Sinus Maxila

download Sinus Maxila

of 19

Transcript of Sinus Maxila

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    1/19

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sinus Paranasal

    2.1.1 Anatomi Sinus Paranasal

    Manusia mempunyai sekitar 12 rogga sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara

    hidung. Jumlah, bentuk, ukuran dan simetri bervariasi. Sinus-sinus ini membentuk rongga di

    dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama yang sesuai. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel

    saluran pernapasan yang mengalami modifikasi dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia,

    sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara2

    Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan

    karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal mulai

    dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan

    kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk

    rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.

    Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan

    perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.

    Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang

    dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus

    sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.

    Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.1

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    2/19

    Gambar. 1: Gambar Sinus Paranasal

    2.1.2 Fisiologi Sinus Paranasal

    Banyak teori menyatakan tentang fungsi sinus. Fungsi sinus termasuk untuk

    menghangatkan atau melembabkan udara yang dihirup, membantu pengaturan tekanan intranasal

    dan tekanan gas serum (dan terkadang ventilasi permenit), berperan dalam pertahanan tubuh,

    meningkatkan area permukaan mukosa, meringankan tengkorak, memberikan resonansi suara,

    penyerap shock dan berperan dalam pertumbuhan tulang muka. 3

    Hidung adalah pelembab dan penghangat udara yang menakjubkan. Bahkan dengan

    aliran udara 7 liter permenit, hidung belum mencapai kemampuan maksimalnya untuk

    melaksanakan fungsi ini. Proses melembabkan nasus telah berkontribusi sebanyak 6,9 mm Hg

    serum pO2. Meskipun mukosa nasus paling baik untuk melaksanakan tugas ini, sinus juga

    berkontribusi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa individu yang bernafas dengan mulut

    mempunyai penurunan volume tidal CO2 yang dapat menaikkan serum CO2 dan sleep apnea.4

    Sinus memproduksi mukus dalam jumlah besar, maka sinus berkontribusi besar terhadap

    sistem imun/ filtrasi udara melalui hidung. Mukosa nasus dan sinus bersilia dan berfungsi untuk

    menggerakkan mukus menuju choana dan gaster di inferior. Lapisan superfisial yang menebal

    pada mukosa nasal bertindak sebagai perangkap bakteri dan memecah substansi melalui sel-sel

    imun, antibodi dan protein antibakteri, lapisan sol yang mendasari lebih tipis dan menghasilkan

    substrat yang dapat menggerakkan silia; ujung silia melekat pada lapisan superfisial dan

    mendorong substrat ke arah gerakan. Kecuali tersumbat oleh penyakit ataupun variasi anatomi,

    sinus menggerakkan mukus keluar dari ostium menuju choana. Penelitian paling mutakhir

    mengenai fungsi sinus berfokus pada molekul Nitrous Oxide (NO). Penelitian menunjukkan

    bahwa produksi NO intranasal terutama di dalam sinus. NO toksik terhadap bakteri, jamur dan

    virus pada tingkat 100 ppb. Konsentrasi substansi NO dalam nasus dapat mencapai 30.000 ppb

    sehingga beberapa peneliti mengusulkan sebagai mekanisme sterilisasi sinus. NO juga dapat

    meningkatkan motilitas silia.4

    Fisiologi dan fungsi sinus paranasalis adalah subjek yang merefleksikan kompleksitas

    anatominya. Penelitian berkelanjutan akan dapat mengungkapkan bahwa fungsi ini merupakan

    bagian dari gambaran yang lebih besar dari yang nampak sekarang. Sampai saat ini belum ada

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    3/19

    persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus

    paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa- apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan

    tulang muka. Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain3:

    1) Sebagai pengatur kondisi udara

    Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban

    udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati

    pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung. Volumen pertukaran

    udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernapas,

    sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula

    mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa

    hidung.

    2) Sebagai penahan suhu (thermal insulator)

    Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa

    serebri dari suhu rongga hidung yang berubah- ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-

    sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.

