skizoafektif

76
SKENARIO B Tn.Abu,30 tahun,petani,dibawa ke UGD RS Ernaldi Bahar karena meresahkan keluarga dan pernah mencoba untuk bunuh diri (tentamen suicidum) .Tn Abu sering sedih,kadang menangis tanpa sebab.keluarganya menyatakan bahwa mulai terdapat perubahan perilaku sejak 3 tahun yang lalu,ditandai dengan secara berangsur-angsur menarik diri dari pergaulan dan lebih suka mengurung diri di dalam kamar sepanjang hari. Satu tahun yang lalu ia mengeluh selalu mendengar suara seperti ada orang yang mengobrol dan kadang mengomentari dirinya,padahal orangnya tidak ada. Kemudian suara ini makin mengganggu dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu dan dia tak kuasa untuk menolaknya.Seminggu yang lalu suara tersebut memaksanya untuk melukai dirinya sendiri. Kepribadian permorbid mengarah ke schizoid dan pada umur 20 tahun menjadi makin nyata,makin mengisolasi diri dan tak ada interaksi social sama sekali.Dalam 1 tahun terakhir kemunduran makin hebat,kurang bisa mengurus diri dan tak dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari,bicaranya terbatas,kalimat yang diucapkan kacau dan sukar dimengerti. 1

description

jiwa

Transcript of skizoafektif

Page 1: skizoafektif

SKENARIO B

Tn.Abu,30 tahun,petani,dibawa ke UGD RS Ernaldi Bahar karena meresahkan

keluarga dan pernah mencoba untuk bunuh diri (tentamen suicidum) .Tn Abu

sering sedih,kadang menangis tanpa sebab.keluarganya menyatakan bahwa mulai

terdapat perubahan perilaku sejak 3 tahun yang lalu,ditandai dengan secara

berangsur-angsur menarik diri dari pergaulan dan lebih suka mengurung diri di

dalam kamar sepanjang hari.

Satu tahun yang lalu ia mengeluh selalu mendengar suara seperti ada orang

yang mengobrol dan kadang mengomentari dirinya,padahal orangnya tidak ada.

Kemudian suara ini makin mengganggu dan memerintahkan untuk melakukan

sesuatu dan dia tak kuasa untuk menolaknya.Seminggu yang lalu suara tersebut

memaksanya untuk melukai dirinya sendiri.

Kepribadian permorbid mengarah ke schizoid dan pada umur 20 tahun

menjadi makin nyata,makin mengisolasi diri dan tak ada interaksi social sama

sekali.Dalam 1 tahun terakhir kemunduran makin hebat,kurang bisa mengurus diri

dan tak dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari,bicaranya terbatas,kalimat yang

diucapkan kacau dan sukar dimengerti.

Menurut keluarga tak ada stressor yang memicu perubahan perilaku

ini.Pada autonamnesis tampak pasien terlihat diam tak banyak gerak,kadang

menangis dan sulit untuk menjawab pertanyaan.Jawaban hanya sepatah dua kata

saja,tak begitu jelas,dan kadang menolak untuk bicara sama sekali.Tanda-tanda

autism jelas terlihat dan tak ada gejala ambivalensi pada saat pemeriksaan.

Informasi tambahan

Terdapat riwayat perkawinan yang baik,ada riwayat skizofrenia dalam keluarga

dan taraf kecerdasan normal,tak ada stressor dalam 1 Tahun terakhir.

GAF scale sekitar 20-11 saat pemeriksaan (saat ada upaya bunuh diri menurun

sampai 10-01).Pemeriksaan fisik tak ada kelainan.

1

Page 2: skizoafektif

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Tentamen suicidum : suatu tindakan untuk mengakhiri hidup sendiri

2. Menangis tanpa sebab : menangis secara tiba-tiba tanpa ada penyebab

yang jelas

3. Selalu mendengar suara seperti ada orang yang mengobrol dan kadang

mengomentari dirinya, padahal orangnya tidak ada : suara halusinasi yang

berkomentar secara terus-menerus; halusinasi auditory

4. Kepribadian premorbid : suatu kepribadian ciri khas yang ditandai sikap

pemalu dan senang menyendiri

5. Schizoid : sifat yang menyerupai skizofrenia yang mengindikasikan

predisposisi untuk menjadi skizofrenia

6. Mengisolasi diri : menarik diri dari pergaulan

7. Interaksi sosial : suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang

berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di

dalam masyarakat

8. Kalimat kacau dan sukar dimengerti : pengucapan kata jelas tetapi susunan

kata dalam kalimat tidak sistematis dan tidak bisa dimengerti (terbalik-

balik)

9. Stressor : pemicu terjadinya stress

10. Autisme : gangguan perkembangan pervasive yang ditandai oleh kelainan

fungsi dalam bidang interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang

terbatas dan berulang.

11. Gejala ambivalensi : eksistensi simultan dari sikap emosional yang

bertentangan dengan bertujuan objek atau orang.

12. Terlihat diam tak banyak gerak : posisi tidak banyak bergerak (bukan

katatonik) yang disebabkan depresi

13. Skizofrenia : gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai

oleh kekacauan dalam bentuk isi pikiran contohnya delusi atau halusinasi,

dalam mood contohnya dalam afek yang tidak sesuai dalam perasaan

dirinya dan hubungannya dengan dunia luar dan dalam tingkah laku.

2

Page 3: skizoafektif

14. GAF Scale : global assessment functioning scale; penilaian fungsi secara

global.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Tn. Abu, 30 tahun, petani, dibawa ke UGD RS Ernaldi Bahar karena

meresahkan keluarga dan pernah mencoba untuk bunuh diri (tentamen

suicidum).

2. Tn. Abu sering sedih dan kadang menangis tanpa sebab.

3. Riwayat perjalanan penyakit:

- Kepribadian premorbid mengarah ke schizoid dan pada umur 20 tahun

menjadi makin nyata, makin mengisolasi diri dan tak ada interaksi

sosial sama sekali

- Mulai terdapat perubahan perilaku sejak 3 tahun yang lalu, ditandai

dengan secara berangsur-angsur menarik diri dari pergaulan dan lebih

suka mengurung diri di dalam kamar sepanjang hari

- Satu tahun yang lalu ia mengeluh selalu mendengar suara seperti ada

orang yang mengobrol dan kadang mengomentari dirinya, padahal

orangnya tidak ada. Kemudian suara ini makin mengganggu dan

memerintahkan untuk melakukan sesuatu dan dia tak kuasa untuk

menolaknya. Dalam satu tahu terakhir kemunduran makin hebat,

kurang bisa mengurus diri dan tak dapat mengerjakan pekerjaan

sehari-hari, bicaranya terbatas, kalimat yang diucapkan kacau dan

sukar mengerti

- Seminggu yang lalu suara tersebut memaksanya untuk melukai dirinya

sendiri.

