sinus maksilaris

16
BAB I PENDAHULUAN Sinusitis merupakan penyakit dengan persentase yang signifikan di dalam pop dapat menyebabkan morbiditas jangka panjang. Sinus maksilaris, yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung d mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme patogen lewat ostium sinu lewat rongga mulut. Sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluru sinusitis maksilaris. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. maksila adalah prosesus alveolaris tenpat akar gigi rahang atas, sehing maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang!kadan tulang pembatas. "nfeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembu dan limfe. #uriga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengen sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. $ntuk mengobati sinusitisnya, terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang me anaerob. Seringkali perlu dilakukan irigasi sinus maksila. 1

description

HAV

Transcript of sinus maksilaris

BAB IPENDAHULUANSinusitis merupakan penyakit dengan persentase yang signifikan di dalam populasi dan dapat menyebabkan morbiditas jangka panjang. Sinus maksilaris, yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung dan rongga mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme patogen lewat ostium sinus maupun lewat rongga mulut. Sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluruh kasus sinusitis maksilaris.

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tenpat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe.

Curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali perlu dilakukan irigasi sinus maksila.

BAB IIPEMBAHASANANATOMI DAN FISIOLOGI

Sinus membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama sesuai dengan letaknya, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis dan sinus etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat sinus terutama berisi udara. Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila mulai terbentuk pada bulan ketiga kehamilan. Pertama terbentuknya rongga udara diawali dengan invaginasi dari nasal epitelium ke arah infundibulum etmoid, kemudian berhenti diantara kedua tulang etmoid, prosesus uncinatus dan bulae etmoid. Pada bulan kelima kehamilan, sinus maksila mencapai pembentukan optimalnya. Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml, kemudian sinus berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15-20 ml saat berusia antara 12 sampai 14 tahun.

Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah processus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.

Dari segi klinis yang penting diperhatikan dari anatomi sinus maksilaris adalah :

1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu permolar (P1 dan P2), molar (M1, M2 dan M3), dan caninus (C), bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

3. Ostium sinus maksila terletk lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia. Drainase harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum yaitu bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

Kompleks Osteo-Meatal (KOM)

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan komples osteo-meatal (KOM) yang terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus fontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.

Sistem mukosiliar

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Fungsi sinus paranasal :

Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Tetapi beberapa teori mengemukakan fungsinya sebagai berikut :

1. Sebagai pengatur kondisi udara

2. Sebagai penahan suhu

3. Membantu keseimbangan kepala

4. Membantu resonansi suara

5. Peredam perubahan tekanan udara

6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

SINUSITIS AKUT MAKSILARIS ODONTOGENDEFINISI

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.

Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.

Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.1,5

Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut dapat sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan jaringan mukosa. Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari

Sinusitis maksilaris biasanya menyusul suatu infeksi saluran napas atas ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan faktor-faktor predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Deformitas rahang wajah, terutama palatoskisis dapat menimbulkan masalah pada anak. Anak-anak ini cenderung menderita infeksi nasofaring atau sinus kronik dengan angka insidens yang lebih tinggi. Sedangkan gangguan geligi bertanggung jawab atas sekitar 10% infeksi maksilaris akut.Hubungan anatomi antara gigi dan antrum Highmore: a) Sinus maksilaris dewasa merupakan suatu rongga berisi udara yang dibatasi oleh bagian alveolar sinus maksilaris, lantai orbital, dinding lateral hidung dan dinding lateral os maksila. b) Pada sesetengah individu, pneumatisasi dan perluasan dapat terjadi sedemikian rupa sehingga hanya sinus mukoperiosteum (membran Schneidarian) yang tersisa. c) Bisa juga terjadi ekspansi terus sehingga hanya meninggalkan tulang alveolar antara sinus dan rongga mulut. d) Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding lateral dari maksila dapat langsung menyebabkan penyebaran infeksi. Dinding lateral ini lemah dan mudah ditembus dari lantai sinus. Akibatnya, infeksi odontogenik umumnya terjadi bersamaan dengan infeksi jaringan lunak vestibular/fasia.

ETIOLOGI

Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat. Nathaniel Highmore yang mengemukakan tentang membran tulang tipis yang memisahkan gigi geligi dari sinus pada tahun 1651, Tulang yang membungkus antrum maksilaris dan memisahkannya dengan soket geligi tebalnya tidak melebihi kertas pembungkus.

Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini didominasi terutama oleh infeksi bakteri gram negatif. Karena itulah infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung. Prinsip terapi adalah pemberian antibiotik, irigasi sinus, dan koreksi gangguan geligi.

