skizoafektif
-
Upload
ima-yuliyana-marsmutzz-2474 -
Category
Documents
-
view
162 -
download
4
description
Transcript of skizoafektif
SKENARIO B
Tn.Abu,30 tahun,petani,dibawa ke UGD RS Ernaldi Bahar karena meresahkan
keluarga dan pernah mencoba untuk bunuh diri (tentamen suicidum) .Tn Abu
sering sedih,kadang menangis tanpa sebab.keluarganya menyatakan bahwa mulai
terdapat perubahan perilaku sejak 3 tahun yang lalu,ditandai dengan secara
berangsur-angsur menarik diri dari pergaulan dan lebih suka mengurung diri di
dalam kamar sepanjang hari.
Satu tahun yang lalu ia mengeluh selalu mendengar suara seperti ada orang
yang mengobrol dan kadang mengomentari dirinya,padahal orangnya tidak ada.
Kemudian suara ini makin mengganggu dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu dan dia tak kuasa untuk menolaknya.Seminggu yang lalu suara tersebut
memaksanya untuk melukai dirinya sendiri.
Kepribadian permorbid mengarah ke schizoid dan pada umur 20 tahun
menjadi makin nyata,makin mengisolasi diri dan tak ada interaksi social sama
sekali.Dalam 1 tahun terakhir kemunduran makin hebat,kurang bisa mengurus diri
dan tak dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari,bicaranya terbatas,kalimat yang
diucapkan kacau dan sukar dimengerti.
Menurut keluarga tak ada stressor yang memicu perubahan perilaku
ini.Pada autonamnesis tampak pasien terlihat diam tak banyak gerak,kadang
menangis dan sulit untuk menjawab pertanyaan.Jawaban hanya sepatah dua kata
saja,tak begitu jelas,dan kadang menolak untuk bicara sama sekali.Tanda-tanda
autism jelas terlihat dan tak ada gejala ambivalensi pada saat pemeriksaan.
Informasi tambahan
Terdapat riwayat perkawinan yang baik,ada riwayat skizofrenia dalam keluarga
dan taraf kecerdasan normal,tak ada stressor dalam 1 Tahun terakhir.
GAF scale sekitar 20-11 saat pemeriksaan (saat ada upaya bunuh diri menurun
sampai 10-01).Pemeriksaan fisik tak ada kelainan.
1
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Tentamen suicidum : suatu tindakan untuk mengakhiri hidup sendiri
2. Menangis tanpa sebab : menangis secara tiba-tiba tanpa ada penyebab
yang jelas
3. Selalu mendengar suara seperti ada orang yang mengobrol dan kadang
mengomentari dirinya, padahal orangnya tidak ada : suara halusinasi yang
berkomentar secara terus-menerus; halusinasi auditory
4. Kepribadian premorbid : suatu kepribadian ciri khas yang ditandai sikap
pemalu dan senang menyendiri
5. Schizoid : sifat yang menyerupai skizofrenia yang mengindikasikan
predisposisi untuk menjadi skizofrenia
6. Mengisolasi diri : menarik diri dari pergaulan
7. Interaksi sosial : suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang
berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di
dalam masyarakat
8. Kalimat kacau dan sukar dimengerti : pengucapan kata jelas tetapi susunan
kata dalam kalimat tidak sistematis dan tidak bisa dimengerti (terbalik-
balik)
9. Stressor : pemicu terjadinya stress
10. Autisme : gangguan perkembangan pervasive yang ditandai oleh kelainan
fungsi dalam bidang interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang
terbatas dan berulang.
11. Gejala ambivalensi : eksistensi simultan dari sikap emosional yang
bertentangan dengan bertujuan objek atau orang.
12. Terlihat diam tak banyak gerak : posisi tidak banyak bergerak (bukan
katatonik) yang disebabkan depresi
13. Skizofrenia : gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai
oleh kekacauan dalam bentuk isi pikiran contohnya delusi atau halusinasi,
dalam mood contohnya dalam afek yang tidak sesuai dalam perasaan
dirinya dan hubungannya dengan dunia luar dan dalam tingkah laku.
2
14. GAF Scale : global assessment functioning scale; penilaian fungsi secara
global.
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn. Abu, 30 tahun, petani, dibawa ke UGD RS Ernaldi Bahar karena
meresahkan keluarga dan pernah mencoba untuk bunuh diri (tentamen
suicidum).
2. Tn. Abu sering sedih dan kadang menangis tanpa sebab.
3. Riwayat perjalanan penyakit:
- Kepribadian premorbid mengarah ke schizoid dan pada umur 20 tahun
menjadi makin nyata, makin mengisolasi diri dan tak ada interaksi
sosial sama sekali
- Mulai terdapat perubahan perilaku sejak 3 tahun yang lalu, ditandai
dengan secara berangsur-angsur menarik diri dari pergaulan dan lebih
suka mengurung diri di dalam kamar sepanjang hari
- Satu tahun yang lalu ia mengeluh selalu mendengar suara seperti ada
orang yang mengobrol dan kadang mengomentari dirinya, padahal
orangnya tidak ada. Kemudian suara ini makin mengganggu dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu dan dia tak kuasa untuk
menolaknya. Dalam satu tahu terakhir kemunduran makin hebat,
kurang bisa mengurus diri dan tak dapat mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, bicaranya terbatas, kalimat yang diucapkan kacau dan
sukar mengerti
- Seminggu yang lalu suara tersebut memaksanya untuk melukai dirinya
sendiri.
4. Pada autoanamnesis, tampak pasien terlihat diam tak banyak bergerak,
kadang menangis dan sulit untuk menjawab pertanyaan. Jawaban hanya
sepatah dua kata saja, tak bergitu jelas, dan kadang menolak untuk bicara
3
sama sekali. Tanda-tanda autisme jelas terlihat dan tak ada gejala
ambivalensi pada saat pemeriksaan.
