sehingga jarang sekali memberikan kesempatan kepada pihak-pihak untuk melanggarnya, atau sebaliknya membuat sistem untuk melindungi mereka untuk korupsi, sementara masa transisi demokrasi (baca: Reformasi Indonesia) adalah pranata dan sistem politik yang belum menemui bentuk dan tidak solid sehingga sangat juga rawan terjadi korupsi yang berintregritas tinggi didalamnya. Maka berlandaskan dengan teori tersebut kita tidak perlu lagi heran dengan keadaan korupsi yang terjadi di Indonesia, termasuk pusat dan didaerah.

Sebastian Pompe penulis buku The Indonesian Supreme Court, A Study Of Institusional Collapse, menyebut dengan tegas dan lugas bahwa Korupsi adalah budaya bangsa Indonesia. Dalam kaitannya dengan penegakan hukum dinegara ini khususnya didunia peradilan hal yang dimaksud Pompe dengan judicial corruption muncul setelah peristiwa Malari tahun 1974 ketika institusi peradilan dibina dengan sistem kepemimpinan militer, hal tersebut terjadi pada saat rezim Soeharto mengkooptasi kekuasaan kehakiman demi mengokohkan kekuasaannya dan sejak itulah menutur Pompe mulai terjadi kegiatan saling melayani antara para hakim dengan cara pemberian amplop dan upeti.

Permasalah Korupsi adalah permasalah bangsa, solusi yang ditawarkan para ahli berbagai macam rupa, mulai dari memoratorium, penegakan komprehensif hingga pembuatan Undang-Undang Lustrasi berupa penghentian massal satu generasi yang terjadi di Lithuania. Namun solusi tersebut tinggalah sebuah wacana yang tergaung dalam tembok-tembok diskusi saja jika pemangku kepentingan tidak pernah bertindak lebih awal dan membuktikan dirinya benar-benar bersunguh sungguh untuk memberantas korupsi dinegara ini.=

Oleh Andhika Prayoga*

Sebastian Pompe

Korupsi adalah Budaya Bangsa Indonesia

Korupsi

Page 9: Tabloid Teknokra Edisi 121

Reportase KhususNo. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 20128

Lima tahun sudah masa Kepemimpinan Prof Sugeng dan sudah ketiga kalinya

dana kemahasiswaan sulit dicairkan. Ditahun 2009 dan 2011 alasan tak cair adalah terlambatnya mahasiswa mengumpulkan Laporan Pertangggung Jawaban (LPJ) kegiatan.

Lalu dikeluarkanlah kebijakan yang memerintahkan seluruh LPJ harus dikumpulkan paling lambat 31 Januari 2012. Kini yang menjadi alasan bukan lagi LPJ melainkan pola birokrasi yang berubah.

Walhasil delapan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM-U) mulai resah karena sudah lebih dari tiga bulan dana tak kunjung cair padahal kegiatan sudah dilangsungkan. UKM tersebut adalah Korp S u k a r e l a ( K S R ) , K o p e r a s i Mahasiswa(Kopma), Pramuka, Teknokra, English Society Organization (ESO), Sepakbola, Radio kampus Unila (Rakanila), dan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala).

“Selama ini kami menggunakan uang pengurus secara patungan agar kegiatan tetap jalan,” terang Agustiawan, Ketua UKM Pramuka.

Lima kegiatan yang telah mereka laksanakan sejak bulan November 2011 belum mendapat kucuran dana dari rektorat hingga bulan ini. Padahal, UKM telah mengumpulkan proposal kegiatan. Lembar Pertanggungjawaban (LPJ) kegiatan pun telah disetor ke rektorat sejak Desember 2011.

Namun, total dana kegiatan mereka yang sebesar 5 juta rupiah belum juga dapat dicairkan. “Nanti dulu ya dek, lagi sibuk atau uangnya belum ada di saya,” ujar Agustiawan menirukan jawaban Taryati yang merupakan Kepala Sub. Bagian Bakat, Minat, dan penalaran yang waku itu ia temui.

Padahal PR III telah memberikan memo agar dana kegiatan dapat dicairkan. “Biasanya langsung cair kalau sudah ada memo dari PR III,” cerita Agus.

Senada dengan UKM Pramuka, UKM KSR juga mengalami nasib yang sama. Tiga kegiatan yang telah selesai di gelar UKM KSR sejak bulan November 2011 belum didanai. Padahal, biasanya satu minggu setelah proposal dikumpulkan dana sudah bisa diambil.

“Tahun 2010 enak, sejak tahun 2011 sampai 2012 mulai tersendat,” keluh gadis yang akrab dipanggil Sasa ini. Natasa berharap dana

Dana Kemahasiswaan (Kembali) Berbelit kegiatan tersebut dapat cepat dicairkan. “Jangan sampai nunggu berbulan-bulan lagi kaya gini,” tambah Natasa.

Ketua UKM Mapala, Marwanto berharap agar aliran dana kemahasiswaan lebih transparan. “Semoga gak dikorupsi dan hak kita dapat dikembalikan ke kita,” ujar Mahasiswa Teknik Elektro ’08 ini.

Mahasiswa berambut gondrong ini juga meminta kejelasan berapa jumlah dana kemahasiswaan yang dialokasikan untuk UKM. Ia heran mengapa PR III bisa mempukul rata tiap UKM mendapat dana 3,7 juta pertahun padahal kita (red.mahasiswa) belum tahu rincian dari delapan persen sumbangan pembangunan pendidikan yang 25 % untuk UKM dan 75 % untuk Lembaga Kemahasiswaan (LK) di Fakultas.

Berkali-kali dirinya menanyakan perihal masalah ini kepada Taryati maupun Pembantu Rektor III namun tak kunjung mendapat kepastian. Akhirnya ia mengadukan nasibnya kepada Presiden Mahasiswa (Presma). Namun Eko Primananda(Hukum ‘07) selaku Presiden belum mampu melakukan apapun karena baru satu UKM yang melapor.. Jika lebih dari satu UKM lapor maka ia akan langsung berdiskusi dengan pihak rektorat namun jika tak digubris maka ia akan memprovokasi untuk melakukan aksi.

Berbeda dengan Presma yang menunggu pengaduan dari UKM, Nanda Evan (Tektan’08) selaku Ketua Forkom langsung ligat merespon masalah UKM. Ia telah melobi tim kerja PR III dan Taryati untuk mencairkan dana. Namun tetap saja jawaban mereka sama seperti jawaban yang diberikan kepada Marwanto.

Tersendatnya pencairan dana ternyata bukan saja dialami UKM, Lembaga Kemahasiswaan (LK) di tingkat Fakultas pun sama. Bedanya kegiatan mereka tetap berjalan lancar. Karena Pembantu Dekan III masing-masing fakultas telah mengantisipasi agar tak terjadi masalah serupa seperti ditahun 2009 dan 2011.

Misalnya saja Pembantu Dekan (PD) III Fakultas Hukum, Sudirman Mechan, M.H

Akibat dana yang seharusnya bulan Februari lalu cair, ia harus menalangi secara pribadi atau mencari pinjaman dana agar kegiatan di FH tidak terhambat. Dana kemahasiswaan

Februari lalu harusnya sudah keluar.Hi. Iskandar Syah, M.H, PD III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pun melakukan hal serupa. “Ada dana dari fakultas agar kegiatan mahasiswa tetap jalan,” ujar Iskandar.

Ketua Umum Mahasiswa Hukum Pecinta Alam (Mahusa) Candra bangkit (Hukum’09) tak mengetahui jika dana kemahasiswaan sebenarnya belum cair dan ditalangi oleh PD III nya. Menurutnya kegiatan yang diselenggarakan Mahusa tak ada masalah karena dana sudah cair.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Pemimpin Umum Pilar Ivan Kurniawan (Manajemen’09). Menurut Ivan dana kemahasiswaan sudah diterima sejak Maret lalu,untuk pencairan dana pun diberikan keringanan oleh Pembantu Dekan (PD) III. “Kalau dana belum c a i r kita bisa

ngutang sama PD III, asalkan tidak melebihi jatah yang diberikan masing-masing LK,” tuturnya.

PR III Unila membenarkan adanya masalah ini. Menurutnya, alasan tersendatnya dana karena bagian kemahasiswaan belum menerima rincian dana SPP yang dibayar oleh mahasiswa dari bagian keuangan Unila yang dibawahi oleh PR II. Sunarto menjelaskan dana untuk

kegiatan UKM-U diperoleh dari dana SPP itu. Nantinya, kemahasiswaan mendapat jatah 8% dari seluruh dana SPP mahasiswa. 75% dari jatah 8% ini akan didistribusikan untuk kegiatan kemahasiswaan di tingkat fakultas. Sedangkan 25% sisanya akan dibagikan untuk 38 UKM-U yang terhitung aktif di Unila. Dari sinilah sumber dana kegiatan untuk UKM-U. Sunarto menambahkan sampai saat ini rincian dana SPP mahasiswa belum jelas karena banyak keterlambatan pembayaran SPP oleh mahasiswa sehingga belum dapat dicairkan.

