Sinus Paranasalis.docx

27
Sinus Paranasalis Kevinara Putra Lamey NIM : 102010215 Kelompok : B-4 11 Mei 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

description

sinus paranasalis review

Transcript of Sinus Paranasalis.docx

Page 1: Sinus Paranasalis.docx

Sinus Paranasalis

Kevinara Putra Lamey

NIM : 102010215

Kelompok : B-4

11 Mei 2012

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Telp: (021) 5694-2061 Fax: (021) 563-1731

Email:[email protected]

Page 2: Sinus Paranasalis.docx

Pendahuluan.

Pernapasan adalah proses pertukaran dua jenis gas yaitu oksigen dan karbondioksida.

Oksigen diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme yang menghasilkan energi dan

karbondioksida adalah hasil daripada proses metabolisme tersebut. Pada saat kita menghirup

udara, O2 akan masuk ke dalam paru-paru dan ketika menghembus nafas, CO2 akan

dikeluarkan dari paru-paru ke lingkungan luar tubuh.1

Pernapasan mencakup dua proses yaitu pernapasan eksterna dan pernapasan internal.1

Proses pernapasan eksternal adalah proses pertukaran oksigen antara atmosfer dan darah serta

pertukaran karbondioksida antara darah dengan atmosfer.1 Pernapasan internal adalah proses

penggunaan O2 dan pembentukkan CO2 oleh sel serta pertukaran gas di antara sel tubuh dan

media cair di sekitarnya.1

Pertukaran gas pada vertebrate terjadi dalam tiga fase yaitu bernapas , transport gas

melalui sistem sirkulasi dan pertukaran gas antara kapiler darah dengan sel-sel yang terdapat

dalam tubuh badan.2 Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi

struktur utama (principal structure) dan struktur pelengkap (accessory structure).

Yang termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan

yang terdiri dari jalan napas dan saluran napas. Yang disebut jalan napas adalah adalah (1)

nares, hidung bagian luar, (2) hidung bagian dalam, (3) sinus paranasalis, (4) faring, (5)

laring, sedangkan yang disebut dengan saluran napas adalah (1) trakea. (2) bronki dan

bronkioli., diafragma, dan pleura. Pusat pernapasan di otak yang mengendalikan otot

pernapasan, serta jaras dan saraf yang menghubungkan pusat pernapasan dengan otot

pernapasan.3

Page 3: Sinus Paranasalis.docx

Makroskopis.

Sinus paranasalis terdiri atas frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries.

Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada

saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi

mukus, dan memberi efek resonansi dalam produksi wicara.4

a. Sinus frontalis. Letak kedua sinus frontalis di sebuah posterior terhadap arcus

superficialis, antara tabula externa dan tabula interna os.frontale. Pendarahan disuplai

oleh cabang-cabang A. opthalmica, yakni A. supraorbitalis, dan A. ethmoidalis

anterior. Darah balik bermuara ke dalam vena anastomotik pada incisura

supraorbitalis yang menghubungkan vena-vena supraorbitalis dan opthalmica

superior. Persarafannya disuplai oleh N. supraorbitalis.

b. Sinus ethmoidalis. Tersusun sebagai rongga-rongga kecil tak beraturan, sehingga

disebut juga cellulae ethmoidales. Rongga-rongga kecil ini berdinding tipis di dalam

labyrinth ossis ethmoidalis, disempurnakan oleh tulang-tulang frontale, maxilla,

lacrimale, sphenoidale, dan palatinum. Pendarahan disuplai oleh Aa. ethmoidales

anterior dan posterior serta A. sphenopalatina. Pembuluh baliknya lewat vena-vena

yang senama dengan arteri. Persarafannya oleh, Nn. Ethmoidales anterior dan

posterior serta cabang orbital ganglion pterygopalatinum.