5. Informasi tambahan
- Menurut keluarga, tak ada stressor yang memicu perubahan perilaku
ini
- Terdapat riwayat perkawinan baik
- Ada riwayat skizofrenia dalam keluarga
- Taraf kecerdasan normal
- Tak ada stressor dalam 1 tahun terakhir
- GAF scale sekitar 20-11 saat pemeriksaan (saat ada upaya bunuh diri
menurun sampai 10-0)
- Pemeriksaan fisik tak ada kelainan
III. ANALISIS MASALAH
1. Apa saja yang menyebabkan tentamen suicidum?
1. Gangguan mood : Bipolar disorder, Depresi
2. Terkait penggunaan obat-obatan
3. Skizofrenia
4. Gangguan kepribadian
2. Apa yang dimaksud dengan meresahkan keluarga?
Jawab :
Maksud dari meresahkan keluarga itu adalah tindakan atau perilaku yang
tidak biasa dari pasien, misalnya mencoba bunuh diri, marah-marah tak
beralasan, memukuli atau menjahati orang lain yang mengakibatkan
keluarganya merasa cemas, resah, dan takut terhadap perubahan
perilakunya.
4
3. Apa hubungan riwayat masa lalu dengan gejala sekarang? (10,1,2,3)
Dua puluh tahun yg lalu, kepribadian premorbid mengarah ke schizoid.
Kepribadian yang skizoid ini lebih cenderung mudah mengalami stress,
akibat perilakunya yang terlalu kaku (kurang dapat mengekspresikan
emosinya sendiri)2. Dan sikap yang lebih senang menyendiri mungkin
dapat membuat orang lain tidak mengetahui beberapa keadaan tentang
dirinya.
Tiga tahun yang lalu pasien berangsur-angsur menarik diri dari pergaulan
dan lebih suka mengurung diri di dalam kamar sepanjang hari. Pasien
mengalami fase prodormal skizofrenia.
Satu tahun yang lalu pasien mengalami halusinasi auditori. Keadaan ini
masuk dalam fase aktif skizofrenia.
4. Apakah ada hubungan riwayat skizofrenia dalam keluarga dengan keadaan
Tn. Abu sekarang? (4,5,6)
Ya, ada hubungan. Sekarang Tn.Abu mengalami gangguan jiwa berat
yaitu skizofrenia, dimana salah satu etiologi skizofrenia adalah ditemukan
riwayat skizofrenia dalam keluarga.
Faktor genetik yang mempengaruhi, apabila :
- hanya satu orang tua yang mengalami skizofrenia maka
kemungkinan 7-16%,
- kedua orang tua mempunyai kemungkinan 40%,
- kembar monozigot mempunyai kemungkinan 85,8%,
- kembar dizigotik mempunyai kemungkinan 14%.
5
5. Apa interpretasi GAF Scale? (7,8)
100-91 = gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang
tak tertanggulangi.
90-81 = gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari
masalah harian yang biasa.
80-71 = gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, sekolah, dll.
70-61 = beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik.
60-51 = gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
50-41 = gejala berat (serious), disabilitas berat.
40-31 = beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan
komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.
30-21 = disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak
mampu berfungsi hamper semua bidang.
20-11 = bahaya mencederai diri/ orang lain, disabilitas sangat berat
dalam komunikasi dan mengurus diri.
10-01 = seperti di atas persisten dan lebih serius.
0 = informasi tidak adekuat.
Pada kasus, GAF scale sekitar 20-11 (pada saat pemeriksaan) dan 10-01
(pada saat upaya bunuh diri), hal ini menunjukkan pasien dalam keadaan
berat/ serius.
6. Apa diagnosis banding kasus ini? (9,10,1)
Skizoafektif tipe depresi
Skizofrenia Undifferentiated
Episode depresi berat dengan gejala psikotik
6
Skizoafektif Skizofrenia
Undifferentiated
Episode depresi
berat dengan
gejala psikotik
Gejala
psikotik
v v v
Riwayat
skizofrenia
v v x
Gangguan
afektif
v x v
Gejala psikotik : halusinasi, pikiran dan bicara dan berpikir tidak teratur
Gangguan afektif : depresi
7. Bagaimana cara mendiagnosis dan diagnosis kerja (termasuk apa saja
subtype skizofrenia) kasus ini? (2,3,4,5)
Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas) :
a. - Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umumnya mengetahuinya.
b. - Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
7
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara
jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran,
tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan
mukjizat.
c. - Halusional Auditorik ;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
prilaku pasien .
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan
kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing
atau dunia lain)
8
2. Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu
ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.
3. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal);
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
9
Perjalanan Gangguan Skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan
kode lima karakter berikut: F20.X0 Berkelanjutan, F20.X1 Episodik
dengan kemunduran progresif, F20 X2 episodik dengan kemunduran
stabil, F20.X3 Episode berulang , F20. X4 remisi tak sempurna, F20.X5
remisi sempurna, F20.X8. lainnya, F20.X9. Periode pengamatan kurang
dari satu tahun.
Pada kasus ditemukan :
1. Halusinasi auditorik
2. Gejala-gejala negatif : menarik diri, mengurung diri
3. Gejala telah berlangsung lebih dari satu bulan
4. Adanya perubahan perilaku, menetap dan bermakna.
Sehingga diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan.
Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-
sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam
beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang
sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak
memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia)
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari
keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau
depresif (F30-F33)
10
F 25.1 Skizoafektif tipe depresif
Pedoman diagnostic menurut PPDGJ
Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif
yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar di
dominasi oleh skizoafektif tipe depresif.
Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya 2 gejala khas, baik
depresif maupun kelainan prilaku terkait seperti tercantum dalam uraian
untuk episode depresif (F 32)
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik
lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20.-pedoman diagnostic (a) sampai (d).
