spondilitis tb
-
Upload
zahraafriliani -
Category
Documents
-
view
229 -
download
6
description
Transcript of spondilitis tb
![Page 1: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan
nama Pott’s disease. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott
pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak
bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan
dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun
1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya
berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang
tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Spondilitis tuberkulosa merupakan
50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang
berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun
sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.
Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang
sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu
diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan
dengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan operatif.
1
![Page 2: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
II.I ANATOMI TULANG BELAKANG
Columna vertebralis terdiri atas 33 vertebrae, yaitu 7 vertebra cervical,
12 vertebra thoracicus, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacralis dan 4
vertebra coccyges. Struktur columna ini flexible karena columna ini
bersegmen-segmen dan tersusun atas vertebrae, sendi-sendi dan bantalan
fibrocartilago yang disebut discus intervertebralis.1
Vertebra tipikal terdiri atas corpus yang bulat di anterior dan arcus
vertebrae di posterior. Keduanya melingkupi sebuah ruang yang disebut
foramen vertebralis yang dilalui oleh medulla spinalis dan bungkus-
bungkusnya. Arcus vertebrae terdiri atas sepasang pediculus yang berbentuk
silinder yang membentuk sisi-sisi arcus dan sepasang lamina gepeng yang
melengkapi arcus dari posterior. 1
Arcus vertebrae memiliki 7 prosesus yaitu satu prosesus spinosus, dua
prosesus transversus dan empat prosesus articularis. Prosesus spinosus dan
prosesus transversus berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi tempat
melekatnya otot dan ligamentum. Prosesus articularis terdiri atas dua
prosesus articularis superior dan dua prosesus articularis inferior. Kedua
prosesus articularis superior dari sebuah arcus vertebrae bersendi dengan
kedua prosesus articularis inferior yang bersendi diatasnya membentuk
sendi synovial. 1
Pediculus mempunyai lekuk pada pinggir atas dan bawahnya
membentuk incisura vertebralis superior dan inferior yang akan membentuk
foramen intervertebrale yang berfungsi sebagai tempat lewatnya nervi
spinales dan pembuluh darah. Radix anterior dan posterior nervi spinalis
bergabung dalam foramina ini bersama dengan pembungkusnya membentuk
saraf spinalis segmentalis. 1
2
![Page 3: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/3.jpg)
Diantara dua buah tulang vertebra terdapat discus intervertebralis yang
berfungsi sebagai bentalan atau "shock absorbers" bila vertebra
bergerak.discus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa
fibroelastik yang membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel koloid
yang mengandung mukopolisakarida. 2
3
![Page 4: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/4.jpg)
Fungsi mekanik discus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi
air yang diletakkan diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan
kompresi yang merata bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan
disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya
bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus akan melawan gaya
tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan.
Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi,
ekstensi, laterofleksi. Karena proses penuaan pada discus intervebralis,
maka kadar cairan dan elastisitas discus akan menurun. Keadaan ini
mengakibatkan ruang discus intervebralis makin menyempit, "facet join"
makin merapat,
kemampuan kerja discus menjadi makin buruk, annulus menjadi lebih
rapuh. 2
Ligamentum spinalis berjalan longitudinal sepanjang tulang vertebra.
Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak pada arah tertentu dan
mencegah robekan.diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior
dan ligamentum posterior. Ligamentum longitudinal anterior berjalan di
bagian anterior corpus vertebrae, besar dan kuat, berfungsi sebagai alat
pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan yang lainnya.
Ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus
vertebrae, yang juga turut membentuk permukaan anterior canalis spinalis.
Ligamentum tersebut melekat sepanjang columna vertebralis, sampai di
4
![Page 5: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/5.jpg)
daerah lumbal yaitu setinggi L 1, secara progresif mengecil, maka ketika
mencapai L 5 - sacrum ligamentum tersebut tinggal sebagian lebarnya, yang
secara fungsional potensi mengalami kerusakan. 2
Sendi-sendi antar dua arcus vertebra terdiri atas sendi synovial antar
prosesus articularis superior dan inferior dari vertebra yang berdekatan.
Facies articularis diliputi oleh cartilage hyaline dan sendi-sendi dikelilingi
ligamentum capsularis. Ligamentum supraspinale berjalan diantara ujung-
ujung prosesus spinosus yang berdekatan. Ligamentum interspinalia
menghubungkan prosesus spinosus yang berdekatan. Ligamentum
intertransversaria berjalan diantara prosesus transversus yang berdekatan.