    3) Membantu Keseimbangan Kepala

    Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan

    tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan

    pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak

    bermakna.

    4) Membantu Resonasi Suara

    Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonancia suara dan mempengaruhi

    kualitas suara, akan tetapi ada yang berpendapat bahwa posisi sinus dan ostiumnya tidak

    memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonador yang efektif. Lagipula tidak ada

    korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan - hewan tingkat rendah.

    5) Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara

    Fungsi ini berjalan bila tidak ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

    misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    4/19

    6) Membantu Produksi Mukus

    Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan

    mukus yang dihasilkan oleh rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel

    yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius,

    tempat yang paling strategis.

    Gambar 2: Gambar Pergerakan silia dalam drainase sinus

    2.1.3 Sinus Maxillaris

    1. Perkembangan

    Sinus maxillaris (antrum Highmori) adalah sinus yang pertama berkembang. Struktur ini biasanya

    terisi cairan saat lahir. Pertumbuhan sinus ini terjadi dalam dua fase sela pertumbuhan tahun 0-3 dan 7-12.

    Selama fase terakhir, pneumatisasi menyebar lebih ke arah inferior ketika gigi permanen erupsi.

    Pneumatisasi dapat sangat luas hingga akar gigi terlihat dan selapis tipis jaringan lunak menutupi mereka.

    2. Struktur

    Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

    bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

    maksimal, yaitu 15 ml (34x33x23mm) saat dewasa.1

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    5/19

    Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

    maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

    maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah dasar

    orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di

    sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum

    etmoid.

    Dari lahir hingga usia 9 tahun, lantai sinus berada di atas cavitas nasalis. Pada usia 9

    tahun, lantai sinus biasanya berada sejajar dengan lantai nasus. Lantai biasanya terus

    berkembang ke inferior seiring dengan pneumatisasi sinus maxillaris. Karena hubungannya

    berdekatan dengan gigi geligi, penyakit gigi dapat menyebabkan infeksi sinus maxillaris dan

    ekstraksi gigi dapat mengakibatkan fistula oroantral.

    Gambar 3. Gambar Sinus Maxillaris

    3. Suplai Darah

    Sinus maxillaris disuplai oleh arteri maxillaris interna. Arteri ini termasuk

    mempercabangkan arteri infraorbitalis (berjalan bersama nervus infraorbitalis), sphenopalatina

    rami lateralis, palatina mayor dan arteri alveolaris. Drainase vena berjalan di sebelah anterior

    menuju vena facialis dan di sebelah posterior menuju vena maxillaris dan jugularis terhadap

    sistem sinus dural.

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    6/19

    4. Inervasi

    Sinus maxillaris diinervasi oleh rami maxillaris. Secara rinci, nervus palatina mayor dan nervus

    infraorbital.

    5. Struktur Terkait

    Ductus nasolacrimalis

    Ductus nasolacrimalis merupakan drainase saccus lacrimalis dan berjalan dari

    fossa lacrimalis pada cavum orbita, dan bermuara pada bagian anterior meatus nasalis

    inferior. Ductus terletak sangat berdekatan dengan ostium maxillaris kira-kira 4-9 di

    sebelah anterior ostium.

    Ostium Natural

    Ostium maxillaris terletak di bagian superior dinding medial sinus. Ostium ini

    biasanya terletak setengah posterior infundibulum ethmoidalis atau di sebelah posterior

    sepertiga inferior processus uncinatus. Tepi posterior ostia bersambungan dengan lamina

    papyracea, sehingga menjadi patokan batas lateral diseksi bedah. Ukuran ostium kira-kira

    2,4 mm tetapi dapat bervariasi dari 1 17 mm. Delapan puluh delapan persen ostium

    maxillaris tersembunyi di posterior processus uncinatus dan dengan demikian tidak dapatterlihat dengan endoskopi.