Selain karena masalah rincian dana SPP yang belum jelas,

pola birokrasi pun berubah. Menurut Sunarto, sejak

tahun 2010 PR III tidak diperkenankan

mempunyai rekening untuk kegiatan ke m a h a s i s wa a n . Imbasnya, bagian k e m a h a s i s w a a n hanya boleh m e n g u s u l k a n pencairan dana atas persetujuan bagian keuangan. Bagian keuangan Yang dibawahi oleh PR II inilah yang nantinya akan mencairkan dana dari Kantor Pe rbendaharaan Negara (KPN).

Dana itu pun tidak lagi melewati rekening PR III. Akan tetapi, langsung didistribusikan ke UKM tingat fakultas dan universitas. “Dulu ada dana yang mengendap sebulan atau dua bulan sehingga dapat ‘diputar’ untuk kegiatan UKM,” jelas Sunarto. Sunarto menambahkan saat ini hanya ada rekening atas nama rektor Unila sebagai rekening ‘banci’. Rekening banci maksudnya rekening ini hanya berfungsi sebagai rekening

titipan sebelum dana didistribusikan ke bagian kemahasiswaan di fakultas dan universitas.

Sunarto tidak dapat memastikan kapan dana kegiatan UKM-U dapat dicairkan. “Tergantung bagian keuangan,” ujar Sunarto melengkapi penjelasannya. Namun, Sunarto meminta agar mahasiswa bersabar karena memang prosedur keuangannya berubah. “Dulu PR III bisa nalangin karena ada dana yang bisa diputar,” cerita Sunarto. Mahasiswa juga diminta bersabar karena pada kenyataannya dana 8% dari dana SPP mahasiswa memang belum diluncurkan ke bagian kemahasiswaan.

Saat dikonfirmasi masalah memo yang sudah diturunkan, Sunarto membenarkan masalah itu. “Saya memang sudah mengeluarkan memo, tapi dananya belum cair sehingga tetap saja belum bisa diambil,” jelas Sunarto.

Kepala Sub. Bagian Bakat, Minat dan Penalaran, Taryati pun mengungkapkan hal yang sama. “PR III memang sudah mengeluarkan memo, tapi harus saya rekap dulu,” terang Taryati sembari menunjukkan contoh memo dari PR III. Taryati menjelaskan tersendatnya dana ini karena rektorat belum menerima jumlah mahasiswa sampai bulan April ini dari seluruh fakultas. Akibatnya, jumlah dana untuk UKM pun belum dapat ditentukan secara pasti.

Taryati mengakui tidak ada masalah mengenai proposal atau LPJ dari UKM-U. Namun, Taryati meminta agar UKM lebih awal menyerahkan proposal kegiatannya. “Ya, satu tahun matriks kegiatan selama kepengurusan sudah bisa masuk ke PR III untuk minta persetujuannya,” lanjut Taryati. Taryati menambahkan dana ini akan segera keluar. “Kita juga akan berusaha sekuat tenaga, akhir April dana iu sudah jelas keluar,” tegas Taryati menjawab kegelisahan mahasiswa.

Menanggapi hal tersebut Kepala Bagian Keuangan Joko Sucipto menyatakan hal ini hanya kurang komunikasi saja,sebenarnya dana tersebut sedang diurus oleh Pembantu Rektor II,Ir. Sulastri Ramli. Lamanya mengurus karena tak semua mahasiswa membayar spp tepat waktu. Kini dana tersebut sedang diajukan ke PR II. Dan esok harinya(12/4) akan diterima Pembantu Rektor III, Prof Sunarto. “Saya tidak bisa memastikan kapan dana tersebut cair,namun dana akan diterima PR III besok,” jelas

Oleh Vina Oktavia,RikawatiLaporan: Hermawan S, Puspa Ayu B

“Saya tidak bisa memastikan kapan

dana tersebut cair,namun dana akan diterima PR

III besokJoko Sucipto

Iklan

Artikel Tema No. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 2012 9

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung

Pada sebuah tulisannya Mahfud MD mengatakan jika pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

(KKN) adalah tolak ukur tingkat keberhasilan reformasi. Maka hal pertama yang harus kita kemukakan adalah sebuah kenyataan bahwa reformasi masih jauh dari harapan, itupun kalau tidak mau dikatakan tidak menghasilkan apapun.

Pernyataan tersebut berbanding lurus dengan kenyataan bahwa negara ini sedang dalam keadaan kronis, korupsi yang selalu dianggap menjadi (salah satu) masalah bangsa sedang menggerogotinya habis-habisan.

Dan melalui hal tersebut kita semua sepakat bahwa solusi bangsa adalah pemberantasan yang berkeadilan yang harus dilakukan untuk memulai pembenahan struktur birokrasi yang selama ini sarat dengan permasalah korupsi.

Integritas penguasa negara untuk memberantas korupsi diwarnai sedikit ketidakpercayaan bahwa hal tersebut dapat berjalan dengan efektif, hal tersebut dapat terjadi akibat tidak terpenuhinya rasa keadilan masyarakat atas hasil pemberantasan korupsi dinegara ini.

Semangat pemberantasan korupsi yang sebenarnya sudah dimulai pada awal kemerdekaan bangsa ini tidak pernah berhasil membentuk karakter anti-korupsi terhadap masyarakatnya. Karena akar masalahnya pun karena sektor pendidikan formalnya pun tersentuh masalah korupsi, pada akhirnya puncak ketidakpercayaan masyarakat pulalah terhadap aparat penguasa membentuk suatu badan otonom negara yang bertugas untuk memberantasan korupsi yang kini kita kenal dengan sebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anomali hukum seperti inilah yang memberikan stigma negatif masyarakat bahwa pemberantasan korupsi adalah sesuatu yang biasa saja, tidak istimewa dan tidak ada gunanya keterlibatan publik.

Reformasi Negara yang terjadi pada tahun 1998 bisa dikatakan hanyalah reformasi politik belaka, yang berubah dari proses reformasi tersebut nyatanya serpihan kecil permasalahan bangsa namun substansi permasalahan negara tidak terjadi perubahan signifikan dan boleh dikatakan bahwa (sebenarnya) tidak ada reformasi hukum dalam negara ini walaupun acapkali para ahli dan negarawan mengatakan bahwa perubahan negara ini sudah revolusioner namun nyatanya perubahan tersebut kembali memberikan masalah yang lebih banyak dan kompleks dibandingkan masa prareformasi.

Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa perubahan besar pascarefromasi juga memberikan dua peluang terjadinya peningkatan korupsi pertama, terjadinya perubahan hukum positif; kedua, terjadinya perubahan sistem dan fungsi kelembagaan negara. Masalah pokoknya terletak pada masa transisi hukum positif dan keadaan baru birokrasi publik yaitu saat ditinggalkannya aturan hukum yang lama dan berpindah

Bias Reformasi Anti Korupsi

pada peraturan yang baru, maka yang akan terjadi adalah keadaan tanpa aturan sehingga ruang menjadi ruang nyaman bagi koruptor untuk mendulang hasil korupsinya. Walaupun pada akhirnya terkuak bahwa banyak pula bahwa situasi tersebut kadangkala merenggut koruptor bukan koruptor yang menjadi korban akibat kenaifannya sendiri (ketidaktahuaan).

Menyadari bahwa celah tersebut ada di arena birokrasi (dan politik) maka perlu sebuah pemantauan komprehensif atas keadaan tersebut. Karena bukan lagi rahasia umum bahwa dengan bermodalkan tradisi korupsi diranah birokrasi pemerintahan dapat juga dimanfaatkan oleh pihak ketiga, dalam hal ini dapat juga didalangi oleh pengusaha, cukong atau sejenisnya yang dalam beberapa tahun ini bergaung dan hits dengan sebutan Mafia Hukum.

Maka tak heran jika Transparancy International Indonesia (TII) dalam rilisnya tahun 2011 menempatkan posisi pengusaha Indonesia pada urutan keempat sedunia dalam hal pengusaha kotor setelah Rusia, Meksiko dan China. Hal tersebut data dikatakan masuk akal karena sejatinya perbuatan korupsi adalah perbuatan yang sangat mustahil dapat dikerjakan sendiri tanpa permohonan dan bantuan dari pihak kedua atau ketiga dan juga pada hal tersebut juga terbentur pada masalah bahwa dalam hal hidup dinegara ini perlu banyak jalan pintas, sehingga peluang korupsi akan tetap terbuka dan berjalan sekalipun pemberantasan tetap dijalankan.

