Hidung & Sinus Paranasalis

19
Hidung dan Sinus Paranasalis serta Kaitannya dengan Cairan Mengalir dari Ujung Tenggorokan Pendahuluan Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sphenoidalis di belakang bola mata. Sampai saat ini sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh pada manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya bervariasi pada tiap individu. Terdapat membran yang melapisi sinus tersebut yang mensekresikan mukus, yang mana akan mengalir ke rongga hidung melalui sebuah saluran kecil pada setiap sinus tersebut. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.Makalah ini bertujuan untuk mengetahui struktur - struktur hidung dan sinus paranasalis secara makroskopik dan mikroskopik, sistem drainase sinus paranasalis dan mekanisme pernapasan manusia. Struktur Makroskopik Hidung dan Sinus Paranasal Hidung Dilihat dari bagian luar, hidung berbentuk pyramid di mana pangkalnya berhubungan dengan dahi manakala ujung bebasnya pula disebut sebagai puncak hidung atau apex. Di bagian inferior hidung terdapat dua nostril atau nares nasi, yaitu dua pintu masuk berbentuk bulat panjang yang dipisahkan oleh septum nasi menjadi bagian kanan dan kiri. Permukaan infero – lateral hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat di mana ke arah 1

description

Blok 7

Transcript of Hidung & Sinus Paranasalis

Hidung dan Sinus Paranasalis serta Kaitannya dengan Cairan Mengalir dari Ujung Tenggorokan

PendahuluanTulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sphenoidalis di belakang bola mata. Sampai saat ini sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh pada manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya bervariasi pada tiap individu. Terdapat membran yang melapisi sinus tersebut yang mensekresikan mukus, yang mana akan mengalir ke rongga hidung melalui sebuah saluran kecil pada setiap sinus tersebut. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.Makalah ini bertujuan untuk mengetahui struktur - struktur hidung dan sinus paranasalis secara makroskopik dan mikroskopik, sistem drainase sinus paranasalis dan mekanisme pernapasan manusia. Struktur Makroskopik Hidung dan Sinus ParanasalHidungDilihat dari bagian luar, hidung berbentuk pyramid di mana pangkalnya berhubungan dengan dahi manakala ujung bebasnya pula disebut sebagai puncak hidung atau apex. Di bagian inferior hidung terdapat dua nostril atau nares nasi, yaitu dua pintu masuk berbentuk bulat panjang yang dipisahkan oleh septum nasi menjadi bagian kanan dan kiri. Permukaan infero lateral hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat di mana ke arah medial, permukaan lateral ini akan berlanjut pada dorsum nasi di tengah. 1-2, 4

Gambar 1. Hidung Bagian Luar 1Penyangga hidung tersusun atas tulang yang terdiri daripada os nasale, processus frontalis maxillae dan bagian nasal ossis frontalis dan tulang rawan yaitu cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis dan cartilago ala nasi major dan minor.