Ligamentum flavum menghubungkan lamina dari vertebra yang
berdekatan.1
Otot punggung bawah dikelompokkan sesuai dengan fungsi
gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak
dan secara aktif mengekstensikan vertebra lumbalis adalah : m. Quadratus
lumborum, m. Sacrospinalis, m. Intertransversarii dan m.interspinalis. Otot
fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : m. Obliqus
eksternus abdominis, m. Internus abdominis, m. Transversalis abdominis
dan m. Rectus abdominis, m. Psoas mayor dan m. Psoas minor. 2
5
![Page 6: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/6.jpg)
Otot latero fleksi lumbalis adalah m.quadratus lumborum, m. Psoas
mayor dan minor, kelompok m. Abdominis dan m.intertransversarii. Jadi
dengan melihat fungsi otot di atas otot punggung di bawah berfungsi
menggerakkan punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi
tubuh berdiri. 2
Sendi-sendi antar corpus vertebrae dipersarafi oleh cabang kecil
meningeal masing-masing saraf spinal. Saraf ini berasal dari saraf spinal
pada saat saraf ini keluar dari foramen intervertebrale. Kemudian saraf ini
masuk kembali ke dalam canalis vertebrals melalui foramen intervertebrale
dan mempersarafi meningen, ligament dan discus intervertbralis. Sendi-
sendi antar prosesus articularis dipersarafi oleh cabang-cabang dari rami
posteriors saraf spinal. Perlu diperhatikan bahwa sendi-sendi pada setiap
tingkat menerima serabut saraf dari dua saraf spinal yang berdekatan. 1
6
![Page 7: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/7.jpg)
II.II DEFINISI
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis
tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik
destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang
selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh.
Percivall Pott (1793) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan
deformitas tulang belakang yang terjadi sehingga penyakit ini disebut juga
sebagai penyakit Pott. 3
II.III EPIDEMIOLOGI
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang
dan sendi. pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi
pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering
mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan
wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding
wanita yaitu 1,5 : 2,1. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang
berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.3
Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang
karena insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Indonesia
adalah kontributor pasien tuberkulosis nomor 5 didunia. Diperkirakan
terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun, sebagian besar berada
dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosio ekonomi dan
pendidikan yang rendah.3
Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang
paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti
kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki,
sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako - lumbal
terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas
merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini
pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu
dikuti dengan area servikal dan sakral.4,5
7
![Page 8: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/8.jpg)
II.IV ETIOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh
mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
bovin dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokasi
tuberkulosis tulang belakang terutama pada daerah vertebra torakal bawah
dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu
tuberkulosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus batson
pada vena paravertebralis.3
II.V PATOFISIOLOGI
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau melalui plexus
vena batson pada vena paravertebralis atau penyebaran langsung nodus
limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus
tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada
8
![Page 9: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/9.jpg)
penampakannya,fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang.
Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan
genitourinarius. Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal
atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang
berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian
atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus batson's yang mengelilingi
columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal
inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini
diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada
20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.6
Tuberkulosis tulang belakang paling sering mengenai vertebra T8-L3
dan paling jarang pada vertebra C1-2. Destruksi awal yang terletak di
sentral korpus vertebra sering terjadi pada anak-anak, sedangkan pada
orang dewasa lebih sering terjadi di paradiskus. Destruksi anterior
biasanya lebih karena penjalaran perkontinuitatum dari vertebra diatasnya.
Destruksi tulang akibat pengkejuan menimbulkan fraktur kompresi.
Penyempitan discus intervertebralis terjadi akibat destruksi tulang pada
kedua sisi discus sehingga discus mengalami herniasi ke dalam corpus
vertebra yang telah rusak. Kompresi struktur neurologis terjadi akibat
penekanan oleh proses ekstrinsik maupun intrinsik. Proses ekstrinsik pada
fase aktif diakibatkan oleh akumulasi cairan akibat edema, abses kaseosa,
jaringan granulasi,sequester tulang atau diskus.4,5,7
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Focus
yang pertama dapat terletak pada centrum corpus vertebrae atau pada
metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat subperiosteal. Infeksi berawal
dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra.