    Ostium accessoris/ Fontanella Anterior/ Posterior

    Ostium ini non-fungsional dan berfungsi untuk drainase sinus jika ostium natural

    tersumbat dan tekanan atau gravitasi intrasinus menggerakkan material keluar dari

    ostium. Ostium accessoris biasanya ditemukan di fontanela posterior.

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    7/19

    2.2.1 Definisi

    Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya berupa radang pada mukosa

    sinus paranasalis. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai

    beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut

    pansinusitis.

    Sinusitis maksilaris adalah peradangan pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis

    maksilaris diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan kronik. Sinusitis akut bila gejalanya

    berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4

    minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Sinusitis

    akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, sinusitis subakut bila tanda-tanda radang akut

    sudah reda dan sinusitis kronik bila terjadi perubahan histologis mukosa sinus yang

    irreversible, sehingga untuk menentukan sinusitis tersebut akut,subakut atau kronik

    diperlukan pemeriksaan histopatologis.

    Gambar 4: Perbandingan sinus maxillaris normal dengan sinusitis maxillaris

    2.2.2 Etiologi

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    8/19

    a. Secara Odontogen

    Faktor-faktor etiologi sinusitis maksilaris secara dentogen adalah sebagai

    berikut:

    1. Komplikasi infeksi

    Infeksi periapikal

    Infeksi periodontal

    Gigi impaksi, unerupted, supemumerary

    Infeksi residual

    Infeksi akar gigi/ gangren radix

    2. Komplikasi akibat trauma

    Terambilnya sebagian dasar sinus yang mengelilingi akar gigi.

    Terbukanya sinus maksilaris dan masuknya akar gigi kedalam

    sinus.

    Masuknya gigi yang impacted/supemumerer kedalam sinus

    pada waktu ekstraksi.

    3. Komplikasi akibat kista (dentigerous/folikuler) dan

    tumor/neoplasma.

    Adanya peradangan periapikal mengakibatkan destruksi dan resorbsi tulang

    sekitar gigi. Teknik pencabutan yang kurang baik pada gigi P atau M atas akan

    mengakibatkan terambilnya sebagian dasar sinus yang mengelilingi gigi tersebut

    Kebanyakan gigi yang impacted pada rahang atas seperti C, P, dan M, hanya

    dipisahkan oleh tulang tipis atau hanya lapisan epitel saja terhadap dinding sinus.

    Dengan demikian pengambilan secara sectional memungkinkan akar masuk

    kedalam sinus.

    Adanya kista dalam sinus maksilaris menyebabkan dinding sinus habis dan

    epitel sinus melekat dengan dinding kista, dan menurut Kruger kista yang paling

    sering adalah kista dentigerous. Iritasi bakteri melalui pulpa gigi atau akibat

    trauma dapat menyebabkan peradangan supuratif pada sinus maksilaris. Infeksi

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    9/19

    akut dan kronis pada gigi rahang atas dapat menyebabkan terjadinya sinusitis

    maksilaris dan dapat juga infeksi terjadi akibat bakteri yang ikut aliran darah.

    2.2.3 Epidemiologi

    Prevalensi sinusitis tinggi di masyarakat. Di bagian THT Departement Ilmu

    Kesehatan Anak RSCM Jakarta, pada tahun 1999 didapatkan data sekitar 25% anak-anak

    dengan ISPA menderita sinusitis maxillaris akut.5 Sedang pada Departement THT sub

    bagian Rinologi didapatkan data dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 249 penderita

    terkena sinusitis sebesar 50%.6

    Di Amerika Serikat diperkirakan 0,5% dari infeksi saluran nafas atas karena virus

    dapat menyebabkan sinusitis akut. Sinusitis kronis mengenai hampir 31juta rakyat Amerika

    Serikat.6

    2.2.4 Patogenesis

    Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae telah disepakati sebagai

    patogen primer pada sinusitis bakterial, selain itu M. Cattarhalis juga didapatkan pada

    sinusitis maksilaris (40% pada anak-anak)7

    Faktor-faktor predisposisi sinusitis maxillaris adalah obstruksi mekanik, rinitis

    kronis serta rinitis alergi, polusi, udara dingin dan kering, riwayat trauma, menyelam,

    berenang, naik pesawat, riwayat infeksi pada gigi, infeksi pada faring. Rinitis merupakan

    faktor predisposisi yang paling penting dalam terbentuknya sinusitis1

    Pada saat terjadi infeksi baik infeksi virus dan bakteri,akan terjadi reaksi radang

    yang salah satunya berupa edema. Edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal

    yang sempit. Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak

    dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan

    ventilasi di dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh muksa sinus akan menjadi kental.

