Sinusitis Maksilaris2

28
LAPORAN KASUS SINUSITIS MAKSILARIS Oleh: Ketut Jayati Utami Dewi Dandy Chandra Lolik Lesmana Pembimbing: dr. Luh Made Ratnawati Sp.THT-KL DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

Transcript of Sinusitis Maksilaris2

Page 1: Sinusitis Maksilaris2

LAPORAN KASUS

SINUSITIS MAKSILARIS

Oleh:

Ketut Jayati Utami Dewi

Dandy Chandra

Lolik Lesmana

Pembimbing:

dr. Luh Made Ratnawati Sp.THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

LAB/SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN – KEPALA LEHER

RS SANGLAH/FK UNUD DENPASAR

SEPTEMBER 2006

Page 2: Sinusitis Maksilaris2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas

berkatNya, karya tulis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Karya tulis dengan judul “Sinusitis Maksilaris” ini ditulis dalam rangka

menjalani Kepaniteraan Klinik Madya di Lab/SMF Telinga Hidung Tenggorokan

– Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. I Wayan Suardana, Sp.THT-KL (K) selaku kepala Lab/SMF

Telinga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher FK UNUD/RS Sanglah.

2. dr. Luh Made Ratnawati Sp.THT-KL selaku pembimbing penulisan paper

ini.

3. semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih jauh dari sempurna,

karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk ini penulis

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak.

Denpasar, 24 Juni 2006

Penulis

ii

Page 3: Sinusitis Maksilaris2

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA .......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

BAB 2 ISI ........................................................................................................... 2

2.1 Definisi ................................................................................................... 2

2.2 Anatomi Sinus Paranasalis ..................................................................... 2

2.3 Epidemiologi........................................................................................... 3

2.4 Etiologi ................................................................................................... 3

2.5 Patogenesis.............................................................................................. 4

2.6 Manifestasi Klinik................................................................................... 4

2.7 Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 5

2.8 Diagnosis Banding................................................................................... 6

2.9 Penatalaksanaan....................................................................................... 6

BAB 3 LAPORAN KASUS................................................................................. 7

3.1 Identitas Pasien........................................................................................ 6

3.2 Anamnesis............................................................................................... 6

3.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................... 7

3.4 Resume.................................................................................................... 10

3.5 Diagnosa Kerja........................................................................................ 10

3.6 Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 10

3.7 Penatalaksanaan....................................................................................... 10

3.8 Prognosis................................................................................................. 10

BAB 4 PEMBAHASAN...................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 13

iii

Page 4: Sinusitis Maksilaris2

BAB 1

PENDAHULUAN

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum

nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan

diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus

sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis.1

Sinus yang alam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya

berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk

perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri

ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.2, 3,4,5

Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia.6 Sinusitis

bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian

antibiotik.2,3 Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan

medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif

sinusitis di Amerika Serikat.7 Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah

penyakit yang penting untuk diketahui oleh seorang praktisi kesehatan. Dan

sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris.8 Oleh karena

itu tema ini diangkat agar diagnosis, dan penanganan sinusitis maksilaris bisa

dimengerti dengan lebih baik.

1

Page 5: Sinusitis Maksilaris2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sinus paranasalis adalah rongga udara berlapis mukosa pada tulang kranium, yang

berhubungan dengan rongga hidung dan meliputi sinus frontalis, sinus etmoidalis,

sinus maksilaris, dan sinus sfenoidalis.9 Sedangkan sinusitis adalah kondisi

inflamatorik yang melibatkan satu atau lebih dari keempat rongga berpasangan

yang mengelilingi kavum nasi (sinus paranasalis).3 Menurut anatomi yang

terkena, sinusitis daibagi atas sinusitis frontalis, sinusitis etmoidalis, sinusitis

maksilaris, dan sinusitis sfenoidalis.4 Jadi, sinusitis maksilaris adalah suatu kondisi

inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris.

2.2 Anatomi Sinus Paranasalis

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum

nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan

diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus

sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis (Gambar 1). Seluruh sinus

dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu

mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam

kavum nasi. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.1

Gambar 1. Sinus Paranasalis. Sumber: Clinical Anesthesiology 6th edition(2006).