4. Pada autoanamnesis, tampak pasien terlihat diam tak banyak bergerak,

kadang menangis dan sulit untuk menjawab pertanyaan. Jawaban hanya

sepatah dua kata saja, tak bergitu jelas, dan kadang menolak untuk bicara

3

Page 4: skizoafektif

sama sekali. Tanda-tanda autisme jelas terlihat dan tak ada gejala

ambivalensi pada saat pemeriksaan.

5. Informasi tambahan

- Menurut keluarga, tak ada stressor yang memicu perubahan perilaku

ini

- Terdapat riwayat perkawinan baik

- Ada riwayat skizofrenia dalam keluarga

- Taraf kecerdasan normal

- Tak ada stressor dalam 1 tahun terakhir

- GAF scale sekitar 20-11 saat pemeriksaan (saat ada upaya bunuh diri

menurun sampai 10-0)

- Pemeriksaan fisik tak ada kelainan

III. ANALISIS MASALAH

1. Apa saja yang menyebabkan tentamen suicidum?

1. Gangguan mood : Bipolar disorder, Depresi

2. Terkait penggunaan obat-obatan

3. Skizofrenia

4. Gangguan kepribadian

2. Apa yang dimaksud dengan meresahkan keluarga?

Jawab :

Maksud dari meresahkan keluarga itu adalah tindakan atau perilaku yang

tidak biasa dari pasien, misalnya mencoba bunuh diri, marah-marah tak

beralasan, memukuli atau menjahati orang lain yang mengakibatkan

keluarganya merasa cemas, resah, dan takut terhadap perubahan

perilakunya.

4

Page 5: skizoafektif

3. Apa hubungan riwayat masa lalu dengan gejala sekarang? (10,1,2,3)

Dua puluh tahun yg lalu, kepribadian premorbid mengarah ke schizoid.

Kepribadian yang skizoid ini lebih cenderung mudah mengalami stress,

akibat perilakunya yang terlalu kaku (kurang dapat mengekspresikan

emosinya sendiri)2. Dan sikap yang lebih senang menyendiri mungkin

dapat membuat orang lain tidak mengetahui beberapa keadaan tentang

dirinya.

Tiga tahun yang lalu pasien berangsur-angsur menarik diri dari pergaulan

dan lebih suka mengurung diri di dalam kamar sepanjang hari. Pasien

mengalami fase prodormal skizofrenia.

Satu tahun yang lalu pasien mengalami halusinasi auditori. Keadaan ini

masuk dalam fase aktif skizofrenia.

4. Apakah ada hubungan riwayat skizofrenia dalam keluarga dengan keadaan

Tn. Abu sekarang? (4,5,6)

Ya, ada hubungan. Sekarang Tn.Abu mengalami gangguan jiwa berat

yaitu skizofrenia, dimana salah satu etiologi skizofrenia adalah ditemukan

riwayat skizofrenia dalam keluarga.

Faktor genetik yang mempengaruhi, apabila :

- hanya satu orang tua yang mengalami skizofrenia maka

kemungkinan 7-16%,

- kedua orang tua mempunyai kemungkinan 40%,

- kembar monozigot mempunyai kemungkinan 85,8%,

- kembar dizigotik mempunyai kemungkinan 14%.

5

Page 6: skizoafektif

5. Apa interpretasi GAF Scale? (7,8)

100-91 = gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang

tak tertanggulangi.

90-81 = gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari

masalah harian yang biasa.

80-71 = gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam

sosial, pekerjaan, sekolah, dll.

70-61 = beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam

fungsi, secara umum masih baik.

60-51 = gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

50-41 = gejala berat (serious), disabilitas berat.

40-31 = beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan

komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.

30-21 = disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak

mampu berfungsi hamper semua bidang.

20-11 = bahaya mencederai diri/ orang lain, disabilitas sangat berat

dalam komunikasi dan mengurus diri.

10-01 = seperti di atas persisten dan lebih serius.

0 = informasi tidak adekuat.

Pada kasus, GAF scale sekitar 20-11 (pada saat pemeriksaan) dan 10-01

(pada saat upaya bunuh diri), hal ini menunjukkan pasien dalam keadaan

berat/ serius.

6. Apa diagnosis banding kasus ini? (9,10,1)

Skizoafektif tipe depresi

Skizofrenia Undifferentiated

Episode depresi berat dengan gejala psikotik

6

Page 7: skizoafektif

Skizoafektif Skizofrenia

Undifferentiated

Episode depresi

berat dengan

gejala psikotik

Gejala

psikotik

v v v

Riwayat

skizofrenia

v v x

Gangguan

afektif

v x v

Gejala psikotik : halusinasi, pikiran dan bicara dan berpikir tidak teratur

Gangguan afektif : depresi

7. Bagaimana cara mendiagnosis dan diagnosis kerja (termasuk apa saja

subtype skizofrenia) kasus ini? (2,3,4,5)

Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau

kurang jelas) :

a. - Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau

- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar

masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan

- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umumnya mengetahuinya.

b. - Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar atau

7

Page 8: skizoafektif

- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar atau

- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara

jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran,

tindakan atau penginderaan khusus).

- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan

mukjizat.

c. - Halusional Auditorik ;

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

prilaku pasien .

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian

tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya

setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya

perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan

kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu

mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing

atau dunia lain)

8

Page 9: skizoafektif

2. Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu

ada secara jelas:

e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila

disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang

setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun

disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,

atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus menerus.

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang

tidak relevan atau neologisme.

g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),

posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea,

negativisme, mutisme, dan stupor.

h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons

emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya

kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

3. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik prodromal);

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam

mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku

pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya

minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam

diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

9

Page 10: skizoafektif

Perjalanan Gangguan Skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan

kode lima karakter berikut: F20.X0 Berkelanjutan, F20.X1 Episodik

dengan kemunduran progresif, F20 X2 episodik dengan kemunduran

stabil, F20.X3 Episode berulang , F20. X4 remisi tak sempurna, F20.X5

remisi sempurna, F20.X8. lainnya, F20.X9. Periode pengamatan kurang

dari satu tahun.