Proses infeksi Myocobacterium tuberculosis akan mengaktifkan chaperonin
10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang sehingga
akan terjadi destruksi korpus vertebra di anterior. Proses perkijuan yang
terjadi akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan
mengakibatkan segmen tulang yang terinfeksi relatif avaskular sehingga
9
![Page 10: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/10.jpg)
terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi progresif di anterior akan
mengakibatkan kolapsnya corpus vertebra yang terinfeksi dan terbentuklah
kifosis (angulasi posterior ) tulang belakang. Kemudian terjadi hiperemi dan
eksudasi yang penyebabkan osteoporosis dan perlukaan korpus. Selanjutnya
terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan vertebra
sekitarnya. Penyakit ini juga dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus
vertebrae tidak lagi kuat untuk menahan berat badan dan seakan-akan
hancur sehingga dengan demikian columna vertebralis membengkok. Kalau
hal ini terjadi pada bagian thoracal, maka akan terdapat pembengkokan
hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus. Beda gibus tuberkulosis
dengan gibus lainnya adalah tidak didapatinya penyempitan sela diskus pada
gibus traumatik dan gibus metastatik tumor korpus vertebra. Nyeri
punggung atau pinggang terjadi akibat spasme otot-otot punggung, semakin
lama punggung semakin kaku karena sudah terjadi deformitas. 7,8,9
10
![Page 11: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/11.jpg)
Eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis
serta basil tuberkulosa) dapat menyebar kedepan, dibawah ligamentum
longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan
berekspansi ke berbagai arah disepanjang garis ligament yang lemah.3
Sementara itu dapat juga timbul gejala-gejala lain, diantaranya dapat
terkumpulnya nanah yang semakin lama semakin banyak, nanah ini dapat
menjalar menuju ke beberapa tempat dan dapat menembus kulit sehingga
menyebabkan timbulnya fistel selama bertahun-tahun.4
Pada tuberkulosis tulang belakang servikal, eksudat terkumpul
dibelakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral dibelakang
muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke
mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum pleura.
Tuberkulosis tulang belakang servikal dapat menyebabkan nyeri di oksipital
ataupun di ekstremitas atas dan bila terbentuk abses dingin di retrofiring
dapat timbul disfagia, disfoni atau dispnoe.3,5
Tuberkulosis tulang belakang torakal dapat menimbulkan neuralgia
interkostalis dan terasa tidak enak pada abdomen. Abses pada vertebra
torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati
daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses
pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul
paraplegia.3,5
11
![Page 12: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/12.jpg)
Tuberkulosis tulang belakang lumbal dapat menyebabkan nyeri
ekstremitas bawah hingga paraplegi akibat abses atau akibat kerusakan
medulla spinalis. Abses dingin yang terbentuk dapat terus mengumpul dan
mendesak jaringan sekitar terumasuk turun ke bawah melalui melalui sela
aponeurosis otot psoas dan berhenti diruang retroperitoneal dan dapat diraba
pada palpasi abdomen (pada bagian medial paha). Eksudat juga dapat
menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh
darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.3,5
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu : 3
I. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh
penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang
berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi [ada
daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral
vertebra.
II. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus
vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini
berlangsung selama 3-6 minggu.
III. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dab
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses
dingin), yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama disebelah
depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
IV. Stadium gangguan neurologis
12
![Page 13: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/13.jpg)
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang
terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis
spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
tuberkulosa tulang belakang. Vertebra torakalis mempunyai kanalis
spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah
terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu
dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah
melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum
terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi
penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang
membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipestesia/anastesia.
Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott
paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari
keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena
tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan
langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.
Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh
pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi
tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan
dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan
vaskuler vertebra. Derajat I-III disebut paraparesis dan derajat IV
disebut paraplegia.
V. Stadium deformitas residual
13
![Page 14: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/14.jpg)
Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena
kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga
bentuk spondilitis:7
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise
di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia
dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan diregio lumbal.
2. Sentral infeksi
Terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalah
artikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan
tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat.
Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma.
Terbanyak di temukan di regio torakal.
3. Anterior infeksi
Terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan
dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya Scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji).
Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang
ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum
longitudinalanterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai
darah vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya
tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa
spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang
14
![Page 15: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/15.jpg)
terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di
pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler
yang berada di sendi intervertebral posterior.
Terjadinya paraplegia pada tuberkulosis tulang belakang adalah akibat
tekanan yang berasal dari proses penyakit yang terletak di dalam canalis
spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses tuberculose yang terletak
pada corpus bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis,
maka proses tadi menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi
langsung menekan medulla spinalis. Dalam hal ini meskipun nanah hanya
sedikit, akan tetapi cukup untuk memberikan tekanan yang hebat pada
medulla spinalis.3,10
Sorrel-dejerine mengklasifikasikan Pott's paraplegia menjadi:6
1. Early onset paresis
Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit
2. Late onset paresis
Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit
Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel
menjadi tiga tipe:
1. Type I (paraplegia of active disease)
Berjalan akut onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset
penyakit, dan dihubungkan dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik
(tidak permanen).