Pada kasus ditemukan, pasien sering sedih, kadang menangis tanpa sebab
(depresi) dan gejala khas skizofrenia (halusinasi auditorik,gejala negatif)
bersamaan.
Sehingga dapat dimasukkan dalam skizofrenia subtype : skizoafektif tipe
depresi.
Diagnosis multiaksial :
Aksis1 : F25.1 Skizoafektif tipe depresi
Aksis2 : F60.1 Kepribadian premorbid menuju schizoid
Aksis3 : Tidak ada kelainan fisik
Aksis4 : Tidak ada stressor
Aksis5 : 20-11
8. Apa etiologi dan faktor risiko kasus ini?
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui.
Beberapa faktor neurobiologi yang dapat menyebabkan skizo afektif adalah :
A. Genetik
11
Penelitian tentang genetika dari skizofrenia, dilakukan pada tahun 1930
an. Dimana diketemukan bahwa kemungkinan seseorang akan menderita
skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia.
Kemungkinan seseorang menderita skizofrenia berhubungan dengan dekatnya
hubungan persaudaraan tersebut ( sebagai contohnya, sanak saudara derajat
pertama atau derajat kedua).
Prevalensi Skizofrenia pada populasi spesifik
Populasi Prevalensi(%)
Populasi umum 1,0
Bukan saudara kembar pasien skizofrenik 8,0
Anak dengan satu orang tua skizofrenik 12,0
Kembar dizigotik pasien skizofrenik 12,0
Anak dari kedua orang tua skizofrenik 40,0
Kembar monozigot pasien skizofrenik 47,0
Kembar monozigot memiliki angka yang tertinggi. Penelitian bahwa
kembar monozigot yang diadopsi menunjukan bahwa kembar yang diasuh oleh
orang tua angkat mempunyai skizofrenia dengan kemungkinan yang sama
besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya.
Temuan tersebut menyatakan bahwa pengaruh genetic melebihi pengaruh
lingkungan.
12
Pada penelitian yang sekarang dengan dilakukan observasi dengan
berbagai peralatan biologi molecular dan genetic molecular. Terdapat beberapa
hubungan yang dilaporkan pada pasien dengan skizofrenia, meliputi kromosom
3,5,6, 8,13,dan 18. Dan disamping itu juga diketemukan trinucleotide repeats
( CAG/ CTG) pada kromosm 17 dan 18.
B. Biokimia
Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiolgi dari
skizofrenia adalah hipotesa dopamine. Hipotesa ini secara sederhana menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.
Hipotesis ini disokong dari hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang
digunakan untuk mengobati skizofrenia dimana berhubungan dengan
kemampuannya menghambat dopamine ( D 2 ) reseptor.
13
Hipotesis dopaminergik tentang skizofrenia terus diperbaiki dan diperluas.
Satu bidang spekulasi adalah reseptor dopamine tipe 1 mungkin memainkan
peranan dalam gejala negatif, dan beberapa peneliti tertarik dalam menggunakan
agonis D 1 sebagai pendekatan pengobatan untuk gejala tersebut.
Walaupun hipotesis dopamine tentang skizofrenia telah merangsang
penelitian skizofrenia selama lebih dari dua dekade, namun hal ini masih
merupakan hipotesis. Hipotesis tersebut masih memiliki masalah. Pertama,
antagonis dopamine efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan
pasien yang teragitasi berat, tidak tergantung diagnosis. Dengan demikian tidak
mungkin untuk menyimpulkan bahwa terjadi hiperaktivitas dopaminergik.
Sebagai contohnya antagonis dopamine digunakan juga untuk mengobati mania
akut. Kedua, beberapa data eletrofisiologis menyatakan neuron dopaminergik
mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan
jangka panjang dengan obat anti psikotik. Data tersebut menyatakan bahwa
abnormalitas awal pada pasien ini mungkin melibatkan keadaan
hipodopaminergik.
Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa, dalam kondisi
experimental yang terkontrol, konsentrasi asam homovanilinic ( sebagai metabolit
dopamine utama) dalam plasma dapat mencerminkan konsentarasi asam
homovanilinic dalam susunan saraf pusat. Penelitian tersebut menunjukan
14
hubungan positif antara konsentrasi asam homovanilinic praterapi yang tinggi
dengan : keparahan gejala psikotik dan respon terapi terhadap obat anti psikotik.
Disamping itu perlu juga dipikirkan neurotransmitter lainnya seperti
serotonin dan asam amino GABA sebagai etiologi dari skizofrenia. Secara
spesifik antagonism pada reseptor serotonin ( 5 – hidroxy- tryptamine) tipe 2 ( 5 –
HT2) menurunkan gejala psikotik dan dalam menurunkan gangguan tersebut
berhubungan dengan antagonism D2.
Pada salah satu penelitian, aktivitas serotonin berperan dalam perilaku
bunuh diri dan impuls yang serupa juga ditemukan pada pasien skizofrenia.
Neurotransmiter lainnya yang juga berperan adalah asam amino GABA
inhibitor, dimana pada beberapa pasien skizofrenia mengalami kehilangan neuron
GABA nergik di dalam hipokampus. Kehilangan inhibitor GABA ergik secara
teoritis dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan
noradrenergic.
C. Anatomi dan patalogi
Dalam dekade yang lalu semakin banyak penelitian yang telah melibatkan
peranan patofisiologis untuk daerah tertentu di dalam otak, termasuk system
limbic, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling
berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin akan melibatkan
patalogi primer di daerah lainnya di dalam otak.
15
Penelitian menyebutkan bila terjadi disfungsi misalnya pada bagian
tertentu dari sitem limbic yang merupan tempat yang potensial akan menimbulkan
gangguan pada sebagian besar pasien dengan gangguan skizofrenia.