c. Sinus sphenoidalis. Kedua sinus ini terletak di sebelah posterior terhadap bagian atas

rongga hidung, di dalam corpus ossis sphenoidalis, bermuara ke dalam recessus

spheno-ethmoidalis. Pendarahan disuplai oleh A. ethmoidalis posterior dan cabang

pharyngeal A. maxillaries interna. Persarafannya oleh N. ethmoidalis posterior dan

cabang orbital ganglion pterygopalatinum.

d. Sinus maxillaries. Sebagian besar sinus ini menempati tulang maxilla. Berbentuk

pyramid, berbatasan dengan dinding lateral rongga hidung. Puncaknya meluas ke

dalam processus zygomaticus ossis maxillae. Atap berbatasan dengan dasar orbita,

sedangkan lantai berbatasan dengan processus alveolaris ossis maxillae. Pendarahan

disuplai oleh A. facialis, A. palatine major, A. infraorbitalis yang merupakan lanjutan

A. maxillaries interna dan Aa. alveolaris superior anterior dan posterior cabang A.

maxillaris interna. Persarafannya oleh N. infraorbitalis dan Nn. Alveolaris superior

anterior, medius dan posterior.4,5

Page 4: Sinus Paranasalis.docx

Gambar 1. Sinus Paranasalis.

Gambar 2. Sinus Paranasalis.

Mikroskopik.

Sinus dilapisi oleh epitel kolumner pseudostratifikasi bersilia yang

berlanjut dengan mukosa cavum nasi. Epitel sinus lebih tipis dibandingkan dengan epitel

nasus. Ada empat tipe dasar tipe sel: sel epitel kolumner, sel kolumner non-

siliaris, sel-sel basal dan sel goblet.

Page 5: Sinus Paranasalis.docx

Sel-sel bersilia mempunyai 50-200 silia per sel dengan 9-11 mikrotubulus

dan lengan dynein. Data eksperimental menunjukkan bahwa sel ini berdenyut

700-800 kali per menit, menggerakkan dengan kecepatan 9 mm/menit. Sel-sel non-

siliaris ditandai dengan adanya mikrofili yang menutupi bagian apikal sel dan berfungsi untuk

meningkatkan area permukaan (untuk memfasilitasi kelembaban dan men ghanga tka n

uda ra yan g d ih i ru p ) .

Men a r ik un tuk d i c a t a t bah wa t e r dap a t  peningkatan konsentrasi (lebih dari

50%) pada ostium sinus. Fun gs i s e l - s e l ba sa l t i dak d ike t a hu i . Se l - s e l i n i

be rva r i a s i da l am ben tuk ,ukuran dan jumlah. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sel

basal bertindak sebagai s e l i nd uk yang dap a t be rd i f e r ens i a s i j i ka d ip e r l ukan .

Se l gob l e t men ghas i l kan glikoprotein yang berperan untuk viskositas

dan elastisitas mukus. Sel-sel goblet diinervasi oleh sistem saraf simpatis dan

parasimpatis. Dengan demikian, stimulasi   pa r a s imp a t i s meng induks i mukus

yang l eb ih t eba l s ed ang kan s t i mu l a s i s impa t i s menginduksi sekresi mukus yang

lebih tipis.

L a p i s a n e p i t e l d i s o k o n g d e n g a n m e m b r a n b a s a l i s , l a m i n a

p r o p i a d a n  pe r i o s t e um. G landu l a s e r o sa dan muk osa t e rdapa t d i l am ina

p ro p i a . Pene l i t i an anatomis menunjukkan bahwa sel-sel goblet dan glandula submukosa

pada sinus lebih sedikit dibandingkan pada mukosa nasi. Diantara semua sinus,

sinus maxillaries mempunyai kepadatan sel goblet tertinggi. Ostium sinus maxillaris,

sphenoidalis dan ethmoidalis anterior mempunyai peningkatan jumlah glandula submukosa

serosa dan mukosa.

Respirasi.

Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas antara organisme dengan lingkungan,

yaitu pengambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida. Respirasi eksternal adalah proses

pertukaran gas (O2 dan CO2) antara darah dan atmosfer sedangakan respirasi internal adalah

proses pertukaran gas (O2 dan CO2) antara darah sirkulasi dan sel jaringan.3

Page 6: Sinus Paranasalis.docx

Pengendalian respirasi dikelola oleh dua mekanisme saraf yang terpisah. Sistim

volunter yang berasal dari korteks cerebral dan pengendalian pernapasan saat melakukan

aktivitas seperti berbicara dan makan, serta sistim involunter yang terletak di bagian medula

dan batang otak serta mengatur respirasi sesuai dengan kebutuhan metabolik tubuh.1,6,7

Pusat respiratorik medular mengandung neuron inspirasi dan ekspirasi yang terletak

sebagai agregasi longgar dalam formatio retikularis pada medula. Agregasi ini dilepas untuk

memproduksi respirasi otomatis. Neuron inspirasi terletak dalam medula dorsal sedangkan

neuron ekspirasi terletak dalam medula ventral.1,6,7

Selanjutanya adalah pusat respirasi batang otak (pons). Pusat pneumotaksis dalam

batang otak bagian atas membatasi durasi inspirasi, tetapi meningkatkan frekuensi respirasi,

mengakibatkan pernapasan dangkal dan cepat. Sementar pusat apneustik pada batang otak

memfasilitasi efek terhadap inspirasi.6

Refleks respiratorik ada beberapa macam. Pertama adalah refleks inisiasi Hering-

Brauer. Reseptor peregang dalam otot polos paru-paru terstimulasi saat paru mengembang.

Reseptor ini mengirim impuls penghambat disepanjang serabut vagus aferen menuju neuron

inspirasi medular.

Refleks ini mencegah terjadinya overinflasi paru-paru yang dapat muncul saat

melakukan olah raga berat. Refleks ini dipercaya tidak penting dalam pernapasan tenang.

Refleks ini juga bekerja seperti pusat pneumotaksis dengan mengurangi kedalaman

pernapasan dan meningkatkan frekuensinya.1,6,7

Reflek yang kedua adalah refleks spinal. Berkas otot dalam otot respirasi memantau

panjang serabut otot. Pemendekan serabut akan terasa dan disampaikan ke medula spinalis,

yang mengakibatkan impuls motorik untuk memperbesar kontraksi.1,6,7 Selain melalu saraf,

kendali pernapasan dapat melalui kendali kimiawi.

Kemoreseptor mendeteksi perubahan kadar oksigen, karbon dioksida, dan ion

hidrogen dalam darah arteri dan cairan cerebrospinal serta menyebabkan penyesuaian yang

tepat antara frekuensi dan kedalaman respirasi. Kemoreseptor ada dua yaitu kemoreseptor

sentral dan kemoreseptor perifer.1,6,7

Page 7: Sinus Paranasalis.docx

Kemoreseptor sentral adalah neuron yang terletak di permukaan ventral lateral

medula. Peningkatan kadar CO2 dalam darah areteri dan cairan serebrospinal merangsang

peningkatan frekuensi dan kedalam respirasi. Sementara kemoreseptor perifer terletak di

badan aorta dan karotid pada sistem arteri. Kemoreseptor ini merespon terhadap perubahan

konsentrasi ion oksigen, karbon dioksida, dan ion hidrogen.1,6,7

Proses inspirasi merupakan proses aktif karena melibatkan kontraksi otot-otot

inspirasi. Inspirasi tenang melibatkan kontraksi inspirasi utama yaitu diafragma yang

dipersarafi oleh N. Phernicus dan M. Intercostal eksternus yang diaktifkan oleh N.

Intercostalis.

Sedangkan inspirasi kuat melibatkan kontraksi otot-otot inspirasi tambahan antara lain

M.sternocleidomastoideus dan M. pectoralis mayor. Proses inspirasi adalah diafragma

berkontraksi, bergerak ke arah bawah, dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah.

Otot-otot interkosta eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang mengembangkan rongga

dada ke arah samping kiri dan kanan serta ke depan dan ke belakang.

Dengan mengembangnya rongga dada, pleura parietal ikut mengembang. Tekanan

intrapleura menjadi makin negatif karena terbentuk isapan singkat antara membran pleura.