Pada kasus ditemukan :

1. Halusinasi auditorik

2. Gejala-gejala negatif : menarik diri, mengurung diri

3. Gejala telah berlangsung lebih dari satu bulan

4. Adanya perubahan perilaku, menetap dan bermakna.

Sehingga diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan.

Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif

adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-

sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam

beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang

sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak

memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.

Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia

dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.

Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah

mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi

Pasca-skizofrenia)

Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik

berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari

keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau

depresif (F30-F33)

10

Page 11: skizoafektif

F 25.1 Skizoafektif tipe depresif

Pedoman diagnostic menurut PPDGJ

Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif

yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar di

dominasi oleh skizoafektif tipe depresif.

Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya 2 gejala khas, baik

depresif maupun kelainan prilaku terkait seperti tercantum dalam uraian

untuk episode depresif (F 32)

Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik

lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk

skizofrenia, F20.-pedoman diagnostic (a) sampai (d).

Pada kasus ditemukan, pasien sering sedih, kadang menangis tanpa sebab

(depresi) dan gejala khas skizofrenia (halusinasi auditorik,gejala negatif)

bersamaan.

Sehingga dapat dimasukkan dalam skizofrenia subtype : skizoafektif tipe

depresi.

Diagnosis multiaksial :

Aksis1 : F25.1 Skizoafektif tipe depresi

Aksis2 : F60.1 Kepribadian premorbid menuju schizoid

Aksis3 : Tidak ada kelainan fisik

Aksis4 : Tidak ada stressor

Aksis5 : 20-11

8. Apa etiologi dan faktor risiko kasus ini?

Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui.

Beberapa faktor neurobiologi yang dapat menyebabkan skizo afektif adalah :

A. Genetik

11

Page 12: skizoafektif

Penelitian tentang genetika dari skizofrenia, dilakukan pada tahun 1930

an. Dimana diketemukan bahwa kemungkinan seseorang akan menderita

skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia.

Kemungkinan seseorang menderita skizofrenia berhubungan dengan dekatnya

hubungan persaudaraan tersebut ( sebagai contohnya, sanak saudara derajat

pertama atau derajat kedua).

Prevalensi Skizofrenia pada populasi spesifik

Populasi Prevalensi(%)

Populasi umum 1,0

Bukan saudara kembar pasien skizofrenik 8,0

Anak dengan satu orang tua skizofrenik 12,0

Kembar dizigotik pasien skizofrenik 12,0

Anak dari kedua orang tua skizofrenik 40,0

Kembar monozigot pasien skizofrenik 47,0

Kembar monozigot memiliki angka yang tertinggi. Penelitian bahwa

kembar monozigot yang diadopsi menunjukan bahwa kembar yang diasuh oleh

orang tua angkat mempunyai skizofrenia dengan kemungkinan yang sama

besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya.

Temuan tersebut menyatakan bahwa pengaruh genetic melebihi pengaruh

lingkungan.

12

Page 13: skizoafektif

Pada penelitian yang sekarang dengan dilakukan observasi dengan

berbagai peralatan biologi molecular dan genetic molecular. Terdapat beberapa

hubungan yang dilaporkan pada pasien dengan skizofrenia, meliputi kromosom

3,5,6, 8,13,dan 18. Dan disamping itu juga diketemukan trinucleotide repeats

( CAG/ CTG) pada kromosm 17 dan 18.

B. Biokimia

Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiolgi dari

skizofrenia adalah hipotesa dopamine. Hipotesa ini secara sederhana menyatakan

bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.

Hipotesis ini disokong dari hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang

digunakan untuk mengobati skizofrenia dimana berhubungan dengan

kemampuannya menghambat dopamine ( D 2 ) reseptor.

13

Page 14: skizoafektif

Hipotesis dopaminergik tentang skizofrenia terus diperbaiki dan diperluas.

Satu bidang spekulasi adalah reseptor dopamine tipe 1 mungkin memainkan

peranan dalam gejala negatif, dan beberapa peneliti tertarik dalam menggunakan

agonis D 1 sebagai pendekatan pengobatan untuk gejala tersebut.

Walaupun hipotesis dopamine tentang skizofrenia telah merangsang

penelitian skizofrenia selama lebih dari dua dekade, namun hal ini masih

merupakan hipotesis. Hipotesis tersebut masih memiliki masalah. Pertama,

antagonis dopamine efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan

pasien yang teragitasi berat, tidak tergantung diagnosis. Dengan demikian tidak

mungkin untuk menyimpulkan bahwa terjadi hiperaktivitas dopaminergik.

Sebagai contohnya antagonis dopamine digunakan juga untuk mengobati mania

akut. Kedua, beberapa data eletrofisiologis menyatakan neuron dopaminergik

mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan

jangka panjang dengan obat anti psikotik. Data tersebut menyatakan bahwa

abnormalitas awal pada pasien ini mungkin melibatkan keadaan

hipodopaminergik.

Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa, dalam kondisi

experimental yang terkontrol, konsentrasi asam homovanilinic ( sebagai metabolit

dopamine utama) dalam plasma dapat mencerminkan konsentarasi asam

homovanilinic dalam susunan saraf pusat. Penelitian tersebut menunjukan

14

Page 15: skizoafektif

hubungan positif antara konsentrasi asam homovanilinic praterapi yang tinggi

dengan : keparahan gejala psikotik dan respon terapi terhadap obat anti psikotik.

Disamping itu perlu juga dipikirkan neurotransmitter lainnya seperti

serotonin dan asam amino GABA sebagai etiologi dari skizofrenia. Secara

spesifik antagonism pada reseptor serotonin ( 5 – hidroxy- tryptamine) tipe 2 ( 5 –

HT2) menurunkan gejala psikotik dan dalam menurunkan gangguan tersebut

berhubungan dengan antagonism D2.

Pada salah satu penelitian, aktivitas serotonin berperan dalam perilaku

bunuh diri dan impuls yang serupa juga ditemukan pada pasien skizofrenia.

Neurotransmiter lainnya yang juga berperan adalah asam amino GABA

inhibitor, dimana pada beberapa pasien skizofrenia mengalami kehilangan neuron

GABA nergik di dalam hipokampus. Kehilangan inhibitor GABA ergik secara

teoritis dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan

noradrenergic.