2

Page 6: Sinusitis Maksilaris2

Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada

saat lahir.1 Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding

inferior orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial,

prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas

anterior.8

2.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis.6,7,810,11,12Virus

adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan.3,7 Namun, sinusitis

bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian

antibiotik.2,3 Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan

medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif

sinusitis di Amerika Serikat.7

Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di

tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi

pollen yang tinggiterkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis.6

Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar.8

2.4 Etiologi

Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat meberikan kontribusi dalam

terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh silia,

yang akhirnya menyebabkan sinusitis. Penyebab nonifeksius antara lain adalah

rinitis alergika, barotrauma, atau iritan kimia. Penyakit seperti tumor nasal atau

tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan juga penyakit granulomatus

(Wegener’s granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat menyebabkan

obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi yang menyebabkan perubahan kandungan

sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan mengganggu

pengeluaran mukus. Di rumah sakit, penggunaan pipa nasotrakeal adalah faktor

resiko mayor untuk infeksi nosokomial di unit perawatan intensif.3

Infeksi sinusitis akut dapat disebabkan berbagai organisme, termasuk virus,

bakteri, dan jamur.3,13 Virus yang sering ditemukan adalah rhinovirus, virus

parainfluenza, dan virus influenza.3 Bakteri yang sering menyebabkan sinusitis

3

Page 7: Sinusitis Maksilaris2

adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan moraxella

catarralis3,6,14,15,16,17,18 Bakteri anaerob juga terkadang ditemukan sebagai penyebab

sinusitis maksilaris, terkait dengan infeksi pada gigi premolar.3,19 Sedangkan

jamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis pada pasien dengan gangguan

sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif yang mengancam jiwa. Jamur

yang menyebabkan infeksi antara lain adalah dari spesies Rhizopus, rhizomucor,

Mucor, Absidia, Cunninghamella, Aspergillus, dan Fusarium.3,20,21,22

2.5 Patogenesis

Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril.2,3 Sinusitis dapat terjadi bila klirens

silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang

menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan

parsial oksigen.2,3 Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme

patogen.2,3,4,5 Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada

sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.3

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis sinusitis sangat bervariasi. Keluhan utama yang paling sering

ditemukan adalah tidak spesifik, dan dapat berupa sekret nasal purulen, kongesti

nasal, rasa tertekan pada wajah, nyeri gigi, nyeri telinga, demam, nyeri kepala,

batuk, rasa lelah, halitosis, atau berkurangnya penciuman. Gejala seperti ini sulit

dibedakan dengan infeksi saluran nafas atas karena virus, sehingga durasi gejala

menjadi penting dalam diagnosis. Pasien dengan gejala diatas selama lebih dari 7

hari mengarahkan diagnosis ke arah sinusitis.3,23 Kriteria diagnosis sinusitis

dirangkum dalam tabel 1.23

4

Page 8: Sinusitis Maksilaris2

Tabel 1. Kriteria diagnosis sinusitis

Mayor Minor

Nyeri atau rasa tertekan pada wajah

Sekret nasal purulen

Demam

Kongesti nasal

Obstruksi nasal

Hiposmia atau anosmia

Sakit kepala

Batuk

Rasa lelah

Halitosis

Nyeri gigi

Nyeri atau rasa tertekan pada telinga

Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.

Sumber: Boies ET. (2001)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pemeriksaan transluminasi.

Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau

gelap.24 Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,

karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang

sakit.24

2. Pencitraan

Dengan foto kepala posisi Water’s, PA, dan lateral, akan terlihat perselubungan

atau penebalan mukosa atau air-fluid level pada sinus yang sakit.24 CT Scan

adalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam kasus sinusitis.3

3. Kultur

Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme

penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus

medius, meatus superior, atau aspirasi sinus.3

5

Page 9: Sinusitis Maksilaris2

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosos banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis tidak

sensitif dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan

kokain, rinitis alergika, rinitis vasomotor, dan rinitis medikamentosa dapat datang

dengan gejala pilek dan kongesti nasal. Rhinorrhea cairan serebrospinal harus

dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala. Pilek persisten

unilateral dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing

nasal. Tension headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah

diagnosis alternatif pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Pasien dengan

demam memerlukan perhatian khusus, karena demam dapat merupakan

manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat yang berat, seperti

meningitis atau abses intrakranial.23

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan sinusitis dibagi atas:

1. Medikamentosa3

Pengobatan medikamentosa sinusitis dibagi atas pengobatan pada orang

dewasa dan pada anak – anak.

a. Orang dewasa

i. Terapi awal:

- Amoxicillin 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau

- TMP-SMX 160mg-800mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari

ii. Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir

- Amoxicillin 1000 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau

- Amoxicillin/Clavulanate 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari,

atau

- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.

iii.Pasien dengan gagal pengobatan

- Amoxicillin 1500mg dengan klavulanat 125 mg per oral 2 kali sehari

selama 10 hari, atau

- Amoxicillin 1500mg per oral 2 kali sehari dengan Clindamycin 300

mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari, atau

6

Page 10: Sinusitis Maksilaris2

- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.

b. Anak – anak

i. Terapi awal: Pengobatan oral selama 10 hari dengan:

- Amoxicillin 45-90 mg/kg/hari terbagi dalam dua atau tiga dosis sehari,

atau

- Cefuroxime axetil 30 mg/kg/hari terbagi dalam dua dosis sehari, atau

- Cefdinir 14 mg/kg/hari dalam satu dosis sehari.

ii. Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir: Pengobatan oral

selama 10 hari dengan:

- Amoxicillin 90 mg/kg/hari (maksimal 2 gram) plus Clavulanate 6,4

mg/kg/hari, keduanya terbagi dalam dua dosis sehari, atau

- Cefuroxime axetil 30 mg/kg/hari terbagi dalam dua dosis sehari, atau

- Cefdinir 14 mg/kg/hari dalam satu dosis sehari.

2. Diatermi4

Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu penyembuhan

sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.

3. Tindakan pembedahan8,25

Terdapat tiga pilihan operasi yang dapat dilakukan pada sinusitis maksilaris,

yaitu unisinektomi endoskopik dengan atau tanpa antrostomi maksilaris,

prosedur Caldwell-Luc, dan antrostomi inferior. Saat ini, antrostomi unilateral

dan unisinektomi endoskopik adalah pengobatan standar sinusitis maksilaris

kronis refrakter. Prosedur Caldwell-Luc dan antrostomi inferior antrostomy

jarang dilakukan.

.

7

Page 11: Sinusitis Maksilaris2

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Wayan Anik

Umur : 46 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Br Teluk Buruan Blahbatuh

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Hindu

Bangsa : Indonesia

Pemeriksaan : 15 Juni 2006

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama:

Hidung tersumbat

Perjalanan Penyakit:

Pasien mengeluh hidungnya tersumbat sejak kurang lebih 10 hari sebelum

memeriksakan diri ke rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada gigi

geraham kiri atas kedua disertai nyeri pada daerah pipi bagian kiri yang dirasakan

hingga ke pelipis serta rasa tidak enak badan sejak 10 hari yang lalu.

Riwayat penyakit sebelumnya:

Sebelumnya pasien sering menderita pilek hilang timbul sejak kecil

Riwayat penyakit serupa dalam keluarga:

Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa

Riwayat Sosial:

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

8

Page 12: Sinusitis Maksilaris2

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status present:

T: 110/70

N: 120x/menit

tax: 36,4°C

R: 20x/menit

Status General

Mata: Anemis (-)

Thoraks: Cor : S1S2 tunggal reguler murmur (-)

Po : Ves +/+ Rh -/- Wh -/-

Abd: distensi (-) Bising Usus (+) Normal

Ext: Hangat +/+

Status THT:

Telinga Kanan Kiri

Aurikula normal normal

Liang telinga lapang lapang

Membran tympani intak intak

Mastoid normal normal

Tes pendengaran :