Perlekatan yang diciptakan oleh cairan intrapleura, memungkinkan pleura viseral untuk

mengembang juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-paru.

Dengan mengembangnya paru-paru, tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan

atmosfir, dan udara memasuki hidung dan terus mengalir melalui saluran pernapasan sampai

ke alveoli. Masuknya udara terus berlanjut sampai tekanan intrapulmonal sama dengan

tekanan atmosfir; ini merupakan inspirasi tenang.

Inspirasi dapat dilanjutkan lewat dari normal, yang disebut sebagai napas dalam atau

inspirasi kuat. Pada napas dalam diperlukan kontraksi yang lebih kuat dari otot-otot

pernapasan untuk lebih mengembangkan paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya

udara lebih banyak.

Page 8: Sinus Paranasalis.docx

Inspirasi kuat ini melibatkan otot-otot inspirasi tambahan antara lain M.

sternocleidomastoideus dan M. Pectoralis mayor. Ekspirasi tenang merupakan proses pasif

dengan relaksasi otot-otot inspirasi, jaringan paru kembali ke kedudukan semula setelah

teregang.

Pada ekspirasi kuat melibatkan kontraksi otot-otot ekspirasi M. rectus abdominis dan

M. intercostal internus. Ekspirasi dimulai ketika diafragma dan otot-otot interkosta rileks.

Karena rongga dada menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan jaringan ikat elastiknya

yang meregang selama inspirasi, mengerut dan juga mendesak alveoli.

Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong

ke luar paru-paru sampai kedua tekanan sama kembali. Inspirasi merupakan proses yang aktif

yang memerlukan kontraksi otot, tetapi ekspirasi yang normal adalah proses yang pasif,

bergantung pada besarnya regangan pada elastisitas normal paru-paru yang sehat.

Dengan kata lain, dalam kondisi yang normal kita harus mengeluarkan energi untuk

inspirasi tetapi tidak untuk ekspirasi. Namun begitu kita juga dapat mengalami ekspirasi

diluar batas normal, seperti ketika sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup balon. Ekspirasi

kuat yang demikian adalah proses aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot lain.

Paru dapat diregangkan ke berbagai ukuran selama inspirasi dan kemudian kembali

menciut ke ukuran prainspirasinya selama ekspirasi karena sifat elastic paru. Compliance

paru mengacu pada distensibilitas paru (seberapa jauh paru meregang sebagai respons

terhadap perubahan gradient tekanan transmural).

Recoil elastic mengacu pada femonema paru kembali ke posisi istirahatnya selama

ekspirasi. Sifat elastik paru bergantung pada jaringan ikat elastic di dalam paru dan pada

interaksi tegangan permukaan alveolus/ surfaktan paru. Tegangan permukaan alveolus yang

disebabkan oleh gaya tarik menarik antara antara molekul-molekul permukaan air di dalam

film cair yang melapisi setiap alveolus, cenderung menahan peregangan (menurunkan

compliance) dan cenderung mengembalikan alveolus ke luas permukaan yang lebih kecil

selama deflasi (meningkatkan rebound paru).

Sel-sel alveolus tipe II mengeluarkan cairan surfaktan paru, suatu fosfolipoprotein

yang berada diantara permukaan air yang menurunkan tegangan permukaan, sehingga

Page 9: Sinus Paranasalis.docx

compliance paru meningkat dan mencegah paru mengalami kolaps.2 Selain perbedaan

gradient tekanan, ternyata aliran udara juga bergantung pada resistensi terhadap aliran yang

ditimbulkan oleh pembuluh. Penentu utama resistensi terhadap aliran udara adalah jari-jari

saluran pernapasan. Dalam keadaan normal, penyesuaian ukuran saluran pernapasan dapat

dilakukan oleh pengaturan sistem saraf otonom agar memenuhi kebutuhan tubuh.

