Makalah Sinusitis
-
Upload
fitry-hardiyanti -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of Makalah Sinusitis
Tinjauan Pustaka
Sinusitis Maksilaris Akut pada Wanita 28 tahun
Fitry Hardiyanti
102011059
16 Maret 2014
Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta 2013
Jl.Terusan Arjuna N0.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : [email protected]
Tutor : dr. Agus
Pendahuluan
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia1 Data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan
di rumah sakit.1 Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan
oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data
penyakit hidung dari 7 propinsi2 .Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-
Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435
pasien, 69%nya adalah sinusitis2. Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh
rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling
sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah
komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang
inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.1 Tatalaksana dan pengenalan dini
terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas. Awalnya diberikan terapi antibiotik
dan jika telah begitu hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka
dibutuhkan tindakan operasi.1
1
Scenario
Seorang perempuan usia 28 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan pilek
yang tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh sering sakit
kepala. Terdapat nyeri disekitar pipi bila ditekan. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior
didapatkan secret kental di meatus media.
Rumusan masalah
Perempuan usia 28 tahun pilek tidak sembuh 2 minggu yang lalu, sering sakit kepala
dan nyeri disekitar pipi.
Hipoteis
Perempuan 28 tahun menderita sinusitis maksilaris akut
Pembahasan
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris,
sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid.1,2 Bila yang terkena lebih dari satu
sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis.1
Anatomi
Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus terletak di bagian
depan pada wajah yaitu dahi, di antara mata, dan pada tulang pipi. Secara embriologik, sinus
paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada
fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan etmoid telah
2
ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontalis berkembang dari sinus etmoid anterior pada
anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10
tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya
mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun
Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara
hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus-sinus ini membentuk rongga di
dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama sesuai: sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis,
dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior
dan posterior yang saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara ke dalam hidung.
Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu
menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang
sehat, rongga terutama berisi udara.
Batas-batas dinding Sinus Maksilaris: a. Dinding anterior : permukaan fasial os maksila (fossa kanina)
b. Dinding posterior : permukaan infra-temporal maksila
c. Dinding medial : dinding lateral rongga hidung
d. Dinding superior : dasar orbita
e. Dinding inferior : prosesus alveolaris dan palatum
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi Sinus Maksilaris antara lain:
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air Conditioning)
b. Sebagai penahan suhu
c. Membantu keseimbangan kepala
d. Membantu resonansi suara
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
f. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.
Ostium sinus maksilaris berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Sepertiga tengah dinding
lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus
frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM),
3
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus uncinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
Perdarahan dan persyarafan di rongga hidung
Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari arteri etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmikus, sedangkan arteri oftalmikus berasal
dari arteri karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang
arteri maksilla interna. Yang penting ialah arteri sphenopalatina dan ujung dari arteri palatina
mayor
persarafan di hidung
Bagian depan dan atas dari rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
ethmoid anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus
oftalmikus (nervus V-1). Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapatkan persarafan
sensoris dari nervus maksilla melalui ganglion sphenopalatina. Ganglion sphenopalatina
disamping memberikan persarafan ensoris juga memberikan persarafan vasomotor/otonom
pada mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari nervus maksilla
(nervus V- 2), serabut parasimpatis dari nervus petrosis superfisialis mayor, dan serabut-
serabut simpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sphenopalatina terletak di
belakang dan sedikit di atas dari ujung posterior konka media.
1. Anamnesis1,3
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis maupun alloanamnesis. Pada
kasus ini kita lakukan autoanamnesis karena wanita dewasa dengan usia 28 tahun. OS
mengeluh pilek yang tak kunjung sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga
sering mengeluh kepalanya sering sakit. Dan nyeri disekitar pipi bila di tekan.
Tanyakan pada pasien apakah cairan keluar dari kedua hidug atau tidak ? Sekret
berwarna putih/hijau/bening/kental/cair/berbau hamis/tidak berbau dan pernah
terdapat rembesan darah/tidak? Cairan lebih sering keluar pada pagi hari/sore/malam
hari. cairan yang turun hanya dari hidung atau dari belakang hidung ke tenggorokan?
Adakah gejala lain seperti demam, pusing, malaise, nyeri kepala, mual dan muntah?
