CRS sinusitis

68
Case Report Session SINUSITIS Oleh : Gilan Rahmata Alzeto 0910313210 Ega Purnamasari 1010312092 Verdira Asihka 1010313078 Preseptor : dr. Ade Asyari, Sp.THT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN

description

sinusitis

Transcript of CRS sinusitis

Case Report Session

SINUSITIS

Oleh :Gilan Rahmata Alzeto 0910313210

Ega Purnamasari 1010312092

Verdira Asihka 1010313078

Preseptor :

dr. Ade Asyari, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN

TENGGOROK KEPALA LEHER

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR M.DJAMIL PADANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2015BAB 1

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Definisi lain menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan membrana mukosa sinus disertai nyeri lokal. Sesuai anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis maxilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis.1,2Sinusitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur.2 Faktor predisposisinya adalah infeksi hidung yang sampai ke sinus, infeksi gigi, trauma, menyelam dan berenang, serta berbagai hal yang menyebabkan obstruksi ventilasi dan drainase seperti septum deviasi, hipertrofi konka, polip, neolplasma jinak maupun ganas.3Gejala yang ditimbulkan berupa hidung tersumbat, rhinorhe, nyeri wajah. Dalam sinusitis maksila rasa sakit terutama di pipi. Pada sinusitis ethmoidal dan frontal menyebabkan nyeri periorbital dan sakit kepala, dan sinusitis sphenoidal menyebabkan sakit kepala mendalam parah. Pembengkakan pipi dapat menunjukkan abses gigi. 4Sisnusitis dapat menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial. Untuk itulah sinusitis tidak bisa dianggap penyakit ringan yang bisa diabaikan. 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SINUS PARANASAL

Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os maxilla, os frontale, os sphenoidale, dan os etmoidale. Sinus-sinus ini dilapisi oleh mukoperiosteum dan berisi udara, berhubungan dengan cavum nasi melalui aparatur yang relatif kecil.5a. Sinus MaxillaSinus ini merupakan sinus paranasalis yang terbesar. Berbentuk piramid. Hubungan sinus maksila dengan sekitarnya, yaitu: Dinding anterior dibentuk oleh permukaan wajah dari rahang danterkait dengan jaringan lunak pipi. Dinding posterior berkaitan dengan infratemporal dan fossae pterygopalatine. Dinding medial berkaitan dengan meatus media dan meatus inferior.

Dasar atau lantai sinus dibentuk oleh prosesus alveolar dan palatine dari rahang atas dan terletak sekitar 1cm dibawah lantai hidung (Gambar 2.1. 1). Biasanya berkaitan dengan akar premolar kedua dan molar pertama gigi. Infeksi gigi juga merupakan penyebab penting sinusitis maksilaris. Ostium sinus maksilaris terletak tinggi di dinding medial dan terbuka di bagian posteroinferior dari ethmoidal infundibulum ke meatus media. Hal ini tidak baik baik untuk drainase alami. 3 Membrana mukosa sinus maksilaris dipersarafi oleh nervus alveolaris superior dan nervus infraorbitalis. 5

Gambar 2.1: Potongan Koronal menunjukkan hubungan sinus maksilaris dansinus etmoidalis ke rongga hidung. Lantai dari sinus maksilaris adalah sekitar 1 cm di bawah lantai hidung.3b. Sinus frontalSinus frontalis terletak di os frontal, terbagi dua kanan dan kiri yang biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak digaris tengah. Sinus frontalis biasanya tersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontalis mudah menyebar ke daerah ini.Masing-masing sinus frontal bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui infundibulum. Membrana mukosa dipersarafi oleh nervus supraorbitalis. 5c. Sinus EthmoidSinus ini berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon yang terdapat di dalam massa bagian lateral os ethmoid, yang terletak diantara konka media dan dinding medial orbita. Jumlah mereka bervariasi 3-18. Sel ethmoidal dibagi oleh lamina basal menjadi ethmoid anterior, kelompok yang membuka ke dalam meatus media dan ethmoid posterior kelompok yang membuka ke dalam meatus superior. Dinding lateral dibentuk oleh plat tipis dari tulang yang disebut lamina papyracea.4 Membrana mukosa dipersarafi oleh nervus etmoidalis posterior. 5d. Sinus Sphenoid Sinus sphenoid terletak dalam os sphenoid di belakang sinus ethmoidal posterior. Sinus sphenoid dibagi oleh dua sekat yang disebut septum intersphenoid. Batas-batasnya adalah sebelah superior terdapat fossa serebri median dan kelenjar hipofise, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus cavernosus dan arteri karotis interna (sering tampak sebagai indentasi), dan sebelah posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.

Gambar 2.2 : Tulang-tulang wajah yang menunjukkan letak sinus frontal dan maksila serta daerah nyeri pada masing-masing sinus (daerah titik-titik halus pada sinusitis frontal, daerah gelap pada sinusitis spheno-edmoidalis dan daerah titik-titik padat pada sinusitis maksila). 5

