spondilitis tb

36
BAB I PENDAHULUAN Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Pott’s disease. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas. Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang 1

description

spondilitis tb

Transcript of spondilitis tb

Page 1: spondilitis tb

BAB I

PENDAHULUAN

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan

nama Pott’s disease. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott

pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak

bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan

dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun

1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.

Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya

berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang

tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Spondilitis tuberkulosa merupakan

50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang

berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun

sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.

Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang

sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu

diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan

dengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan operatif.

1

Page 2: spondilitis tb

BAB II

PEMBAHASAN

II.I ANATOMI TULANG BELAKANG

Columna vertebralis terdiri atas 33 vertebrae, yaitu 7 vertebra cervical,

12 vertebra thoracicus, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacralis dan 4

vertebra coccyges. Struktur columna ini flexible karena columna ini

bersegmen-segmen dan tersusun atas vertebrae, sendi-sendi dan bantalan

fibrocartilago yang disebut discus intervertebralis.1

Vertebra tipikal terdiri atas corpus yang bulat di anterior dan arcus

vertebrae di posterior. Keduanya melingkupi sebuah ruang yang disebut

foramen vertebralis yang dilalui oleh medulla spinalis dan bungkus-

bungkusnya. Arcus vertebrae terdiri atas sepasang pediculus yang berbentuk

silinder yang membentuk sisi-sisi arcus dan sepasang lamina gepeng yang

melengkapi arcus dari posterior. 1

Arcus vertebrae memiliki 7 prosesus yaitu satu prosesus spinosus, dua

prosesus transversus dan empat prosesus articularis. Prosesus spinosus dan

prosesus transversus berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi tempat

melekatnya otot dan ligamentum. Prosesus articularis terdiri atas dua

prosesus articularis superior dan dua prosesus articularis inferior. Kedua

prosesus articularis superior dari sebuah arcus vertebrae bersendi dengan

kedua prosesus articularis inferior yang bersendi diatasnya membentuk

sendi synovial. 1

Pediculus mempunyai lekuk pada pinggir atas dan bawahnya

membentuk incisura vertebralis superior dan inferior yang akan membentuk

foramen intervertebrale yang berfungsi sebagai tempat lewatnya nervi

spinales dan pembuluh darah. Radix anterior dan posterior nervi spinalis

bergabung dalam foramina ini bersama dengan pembungkusnya membentuk

saraf spinalis segmentalis. 1

2

Page 3: spondilitis tb

Diantara dua buah tulang vertebra terdapat discus intervertebralis yang

berfungsi sebagai bentalan atau "shock absorbers" bila vertebra

bergerak.discus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa

fibroelastik yang membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel koloid

yang mengandung mukopolisakarida. 2

3

Page 4: spondilitis tb

Fungsi mekanik discus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi

air yang diletakkan diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan

kompresi yang merata bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan

disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya

bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus akan melawan gaya

tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan.

Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi,

ekstensi, laterofleksi. Karena proses penuaan pada discus intervebralis,

maka kadar cairan dan elastisitas discus akan menurun. Keadaan ini

mengakibatkan ruang discus intervebralis makin menyempit, "facet join"

makin merapat,

kemampuan kerja discus menjadi makin buruk, annulus menjadi lebih

rapuh. 2

Ligamentum spinalis berjalan longitudinal sepanjang tulang vertebra.

Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak pada arah tertentu dan

mencegah robekan.diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior

dan ligamentum posterior. Ligamentum longitudinal anterior berjalan di

bagian anterior corpus vertebrae, besar dan kuat, berfungsi sebagai alat

pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan yang lainnya.

Ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus

vertebrae, yang juga turut membentuk permukaan anterior canalis spinalis.

Ligamentum tersebut melekat sepanjang columna vertebralis, sampai di

4

Page 5: spondilitis tb

daerah lumbal yaitu setinggi L 1, secara progresif mengecil, maka ketika

mencapai L 5 - sacrum ligamentum tersebut tinggal sebagian lebarnya, yang

secara fungsional potensi mengalami kerusakan. 2

Sendi-sendi antar dua arcus vertebra terdiri atas sendi synovial antar

prosesus articularis superior dan inferior dari vertebra yang berdekatan.

Facies articularis diliputi oleh cartilage hyaline dan sendi-sendi dikelilingi

ligamentum capsularis. Ligamentum supraspinale berjalan diantara ujung-

ujung prosesus spinosus yang berdekatan. Ligamentum interspinalia

menghubungkan prosesus spinosus yang berdekatan. Ligamentum

intertransversaria berjalan diantara prosesus transversus yang berdekatan.