Apakah pasien mempunyai riwayat hipertensi? Riwayat Diabetes Mellitus ? Riwayat
penyakit Tuberkulosis ? Riwayat asma ? apakah pernah ada keluhan dengan gigi ?
4
apakah ada riwayat trauma? Apakah pernah dirawat di rumah sakit ? apakah
sebelumnya pernah berobat, jika pernah apakah membaik atau tidak? apakah ada
keluarga pasien yang menderita gejala yang sama? Adakah riwayat alergi obat?
Apakah Pasien sering rutin olahraga? merokok? minum alkohol? Apakah pasien
sering membersihkan oral/giginya?
2. Pemeriksaan fisik1,3
Kesadaran : Compos mentis, somnolen, stupor, koma
Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
Inspeksi : Pemeriksaan yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka.
Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan
mungkin menunjukan sinusitis maksilaris akut.
Palpasi : nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk pada gigi menandakan adanya sinusitis
maksilaris
Pemeriksaan mata :
Konjungtiva anemis (- /+), Sklera ikterik (-/+), refleks cahaya langsung(-/+), refleks
cahaya tidak langsung (-/+), pupil isokor (-/+)
Pemeriksaan hidung :
Deviasi septum (-/+) mukosa hiperemis (-/+), sekret (-/+)
Rinoskopia Anterior
Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri
dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan
mulutnya di medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi
(lubang hidung) pasien. Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu
mulutnya yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.
Setelah itu kita membukanya pelan-pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung)
pasien. Cara kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam
kavum nasi (lubang hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%. Jangan
menutup mulut spekulum 100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut
keluar.4
Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada
sinus maksilaris, yaitu : sinus yang sakit akan tampak lebih gelap
5
Cara I. Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada margo
inferior orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan
tangan kiri. Hasilnya sinus maksilaris normal bilamana palatum durum homolateral
berwarna terang.
Cara II. Mulut pasien kita minta dibuka. Kita masukkan lampu yang telah diselubungi
dengan tabung gelas ke dalam mulut pasien. Mulut pasien kemudian kita tutup.
Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas pasien, kita tutup dengan tangan
kiri. Hasilnya dinding depan dibawah orbita tampak bayangan terang berbentuk bulan
sabit. Penilaian pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) berdasarkan adanya
perbedaan sinus kiri dan sinus kanan. Jika kedua sinus tampak terang, menandakan
keduanya normal.4
3. Pemeriksaan penunjang5
Penegakan diagnosis sinusitis secara umum:
1.Kriteria Mayor :
- Sekret nasal yang purulen
- Drenase faring yang purulen
- Purulent Post Nasaldrip
- Batuk
- Foto rontgen (Water’sradiograph atau air fluid level) : Penebalan lebih 50%
dari antrum :
- Coronal CT Scan : Penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus
2.Kriteria Minor :
- Edem periorbital
- Sakit kepala
- Nyeri di wajah
- Sakit gigi
- Nyeri telinga
- Sakit tenggorok
- Nafas berbau
- Bersin-bersin bertambah sering
- Demam
- Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri
Kemungkinan terjadinya sinusitis jika :6
Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan ≥ 2 kriteria minor
1. Laboratorium
Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis sinusitis
akut, Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus
dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada anak-
anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan
komplikasi yang disebabkan sinusitis.
2.Imaging
Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan
perselubungan. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk
mengetahui adanya abses gigi. X-Photo Rontgen Untuk melihat sinus maksilaris, kita
usulkan memakai posisi Water pada X-photo rontgen. Hasil foto X dengan sinus
gelap menunjukkan patologis. Perhatikan batas sinus atau tulang, apakah masih utuh
ataukah tidak. tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam sinus. Jika cairan tidak
penuh akan tampak gambaran air fluid level.
CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut,
menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan
atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas
dan beratnya sinusitis.
MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang
menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut.
Jaringan biopsi kita ambil dari sinus maksilaris melalui lubang pungsi di meatus nasi
inferior atau menggunakan Caldwell-Luc.5
4. Working diagnosis
7
Sinusitis akut1,3
Biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama pada anak
kecil),berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala subyektif terbagi
atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu hidung
tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal
drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus
yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.
1. Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering
terinfeksi oleh karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, dasar sinus maksila
adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksila. Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya
sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus (rongga atau ceruk kecil, spt rongga
dl rahang tempat akar gigi tertanam) hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi
dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi
khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
terkadang berbau busuk.
2. Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak. Gejala berupa
nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri
dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis.
3. Sinusitis Frontalis
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis
mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian
perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa
dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
4. Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di
belakang bola mata dan di daerah mastoid.
8
Sinusitis suubakut Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-
tanda radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda. Pada
pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang sakit, suram atau gelap. Terapinya
mula-mula diberikan medikamentosa (obat-obatan atau perawatan penyakit), bila
perlu dibantu dengan tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.
Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek,
umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari
faktor penyebab dan faktor predisposisinya (keadaan mudah terjangkit oleh pnyakit).
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi, sehingga
mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan
sinusitis akut tidak sempurna.3
- Gejala hidung biasanya sedikit tersumbat.
- Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
- Gejala telinga berupa pendengaran terganggu
- Ada nyeri atau sakit kepala.
- Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
- Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau
bronkhiektasis atau asma bronkhial.3
4. Diagnosis banding
Rhinitis Alergi Kronis
suatu gejala yang mempengaruhi hidung. Gejala ini terjadi bila kita bernafas
dekat dengan alergen, seperti debu, bulu, racun serangga, atau serbuk sari. Ketika
seseorang dengan rinitis alergi bernafas dekat dengan alergen seperti serbuk sari atau
debu, tubuh melepaskan zat kimia, termasuk histamin. Hal ini menyebabkan gejala
alergi.3 Dasar yang mendukung : Pada anamnesis didapatkan serangan bersin
berulang, keluar ingus ( rinore ) yang encer dan banyak, hidung tersumbat. Pada
rinoskopi anterior tampak mukosa oedema, dan adanya sekret encer yang banyak
Dasar yang tidak mendukung : Hidung dan mata tidak gatal dan tidak ada lakrimasi.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan gejala khas rhinitis alergi kronik yaitu
allergic shiner ( bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder), 9
allergic sallute ( menggosok hidung karena gatal dengan punggung tangan ), dan
allergic crease ( garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah ). Pada
rinoskopi anterior mukosa tidak berwarna pucat atau livid.
Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak. Gejala berupa
nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri
dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis.
Bronchitis
penyakit pernapasan dimana selaput lendir di saluran bronkial paru-paru
menjadi meradang. Membran membengkak dan tumbuh lebih tebal, mempersempit
atau menutup saluran udara kecil di paru-paru, sehingga menyebabkan batuk yang
bisa disertai dengan dahak dan sesak napas.
Infeksi saluran pernafasan atas
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA atau URI) adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi akut yang melibatkan saluran nafas atas: hidung, sinus, faring
atau laring. Hal ini biasanya meliputi: tonsilitis, faringitis, laringitis, sinusitis, otitis
media, dan flu biasa.
5. Etiologi
Sinusitis dapat terjadi akibat dari beberapa faktor dibawah ini :
- Bulu-bulu halus didalam rongga sinus (cilia) tidak bekerja secara maksimal
akibat kondisi medis tertentu
- Flu dan alergi menyebabkan lender diproduksi secara berlebihan atau menutupi
rogga sinus
- Adanya kelainan pada sekat rongga hidung, kelainan tulang ataupun polip pada
hidung dapat menutupi rongga sinus.
Selain hal tersebut di atas, apapun yang dapat menyebabkan bengkak mendorong
lendir dapat menyebabkan sinusitis.
10
Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi
dan sakit kepala.
Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.
Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta
sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri
bila pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung
tersumbat.
Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan
dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau
kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.6
6. Factor resiko
1) Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik.
2) Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok, polusi
udara, atau karena panas dan kering.
3) Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti : a) Atresia atau
stenosis koana, b) Deviasi septum, c) Hipertroti konka media, d) Polip yang dapat
terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik, e) Tumor atau neoplasma, f)
Hipertroti adenoid, g) Udem mukosa karena infeksi atau alergi, h) Benda asing.
4) Berenang dan menyelam pada waktu sedang pilek
5) Trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
6) Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan
imunosupresi oleh obat.
7. Patofisologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus
juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat
bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan
negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau
11
penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan
serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa
pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan
menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan
berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan
terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi
hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan
kista.1
8. Epidemiologi
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia1 Data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada
pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit.1 Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI
dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi2 .Data
dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan
jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah
sinusitis2
9. Gejala klinis
Gejala sinusitis yang paling umum adalah sakit kepala, nyeri pada daerah
wajah, serta demam. Hampir 25% dari pasien sinusitis akan mengalami demam yang
berhubungan dengan sinusitis yang diderita. Gejala lainnya berupa wajah pucat,
perubahan warna pada ingus, hidung tersumbat, nyeri menelan, dan batuk. Beberapa
pasien akan merasakan sakit kepala bertambah hebat bila kepala ditundukan ke
depan. Pada sinusitis karena alergi maka penderita juga akan mengalami gejala lain
yang berhubungan dengan alerginya seperti gatal pada mata, dan bersin bersin.
Gejala menonjol dari sinusitis akut termasuk hidung tersumbat, rhinorrhea purulen,
nyeri pada wajah dan gigi, postnasal drainase, sakit kepala, dan batuk. sinusitis
kronis memiliki gejala yang serupa tetapi lebih sedikit. Sakit jauh lebih sedikit pada
sinusitis kronis. Tanda-tanda klinis sinusitis akut dan kronis termasuk nyeri sinus
12
pada palpasi, eritema mukosa, sekresi hidung purulen, peningkatan sekresi faring,
dan edema periorbital.6
Gejala lain yang ditimbulkan dari sinusitis adalah :
- Rasa sakit atau adanya tekanan didaerah dahi, pipi, hidung dan diantara mata
- Sakit kepala
- Demam
- Hidung mampet
- Berkurangnya indra penciuman
- Batuk, biasanya akan memburuk saat malam
- Nafas berbau (halitosis)
- Sakit gigi
Gejala sinusitis pada anak-anak meliputi :
o Timbul flu atau penyakit pernafasan yang makin memburuk
o Demam tinggi disertai dengan adanya lendir perafasan yang berwarna gelap
o Adanya pernafasan dengan atau tanpa adanya flu lebih dari 10 hari dan tidak
membaik3
10. Komplikasi1,3
Setiap komplikasi sinusitis akut dapat terjadi pada sinusitis kronis. Istilah
sinubronkitis kadang-kadang digunakan untuk menandai hubungan antara gejala-
gejala sinus dan saluran pernafasan bawah. Bahkan sinus dapat menyebabkan asma.
Komplikasi lainnya dari sinusitis adalah komplikasi orbita yang merupakan
komplikasi sinusitis yang berhubungan dengan lekuk mata. Pembengkakan orbita
dapat merupakan petunjuk adanya etmoidalis akut (radang pada tulang tapis), namun
sinus frontalis dan sinus maksilais juga terletak di dekat orbita dan dapat pula
menimbulkan infeksi isi orbita.
Komplikasi sinus bisa menyebabkan gangguan pada mata, kelopak mata. Misalnya
pada komplikasi orbita yang dapat dijelaskan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Paparan asap global bisa menyebabkan peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus etmoidalis di dekatnya.
13
2. Selulitis/radang pada rongga kecil orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah
secara aktif menginvasi isi orbita namun nanah (pus) belum terbentuk.
3. Nanah terkumpul di antara tepi-tepi orbita (periorbita) dan dinding tulang orbita.
4. Nanah telah menembus periosteum (selaput tulang) dan bercampur dengan isi
orbita. Tahap ini disertai gekal sisia neuritis optik (radang saraf mata) dan kebutaan
pada salah satu mata yang lebh serius.
5. Terjadi trombosis (pembekuan darah pada pembuluh darah) sinus kavernosus yang
bisa menyebabkan oftalmoplegia (kelumpuhan otot-otot bola mata ekstrinstik),
gangguan penglihatan yang berat, tanda-tanda meningisitis (radang selaput otak) oleh
karena letak sinus kavernous yang berdekatan denggan saraf cranial, serta berdekatan
juga dengan otak.
