Case Sinusitis

download Case Sinusitis

of 29

Transcript of Case Sinusitis

LAPORAN KASUSSINUSITIS MAKSILARIS SINISTRA, ETHMOIDALIS SINISTRA, FRONTALIS SINISTRA DAN POLIP NASI SINISTRA

Disusun Oleh :Cynthia Natalia (03007054) Hairunnisa Bt. Arshad (03007291) Ichwan Zuanto (107103003842)

Pembimbing : dr. Sudjarwadi, Sp. THT, KL

KEPANITERAAN KLINIK THT RSUD KOTA BEKASI PERIODE 12 SEPTEMBER 2011 15 OKTOBER 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul SINUSITIS MAKSILARIS SINISTRA, ETHMOIDALIS SINISTRA, FRONTALIS SINISTRA DAN POLIP NASI SINISTRA telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu THT di RSUD Kota Bekasi periode 12 September 2011 15 Oktober 2011

Bekasi, 30 September 2011

(dr. Sudjarwadi Sp.THT, KL)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Mahaesa, atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya. Laporan kasus ini disusun untuk melengkapi tugas di kepanitraan klinik ilmu penyakit THT di RSUD Kota Bekasi. Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Sudjarwadi, Sp.THT, KL selaku pembimbing makalah kasus kami di Kepaniteraan Klinik THT RSUD Bekasi yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan dalam penyusunan makalah ini. Kami sadari betul bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah yang kami buat ini. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah laporan kasus kamin ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb.

Jakarta, September 2011

Penyusun, Cynthia Natalia (03007054) Hairunnisa Bt. Arshad (03007291) Ichwan Zuanto (107103003842)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... II.1. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal ....................... II.1.1. Anatomi Hidung... II.1.2. Anatomi Sinus Paranasal .... II.2. Sinusitis .. II.2.1. Definisi II.2.2. Etiologi dan faktor predisposisi ...... II.2.3. Patofisiologi .... II.2.4. Klasifikasi dan mikrobiologi ... II.2.5. Manifestasi Klinis ... II.2.6. Diagnosis . II.2.7. Terapi .. II.2.8. Komplikasi .. II.3. Polip Hidung .................................................................................. II.3.1. Definisi II.3.2. Patogenesis .. II.3.3. Diagnosis . II.3.4. Penatalaksanaan .. BAB III. LAPORAN KASUS ....................................................... BAB IV. DISKUSI ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... i ii iii 1 2 2 2 3 5 5 5 6 6 8 9 10 10 11 11 11 12 13 14 24 2515

BAB I PENDAHULUAN

Sinusitis adalah radang selaput permukaan sinus paranasal, sesuai dengan rongga yang terkena sinusitis dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama semakin berat. Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu di kuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa lain.

16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal

II.1.1. Anatomi Hidung Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:

tulang hidung (os nasalis), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang

terletak di bagian bawah hidung, yaitu: sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),15

beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.

Pada dinding lateral terdapat:1 4 buah konka - konka inferior - konka media - konka superior - konka suprema (rudimenter) kartilago nasalis lateralis superior sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor) beberapa pasang kartilago alar minor tepi anterior kartilago septum.

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior.

Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

II.1.2. Anatomi Sinus Paranasal Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut:15

Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila dan sinus kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus Meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Fungsi sinus paranasal

Membentuk pertumbuhan wajah Sebagai pengatur udara (air conditioning) Peringan cranium Resonansi suara Membantu produksi mukus Sinusitis Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,

II.2.

II.2.1. Definisi bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.

15

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyakit utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinus paranasal yang sering terkena ialah sinus ethmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena meyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati. II.2.2. Etiologi dan faktor predisposisi Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartegener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rhinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. II.2.3. Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam kompleks osteo-meatal. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama dengan udara pernapasan. Organ-organ yang membentuk kompleks osteo-meatal letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak15

dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap rhinosinusitis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut dengan rhinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi. II.2.4. Klasifikasi dan mikrobiologi Konsensus internasional tahun 1995 membagi rhinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut dengan batas 4 minggu sampai dengan 3 bulan, dan kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas. Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30 - 50%), Haemophylus influenzae (20 40%), da Moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis paling sering ditemukan (20%).16

Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri gram negatif dan anaerob. Sinusitis dentogen Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronis. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi. Bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga perlu dilakukan irigasi sinus maksila. Sinusitis jamur Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak jarang ditemukan. Angka kejadiannya meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan predisposisi antara lain diabetes melitus, neutropenia, penyakit AIDS, dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergilus dan Candida. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai berikut: sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih keabu-abuan pada irigasi antrum. Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen. Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia dan neutropenia, pemakaian steroid lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan dapat merusak dinding sinus, jaringan orbita, dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa berwarna biru kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering berakhir dengan kematian.15

Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa juga menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gambaran kliniknya tidak sehebat yang bersifat fulminan karena perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti sinusitis bakterial, tetapi sekretnya kental dengan bercak-bercak kehitaman, yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di dalam rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak sampai mendestruksi tulang. Sering mengenai sinus maksila. Gejala klinis sering menyerupai sinusitis kronis berupa rinore purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur juga di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna cokelat kehitaman dengan atau tanpa pus di dalam sinus. Terapi untuk sinusitis jamur invasif ialah pembedahan, debridemen, anti jamur sistemik, dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya. Obat standar ialah amfoterisin B, bisa ditambah dengan rifampisin atau flusitosin agar lebih efektif. Pada misetoma hanya perlu terapi bedah untuk membersihkan massa jamur, menjaga ventilasi dan drainase sinus. Tidak diperlukan anti jamur sistemik. II.2.5. Manifestasi klinis Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang orbita menandakan sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang orbita, dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkhitis (sino-bronkhitis), bronkhiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang15

meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. II.2.6. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus medius. Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT-Scan. Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, air-fluid level, atau penebalan mukosa. CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus. Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. II.2.7. Terapi Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di kompleks osteo-meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.16

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari walaupun gejala klinik sudah menghilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau diatermi. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat. Tindakan operasi Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

II.2.8. Komplikasi Komplikasi sinusitis yang berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksarsebasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata, yaitu sinus ethmoid, kemudian frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perikontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses periosteal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus. Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural/subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.15

Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa: Osteomielitis dan abses periosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi. Kelainan paru seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sino-bronkhitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkhial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan. II.3. Polip hidung Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rhinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti. II.3.2. Patogenesis Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. Teori lain mengatakan karena ketidaksembangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang mengakibatkan dilepasnya sitokinsitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses ters berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.

II.3.1. Definisi

15

Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerahmerahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat. Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteo-meatal di meatus medius dan sinus ethmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal polip dapat dilihat. Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antrokoana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus ethmoid.

Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil, dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah, saraf, dan kelnjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi. Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2 yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik. II.3.3. Diagnosis polip nasi a. Anamnesis Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung terasa tersumbat dari yang ringan samapai ke yang berat, rinore mulai dari yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal.15

Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapatkan post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernapas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur, dan penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat rinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan. b. Pemeriksaan fisik Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan. Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997), stadium 1: polip masih terbatas di meatus medius, stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung, stadium 3: polip yang masif. c. Naso-endoskopi Adanya fasilitas endoskopi (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. d. Pemeriksaan radiologi Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan dari mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan CT-Scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada kompleks osteo-meatal. CT-Scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. II.3.4. Penatalaksanaan Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik. Polip tipe eosinofil memberikan respon16

yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan dengan polip tipe neutrofil. Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal, ethmoidektomi intranasal atau ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila, dan yang terbaik adalah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).

16

B A B III L AP O R A N K AS US I. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada 28 September 2011 jam 06.30 WIB. Keluhan utama: Kedua hidung tersumbat hilang timbul sejak 4 bulan SMRS. Keluhan tambahan: Hidung berair hilang timbul sejak 4 bulan SMRS. IDE NTI Riwayat penyakit sekarang: OS datang dengan keluhan kedua hidung tersumbat yang hilang timbul sejak 4 bulan SMRS. Hidung kiri dirasakan sering tersumbat sejak 8 tahun yang lalu, hilang timbul, membaik dengan hidung kanan pula dirasakan tersumbat sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan hidung tersumbat dirasakan hilang timbul, semakin memberat sejak 4 bulan terakhir dan lebih enakan di pagi hari berbanding sore. OS juga mengeluh sejak 1 bulan yang lalu, keluar cairan pada hidung sebelah kiri berwarna bening, jumlah sedikit, tidak berbau dan tidak ada darah. OS menyangkal adanya riwayat sering bersin pada pagi hari. Riwayat pernah mimisan disangkal. OS juga mengalami gangguan dalam penghidu. Sakit kepala, kepala terasa berat waktu sujud dan terasa seperti tertelan cairan di tenggorokan juga dialami oleh OS. OS juga mengeluh terdapat gangguan pendengaran di kedua telinga sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat penyakit dahulu: Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Riwayat sering batuk, pilek, dan nyeri tenggorok disangkal. Riwayat penyakit amandel disangkal. Riwayat15