Gambar 2.3: Potongan coronal melalui cavum nasi memperlihatkan sinus frontal, ethmoid, dan maksila. 52.2 FISIOLOGI SINUS PARANASALBeberapa teori mengemukakan, fungsi sinus paranasal yaitu: sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung. 2 Sistem transpor mukosiliar adalah sistem pertahanan aktif rongga hidung terhadap virus, bakteri, jamur, atau partikel berbahaya lain yang terhirup bersama udara. Efektivitas sistem transpor mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lendir. Palut lendir ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar seromusinosa submukosa. 2 Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transport mukosilier. Rute pertama adalah gabungan sekresi sinus frontal, maksila, dan etmoid anterior. Sekret ini bergabung di dekat infundibulum etmoid, selanjutnya berjalan menuju tepi bebas prosesus unsinatus, dan sepanjang dinding medial konka inferior menuju nasofaring melewati bagian anteroinferior orifisium tuba Eustachius. Transpor aktif berlanjut ke epitel bersilia dan epitel skuamosa pada nasofaring, dan jatuh ke bawah dibantu gaya gravitasi dan proses menelan. Rute kedua adalah gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian posterosuperior orifisium tuba Eustachius. 2Sekret yang berasal dari meatus superior dan septum bergabung dengan sekret rute pertama, yaitu di inferior dari tuba Eustachius. Sekret pada septum berjalan vertikal ke arah bawah terlebih dahulu kemudian ke belakang dan menyatu di bagian inferor tuba Eustachius. Ini sebab mengapa pada sinusitis didapati secret pasca-nasal (post nasal drip), tapi belum tentu ada sekret di rongga hidung. 2

2.3 DEFINISI SINUSITIS

Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Definisi lain menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan membrana mukosa sinus disertai nyeri lokal. Sesuai anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis maxilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus disebut paranasal sinusitis.1,2 Jika gejala bertahan lebih dari 12 minggu maka disebut sinusitis kronik sedangkan hilang sebelum 12 minggu disebut sinusitis akut.62.4 EPIDEMIOLOGISinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.2 Insidens sinusitis merupakan penyakit yang cukup parah yang membuat orang memeriksakan diri ke dokter yaitu antara 1,3 dan 3,5 per 100 kasus orang dewasa per tahun. Peneliti dari Norwegia mengemukakan insidens sinusitis yaitu 3,5 per 100 kasus pada orang dewasa dengan 7% pasien memiliki dua kali kunjungan dan 0,5% memiliki tiga kali atau lebih kunjungan selama periode 12 bulan.7 Di Amerika, insidensi sinusitis sekitar 20 juta orang per tahun dengan 18 juta orang yang melakukan pemeriksaan.8Data dari DEPKES RI (2003) menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Di Indonesia data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut sebanyak 435 pasien dan 69% (300 pasien) adalah sinusitis.92.5 ETIOLOGI

Penyebab sinusitis, yaitu: 2a. VirusSinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan adenovirus.

b. BakteriOrganisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium, Bacteroides, dan Veillonella).

c. JamurBiasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi immunosupresif, dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan Zygomycetes.

Faktor predisposisi sinusitis, yaitu:3a. Infeksi hidungMukosa sinus merupakan kelanjutan dari mukosa hidung sehingga infeksi pada hidung dapat sampai ke sinus.

b. Berenang dan menyelamAir yang terinfeksi bisa masuk ke sinusmelalui ostium sinus. Tingginya kandungan gas klorin di kolam juga dapat mengatur peradangan kimia.c.TraumaPatah tulang atau cedera yang mengenaisinus frontal, maxillary dan ethmoid dapat menyebabkan infeksi langsung pada mukosa sinus. d. Infeksi GigiHal ini berlaku untuk sinus maksilaris. infeksidari gigi molar atau premolar atau ekstraksi dapat menyebabkan sinusitis. e. Obstruksi ventilasi dan drainase

Dapat terjadi karena adanya septum deviasi, hipertrofi konka karena alergi, polip, neolplasma jinak maupun ganas.f. Serangan sinusitis sebelumnya: hal ini menyebabkan rusaknya pertahanan lokal mukosa sinus.2.6 PATOFISIOLOGI

Berbagai hambatan fisik dan biokimia mencegah masuknya agen infeksi ke dalam tubuh. Yang paling penting adalah kulit dan mukosa. Sel epitel adalah penghalang pertama kontak dengan virus atau bakteri. Sekresi lendir oleh sel goblet mencegah invasi mikro-organisme ke sel epitel, sehingga mencegah mereka masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme menjadi terjebak dalam lendir dan secara mekanis dihapus dari jalan napas oleh gerakan silia dari sel bersilia. Selain itu, faktor lingkunganpun berpengaruh seperti suhu, pH dan kadar O2. Hanya mikroorganisme yang membutuhkan lingkungan yang mirip dengan internal tubuh manusialah yang mampu bertahan dan menginfeksi manusia.Virus adalah mikroorganisme intraseluler yang membutuhkan sel inang untuk replikasi mereka. Rhinovirus, misalnya, menginfeksi sel epitel saluran napas melaluimengikat ICAM-1 reseptor pada permukaan sel.

Superinfeksi bakteri tergantung pada dua faktor, yaitu faktor host dan faktor bakteri . Faktor yang terbukti berhubungan yaitu gangguan silia, alergi, laryngopharyngeal refluks, penggunaan naso-intubasi trakea. Karena infeksi virus, alergi atau faktor-faktor lain, beberapa perubahan mungkin terjadi di hidung dan jaringan paranasal. Infeksi virus menginduksi gangguan epitel, meningkatkan jumlah sel goblet dan menurunkan angka sel-sel bersilia. Akhirnya, perubahan ini menyebabkan obstruksi ostia sinus pada rongga hidung kemudian diikuti oleh peningkatan tekanan negatif dalam rongga sinus. Selanjutnya terjadi retensi lendir, mengganggu pertukaran gas normal, menurun kadar oksigen dan pH, menghambat pembersihan bahan menular dan puing-puing inflamasi, dan meningkatkan risiko bakteri. Semua perubahan lokal dalam hidung dan ruang paranasal membentuk lingkungan yang ideal untuk bakteri kolonisasi dan pertumbuhan.

Infeksi virus pada jaringan hidung juga dapat langsung meningkatkanadhesi bakteri ke sel epitel hidung. Terdapat peningkatan adhesi signifikan S. aureus, S. pneumoniae, dan H. influenza pada sel rhinovirus yang terinfeksi. Penelitian lain menegaskan hubungan istimewa dan kerjasama antara virus dan bakteri, misalnya Virus influenza A dan infeksi streptokokus. Penelitian ini menunjukkan replikasi virus yang meningkatkan adhesi bakteri.