Komplikasi pada sinusitis maksilaris ini diakibatkan oleh adanya infeksi
kronis sinus parasanal akan memberi kesan gangguan lokal atau menyeluruh yang
memudahkan perisstensi infeksi. Penelitian harus dilakukan pada deformitas hidung,
polip aau adenoid yang terkena infeksi atau hipertrofi yang mungkin menyebabkan
obstruksi, pada gigi yang terinfeksi sebagai sumber sinusitis maksilaris, pada polip
atau mukokel sinus dan pada gangguan umum seperti alergi, kistik fibrosis dan silis
diskinetik. Sinusitis krois dijumpai pada penderita yang tanpa antibodi sekretorik
(IgA) dan pada status imunidefisiensi lainnya.
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan
derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini
harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.3
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Kelainan pada orbita : Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena
letaknya yang berdekatan dengan mata, Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum, Edema palpebra, Preseptal selulitis, Selulitis orbita tanpa abses,
Selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses, Selulitis orbita dengan
intraperiosteal abses, Trombosis sinus cavernosus
2. Kelainan intracranial : Abses extradural, subdural, dan intracerebral, Meningitis akut,
Encephalitis, Trombosis sinus cavernosus atau sagital
3. Kelainan pada tulang : Osteitis, Osteomyelitis
14
4. Kelainan pada paru : Bronkitis kronik, Bronkhiektasis
5. Otitis media
6. Toxic shock syndrome
7. Mucocele , pyococele. Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang
timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering
disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus
frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi
tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral.
Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan
dengan menekan saraf didekatnya. Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel
hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.1,3
11. Prognosis
Prognosis untuk sinusitis akut sangat baik. Banyak kasus yang berjalan dari 1
sampai 2 minggu, sering tanpa antibiotik. Seseorang yang mengalami sinusitis akut
tanpa komplikasi bisa sembuh dengan baik dan bisa kembali beraktivitas. Rata-rata
70% sinusitis akut karena bakteri bisa sembuh kembali tanpa antibiotik. Yang jarang
adalah sinusitis dengan komplikasi dan infeksi yang menyebar luas perlu
penyembuhan yang lama. Sinusitis karena jamur jarang, tetapi menyebar dengan
cepat dan dapat menyebabkan kematian pada seseorang yang immunocompromised,
contohnya: pasien kanker, HIV/AIDS dan diabetes yang tidak terkontrol. Prognosis
kronik sinusitis tergantung dari penyebabnya. Sering kali pengobatan dan tindakan
pembedahan diperlukan untuk mengurangi inflamasi. Seseorang yang mengalami
pembedahan sinus bisa kembali ke aktivitas biasa sekitar 5 sampai7 hari setelah
pembedahan dan sembuh total rata-rata 4 sampai 6 minggu. Di banyak kasus
inflamasi harus ditangani dengan pengobatan jangka panjang untuk mencegah
kekambuhan.3
15
12. Penatalaksanaan6,7
1. Drainage
2. Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
3. Dekongestan oral pseudo efedrin 3 X 60 mg
4. antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untuk akut) yaitu : ampisilin 4 X 500
mg/amoksilin 3 x 500 mg/Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet/Doksisiklin
100 mg/hari.
5. Simtomatik : parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
6. Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
7. Untuk kronis adalah :
- Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
- Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
- Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).8
Untuk sinusitis yang disebabkan oleh karena virus maka tidak diperlukan
pemberian antibiotika. Obat yang biasa diberikan untuk sinusitis virus adalah
penghilang rasa nyeri seperti parasetamol dan dekongestan. Curiga telah terjadi
sinusitis infeksi oleh bakteri bila terdapat gejala nyeri pada wajah, ingus yang
bernanah, dan gejala yang timbul lebih dari seminggu. Sinusitis infeksi bakteri
umumnya diobati dengan menggunakan antibiotika.
Pemilihan antibiotika berdasarkan jenis bakteri yang paling sering menyerang
sinus karena untuk mendapatkan antibiotika yang benar benar pas harus
menunggu hasil dari biakan kuman yang memakan waktu lama. Lima jenis bakteri
yang paling sering menginfeksi sinus adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Staphylococcus aureus,
dan Streptococcus pyogenes. Antibiotika yang dipilih harus dapat membunuh
kelima jenis kuman ini. Beberapa pilihan antiobiotika antara lain amoxicillin,
16
cefaclor, azithromycin, dan cotrimoxazole. Jika tidak terdapat perbaikan dalam
lima hari maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan amoxicillin plus asam
klavulanat. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 10 sampai 14 hari.