Ligamentum flavum menghubungkan lamina dari vertebra yang

berdekatan.1

Otot punggung bawah dikelompokkan sesuai dengan fungsi

gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak

dan secara aktif mengekstensikan vertebra lumbalis adalah : m. Quadratus

lumborum, m. Sacrospinalis, m. Intertransversarii dan m.interspinalis. Otot

fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : m. Obliqus

eksternus abdominis, m. Internus abdominis, m. Transversalis abdominis

dan m. Rectus abdominis, m. Psoas mayor dan m. Psoas minor. 2

5

Page 6: spondilitis tb

Otot latero fleksi lumbalis adalah m.quadratus lumborum, m. Psoas

mayor dan minor, kelompok m. Abdominis dan m.intertransversarii. Jadi

dengan melihat fungsi otot di atas otot punggung di bawah berfungsi

menggerakkan punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi

tubuh berdiri. 2

Sendi-sendi antar corpus vertebrae dipersarafi oleh cabang kecil

meningeal masing-masing saraf spinal. Saraf ini berasal dari saraf spinal

pada saat saraf ini keluar dari foramen intervertebrale. Kemudian saraf ini

masuk kembali ke dalam canalis vertebrals melalui foramen intervertebrale

dan mempersarafi meningen, ligament dan discus intervertbralis. Sendi-

sendi antar prosesus articularis dipersarafi oleh cabang-cabang dari rami

posteriors saraf spinal. Perlu diperhatikan bahwa sendi-sendi pada setiap

tingkat menerima serabut saraf dari dua saraf spinal yang berdekatan. 1

6

Page 7: spondilitis tb

II.II DEFINISI

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis

tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik

destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang

selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh.

Percivall Pott (1793) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan

deformitas tulang belakang yang terjadi sehingga penyakit ini disebut juga

sebagai penyakit Pott. 3

II.III EPIDEMIOLOGI

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang

dan sendi. pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi

pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering

mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan

wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding

wanita yaitu 1,5 : 2,1. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang

berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.3

Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang

karena insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Indonesia

adalah kontributor pasien tuberkulosis nomor 5 didunia. Diperkirakan

terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun, sebagian besar berada

dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosio ekonomi dan

pendidikan yang rendah.3

Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang

paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti

kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki,

sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako - lumbal

terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas

merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini

pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu

dikuti dengan area servikal dan sakral.4,5

7

Page 8: spondilitis tb

II.IV ETIOLOGI

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari

tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh

mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe

bovin dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokasi

tuberkulosis tulang belakang terutama pada daerah vertebra torakal bawah

dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu

tuberkulosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus batson

pada vena paravertebralis.3

II.V PATOFISIOLOGI

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran

hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau melalui plexus

vena batson pada vena paravertebralis atau penyebaran langsung nodus

limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus

tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada

8

Page 9: spondilitis tb

penampakannya,fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang.

Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan

genitourinarius. Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal

atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang

berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian

atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus batson's yang mengelilingi

columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal

inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini

diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada

20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.6

Tuberkulosis tulang belakang paling sering mengenai vertebra T8-L3

dan paling jarang pada vertebra C1-2. Destruksi awal yang terletak di

sentral korpus vertebra sering terjadi pada anak-anak, sedangkan pada

orang dewasa lebih sering terjadi di paradiskus. Destruksi anterior

biasanya lebih karena penjalaran perkontinuitatum dari vertebra diatasnya.

Destruksi tulang akibat pengkejuan menimbulkan fraktur kompresi.

Penyempitan discus intervertebralis terjadi akibat destruksi tulang pada

kedua sisi discus sehingga discus mengalami herniasi ke dalam corpus

vertebra yang telah rusak. Kompresi struktur neurologis terjadi akibat

penekanan oleh proses ekstrinsik maupun intrinsik. Proses ekstrinsik pada

fase aktif diakibatkan oleh akumulasi cairan akibat edema, abses kaseosa,

jaringan granulasi,sequester tulang atau diskus.4,5,7

Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Focus

yang pertama dapat terletak pada centrum corpus vertebrae atau pada

metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat subperiosteal. Infeksi berawal

dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra.