Faktor kedua yaitu faktor bakteri. Misalnya Streptokokus, Staphylococcus dan bakteri Gram-negatif, menghasilkan racun ditujukan terhadap sistem pertahanan, leukositatau sel-sel epitel, yang memungkinkan invasi lebih mudah.62.7 GEJALA KLINIS

Menurut EPOS 2012, keluhan subjektif yang dapat terjadi adalah: 6a. Obstruksi nasal

Keluhan obstruksi hidung biasanya bervariasi dari obstruksi aliran udara mekanis sampai dengan sensasi terasa penuh pada daerah hidung dan sekitarnya.

b. Sekret / dischargenasal

Dapat berupa anterior atau posterior nasal drip (sekret hidung).

c. Nyeri / tekanan fasial

Lebih nyata dan terlokalisir pada pasien dengan rinosinusitis akut, pada rinosinusitis kronik keluhan lebih difus dan fluktuatif.

d. Abnormalitas daya penghidu

Fluktuasi daya penghidu berhubungan dengan rinosinusitis kronis yang mungkin disebabkan karena obstruksi mukosa fisura olfaktorius dengan / tanpa alterasi degeneratif pada mukosa olfaktorius.

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis sinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis sinusitis dapat ditegakkan apabila ditemukan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor, dapat dilihat pada tabel berikut:10

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Konvensional Sinusitis10

Gejala MayorGejala Minor

Purulent anterior nasal discharge

Posterior nasal discharge yang purulen atau berubah warna Hidung tersumbat Wajah terasa berat Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Hiposmia atau anosmia Demam (hanya untuk sinusitis akut) Sakit kepala

Nyeri telinga, rasa penuh pada telinga

Halitosis

Sakit gigi

Batuk

Demam (sinusitis subakut atau kronik)

Fatigue

2.8.1 Anamnesis

Gejala subjektif sistemik dapat berupa demam, malaise akibak toksemia dari bakteri. Trias sinusitis yang terkenal yaitu, sefalgia, nyeri pada daerah wajah, dan demam dianggap sebagai presentasi klasik pada sinusitis. Sinusitis virus, demam tidak melebihi 24 48 jam dan pengeluaran mukus purulen terjadi pada hari kelima atau keenam. Sementara itu pada sinusitis bakteri, didapatkan demam tinggi selama 3 4 hari, disertai dengan purulent nasal discharge sejak onset terjadi.3,10Sementara itu berdasarkan beratnya penyakit, sinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm):6 Ringan: VAS 0-3

Sedang : VAS >3-7

Berat: VAS >7-10Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS jawaban dari pertanyaan:6

Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara?

_______________________________________________________________Tidak mengganggu

10 cm Gangguan terburuk

Keterangan : Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien

Menurut waktu terjadinya, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis akut dan kronik, kriteria sinusitis akut dan kronik pada dewasa menurut International Conference on Sinus Disease 1993 & 2004, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:11Tabel 2.2 Kriteria Sinusitis Akut dan Kronik pada Dewasa Menurut International Conference on Sinus Disease11KriteriaSinusitis AkutSinusitis Kronik

Lama Gejala dan Tanda< 12 minggu

12 minggu

Jumlah episode serangan akut, masing-masing berlangsung minimal 10 hari< 4 kali/ tahun

4 kali/ tahun

Reversibilitas mukosaDapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosaTidak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa

Sementara itu European Paper On Rhinosinusitis and Nasal Polyps klasifikasi sinusitis akut dan kronik dapat dilihat pada tabel berikut:6

Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis Sinusitis Akut dan Kronik pada Dewasa menurut European Papaer On Rhinosinusitis and Nasal Polyps6

Sinusitis AkutSinusitis Kronik

Onset mendadak dua atau lebih dari gejala berikut :

Hidung tersumbat

Nasal discharge (anterior/ posterior)

Nyeri atau rasa tertekan pada wajah

Dapat disertai dengan berkurangnya kemampuan menghidu

Selama < 12 minggu.

Tanpa gejala diantara interval serangan pada saat rekuren.Hidung terumbat atau nasal discharge disertai dengan dua atau lebih dari gejala berikut :

Nyeri atau rasa tertekan pada wajah

Dapat disertai dengan berkurangnya kemampuan menghidu

Selama 12 minggu.

Tanyakan riwayat alergi seperti, rinore, bersin-bersin di pagi hari, dan mata berair.

2.8.2 Pemeriksaan Fisik

2.8.2.1 Rhinoskopi Anterior

Gambaran rhinoskopi anterior pada sinusitis akut tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak sekret purulen di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan dan sinusitis sphenoid sekret purulen tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis. Pada sinusitis kronik dapat disertai dengan polip.112.8.2.2 Rhinoskopi Posterior

Tampak pus di dinding posterior faring (post nasal drip). Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif pada sinusitis maksilaris, maka akan keluar pus dari hidung.112.8.2.3 Pemeriksaan Sinus Paranasal2Inspeksi:

Pembengkakan pipi sampai kelopak mata bawah disertai berwarna kemerahan menunjukkan sinusitis maksila akut.

Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut.

Sinusitis etmoid akut jarang menimbulkan pembengkakan di luar, kecuali bila telah terjadi abses.

Palpasi

:

Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan sinusitis maksila.

Nyeri tekan pada bagian medial atap orbita menunjukkan sinusitis frontal.

Nyeri tekan pada kantus medius menunjukkan sinusitis etmoid.