C. Anatomi dan patalogi

Dalam dekade yang lalu semakin banyak penelitian yang telah melibatkan

peranan patofisiologis untuk daerah tertentu di dalam otak, termasuk system

limbic, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling

berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin akan melibatkan

patalogi primer di daerah lainnya di dalam otak.

15

Page 16: skizoafektif

Penelitian menyebutkan bila terjadi disfungsi misalnya pada bagian

tertentu dari sitem limbic yang merupan tempat yang potensial akan menimbulkan

gangguan pada sebagian besar pasien dengan gangguan skizofrenia.

Pembesaran ventricular otak merupakan salah satu yang palin sering

menyebabkan gangguan pada pasien skizofrenia. Akan tetapi pembesaran pada

sulkus dan atrofi pada otak juga pernah dilaporkan. Pembesaran ventricular secara

teoritis berhubungan dengan kemiskinan fungsi premorbid, gejala negative,

kemiskinan terhadap respon pengobatan, dan gangguan kognitif.

Pada pemeriksaan dengan menggunakan MRI terdapat juga kemungkinan

kerusakan pada daerah thalamus, amygdale/ hippocampus, lobus temporal, dan

basal ganglia. Pada peneliatan, menunjukan sampel otak pasien skizofrenia

postmortem diketemukan adanya penurunan ukuran daerah tersebut. Ganglia

basalis terlibat dalam pengendalian gerakan dimana pada pasien skizofrenia

mempunyai pergerakan yang aneh, bahkan tanpa adanya gangguan pergerakan

akibat medikasi. Gerakan aneh termasuk berjalan yang kaku, menyeringai wajah,

dan gerkan streotipik. Sehingga ganglia basalis dilibatkan dalam patofisiologi

skizofrenia.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa ukuran regio temporal yang

berkurang pada skizofrenia dan gangguan pada gyrus temporalis superior atau

planum temporal berhubungan dengan timbulnya halusinasi.

D. Perkembangan saraf

Saat trisemester kedua pada kehamilan, neuron otak janin harus saling

berhubungan dengan neuron lainnya sehingga menghasilkan suatu kesatuan dalam

otak. Gangguan proses perkembangan yang dapat dihubungkan pada gangguan

skizofrenia adalah kegagalan sel dalam melakukan pematangan, pemindahan

hingga terjadinya apoptosis. Kegagalan dari sel untuk berpindah pada posisi yang

benar akan menyebabkan terjadinya daerah abu abu yang ektopik pada otak dan

kekacauan neuron pada daerah spesifik di hipokampus. Hal tersebut akan

menimbulkan gejala pada pasien skizofrenia.

Disamping itu juga ditemukan adanya hubungan gangguan perkembangan

dengan cedera otak yang terjadi pada awal kehidupan, dimana pada pasien dengan

16

Page 17: skizoafektif

skizofenia memiliki lebih banyak sejarah cedera otak dan komplikasi perinatal

dibandingkan dengan pasien yang tidak skizofrenia.

E. Elektrofisiologi

Penelitian elektroensefalografi ( EEG) pada pasien skizofrenia

menunjukan sejumlah besar pasien mempunyai rekaman yang abnormal, yang

disertai dengan peningkatan kepekaan terhadap prosedur aktivasi akan terlihat,

penurunan aktivitas alfa, peningkatan aktivitas teta dan delta, dengan

kemungkinan aktivitas epileptiformis yang lebih dari biasanya.

F. Neuroimunolgi

Sejumlah kelaianan imunologis dihubungkan dengan pasien skizofenia

dimana

didapatkan adanya penurunan produksi interleukin – 2 sel T, penurunan jumlah

dan responsifitas limfosit perifer, kelainan pada reaktivitas seluler dan humoral

terhadap neuron, dan adanya antibody yang diarahkan ke otak. Penelitian yang

dilakukan secara cermat yang mencari bukti – bukti infeksi virus neurotoksik pada

skizofrenia telah menghasilkan hal yang negative, walaupun data epidemiologi

menunjukan tingginya insidensi skizofrenia.

G. Komplikasi kelahiran

Penelitian terakhir menyatakan bahwa skizofrenia juga dapat disebabkan

dari ketidaknormalan perkembangan otak. Penelitian tersebut menunjukkan

bahwa paparan yang terjadi pada wanita hamil, seperti komplikasi pada kelahiran

dapat menyebabkan meningkatnya resiko menderita skizofrenia, hipoksia

perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

H. Malnutrisi

Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama yang bila terjadi pada

trimester pertama kehamilan, dapat menyebabkan gangguan perkembangan

17

Page 18: skizoafektif

struktur sistem saraf pusat. Yang mana pada akhirnya hal tersebut dapat

menyebabkan terjadinya skizofrenia.

Menurut Dr. Jack McClellan seorang professor psikiatri dari University of

Washington, asam folat mempunyai peranan besar dalam proses transkripsi gen

dan regulasi, serta replikasi DNA. Kekurangan zat ini pada janin akan

menyebabkan mutasi ini dapat menyebabkan ketidaknormalan fungsi otak yang

dapat berkembang menjadi skizofrenia.

I. Infeksi

Infeksi virus yang terjadi selama kehamilan, dapat mengganggu

perkembangan otak janin, yang berakibat timbulnya skizofrenia di kemudian hari.

Perubahan anatomi pada susunan saraf pusat akibat infeksi virus pernah

dilaporkan pada orang-orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa

terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan

seseorang menjadi skizofrenia.

Virus influenza, measles, polio, herpes simplex tipe 2, difteria dan

pneumonia yang terjadi pada janin merupakan faktor resiko yang meningkatkan

kemungkinan terjadinya skizofrenia, walaupun belum dapat dipastikan apakah

penyakit ini langsung mengenai otak janin atau ketidaknormalan perkembangan

merupakan akibat sekunder dari respon imun maternal.

9. Bagaimana epidemiologi kasus ini?

Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang

dari 1 persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Tetapi

angka tersebut adalah angka pekiraan, karena berbagai penelitian terhadap

gangguan skizoafektif telah menggunakan kriteria diagnostic yang

bervariasi. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-

laki dibandingkan wanita, khususnya wanita yang menikah. Usia onset

untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki. Laki-laki

dengan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisocial dan

memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata. (Kaplan, 2003)

18

Page 19: skizoafektif

Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 sampai 1 % dan

biasanya timbul pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada juga

yang baru berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia.