Proses infeksi Myocobacterium tuberculosis akan mengaktifkan chaperonin

10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang sehingga

akan terjadi destruksi korpus vertebra di anterior. Proses perkijuan yang

terjadi akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan

mengakibatkan segmen tulang yang terinfeksi relatif avaskular sehingga

9

Page 10: spondilitis tb

terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi progresif di anterior akan

mengakibatkan kolapsnya corpus vertebra yang terinfeksi dan terbentuklah

kifosis (angulasi posterior ) tulang belakang. Kemudian terjadi hiperemi dan

eksudasi yang penyebabkan osteoporosis dan perlukaan korpus. Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan vertebra

sekitarnya. Penyakit ini juga dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus

vertebrae tidak lagi kuat untuk menahan berat badan dan seakan-akan

hancur sehingga dengan demikian columna vertebralis membengkok. Kalau

hal ini terjadi pada bagian thoracal, maka akan terdapat pembengkokan

hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus. Beda gibus tuberkulosis

dengan gibus lainnya adalah tidak didapatinya penyempitan sela diskus pada

gibus traumatik dan gibus metastatik tumor korpus vertebra. Nyeri

punggung atau pinggang terjadi akibat spasme otot-otot punggung, semakin

lama punggung semakin kaku karena sudah terjadi deformitas. 7,8,9

10

Page 11: spondilitis tb

Eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) dapat menyebar kedepan, dibawah ligamentum

longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan

berekspansi ke berbagai arah disepanjang garis ligament yang lemah.3

Sementara itu dapat juga timbul gejala-gejala lain, diantaranya dapat

terkumpulnya nanah yang semakin lama semakin banyak, nanah ini dapat

menjalar menuju ke beberapa tempat dan dapat menembus kulit sehingga

menyebabkan timbulnya fistel selama bertahun-tahun.4

Pada tuberkulosis tulang belakang servikal, eksudat terkumpul

dibelakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral dibelakang

muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke

mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum pleura.

Tuberkulosis tulang belakang servikal dapat menyebabkan nyeri di oksipital

ataupun di ekstremitas atas dan bila terbentuk abses dingin di retrofiring

dapat timbul disfagia, disfoni atau dispnoe.3,5

Tuberkulosis tulang belakang torakal dapat menimbulkan neuralgia

interkostalis dan terasa tidak enak pada abdomen. Abses pada vertebra

torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati

daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses

pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul

paraplegia.3,5

11

Page 12: spondilitis tb

Tuberkulosis tulang belakang lumbal dapat menyebabkan nyeri

ekstremitas bawah hingga paraplegi akibat abses atau akibat kerusakan

medulla spinalis. Abses dingin yang terbentuk dapat terus mengumpul dan

mendesak jaringan sekitar terumasuk turun ke bawah melalui melalui sela

aponeurosis otot psoas dan berhenti diruang retroperitoneal dan dapat diraba

pada palpasi abdomen (pada bagian medial paha). Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh

darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.3,5

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu : 3

I. Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh

penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang

berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi [ada

daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral

vertebra.

II. Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus

vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini

berlangsung selama 3-6 minggu.

III. Stadium destruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dab

terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses

dingin), yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal.

Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama disebelah

depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang

menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.

IV. Stadium gangguan neurologis

12

Page 13: spondilitis tb

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang

terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis

spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi

tuberkulosa tulang belakang. Vertebra torakalis mempunyai kanalis

spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah

terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu

dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :

Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah

melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum

terjadi gangguan saraf sensoris.

Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi

penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.

Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang

membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipestesia/anastesia.

Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai

gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott

paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari

keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena

tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan

langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.

Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh

karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh

pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi

tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan

dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan

vaskuler vertebra. Derajat I-III disebut paraparesis dan derajat IV

disebut paraplegia.

V. Stadium deformitas residual

13

Page 14: spondilitis tb

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium

implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena

kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga

bentuk spondilitis:7

1. Peridiskal / paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise

di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak

ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia

dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan diregio lumbal.

2. Sentral infeksi

Terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalah

artikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini

sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan

tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat.

Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma.

Terbanyak di temukan di regio torakal.

3. Anterior infeksi

Terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan

dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya Scalloped

karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji).

Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang

ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum

longitudinalanterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai

darah vertebral.

4. Bentuk atipikal

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya

tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa

spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang

14

Page 15: spondilitis tb

terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di

pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler

yang berada di sendi intervertebral posterior.

Terjadinya paraplegia pada tuberkulosis tulang belakang adalah akibat

tekanan yang berasal dari proses penyakit yang terletak di dalam canalis

spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses tuberculose yang terletak

pada corpus bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis,

maka proses tadi menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi

langsung menekan medulla spinalis. Dalam hal ini meskipun nanah hanya

sedikit, akan tetapi cukup untuk memberikan tekanan yang hebat pada

medulla spinalis.3,10

Sorrel-dejerine mengklasifikasikan Pott's paraplegia menjadi:6

1. Early onset paresis

Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit

2. Late onset paresis

Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit

Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel

menjadi tiga tipe:

1. Type I (paraplegia of active disease)

Berjalan akut onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset

penyakit, dan dihubungkan dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik

(tidak permanen).