    Lendir yang kental tersebut menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen.

    Bila sumbatan berlangsung terus menerus maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir

    sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1,7

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    10/19

    Pada infeksi virus, virus juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang

    mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini

    menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih

    kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri pathogen.

    Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus

    dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob.

    Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas leukosit

    Gambar 6: Patofisiologi sinusitis maxillaris

    2.2.5 Gejala Klinis

    Demam, malaise.

    Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin. Sakit

    dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi atau gigi. Sakit

    bertambah saat menunduk.

    Wajah terasa bengkak dan penuh.

    Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi.

    Kadang ada batuk iritatif non-produktif.

    Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk.

    Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus

    media, dan nasofaring.

    Penurunan atau gangguan penciuman.

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    11/19

    2.2.6 Diagnosis

    o Pemeriksaan fisik:

    Tampak pembengkakan di daerah pipi dan kelopak mata bawah sisi yang

    terkena

    Pada rinoskopi anterior, mukosa konka tampak hiperemi dan edema,

    selain itu tampak pus atau nanah di meatus media

    Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring

    o Pemeriksaan penunjang:

    Pemeriksaan Transiluminasi:

    Sinus yang sakit akaan terlihat suram atau gelap. Akan lebih

    bermakna hasilnya bila hanya salah satu sisi sinus saja yang sakit,

    sehingga terlihat sekali perbedaannya antara yang suram atau sakit

    dengan yang normal.

    Pemeriksaan Radiologi:

    Foto Waters PA dan lateral, akan tampak perselubungan atau

    penebalan mukosa atau air-fluid levelpada sinus yang sakit.

    Gambar : Foto Waters pada sinusitis maxillaries kanan

    CTscan merupakan pemeriksaan yang dapat memberikan

    gambaran yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan

    variasi antominya yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis

    kronis maupun akut. Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    12/19

    Scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya

    bagi mata.

    Gambar : Hasil CT scan sinusitis maxillaris

    Pemeriksaan kultur Sample diambil dari secret dari meatus medius atau meatus

    superior. Pasien harus dirujuk ke otolaringologis untuk aspirasi

    maksila dan kultur bila tidak sembuh dengan pengobatan

    antibiotika yang sesuai dan adekuat.

    Sinoscopy

    Merupakan satu-satunya cara yang memberikan informasi akurat

    tentang perubahan mukosa sinus, jumlah secret yang ada dalam

    sinus dan letak serta keadaan dari ostium sinus. Namun, sinoscopy

    memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    13/19

    Gambar : Sinoscopy

    2.2.7 Diagnosa Banding

    Sinus Maksilaris Vakum

    Infeksi gigi geraham atas

    Benda asing rongga hidung ( anak-anak )

    2.2.8 Penatalaksanaan

    Prinsip penatalaksanaan dari sinusitis adalah mengembalikan fungsi silia mukosa,

    memperbaiki drainase, eradikasi bakteri dan menghilangkan keluhan nyeri

    Terapi Medikamentosa

    o Antibiotik (diberikan minimal 2minggu):

    Lini pertama:

    Amoxycilline 3x500mg.

    Cotrimoxazole 2x1tablet.

    Erythromycine 4x500mg.