Berbisik tidak dievaluasi

Weber tidak ada lateralisasi

Rinne positif positif

Scwabach normal normal

Hidung Kanan Kiri

Hidung luar normal normal

Cavum nasi lapang sempit

Septum tidak ada deviasi

Discharge negatif positif

Mukosa merah muda merah muda

Tumor negatif negatif

Konka dekongesti kongesti

Choana normal normal

9

Page 13: Sinusitis Maksilaris2

Tenggorok

Dispneu negatif Stridor negatif

Cyanosis negatif Suara normal

Mukosa merah muda Tonsil T1/T1 tenang

Dinding belakang merah muda

Post nasal drip positif

3.4. Resume

Penderita, perempuan, 46 tahun, Hindu, Bali dengan keluhan hidung tersumbat

sejak 10 hari sebelum memeriksakan diri ke rumah sakit. Penderita juga mengeluh

nyeri pada pipi kiri hingga pelipis. Riwayat pilek hilang timbul sejak kecil (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam

batas normal. Status THT : telinga tenang, cavum nasi kiri sempit, discharge

positif pada hidung bagian kiri, konka kongesti pada hidung bagian kiri.

Pemeriksaan tenggorok didapatkan post nasal drip positif. Pemeriksaan Rontgen

posisi Water’s didapatkan kesan sinusitis maksilaris kiri.

3.5. Diagnosa Kerja

Sinusitis maksilaris akut sinistra

3.6. Pemeriksaan Penunjang

Foto Water’s (15/6 2006)

Kesan: Sinusitis maksilaris akut sinistra

3.7. Penatalaksanaan

Pro irigasi

Antibiotika : Amoksisilin 3 x 500 mg

Dekongestan : Pseudoefedrin 3 x 60 mg

Analgetik : Parasetamol 3 x 500 mg

3.8. Prognosis

Dubius ad bonam

10

Page 14: Sinusitis Maksilaris2

BAB 4

PEMBAHASAN

Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar dan juga paling sering

mengalami infeksi atau peradangan. Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan

sinusitis maksilaris akut yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik

serta didukung dengan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan

keluhan hidung tersumbat yang dirasakan penderita sejak sepuluh hari sebelum

memeriksakan diri ke Rumah Sakit. Pasien juga mengeluh nyeri pada gigi

geraham kiri atas kedua disertai nyeri pada daerah pipi bagian kiri yang dirasakan

hingga ke pelipis. Pasien dengan sinusitis maksilaris biasanya mengeluh hidung

tersumbat dan keluar cairan hidung yang sedikit kental, yang kadang – kadang

disertai bau busuk dan bercampur darah. Selain itu penderita juga mengeluh nyeri

terutama di bawah kelopak mata dan kadang – kadang menyebar ke alveolus

sehingga terasa nyeri di gigi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan cavum nasi kiri sempit, discharge

positif pada hidung bagian kiri, konka kongesti pada hidung bagian kiri serta post

nasal drip yang positif pada pemeriksaan rinoskopi posterior. Salah satu penyebab

sinusitis maksilaris adalah faktor rinogen karena adanya infeksi berulang pada

mukosa hidung yang menyebabkan mukosa hidung mengalami degenerasi,

periplebitis, serta perilimfangitis sehingga mengganggu aliran balik cairan

interstisial sehingga terjadi edema pada mukosa hidung yang menyebabkan

gangguan drainase dan ventilasi sinus sehingga silia menjadi kurang aktif serta

lendir yang diproduksi menjadi lebih kental. Keadaan ini merupakan media

pertumbuhan kuman patogen yang sangat baik dan apabila sumbatan berlangsung

terus menerus maka akan terjadi hipoksia dan menyebablan infeksi bakteri

anaerob. Pada pemeriksaan penunjang foto Rontgen dengan posisi Water’s

didapatkan gambaran perselubungan pada sinus maksilaris kiri. Akumulasi pus

menyebabkan gambaran perselubungan atau air-fluid level yang khas pada

sinusitis maksilaris.