Inspirasi yang lebih dalam dapat dilakukan dengan mengkontraksikan diaphragma

dan m. intercostalis eksternus lebih kuat dan mengaktikan otot-otot inspirasi tambahan untuk

semakin memperbesar rongga toraks. Kontraksi otot-otot tambahan ini mengangkat bagian

sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga toraks.

Pada saat rongga toraks semakin membesar volumenya, paru juga semakin membesar,

sehingga tekanan intra-alveolus menurun dan mengakibatkan peningkatan aliran udara masuk

ke dalam paru sebelum terjadi keseimbangan dengan tekanan atmosfer. Selama pernapasan

tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk

menurunkan volume intratoraks karena otot-otot inspirasi melemas dan mengakibatkan

penciutan elastik paru. Untuk melakukan ekspirasi aktif atau paksa, otot-otot ekspirasi harus

berkontraksi untuk mengurangi volume rongga thoraks dan paru.

Otot inspirasi utama :

1. Diaphragma.

Diaphragma adalah suatu lembaran otot rangka yang membentuk dasar rongga toraks

dan dipersarafi oleh N. Phernicus. Berbentuk kubah yang menonjol keatas jika sedang

relaks. Diaphragma akan bergerak kebawah saat berkontraksi dan memperbesar

volume rongga toraks kearah anterior dan superior.

2. M. Intercostal Eksternus.

Sewaktu berkontraksi, iga terangkat keatas dan keluar semakin memperbesar rongga

toraks dalam dimensi anteroposterior (depan-kebelakang) dan laterolateral (sisi ke

sisi). Otot-otot ini diaktifkan oleh N. Intercostalis.

Page 10: Sinus Paranasalis.docx

Otot inspirasi tambahan :

1. M. Sternocleidomastoides

2. M. Pectoralis mayor

3. M. Pectoralis minor

4. M. Scalenus anterior

5. M. Scalenus medius

6. M. Scalenus posterior

7. M. Latissimus dorsi

8. M. Iliocostalis bagian atas

9. Serratus anterior

Otot ekspirasi:

1. Otot-otot abdomen.

Otot-otot abdomen ini berkontraksi, terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang

menimbulkan gaya keatas pada diaphragma, mengakibatkan diaphragma semakin

terangkat ke rongga torak sehingga memperkecil ukuran vertikal rongga toraks.

2. Otot intercostalis internus

Otot-otot ini menarik iga ke bawah dan ke dalam, meratakan dinding toraks dan

semakin memperkecil ukuran rongga toraks.

3. M. Iliocostalis bagian bawah

4. M. Longissimus

5. M. Rectus abdominis

6. M. Obliquus abdominis externus

7. M. Obliquus abdominis internus

Page 11: Sinus Paranasalis.docx

Gambar 3. Otot-Otot Pernapasan.

Ventilasi adalah perpindahan udara ke dalam dan ke luar paru-paru dari hidung atau

mulut pada proses bernapas. Ventilasi ini mencakup inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah

perpindahan ke dalam paru-paru akibat kontraksi otot-otot pernapasan dan perubahan dalam

tekanan toraks.

Ekspirasi adalah perpindahan udara ke luar paru-paru dan merupakan akibat relaksasi

otot-otot pernapasan serta perubahan dalam tekanan toraks.3 Udara cenderung bergerak dari

daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, yaitu menuruni gradient tekanan.

Udara mengalir masuk dan keluar paru selama proses bernapas dengan mengikuti penurunan

gradient tekanan yang berubah berselang-seling antara alveolus dan atmosfer akibat akitivas

siklik otot-otot pernapasan.

Rongga toraks lebih besar daripada paru yang tidak teregang karena dinding toraks

tumbuh lebih cepat daripada paru selama masa perkembangan. Adanya gradient tekanan

transmural yang melintasi dinding paru dimana tekanan intra-alveolus yang setara dengan

tekanan atmosfer sebesar 760 mmHg, lebih besar daripada tekanan intrapleura sebesar 756

mmHg, sehingga di dinding paru, gaya yang menekan kearah luar lebih besar dibandingkan

dengan gaya yang menekan kearah dalam, sehingga mendorong paru-paru kearah luar,

meregangkan atau mengembangkan paru.

