Sinusitis

30
BAB I PENDAHULUAN Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os maxilla, os frontal, os sphenoid, dan os ethmoid. Sinus-sinus ini dilapisi oleh mukoperiosteum dan berisi udara, berhubungan dengan cavum nasi melalui apertura yang relatif kecil. 1 Sinus udara ini meringankan berat tengkorak dan memperkeras suara pembicaraan. 2 Penyakit yang berkenaan dengan sinus paranasal merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sehubungan dengan hal tersebut, penting bagi seorang dokter untuk memahami dengan baik anatomi, histologi, fisiologi, serta patologi sinus paranasal agar dapat memberikan penanganan yang tepat kepada pasien. Diharapkan dengan disusunnya refarat ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai sinus paranasal. Dalam tinjauan pustaka, penulis membahas secara singkat mengenai anatomi, histologi, fisiologi, serta macam-macam penyakit yang berkaitan dengan sinus paranasal. 1

description

Penyakit yang berkenaan dengan sinus paranasal merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sehubungan dengan hal tersebut, penting bagi seorang dokter untuk memahami dengan baik anatomi, histologi, fisiologi, serta patologi sinus paranasal agar dapat memberikan penanganan yang tepat kepada pasien.

Transcript of Sinusitis

BAB IPENDAHULUAN

Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os maxilla, os frontal, os sphenoid, dan os ethmoid. Sinus-sinus ini dilapisi oleh mukoperiosteum dan berisi udara, berhubungan dengan cavum nasi melalui apertura yang relatif kecil.1 Sinus udara ini meringankan berat tengkorak dan memperkeras suara pembicaraan.2Penyakit yang berkenaan dengan sinus paranasal merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sehubungan dengan hal tersebut, penting bagi seorang dokter untuk memahami dengan baik anatomi, histologi, fisiologi, serta patologi sinus paranasal agar dapat memberikan penanganan yang tepat kepada pasien. Diharapkan dengan disusunnya refarat ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai sinus paranasal.Dalam tinjauan pustaka, penulis membahas secara singkat mengenai anatomi, histologi, fisiologi, serta macam-macam penyakit yang berkaitan dengan sinus paranasal.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sinus Paranasal

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi kerena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maxilla, sinus frontal, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1,2,3,4,5,6Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoidalis dan sinus frontal. Sinus maxilla dan sinus ethmoidalis telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus ethmoidalis anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoidalis dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterior superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.5

2.2 Anatomi Sinus Paranasal

2.2.1 Sinus Maxillaris

Sinus maxillaris merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maxilla bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.5Sinus maxilla berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan facial os maxilla yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maxilla, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosessus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maxilla berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum ethmoid.1,5Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maxilla adalah 1) dasar sinus maxilla sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maxilla dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maxilla terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus ethmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maxilla dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.5 Sinus maxillaris dipersarafi oleh nervus alveolaris superior, yakni cabang-cabang nervus maxillaris (nervus cranialis V2). Perdarahan sinus maxillaris terutama berasal dari arteria alveolaris superior cabang arteria palatine major mengantar darah ke dasar sinus maxillaris.3 Gambar 2.1 dibawah adalah gambar sinus maxillaris.

Gambar 2.1 Sinus Maxillaris 7

2.2.2 Sinus Frontal

Sinus frontalis terletak antara tabula eksterna dan tabula interna ossis frontalis, di belakang arcus superciliaris dan akar hidung. Masing-masing sinus berhubungan melalui ductus frontonasalis dengan infundibulum yang bermuara di meatus nasalis medius. Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang-cabang kedua nervus supra-orbitalis (nervus cranialis V1).1,3 Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resessus frontal atau dari sel-sel infundibulum ethmoid. Sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.5Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% urang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.5Tinggi sinus frontal adalah 2,8 cm, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Infeksi sinus ditunjukkan dengan tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. 5 Gambar 2.2 dibawah adalah gambar sinus frontal.