Pembesaran ventricular otak merupakan salah satu yang palin sering
menyebabkan gangguan pada pasien skizofrenia. Akan tetapi pembesaran pada
sulkus dan atrofi pada otak juga pernah dilaporkan. Pembesaran ventricular secara
teoritis berhubungan dengan kemiskinan fungsi premorbid, gejala negative,
kemiskinan terhadap respon pengobatan, dan gangguan kognitif.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan MRI terdapat juga kemungkinan
kerusakan pada daerah thalamus, amygdale/ hippocampus, lobus temporal, dan
basal ganglia. Pada peneliatan, menunjukan sampel otak pasien skizofrenia
postmortem diketemukan adanya penurunan ukuran daerah tersebut. Ganglia
basalis terlibat dalam pengendalian gerakan dimana pada pasien skizofrenia
mempunyai pergerakan yang aneh, bahkan tanpa adanya gangguan pergerakan
akibat medikasi. Gerakan aneh termasuk berjalan yang kaku, menyeringai wajah,
dan gerkan streotipik. Sehingga ganglia basalis dilibatkan dalam patofisiologi
skizofrenia.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa ukuran regio temporal yang
berkurang pada skizofrenia dan gangguan pada gyrus temporalis superior atau
planum temporal berhubungan dengan timbulnya halusinasi.
D. Perkembangan saraf
Saat trisemester kedua pada kehamilan, neuron otak janin harus saling
berhubungan dengan neuron lainnya sehingga menghasilkan suatu kesatuan dalam
otak. Gangguan proses perkembangan yang dapat dihubungkan pada gangguan
skizofrenia adalah kegagalan sel dalam melakukan pematangan, pemindahan
hingga terjadinya apoptosis. Kegagalan dari sel untuk berpindah pada posisi yang
benar akan menyebabkan terjadinya daerah abu abu yang ektopik pada otak dan
kekacauan neuron pada daerah spesifik di hipokampus. Hal tersebut akan
menimbulkan gejala pada pasien skizofrenia.
Disamping itu juga ditemukan adanya hubungan gangguan perkembangan
dengan cedera otak yang terjadi pada awal kehidupan, dimana pada pasien dengan
16
skizofenia memiliki lebih banyak sejarah cedera otak dan komplikasi perinatal
dibandingkan dengan pasien yang tidak skizofrenia.
E. Elektrofisiologi
Penelitian elektroensefalografi ( EEG) pada pasien skizofrenia
menunjukan sejumlah besar pasien mempunyai rekaman yang abnormal, yang
disertai dengan peningkatan kepekaan terhadap prosedur aktivasi akan terlihat,
penurunan aktivitas alfa, peningkatan aktivitas teta dan delta, dengan
kemungkinan aktivitas epileptiformis yang lebih dari biasanya.
F. Neuroimunolgi
Sejumlah kelaianan imunologis dihubungkan dengan pasien skizofenia
dimana
didapatkan adanya penurunan produksi interleukin – 2 sel T, penurunan jumlah
dan responsifitas limfosit perifer, kelainan pada reaktivitas seluler dan humoral
terhadap neuron, dan adanya antibody yang diarahkan ke otak. Penelitian yang
dilakukan secara cermat yang mencari bukti – bukti infeksi virus neurotoksik pada
skizofrenia telah menghasilkan hal yang negative, walaupun data epidemiologi
menunjukan tingginya insidensi skizofrenia.
G. Komplikasi kelahiran
Penelitian terakhir menyatakan bahwa skizofrenia juga dapat disebabkan
dari ketidaknormalan perkembangan otak. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa paparan yang terjadi pada wanita hamil, seperti komplikasi pada kelahiran
dapat menyebabkan meningkatnya resiko menderita skizofrenia, hipoksia
perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
H. Malnutrisi
Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama yang bila terjadi pada
trimester pertama kehamilan, dapat menyebabkan gangguan perkembangan
17
struktur sistem saraf pusat. Yang mana pada akhirnya hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya skizofrenia.
Menurut Dr. Jack McClellan seorang professor psikiatri dari University of
Washington, asam folat mempunyai peranan besar dalam proses transkripsi gen
dan regulasi, serta replikasi DNA. Kekurangan zat ini pada janin akan
menyebabkan mutasi ini dapat menyebabkan ketidaknormalan fungsi otak yang
dapat berkembang menjadi skizofrenia.
I. Infeksi
Infeksi virus yang terjadi selama kehamilan, dapat mengganggu
perkembangan otak janin, yang berakibat timbulnya skizofrenia di kemudian hari.
Perubahan anatomi pada susunan saraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang-orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa
terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan
seseorang menjadi skizofrenia.
Virus influenza, measles, polio, herpes simplex tipe 2, difteria dan
pneumonia yang terjadi pada janin merupakan faktor resiko yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya skizofrenia, walaupun belum dapat dipastikan apakah
penyakit ini langsung mengenai otak janin atau ketidaknormalan perkembangan
merupakan akibat sekunder dari respon imun maternal.
9. Bagaimana epidemiologi kasus ini?
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang
dari 1 persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Tetapi
angka tersebut adalah angka pekiraan, karena berbagai penelitian terhadap
gangguan skizoafektif telah menggunakan kriteria diagnostic yang
bervariasi. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-
laki dibandingkan wanita, khususnya wanita yang menikah. Usia onset
untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki. Laki-laki
dengan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisocial dan
memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata. (Kaplan, 2003)
18
Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 sampai 1 % dan
biasanya timbul pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada juga
yang baru berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia.
10. Bagaimana patofisiologi kasus ini?
Dopamin adalah neurotransmitter yang terbuat dari asam amino tirosin.
Dopamin dibentuk di otak, di ventral tegmental area dan substansia nigra.
Neuron tertentu mengandung dopamine dan mempunyai reseptornya. Di
otak terdapat 3 sistem primer yang melibatkan dopamin, antara lain sistem
nigrostriatal, sistem mesolimbik, sistem mesokortikal. Sistem mesolimbik
dan mesokortikal mempunyai nucleus di ventral tegmental area, sedangkan
sistem nigrostriatal mempunyai nucleus di substansia nigra.