Nama Umur Jenis kelamin Agama Suku Pekerjaan Pendidikan Alamat

: Tn. M. A : 45 tahun : Pria : Islam : Jawa : Tukang kayu : SD : Penggilingan Baru RT 01/08

alergi disangkal. Riwayat maag disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, dan batuk-batuk lama disangkal. Riwayat penyakit keluarga: Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa seperti yang dialami oleh pasien. Riwayat hipertensi, penyakit kencing manis, dan penggunaan obat dalam jangka panjang. Riwayat pengobatan: Pasien belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya. Riwayat kebiasaan: Riwayat merokok 2 bungkus per hari selama kurang lebih 20 tahun namun dalam satu tahun terakhir, pasien mengaku telah berhenti. II. PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Tanda vital

: Tampak sakit ringan : compos mentis : : 80 x/mnt : 145/90 mmHg : 20 x/mnt : 36,1C : normocephali : CA -/-, SI -/: KGB tidak teraba membesar : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Frekuensi Nadi Tekanan Darah Frekuensi Napas Suhu Tubuh

Kepala Mata Leher Thorax Abdomen Ekstremitas A. STATUS THT

1. Pemeriksaan telinga

16

2. Pemeriksaan hidung

15

3. Pemeriksaan gigi dan mulut

Trismus : (-) Gigi dan gusi: dbn Lidah : dbn Kelenjar liur : dbn Kelainan lainnya : (-) Leher

Kelenjar limfe : dbn Kelainan lainnya : tidak ada 4.

15

5. Pemeriksaan tenggorokan

6. Pemeriksaan neurologis saraf kranialis N.I : normosmia/anosmia N.II : lapang pandang luas, visus 6/6 N.III, IV, VI: gerakan bola mata ke segala arah, strabismus -/-, ptosis -/-, eksoftalmus -/-, enoftalmus -/-, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+16

N.V : gerakan rahang baik, buka tutup mulut baik, menggigit baik N.VII : mimik wajah simetris, angkat alis, kerut dahi, kembung pipi simetris, SNL kanan=kiri N.VIII : rinne +/+, weber tidak ada lateralisasi, swabach pasien = pemeriksa, nistagmus -/-, tes keseimbangan baik N.IX dan X: disfoni -, disfagi -, rhinolali N.XI : angkat bahu baik, menoleh baik N.XII : julur lidah baik, tenaga otot lidah baik, tremor lidah -, fasikulasi 7. Foto sinus paranasal

I.

RESUME Seorang pria, 44 tahun datang dengan keluhan kedua hidung tersumbat yang hilang timbul sejak 4 bulan SMRS. Hidung kiri dirasakan sering tersumbat sejak 8 tahun yang lalu, hilang timbul, membaik dengan hidung kanan pula dirasakan tersumbat sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan hidung tersumbat dirasakan hilang timbul, semakin memberat sejak 4 bulan terakhir dan lebih enakan di pagi hari berbanding sore. OS juga mengeluh sejak 1 bulan yang lalu, keluar cairan pada hidung sebelah kiri berwarna bening, jumlah sedikit, tidak berbau dan tidak ada darah. OS menyangkal adanya riwayat sering bersin pada pagi hari. Riwayat pernah mimisan disangkal. OS juga mengalami gangguan dalam penghidu.17