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

2.8.3.1 Transiluminasi2Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak bayangan gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum tersisi pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi. Transiluminasi sinus frontal hasilnya lebih sering meragukan, karena besar dan bentuk kedua sinus sering kali tidak sama. Gambaran terang berarti sinus berkembang dengan baik, sementara gambaran gelap berarti sinusitis atau hanya menunjukkan sinus tidak berkembang dengan baik.2

2.8.3.2 Pemeriksaan Radiologi

a. Foto Rontgen Kepala

Posisi rutin yang dipakai adalah Waters, postero-anterior (PA), dan lateral. Posisi Waters untuk menilai keadaan sinus maksila, frontal, dan etmoid. Posisi PA untuk menilai keadaan sinus frontal, dan posisi lateral untuk menilai keadaan sinus frontal, sfenoid, dan etmoid.2

Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal, kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang sulit di evaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal.12 Semua pemeriksaan harus dilakukan dengan proteksi radiasi yang baik, arah sinar yang cukup teliti dan digunakan fokal spot yang kecil. Posisi pasien yang paling baik adalah posisi duduk. Apabila dilakukan pada posisi tiduran, paling tidak posisi Waters dilakukan pada posisi duduk. Diusahakan untuk memperoleh hasil yang dapat mengevaluasi adanya air fluid level dalam sinussinus. Apabila pasien tidak dapat duduk, dianjurkan untuk melakukan foto lateral dengan film diletakkan pada posisi kontralateral dengan sinar X horizontal. Pada pemeriksaan foto rontgen kepala yang dapat dilihat berupa:1

Perselubungan semiopak homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal akibat penebalan mukosa dan submukosa. Penebalan mukosa (tebal > 5 mm) Air fluid level (kadang-kadang) Penebalan dinding sinus dengan gambran sklerotik (kronik) Unilateral dengan fluid air level terbatas di satu sinus pada sinusitis bakterialPemeriksaan kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi, antara lain:12

1. Foto Kepala Posisi Anterior-Posterior ( Posisi Caldwell)

Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang midsagital kepala tegak lurus pada film. Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas meja sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan kantus lateralis mata dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut sinar rontgen adalah 15 derajat kraniokaudal dengan titik keluarnya nasion.12

Gambar 2.4 Foto kepala posisi Caldwell12

Gambar 2.5 Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid level pada sinus maxillaris merupakan gambaran sinusitis akut12

2. Foto Kepala Lateral

Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.12

Gambar 2.6 Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksila12

3. Foto Kepala Posisi WatersFoto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.12

Gambar 2.7 Posisi kepala posisi Waters12

2.8.3.3 Sinoskopi

Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Sinoskopi dapat melihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa, dan apakah ostium terbuka.22.8.3.4 Pemeriksaan Tomogram Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan tomogram sudah jarang digunakan. Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu teknik yang terbaik untuk menyajikan fraktur-fraktur tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan axial dan coronal CT-Scan. Pada Pemeriksaan Tomogram biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau Waters.122.8.3.5 Pemeriksaan CT ScanCT scan merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan, dan perluasannya.2 Pemeriksaan CT scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.12

Gambar 2.8 Foto normal CT Scan sinus Maksila12

Gambar 2.9 Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maksila dengan penebalan dinding mukosa di sinus maksila kanan12

2.8.3.6 Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resitensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius atau superior, untuk mendapatkan antibiotik yang sesuai. Lebih baik lagi bila sekret diambil melalui pungsi sinus maksila.22.9 DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding sinusitis akut dan kronik diantaranya seperti, common cold, nyeri temporomandibular joint (TMJ), sakit kepala, sakit gigi, nyeri pada hidung dan nervus trigeminus, serta neoplasma sinus. Gejala nyeri dan rasa tertekan pada wajah, purulent nasal discharge, hidung tersumbat, hiposmia, sakit gigi, dan respon yang buruk terhadap dekongestan dapat digunakan untuk membedakan penyakit-penyakit yang mirip dengan sinusitis.13

a. Rhinitis Virus (Common Cold)

Membedakan sinusitis akut dan rhintis virus cukup sulit, karena dapat ditemukannya sekret purulen pada pemeriksaan rongga hidung. Namun, pada sinusitis gejala memburuk setelah 5 hari atau lebih dari 10 hari setelah infeksi. Pada sinusitis juga ditemukan adanya gejala akut unilateral. Rhinitis alergi memiliki gejala rinorea yang mungkin juga ditemukan pada sinusitis.13

b. Nyeri Temporomandibular Joint (TMJ)

Anatomi kepala dan leher sangat kompleks sehingga banyak kondisi yang memperlihatkan gejala yang mirip dengan sinusitis. Nyeri TMJ seringkali muncul dengan gejala nyeri yang lebih sering tumpul dan kualitas nyeri yang sangat sakit. Pada palpasi TMJ ditemukan nyeri tekan pada sendi dan click pada TMJ.13

c. Sakit Kepala dan Migrain

Migrain memiliki karakteristik nyeri kepala berdenyut, unilateral, yang terjadi 4 72 jam. Migrain dapat muncul dengan gejala neurologis seperti gangguan penglihatan atau kebas. Adanya aura, durasi gejala yang singkat, dan respon terhadap obat migrain seperti ergot alkaloid dapat membantu membedakan migrain dengan sinusitis. Perasaan kepala bagian frontal pada tension headache makin lama makin memburuk pada hari itu, sementara pada nyeri sinus lebih konstan. Nyeri sinus tidak seberat gejala cluster headache.13

d. Sakit Gigi, Nyeri Nasal dan Trigeminal

Sakit gigi mungkin sebagai hasil dari sinusitis atau mungkin sebagai gejala dari sinusitis itu sendiri. Pada anak. Neuralgia trigeminal jarang terjadi, tapi hal ini dapat menyebabkan nyeri yang perih dan paroksismal sepanjang jalur nervus rigeminus. Sensasi ini kontras berbeda dengan sinusitis yang memiliki rasa nyeri tumpul.13

e. Neoplasma Sinus

Neoplasma sinus relatif lebih jarang, tapi hal ini penting untuk dibedakan dengan sinusitis. Riwayat obstruksi hidung unilateral dan epistaksis harus ditindaklanjuti, dapat dilakukan dengan CT Scan dan nasal endoskopi. Perubahan pada penglihatan dan defisit nervus kranialis, dapat pula dicurigai sebagai adanya suatu neoplasma sinus. Identifikasi adanya neoplasma sinus dilakukan dengan penulusuran secara radiologis.13