Gambar 2. Tulang dan Tulang Rawan pada Hidung 1Otot yang melapisi hidung adalah bagian daripada otot wajah, yaitu musculus nasalis dan musculus depressor septi nasi. Bagian atas rongga hidung berasal dari a.ethmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a.maksilaris interna, diantaranya ialah hujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang hujung posterior konka media. Manakala bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.ethmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor yag disebut pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus ini terletak superficial dan mudah cedera oleh trauma sehingga sering menjadi sumber epistaksis terutama pada anak.Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak mempunyai katup sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.7Bagian depan dan atas ringga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.ethmoidalis anterior yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1).Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas hujung posterior konka media. Untuk fungsi penghidu pula berasal dari n.olfaktorius. saraf ini turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.8Dinding lateral hidung memperlihatkan tiga elevasi, yaitu concha nasalis superior, medius dan inferior. Inferolateral terhadap masing masing concha nasalis ini terdapat meatus nasi yang sesuai; meatus nasi superior, medius dan inferior.Di sebelah cranial dan dorsal terhadap concha nasalis superior terdapat recessus spheno ethmoidalis yang mengandung muara sinus sphenoidalis. Pada recessus ini juga terdapat concha nasalis suprema. Meatus nasi superior yang terletak inferior terhadap concha nasalis superior ini memperlihatkan sebuah lubang sebagai muara sinus ethmoidalis posterior. 2Meatus nasi medius berada inferolateral terhadap concha nasalis medius. Ke arah anterior meatus nasi medius berkesinambungan dengan fossa dangkal di sebelah cranial vestibulum dan limen nasi, yaitu agger nasi yang melandai ke arah bawah dan depan, mulai dari ujung atas tepi bebas bagian anterior concha nasalis medius. 2Setinggi meatus nasi medius ini dinding lateral rongga hidung memperlihatkan sebuah elevasi bulat; bulla ethmoidalis. Bulla ethmoidalis dibentuk oleh pembengkakan sinus ethmoidalis medius yang bermuara pada bulla ethmoidalis tersebut. Di sebelah bawah bulla ethmoidalis terdapat celah berbentuk lengkung yang meluas ke atas sampai di sebelah depan bulla, yaitu hiatus semilunaris.1 Hiatus semilunaris dibatasi oleh rigi konkaf yang dibentuk oleh processus uncinatus ethmoidalis di sebelah inferior, dan ke arah depan dan atas hiatus ini menjadi sebuah saluran lengkung, yaitu infundibulum ethmoidale yang bermuara dengan sinus ethmoidalis anterior. Pada umumnya, infundibulum ethmoidale ini berkesinambungan dengan ductus nasofrontalis. Ke sebelah ventral, infundibulum ethmoidale berakhir pada sinus ethmoidalis anterior dan ductus nasofrontalis bermuara lewat infundibulum ini ke dalam ujung anterior meatus nasi medius. Meatus sinus inferior, di caudal dan lateral terhadap concha nasalis inferior, berisi muara ductus nasolakrimalis. 1 2

Gambar 3. Rongga Hidung 1Sinus ParanasalAda empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kiri dan kanan. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.