Page 12: Sinus Paranasalis.docx

Gradient tekanan transmural juga terdapat diantara kedua sisi dinding thoraks.

Tekanan atmosfer menekan dinding thoraks kearah dalam lebih besar daripada tekanan

intrapleura yang mendorong dinding tersebut kearah luar, sehingga dinding cenderung

“menciut”.8

Bagi suatu gas, baik yang ada di udara maupun yang terlarut dalam air, difusi

bergantung pada perbedaan dalam suatu kuantitas yang disebut tekanan parsial (partial

pressure). Gas akan selalu berdifusi dari daerah dengan tekanan parsial yang lebih tinggi.

Darah yang sampai ke paru-paru melalui arteri pulmoner mempunyai nilai PO2 yang lebih

rendah dan nilai PCO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara di dalam ruangan alveoli.

Ketika darah memasuki hamparan kapiler di sekitar alveoli, karbon dioksida akan

berdifusi dari darah ke udara di dalam alveoli. Oksigen dalam udara akan larut dalam cairan

yang melapisi epithelium dan berdifusi menembus permukaan dan masuk ke dalam kapiler.

Ketika darah telah meninggalkan paru-paru dalam vena pulmoner, nilai PO2 nya telah naik

dan PCO2 nya telah turun.

Setelah kembali ke jantung, darah tersebut dipompa melalui sirkuit sistemik. Dalam

kapiler jaringan, gradient tekanan parsial lebih menyukai terjadinya difusi oksigen keluar dari

darah dan karbon dioksida ke dalam darah. Hal ini terjadi karena respirasi seluler dengan

cepat menghabiskan kandungan oksigen dalam cairan interstisial dan menambahkan karbon

dioksida ke cairan itu (melalui difusi). Setelah darah melepaskan oksigen dan memuat karbon

dioksida, darah tersebut kemudian dipompa ke paru-paru lagi, tempat darah akan

mempertukarkan gas dengan udara di alveoli.9,10 Terdapat tiga tekanan berbeda yang penting

pada ventilasi:8

1. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di

atmosfer terhadap benda-benda di permukaan bumi. Di ketinggian permukaan laut,

tekanan ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan

penambahan ketinggian di atas permukaan laut karena kolom permukaan di atas bumi

menurun.

2. Tekanan intra-alveolus, yang juga dikenal sebagai tekanan intrapulmonalis, adalah

tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui

saluran pernapasan , udara dengan cepat mengalir mengikuti penurunan gradient

Page 13: Sinus Paranasalis.docx

tekanan setiap kali terjadi perbedaan antara tekanan intra-alveolus dengan tekanan

atmosfer, terus mengalir hingga kedua tekanan menjadi seimbang (ekuilibrium).

3. Tekanan intrapleura (tekanan intratoraks) adalah tekanan di dalam kantung pleura

yang merupakan tekanan yang terjadi di luar paru di dalam rongga toraks. Tekanan

intrapleura biasanya lebih kecil dari tekanan atmosfer, rata-rata 756 mmHg saat

istirahat. Tekanan intrapleura tidak diseimbangkan dengan tekanan atmosfer atau

intra-alveolus karena tidak terdapat hubungan langsung antara rongga pleura dengan

atmosfer atau paru. Karena kantung pleura adalah suatu kantung tertutup tanpa

lubang, udara tidak dapat masuk atau keluar walaupun terdapat gradient konsentrasi

antara kantung itu dengan sekitarnya.

Gambar 4. Tekanan Paru-Paru.

Page 14: Sinus Paranasalis.docx

Pemeriksaan test fungsi paru dilakukan dengan test Spirometri. Pemeriksaan

spirometri  digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di paru-paru dan saluran

pernapasan. Alat ini sekaligus digunakan untuk mengukur fungsi paru. Selain itu, spirometri

digunakan untuk menghitung dan mengetahui volume tidal (T.V), volume cadangan inspirasi

(I.R.V), volume cadangan ekspirasi (E.R.V), kapasitas inspirasi (I.C) dan kapasitas vital

(V.C).