Gambar 2.2 Sinus Frontal 8

2.2.3 Sinus Ethmoidalis

Sinus ethmoidalis terdiri dari beberapa rongga yang kecil, cellulae ethmoidalis, di dalam massa lateral os ethmoidale, antara cavitas nasi dan orbita. Cellulae ethmoidalis anterior dapat berhubungan secara tidak langsung dengan meatus nasalis medius melalui infundibulum. Cellulae ethmoidalis tengah berhubungan langsung dengan meatus nasalis medius. Cellulae ethmoidalis posterior berhubungan langsung dengan meatus nasalis superior. Sinus ethmoidalis dipersarafi oleh nervus ethmoidalis anterior dan nervus ethmoidalis posterior cabang nervus nasociliaris ( nervus cranialis V1).1,3 Sinus ethmoidalis adalah sinus yang paling bervariasi dari semua sinus paranasal, dan dianggap paling penting karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus ethmoidalis seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.5Sinus ethmoidalis berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os ethmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus ethmoidalis dibagi menjadi sinus ethmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus ethmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus ethmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus ethmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.1,5Resessus frontal adalah bagian sempit di depan sinus ethmoid anterior yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel ethmoid yang terbesar disebut bula ethmoid. Di daerah ethmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum., tempat bermuaranya ostium sinus maxilla. Pembengkakan atau peradangan di resessus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maxilla.5Atap sinus ethmoidalis yang disebut fovea ethmoidalis berbatasan dengan lamina cribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus ethmoidalis dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus ethmoid posterior berbatasan dengan sinus sphenoidalis.5 Gambar 2.3 dibawah adalah gambar sinus ethmoidalis.

Gambar 2.3 Sinus ethmoidalis 92.2.4 Sinus sphenoidalis

Sinus sphenoidalis terletak dalam os sphenoid di belakang sinus ethmoid posterior. Sinus sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersphenoid. Tingginya 2 cm, dalamnya 2, 3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sphenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sphenoidalis.5Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan kelenjar hypophysis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus cavernosus dan a.carotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.3,5 Sinus sphenoidalis terpisah dari beberapa struktur penting hanya oleh lembaran-lembaran tulang yang tipis: kedua nervus opticus, chiasma opticum, hypophysis [glandula pituitaria], arteria carotis interna, dan sinus cavernosus serta sinus intercavernosi. Nervus ethmoidalis posterior dan arteria ethmoidalis posterior mengurus persarafan dan pendarahan sinus sphenoidalis.3 Gambar 2.4 dibawah adalah gambar sinus sphenoidalis.

Gambar 2.4 Sinus Sphenoidalis 102.2.5 Kompleks Osteo-Meatal

Muara-muara saluran dari sinus maxilla, sinus frontal dan sinus ethmoidalis anterior ada pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteo-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum ethmoid yang terdapat di belakang prosessus unsinatus, resessus frontalis, bula ethmoid dan sel-sel ethmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maxilla.3,5 Gambar 2.5 dibawah adalah gambar kompleks osteo-meatal.

Gambar 2.5 Kompleks Osteo-Meatal 11

2.3 Histologi Sistem Mukosiliar Sinus Paranasal Sinus memiliki mukosa bersilia dan palut lendir seperti pada mukosa hidung di dalam rongganya. Silia bergerak secara teratur di dalam sinus untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.5Terdapat dua aliran transpor mukosiliar dari sinus pada dinding lateral hidung. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum ethmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resessus sphenoethmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.5Sinus paranasal dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sedikit sel goblet. Lamina propianya mengandung sedikit kelenjar kecil dan menyatu dengan periosteum di bawahnya. Sinus paranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang-lubang kecil. Mukus yang dihasilkan di dalam rongga-rongga ini terdorong ke dalam hidung sebagai akibat dari aktivitas sel-sel epitel bersilia.12Sinusitis adalah proses peradangan di sinus yang dapat bertahan untuk waktu lama, terutama karena penyumbatan pada lubang keluarnya. Sinusitis kronik dan bronkitis kronik merupakan bagian dari sindrom silia imotil, yang ditandai dengan gangguan kerja silia.12

2.4 Fisiologi Sinus Paranasal

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain: sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara dan membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.5,6Salah satu fungsi sinus ialah sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah kerena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung. Volume pertukatan udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.5

Fungsi lainnya ialah sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.5Sinus juga berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagi pula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.2,5Selain itu, sinus dapat berfungsi sebagai tempat produksi mukus dan peredam perubahan tekanan udara. Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.5,12 Sedangkan fungsi sinus sebagai peredam perubahan tekanan udara berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.5,6

2.5 Pemeriksaan Sinus Paranasal

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar, palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologik dan sinoskopi.Saat inspeksi yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan sinusitis maxilla akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis ethmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila telah terbentuk abses.5,6Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi pada pemeriksaan secara palpasi menunjukkan adanya sinusitis maxilla. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis ethmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.5,6Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maxilla dan sinus frontal bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.(4)(9) Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maxilla, akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto Rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maxilla.5Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin berarti sinusitis atau hanya menunjukkan sinus yang tidak berkembang.5,13Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P-A dan lateral. Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maxilla, frontal dan ethmoid. Posisi postero-anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal , sphenoid dan ethmoid.5,13Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan CT Scan. Potongan CT Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial. Indikasi utama CT Scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, trauma (fraktur frontobasal), dan tumor.5,14,15Pemeriksaan ke dalam sinus maxilla dapat dilakukan dengan menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina.5 Dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.5,13

2.6. Penyakit Pada Sinus

Penyakit pada sinus meliputi sinusitis, sinusitis non-infeksiosa, penyakit sinus konginental, penyakit sinus traumatik, dan penyakit sinus neoplastik.