Tidak hanya pada sektor birokrasi publik saja yang terenggut oleh korupsi, sudah menjadi rahasia umum bahwa sektor legislatif adalah salah satu tempat nyaman untuk melakukan korupsi. Menurut Dati Fatimah dalam bukunya DPR Uncensored, pola korupsi diranah legislasi ada empat pokok yang seringkali dilakukan oleh koruptor yang kurang beruntung sehingga modus mereka terungkap kemudian, pola tersebut adalah penggelembungan anggaran (mark-up), menggandakan jenis penerimaan anggota dewan, mengalokasikan pos diluar ketentuan perundangan dan korupsi dalam pelaksanaan kegiatan dewan.

Pola-pola tersebut sangat terstruktur rapi sehingga dalam pelaksanaanya pun tidak tampak seperti korupsi, perlu kejelian aparat penegak hukum untuk mengungkap permasalahan tersebut. Permasalahan korupsi adalah permasalahan yang sama sekali masalah sederhana, multikompleks, multiras dan multimodus riskan rasanya jika permasalahan korupsi didaerah tidak juga disandingkan dengan korupsi papan atas dipusat, walaupun sedikit berbeda jumlah namun kebanyakan memiliki modus operandi yang sama (persis).

Salah satunya dampak reformasi adalah perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dimana dalam pembagiannya pusat haruslah bertindak sebagai bapak yang adil terhadap anaknya, dana alokasi khusus dan umum adalah tawarannya walaupun sejatinya APBD juga jauh lebih menggiurkan dan lebih

aman.Tetapi apakah ada hubungan antara

perimbangan keuangan dan pembagian kekuasaan pemerintahan pusat dan daerah dengan korupsi? maka jawabannya disebut dengan nama Desentralisasi Korupsi. Menurut Inge Amundsen dalam hal tersebut terjadilah yang disebut dengan Redistrivutive Corruption atau korupsi yang mengikuti pembagian dan peta kekuasaan. Karena pada selanjutnya Amundsen mengatakan bahwa hubungan antara sistem politik tingkat korupsi ini berhubungan dengan situasi transisi bisa dampak dari reformasi yang mengatakan bahwa dalam hal contoh masa transisi politik dapat mengaca dengan negara-negara Amerika Latin yaitu peralihan dari masa otoriterian kedemokrasi seringkali diiringi level korupsi yang tinggi.

Hal ini juga ditemukan di negara-negera pecahan Uni Soviet hal tersebut dapat terjadi akibat sistem negara otoritarian biasanya memberikan kontrol ketat terhadap penyelenggaraan negaranya. Sehingga jarang sekali memberikan kesempatan kepada pihak-pihak untuk melanggarnya, atau sebaliknya membuat sistem untuk melindungi mereka untuk korupsi, sementara masa transisi demokrasi (baca: Reformasi Indonesia) adalah pranata dan sistem politik yang belum menemui bentuk dan tidak solid sehingga sangat juga rawan terjadi korupsi yang berintregritas tinggi didalamnya. Maka berlandaskan dengan teori tersebut kita tidak perlu lagi heran dengan keadaan korupsi yang terjadi di Indonesia, termasuk pusat dan didaerah.

Sebastian Pompe penulis buku The Indonesian Supreme Court, A Study Of Institusional Collapse, menyebut dengan tegas dan lugas bahwa Korupsi adalah budaya bangsa Indonesia. Dalam kaitannya dengan penegakan hukum dinegara ini khususnya didunia peradilan hal yang dimaksud Pompe dengan judicial corruption muncul setelah peristiwa Malari tahun 1974 ketika institusi peradilan dibina dengan sistem kepemimpinan militer, hal tersebut terjadi pada saat rezim Soeharto mengkooptasi kekuasaan kehakiman demi mengokohkan kekuasaannya dan sejak itulah menutur Pompe mulai terjadi kegiatan saling melayani antara para hakim dengan cara pemberian amplop dan upeti.

Permasalah Korupsi adalah permasalah bangsa, solusi yang ditawarkan para ahli berbagai macam rupa, mulai dari memoratorium, penegakan komprehensif hingga pembuatan Undang-Undang Lustrasi berupa penghentian massal satu generasi yang terjadi di Lithuania. Namun solusi tersebut tinggalah sebuah wacana yang tergaung dalam tembok-tembok diskusi saja jika pemangku kepentingan tidak pernah bertindak lebih awal dan membuktikan dirinya benar-benar bersunguh sungguh untuk memberantas korupsi dinegara ini.=

Oleh Andhika Prayoga*

Sebastian Pompe

Korupsi adalah Budaya Bangsa Indonesia

Korupsi

Page 10: Tabloid Teknokra Edisi 121

Zona AktivisNo. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 201210

Bersepatu roda memang sedikit susah terutama pada saat pertama kali. Masih terpongoh-pongoh ketika harus meluncur dengan sepatu roda. Apalagi jika jalanan licin kemungkinan akan tergelincir. Namun jika jalan kasar atau beraspal maka harus menggunakan banyak tenaga untuk meluncur. Teknik dasar dari bersepatu roda ialah meluncur kedepan,meluncur mundur, me nikung, mengerem (dengan teknik khususnya dan tidak dengan rem yang terpasang di sepatu roda tersebut)

Saat belajar tak mungkin tidak jatuh. Jatuh bangun itu biasa, gak jatuh ya gak belajar. Kalau jatuh ya harus bangun dan meluncur lagi. Agar tak terjatuh maka harus ada trik-trik khususnya yakni mengecek kondisi sepatu roda yang akan digunakan, memakai alat pelindung (helm, siku, kaki, tangan)

untuk mencegah terjadinya luka jika terjatuh, dan melihat kondisi medan jalan/area yang akan digunakan.

Meskipun sedikit sakit ber-olahraga sepatu roda ini banyak manfaatnya diantaranya menambah kebugaran tubuh, memperkuat otot kaki (khususnya), menambah keseimbangan tubuh, bisa sebagai media terapi orang asma, mencegah terkena osteoporosis, memperkuat otot paha dan kaki,untuk wanita, karena olah raga ini bersifat aerobik, dapat membentuk tubuh sesuai keinginan dengan latihan tertentu, dan karena dengan bersepatu roda memlatih otot paha menjadi maka dapat memudahkan wanita dalam persalinan.=

Roller Raiders merupakan suatu komunitas yang digawangi oleh mahasiswa Unila, UBL dan Darmadjaya yang mempunyai satu kesamaan yakni “Be Fun, Be Healthy, and Be Winner”. Komunitas ini merupakan komunitas inline skate berbasis free style slalom pertama di Lampung. Komunitas yang digawangi oleh Angga, Arnold, Setya, Dimas, dan Binti ini berdiri pada 7 Juni 2011.

Mengapa disebut Roller Raiders? Roller artinya beroda dan raiders artinya penakluk. Sehingga Roller Raiders adalah penakluk segala teknik dan rintangan. Anggota Roller Raiders tak pandang usia, dari yang masih balita, remaja, hingga orang tua pun ikut andil dalam komunitas ini. Hingga kini anggotanya sudah mencapai 42 orang yang mayoritasnya adalah mahasiswa dan remaja.

Misi Roller Raider menjadi komunitas/club sepatu roda yang aktif dan bermasyarkat, mendukung program car free day di Lampung (khususnya) di seluruh Indonesia (umumnya), dan menjadi pemenang disetiap event pertandingan yang ada.

Sepanjang tahun 2012 ini akan ada beberapa event pertandingan Slalom baik level Nasional maupun Internasional dan event terdekat ini adalah Roller Manumit Series 2012 di Saparua, Bandung dengan mempetandingkan empat cabang inti dari slalom, yaitu Classic Slalom, Speed Slalom, Freestyle Slide, Skate Cross.

Tim Roller Raiders menjadi salah satu pesertanya, selain peserta perwakilan Lampung ada dari Medan, Jakarta, Bandung (tuan rumah), Semarang, Jogjakarta, Jawa timur, Kalimantan Selatan. Untuk asosiasi Dunia freestyle slalom adalah dibawah naungan WSSA (World Slalom Skating Association), dan untuk di Indonesia yang menaungi adalah INAFSSA (Indonesia Freestyle Slalom Skater Association).=

Jalan sehat demokrat (partisipan):4 Funbike eksklusiv Radar Lampung Jarak 12KM (panitiadenganInlineskate) 4 Coaching klinik slalom se Indonesia (partisipan, Bandung, Nasional)4 Pesta akbar minat & Bakat IBI darmajaya (partisipan)4 share klinik slalom dari hirouyuki katoh, Japan (partisipan)4 Bintang Tamu acara STAR sports, STAR FM LampungSosial :

4 BAKSOS menyambut tahun baru 2012, panti asuhan kemala puji.

Tour:8 Metro, Lampung8 Saparua, Bandung8 Liwa, Lampung8 Bandar lampung long distance, lampung

Lainnya:Ngumpul bareng komunitas lain (BMX Lampung, SkateBoard Lampung, Parkou, dll.)