2. Type II
Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat
permanen bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang.
3. Type III / yang berjalan kronis
Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah
dapat membaik.
15
![Page 16: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/16.jpg)
II.VI DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis tulang belakang dapat ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan radiologis. Untuk melengkapkan
pemeriksaan, maka dibuat suatu standard pemeriksaan pada penderita
tuberkulosis tulang dan sendi, yaitu :
1. Anamnesis
Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan
gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril)
terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering
disertai dengan menangis pada malam hari (night cries).3
Gejala utama adalah nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis
dapat lokal maupun radikular. Pada awal penyakit dapat dijumpai nyeri
intercostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah
keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena tertekannya radiks
dorsalis ditingkat thoracal. Pasien dengan keterlibatan vertebra segmen
cervical dan thorakal cenderung menderita defisit neurologis (paraplegia
(umn), paraparesis, ataupun nyeri radix saraf) yang lebih akut sedangkan
keterlibatan lumbal biasanya bermanifestasi sebagai nyeri radikular. Tulang
belakang terasa nyeri dan kaku pada pergerakan. 3,8
Pada tuberkulosa vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah
belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat
adanya abses retrofarng. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses
pada daerah paravertebral, abdominal, inguinal, popliteal atau bokong,
adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan gejala-
gejala paraparesis, gejala paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang
belakang akibat spasme atau gibus.3
2. Pemeriksaan fisik
16
![Page 17: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/17.jpg)
a. Inspeksi : tanda peradangan (pembengkakan, kemerahan), deformitas
tulang belakang (kifosis, gibus), abses, punggung dan ekstremitas
bawah tampak kaku dan dapat pula ditemukan pola jalan dengan
langkah kaki yang pendek untuk menghindari nyeri di punggung.
b. Palpasi : nyeri pada penekanan, teraba hangat pada lokasi yang nyeri,
teraba penonjolan pada tulang belakang, massa yang berfluktuasi dan
kulit diatasnya terasasedikit hangat jika terdapat abses, spasme otot
protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena
c. Perkusi : perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus
spinosus vertebrae yang terkena sering tampak tenderness dan terasa
nyeri
d. Auskultasi : tidak ditemukan kelainan 7,8,9
17
![Page 18: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/18.jpg)
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral memperlihatkan
penyempitan diskus intervertebral, rarefaksi (hipodens/ kurang padat
akibat hilangnya massa), kompresi vertebra hingga kifosis, osteoporosis
vertebra serta abses paravertebra.
b. Foto polos toraks posisi PA dapat didapatkan tuberkulosis paru aktif
c. Pemeriksaan darah perifer leukositosis,limfositosis, LED meningkat
d. CT-Scan assessing the extent of osseous destruction,posterior
element disease, and infections of the craniovertebral and cervicodorsal
junctions and the sacroiliac joints, which are not easily seen on
radiographs
e. MRI merupakan gold standard untuk menentukan penyebaran
penyakit pada jaringan (soft tissue), penyebaran abses tuberkulosa dan
penekanan saraf. MRI juga berguna untuk membedakan spondylitis
tuberkulosa dengan infeksi pyogenic. Pemeriksaan MRI secara berkala
dapat menilai respon terapi dan derajat penyembuhan penyakit.
f. Uji Mantoux didapatkan hasil (+)
g. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa
konfirmasi diagnosis dan menentukan antibiotic yang sensitive
h. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional Polymerase
chain reaction (PCR) 7,8,9
18
![Page 19: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/19.jpg)
II.VII PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan tuberkulosis tulang belakang harus
dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit
serta mencegah paraplegia. Penatalaksanaannya terdiri atas : 3
1. Terapi konservatif
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi maupun yang
tidak dioperasi
d. Pemberian obat antituberkulosa
Standar pengobatan di Indonesia berdasarkan program P2TB adalah :
Kategori 1 penderita baru BTA (+) dan BTA (-)/rontgen(+)
diberikan dalam 2 tahap :
o Tahap I diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300
mg dan Pirazinamid 1500 mg. obat diberikan setiap hari selama 2
bulan pertama.
o Tahap II diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg. Obat
diberikan tiga kali seminggu selama 4 bulan.
Kategori 2 penderita baru BTA (+) yang sudah pernah minum obat
selama lebih dari sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang
kambuh/gagal yang diberikan dalam dua tahap :
o Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg (injeksi), INH 300 mg,
Rifampisin 450 mg, Pirazinamin 1500 mg dan Etambutol 750 mg.
obat diberikan setiap hari, Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama
dan obat lainnya selama 3 bulan.
o Tahap II diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol
1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu selama 5 bulan.