19
Menurut hipotesis dopamine, gejala positif disebabkan oleh peningkatan
dopamine di sistem mesolimbik. Gejala negatif,kognitif, dan afektif
disebabkan oleh penurunan dopamine di sistem mesokortikal.
20
Transmisi dopamin diregulasi oleh sirkuit komplek di otak yang
melibatkan neurotransmitter lain seperti c-aminobutyrate (GABA) and
glutamat. Neuron dopamin di Ventral Tegmental Area(VTA) dikontrol
oleh sistem eksitasi,glutamatergic cells project-ing dari kortek, dan sistem
penghenti, dimediasi oleh GABAergic cells. Jika koordinasi sistem
eksitasi dan sistem penghenti terganggu, seperti adanya abnormalitas pada
glutamatergic pyramidal cells atau hipofungsi reseptor NMDA(N-methyl-
D-aspartate), pengeluaran dopamin mesolimbik tidak dapat kendalikan.
Jika kedua sistem(eksistasi dan penghenti) bermasalah, sistem penghenti
diperkirakan mempunyai peranan yang paling besar dalam regulasi
dopamin mesolimbik.
Pada orang normal, kedua sistem ini saling membatalkan satu sama lain.
Pada pasien skizofrenia, keadaan yang dapat menimbulkan pelepasan
dopamin yang berlebih seperti stress atau konsumsi ampetamin, disini
sistem penghenti kurang mampu menurunkan dopamin. Pada saat yang
bersamaan, stimulasi mesocortical dopaminergic projection tidak adekuat,
sehingga kadar dopamin yang rendah pada mesokortikal.
21
11. Apa manifestasi klinik kasus ini? (6,7,8)
Gejala positif :
a. Delusi : pikran yang salah
b. Halusinasi : melihat, mendengar merasa mencium merasa sesuatu yg
sebenarnya tidak ada. Paling banyak mendengar suara2 yg
memerintahkan atau mengomentari apa yang dia lakukan.
Gejala negatif :
a. Gangguan emosi
b. Perubahan perilaku, apatis yang extreme
c. Hilang motivasi/ inisiatif
d. Tidak ada kontak sosial
e. Emotional unresponsiveness
Gejala disorganisasi :
a. Gangguan pikiran dan berbicara
b. Berbicara dari satu topik ke topik lain
c. Punya kata2 atau suara2 tersendiri yang hanya dimengerti oleh dirinya
sendiri
d. Dapat pula ditemukan perubahan fungsi kognitif dan mood afektif
Gejala depresi :
a. Kehilangan minat dan kegembiraan
b. Berkurangnya energiyang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktifitas
c. Konsentrasi dan perhatian berkurang
d. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
e. Gagasan rasa bersalah dan tidak beguna
f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
g. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
22
h. Tidur terganggu
i. Nafsu makan berkurang
12. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
1. Hospitalisasi
Hospitalisasi ditujukan untuk tujuan diagnosis, stabilisasi pengobatan,
untuk keselamatan pasien yang mencoba bunuh diri, pasien yang tidak
dapat mengurus dirinya sendiri.
2. Farmakoterapi :
Farmakoterapi diberikan pada fase akut maupun fase residual.
Pada fase akut, farmakoterapi bertujuan untuk mengurangi gejala
psikotik. Sedangkan pada fase residual,farmakoterapi bertujuan untuk
mencegah munculnya gejala psikotik.
Pada kasus ini, diberikan dahulu obat antipsikotik tipikal. Jika tidak
terdapat perbaikan gejala, dapat diberikan obat antipsikotik atipikal.
Obat antipsikotik tipikal
23
No. Golongan Obat Dosis anjuran
1 Fenotiazin Chlorpromazin 150-600 mg/hari
Thioridazin 150-600 mg/hari
Trifluoperazin 10-15 mg/hari
Perfenazin 12-24 mg/hari
Flufenazin 10-15 mg/hari
2 Butirofenon Halloperidol 5-15 mg/hari
Droperidol 7,5-15 mg/hari
3 Difenilbutilpiperidin Pimozide 1-4 mg/hari
Obat lain :
- Lithium, dapat menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada
50% pasien skizofrenia
- Anticonvulsant, (carbamazepine dan valproate) efektif untuk
menurunkan episode kekerasan pada pasien skizofrenia
- Benzodiazepine
Terapi biologik: ECT (pilihan terakhir) jika tidak ada progresifitas
semua obat yang diberikan.
3. Psikoterapi :
Psikoterapi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sosial, self-
sufficiency, kemampuan praktik, komunikasi interpersonal.
Beberapa metode yang digunakan antara lain :
- Latihan kemampuan social meningkatkan kemampuan sosial
- Terapi personal meningkatkan kemampuan penyesuain diri dan
social.
- Terapi perilaku kognitif meningkatkan kemampuan interpersonal
- Vocational therapy membantu pasien memperoleh kembali
kemampuan yang lama atau mengembangkan yang baru.