Eksistensi Roller Raiders Join Event

Gak Jatuh,Ya Gak Belajar

senasib seperti dana KKN yang hingga kini belum cair. Dana yang dibayarkan oleh mahasiswa masuk ke rekening pemerintah. “Seandainya mau dicairkan pun harus lewat rekening rektor. Karena rekeningnya atas nama rektor,”terangnya. “Terlalu picik bagi mahasiswa yang berpikiran kalau dan 400 ribu itu hanya mengukurnya dengan topi dan buku panduan saja. Memang uang tersebut terlalu besar kalau diukur hanya

dengan bentuk fisik seperti itu, tapi coba lihat kegiatan-kegiatan lain,” tegasnya. Hery meminta maaf kepada mahasiswa lokasi PU nya jauh dan tak ditengok oleh tim monitoringnya karena keterbatasan dana. Dan untuk tahun ini lokasi PU akan ditentukan oleh panitia. Karena meskipun memilih lokasi sendiri terkadang tak sesuai keinginan. Ia pun menjelaskan rincian dana tersebut yakni sekitar 25% dikucurkan untuk monitoring, 10%

Rp400 Ribu Hanya Dapat Topi dan Buku

Sambungan hal 5...

mahasiswanya tetap berdiri dan akhirnya naik pitam.

Menurut Tistanta, alasan ia marah-marah di kelas karena kelas terlalu padat sehingga banyak mahasiswa yang mengobrol. Sebenarnya dirinya tak ingin marah dan mencoba bersabar namun telah berkali-kali mencoba menenangkan mahasiswa tetap saja kelas tak kondusif.

“Saat saya mulai merasa bahwa kelas sudah tidak kondusif lagi, ya saya langsung merokok. Saat itu, mahasiswa menggugat saya, tapi sayangnya mahasiswa tidak memiliki dasar gugat,” terang Tistanta.

Sebagian besar mahasiswa kemudian keluar dari kelas, hanya menyisakan sekitar 70an mahasiswa saja yang mayoritasnya adalah mahasiswi. Keadaan ini berlangsung

hingga akhir perkuliahan. “Ketika saya rasa di ruangan kelas sudah tidak kondusif lagi, maka saya dan kawan-kawan keluar dari kelas,” ungkap Fadil.

Bagi Tistanta tidak masalah berapa mahasiswa yang tersisa di kelas.“Filosofinya begini, lebih baik melahirkan 100 ekor singa daripada melahirkan 100 ekor kambing,” kata Tistanta.

Tistanta menyadari bahwa ia adalah seorang dosen yang arogan dan tidak mempunyai kemampuan diri dalam hal penguasaan kelas. “Mungkin saya yang bodoh atau mereka tidak mau memberi perhatian, saya pun bingung, tapi satu hal, dosen tetap punya otonomi di kelas,”katanya.

Mengenai peraturan kelas yang ‘menghalalkannya’ merokok,

menurut Tistanta antara merokok dan tata tertib kelas perlu dibedakan, jadi substansi tata tertib dosen dan mahasiswa berbeda.

Saat ditanya terkait kegiatan mengajar berikutnya dan mahasiswa yang memukul pintu tersebut maka Tistanta menanggapi dengan candaan. Menurutnya ia akan memberi uang kepada mahasiswa yang ia marahi. “Saya menyayangi mahasiswa pintar, tetapi saya lebih menyukai mahasiswa nakal, karena merekalah yang kelak akan menjadi orang, pada dasarnya mereka adalah orang yang kreatif, namun mereka tidak punya tempat-tempat kreasi, sehingga mereka butuh jalan atau saluran-saluran pengembangan diri,”tuturnya.=

Dosen Arogan, Mahasiswa Melawan

Sambungan hal 5...

pajak, dan sisanya untuk membayar petugas pendaftaran, pencarian lokasi untuk PU tahun berikutnya, biaya pembekalan, biaya konsumsi, biaya plakat, dan sertifikat untuk dosen pembimbing lapang. Sedangkan honor panitia yang kini menjadi pertanyaan hanya Rp 75.000 belum dipotong pajak. “Saya bisa menjamin dana itu tidak ada yang kami korupsi sepeserpun,

kami bisa mempertanggung jawabkan secara hukum dan syari’at apabila kami korupsi uang itu. Dan yang perlu diketahui hingga saat ini dana untuk membayar semua itu masih ditanggung fakultas, “jelas Dosen Ilmu Tanah ini. Menanggapi pernyataan Hery rektor Universitas Lampung, Prof. Sugeng P Harianto menyatakan “semua dana sudah turu n pada bulan Maret 2012.

meskipun PU menggunakan dana Fakultas, itu sudah termasuk dana dari mahasiswa, karena semua dana dari Mahasiswa 75% diturunkan ke Fakultas dan itu untuk semua kegiatan Fakultas.” waktu saya memantau PU di Purwakarta tanggal 5-7 Februari 2012 lalu, saya jalan menggunakan dana PU bukan uang pribadi. tambah Sugeng=

Ngekhibas

Redaksi menerima kritikan/saran dan kirimkan berupa: Artikel (ketikan 1,5 spasi, panjang tulisan 4.000-6000 karakter), surat pembaca, dan informasi seputar keunilaan. Tulisan dikirimkan ke: [email protected] atau diantar langsung ke Sekretariat Graha Saidatul Firia, Pojok PKM Lt. 1 Unila.

Dana kemahasiswaan tidak cair-cairWah, gimana mau berkarya nih kalo dipersulit?

Dosen Arogan ,Mahasiswa melawan

Dosennya kasih contoh gak bener sih!

Jika gratis, mahasiswa mau KKN lagi.

Kemahalan ya bayar pengabdiannya??

Pojok PKMNo. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 2012

iklan

11 Life Style

Kamis, 29 Maret 2012, Pukul 07.30 tampak dua orang sedang sibuk

menyusun tumpukan koran untuk di perdagangkan di lingkungan Kampus Unila. Keduanya merupakan Mahasiswa Unila.

Mereka mulai berjualan koran dari pukul 06.30 sampai koran habis terjual. Cuaca yang terik, polusi kendaraan yang pekat, dan ejekan dari mahasiswa bahkan dosen tidak menghalangi keduanya mahasiswa ini untuk berjualan koran setiap harinya.

Mujiasih (Pend Bahasa Indonesia’08) dan rekannya Sipriatin (Pend. Matematika ’06). Keduanya merupakan tim penjualan koran Lampung Post di Lingkungan Unila. Asih sapaan akrab Mujiasih ,mengaku sudah berjualan koran Lampung Post sejak Febuary 2012. Sedangkan rekanya Sipriatin memulai berjualan koran sejak maret tahun ini.

Walaupun keduanya sibuk mencari uang tambahan dengan berjualan koran, namun hal ini tidak mengganggu perkuliahan. Dikarenakan mereka sudah semester akhir yang tidak ada lagi mata kuliah wajib yang harus mereka ambil.

Sebagai sebuah tim keduanya memiliki trik sendiri untuk menjajakan koranya. Asih yang setiap paginya selalu stand by dihalte Unila, sedangkan Atin sapaan akrab Sipriatin selalu berkeliling fakultas-fakultas yang ada di Unila. Mulai dari Fakultas Pertanian, Teknik, Ekonomi, FISIP, Hukum, MIPA dan berakhir di FKIP. Sedangkan untuk Fakultas Kedokteran tidak menjadi tujuannya berjualan koran

“Saya tidak keliling Fakultas Kedokteran, karena disana mahasiswanya study oriented. Yang selalu belajar dan peraktek. Yang tidak memungkinkan untuk membaca koran,” ujar Atin.

Tidak jarang saat berkeliling fakultas, Atin mendapatkan tanggapan yang cuek dari mahasiswa, tetapi ada juga yang ramah.

Menurut Asih sejak SMA ia harus membiayai hidupnya sendiri, karena kondisi orang tua yang tidak mampu dan kebutuhan hidup membuatnya harus berjualan untuk membiaya hidupnya sehari-hari. Jauh dari orang tua dan sudah terbiasa mandiri, tidak membuat dia patah arah untuk mencari uang. “Beasiswa yang tidak tepat sasaran, membuat saya harus putar otak untuk mencari uang,” tutur Asih.