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita
bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala
19
![Page 20: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/20.jpg)
klinis berupa nyeri dan spasme berkurang dan gambaran radiologi
ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi
penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih
memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold
abses, lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
a. Indikasi operasi
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau
malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan setiap spondylitis tuberkulosa diberikan obat
tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara
terbuka dan sekaligus debridement serta bone graft..
Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi
ataupun pemeriksaan CT Scan dan MRI ditemukan adanya tanda
penekanan langsung pada medulla spinalis.
b. Abses dingin
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif karena
dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik.
Ada 3 cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu denggan
debridement local, kosto-transveresektomi atau debridement fokal
radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
c. Paraplegia
Penanganan paraplegia dapat dilakukan dengan cara kemoterapi,
laminektomi, kosto-transveresektomi, operasi radikal atau osteotomy
pada tulang baji secara tertutup dari belakang.
d. Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan jika terjadi deformitas yang hebat. Kifosis
mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.
20
![Page 21: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/21.jpg)
Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi
radikal.
II.VIII DIAGNOSIS BANDING
a Osteitis piogen : lebih cepat timbul demam
b Fraktur kompresi traumatik atau akibat tumor : tidak mengenai diskus,
adakah karsinoma prostat
c Kifosis senilis : kifosis tidak lokal, osteoporosis seluruh kerangka
d Poliomielitis : paresis/paralisis tungkai, skoliosis bukan kifosis
e Skoliosis idiopatik : tanpa gibus dan tanda paralisis
f Penyakit paru dengan bekas empiema : tulang belakang bebas
penyakit.5
II.X KOMPLIKASI
a Cedera corda spinalis ( Spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus
tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis
(contoh : Pott's paraplegia - prognosa baik) atau dapat juga langsung
karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa
(contoh : menigomyelitis - prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering
berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan
Mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau
karena invasi dura dan corda spinalis.
b Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal
ke dalam pleura. 4
II.XI PROGNOSIS
21
![Page 22: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/22.jpg)
Prognosis tuberkulosis tulang belakang bergantung pada cepat dan tepatnya
terapi yang diberikan serta tidak ada komplikasi neurologi.3
BAB III
KESIMPULAN
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis
di tempat lain di tubuh. Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir
sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya dan disertai nyeri pada
punggung, deformitas tulang belakang dan dapat pula ditemui defisit neurologis.
Pada tuberkulosis tulang beakang juga dapat ditemukan cold abses yang sesuai
dengan lokasi lesi pada tulang belakang. Penatalaksanaan pada tuberkulosis tulang
belakang dapat berupa konservatif dan operatif jika terapi konservatif gagal.
Adapun komplikasi serius yang dapat terjadi pada tuberkulosis tulang belakang
adalah spinal cord injury. Prognosis pada pasien dengan tuberkulosis tulang
belakang bergantung pada terapi yang telah diberikan dan ada atau tidak nya
komplikasi neurologis.
22
![Page 23: spondilitis tb](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062309/563dbba0550346aa9aaed1ff/html5/thumbnails/23.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell RS. Punggung. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. In:
Hartanto H, et.al, ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006.
2. Anatomi fungsional vertebra. Accessed on 21st November 2014. Available at:
http://fisiosby.com/anatomi-fungsional-vertebrae.
3. Rasjad C. Infeksi dan Inflamasi. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif
Watampone, Jakarta. 2007.
4. Hidalgo JA, Pott Disease (Tuberculous Spondylitis). Accessed on 21st
November 2014. Available at:
http://www.emedicine.com/med/infecmedical_topics.htm.
5. De Jong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. In: Sjamsuhidajat,
et.al, ed. Penertibu Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2010.
6. Rajasekaran S, Kanna RM, Shetty AP. Pathophysiology and treatment of
spinal tuberculosis. JBJS REVIEWS. 2014;2:9
doi.org/10.2106/JBJS.RVW.M.00130.
7. Garg RK, Somvanshi DS. Spinal tuberculosis : a review. J Spinal Cord Med.
Sep 2011; 34(5): 440–454.
8. Agrawal V, Patgaonkar PR, Nagariya SP. Tuberculosis of spine. J
Craniovertebr Junction Spine. 2010 Jul-Dec; 1(2): 74–85.
9. Unknown. Spinal tuberculosis. JIACM 2007; 8(1): 110-4.
10. Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E,
Eisen A. ed. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and
Management. London:Springer-verlag. 1997 : 378-87.
23