10. Bagaimana patofisiologi kasus ini?

Dopamin adalah neurotransmitter yang terbuat dari asam amino tirosin.

Dopamin dibentuk di otak, di ventral tegmental area dan substansia nigra.

Neuron tertentu mengandung dopamine dan mempunyai reseptornya. Di

otak terdapat 3 sistem primer yang melibatkan dopamin, antara lain sistem

nigrostriatal, sistem mesolimbik, sistem mesokortikal. Sistem mesolimbik

dan mesokortikal mempunyai nucleus di ventral tegmental area, sedangkan

sistem nigrostriatal mempunyai nucleus di substansia nigra.

19

Page 20: skizoafektif

Menurut hipotesis dopamine, gejala positif disebabkan oleh peningkatan

dopamine di sistem mesolimbik. Gejala negatif,kognitif, dan afektif

disebabkan oleh penurunan dopamine di sistem mesokortikal.

20

Page 21: skizoafektif

Transmisi dopamin diregulasi oleh sirkuit komplek di otak yang

melibatkan neurotransmitter lain seperti c-aminobutyrate (GABA) and

glutamat. Neuron dopamin di Ventral Tegmental Area(VTA) dikontrol

oleh sistem eksitasi,glutamatergic cells project-ing dari kortek, dan sistem

penghenti, dimediasi oleh GABAergic cells. Jika koordinasi sistem

eksitasi dan sistem penghenti terganggu, seperti adanya abnormalitas pada

glutamatergic pyramidal cells atau hipofungsi reseptor NMDA(N-methyl-

D-aspartate), pengeluaran dopamin mesolimbik tidak dapat kendalikan.

Jika kedua sistem(eksistasi dan penghenti) bermasalah, sistem penghenti

diperkirakan mempunyai peranan yang paling besar dalam regulasi

dopamin mesolimbik.

Pada orang normal, kedua sistem ini saling membatalkan satu sama lain.

Pada pasien skizofrenia, keadaan yang dapat menimbulkan pelepasan

dopamin yang berlebih seperti stress atau konsumsi ampetamin, disini

sistem penghenti kurang mampu menurunkan dopamin. Pada saat yang

bersamaan, stimulasi mesocortical dopaminergic projection tidak adekuat,

sehingga kadar dopamin yang rendah pada mesokortikal.

21

Page 22: skizoafektif

11. Apa manifestasi klinik kasus ini? (6,7,8)

Gejala positif :

a. Delusi : pikran yang salah

b. Halusinasi : melihat, mendengar merasa mencium merasa sesuatu yg

sebenarnya tidak ada. Paling banyak mendengar suara2 yg

memerintahkan atau mengomentari apa yang dia lakukan.

Gejala negatif :

a. Gangguan emosi

b. Perubahan perilaku, apatis yang extreme

c. Hilang motivasi/ inisiatif

d. Tidak ada kontak sosial

e. Emotional unresponsiveness

Gejala disorganisasi :

a. Gangguan pikiran dan berbicara

b. Berbicara dari satu topik ke topik lain

c. Punya kata2 atau suara2 tersendiri yang hanya dimengerti oleh dirinya

sendiri

d. Dapat pula ditemukan perubahan fungsi kognitif dan mood afektif

Gejala depresi :

a. Kehilangan minat dan kegembiraan

b. Berkurangnya energiyang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktifitas

c. Konsentrasi dan perhatian berkurang

d. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

e. Gagasan rasa bersalah dan tidak beguna

f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

g. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

22

Page 23: skizoafektif

h. Tidur terganggu

i. Nafsu makan berkurang

12. Bagaimana tatalaksana kasus ini?

1. Hospitalisasi

Hospitalisasi ditujukan untuk tujuan diagnosis, stabilisasi pengobatan,

untuk keselamatan pasien yang mencoba bunuh diri, pasien yang tidak

dapat mengurus dirinya sendiri.

2. Farmakoterapi :

Farmakoterapi diberikan pada fase akut maupun fase residual.

Pada fase akut, farmakoterapi bertujuan untuk mengurangi gejala

psikotik. Sedangkan pada fase residual,farmakoterapi bertujuan untuk

mencegah munculnya gejala psikotik.

Pada kasus ini, diberikan dahulu obat antipsikotik tipikal. Jika tidak

terdapat perbaikan gejala, dapat diberikan obat antipsikotik atipikal.

Obat antipsikotik tipikal

23

No. Golongan Obat Dosis anjuran

1 Fenotiazin Chlorpromazin 150-600 mg/hari

Thioridazin 150-600 mg/hari

Trifluoperazin 10-15 mg/hari

Perfenazin 12-24 mg/hari

Flufenazin 10-15 mg/hari

2 Butirofenon Halloperidol 5-15 mg/hari

Droperidol 7,5-15 mg/hari

3 Difenilbutilpiperidin Pimozide 1-4 mg/hari

Page 24: skizoafektif

Obat lain :

- Lithium, dapat menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada

50% pasien skizofrenia

- Anticonvulsant, (carbamazepine dan valproate) efektif untuk

menurunkan episode kekerasan pada pasien skizofrenia

- Benzodiazepine

Terapi biologik: ECT (pilihan terakhir) jika tidak ada progresifitas

semua obat yang diberikan.

3. Psikoterapi :

Psikoterapi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sosial, self-

sufficiency, kemampuan praktik, komunikasi interpersonal.

Beberapa metode yang digunakan antara lain :

- Latihan kemampuan social meningkatkan kemampuan sosial

- Terapi personal meningkatkan kemampuan penyesuain diri dan

social.

- Terapi perilaku kognitif meningkatkan kemampuan interpersonal

- Vocational therapy membantu pasien memperoleh kembali

kemampuan yang lama atau mengembangkan yang baru.