11

Page 15: Sinusitis Maksilaris2

Penanganan yang dilakukan pada penderita ini pada intinya adalah untuk

mengeluarkan sekret dari sinus dengan cara irigasi. Selain itu pasien juga

diberikan antibiotik spektrum luas, dekongestan dan analgetik. Sinusitis

maksilaris akut umumnya diterapi dengan antibiotik spektrum luas seperti

amoksisilin, ampisilin atau eritromisin ditambah dengan sulfunamid. Dekongestan

seperti pseudoefedrin juga bermanfaat dan tetes hidung poten seperti fenilefrin

atau oksimetazolin dapat digunakan selama beberapa hari pertama infeksi.

Kompres hangat pada wajah dan analgetik seperti aspirin dan asetaminofen juga

berguna untuk meringankan gejala.

12

Page 16: Sinusitis Maksilaris2

DAFTAR PUSTAKA

1. Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies LR,

Higler PA, editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed.

Philadelphia, PA: WB Saunders Company; 1989. p.173-90

2. Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute Sinusitis Medical Treatment.

August 8, 2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June

20, 2006

3. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract.

In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY:

McGraw Hill; 2005. p. 185-93

4. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Supardi EA, Iskandar N, editor.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Ed 5.

Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2001. p.120-4

5. Higler PA. Paranasal Sinuses Diseases. In: Adams GL, Boies LR, Higler PA,

editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed. Philadelphia, PA: WB

Saunders Company; 1989. p.240-62

6. Bajracharya H, Hinthorn D. Sinusitis. January 16, 2003. Available from:

http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006

7. Kennedy E. Chronic Sinusitis. November 28, 2005. Available from:

http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006

8. Patel AM, Vaughan WC. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Treatment.

May 19, 2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20,

2006

9. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Philadelphia, PA: WB Sunders

Company; 1995. Paranasal Sinuses; p. 992

10. Sharma G. Sinusitis. June 22, 2005. Available from:

http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006

11. Abdel Razek OA, Poe D. Chronic Sinusitis Medical Treatment. June 7, 2004.

Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006

13

Page 17: Sinusitis Maksilaris2

12. Lee D, Krishna P. Acute Frontal Sinusitis Surgical Treatment. November 7,

2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006

13. American Academy Of Pediatrics Subcommittee on Management of Sinusitis

and Committee on Quality Improvement. Clinical Practice Guideline:

Management of Sinusitis. Pediatrics 2001 Sep; 108(3):798-808

14. Musher DM. Pneumococcal Infection. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,

Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal

Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 806-14

15. Musher DM. Moraxella Catarrhalis and Other Moraxella Species.. In: Kasper

DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.

Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw

Hill; 2005. p. 862-3

16. Murphy TF. Haemophilus infection. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,

Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal

Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 185-93

17. Daum RS. Haemophilus Influenzae. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia, PA:

Saunders; 2004. p. 904-8

18. Pappas DE, Hendley JO. Sinusitis. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia, PA:

Saunders; 2004. p. 1391-3

19. Kasper DL. Infections Due To Mixed Anaerobic Organism. In: Kasper DL,

Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.

Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw

Hill; 2005. p. 940-6

20. Bennett JE. Aspergillosis. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL,

Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th

ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 1188-90

21. Aronoff SC. Aspergillus. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors.

Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia, PA: Saunders; 2004. p.

1016-8

14

Page 18: Sinusitis Maksilaris2

22. McClay JE, Marple B. Allergic Fungal Sinusitis. March 30, 2006. Available

from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006

23. Boie ET. Sinusitis. In: Harwood-Nuss A, Wolfson AB, Linden CA, Shepherd

SM, Stenklyft PH. The Clinical Practice of Emergency Medicine. 3 rd ed.

Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 2001

24. Suardana W, et al. Rhinologi. Dalam: Suardana W, Bakta M, editor. Pedoman

Diagnosis dan Terapi. Denpasar: Komite Medik RSUP Sanglah; 2000.

25. Anonymous. Anesthesia for Otorhinolaryngological Surgery. In: Morgan GE,

Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 6th ed. New York,

NY: McGraw Hill; 2006. p. 837-47

15