Sakit kepala, kepala terasa berat waktu sujud dan terasa seperti tertelan cairan di tenggorokan juga dialami oleh OS. OS juga mengeluh terdapat gangguan pendengaran di kedua telinga sejak 1 minggu yang lalu. Os memiliki riwayat hipertensi. Os memiliki riwayat kebiasaan merokok 2 bungkus per hari selama kurang lebih 20 tahun namun dalam satu tahun terakhir, pasien mengaku telah berhenti. Pemeriksaan fisik Pada status generalis pasien didapatkan hipertensi derajat 1, pada pemeriksaan telinga dalam batas normal, pada pemeriksaan hidung di dapatkan adanya nyeri tekan pada pipi dan dahi.Pada hidung sebelah kiri cavum nasi sempit, mukosa hiperemis, terdapat sekret kental,bening di meatus media dan adanya massa putih keabu-abuan. Pada pemeriksaan tenggorok dalam batas normal. Pada foto sinus paranasal didapatkan adanya perselubungan homogen pada sinus maksilaris kiri, etmoidalis kiri, frontalis kiri dan polip nasi. II. DIAGNOSIS KERJA a. Sinusitis maksilaris kiri, etmoidalis kiri, frontalis kiri Dasar-dasar yang mendukung: Hidung kiri tersumbat Sekret berwarna bening dan kental Nyeri kepala Post nasal drip Transluminasi maxilaris dan frontalis sinistra suram Foto SPN bermakna diagnostik

a. Polip nasi sinistra

Dasar-dasar yang mendukung: Hidung kiri tersumbat Sumbatan hidung semakin lama semakin berat yang

Pada pemeriksaan hidung ditemukan massa berwarna putih keabu-abuan mengisi seluruh rongga hidung

I.

DIAGNOSIS BANDING18

a. Sinusitis jamur Dasar yang mendukung: Sinusitis unilateral Sering mengenai sinus maksilaris Adanya post nasal drip Prediposisi:diabetes melitus, AIDS, pengguna steroid jangka panjang. Sukar disembuhkan dengan antibiotik Mukosa berwarna biru-kehitaman Mukosa konka atau septum ada yang nekrotik Sekret hidung kental dengan bercak kehitaman

Dasar yang tidak mendukung:

a. Tumor cavum nasi sinistra Dasar yang mendukung: I. Hidung tersumbat Tidak ada mimisan Pada foto sinus paranasal tidak ditemukan adanya tumor Dasar yang tidak mendukung

RENCANA PENATALAKSANAAN a. Medikamentosa

Aldisa 2x1/hari Mefinal 500 mg 3x1 /hari Cefadroxil cap 500 mg 3x1/hari Konsumsi obat secara teratur Memakan makanan bergizi Menjaga daya tahan tubuh Operasi: Polipektomi sinistra, Antrostomi sinistra, Etmoidektomi sinistra

a. Non medikamentosa I.

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG Gold standard: CT-Scan

19

II.

PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanasionam : ad bonam : ad bonam : ad bonam

20

BAB IV DISKUSI Analisa kasus: Diagnosis kerja: sinusitis maksilaris sinistra, etmoid sinistra, frontalis sinistra Teori Laporan kasus Gejala mayor pada sinusitis adalah adanya Pada OS tedapat adanya sakit diwajah, hidung sakit di wajah, hidung tersumbat, post nasal tersumbat, post nasal drip dan gangguan drip, gangguan penciuman, dan demam penciuman. Gejala minor dari sinusitis adalah batuk, lendir Pada OS adanya sakit kepala. di tenggorokan, nyeri kepala, nyeri geraham dan bau mulut. Diagnosis kerja: polip nasi sinistra Teori Keluhan utama dari polip nasi adalah adanya hidung tersumbat yang semakin lama semakin berat, rinore jernih sampai dengan purulen, hiposmia, anosmia. Keluhan tambahan pada polip nasi adalah bersin-bersin, nyeri di hidung dan kepala daerah frontal, post nasal drip, dan rinore purulen. Pada pemeriksaan fisik di temukan adanya massa warna pucat di meatus medius Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa berwarna putih keabu-abuan di meatus medius. Laporan kasus Pada OS di dapatkan adanya hidung tersumbat yang semakin lama semakin berat, rinore bening, hiposmia. Pada os di dapatkan adanya bersin, post nasal drip.

21

DAFTAR PUSTAKA Mangunkusumo, Endang dan Damajanti Soetjipto. 2007. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 150-3. Mangunkusumo, Endang dan Retno S. Wardani. 2007. Polip Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 123-5. Adams GL,Boeis LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOEIS Edisi keenam:Anatomi dan Fisiologi Telinga.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1997.p; 30-38. Braunwald, Eugene et al. 2009. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 17. Amerika Serikat: McGraw-Hill.

22