Gambar 4. Sinus Paranasal 11Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya iala dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveeolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Cabang dari arteri maxillaris internal mendarahi sinus ini. Termasuk infraorbital (yang berjalan dengan nervus infraorbital), cabang lateral dari sphenopalatine, palatina mayor, vena axillaris dan vena jugularis sistem dural sinus. Sinus maxilla disarafi oleh cabang dari V.2. yaitu nervus palatina mayor dan cabang dari nervus infraorbital.3Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase tergantung dari gerak silia, lagipula darinase harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang dan alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.4Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya sinus, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.3Di bagian depan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasn denga sinus sfenoid.Sinus ethmoid mendapat aliran darah dari arteri carotis eksterna dan interna . Arteri sphenopalatina dan juga arteri opthalmica mendarahi sinus. Pembuluh vena mengikuti arterinya dan dapat menyebabkan infeksi intracranial. Dipersarafi oleh nervus V.1 dan V.2, nervus V.1 mensarafi bagian superior sedangkan sebelah inferior disarafi oleh nervus V.2. Persarafan parasimpatis melalui nervus Vidian, sedangkan persarafan simpatis melalui ganglion sympathetic cervical dan berjalan bersama pembuluh darah menuju mukosa sinus.4Sinus frontal terletak di os frontal, mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada yang lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm, dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen merupakan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.5Sinus frontalis mendapat perdarahan dari arteri opthalmica melalui arteri supraorbita dan supratrochlear. Aliran pembuluh vena melalui vena opthalmica superior menuju sinus cavernosus dan melalui vena-vena kecil didalam dinding posterior yang mengalir ke sinus dural. Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang nervus V.1. Secara khusus, nervus-nervus ini meliputi cabang supraorbita dan supratrochlear.6Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior dan pons.Arteri ethmoid posterior mendarahi atap sinus sphenoidalis. Bagian lain dari sinus mendapat aliran darah dari arteri sphenopalatina. Aliran vena melalui vena maxillaris ke vena jugularis dan pleksus pterigoid. Sinus sphenoidalis disarafi oleh cabang nervus V.1 dan V.2. Nervus nasociliaris (cabang nervus V.1) berjalan menuju nervus ethmoid posterior dan mensarafi atap sinus. Cabang-cabang nervus sphenopalatina (V.2) mensarafi dasar sinus.3Struktur Mikroskopik Hidung dan Sinus ParanasalRongga hidung dan sinus paranasalis dilapisi oleh mukosa pernapasan atau mukosa respiratorik yang fungsi utamanya adalah untuk menyaring benda benda renik dan untuk menyesuaikan suhu serta kelembaban udara inspirasi. Mukosa ini tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet yang diperkuat oleh vaskular lamina propria. Silia yang terdapat pada lapisan mukosa ini berfungsi untuk mendorong lendir ke arah belakang, yaitu ke arah nasofaring sehingga kemudian lendir tertelan atau dibatukkan.6 Pada lamina propria terdapat kelenjar mukosa dan serosa yang mensekresikan mukosa dan serosa. Fungsi sekret ini adalah untuk melembabkan udara inspirasi dan menangkap partikel partikel debu yang halus dalam udara inspirasi. Lamina propria ini menjadi satu dengan periosteum atau perikondrium; membran mukosa di hidung sering disebut mukoperiosteum atau mukoperikondrium atau membrana Schneider. Pada lapisan mukosa ini juga terdapat serat kolagen, serat elastin, limfosit, sel plasma dan sel makrofag. 6- 7 Seterusnya, terdapat mukosa penghidu atau mukosa olfaktoris yang tersusun atas epitel olfaktori dan lamina propria. Mukosa olfaktoris juga mempunyai epitel bertingkat kolumnar bersilia, yang mensekresikan mukosa yang cukup banyak. Epitel ini dimodifikasi untuk penghiduan. Epitel olfaktoris terdiri daripada empat jenis sel, yaitu sel olfaktoris, sel sustentakular, sel basal dan sel sikat.Gambar 5. Epitel Olfaktorius 6Sel olfaktoris mempunyai silia yang snagat panjang, non motil yang mengandung kemoreseptor. Kelenjar serosa atau kelenjar Bowman di mukosa ini yang terdapat pada lamina propria melembabkan silia ini untuk melarutkan bauan dalam udara inspirasi. Interaksi reseptor dengan molekul perangsang menyebabkan depolarisasi membran sel olfaktoris, diikuti timbulnya potensial aksi.7 Sel olfaktoris adalah modifikasi neuron. Sel ini mempunyai dendron dan bersinaps dengan neuron di bulbus olfaktorius. Sejumlah sel akan bergabung bersama sama menjadi filia olfaktoria, yang membawa potensial aksi dari lamina kribriformis tulang ethmoid ke lobus olfaktorius sistem saraf. 