Selain mendapat keuntungan materi,asih juga ingin membuktikan pada mahasiswa lain, bahwa tidak semua mahasiswa bisa membagi waktu dan mau berjualan koran,” tutur Atin.

Senada dengan asih, atin juga berjualan koran untuk kebutuhan hidup, saya ingin cari pengalaman selagi masih gadis belum menikah .”selagi itu halal dan juga di ridhoi Allah saya akan terus berjualan koran”, ungkap Atin.

Dari penjualan satu koran,asih dan atin mendapat kuntungan Rp 200 yang di terima setiap bulanya. Disamping itu keduanya

mendaapatkan uang makan Rp 15.000 perhari.Namun tak jarang koran yang mereka jajakan tidak habis dijual, terkadang keduanya harus menombok untuk memenuhi hasil setoran. “Pernah saya nombok terbanyak itu 36 koran x Rp 700, jadi Rp25,200,” ujar Asih.

Sistem penjualan mereka adalah mereka memesan berapa banyak koran yang akan diperdagangkan. Misalkan mereka memesan 200 examplar koran, dan dikirim 220 koran. Maka 20 koran tersebut menjadi bonus untuk mereka. “Kami bisa disebut juga sales atau SPG Lampung Post”, ungkap Asih.

Atin juga mengungkapkan bahwa grafik penjualan koran ini adalah naik setiap harinya. Contohnya saja saat hari pertama, mereka menjual 130 exemplar koran, lalu hari kedua mereka menjual 170 exemplar, 209 exemplar dihari keempat, 220 exemplar dihari kelima, dan seterusnya. “Sebenarnya koran Lampung Post yang kami jual ini, khusus untuk mahasiswa bukan untuk masyarakat umum. Tetapi kenyataan dilapangan berbeda. Banyak bapak-bapak yang bukan mahasiswa membeli koran Lampung Post ini”, ungkap Atin.

Untuk Mahasiswa di hargai khusus Rp 1000 ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca mahasiswa. Selain mendapat ilmu dan informasi dari dosen dikelas,mahasiswa juga mendapatkan informasi dari koran. “Dengan berjualan koran ini saya belajar berani untuk mencoba, ujar Atin. Selain itu juga kami mendapatkan informasi gratis dengan membaca koran setiap harinya. Saya juga dapat berinteraksi dengan orang yang berbeda-beda tiap harinya,” ujar Asih menambahkan.

Selain berjualan koran keduanya juga mengajar Private anak sekolah jika ada panggilan untuk mengajar. Saat ini keduanya mengku enjoy dengan aktivitas yang mereka lakukan sekarang sembari bimbingan menyelesaikan skripsi.Banyak suka duka yang yang dialami selama berjualan koran. Ejekan dari dosen dan mahasiswa pun sudah menjadi kebiasaan tiap harinya. Namun tidak menghalangi keduanya untuk terus berjualan. Ejekan-ejekan tersebut dijadikan motivasinya untuk terus mengais rezeki yang halal.=

Oleh Yurike Pratiwi SuparmanFoto Rukuan Sujuda

Rezeki HalalLewat

Sebar KoranSebar Koran

Pemimpin UsahaAgnes Lisdiani

Dalam setiap seminar bisnisnya, Bob Sadino pengusaha sukses asal Lampung selalu mengeluarkan pernyataan yang kontroversi bahkan terkadang dianggap nyleneh. Bagaimana tidak, pengusaha yang tidak pernah menamatkan kuliahnya ini mengatakan bahwa pendidikan tinggi hanyalah racun. Bahkan, penonton seminarnya yang kebanyakan kalangan akademisi dan mahasiswa diminta untuk meninggalkan bangku kuliah jika ingin sukses. Bagi Bob, perguruan tinggi bukanlah jaminan sesorang untuk menjadi sukses, justru sebaliknya kuliah menurutnya adalah kegiataan ‘goblok’. Teori yang diajarkan justru menjadi belenggu yang menghambat kreativitas mahasiswa. Hal itu juga Bob ungkapkan dalam bukunya yang berjudul “ Belajar Goblok ala Bob Sadino”.

Pernyataan Bob tersebut bisa saja benar. Sistem pendidikan perguruan tinggi Indonesia kebanyakan hanya mengutamakan teori dibandingkan praktek dan berorientasi untuk mencetak akademisi. Mahasiswa dididik untuk sekedar tahu dengan menguasai disiplin ilmu tertentu namun tidak diajarkan bagaimana menerapkan ilmu tersebut dalam dunia pekerjaan. Mencetak akademisi pun sebenarnya tidak salah, namun tidak semua lulusan universitas nantinya akan menjadi akademisi. Universitas harus mampu menciptakan lulusan yang siap menjadi praktisi dan mampu bekerja di lapangan. Jika metode pendidikan hanya mengarahkan mahasiswa untuk sekedar tahu namun tidak mampu mengimplementasikan, terang saja sarjana belum mampu menjadi lulusan siap pakai. Pernyataan ini semakin diperkuat dengan adanya fakta bahwa sebagaian besar pengangguran di Indonesia adalah tamatan sarjana.

Pendidikan harus berdasarkan teori yang dipraktikkan dan bukan sekedar memindahkan pengetahuan dosen ke mahasiswa. Para dosen harus mampu mengaitkan ilmu yang didapat dengan dunia nyata di lapangan.

Sering kali usai perkuliahan, rekan mahasiswa yang baru saja mendengarkan penjelasan dari dosen berkata, Ah, itu kan hanya teori!

Pernyataan ini disebabkan lantaran teori yang diajarkan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hal ini juga yang menjadi alasan Bob mengatakan bahwa ilmu yang diperoleh diperkuliahan seperti sampah yang dimasukkan ke dalam otak manusia. Mahasiswa tidak mampu mengolahnya dan mengimplementasikan dalam dunia nyata sementara ilmu pengetahuan terus mengalami perkembangan. Pemahaman bahwa kuliah hanya sekedar untuk mencari gelar membuat mahasiswa tidak mampu mengeksplor ilmu pengetahuan yang diperoleh untuk menciptakan teori baru. Pendidikan perguruan tinggi juga dianggap tidak mampu menciptakan karakter mahasiswa yang kuat dan berani mengambil resiko. Menurut Bob, mahasiswa tidak dibiasakan untuk menghadapi kesulitan yang ada di lapangan. Akibatnya, pendidikan belum mampu menggembleng mental mahasiswa.

Sebagai mahasiswa, kita tentu tidak harus menelan mentah-mentah pernyataan Bob tersebut. Mahasiswa dan masyarakat lain yang menjadi penonton seminar dan pembaca buku Bob berasal dari latar belakang dan pengalaman yang berbeda-beda. Tentu tidak semua sependapat. Namun pernyataan Bob tersebut dapat menjadi bahan perenungan kita sebagai mahasiswa dan kritikan bagi pola pendidikan kita.

Apakah selama kuliah kita hanya memasukkan sampah ke dalam otak kita? Apakah kuliah hanya kegiatan ’goblok’ dan semata-mata hanya untuk meraih gelar?

Belajar tidak hanya dari buku dan penjelasan dosen. Mahasiswa harus selalu mengeksplor kemampuannya dan mencari banyak pengalaman. Mahasiswa harus punya kecakapan diri lain agar lebih siap menghadapi dunia kerja. Untuk itulah peluang menjadi mahasiswa harus dimanfaatkan untuk dapat memperoleh nilai tambah lain selain mendengarkan ceramah perkuliahan.

Menjadi akademisi ataupun praktisi, nantinya akan menjadi pilihan mahasiswa itu sendiri. Namun bagaimana peran perguruan tinggi khususnya Universitas Lampung untuk menciptakan sinergi antara akademisi dan praktisi menjadi tantangan tersendiri.

Akademisi yang dihasilkan oleh lulusan perguruan tinggi harus mampu mengembangkan teori sehingga relevan dengan dunia nyata. Demikian juga dengan praktisi. Perguruan tinggi harus mampu mencetak praktisi unggul yang siap pakai yang dapat mengambil keputusan berdasarkan teori yang dikembangkan para akademisi.

Jika demikian pernyataan Bob bahwa kuliah hanyalah kegiatan ’goblok’ yang dikuti oleh mahasiswa ’goblok’ tidak lagi benar.=

Mahasiswa ‘Goblok’

Page 11: Tabloid Teknokra Edisi 121

Zona AktivisNo. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 201210

Bersepatu roda memang sedikit susah terutama pada saat pertama kali. Masih terpongoh-pongoh ketika harus meluncur dengan sepatu roda. Apalagi jika jalanan licin kemungkinan akan tergelincir. Namun jika jalan kasar atau beraspal maka harus menggunakan banyak tenaga untuk meluncur. Teknik dasar dari bersepatu roda ialah meluncur kedepan,meluncur mundur, me nikung, mengerem (dengan teknik khususnya dan tidak dengan rem yang terpasang di sepatu roda tersebut)

Saat belajar tak mungkin tidak jatuh. Jatuh bangun itu biasa, gak jatuh ya gak belajar. Kalau jatuh ya harus bangun dan meluncur lagi. Agar tak terjatuh maka harus ada trik-trik khususnya yakni mengecek kondisi sepatu roda yang akan digunakan, memakai alat pelindung (helm, siku, kaki, tangan)

untuk mencegah terjadinya luka jika terjatuh, dan melihat kondisi medan jalan/area yang akan digunakan.