2. Type II

Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat

permanen bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang.

3. Type III / yang berjalan kronis

Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah

dapat membaik.

15

Page 16: spondilitis tb

II.VI DIAGNOSIS

Diagnosis tuberkulosis tulang belakang dapat ditegakkan berdasarkan

gambaran klinis dan pemeriksaan radiologis. Untuk melengkapkan

pemeriksaan, maka dibuat suatu standard pemeriksaan pada penderita

tuberkulosis tulang dan sendi, yaitu :

1. Anamnesis

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan

gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan

berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril)

terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering

disertai dengan menangis pada malam hari (night cries).3

Gejala utama adalah nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis

dapat lokal maupun radikular. Pada awal penyakit dapat dijumpai nyeri

intercostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah

keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena tertekannya radiks

dorsalis ditingkat thoracal. Pasien dengan keterlibatan vertebra segmen

cervical dan thorakal cenderung menderita defisit neurologis (paraplegia

(umn), paraparesis, ataupun nyeri radix saraf) yang lebih akut sedangkan

keterlibatan lumbal biasanya bermanifestasi sebagai nyeri radikular. Tulang

belakang terasa nyeri dan kaku pada pergerakan. 3,8

Pada tuberkulosa vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah

belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat

adanya abses retrofarng. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses

pada daerah paravertebral, abdominal, inguinal, popliteal atau bokong,

adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan gejala-

gejala paraparesis, gejala paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang

belakang akibat spasme atau gibus.3

2. Pemeriksaan fisik

16

Page 17: spondilitis tb

a. Inspeksi : tanda peradangan (pembengkakan, kemerahan), deformitas

tulang belakang (kifosis, gibus), abses, punggung dan ekstremitas

bawah tampak kaku dan dapat pula ditemukan pola jalan dengan

langkah kaki yang pendek untuk menghindari nyeri di punggung.

b. Palpasi : nyeri pada penekanan, teraba hangat pada lokasi yang nyeri,

teraba penonjolan pada tulang belakang, massa yang berfluktuasi dan

kulit diatasnya terasasedikit hangat jika terdapat abses, spasme otot

protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena

c. Perkusi : perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus

spinosus vertebrae yang terkena sering tampak tenderness dan terasa

nyeri

d. Auskultasi : tidak ditemukan kelainan 7,8,9

17

Page 18: spondilitis tb

3. Pemeriksaan penunjang :

a. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral memperlihatkan

penyempitan diskus intervertebral, rarefaksi (hipodens/ kurang padat

akibat hilangnya massa), kompresi vertebra hingga kifosis, osteoporosis

vertebra serta abses paravertebra.

b. Foto polos toraks posisi PA dapat didapatkan tuberkulosis paru aktif

c. Pemeriksaan darah perifer leukositosis,limfositosis, LED meningkat

d. CT-Scan assessing the extent of osseous destruction,posterior

element disease, and infections of the craniovertebral and cervicodorsal

junctions and the sacroiliac joints, which are not easily seen on

radiographs

e. MRI merupakan gold standard untuk menentukan penyebaran

penyakit pada jaringan (soft tissue), penyebaran abses tuberkulosa dan

penekanan saraf. MRI juga berguna untuk membedakan spondylitis

tuberkulosa dengan infeksi pyogenic. Pemeriksaan MRI secara berkala

dapat menilai respon terapi dan derajat penyembuhan penyakit.

f. Uji Mantoux didapatkan hasil (+)

g. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa

konfirmasi diagnosis dan menentukan antibiotic yang sensitive

h. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional Polymerase

chain reaction (PCR) 7,8,9

18

Page 19: spondilitis tb

II.VII PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya penatalaksanaan tuberkulosis tulang belakang harus

dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit

serta mencegah paraplegia. Penatalaksanaannya terdiri atas : 3

1. Terapi konservatif

a. Tirah baring (bed rest)

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi maupun yang

tidak dioperasi

d. Pemberian obat antituberkulosa

Standar pengobatan di Indonesia berdasarkan program P2TB adalah :

Kategori 1 penderita baru BTA (+) dan BTA (-)/rontgen(+)

diberikan dalam 2 tahap :

o Tahap I diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300

mg dan Pirazinamid 1500 mg. obat diberikan setiap hari selama 2

bulan pertama.

o Tahap II diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg. Obat

diberikan tiga kali seminggu selama 4 bulan.