2.10 TATALAKSANA

Tujuan terapi sinusitis ialah untuk mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan sinusitis adalah membuka KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus pulih secara alami.22.10.1 Terapi Medikamentosa

2.10.1.1 Antibiotik

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau sefalosporin generasi kedua. Pilihan terapi antibiotik untuk sinusitis dapat dilihat pada tabel berikut:2, 10

Tabel 2.4 Antibiotik Pilihan Untuk Sinusitis Akut Pada Dewasa10

Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10 14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob, seperti metronidazol diberikan selama 3 6 minggu.2,13

Tabel 2.5 Efikasi Antibiotik Sebagai Terapi Sinusitis13

2.10.1.2 Nasal Spray dan Irigasi Nasal

Inflamasi mukosa dan poliposis menyebabkan terjadinya sumbatan pada ostia sinus yang merupakan patogenesis sinusitis kronik. Steroid nasal spray dapat digunakan untuk mengurangi inflamasi mukosa dan mengurangi ukuran polip. Irigasi hidung dengan NaCl penting untuk terapi sinusitis kronik. Irigasi yang sering dapat mencegah akumulasi nasal crusts, membantu klirens mukosiliar, membantu melembabkan mukosa. Irigasi antibiotik seperti gentamisin 80 mg/L dapat diberikan pada sinusitis kronik.13

2.10.1.3 Steroid Sistemik, Dekongestan, dan Terapi Lain

Terapi lain yang diperlukan yakni analgetik, mukolitik steroid oral/topikal, antihistamin. Steroid sistemik dapat mengurangii inflamasi mukosa. Sistemik dekongestan dan mukolitik seperti guaifenesin dapat menguragi gejala. Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya yang menyebabkan sekret menjadi lebih kental, antihistamin diberikan jika hanya ada predisposisi alergi. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi kedua. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merukan terapi tambahan yang bermanfaat. Leukotrine receptor antagonist (montelukast, zafirlukast) dan antibiotik makrolid memiliki efek antiinflamasi, dan menjadi terapi yang bermanfaat.2,13Berikut algoritma tatalaksana sinusitis akut pada dewasa di layanan primer menurut European Paper On Rhinosinusitis and Nasal Polyps , 2012:

Gambar 2.10 Algoritma Tatalaksana Sinusitis Akut pada Dewasa6Berikut algoritma tatalaksana sinusitis kronik pada dewasa di layanan primer menurut European Paper On Rhinosinusitis and Nasal Polyps, 2012:

Gambar 2.11 Algoritma Tatalaksana Sinusitis Kronik pada Dewasa6

2.10.2 Terapi Pembedahan

Bedah sinus endoskopi fungsional atau functional endoscopic sinus surgery (BSEF/ FESS) merupakan tindak pembedahan terkini untuk sinusitis kronik. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan, serta tidak radikal. Indikasi BSEF atau FESS yakni sinusitis kronik yang tidak membaik setelah pengobatan yang adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis, serta sinusitis jamur.2

Keuntungan BSEF/FESS adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan yang sangat terang sehingga saat operasi, kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan patologi di rongga-rongga sinus. Jaringan patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar. Dengan ini drenase dan ventilasi sinus akan lancar kembali secara alamiah, jaringan normal tetap berfungsi dan kelainan di dalam sinus-sinus paranasal akan sembuh dengan sendirinya.11

Gambar 2.12 Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)32.11 KOMPLIKASISinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan. Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami kontaminasi. Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain:3

1. Komplikasi lokal

a) Mukokel

b) Mucous retention cystc) Osteomielitis

2. Komplikasi orbital

a) Preseptal inflammatory oedema of lidsb) Abses orbital

c) Abses subperiosteal

d) Selulitis orbitale) Superior orbital fissure syndromef) Orbital apex syndrome3. Komplikasi intrakranial

a) Meningitis

b) Abses ekstraduralc) Abses subdurald) Abses otake) Trombosis sinus cavernosus4. Infeksi Desenden5. Infeksi FokalKomplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.

CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik atau berkomplikasi.3

Gambar 2.13 Komplikasi Sinusitis32.11. 1 Komplikasi Lokal

Osteomielitis

Osteomielitis merupakan infeksi pada sumsum tulang dan harus dibedakan dengan osteitis yang terjadi pada infeksi tulang kompak. Osteomielitis biasanya terjadi penyebaran infeksi dari sinus maksila dan frontal.3

Osteomielitis maksila lebih sering terjadi pada bayi dan anak dibandingkan dewasa karena terdapatnya spongy bone pada anterior maksila. Manifestasi klinis berupam eritem, bengkak pada pipi, edema pada kelopak mata bawah, purulent nasal discharge, dan demam. Terapi yang diberikan berupa antibiotik dosis tinggi, drainase abses, dan pembuangan sequestra.3