Meskipun sedikit sakit ber-olahraga sepatu roda ini banyak manfaatnya diantaranya menambah kebugaran tubuh, memperkuat otot kaki (khususnya), menambah keseimbangan tubuh, bisa sebagai media terapi orang asma, mencegah terkena osteoporosis, memperkuat otot paha dan kaki,untuk wanita, karena olah raga ini bersifat aerobik, dapat membentuk tubuh sesuai keinginan dengan latihan tertentu, dan karena dengan bersepatu roda memlatih otot paha menjadi maka dapat memudahkan wanita dalam persalinan.=

Roller Raiders merupakan suatu komunitas yang digawangi oleh mahasiswa Unila, UBL dan Darmadjaya yang mempunyai satu kesamaan yakni “Be Fun, Be Healthy, and Be Winner”. Komunitas ini merupakan komunitas inline skate berbasis free style slalom pertama di Lampung. Komunitas yang digawangi oleh Angga, Arnold, Setya, Dimas, dan Binti ini berdiri pada 7 Juni 2011.

Mengapa disebut Roller Raiders? Roller artinya beroda dan raiders artinya penakluk. Sehingga Roller Raiders adalah penakluk segala teknik dan rintangan. Anggota Roller Raiders tak pandang usia, dari yang masih balita, remaja, hingga orang tua pun ikut andil dalam komunitas ini. Hingga kini anggotanya sudah mencapai 42 orang yang mayoritasnya adalah mahasiswa dan remaja.

Misi Roller Raider menjadi komunitas/club sepatu roda yang aktif dan bermasyarkat, mendukung program car free day di Lampung (khususnya) di seluruh Indonesia (umumnya), dan menjadi pemenang disetiap event pertandingan yang ada.

Sepanjang tahun 2012 ini akan ada beberapa event pertandingan Slalom baik level Nasional maupun Internasional dan event terdekat ini adalah Roller Manumit Series 2012 di Saparua, Bandung dengan mempetandingkan empat cabang inti dari slalom, yaitu Classic Slalom, Speed Slalom, Freestyle Slide, Skate Cross.

Tim Roller Raiders menjadi salah satu pesertanya, selain peserta perwakilan Lampung ada dari Medan, Jakarta, Bandung (tuan rumah), Semarang, Jogjakarta, Jawa timur, Kalimantan Selatan. Untuk asosiasi Dunia freestyle slalom adalah dibawah naungan WSSA (World Slalom Skating Association), dan untuk di Indonesia yang menaungi adalah INAFSSA (Indonesia Freestyle Slalom Skater Association).=

Jalan sehat demokrat (partisipan):4 Funbike eksklusiv Radar Lampung Jarak 12KM (panitiadenganInlineskate) 4 Coaching klinik slalom se Indonesia (partisipan, Bandung, Nasional)4 Pesta akbar minat & Bakat IBI darmajaya (partisipan)4 share klinik slalom dari hirouyuki katoh, Japan (partisipan)4 Bintang Tamu acara STAR sports, STAR FM LampungSosial :

4 BAKSOS menyambut tahun baru 2012, panti asuhan kemala puji.

Tour:8 Metro, Lampung8 Saparua, Bandung8 Liwa, Lampung8 Bandar lampung long distance, lampung

Lainnya:Ngumpul bareng komunitas lain (BMX Lampung, SkateBoard Lampung, Parkou, dll.)

Eksistensi Roller Raiders Join Event

Gak Jatuh,Ya Gak Belajar

senasib seperti dana KKN yang hingga kini belum cair. Dana yang dibayarkan oleh mahasiswa masuk ke rekening pemerintah. “Seandainya mau dicairkan pun harus lewat rekening rektor. Karena rekeningnya atas nama rektor,”terangnya. “Terlalu picik bagi mahasiswa yang berpikiran kalau dan 400 ribu itu hanya mengukurnya dengan topi dan buku panduan saja. Memang uang tersebut terlalu besar kalau diukur hanya

dengan bentuk fisik seperti itu, tapi coba lihat kegiatan-kegiatan lain,” tegasnya. Hery meminta maaf kepada mahasiswa lokasi PU nya jauh dan tak ditengok oleh tim monitoringnya karena keterbatasan dana. Dan untuk tahun ini lokasi PU akan ditentukan oleh panitia. Karena meskipun memilih lokasi sendiri terkadang tak sesuai keinginan. Ia pun menjelaskan rincian dana tersebut yakni sekitar 25% dikucurkan untuk monitoring, 10%

Rp400 Ribu Hanya Dapat Topi dan Buku

Sambungan hal 5...

mahasiswanya tetap berdiri dan akhirnya naik pitam.

Menurut Tistanta, alasan ia marah-marah di kelas karena kelas terlalu padat sehingga banyak mahasiswa yang mengobrol. Sebenarnya dirinya tak ingin marah dan mencoba bersabar namun telah berkali-kali mencoba menenangkan mahasiswa tetap saja kelas tak kondusif.

“Saat saya mulai merasa bahwa kelas sudah tidak kondusif lagi, ya saya langsung merokok. Saat itu, mahasiswa menggugat saya, tapi sayangnya mahasiswa tidak memiliki dasar gugat,” terang Tistanta.

Sebagian besar mahasiswa kemudian keluar dari kelas, hanya menyisakan sekitar 70an mahasiswa saja yang mayoritasnya adalah mahasiswi. Keadaan ini berlangsung

hingga akhir perkuliahan. “Ketika saya rasa di ruangan kelas sudah tidak kondusif lagi, maka saya dan kawan-kawan keluar dari kelas,” ungkap Fadil.

Bagi Tistanta tidak masalah berapa mahasiswa yang tersisa di kelas.“Filosofinya begini, lebih baik melahirkan 100 ekor singa daripada melahirkan 100 ekor kambing,” kata Tistanta.

Tistanta menyadari bahwa ia adalah seorang dosen yang arogan dan tidak mempunyai kemampuan diri dalam hal penguasaan kelas. “Mungkin saya yang bodoh atau mereka tidak mau memberi perhatian, saya pun bingung, tapi satu hal, dosen tetap punya otonomi di kelas,”katanya.

Mengenai peraturan kelas yang ‘menghalalkannya’ merokok,

menurut Tistanta antara merokok dan tata tertib kelas perlu dibedakan, jadi substansi tata tertib dosen dan mahasiswa berbeda.

Saat ditanya terkait kegiatan mengajar berikutnya dan mahasiswa yang memukul pintu tersebut maka Tistanta menanggapi dengan candaan. Menurutnya ia akan memberi uang kepada mahasiswa yang ia marahi. “Saya menyayangi mahasiswa pintar, tetapi saya lebih menyukai mahasiswa nakal, karena merekalah yang kelak akan menjadi orang, pada dasarnya mereka adalah orang yang kreatif, namun mereka tidak punya tempat-tempat kreasi, sehingga mereka butuh jalan atau saluran-saluran pengembangan diri,”tuturnya.=

Dosen Arogan, Mahasiswa Melawan

Sambungan hal 5...

pajak, dan sisanya untuk membayar petugas pendaftaran, pencarian lokasi untuk PU tahun berikutnya, biaya pembekalan, biaya konsumsi, biaya plakat, dan sertifikat untuk dosen pembimbing lapang. Sedangkan honor panitia yang kini menjadi pertanyaan hanya Rp 75.000 belum dipotong pajak. “Saya bisa menjamin dana itu tidak ada yang kami korupsi sepeserpun,

kami bisa mempertanggung jawabkan secara hukum dan syari’at apabila kami korupsi uang itu. Dan yang perlu diketahui hingga saat ini dana untuk membayar semua itu masih ditanggung fakultas, “jelas Dosen Ilmu Tanah ini. Menanggapi pernyataan Hery rektor Universitas Lampung, Prof. Sugeng P Harianto menyatakan “semua dana sudah turu n pada bulan Maret 2012.

meskipun PU menggunakan dana Fakultas, itu sudah termasuk dana dari mahasiswa, karena semua dana dari Mahasiswa 75% diturunkan ke Fakultas dan itu untuk semua kegiatan Fakultas.” waktu saya memantau PU di Purwakarta tanggal 5-7 Februari 2012 lalu, saya jalan menggunakan dana PU bukan uang pribadi. tambah Sugeng=

Ngekhibas

Redaksi menerima kritikan/saran dan kirimkan berupa: Artikel (ketikan 1,5 spasi, panjang tulisan 4.000-6000 karakter), surat pembaca, dan informasi seputar keunilaan. Tulisan dikirimkan ke: [email protected] atau diantar langsung ke Sekretariat Graha Saidatul Firia, Pojok PKM Lt. 1 Unila.