    Lini kedua:

    Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta-laktamase

    diberikan kombinasi Amoxycilline+Clavulanic acid, cefaclor atau

    cephalosporine generasi II atau III oral

    o Dekogestan

    Topikal:

    Solusio Efedrin 1% tetes hidung

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    14/19

    Oxymethazoline 0,025% tetes hidung untuk anak, 0,05%

    semprot hidung. Jangan digunakan lebih dari 5 hari

    Sistemik:

    Fenil Propanolamine

    Pseudoefedrine 3x60mg

    o Mukolitik: N-acetytilcystein, bromhexine

    o Analgesik/antipiretik (bila perlu):

    Parasetamol 3x500mg

    Metampiron 3x500mg

    o Antihistamin (diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi)

    CTM

    Loratadine

    Tindakan non invasif

    o Diatermi dengan gelombang pendek. Digunakan pada sinusitis subakut

    sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi

    sinus.

    o Irigasi sinus maxilla

    Dilakukan bila resorpsi sekret sinus maxilla tidak adekuat

    Bila keadaan akut telah reda dan demam berkurang baru dapat dilakukan

    irigasi melalui ostium. Bila sekresi berlebih atau tidak dapat dilakukan

    melalul ostium, maka dinding antral dibawah concha inferior dibuan

    suatu iubang dengan antral trokar.

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    15/19

    Gambar : Gambar Irigasi Sinus

    Tidakan pembedahan8

    o Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal yaitu dengan mengangkat mukosa

    yang patologis dan membuat drainase sinus yang terkena. Tipe pembedahan

    yang dilakukan adalah antrostomi intra nasal dan operasi Caldwell-Luc.

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    16/19

    Gambar: Operasi Caldwell-Luc

    Teknik Operasi Caldwell-Luc:

    Operasi ini dilakukan dibawah anastesi umum endotracheal atau

    dengan blok syaraf maksila. Jika menggunakan anastes endotracheal maka

    dapat diberikan injeksi lokal vaso konstriktor yang efeknya untuk

    mengurangi perdarahan di daerah operasi.

    Insisi dibuat pada batas gusi dibawah gingivo labial folg sisi posterior

    gigi C sampai M1 dan M2. Mukosa periosteum diangkat dari fosa kanina dan

    dikaitkan dengan 2 retraktor. Antrum dibuka dengan menggunakan pahat

    atau bor kemudian selaput mukosa sinus diinsisi, sehingga tampak rongga

    sinus maksilaris. Dinding atronasal pada meatus nasi inferior diangkat dan

    selaput mukosa pada sisi hidung dari dinding antro nasal dibuka, sehingga

    terbentuk suatu lubang. Sinus maksilaris terbuka dan dibuat hubungan

    antara rongga hldung dan sinus maksilaris melalui dinding antro nasal

    dibawah turbinate nasalis inferior, untuk menjamin drainage yang tetap

    kedalam hidung. Insisi sub labial dijahit dengan jahitan interupted

    o Selain itu ada pembedahan non radikal yaitu dengan Bedah Sinus Endoskopi

    Fungsional (BSEF), yang telah menjadi tindakan pembedahan utama untuk

    menangani sinus. Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah ostio-

    meatal yang menyadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan

    drainase menjadi lancar kembali melalui ostium alami. Tingkat

    keberhasilannya mencapai 90% dengan tanpa meninggalkan jaringan parut

    2.2.9 Komplikasi

    1 Selulitis orbita dan abses

    Komplikasi ini terjadi secara langsung melalui atap rongga sinus maksilaris atau

    karena penjalaran infeksi melalui sinus etmoid dan sinus frontalis. Rasa nyeri

    disekitar mata diikuti pembengkakan kelopak mata dan konjunctiva, gerakan bola

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    17/19

    mata terbatas. Pasien mengeluh rasa sakit yang hebat dan bila mengenai N.

    Optikus akan menyebabkan kebutaan. Apabila tidak dilakukan perawatan, selulitis

    orbita ini akan menjadi abses.

    2 Meningitis

    Biasanya disebabkan karena perluasan langsung dari sinusitis maksilaris atau

    tromboflebitis yang menyebar.

    3 Abses otak

    Merupakan kelanjutan peradangan otak, biasanya ditandai dengan adanya

    gangguan ingatan, sikap dan tingkah laku serta sakit kepala yang hebat.