- Terapi psikoanalisa
24
- Terapi humanistik
Selain psikoterapi pada pasien, perlu dilakukan edukasi terhadap keluarga
pasien. Edukasi yang perlu disampaikan kepada keluarga pasien antara
lain :
1. Gejala penyakit jiwa (perilaku aneh dan agitasi)
2. Antisipasi kekambuhan
3. Penanganan psikosis akut
4. Pengobatan yang akan mengurangi gejala dan mencegah
kekambuhan
5. Perlunya dukungan keluarga terhadap pengobatan dan rehabililtasi
pasien
6. Perlunya organisasi kemasyarakatan sebagai dukungan yang berarti
bagi pasien dan keluarga
Konseling pasien dan keluarga
Beberapa topik yang dapat menjadi fokus konseling adalah :
1. Pengobatan dan dukungan keluarga terhadap pasien
2. Membantu pasien untuk berfungsi pada taraf yang optimal dalam
pekerjaan dan kegiatan sehari-hari
3. Kurangi stress dan kontak dengan stres
13. Apa prognosis kasus ini?
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Usia tua Usia muda
Ada faktor presipitasi yang jelas Tidak ada faktor presipitasi
Acute onset Insidious onset
Riwayat sosial, seksual, dan
pekerjaan premorbid baik
Riwayat sosial, seksual, dan
pekerjaan premorbid buruk
25
Gejala gangguan mood (terutama
gangguan depresif)
Perilaku autistic, menarik diri
Menikah Lajang, cerai, atau menjanda/duda
Riwayat keluarga dengan gangguan
mood
Riwayat keluarga dengan
skizofrenia
Sistem pendukung baik Sistem pendukung buruk
Gejala positif Gejala negative
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tanpa remisi dalam 3 tahun
Berulang kali relaps
Riwayat melakukan tindakan
penyerangan
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
14. Apa KDU kasus ini?
3B: Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat
memutuskan dan member terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis
yang relevan (kasus gawat darurat).
IV. Hipotesis
Tn. Abu, 30 tahun, petani, meresahkan keluarga dan pernah mencoba untuk bunuh
diri e.c. skizoafektif tipe depresi
26
Tn.Abu,30 tahun kepribadian premorbid skizoid
-Riwayat keluarga skizofrenia-Kemungkinan : - Faktor lingkungan- Biologis- Neuroanatomi
Gangguan neurotransmitter
Gejala negatifGejala positif Gejala depresi
Skizoafektif tipe depresi
V. Kerangka Konsep
VI. Sintesis
A. Psikotik
A. Definisi
Psikosis adalah hilangnya kontak dengan realitas yang biasanya
meliputi:
- Keyakinan yang salah tentang apa yang terjadi (delusi)
27
- Melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada (halusinasi)
B. Penyebab, kejadian, dan faktor risiko
Sejumlah masalah medis dapat menyebabkan psikosis, termasuk:
1. Alkohol dan obat-obatan terlarang tertentu, baik selama
penggunaan dan selama withdrawal
2. Penyakit otak, seperti penyakit Parkinson, penyakit Huntington,
dan kelainan kromosom tertentu
3. Tumor otak atau kista
4. Demensia (termasuk penyakit Alzheimer)
5. HIV dan infeksi lain yang mempengaruhi otak
6. Beberapa obat resep, seperti steroid dan stimulan
7. Beberapa jenis epilepsi
8. Stroke
C. Psikosis (gejala psikotik) juga dapat ditemukan di:
- Kebanyakan orang dengan skizofrenia
- Beberapa orang dengan gangguan bipolar (manic-depressive)
atau
depresi berat
- Beberapa gangguan kepribadian
D. Gejala
Gejala psikotik termasuk:
28
- Berpikir dan berbicara kacau
- Salah kepercayaan yang tidak didasarkan pada kenyataannya
(delusi), terutama ketakutan atau kecurigaan tak berdasar.
- Mendengar, melihat, atau merasa hal-hal yang tidak ada
(halusinasi).
- Pikiran yang "melompat" antara topik yang tidak berhubungan
(gangguan berpikir)
B. Skizofrenia
Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan
pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang
jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua
kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa
delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelissah dan perilaku aneh
atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau
mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak
emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh,
sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif
Epidemiologi
29
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat
dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup
secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai
hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir
atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada
usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih
lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada
laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban
dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003).
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan
zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami
ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri
dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien
skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang
melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008).
Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh
dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki
dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa
ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan
perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan
onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-
laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya
menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami
skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki
(Durand, 2007
Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain :
30
Faktor Genetik
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu
telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara
kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita
skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%;
bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur
(monozigot) 61 – 86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang
disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat
mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat
yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa
ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami
gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk
mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah
anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).
Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak
yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan
neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan
bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang
berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas
yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa
aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia.
Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).
31
Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang
semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya
hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik
dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005).
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam
keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah
schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan
tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang
diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand &
Barlow, 2007).
Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005),
keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam
pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak
untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada
kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau
tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.
Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap
individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan,
meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal,
fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003; Buchanan, 2005).
Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit
skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif.
Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau
32
permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala
prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan.
Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas,
gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif
terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita
mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan
otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003).
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata
secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan
perilaku.Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan
pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada.
Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala
klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak
terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal)
dan perilaku aneh (Buchanan, 2005).
Tipe-tipe Skizofrenia
Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric
Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric
Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric
Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR
2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu
(Davison, 2006) :
1. Tipe Paranoid
33
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau
halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif
yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau
waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain
(misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin
juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak
dan suka berargumentasi, dan agresif.
2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan
kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate.
Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak
erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat
membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup
sehari-hari.
3. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor
yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility).
Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali
tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak
terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti
tingkah laku orang lain (echopraxia).
4. Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang
menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut
semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet,
kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena
berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah,
34
adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi,
dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan.
5. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari
skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa,
seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide
tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu
dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil,
inaktivitas, dan afek datar.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan
terapi psikososial.
Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu
terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan
pembedahan bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis
dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah
chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua
obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil),
dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama.
Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi
tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat
tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup
tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring
stimulus yang tidak relevan (Durand, 2007).
35
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock
pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an,
electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk
skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan
keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini digunakan di
berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk
skizofrenia.
Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT
semakin memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak
menguntungkan bagi bagian besar penderita skizofrenia meskipun
penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur
ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman
yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi
setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan
ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran
dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot
yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik
(Durand, 2007).
Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak
Moniz (1935, dalam Davison, et al., 1994) memperkenalkan prefrontal
lobotomy, yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang “stone of
madness” atau disebut dengan batu gila yang dianggap menjadi penyebab
perilaku yang terganggu. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam
proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang
berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan
karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak
tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.
Terapi Psikososial
36
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan
situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan
psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan
adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi
terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini.
Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga (Durand, 2007).
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik.
Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan
terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya.
Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan
perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang
mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya
pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.
Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi
kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari
rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha
untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan
penyakit penderita kambuh kembali.
Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk
mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang
negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap
persoalan secara bersama-sama.
Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-
cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang
dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata
campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan,
37
atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita,
dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.
Terapi Psikoanalisa.
Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep
Freud. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan konflik
yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakannya
untuk mengendalikan kecemasannya . Hal yang paling penting pada terapi
ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang direpress oleh penderita.
Metode terapi ini dilakukan pada saat penderita schizophrenia
sedang tidak
"kambuh". Macam terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan, adalah
Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk
membebaskan pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada
dalam pikirannya tanpa penyuntingan atau penyensoran (Akinson, 1991).
Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam
kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika
penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks, maka pasien
harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal.
Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam
pikiran dan perasaan yang ada di benaknya dan penderita mengalami
blocking, maka hal itu merupakan manifestasi dari keadaan over-repressi.
Hal yang direpressi biasanya berupa dorongan vital seperti sexual dan
agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang
selalu diwakili oleh father dan mother figure. Repressi anger dan hostile
merupakan salah satu bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking
pada individu. Akibat dari blocking tersebut, maka integrasi kepribadian
menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat besar.
38
Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi
bebas, maka penderita akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat
menimbulkan insight pada penderita. Analisa pada waktu terjadi blocking
bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya lebih
proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan
ketegangan dan penderita lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya.
Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita diberi
kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala traumatic events dan
keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut dengan moment
chatarsis. Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneg-
uneg yang ia rasakan , sehingga terjadi redusir terhadap pelibatan emosi
dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya.
Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference,
yaitu suatu keadaan dimana pasien menempatkan therapist sebagai figur
substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan masalah bagi
penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu
(1) transference positif, yaitu apabila therapist menggantikan figur yang
disukai oleh penderita,
(2) transference negatif, yaitu therapist menggantikan figur yang dibenci
oleh penderita (Fakultas Psikologi UNPAD, 1992).
Terapi Perilaku (Behavioristik)
Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian
klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para
terpist mencoba menentukan stimulus yang mengawali respon malasuai
dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan perilaku
itu (Ullaman dan Krasner, 1969; Lazarus, 1971 dalam Atkinson, 1991).
Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh
variabel kognitif pada perilaku (misalnya, pemikiran individu tentang
situasi menimbulkan kecemasan tentang akibat dari tindakan tertentu) dan
39
telah mencakupkan upaya untuk mengubah variabel semacam itu dengan
prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut (Bandura, 1982;
Meinchenbaum dan Jaremko, 1982 dalam Atkinson, 1991).
Pada kongres psikiatri di Malaysia beberapa bulan lalu tahun 2000
ini, cognitif -behavior therapy untuk pasien schizophrenia ditampilkan
pakar psikiatri dari Amerika maupun dari Malaysia sendiri. Ternyata,
terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk kasus-kasus baru, dengan
menggunakan cognitif - behavior therapy tersebut. Rupanya ada
gelombang besar optimisme akan kesembuhan schizophrenia di dunia
dengan terapi yang lebih komprehensif ini.
Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung
membentuk dan mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang
lebih sesuai, sebagai persiapan penderita untuk kembali berperan dalam
masyarakat. Paul dan Lentz (Rathus, et al., 1991; Davison, et al., 1994)
menggunakan dua bentuk program psikososial untuk meningkatkan fungsi
kemandirian.
a. Social Learning Program.
Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk
mempelajari perilaku-perilaku yang sesuai. Program ini menggunakan
token economy, yakni suatu cara untuk menguatkan perilaku dengan
memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil melakukan suatu
perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward),
seperti makanan atau hak-hak tertentu.
Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic
community. Dalam program ini, penderita dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas
tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan
40
saling membantu dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan
masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini berusaha
memasukkan penderita schizophrenia dalam proses perkembangan untuk
mempersiapkan mereka dalam peran sosial yang bertanggung jawab
dengan melibatkan seluruh penderitan dan staf pembimbing.
Dalam penelitian, social learning program mempunyai hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan perawatan dalam rumah sakit jiwa dan
millieu program. Persoalan yang muncul dalam terapi ini adalah
identifikasi tentang unsur-unsur mana yang efektif. Tidak jelas apakah
penguatan dengan tanda (token) ataukan faktor-faktor lain yang
menyebabkan perubahan perilaku; dan apakah program penguatan dengan
tanda
tersebut membantu perubahan perilaku hanya selama tanda diberikan atau
hanya dalam lingkungan perawatan.
b. Social Skills Training.
Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian
sosial, seperti kemampuan percakapan, yang dapat membantu dalam
beradaptasi dengan masyarakat (Rathus, et al., 1991; Davisoan, et al.,
1994; Sue, et al., 1986). Social Skills Training menggunakan latihan
bermainsandiwara.
Para penderita diberi tugas untuk bermain peran dalam situasi-
situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang
sebenarnya. Bentuk terapi seperti ini sering digunakan dalam panti-panti
rehabilitasin psikososial untuk membantu penderita agar bisa kembali
berperan dalam masyarakat. Mereka dibantu dan didukung untuk
melaksanakan tugas-tugas harian seperti memasak, berbelanja, ataupun
utnuk berkomunikasi, bersahabat, dan sebagainya. Meskipun terapi ini
cukup berhasil, namun tetap ada persoalan bagaimana mempertahankan
perilaku bila suatu program telah selesai, dan bagaimana dengan situasi-
situasi yang tidak diajarkan secara langsung.