Dana kemahasiswaan tidak cair-cairWah, gimana mau berkarya nih kalo dipersulit?

Dosen Arogan ,Mahasiswa melawan

Dosennya kasih contoh gak bener sih!

Jika gratis, mahasiswa mau KKN lagi.

Kemahalan ya bayar pengabdiannya??

Pojok PKMNo. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 2012

iklan

11 Life Style

Kamis, 29 Maret 2012, Pukul 07.30 tampak dua orang sedang sibuk

menyusun tumpukan koran untuk di perdagangkan di lingkungan Kampus Unila. Keduanya merupakan Mahasiswa Unila.

Mereka mulai berjualan koran dari pukul 06.30 sampai koran habis terjual. Cuaca yang terik, polusi kendaraan yang pekat, dan ejekan dari mahasiswa bahkan dosen tidak menghalangi keduanya mahasiswa ini untuk berjualan koran setiap harinya.

Mujiasih (Pend Bahasa Indonesia’08) dan rekannya Sipriatin (Pend. Matematika ’06). Keduanya merupakan tim penjualan koran Lampung Post di Lingkungan Unila. Asih sapaan akrab Mujiasih ,mengaku sudah berjualan koran Lampung Post sejak Febuary 2012. Sedangkan rekanya Sipriatin memulai berjualan koran sejak maret tahun ini.

Walaupun keduanya sibuk mencari uang tambahan dengan berjualan koran, namun hal ini tidak mengganggu perkuliahan. Dikarenakan mereka sudah semester akhir yang tidak ada lagi mata kuliah wajib yang harus mereka ambil.

Sebagai sebuah tim keduanya memiliki trik sendiri untuk menjajakan koranya. Asih yang setiap paginya selalu stand by dihalte Unila, sedangkan Atin sapaan akrab Sipriatin selalu berkeliling fakultas-fakultas yang ada di Unila. Mulai dari Fakultas Pertanian, Teknik, Ekonomi, FISIP, Hukum, MIPA dan berakhir di FKIP. Sedangkan untuk Fakultas Kedokteran tidak menjadi tujuannya berjualan koran

“Saya tidak keliling Fakultas Kedokteran, karena disana mahasiswanya study oriented. Yang selalu belajar dan peraktek. Yang tidak memungkinkan untuk membaca koran,” ujar Atin.

Tidak jarang saat berkeliling fakultas, Atin mendapatkan tanggapan yang cuek dari mahasiswa, tetapi ada juga yang ramah.

Menurut Asih sejak SMA ia harus membiayai hidupnya sendiri, karena kondisi orang tua yang tidak mampu dan kebutuhan hidup membuatnya harus berjualan untuk membiaya hidupnya sehari-hari. Jauh dari orang tua dan sudah terbiasa mandiri, tidak membuat dia patah arah untuk mencari uang. “Beasiswa yang tidak tepat sasaran, membuat saya harus putar otak untuk mencari uang,” tutur Asih.

Selain mendapat keuntungan materi,asih juga ingin membuktikan pada mahasiswa lain, bahwa tidak semua mahasiswa bisa membagi waktu dan mau berjualan koran,” tutur Atin.

Senada dengan asih, atin juga berjualan koran untuk kebutuhan hidup, saya ingin cari pengalaman selagi masih gadis belum menikah .”selagi itu halal dan juga di ridhoi Allah saya akan terus berjualan koran”, ungkap Atin.

Dari penjualan satu koran,asih dan atin mendapat kuntungan Rp 200 yang di terima setiap bulanya. Disamping itu keduanya

mendaapatkan uang makan Rp 15.000 perhari.Namun tak jarang koran yang mereka jajakan tidak habis dijual, terkadang keduanya harus menombok untuk memenuhi hasil setoran. “Pernah saya nombok terbanyak itu 36 koran x Rp 700, jadi Rp25,200,” ujar Asih.

Sistem penjualan mereka adalah mereka memesan berapa banyak koran yang akan diperdagangkan. Misalkan mereka memesan 200 examplar koran, dan dikirim 220 koran. Maka 20 koran tersebut menjadi bonus untuk mereka. “Kami bisa disebut juga sales atau SPG Lampung Post”, ungkap Asih.

Atin juga mengungkapkan bahwa grafik penjualan koran ini adalah naik setiap harinya. Contohnya saja saat hari pertama, mereka menjual 130 exemplar koran, lalu hari kedua mereka menjual 170 exemplar, 209 exemplar dihari keempat, 220 exemplar dihari kelima, dan seterusnya. “Sebenarnya koran Lampung Post yang kami jual ini, khusus untuk mahasiswa bukan untuk masyarakat umum. Tetapi kenyataan dilapangan berbeda. Banyak bapak-bapak yang bukan mahasiswa membeli koran Lampung Post ini”, ungkap Atin.

Untuk Mahasiswa di hargai khusus Rp 1000 ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca mahasiswa. Selain mendapat ilmu dan informasi dari dosen dikelas,mahasiswa juga mendapatkan informasi dari koran. “Dengan berjualan koran ini saya belajar berani untuk mencoba, ujar Atin. Selain itu juga kami mendapatkan informasi gratis dengan membaca koran setiap harinya. Saya juga dapat berinteraksi dengan orang yang berbeda-beda tiap harinya,” ujar Asih menambahkan.

Selain berjualan koran keduanya juga mengajar Private anak sekolah jika ada panggilan untuk mengajar. Saat ini keduanya mengku enjoy dengan aktivitas yang mereka lakukan sekarang sembari bimbingan menyelesaikan skripsi.Banyak suka duka yang yang dialami selama berjualan koran. Ejekan dari dosen dan mahasiswa pun sudah menjadi kebiasaan tiap harinya. Namun tidak menghalangi keduanya untuk terus berjualan. Ejekan-ejekan tersebut dijadikan motivasinya untuk terus mengais rezeki yang halal.=

Oleh Yurike Pratiwi SuparmanFoto Rukuan Sujuda

Rezeki HalalLewat

Sebar KoranSebar Koran

Pemimpin UsahaAgnes Lisdiani

Dalam setiap seminar bisnisnya, Bob Sadino pengusaha sukses asal Lampung selalu mengeluarkan pernyataan yang kontroversi bahkan terkadang dianggap nyleneh. Bagaimana tidak, pengusaha yang tidak pernah menamatkan kuliahnya ini mengatakan bahwa pendidikan tinggi hanyalah racun. Bahkan, penonton seminarnya yang kebanyakan kalangan akademisi dan mahasiswa diminta untuk meninggalkan bangku kuliah jika ingin sukses. Bagi Bob, perguruan tinggi bukanlah jaminan sesorang untuk menjadi sukses, justru sebaliknya kuliah menurutnya adalah kegiataan ‘goblok’. Teori yang diajarkan justru menjadi belenggu yang menghambat kreativitas mahasiswa. Hal itu juga Bob ungkapkan dalam bukunya yang berjudul “ Belajar Goblok ala Bob Sadino”.

Pernyataan Bob tersebut bisa saja benar. Sistem pendidikan perguruan tinggi Indonesia kebanyakan hanya mengutamakan teori dibandingkan praktek dan berorientasi untuk mencetak akademisi. Mahasiswa dididik untuk sekedar tahu dengan menguasai disiplin ilmu tertentu namun tidak diajarkan bagaimana menerapkan ilmu tersebut dalam dunia pekerjaan. Mencetak akademisi pun sebenarnya tidak salah, namun tidak semua lulusan universitas nantinya akan menjadi akademisi. Universitas harus mampu menciptakan lulusan yang siap menjadi praktisi dan mampu bekerja di lapangan. Jika metode pendidikan hanya mengarahkan mahasiswa untuk sekedar tahu namun tidak mampu mengimplementasikan, terang saja sarjana belum mampu menjadi lulusan siap pakai. Pernyataan ini semakin diperkuat dengan adanya fakta bahwa sebagaian besar pengangguran di Indonesia adalah tamatan sarjana.

Pendidikan harus berdasarkan teori yang dipraktikkan dan bukan sekedar memindahkan pengetahuan dosen ke mahasiswa. Para dosen harus mampu mengaitkan ilmu yang didapat dengan dunia nyata di lapangan.