Osteomieliti frontal biasanya sering ditemukan pada dewasa. Osteomielitis frontal terjadi akibat penyebaran infeksi dari sinus frontal secara langsung atau melalui penyebaran vena, selain itu dapat pula terjadi akibat trauma operasi. Pus dapat mengalir keluar di bawah periosteum sebagai suatu pembengkakan yang kenyal (Potts puffy tumour), atau pembengkakan ke dalam sebagai ekstradural abses. Terapi yang diberikan yaitu antibiotik dosis tinggi, dan drainase abses.3

Gambar 2.14 Osteomielitis Maksila dengan Fistula Regio Infraorbita3

Gambar 2.15 Pott`s puffy tumor pada osteomielitis2.11.2 Komplikasi Orbital

Penyebaran infeksi rinosinusitis ke orbita dapat melalui penyebaran langsung melalui defek kelainan bawaan, foramen atau garis sutura yang terbuka, erosi tulang terutama pada lamina papirasea dan tromboflebitis retrograd langsung melalui pembuluh darah vena yang tidak berkatup yang menghubungkan orbita dengan wajah, kavum nasi, dan sinus paranasal. Klasifikasi komplikasi orbita menurut Chandler terdiri dari:141. Selulitis periorbita : peradangan pada kelopak mata yang ditandai dengan edema pada kelopak mata.

2. Selulitis orbita : peradangan dan edema sudah meluas ke orbita, ditandai dengan adanya proptosis, kemosis, dan gangguan pergerakan bola mata. Biasanya bisa meluas menjadi abses orbita dan kebutaan.

3. Abses periorbita (abses subperiosteal) : pembentukan dan pengumpulan pus antara periorbita dan dinding tulang orbita, yang ditandai dengan proptosis dengan perubahan letak bola mata, gangguan pergerakan bola mata dan penurunan visus.

4. Abses orbita : terdapat pembentukan dan pengumpulan pus di orbita ditandai dengan optalmoplegi, proptosis, dan kehilangan penglihatan.

5. Thrombosis sinus kavernosus : sudah terjadi perluasan infeksi ke sinus kavernosus yang ditandai dengan proptosis, optalmoplegi, kehilangan penglihatan disertai perluasan tanda infeksi ke mata yang sehat dan tanda-tanda meningitis.

Penatalaksanaan rinosinusitis kronis dengan komplikasi orbita dapat berupa pemberian medikamentosa baik antibiotik intravena dengan spektrum luas dan atau kombinasi, dekongestan, kortikosteroid sistemik maupun disertai dengan tindakan operatif. Selulitis periorbita dan selulitis orbita biasanya dapat sembuh hanya dengan terapi medikamentosa. Pada abses periorbita, selain terapi medikamentosa dilakukan juga drainase abses dan eradikasi sumber infeksi pada sinus yang terlibat. Pada abses orbita diberikan terapi medikamentosa dan operatif berupa drainase abses dan orbitotomi untuk dekompresi saraf optik. Umumnya tindakan operatif dilakukan bila terdapat kegagalan terapi medikamentosa yang optimal atau sudah terdapat komplikasi orbita yang berat dan atau komplikasi intrakranial.14

Gambar 2.16 Komplikasi Orbital pada Sinusitis, A. Normal, B. Abses Subperiosteal, C. Abses Orbital3

Gambar 2.17 Klasifikasi Sinusitis dengan Komplikasi Orbita14

Gambar 2.18 (a) Selulitis orbital, (b) Penyembuhan selulitis orbital4

2.11.3 Komplikasi Intrakranial

Meningitis

Meningitis timbul sebagai akibat komplikasi dari sinusitis frontal, etmoid dan sfenoid. Pada pemeriksaan fisik didapatkan respon sensorik yang menurun, Kernig dan Brudzinsky positif. Apabila memang dicurigai meningitis akibat infeksi pada sinus, maka CT Scan sinus dengan kontras disarankan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan lumbal pungsi juga disarankan untuk diagnostik dan kultur kuman penyebab. Terapi yang diberikan pada meningitis yakni, antibiotik intravena dan drainase sinus. 13,15

Gambar 2.19 Komplikasi Intrakranial dari Sinusitis Frontal42.12 PROGNOSISSinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70% penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami kekambuhan.13BAB III

LAPORAN KASUSIDENTITAS PASIEN Nama

: Nn.I

Umur

: 21 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Pekerjaan : Pelajar Suku Bangsa: MinangANAMNESIS Seorang pasien perempuan berumur 21 tahun dirawat di bangsal THT RSUP Dr M.Djamil Padang pada tanggal 2 September 2015 dengan : Keluhan Utama :

Bengkak di mata kanan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

Bengkak di mata kanan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit disertai kemerahan, nyeri dan bola mata menonjol.

Hidung tersumbat sejak 3 hari yang lalu. Keluhan ini sering hilang timbul sejak pasien SD, kadang disertai nyeri pada pipi. Biasanya keluhan muncul setelah minum es atau kurang istirahat. Demam ada sejak 3 hari yang lalu Nyeri geraham atas sebelah kanan sejak 6 hari yang lalu Keluar cairan berwarna kuning sampai kehijauan pada hidung, jumlah banyak sejak 1 minggu yang lalu, hilang timbul. Keluhan berkurang penglihatan pada mata kanan tidak ada. Sakit kepala hebat tidak ada Sering bersin-bersin pagi hari tidak ada. Riwayat alegi tidak ada.Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tidak pernah mengeluhkan bengkak pada mata kanan sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:

Pasien seorang pelajar SMA

PEMERIKSAAN FISIKStatus Generalis

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: CMC

Tekanan Darah: 120/80

Frekuensi Nadi: 82x/menit

Frekuensi nafas : 18x/menit

Suhu

:37,20C

Pemeriksaan sistemik

Kepala : tidak ditemukan kelainan

Wajah: tampak bengkak pada pipi kanan

Mata

: Konjungtiva anemis, sklera tidak ikteri

Paru : Dalam batas normal

Jantung : Dalam batas normal

Abdomen : Distensi tidak ditemukan,dalam batas normal

Extremitas: teraba hangat, refilling kapiler baikSTATUS LOKALIS THT

Status Lokalis THTTelinga

PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

Daun telingaKel kongenitalTidak adaTidak ada

TraumaTidak adaTidak ada

RadangTidak adaTidak ada

Kel. MetabolikTidak adaTidak ada

Nyeri tarikTidak adaTidak ada

Nyeri tekan tragusTidak adaTidak ada

Diding liang telingaCukup lapang (N) Cukup lapang (N)Cukup lapang(N)

Sempit--

HiperemisTidak adaTidak ada

Edema Tidak adaTidak ada

MassaTidak adaTidak ada

Sekret/serumenBauTidak adaTidak ada

WarnaKekuninganKekuningan

JumlahSedikitSedikit

JenisSerumen lunakSerumen lunak

Membran timpani

UtuhWarnaPutih MutiaraPutih Mutiara

Reflek cahayaAda, arah jam 5Ada, arah jam 7

BulgingTidak adaTidak ada

RetraksiTidak adaTidak ada

AtrofiTidak adaTidak ada

PerforasiJumlah perforasiTidak adaTidak ada

JenisTidak adaTidak ada

KuadranTidak adaTidak ada

PinggirTidak adaTidak ada

Gambar

MastoidTanda radangTidak adaTidak ada

FistelTidak adaTidak ada

SikatrikTidak adaTidak ada

Nyeri tekan Tidak adaTidak ada

Nyeri ketokTidak adaTidak ada

Tes garpu talaRinnePositifPositif

SchwabachSama dengan pemeriksa

WeberTidak ada lateralisasi

KesimpulanNormal

Audiometri Tidak dilakukan

Hidung

PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

Hidung luarDeformitasTidak adaTidak ada

Kelainan kongenitalTidak adaTidak ada

TraumaTidak adaTidak ada

RadangTidak adaTidak ada

MassaTidak adaTidak ada

Sinus paranasal

PemeriksaanDekstraSinistra

Nyeri tekanAdaTidak ada

Nyeri ketokAdaTidak ada

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

VestibulumVibriseAda Ada

RadangTidak ada Tidak ada

Cavum nasiCukup lapang (N)--

SempitSempitSempit

Lapang--

SekretLokasiAdaAda

JenisMukopurulenMukopurulen

JumlahSedikitSedikit

BauTidak adaTidak ada

Konka inferiorUkuranEutrofiEutrofi

WarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanLicinLicin

EdemaAdaAda

Konka mediaUkuranEutrofiEutrofi

WarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanLicinLicin

EdemaTidak adaTidak ada

SeptumCukup lurus/deviasiCukup lurusDeviasi

PermukaanLicinLicin

WarnaMerah mudaMerah muda

SpinaTidak adaTidak ada

KristaTidak adaAda

AbsesTidak adaTidak ada

PerforasiTidak adaTidak ada

MassaLokasiTidak adaTidak ada

Bentuk--

Ukuran--

Permukaan--

Warna--

Konsistensi--

Mudah digoyang--

Pengaruh vasokonstriktor--

Rinoskopi Posterior (Tidak dilakukan pemeriksaan)PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

KoanaCukup lapang (N)

Sempit

Lapang

MukosaWarna

Edem

Jaringan granulasi

Konka inferiorUkuran

Warna

Permukaan

Edem

AdenoidAda/tidak

Muara tuba eustachiusTertutup sekret

Edem mukosa

MassaLokasi

Ukuran

Bentuk

Permukaan

Post Nasal DripAda/tidak

Jenis

Orofaring dan mulut

PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

Palatum mole + Arkus FaringSimetris/tidakSimetris

WarnaMerah muda

EdemTidak ada

Bercak/eksudatTidak ada

Dinding faringWarnaMerah muda

PermukaanRata

TonsilUkuranT1T1

WarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanLicinLicin

Muara kriptiTidak melebarTidak melebar

DetritusTidak adaTidak ada

EksudatTidak adaTidak ada

Perlengketan dengan pilarTidak adaTidak ada

PeritonsilWarnaMerah mudaMerah muda

EdemaTidak adaTidak ada

AbsesTidak adaTidak ada

TumorLokasiTidak adaTidak ada

Bentuk--

Ukuran--

Permukaan--

Konsistensi--

GigiKaries/RadiksadaTidak ada

KesanHiegene gigi dan mulut kurang

LidahWarnaMerah muda

BentukNormal

DeviasiTidak ada

Massa Tidak ada

Gambar

Laringoskopi Indirek (Tidak dilakukan pemeriksaan)PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

EpiglotisBentuk

Warna

Edema

Pinggir rata/tidak

Massa

AriteniodWarna

Edema

Massa

Gerakan

Ventrikular bandWarna

Edema

Massa

Plica vokalisWarna

Gerakan

Pingir medial

Massa

Subglotis/trakeaMassa

Sekret

Sinus piriformisMassa

Sekret

ValekulaMassa

Sekret ( jenisnya )

Gambar

Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher

Inspeksi

: tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah

bening leher.

Palpasi

: tidak teraba pembesaran KGBPemeriksaan Penunjang

Nasoendokopi

DekstraSinistra

Kavum nasiSempitSempit

Konka inferiorEdema (+)Edema (+)

Konka mediaEdema (+)Edema (+)

Meatus mediaTertutupTertutup

SeptumDevasi (-)Deviasi (+), krista (+)

KoanaTerbukaTerbuka

Kompleks OsteomeatalTertutupTerbuka

NasofaringMassa (-)Massa (-)

SekretAda, mukopurulenAda, mukopurulen

CT Scan Sinus Paranasal Tanpa Kontras

Tampak perselubungan hipodens pada sinus maksilaris kanan, etmoid kanan, kavum nasi kanan, frontal kanan yang meluas ke lamina papiracea kanan, kantus media kanan, sampai ke extraconal kanan dan palpebra kanan.