Etiologi sinusitis dentogen adalah:

a) Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal. b) Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan pencabutan gigi. c) Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus. d) Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus maksila. e) Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan. f) Osteomielitis akut dan kronis pada maksila. g) Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler dan folikuler.

h) Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis. PATOFISIOLOGI

Sinusitis adalah penyakit yang multifaktorial, dimana antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas dan sering terlihat pada pemeriksaan radiologi oral dan fasial. Hubungan ini dapat menimbulkan problem klinis, seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus. Kejadian sinusitis ini dipermudah oleh adanya faktor-faktor predisposisi baik lokal maupun sistemik.Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua cara :

1. Infeksi gigi yang akut dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009). Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi. 2. Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen, atau limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.Patofisiologi sinusitis adalah sebagai berikut:

Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan (udem) dan eksudasi, yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus, kemudian terjadi hipoksia (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negatif), selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat kemudian transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan fungsi silia, akhirnya terjadi retensi sekresi di sinus ataupun pertumbuhan kuman.Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.

Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas. Pelebaran kapiler darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan mengeluarkan fibrin dan eksudat serta migrasi leukosit menembus dinding pembuluh darah membentuk sel-sel nanah dalam eksudat. Tetapi bilamana terjadi pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi peningkatan produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan murni sebagai nanah, tetapi mukopus.

GEJALA KLINIS

Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, kadang nyeri juga dirasakan di tempat lain (referred pain). Nyeri di pipi menandakan sinusitis maksila. Sering juga dikeluhkan rasa berat di bagian wajah, Pada sinusitis maksila kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga seringkali ada Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.

Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogenDIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palapsi, transiluminasi, rhinoskopi anterior dan posterior. Pada inspeksi diperhatikan adalah pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan dapat menunjukkan sinusitis maksila akut. Pada palpasi, terdapat nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila. Pada pemeriksaan transiluminasi, manfaatnya terbatas sehingga sudah sangant jarang dilakukan. Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk memeriksa sinus maksia dan frontal bila tidak tersedia pemeriksaan radiologik. Apabila transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, kemungkinan antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksila.

Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior dan posterior, dan pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khasnya adalah adanya pus di meatus medius. Naso-endoskopi juga dapat mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian yang rumit termasuk KOM.

Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos dan CT scan. Pada foto polos diambil dalam posisi Waters, PA, dan lateral. Foto polos ini umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.

CT scan merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena pemeriksaan ini mahal, maka hanya dikerjakan untuk sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pre-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.

Dapat juga dilakukan pemeriksaan ke dalam sinus maksila dengan menggunakan endoskop (sinuskopi). Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau fossa kanina. Dengan endoskop dapat dilihat kondisi sinus yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irifasi sinus untuk terapi.

PENATALAKSANAANPrinsip penatalaksanan sinusitis dentogen:

a) Atasi masalah gigi b) Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap. c) Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus. d) Operatif, Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional.

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polos atau CT Scan dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.

Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

1. Kausatif ; Atasi masalah gigi.

2. Konservatif ; medikamentosa : Antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid, dan irigasi sinus.

3. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwel-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional.

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan perkembangan pesar dalam bedah sinus. Teknik bedah ini pertamakali diajukan oleh Messerklinger dan dipopulerkan oleh Stammberger dan Kennedy. BSEF adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan mucociliare clearance. Prinsip BSEF adalah membuka dan membersihkan KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus lancar secara alami.

KOMPLIKASI

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.1. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.

2. Kelainan intrakranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosusBAB IIIKESIMPULAN

Sinusitis yang disebabkan oleh penyakit gigi-geligi merupakan kasus yang cukup banyak ditemukan, sekitar 10% hingga 12% dari kasus sinusitis maksilaris. Sinusitis odontogen perlu dicurigai pada pasien dengan gejala sinusitis maksilaris yang memiliki riwayat infeksi gigi-geligi atau dento-alveolar surgery yang resisten terhadap terapi sinusitis standard.

Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior, posterior, nasoendoskopi, serta pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi, ronsen, CT-Scan, dan MRI. Biasanya diagnosis sinusitis maksilaris dentogen memerlukan pemeriksaan gigi-geligi lengkap dan evaluasi klinis termasuk pemeriksaan radiogram. Kausa terbanyak termasuk abses gigi dan penyakit periodontal lainnya, perforasi sinus akibat ekstraksi gigi (kebanyakan molar), atau infeksi sekunder yang disebabkan oleh benda asing di intra-antral.

Penatalaksanaannya meliputi mengatasi masalah gigi, terapi medikamentosa berupa antibiotik, dekongestan, antihistamin, dan kortikosteroid, serta irigasi sinus dan tindakan operatif.DAFTAR PUSTAKA1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, & Leher. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 20072. Universitas Sumatera Utara. Sinusitis Maksilaris Dentogen. Tersedia dari URL http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31193/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh tanggal 9 Februari 2013 3. Itzhak Brook, MD. Acute Sinusitis. Tersedia dari URL http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm Edisi April 2012. Diunduh tanggal 9 Februari 2013 4. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A Short Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-31 5. Abdul Rachman Saragih. Rinosinusitis Dentogen. Diambil dari dentika Dental Journal, Vol 12, No 1. 2007. Hal : 81 -84. Tersedia dari URL : http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121078184.pdf. Diunduh tanggal 9 Februari 2013 CT Scan potongan coronal

17