Sering kali usai perkuliahan, rekan mahasiswa yang baru saja mendengarkan penjelasan dari dosen berkata, Ah, itu kan hanya teori!

Pernyataan ini disebabkan lantaran teori yang diajarkan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hal ini juga yang menjadi alasan Bob mengatakan bahwa ilmu yang diperoleh diperkuliahan seperti sampah yang dimasukkan ke dalam otak manusia. Mahasiswa tidak mampu mengolahnya dan mengimplementasikan dalam dunia nyata sementara ilmu pengetahuan terus mengalami perkembangan. Pemahaman bahwa kuliah hanya sekedar untuk mencari gelar membuat mahasiswa tidak mampu mengeksplor ilmu pengetahuan yang diperoleh untuk menciptakan teori baru. Pendidikan perguruan tinggi juga dianggap tidak mampu menciptakan karakter mahasiswa yang kuat dan berani mengambil resiko. Menurut Bob, mahasiswa tidak dibiasakan untuk menghadapi kesulitan yang ada di lapangan. Akibatnya, pendidikan belum mampu menggembleng mental mahasiswa.

Sebagai mahasiswa, kita tentu tidak harus menelan mentah-mentah pernyataan Bob tersebut. Mahasiswa dan masyarakat lain yang menjadi penonton seminar dan pembaca buku Bob berasal dari latar belakang dan pengalaman yang berbeda-beda. Tentu tidak semua sependapat. Namun pernyataan Bob tersebut dapat menjadi bahan perenungan kita sebagai mahasiswa dan kritikan bagi pola pendidikan kita.

Apakah selama kuliah kita hanya memasukkan sampah ke dalam otak kita? Apakah kuliah hanya kegiatan ’goblok’ dan semata-mata hanya untuk meraih gelar?

Belajar tidak hanya dari buku dan penjelasan dosen. Mahasiswa harus selalu mengeksplor kemampuannya dan mencari banyak pengalaman. Mahasiswa harus punya kecakapan diri lain agar lebih siap menghadapi dunia kerja. Untuk itulah peluang menjadi mahasiswa harus dimanfaatkan untuk dapat memperoleh nilai tambah lain selain mendengarkan ceramah perkuliahan.

Menjadi akademisi ataupun praktisi, nantinya akan menjadi pilihan mahasiswa itu sendiri. Namun bagaimana peran perguruan tinggi khususnya Universitas Lampung untuk menciptakan sinergi antara akademisi dan praktisi menjadi tantangan tersendiri.

Akademisi yang dihasilkan oleh lulusan perguruan tinggi harus mampu mengembangkan teori sehingga relevan dengan dunia nyata. Demikian juga dengan praktisi. Perguruan tinggi harus mampu mencetak praktisi unggul yang siap pakai yang dapat mengambil keputusan berdasarkan teori yang dikembangkan para akademisi.

Jika demikian pernyataan Bob bahwa kuliah hanyalah kegiatan ’goblok’ yang dikuti oleh mahasiswa ’goblok’ tidak lagi benar.=

Mahasiswa ‘Goblok’

Page 12: Tabloid Teknokra Edisi 121

No. 120 Tahun XII Trimingguan Edisi 01-21 Maret 2012

iklan

12 EkspresiSenin 26 Maret 2012, ketika mentari

belum menampakan sinarnya dan saat orang-orang baru terjaga dari

tidurnya, seorang pria berkaos putih tanpa alas kaki sudah menyapu jalan di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa. Rajino namanya, seorang petugas kebersihan yang telah dua puluh tahun mengabdi di Unila.

Pria berusia 36 tahun ini biasa menyapu jalanan dari gerbang Gedung Serba Guna (GSG) hingga bundaran Unila. Dengan bermodalkan baralak (daun kelapa) dam moor dinas roda tiga ia siap mengangkat tumpukan sampah. Tak hanya pagi hari, Rajino juga menyapu Unila di sore harinya. Di siang harinya Rajino biasanya membersihkan taman dan kebun Unila. Terkadang ia lelah melakoni profesi ini, karena sampah tak urung habis. Karena seringnya mahasiswa membuang sampah sembarangan.

Rajino mengawali profesi ini sejak tahun 1992, saat itu ia masih berkerja di Perkebunan Unila yang terletak di di Kecamatan Tanjungan Lampung Selatan dengan upah Rp17.500,-. Setelah masa kontraknya habis ditahun 2003, Rajino pindah berkerja ke Unila Gedong Meneng. Gajinya lumayan Rp480.000,-/bulan.

Di tahun 2005, ketika ada pendaftaran calon Pegawai Negeri Sipil. Rajino pun ikut mendaftarkan diri. Rajino ingin mengubah nasibnya. Tiga tahun masa penantiannya, doanya pun baru terjawab di tahun 2008. Senang bukan kepalang, ketika melihat pengumuman itu. Rajino pun bisa bernafas lega setelah belasan tahun mengabdi, akhirnya ia mempunyai gaji tetap Gajinya pun naik, jauh dari cukup yakni Rp2.060.000,-/bulan.

Dulu sebelum diangkat menjadi PNS, ayah tiga anak ini harus putar otak mencari tambahan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ia pun harus berkerja sambilan menjadi pembersih taman yang berupah Rp30.000. “Itu pun terkadang dibayar tiga bulan sekali, bahkan pernah tidak dibayar,” ujar Rajino.

Rajino pun kini menjadi orang kepercayaan Unila, ia pun diamanahkan untuk mengurus lahan dan mengembala

Kerja Keras Untuk Bangun Istanaseekor sapi dan kambing milik Unila. Tak hanya itu Rajino pun diberi rumah yang terletak lahan percobaan milik Fakultas Pertanian. Rumahnya sederhana hanya berdindingkan papan. Namun ia tetap bersyukur karena disanalah ia bersama istri dan anak-anaknya dapat berteduh.

Rumahnya pun sering menjadi basecamp bagi sesama tukang sapu, dosen maupun mahasiswa. Biasanya meskipun rumahnya digembok karena ia bersama keluarganya berpergian, ia tetap menyediakan beberapa gelas dan seceret air untuk orang yang berteduh di depan rumahnya. Mahasiswa pun sering menitipkan alat praktikum dan penelitian kepada Rajino. Jika praktikan tersebut kehilang alatnya maka Rajino dan keluarganya ikut sibuk mencarinya hingga ketemu.

Kini semua berbeda meski tetap menjadi penyapu jalan ia bisa melebarkan usahanya. Ia pun mendirikan sebuah warung yang terletak di dekat Gedung Teknologi Hasil Pertanian, bersama istrinya ia mengelola warung tersebut. Istrinya pun ia modali berdagang dan terkadang katering.

Bapak tiga anak ini juga sering membantu Mahasiswa Pertanian yang memintanya untuk menyangkul lahan praktek dan tak jarang mahasiswa memberinya imbalan atas jasa yang diberikannya.

Salah satunya Rully Febriansyah (Agroekoteknologi’10), menurutnya Rajino merupakan sosok yang suka membantu mahasiswa. “Jika ada alat pertanian yang rusak maka ia tak sungkan untuk memperbaikinya,” ujar Rully.

Menurut pria asal Tanjungan ini, menjadi tukang kebun sudah menjadi bagian hidupnya. Meski begitu ia

tak ingin anak-anaknya kelak seperti dirinya. Ia berharap anak-anaknya bisa menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. “Anak-anak harus lebih pintar dari saya yang hanya lulusan SD,” ucap Rajino sambil tersenyum. Ia pun sebisa mungkin memberikan waktu untuk meperhatikan buah hatinya. Meski lelah menyapu dari subuh, ia masih menyempatkan diri untuk mengantarkan anak-anaknya ke sekolah.

Rajino juga menularkan kerasnya kehidupan pada anak-anaknya. Hargailah waktu dan jangan membuang-buang uang. Anak-anaknya pun mulai mengerti. Misalnya saja si sulung yang duduk di kelas dua Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kini sepulang sekolah mengembala sapi dan kambing Unila. Untuk membantu bapaknya mencari uang.

Kini Rajino sudah memiliki sebidang lahan yang berukuran 10 x14m di Daerah Lingso Kecamatan Rajabasa, walaupun dibeli melalui kredit, namun kini sudah menjadi miliknya. Hingga kini Rajino terus mengumpulkan sedikit demi sedikit material bangunan sperti batu, bata, untuk membangun sebuah istana untuk keluarganya.

Hanya sedikit permintaan Rajino pada Unila, ia ingin mahasiswa mempunyai kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan. Dan pihak rektorat agar dapat memberikan peralatan kebun yang lengkap. Dan kalau bisa sih ada pakaian s e r a g a m n y a ,” tuturnya.=

Rajino

Oleh Muhamad Burhan

Foto M. Burhan