Pasien yang dianjurkan untuk melalukan pemeriksaan ini antara lain pasien yang

mengeluh sesak napas, pemeriksaan berkala bagi pekerja pabrik, pederita PPOK, penyandang

asma, dan perokok. Spirometer dapat digunakan bersama dengan pengatur kecepatan

pencatatan. Hal ini dilakukan untuk mengukur volume ekspirasi paksa (forced expiratory

volume) yang bersifat sekuat-kuatnya dan secepat-cepatnya.11 Volume paru-paru juga dapat

diukur ketika anda bernapas nitrogen atau helium gas melalui tabung untuk jangka waktu

tertentu. Konsentrasi gas dalam ruang yang melekat pada tabung diukur untuk

memperkirakan volume paru-paru.10 Cara yang paling akurat untuk mengukur volume paru

adalah duduk dalam kotak tertutup, yang tampak seperti telepon umum (plethysmograph

tubuh) dengan menarik dan mengeluarkan udara melalui corong. Perubahan tekanan di

dalam kotak membantu menentukan volume paru-paru.12 Berikut merupakan volume statis

pada paru :

1) Tidal volume (TV).

Jumlah volume udara yang masuk atau keluar semasa inspirasi atau ekspirasi.1 Nilai

rata-ratanya kira-kira 500 ml.8

2) Volume cadangan inspirasi. (IRV).

Jumlah volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal

setelah inspirasi biasa.1 Nilai rata-ratanya 3000ml.8

3) Volume cadangan ekspirasi (ERV).

Page 15: Sinus Paranasalis.docx

Jumlah volume udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru setelah

ekspirasi biasa.1 Nilai rata-ratanya 1000ml.8

4) Volume residue (RV).

Volume udara yang tertinggal dalam paru selepas ekspirasi maksimal.1 Terdiri

daripada dua iaitu volume kolaps ( udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru

sesudah ekspirasi bila paru kolaps ) dan volume minimal ( udara yang tinggal dalam

paru sesudah paru kolaps). Nilai rata-rata ialah 1200 ml.8

5) Kapasitas inspirasi (IC).

IC = TV + IRV.1 Volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi

normal tenang. Nilai rata-ratanya 3000 ml.8

6) Kapasitas residue fungsional (FRC).

FRC = ERV + RV.1 Volume udara diparu pada akhir ekspirasi pasir normal. Nilai

rata-ratanya 2200 ml.8

7) Kapasitas vital (VC).

VC = IRV + TV + ERV.1 Volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama

satu kali bernafas setelah inspirasi maksimum., subjek mula-mula melakukan inspirasi

maksimum, kemudian melakukan ekspirasi maksimum. Kapasitas vital mencerminkan

perubahan volume maksimum yang dapat terjadi didalam paru. Volume ini jarang

dipakai karena konstraksi otot maksimum yang terlibat menimbulkan kelelahan, tetapi

bermanfaat untuk menilai kapasitas fungsional paru. Menggambarkan kemampuan

pengembangan paru. Nilai rata-ratanya 4500 ml.8

8) Kapasitas paru total. (TLC)

TLC = VC + RV.1 Volume udara maksimal yang dapat ditampung oleh paru. Nilai

rata-ratanya ialah 5700 ml.8

Page 16: Sinus Paranasalis.docx

Gambar 5. Spirometri.

Transport Oksigen dan Karbondioksida.

Sistem pengangkut O2 di tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskular.

Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam

paru, adanya pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan

kapasitas darah untuk mengangkut O2.

Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalinan vaskular di jaringan serta

curah jantung. Jumlah O2 di dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah

hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O2.10 Terdapat tiga keadaan

penting yang memengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen yaitu pH, suhu dan kadar

2,3-bifosfogliserat (BPG; 2,3-BPG).