2.6.1 Sinusitis

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.4,5,14Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus ethmoid dan maxilla.5Sinus maxilla disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.5,14Bakteri penyebab sinusitis adalah Streptococcus Pneumonia, Hemophylus Influenzae dan Moraxella Catarrhalis. Sedangkan infeksi jamur pada sinus paranasal menyebabkan sinusitis jamur. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergillus dan Candida.5,13,14Sinusitis dapat menjadi berbahaya kerena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.5Menurut Adams, berdasarkan perjalanan penyakitnya sinusitis terbagi atas:1. Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu,2. Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan,3. Sinusitis kronik, bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun (menurut Cauwenberge, bila sudah lebih dari 3 bulan).13Beberapa faktor penyebab sinusitis antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, fibrosis kistik, dan hipertrofi adenoid pada anak. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok yang lama-lama dapat menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.5,14 Gambar 2.6 dibawah adalah skema dari penyebab terjadinya sinusitis, simptom dari sinusitis, dan pengobatan bagi penderita sinusitis.

Gambar 2.6 S Skema dari penyebab terjadinya sinusitis, simptom dari sinusitis, dan pengobatan bagi penderita sinusitis 162.6.2 Sinusitis Non-Infeksiosa

Sinusitis non-infeksiosa sebagian besar disebabkan oleh karena alergi dan iritasi bahan-bahan kimia. Sinusitis non-infeksiosa meliputi barosinusitis dan sinusitis alergika.

2.6.2.1 Barosinusitis

Homeostasis sinus paranasalis tergantung pada keutuhan ostium. Dengan berubahnya tekanan atmosfer lingkungan, ostium yang terganggu akan mencegah terjadinya keseimbangan tekanan dalam sinus. Sehingga perubahan lingkungan menimbulkan tekanan negatif intrasinus yang bermakna. Misalnya pada penyelam yang memakai alat scuba diving dapat terjadi transudasi cairan atau perdarahan ke dalam sinus. Perubahan ini biasanya disertai nyeri dan tekanan dan terkadang epistaksis ringan.14

2.6.2.2 Sinusitis Alergika

Sinus alergika mencakup perubahan-perubahan pada sinus serupa dengan yang ditemukan pada hidung. Polip dalam hidung biasanya berasal dari sinus dan dapat pula memenuhi sinus tersebut. Perubahan polipoid mengubah mekanisme homeostatik normal di dalam sinus, dan merupakan predisposisi sinusitis akut dan kronik, misalnya sumbatan ostium dan hilangnya epitel bersilia.14

2.6.3 Penyakit Sinus Konginental

Penyakit sinus konginental meliputi variasi ukuran sinus, sindrom Kartagener, dan fibrosis kistik.

2.6.3.1 Variasi Ukuran

Variasi ukuran sinus yang disertai asimetri terkadang dapat ditemukan; sinus bahkan gagal untuk berkembang. Yang agak sering terjadi adalah tidak adanya sinus frontalis atau hanya berupa sel udara yang kecil. Terkadang kejadian serupa juga dialami sinus sphenoidalis.14

2.6.3.2 Sindrom Kartagener

Sindrom Kartagener diturunkan sebagai sifat autosomal resesif. Sindrom Kartagener klasik berupa sites inverses, bronkiektasis dan sinusitis, meskipun terdapat beberapa varian fenotip. Manifestasi lain berupa tidak adanya atau hipoplasia satu atau lebih sinus, infeksi berulang, dan poliposis hidung.14

2.6.3.3 Fibrosis Kistik

Fibrosis kistik ditularkan sebagai sifat autosomal resesif lengan manifestasi dan komplikasi yang mudah berubah, penyakit ini melibatkan berbagai kelenjar penghasil mukus pada saluran napas dan cerna. Disebut juga mukovisidosis, produksi mukus kental abnormal dengan sumbatan jalan napas yang ditimbulkannya mengarah pada infeksi sekunder. Di samping sumbatan hidung oleh mukus, mukosa hidung juga menebal dan sering terbentuk polip hidung.14

2.6.4 Penyakit Sinus Traumatik

Fraktur sinus frontalis, fraktur nasoethmoidalis, fraktur tulang pipi umumnya, dan semua fraktur maxilla selalu berhubungan dengan sinus paranasalis, dan dengan demikian merupakan fraktur terbuka. Pembengkakan mukosa pasca trauma dapat mengganggu ostium sinus, dan bersama dengan darah yang terkumpul di dalam sinus merupakan predisposisi terhadap infeksi akut.14