- Terapi psikoanalisa

24

Page 25: skizoafektif

- Terapi humanistik

Selain psikoterapi pada pasien, perlu dilakukan edukasi terhadap keluarga

pasien. Edukasi yang perlu disampaikan kepada keluarga pasien antara

lain :

1. Gejala penyakit jiwa (perilaku aneh dan agitasi)

2. Antisipasi kekambuhan

3. Penanganan psikosis akut

4. Pengobatan yang akan mengurangi gejala dan mencegah

kekambuhan

5. Perlunya dukungan keluarga terhadap pengobatan dan rehabililtasi

pasien

6. Perlunya organisasi kemasyarakatan sebagai dukungan yang berarti

bagi pasien dan keluarga

Konseling pasien dan keluarga

Beberapa topik yang dapat menjadi fokus konseling adalah :

1. Pengobatan dan dukungan keluarga terhadap pasien

2. Membantu pasien untuk berfungsi pada taraf yang optimal dalam

pekerjaan dan kegiatan sehari-hari

3. Kurangi stress dan kontak dengan stres

13. Apa prognosis kasus ini?

Prognosis Baik Prognosis Buruk

Usia tua Usia muda

Ada faktor presipitasi yang jelas Tidak ada faktor presipitasi

Acute onset Insidious onset

Riwayat sosial, seksual, dan

pekerjaan premorbid baik

Riwayat sosial, seksual, dan

pekerjaan premorbid buruk

25

Page 26: skizoafektif

Gejala gangguan mood (terutama

gangguan depresif)

Perilaku autistic, menarik diri

Menikah Lajang, cerai, atau menjanda/duda

Riwayat keluarga dengan gangguan

mood

Riwayat keluarga dengan

skizofrenia

Sistem pendukung baik Sistem pendukung buruk

Gejala positif Gejala negative

Tanda dan gejala neurologis

Riwayat trauma perinatal

Tanpa remisi dalam 3 tahun

Berulang kali relaps

Riwayat melakukan tindakan

penyerangan

Ad vitam : Bonam

Ad fungsionam : Dubia ad malam

14. Apa KDU kasus ini?

3B: Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:

pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat

memutuskan dan member terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis

yang relevan (kasus gawat darurat).

IV. Hipotesis

Tn. Abu, 30 tahun, petani, meresahkan keluarga dan pernah mencoba untuk bunuh

diri e.c. skizoafektif tipe depresi

26

Page 27: skizoafektif

Tn.Abu,30 tahun kepribadian premorbid skizoid

-Riwayat keluarga skizofrenia-Kemungkinan : - Faktor lingkungan- Biologis- Neuroanatomi

Gangguan neurotransmitter

Gejala negatifGejala positif Gejala depresi

Skizoafektif tipe depresi

V. Kerangka Konsep

VI. Sintesis

A. Psikotik

A. Definisi

Psikosis adalah hilangnya kontak dengan realitas yang biasanya

meliputi:

- Keyakinan yang salah tentang apa yang terjadi (delusi)

27

Page 28: skizoafektif

- Melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada (halusinasi)

B. Penyebab, kejadian, dan faktor risiko

Sejumlah masalah medis dapat menyebabkan psikosis, termasuk:

1. Alkohol dan obat-obatan terlarang tertentu, baik selama

penggunaan dan selama withdrawal

2. Penyakit otak, seperti penyakit Parkinson, penyakit Huntington,

dan kelainan kromosom tertentu

3. Tumor otak atau kista 

4. Demensia (termasuk penyakit Alzheimer)

5. HIV dan infeksi lain yang mempengaruhi otak

6. Beberapa obat resep, seperti steroid dan stimulan

7. Beberapa jenis epilepsi

8. Stroke

C. Psikosis (gejala psikotik) juga dapat ditemukan di:

    - Kebanyakan orang dengan skizofrenia

     - Beberapa orang dengan gangguan bipolar (manic-depressive)

atau

depresi berat

     - Beberapa gangguan kepribadian

D. Gejala

Gejala psikotik termasuk:

28

Page 29: skizoafektif

     - Berpikir dan berbicara kacau

   - Salah kepercayaan yang tidak didasarkan pada kenyataannya

(delusi), terutama ketakutan atau kecurigaan tak berdasar.

     - Mendengar, melihat, atau merasa hal-hal yang tidak ada

(halusinasi).

     - Pikiran yang "melompat" antara topik yang tidak berhubungan

(gangguan berpikir)

B. Skizofrenia

Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan

pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang

jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun

defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).

Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua

kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa

delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelissah dan perilaku aneh

atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau

mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak

emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh,

sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif

Epidemiologi

29

Page 30: skizoafektif

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat

dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup

secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai

hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir

atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada

usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih

lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada

laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban

dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003).

Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan

zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami

ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri

dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien

skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang

melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008).

Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh

dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki

dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa

ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan

perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan

onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-

laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya

menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami

skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki

(Durand, 2007

Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa

penyebab skizofrenia, antara lain :

30

Page 31: skizoafektif

Faktor Genetik

Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan

timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang

keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu

telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara

kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita

skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%;

bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur

(monozigot) 61 – 86%.

Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang

disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat

mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat

yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa

ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami

gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk

mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah

anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).

Faktor Biokimia

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak

yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan

neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan

bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang

berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas

yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa

aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia.

Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine

tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).

31

Page 32: skizoafektif

Faktor Psikologis dan Sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang

semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya

hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik

dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005).

Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam

keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah

schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan

tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang

diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand &

Barlow, 2007).

Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005),

keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam

pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak

untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada

kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau

tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap

individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan,

meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal,

fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003; Buchanan, 2005).

Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit

skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif.

Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau

32

Page 33: skizoafektif

permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala

prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan.

Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas,

gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif

terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita

mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan

otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003).

Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata

secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan

perilaku.Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan

pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada.

Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala

klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak

terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal)

dan perilaku aneh (Buchanan, 2005).

Tipe-tipe Skizofrenia

Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical

Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric

Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric

Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric

Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR

2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu

(Davison, 2006) :

1. Tipe Paranoid

33

Page 34: skizoafektif

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau

halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif

yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau

waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain

(misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin

juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak

dan suka berargumentasi, dan agresif.

2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)

Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan

kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate.

Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak

erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat

membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup

sehari-hari.

3. Tipe Katatonik

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor

yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility).

Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali

tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak

terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti

tingkah laku orang lain (echopraxia).

4. Tipe Undifferentiated

Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang

menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut

semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet,

kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena

berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah,

34

Page 35: skizoafektif

adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi,

dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan.

5. Tipe Residual

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari

skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa,

seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide

tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu

dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil,

inaktivitas, dan afek datar.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan

terapi psikososial.

Terapi Biologis

Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu

terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan

pembedahan bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis

dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah

chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua

obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil),

dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama.

Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi

tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat

tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup

tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring

stimulus yang tidak relevan (Durand, 2007).