Kategori 2 penderita baru BTA (+) yang sudah pernah minum obat

selama lebih dari sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang

kambuh/gagal yang diberikan dalam dua tahap :

o Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg (injeksi), INH 300 mg,

Rifampisin 450 mg, Pirazinamin 1500 mg dan Etambutol 750 mg.

obat diberikan setiap hari, Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama

dan obat lainnya selama 3 bulan.

o Tahap II diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol

1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu selama 5 bulan.

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita

bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala

19

Page 20: spondilitis tb

klinis berupa nyeri dan spasme berkurang dan gambaran radiologi

ditemukan adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi

penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih

memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold

abses, lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

a. Indikasi operasi

Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau

malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum tindakan operasi

dilakukan setiap spondylitis tuberkulosa diberikan obat

tuberkulostatik.

Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara

terbuka dan sekaligus debridement serta bone graft..

Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi

ataupun pemeriksaan CT Scan dan MRI ditemukan adanya tanda

penekanan langsung pada medulla spinalis.

b. Abses dingin

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif karena

dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik.

Ada 3 cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu denggan

debridement local, kosto-transveresektomi atau debridement fokal

radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

c. Paraplegia

Penanganan paraplegia dapat dilakukan dengan cara kemoterapi,

laminektomi, kosto-transveresektomi, operasi radikal atau osteotomy

pada tulang baji secara tertutup dari belakang.

d. Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan jika terjadi deformitas yang hebat. Kifosis

mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.

20

Page 21: spondilitis tb

Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi

radikal.

II.VIII DIAGNOSIS BANDING

a Osteitis piogen : lebih cepat timbul demam

b Fraktur kompresi traumatik atau akibat tumor : tidak mengenai diskus,

adakah karsinoma prostat

c Kifosis senilis : kifosis tidak lokal, osteoporosis seluruh kerangka

d Poliomielitis : paresis/paralisis tungkai, skoliosis bukan kifosis

e Skoliosis idiopatik : tanpa gibus dan tanda paralisis

f Penyakit paru dengan bekas empiema : tulang belakang bebas

penyakit.5

II.X KOMPLIKASI

a Cedera corda spinalis ( Spinal cord injury).

Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus

tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis

(contoh : Pott's paraplegia - prognosa baik) atau dapat juga langsung

karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa

(contoh : menigomyelitis - prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering

berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan

Mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau

karena invasi dura dan corda spinalis.

b Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal

ke dalam pleura. 4

II.XI PROGNOSIS

21

Page 22: spondilitis tb

Prognosis tuberkulosis tulang belakang bergantung pada cepat dan tepatnya

terapi yang diberikan serta tidak ada komplikasi neurologi.3

BAB III

KESIMPULAN

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis

di tempat lain di tubuh. Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir

sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya dan disertai nyeri pada

punggung, deformitas tulang belakang dan dapat pula ditemui defisit neurologis.

Pada tuberkulosis tulang beakang juga dapat ditemukan cold abses yang sesuai

dengan lokasi lesi pada tulang belakang. Penatalaksanaan pada tuberkulosis tulang

belakang dapat berupa konservatif dan operatif jika terapi konservatif gagal.

Adapun komplikasi serius yang dapat terjadi pada tuberkulosis tulang belakang

adalah spinal cord injury. Prognosis pada pasien dengan tuberkulosis tulang

belakang bergantung pada terapi yang telah diberikan dan ada atau tidak nya

komplikasi neurologis.

22

Page 23: spondilitis tb

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Punggung. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. In:

Hartanto H, et.al, ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006.

2. Anatomi fungsional vertebra. Accessed on 21st November 2014. Available at:

http://fisiosby.com/anatomi-fungsional-vertebrae.

3. Rasjad C. Infeksi dan Inflamasi. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif

Watampone, Jakarta. 2007.

4. Hidalgo JA, Pott Disease (Tuberculous Spondylitis). Accessed on 21st

November 2014. Available at:

http://www.emedicine.com/med/infecmedical_topics.htm.

5. De Jong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. In: Sjamsuhidajat,

et.al, ed. Penertibu Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2010.

6. Rajasekaran S, Kanna RM, Shetty AP. Pathophysiology and treatment of

spinal tuberculosis. JBJS REVIEWS. 2014;2:9

doi.org/10.2106/JBJS.RVW.M.00130.

7. Garg RK, Somvanshi DS. Spinal tuberculosis : a review. J Spinal Cord Med.

Sep 2011; 34(5): 440–454.

8. Agrawal V, Patgaonkar PR, Nagariya SP. Tuberculosis of spine. J

Craniovertebr Junction Spine. 2010 Jul-Dec; 1(2): 74–85.

9. Unknown. Spinal tuberculosis. JIACM 2007; 8(1): 110-4.

10. Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E,

Eisen A. ed. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and

Management. London:Springer-verlag. 1997 : 378-87.

23