41
Terapi Humanistik
a. Terapi Kelompok.
Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang
berusaha menghindari relasinya dengan orang lain, mengisolasi diri,
sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya
tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus
tersebut, terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses
penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia.
Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik.
Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan
terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya.
Di antara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback tentang
pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Klien dihadapkan pada
setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini
dapat memperkaya pengalaman mereka dalam kemampuan
berkomunikasi. Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan. Melalui
terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan
tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan
menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis.
b. Terapi Keluarga.
Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok.
Kelompoknya terdiri atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang
bertemu dengan satu atau dua terapist.
Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit
jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam
keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali
diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk
mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang
42
negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap
persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang
keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga juga
diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih
penderita dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan
pengungkapan emosi anggota keluarga diatur dan disusun sedemikian rupa
serta dievaluasi.
Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et
al.,1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangan
membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya
mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-
terapi secara individual.
C. Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh
ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
a. Gangguan Afektif tipe Depresif --- Gangguan ini terjadi relatif cepat
dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh
kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang sangat
dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama mengalami
penderitaan.Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan,
pada umur 40 – 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia
(lansia). Pada usia pertengahan tersebut prosentase wanita lebih banyak
dari laki-laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang.
Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti
fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi,
walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis
43
sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada
salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu
kesehatannya.
Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah: sedih, sukar tidur, sulit
berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-
kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa
terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe
neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat
untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu
sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu
dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang,
tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada
rasa takut, dsb.
b. Gangguan Afektif tipe Manik --- Gangguan ini sering timbul secara
bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi
sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik
Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira
yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat
sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak
sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih
jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang
silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira,
pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih,
murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.
c. Neurosis --- Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok
lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut
usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya
merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan
separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa
44
memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia)
berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap
lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala
utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang
baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis
tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai
contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2
kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi
berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi.
Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:
Neurosis cemas dan panic
Neurosis obsesif kompulsif
Neurosis fobik
Neurosis histerik (konversi)
Gangguan somatoform
Faktor resiko penyakit ini termasuk:
1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik,
penarikan diri, dan/atau impulsivitas.
3. Stress lingkungan
4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai
prediktif yang sangat kecil.
5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian
adalah karena dideritanya gangguan ini
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi
penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok
heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik,
sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai
45
kerentanan genetic herediter. Kemungkinan menderita gangguan ini
meningkat dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan beratnya
penyakit, probandnya. Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan
penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak
penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola
yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical
Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus
frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status
hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis
ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan
patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.
Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-
orang bukan penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau
akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun
khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya
menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis
diambil berdasarkan sebagian pada:
1. Tanda dan gejala yang ada
2. Riwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti
keracunan dan putus obat akut.
Gejala - Gejala
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain
ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang
tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit
melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau
berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu
memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan
perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa
46
menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan
tak disiplin.
Secara umum, gejala-gejala yang muncul pada penderita
skizofrenia adalah sebagai berikut:
muncul delusi dan halusinasi. Delusi adalah keyakinan/pemikiran
yang salah dan tidak sesuai kenyataan, namun tetap dipertahankan
sekalipun dihadapkan pada cukup banyak bukti mengenai
pemikirannya yang salah tersebut. Delusi yang biasanya muncul
adalah bahwa penderita skizofrenia meyakini dirinya adalah
Tuhan, dewa, nabi, atau orang besar dan penting. Sementara
halusinasi adalah persepsi panca indera yang tidak sesuai dengan
kenyataan. Misalnya penderita tampak berbicara sendiri tetapi ia
mempersepsikan ada orang lain yang sedang ia ajak berbicara.
kehilangan energi dan minat untuk menjalani aktivitas sehari-
hari, bersenang-senang, maupun aktivitas seksual, berbicara hanya
sedikit, gagal menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain,
tidak mampu memikirkan konsekuensi dari tindakannya,
menampilkan ekspresi emosi yang datar, atau bahkan ekspresi
emosi yang tidak sesuai konteks (misalkan tiba-tiba tertawa atau
marah-marah tanpa sebab yang jelas).
menampilkan perilaku tidak terorganisir, misalnya
menampilkan pose tubuh yang aneh, pembicaraan yang tidak
tertata dengan baik (bicara melompat-lompat dari satu topik ke
topik yang lain atau 'tidak nyambung').
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua
kelas:
1. Gejala-gejala Positif. Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran
(kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi
jelas yang dapat diamati oleh orang lain.
47
2. Gejala-gejala Negatif. Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif
karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang.
Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/ mengekspresikan
emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas,
tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya
kemampuan bicara (alogia).
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau
penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini
sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme,
sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post
Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau
skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-
hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang
merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian
paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai
musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu
bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada
gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan
ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh
pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak
terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet
atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan
inkoheren.
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti
berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk
munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor
genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia
jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi.
48
Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau
amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun
keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu
mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa
menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan
penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang
dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.
VII. Daftar Pustaka
1. Arif, I.S. 2006. Skizofrenia; Memahami Dinamika Keluarga
Pasien. Bandung : Refika Aditama.
2. Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.
3. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA.2003. Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatri. 9th ed. Philadelpia: Lippincott William &
Wilkins.
4. Stahl SM. CNS Spectr. 2007;12(4):265-268
5. Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi
29. Jakarta: EGC.
6. Bertolote JM, Fleischmann A, De Leo D, Wasserman D (2004).
"Psychiatric diagnoses and suicide: revisiting the evidence".
Crisis25 (4): 147–55
7. “Psychosis”. PudMed Health.7 Maret 2012. Web. 8 Januari 2013.
< http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002520/>
49
50