Pemberian dekongestan dan mukolitik dapat membantu untuk melancarkan
drainase cairan mukus. Pada kasus kasus yang khronis, dapat dipertimbangkan
melakukan drainase cairan mukus dengan cara pembedahan.
Pengobatan lain yang bisa dilakukan :
- Suntikan alergi
- Menghindari mencetus alergi
- Semprotan hidung yang mengandung kortikosteroid untuk membantu
mengurangi bengkak di rongga sinus, terutama karena adanya olip ataupun
alergi.
Antibiotik dapat diberikan apabila terjadi hal-hal berikut ini :
- Anak dengan kondisi pilek biasaya disertai dengan batuk yang tidak kunjung
membaik setelah 2-3 minggu
- Demam dengan suhu tubuh lebih dari 390 C
- Adanya bengkak yang parah di area sekitar mata
- Sakit kelapa atau sakit di daerah wajah
13. Pencegahan
Yang paling mudah, jangan sampai terkena infeksi saluran nafas. Rajin-rajin
cuci tangan karena tindakan sederhana ini terbukti efektif dalam mengurangi risiko
tertular penyakit saluran pernafasan. Selain itu, sedapat mungkin menghindari kontak
erat dengan mereka yang sedang terkena batuk pilek. Bila anda memakai AC, sering-
seringlah membersihkan penyaringnya agar debu, jamur dan berbagai substansi yang
mungkin dapat mencetuskan alergi dapat dikurangi (walau tak mungkin dihilangkan
seluruhnya). Demikian juga dengan karpet dan sofa.
Tingkatkan daya tahan tubuh dengan cukup istirahat dan konsumsi makanan
dan minuman yang memiliki nilai nutrisi baik. Selain itu, jangan lupa untuk minum
air dalam jumlah yang cukup. Kegiatan minum ini seringkali dilupakan orang
padahal air yang sehat merupakan salah satu sumber utama kesehatan tubuh kita.
17
Berolahraga yang teratur, khususnya setelah waktu subuh di mana udara pagi
saat itu masih jernih dan bersih. Perbanyak menghirup udara bersih, dengan cara
menghirup dan mengeluarkannya perlahan-lahan. Hal ini sangat bermanfaat selain
untuk menguatkan paru-paru juga untuk mengisi daerah sinus dengan oksigen.
Sehingga daerah-daerah sinus menjadi lebih bersih dan kebal terhadap berbagai
infeksi dan bakteri.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah segera kunjungi dokter bila terdapat
gejala-gejala yang mungkin merupakan gejala sinusitis. Diagnosa dan pengobatan
secara dini dan tepat akan mempercepat kesembuhan penyakit yang diderita.6,7
Kesimpulan
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis
maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Pada kasus di atas terjadi
pada sinus maksilaris karena nyeri tekan pada pipi. Sinus maksilaris dapat diakibatkan oleh
pilek yang tak kunjung sembuh, dan juga disebabkan oleh karena kelainan di gigi yang
akarnya dekat dengan sinus maksila. Untuk mendiagnosa sinus maksilaris dilakukan X-Photo
Rontgen Untuk melihat sinus maksilaris, kita usulkan memakai posisi Water pada X-photo rontgen.
Hasil foto X dengan sinus gelap menunjukkan patologis. Perhatikan batas sinus atau tulang, apakah
masih utuh ataukah tidak. tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam sinus. Jika cairan tidak
penuh akan tampak gambaran air fluid level. Sinus maksilaris tanpa komlikasi prognosisnya baik,
bahkan sembuh tanpa antibiotik
18
Daftar Pustaka
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3
2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6
3. Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti,
editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta,
2007, 241 – 258.
4. Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri
Herawati, Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung &
Tenggorok. Jakarta : EGC. 2000
5. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In
advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505
6. Ballenger. J. J., infeksi Sinus Paranasal, dalam : Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorok Kepala dan Leher, ed 13 (1), Binaputra Aksara, jakarta, 2004, 232 – 241.
7. Cody. R et all, Sinusitis,dalam Andrianto P, editor, Penyakit telinga Hidung dan
Tenggorokan, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2003, 229 – 241
8. Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000
Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman
diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetomo FK Unair, Surabaya
Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta
19