Peningkatan suhu atau penurunan pH mengakibatkan PO2 yang lebih tinggi diperlukan

agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Sebaliknya, penurunan suhu atau peningkatan

pH dibutuhkan PO2 yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah O2. Suatu penurunan pH akan

menurunkan afinitas hemoglobin terhadap O2, yang merupakan suatu pengaruh yang disebut

pergeseran Bohr.

Page 17: Sinus Paranasalis.docx

Karena CO2 bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat, maka jaringan aktif

akan menurunkan pH di sekelilingnya dan menginduksi hemoglobin supaya melepaskan lebih

banyak oksigennya, sehingga dapat digunakan untuk respirasi selular.4,10 Selain perannya

dalam transport oksigen, hemoglobin juga membantu darah untuk mengangkut karbon

dioksida dan membantu dalam penyanggan pH darah yaitu, mencegah perubahan pH yang

membahayakan.

Sekitar 7% dari karbon dioksida yang dibebaskan oleh sel-sel yang berespirasi

diangkut sebagai CO2 yang terlarut dalam plasma darah. Sebanyak 23% karbon dioksida

terikat dengan banyak gugus amino hemoglobin. Sebagian besar karbon dioksida, sekitar

70%, diangkut dalam darah dalam bentuk ion bikarbonat.

Karbon dioksida yang dilepaskan oleh sel-sel yang berespirasi berdifusi masuk ke

dalam plasma darah dan kemudian masuk ke dalam sel darah merah, dimana CO2 tersebut

diubah menjadi bikarbonat. Karbon dioksida pertama bereaksi dengan air untuk membentuk

asam karbonat, yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat.

Sebagian besar ion hydrogen berikatan di berbagai tempat pada hemoglobin dan

protein lain sehingga tidak mengubah pH darah. Ion bikarbonat lalu berdifusi ke dalam

plasma. Ketika darah mengalir melalui paru-paru, proses tersebut dibalik. Difusi O2 keluar

dari darah akan menggeser kesetimbangan kimiawi di dalam sel darah merah kea rah

pengubahan bikarbonat menjadi CO2.13

Page 18: Sinus Paranasalis.docx

Kesimpulan.

Struktur respirasi manusia dibentuk oleh struktur makroskopik maupun mikroskopik

yang masing-masing sangat berperan dalam proses pernapasan. Pada mekanisme pernapasan,

ekspirasi dan inspirasilah yang sangat berperan. Pada saat inspirasi, manusia mengambil

oksigen dan pada saat ekspirasi, manusia mengeluarkan karbondioksida yang merupakan

hasil metabolism tubuh.

Fungsi dari pernapasan antara lain untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh

sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Fungsi tambahan dari

pernapasan dari pernapasan juga ada antara lain memungkinkan kita berbicara, menyanyi dan

vokalisasi lainnya, serta meningkatkan aliran balik vena. Test fungsi paru juga sangat penting

untuk mengetahui atau mengukur volume udara yang dihirup dan di hembuskan. Alat yang

dapat digunakan dalam test kapasitas paru yaitu spirometri.

Page 19: Sinus Paranasalis.docx

Daftar Pustaka

1) Ganong W.F. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2003.

2) Campbell A, Reece J B, Mitchell L G. Biology.In Breathing ventilates the lungs.7 th

Edition. Jakarta: Erlangga; 2005.

3) Djojodibroto R.D. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009.

4) Gunardi Santoso. Anatomi sistem pernapasan. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2007.h.2-13.

5) Ethel Sloane. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Edisi pertama. Jakarta: EGC;

2004.h.266-274.

6) Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC ; 2001.

7) Guyton AC, Hall JE. Fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC ; 2008.

8) Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 2001.

9) Gunawijaya Fajar Arifin. Kumpulan foto mikroskopik histologi. Edisi ke-2. Jakarta:

Penerbit Universitas Trisakti; 2007.h.161-8.

10) William F. Ganong. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC;

2008.h.683-94.

11) Sherwood Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2011.h.411, 431-5.

12) Sherwood Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2011.h.411, 431-5.

13) Campbell Neil A. Biologi. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga; 2004.h.65-7.