6Sel sustentakular pula mempunyai mikrovili apical dan kompleks Golgi yang berkembang baik, sehingga tampak seperti sel sekretoris. Sel basal adalah sel tidak berdiferensiasi tetapi mempunyai kemampuan untuk membelah dan berdiferensiasi menjadi sel olfaktoris dan sel sustentakuler manakala sel ikat adalah sel dengan mikrovili di apikal.6Sinus paranasal adalan rongga yang berisi udara yang terdapat dalam tulang tengkorak dan berhubungan dengan rongga hidung. Terdapat empat tempat sinus, yaitu sinus maxillaries, sinus frontalis, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Epeitel yang membatasi sinus sinus paranasal ini adalah epitel bertingkat silindris bersilia dengan sedikit sel goblet. Epitel sinus paranasalis ini merupakan kelanjutan epitel hidung dan epitel bertingkat silindris bersilia. Lamina propria juga adalah lebih tipis dan mengandung sedikit kelenjar. Kelenjar kelenjar ini memproduksi mucus yang akan dialirkan ke cavum nasi oleh gerakan silia.6 -7 Sinus-sinus dilaisi oleh epitel pseudostratified ciliated columnar yang berkesinambungan dengan mukosa di rongga hidung. Epitel sinus ini lebih tipis dari epitel hidung. Ada 4 tipe sel dasar, yaitu epitel ciliated columnar, non ciliated columnar, sel basal dan sel goblet. Sel-sel ciliated memiliki 50 ? 200 silia per sel dengan struktur dari 9+2 mikrotubulus dengan dynein lengan. Data penelitian menunjukkan sel ini berdetak 700-800 kali per menit, pergerakan mucosa pada suatu tingkat 9 mm per menit. Sel yang nonciliated ditandai oleh microvilli yang menutupi daerah apikal sel dan bertugas untuk meningkatkan area permukaan ( mungkin memudahkan pembasahan dan kehangatan dari udara inspirasi ). Ini penting untuk meningkatkan konsentrasi (sampai 50%) dari ostium sinus. Fungsi sel basal belum diketahui, sangat bervariasi baik dalam bentuk dan jumlah. Beberapa teori menjelaskan bahwa sel basal dapat bertindak sebagai suatu stem cell yang dapat membedakan jika dibutuhkan. Sel goblet memproduksi glikoprotein yang berfungsi untuk viskositas dan elastisitas mukosa. Sel goblet ini disarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Rangsangan saraf parasimpatis menghasilkan mucous yang lebih kental dan dengan rangsangan saraf simpatis pengeluaran mucous lebih encer. Lapisan epitel disokong oleh suatu basement membran yang tipis, lamina propia, dan periosteum. Keduanya baik kelenjar serous dan mucinous mengalir ke dalam lamina propia. Studi anatomi menunjukkan tentang sel goblet dan kelenjar submucosal di sinus dibandingkan di mukosa hidung. Pada studi tersebut, sinus maxillaris mempunyai sel goblet yang paling tinggi. Ostia dari rahang, sphenoid dan sinus ethmoid anterior meningkat dalam jumlah submucosal yang mengandung kelenjar serous dan mucinous.11Mekanisme Pernapasan Inspirasi dan EkspirasiParu dapat dikembang atau dikempiskan dengan adanya gerakan turun dan naik dari diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan juga depresi dan elevasi tulang iga.3 Pernafasan normal dan tenang hampir sempurna oleh adanya gerakan dari diafragma. Selama inspirasi, kontraksi dari diafragma akan menarik permukaan bawah paru ke bawah sedangkan selama ekspirasi diafragma relaksasi dan sifat elastis daya lenting paru, dinding dada dan isi perut menekan paru paru. Seterusnya, untuk mengembangkan paru juga adalah untuk mengangkat rangka iga. Pengembangan paru ini adalah karena, pada posisi istirahat, iga miring ke bawah, dengan demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna spinalis. Bila rangka dielevasikan tulang iga secara langsung maju demikian juga sternum bergerak menjauhi spinal. 3,8Otot otot yang meninggikan rangka dada, yaitu otot sternokleidomastoideus yang mengangkat sternum ke atas, otot serratus anterior yang mengangkat sebagian besar iga, otot skaleneus yang mengangkat dua iga pertama dan otot interkostal externus diklasifikasikan sebagai otot otot inspirasi. Otot otot yang menurunkan rangka dada pula diklasifikasikan sebagai otot ekspirasi. Otot otot yang menarik iga ke bawah selama ekspirasi adalah otot rektus abdominus yang mempunyai efek menarik ke bawah iga iga bagian bawah pada waktu yang sama otot otot ini dan otot otot perut yang lainnya juga menekan isi perut ke arah diafragma dan otot interkostal internus.3 Gambar 6 menunjukkan mekanisme kerja otot interkostalis internus dan eksternus yang menyebabkan inspirasi dan ekspirasi. Pada gambar di sebalah kiri, selama ekspirasi tulang tulang iga membentuk sudut ke bawah dan otot interkostalis eksternus memanjang ke depan dan ke bawah. Bila otot otot ini berkontraksi, otot otot tersebut akan menarik tulang iga yang lebih bawah. Sebaliknya, pada inspirasi otot interkostalis internus akan teregang, dan kontraksi otot ini akan menarik tulang iga atas ke belakang dalam hubungannya dengan tulang iga yang lebih bawah. 3,8