Kompleks osteomeatal kanan tertutup perselubungan, KOM kiri terbuka.

Konka nasal kanan dan kiri tak tampak hipertrofi.

Rongga nasofaring masih baik

Kesan : Multisinusitis dengan perluasan ke orbita dextra (extraconal)Pemeriksaan Laboratorium

Hb

: 13,4 g/dL

Leukosit: 11.400/ mm3Trombosit: 282.000/ mm3Ht

: 41%

PT/ APTT: 11,1 detik/ 38,4 detik

Diagnosis

: Multisinusitis kronis dengan komplikasi selulitis orbita dextraTerapi

: Cefoperazone2 x 2 gr i.v

Dexamethason3 x 5 mg i.v

Metronidazol 3 x 500 mg i.v

IVFD RL

8 jam/kolf

Rencana Operasi : Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)

Prognosis :

Quo ad Vitam

: bonam

Quo ad Sanam

: dubia ad malam

Quo ad Funtionam: dubia ad malam

DISKUSI

Seorang pasien perempuan berumur 21 tahun dirawat di bangsal THT RSUP Dr M.Djamil Padang pada tanggal 2 September 2015 dengan keluhan utama Bengkak di mata kanan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Dari anamnesis didapatkan bengkak di mata kanan 3 hari sebelum masuk rumah sakit disertai dengan nyeri, kemerahan dan bola mata menonjol. Selain itu, pasien juga mengeluhkan hidung tersumbat sejak 3 hari yang lalu. Keluhan ini sering hilang timbul sejak pasien SD, kadang disertai nyeri pada pipi. Biasanya keluhan muncul setelah minum es atau kurang istirahat. Demam ada sejak 3 hari yang lalu. Nyeri geraham atas sebelah kanan sejak 6 hari yang lalu Keluar cairan berwarna kuning sampai kehijauan pada hidung, jumlah banyak sejak 1 minggu yang lalu, hilang timbul.Berdasarkan anamnesis, keluhan pasien ini mengarah pada sinusitis. Sesuai dengan EPOS 2012, gejala sinusitis yaitu obstruksi nasal, sekret / dischargenasal, nyeri / tekanan fasial dan abnormalitas daya penghidu. Pada pasien ini ditemukan obstruksi nasal, sekret / dischargenasal, nyeri / tekanan fasial. Keluhan hidung tersumbat disertai nyeri pada pipi sejak sudah dialami sejak SD. Hal ini menunjukkan perjalanan penyakit kronik sehingga kemungkinan sudah menimbulkan komplikasi. Komplikasi sinusitis yaitu komplikasi local, kranial, dan orbita. Keluhan mata bengkak, nyeri, kemerahan dan bola mata menonjol menunjukkan tanda abses yang merupakan salah satu komplikasi sinusitis ke orbita.

Pada pasien ini tidak bisa dilakukan pemeriksaan fisik karena pasien baru saja menjalani operasi. Dari pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan Multisinusitis dengan perluasan ke orbita dextra (extraconal).

Pasien ini didiagnosis dengan Multisinusitis kronis dengan komplikasi selulitis orbita dextra. Diberikan terapi Cefoperazone 2 x 2 gr i.v, Dexamethason3 x 5 mg i.v, Metronidazol 3 x 500 mg i.v, IVFD RL8 jam/kolf, dan telah dilakukan Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) pada tanggal 3 September 2015.DAFTAR PUSTAKA

1.. Rusdy Ghazali Malueka. Sinus Paranasal (SPN). Dalam: Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press Yogyakarta, cetakan ketiga; 2011, p. 116-118

2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal dan Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2012.p.122-130

3. Dhingra PL. Disease of Ear Nose and Throat. Edisi keempat. New Delhi, India : Elsevier.; 2007.p : 187-195

4. Clarke ray. Lecture Notes: Diseases of the Ear,Nose and Throat. University of Liverpool; UK. 2014.p: 87-94

5. Snell, R. S. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta:EGC; 2006.p. 804-807.

6. Fokkens Wet al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Vol 50;2012.p.3-107.

7. Lindbakc M. Hickner JM. Ear nose and throat problems. Dalam: Jones R, Britten N, Culpepper L, Grol R, Mant D, Silagy C, et al, editors. Oxford textbook of primary medical care. 2nd volume. New York: Oxford University, 2005; p.72427.

8. Beach J. Sinusitis. Dalam: Buttaro TM, Trybulski J, Bailey PP, Cook JS, head and neck surgery otolaryngology. Edisi keempat;2004

9. www.depkes.go.id (di akses pada: 5 September 2015)

10. Chow AW, Benninger MS, Brook I, Brozek JL, Goldstein EJC, Hicks LA, IDSA Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis in Children and Adults. IDSA Guidline; 2012: halaman e1 e41.

11. HTA Indonesia, Functional Endoscopic Sinus Surgery di Indonesia; 2006: halaman 152.12. Rachman DM. Sinus Paranasal dalam Radiolodi Diagnostik. Edisi Kedua. FKUI-RSCM. Jakarta; 2005: halaman 431-46.

13. Shah AR, Salamone FN, Tami TA. Acute and Chronic Sinusitis. Current Diagnosis and Treatment in Otorhinolaringolody. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States; 2008; halaman 273 281.14. Huriyati E, Budiman BJ, Anwar HK, Rhinosinusitis Kronis dengan Abses Periorbita. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang; 2012: halaman 1 8.

15. Goldenberg B, Goldstein BJ. Rhinology. Handbook of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Thieme. New York; 2011: halaman 233 242.

47