35

Page 36: skizoafektif

Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock

pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an,

electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk

skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan

keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini digunakan di

berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk

skizofrenia.

Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT

semakin memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak

menguntungkan bagi bagian besar penderita skizofrenia meskipun

penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur

ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman

yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi

setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan

ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran

dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot

yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik

(Durand, 2007).

Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak

Moniz (1935, dalam Davison, et al., 1994) memperkenalkan prefrontal

lobotomy, yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang “stone of

madness” atau disebut dengan batu gila yang dianggap menjadi penyebab

perilaku yang terganggu. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam

proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang

berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan

karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak

tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.

Terapi Psikososial

36

Page 37: skizoafektif

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan

situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ)

menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan

psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan

adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi

terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini.

Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi

keluarga (Durand, 2007).

Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik.

Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan

terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya.

Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan

perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang

mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya

pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.

Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi

kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari

rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha

untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan

penyakit penderita kambuh kembali.

Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk

mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang

negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap

persoalan secara bersama-sama.

Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-

cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang

dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata

campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan,

37

Page 38: skizoafektif

atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita,

dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

Terapi Psikoanalisa.

Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep

Freud. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan konflik

yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakannya

untuk mengendalikan kecemasannya . Hal yang paling penting pada terapi

ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang direpress oleh penderita.

Metode terapi ini dilakukan pada saat penderita schizophrenia

sedang tidak

"kambuh". Macam terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan, adalah

Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk

membebaskan pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada

dalam pikirannya tanpa penyuntingan atau penyensoran (Akinson, 1991).

Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam

kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika

penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks, maka pasien

harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal.

Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam

pikiran dan perasaan yang ada di benaknya dan penderita mengalami

blocking, maka hal itu merupakan manifestasi dari keadaan over-repressi.

Hal yang direpressi biasanya berupa dorongan vital seperti sexual dan

agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang

selalu diwakili oleh father dan mother figure. Repressi anger dan hostile

merupakan salah satu bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking

pada individu. Akibat dari blocking tersebut, maka integrasi kepribadian

menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat besar.

38

Page 39: skizoafektif

Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi

bebas, maka penderita akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat

menimbulkan insight pada penderita. Analisa pada waktu terjadi blocking

bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya lebih

proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan

ketegangan dan penderita lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya.

Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita diberi

kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala traumatic events dan

keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut dengan moment

chatarsis. Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneg-

uneg yang ia rasakan , sehingga terjadi redusir terhadap pelibatan emosi

dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya.

Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference,

yaitu suatu keadaan dimana pasien menempatkan therapist sebagai figur

substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan masalah bagi

penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu

(1) transference positif, yaitu apabila therapist menggantikan figur yang

disukai oleh penderita,

(2) transference negatif, yaitu therapist menggantikan figur yang dibenci

oleh penderita (Fakultas Psikologi UNPAD, 1992).

Terapi Perilaku (Behavioristik)

Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian

klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para

terpist mencoba menentukan stimulus yang mengawali respon malasuai

dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan perilaku

itu (Ullaman dan Krasner, 1969; Lazarus, 1971 dalam Atkinson, 1991).

Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh

variabel kognitif pada perilaku (misalnya, pemikiran individu tentang

situasi menimbulkan kecemasan tentang akibat dari tindakan tertentu) dan

39

Page 40: skizoafektif

telah mencakupkan upaya untuk mengubah variabel semacam itu dengan

prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut (Bandura, 1982;

Meinchenbaum dan Jaremko, 1982 dalam Atkinson, 1991).

Pada kongres psikiatri di Malaysia beberapa bulan lalu tahun 2000

ini, cognitif -behavior therapy untuk pasien schizophrenia ditampilkan

pakar psikiatri dari Amerika maupun dari Malaysia sendiri. Ternyata,

terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk kasus-kasus baru, dengan

menggunakan cognitif - behavior therapy tersebut. Rupanya ada

gelombang besar optimisme akan kesembuhan schizophrenia di dunia

dengan terapi yang lebih komprehensif ini.

Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung

membentuk dan mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang

lebih sesuai, sebagai persiapan penderita untuk kembali berperan dalam

masyarakat. Paul dan Lentz (Rathus, et al., 1991; Davison, et al., 1994)

menggunakan dua bentuk program psikososial untuk meningkatkan fungsi

kemandirian.

a. Social Learning Program.

Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk

mempelajari perilaku-perilaku yang sesuai. Program ini menggunakan

token economy, yakni suatu cara untuk menguatkan perilaku dengan

memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil melakukan suatu

perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward),

seperti makanan atau hak-hak tertentu.

Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic

community. Dalam program ini, penderita dibagi dalam kelompok-

kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas

tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan

40

Page 41: skizoafektif

saling membantu dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan

masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini berusaha

memasukkan penderita schizophrenia dalam proses perkembangan untuk

mempersiapkan mereka dalam peran sosial yang bertanggung jawab

dengan melibatkan seluruh penderitan dan staf pembimbing.

Dalam penelitian, social learning program mempunyai hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan perawatan dalam rumah sakit jiwa dan

millieu program. Persoalan yang muncul dalam terapi ini adalah

identifikasi tentang unsur-unsur mana yang efektif. Tidak jelas apakah

penguatan dengan tanda (token) ataukan faktor-faktor lain yang

menyebabkan perubahan perilaku; dan apakah program penguatan dengan

tanda

tersebut membantu perubahan perilaku hanya selama tanda diberikan atau

hanya dalam lingkungan perawatan.

b. Social Skills Training.

Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian

sosial, seperti kemampuan percakapan, yang dapat membantu dalam

beradaptasi dengan masyarakat (Rathus, et al., 1991; Davisoan, et al.,

1994; Sue, et al., 1986). Social Skills Training menggunakan latihan

bermainsandiwara.

Para penderita diberi tugas untuk bermain peran dalam situasi-

situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang

sebenarnya. Bentuk terapi seperti ini sering digunakan dalam panti-panti

rehabilitasin psikososial untuk membantu penderita agar bisa kembali

berperan dalam masyarakat. Mereka dibantu dan didukung untuk

melaksanakan tugas-tugas harian seperti memasak, berbelanja, ataupun

utnuk berkomunikasi, bersahabat, dan sebagainya. Meskipun terapi ini

cukup berhasil, namun tetap ada persoalan bagaimana mempertahankan

perilaku bila suatu program telah selesai, dan bagaimana dengan situasi-

situasi yang tidak diajarkan secara langsung.