    4 Mukokel

    Terjadi akibat adanya penimbunan dan retensi sekresi mukus dan mukoid

    sehingga terjadi penyumbatan osteum sinus. Jika terdapat pus didalam sinus

    dikenal sebagai mukokel atau piokel.

    5 Trombosis sinus cavemosus

    Keadaan ini terjadi akibat adanya infeksi melalui vena, memiliki tanda yang mirip

    dengan abses orbita, biasanya meliputi kedua sisi. Penyebaran infeksi ini

    berlangsung cepat dan pasien dapat meninggal.

    6 Fistula oro antral

    Fistula ori antral didefinisikan sebagai lubang sinus yang bertahan selama lebih

    dari 48 jam, lubang ini terbentuk setelah pembedahan (sengaja atau tidak sengaja)

    dan akibat trauma pada sinus dan jarang sekali disebabkan cacat perkembangan

    atau infeksi. Tidak semua lubang kearah antrum akan menyebabkan fistula.

    Fistula lebih mungkin terjadi bila lubang yang terbentuk lebih dari 3 mm dan

    melibatkan dasar, adanya sinusitas serta bila perawatan yang dilakukan tidak

    memadai. Keluhan pasien biasanya adalah masuknya isi rongga mulut kedalam

    hidung, keluarnya udara kedalam mulut dan rasa tidak enak. Rasa sakit jarang

    dikeluhkan kecuali bila ada infeksi.

    7 Osteomyelitis

    Terjadi karena perluasan proses nekrosis, pada dinding sinus maksilaris.

    menghasilkan nanah yang dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Hal ini dapat

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    18/19

    juga terjadi akibat kesalahan perawatan pada sinusitis maksilaris akut. Bila

    keadaan ini tidak dirawat akan menyebar keseluruh maksila, orbita dan dinding

    lateral rongga hidung.

    Daftar Pustaka

    1. Mangunkusumo Endang, Rifki Nusjirwan. Sinusitis, in: Soepardi Efianty A, Iskandar

    Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi 4. Balai

    Penerbit FKUI, Jakarta 2000, p. 121-125

  • 7/30/2019 Sinus Maxila

    19/19

    2. Goeorge L, Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler; alih bahasa, Caroline Wijaya;

    editor, Harjanto Effendi. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2000. p

    240-259

    3. 3.Anon, Jack B., et al, Anatomy of the Paranasal Sinuses, Theime, New York, c1996.

    4. 4.Watelet, J.B., Cauwenberge P. Van, Applied Anatomy and Physiology of the Nose and

    Paranasal Sinuses. Allergy 1999; 54, Supp 57:14-25.

    5. 5.Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis,

    disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik,

    Sinusitis dan Demo Timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali

    6. 6.Dykewicz Mark S, Corren Jonathan. Rhinitis, Nasal Polyps, Sinusitis and Otitis Media.

    In: Adelman Daniel C, Casale Thomas B, Corren Jonathan, editors. Manual of Allergy

    and Immunology: diagnosis and therapy 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins

    Publishers, New York, 2002, p:316-324

    7. 7. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of the Immune System, in: McPhee

    Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of

    Disease: An Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia,

    2003. P 31-57

    8. 8. Peterson L. 1998. Oral and Maxillofaciat Surgery. 3rd ed., Mosby-year book, Inc., St

    Lois, Missouri, USA.

    9. 9. Sadvosky R. Antibiotic Therapy for Severe Acute Maxillary Sinusitis. Journal of

    American Academy of Family Physicians, June 15 th 2004

    10. 10. Suardana W, et al. Rhinologi in: Suardana W, Bakta M. editor: Pedoman Diagnosis

    dan Terapi Komite Medik RSUP Sanglah, Denpasar, 2000

    11. 11. Siswantoro,Pawarti D, Soerarso Bakti. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu

    Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD Dr. Soetomo. Edisi 3. Surabaya, 2005