2.6.5 Penyakit Sinus Neoplastik

Tumor jinak tampak pada sinus serupa dengan tumor jinak yang ditemukan dalam hidung. Tumor lain yang perlu dijelaskan adalah osteoma, yaitu tumor jinak yang berkembang di dalam sinus-paling sering pada sinus frontalis. Makna klinisnya terletak pada kemampuan tumor menyumbat sinus dengan pertambahan besamya.14

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di sekitar hidung dengan bentuk bervariasi yang merupakan hasil pneumatisasi tulang kepala. Ada 4 pasang sinus, yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Muara sinus maxillaris, frontalis dan ethmoidalis anterior terletak pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yang memiliki struktur yang rumit yang disebut kompleks osteo-meatal. 1,2,3,4,5,6Sinus paranasal dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sedikit sel goblet. Lamina propianya mengandung sedikit kelenjar kecil dan menyatu dengan periosteum di bawahnya. Sinus paranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang-lubang kecil. Mukus yang dihasilkan di dalam rongga-rongga ini terdorong ke dalam hidung sebagai akibat dari aktivitas sel-sel epitel bersilia.5,12Fungsi sinus paranasal adalah sebagai pengatur kondisi udara pernapasan; penahan suhu; membantu keseimbangan suara; membantu resonansi suara; peredam perubahan tekanan udara; dan membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung. 5,6 Pemeriksaan sinus paranasal dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan transiluminasi. Bila dicurigai adanya kelainan pada sinus paranasal, dapat dilakukan pemeriksaan radiologi dengan posisi Waters, PA dan lateral. Bila hasil pemeriksaan radiologik meragukan dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan sinus paranasal.5,6Penyakit pada sinus meliputi sinusitis, sinusitis non-infeksiosa, penyakit sinus konginental, penyakit sinus traumatik, dan penyakit sinus neoplastik. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Sinusitis non-infeksiosa sebagian besar disebabkan oleh karena alergi dan iritasi bahan bahan kimia. Sinusitis non-infeksiosa meliputi barosinusitis dan sinusitis alergika. Penyakit sinus konginental meliputi variasi ukuran sinus, sindrom Kartagener, dan fibrosis kistik. Penyakit sinus traumatik disebabkan oleh adanya fraktur terbuka pada daerah sinus, sedangkan penyakit sinus neoplastik disebabkan oleh adanya perkembangan tumor pada daerah sinus paranasal.9

3.2 Saran

Penulis menyarankan agar koleksi buku ajar yang berkenaan dengan sinus paranasal di perpustakaan ditambah untuk mempermudah mahasiswa mencari informasi yang lebih lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, R.S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006.2. Pearce, E.C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia, 2009. 3. Moore, K.L dan Agur, A.M.R. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002.4. Pray, W.S. Acute Sinusitis and Treatment Strategies. US Pharmacist ( http://www.medscape.com/viewarticle/407637 ), 2000. Diakses pada 22 Maret 2011.5. Soepardi, E.A dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.6. Sudoyo, A.W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: InternaPublishing, 2009.7. Knol. (http://knol.google.com/k/-/-/pi3gI5WQ/l3TZAw/Frontal%20view%20-%20larger%20font%20copy.jpg). Diakses pada 27 Maret 2011.8. MedicaLook.(http://www.medicalook.com/systems_images/paranasal_sinuses_large.gif). Diakses pada 22 Maret 2011.9. The Medical City. (http://www.designink.info/medicalcityent/images/sinus.jpg).Diakses pada 22 Maret 2011.10.Kalbe.(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14TrappedGaspadaPenerbangan024.pdf14TrappedGaspadaPenerbangan024002.png). Diakses pada 22 Maret 2011.11.British Medical Journal.(http://www.bmj.com/content/334/7589/358/F1.large.jpg).Diakses pada 22 Maret 2011.12.Junqueira, L.C dan Carneiro, J. Histologi Dasar Teks & Atlas. Jakarta: EGC, 2007.13.Mansjoer, A dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media Aesculapius, 2009.14.Adams, G.L; Boies, L.R; dan Higler, P.A. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC, 1997.15.Lynch, J.S. 2001. How Should I Identify and Treat Rhinosinusitis? Medscape (http://www.medscape.com/viewarticle/412469 ). Diakses pada 22 Maret 2011.16.Delmar Medical Center, P.A. (http://delmarmedicalcenter.com/Sinusitis.jpg).Diakses pada 22 Maret 2011.

14