Gambar 6. Inspirasi dan Ekspirasi 3Transpor Gas RespirasiTransport OksigenSistem pengangkut O2 di tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskular. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriktusijalinan vaskular di jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 di dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O2.Terdapat tiga keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen yaitu pH suhu dan kadar 2,3 BPG. Peningkatan suhu atau penurunan pH mengakibatkan PO2 yang lebih tinggi diperlukan agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Sebaliknya, penurunan suhu atau peningkatan pH dibutuhkan PO2 yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah O2. Suatu penurunan pH akan menurunkan afinitas emoglobin terhadap O2, yang merupakan suatu pengaruh yang disebut pergeseran Bohr. Karena CO2 berekasi dengan air untuk membentuk asam karbonat, maka jaringan aktif akan menurunkan pH di sekelilingnya dan menginduksi hemoglobin supaya melepaskan lebih banyak oksigennya, sehingga dapat digunakan untuk respirasi selular.8 Transpor Karbon DioksidaSelain perannya dalam transpor oksigen, hemoglobin juga membantu darah untuk mengangku karbon dioksida dan membantu dalam penyanggan pH darah yaitu, mencegah perubahan pH yang membahayakan. Sekitar 7% dari karbon dioksida yang dibebeaskan oleh sel-sel yang berespirasi diangkut sebagai CO2 yang terlarut dalam pllasma darah. Sebanyak 23% karbon dioksida terikat dengan banyak gugus amino hemoglobin. Sebagain besar karbon dioksida, sekitar 70%, diangkut dalam darah dalam bentuk ion bikaronat. Karbon dioksida yang dilepaskan oleh sel-sel yang berespirasi berdifusi masuk ke dalam plasma darah dan kemudian masuk ke dalam sel darah merah, dimana CO2 tersebut diubah menjadi bikarbonat. Karbon dioksida pertama bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat, yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat. Sebagian besar ion hydrogen berikatan di berbagai tempat pada hemoglobin dan protein lain sehingga tidak mengubah pH darah. Ion bikarbonat lalu berdifusi ke dalam plasma. Ketika darah mengalir melalui paru-paru, proses tersebut dibalik. Difusi O2 keluar dari darah akan menggeser kesetibangan kimiawi di dalam sel darah merah kearah perubahan bikarbonat menjadi CO2.8,9KesimpulanSinus paranasalis merupakan rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan. Sinus frontalis terletak di bagian dahi, sedangkan sinus maksilaris terletak di belakang pipi. Sementara itu, sinus sphenoid dan sinus ethmoid terletak agak lebih dalam di belakang rongga mata dan di belakang sinus maksilaris. Dinding sinus terutama dibentuk oleh sel sel penghasil cairan mukus. Udara masuk ke dalam sinus melalui sebuah lubang kecil yang menghubungkan antara rongga sinus dengan rongga hidung yang disebut dengan ostia. Jika oleh karena suatu sebab lubang ini buntu maka udara tidak akan bisa keluar masuk dan cairan mukus yang diproduksi di dalam sinus tidak akan bisa dikeluarkan.Daftar Pustaka1. Snell RS. Clinical anatomy by regions. 9th ed. United States: Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins; 2012: 641 4. 2. Faiz O, Moffat D. Anatomy at a glance. 2nd ed. United States: Blackwell Science Ltd; 2002: 145 7. 3. Guyton AC, Hall JE. Guyton and hall textbook of medical physiology. 12th ed. United States: Saunders Elsevier; 2011: 465 6, 488 91, 495 500, 502. 4. Feneis H, Dauber W. Pocket atlas of human anatomy based on the international nomenclature. 4th ed. New York: Thieme Stuttgart; 2000: 135 6.5. Putz R, Pabst R. Sobotta atlas of human anatomy: head, neck and upper limb. 14th ed. Munich: Elsevier Urban & Fischer; 2006: 86 91.6. Mescher AL. Junqueiras basic histology: text & atlas. 12th ed. United States: McGraw Hill Companies; 2010: 292 5. 7. Wheater PR, Burkitt HG, Daniels VG. Wheaters functional histology: a text and colour atlas. 3rd ed. UK: Longman Group Ltd; 2010: 295 8. 8. Sherwood L. Fundamentals of human physiology. United States: Brooks/Cole CENGAGE Learning; 2012.9. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC;2010.h.154-6810. Marks, DB, dkk. Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta:EGC, 2011, hal. 35-40.11. Junqueira, Carlos L,Carneiro J. Histologi dasar, teks dan atlas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; (10)2007.h.69-71.

1