41

Page 42: skizoafektif

Terapi Humanistik

a. Terapi Kelompok.

Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam

berhubungan dengan orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang

berusaha menghindari relasinya dengan orang lain, mengisolasi diri,

sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya

tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus

tersebut, terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses

penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia.

Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik.

Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan

terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya.

Di antara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback tentang

pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Klien dihadapkan pada

setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini

dapat memperkaya pengalaman mereka dalam kemampuan

berkomunikasi. Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan. Melalui

terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan

tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan

menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis.

b. Terapi Keluarga.

Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok.

Kelompoknya terdiri atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang

bertemu dengan satu atau dua terapist.

Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit

jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam

keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali

diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk

mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang

42

Page 43: skizoafektif

negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap

persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang

keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga juga

diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih

penderita dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan

pengungkapan emosi anggota keluarga diatur dan disusun sedemikian rupa

serta dievaluasi.

Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et

al.,1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangan

membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya

mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-

terapi secara individual.

C. Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan

adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh

ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

a. Gangguan Afektif tipe Depresif --- Gangguan ini terjadi relatif cepat

dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh

kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang sangat

dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama mengalami

penderitaan.Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan,

pada umur 40 – 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia

(lansia). Pada usia pertengahan tersebut prosentase wanita lebih banyak

dari laki-laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang.

Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti

fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi,

walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis

43

Page 44: skizoafektif

sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada

salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu

kesehatannya.

Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah: sedih, sukar tidur, sulit

berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-

kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa

terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe

neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat

untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu

sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu

dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang,

tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada

rasa takut, dsb.

b. Gangguan Afektif tipe Manik --- Gangguan ini sering timbul secara

bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi

sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik

Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira

yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat

sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak

sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih

jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang

silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira,

pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih,

murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.

c. Neurosis --- Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok

lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut

usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya

merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan

separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa

44

Page 45: skizoafektif

memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia)

berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap

lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala

utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang

baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis

tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai

contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2

kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi

berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi.

Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:

Neurosis cemas dan panic 

Neurosis obsesif kompulsif 

Neurosis fobik 

Neurosis histerik (konversi) 

Gangguan somatoform

Faktor resiko penyakit ini termasuk:

1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga 

2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik,

penarikan diri, dan/atau impulsivitas. 

3. Stress lingkungan 

4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai

prediktif yang sangat kecil. 

5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian

adalah karena dideritanya gangguan ini

Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi

penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok

heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik,

sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai

45

Page 46: skizoafektif

kerentanan genetic herediter. Kemungkinan menderita gangguan ini

meningkat dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan beratnya

penyakit, probandnya. Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan

penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak

penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola

yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical

Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus

frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status

hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis

ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan

patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.

Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-

orang bukan penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau

akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun

khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya

menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis

diambil berdasarkan sebagian pada:

1. Tanda dan gejala yang ada 

2. Riwayat psikiatri 

3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti

keracunan dan putus obat akut.

Gejala - Gejala

Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain

ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang

tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit

melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau

berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu

memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan

perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa

46

Page 47: skizoafektif

menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan

tak disiplin.

Secara umum, gejala-gejala yang muncul pada penderita

skizofrenia adalah sebagai berikut:

muncul delusi dan halusinasi. Delusi adalah keyakinan/pemikiran

yang salah dan tidak sesuai kenyataan, namun tetap dipertahankan

sekalipun dihadapkan pada cukup banyak bukti mengenai

pemikirannya yang salah tersebut. Delusi yang biasanya muncul

adalah bahwa penderita skizofrenia meyakini dirinya adalah

Tuhan, dewa, nabi, atau orang besar dan penting. Sementara

halusinasi adalah persepsi panca indera yang tidak sesuai dengan

kenyataan. Misalnya penderita tampak berbicara sendiri tetapi ia

mempersepsikan ada orang lain yang sedang ia ajak berbicara. 

kehilangan energi dan minat untuk menjalani aktivitas sehari-

hari, bersenang-senang, maupun aktivitas seksual, berbicara hanya

sedikit, gagal menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain,

tidak mampu memikirkan konsekuensi dari tindakannya,

menampilkan ekspresi emosi yang datar, atau bahkan ekspresi

emosi yang tidak sesuai konteks (misalkan tiba-tiba tertawa atau

marah-marah tanpa sebab yang jelas). 

menampilkan perilaku tidak terorganisir, misalnya

menampilkan pose tubuh yang aneh, pembicaraan yang tidak

tertata dengan baik (bicara melompat-lompat dari satu topik ke

topik yang lain atau 'tidak nyambung').

Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua

kelas:

1. Gejala-gejala Positif. Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran

(kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi

jelas yang dapat diamati oleh orang lain.

47

Page 48: skizoafektif

2. Gejala-gejala Negatif. Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif

karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang.

Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/ mengekspresikan

emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas,

tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya

kemampuan bicara (alogia).

Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau

penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini

sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme,

sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post

Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau

skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-

hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.

Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang

merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian

paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai

musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu

bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada

gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan

ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh

pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak

terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet

atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan

inkoheren.

Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti

berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk

munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor

genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia

jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi.

48

Page 49: skizoafektif

Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau

amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.

Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun

keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu

mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa

menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan

penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang

dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.

VII. Daftar Pustaka

1. Arif, I.S. 2006. Skizofrenia; Memahami Dinamika Keluarga

Pasien. Bandung : Refika Aditama.

2. Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas

dari PPDGJ-III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika

Atmajaya.

3. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA.2003. Kaplan & Sadock’s

Synopsis of Psychiatri. 9th ed. Philadelpia: Lippincott William &

Wilkins.

4. Stahl SM. CNS Spectr. 2007;12(4):265-268

5. Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi

29. Jakarta: EGC.

6. Bertolote JM, Fleischmann A, De Leo D, Wasserman D (2004).

"Psychiatric diagnoses and suicide: revisiting the evidence".

Crisis25 (4): 147–55

7. “Psychosis”. PudMed Health.7 Maret 2012. Web. 8 Januari 2013.

< http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002520/>

49

Page 50: skizoafektif

50