refrat sinusitis maksilaris siap print.doc
-
Upload
karina-gading-yustesari -
Category
Documents
-
view
109 -
download
8
description
Transcript of refrat sinusitis maksilaris siap print.doc
1
PENDAHULUAN
Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut
sinus. Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan
perlindungan daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara1. Terdapat
empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis
di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara
kedua mata dan sinus sphenoidalis di belakang bola mata1,2,3.
Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens
sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik
untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus,
bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.
Sinusitis juga dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring (faringitis,
adenoiditis, tonsilitis), infeksi gigi rahang atas (M1, M2, M3, serta P1 dan P2),
berenang dan menyelam, trauma, serta barotrauma.
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia,
terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan
konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari
sinusitis6. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar7. Data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Di Amerika Serikat, lebih dari 30
juta orang menderita sinusitis. Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling
umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima
pada pasien dengan pemberian antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap
tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan
untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat3.
Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang penting
untuk diketahui oleh seorang praktisi kesehatan. Dan sinusitis yang paling banyak
ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Oleh karena itu tema ini diangkat agar
diagnosis, dan penanganan sinusitis maksilaris bisa dimengerti dengan lebih baik.
2
I. ISI
A. Definisi
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus
yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis
frontal dan sinusitis sfenoid.1,2,3 Jadi, sinusitis maksilaris adalah suatu kondisi
inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris
Secara klinis sinusitis dibagi atas :1,3
1. Sinusitis akut, bila infeksi brlangsung beberapa hari sampai 4 minggu.
2. Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung 4 minggu hingga 3 bulan.
3. Sinusitis Kronis, bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan.
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis : 1,3
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu
yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rinitis akut (influenza), polip, dan septum deviasi.
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar
dan molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus influenza, Steptococcus viridans, Staphylococcus aureus,
Branchamella catarhatis.
B. Epidemiologi
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering di seluruh dunia. Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di
United States, dengan lebih dari 30 juta individu yang didiagnosis tiap
tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya
rhinosinusitis4,5. Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18-75 tahun
dan kemudian anak-anak berusia 15 tahun. Pada anak-anak berusia 5-10
tahun. Infeksi saluran pernafasan dihubungkan dengan sinusitis akut. Sinusitis
3
jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum
berkembang dengan baik sebelum usia tersebut4.
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia,
terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin,
dengan konsentrasi pollen yang tinggiterkait dengan prevalensi yang lebih
tinggi dari sinusitis6. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang
terbesar7.
C. Etiologi
Penyebab infeksius dari sinusitis adalah: 1)Bakteri : Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenza, Streptococcus group A, Staphylococcus
aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram -, Pseudomonas; 2) Virus :
Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus; 3) Bakteri anaerob:
fusobakteria; 4) Jamur 8.
Sinusitis akut dapat disebabkan oleh 1) Rinitis akut; 2) Faringitis; 3)
Adenoiditis; 4) Tonsilitis akut; 5) Dentogen. Infeksi dari gigi rahang atas
seperti M1, M2, M3, P1 & P2; 6) Berenang; 7) Menyelam; 8) Trauma.
Menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal; 9) Barotrauma.
Menyebabkan nekrosis mukosa sinus paranasal8.
Infeksi kronis pada sinusitis kronis disebabkan 1) Gangguan drainase.
Gangguan drainase dapat disebabkan obstruksi mekanik dan kerusakan silia;
2) Perubahan mukosa. Perubahan mukosa dapat disebabkan alergi, defisiensi
imunologik, dan kerusakan silia; 3) Pengobatan. Pengobatan infeksi akut yang
tidak sempurna. Sebaliknya, kerusakan silia dapat disebabkan oleh gangguan
drainase, perubahan mukosa, dan polusi bahan kimia9.
D. Patogenesis dan Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi ini berhubungan dengan 3 faktor, yaitu
patensi ostia, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu
dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
1. Patensi ostia yang berkurang pengaliran mukus atau drainage akan
menjadi kurang adekuat hipoksia disfungsi silia dan perubahan
4
produksi mukus merusak mekanisme dari klirens atau bersihan mukus
akumulasi cairan di dalam sinus media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Patensi ostia berkurang pada edema, polip hidung,
inflamasi, tumor, trauma, jaringan parut, dan variasi anatomi (misalnya
concha bullosa, deviasi septum), dan instrumen atau alat pada nasal seperti
pipa nasogastrik.
2. Kerusakan fungsi silia akumulasi cairan dan bakteri di dalam sinus.
Gerakan silia yang tidak efektif dapat disebabkan oleh pergerakan silia
yang lambat, hilangnya koordinasi pergerakan silia, atau hilangnya sel silia
dari epitel hidung. Lambatnya pergerakan silia dapat diakibatkan oleh
virus, bakteri, air dingin, sitokin atau mediator inflamasi lainnya.
Terganggunya gerakan silia dapat disebabkan oleh kelainan kongenital
seperti pada diskinesia silia primer pada Sindrom Kartagener. Sel silia
dapat hilang sebagai hasil dari injuri epitel hidung karena iritasi saluran
pernapasan, polutan, tindakan bedah, penyakit kronis, virus, atau bakteri.
3. Silia memerlukan medium cairan untuk bergerak dan berfungsi secara
normal. Lingkungan normal silia dibentuk oleh lapisan mukus ganda
(lapisan tipis perisiliaris yang memungkinkan pergerakan silia dan lapisan
gel atau serous yang tebal sebagai tempat melekatnya ujung silia). Lapisan
mukus terdiri dari mukoglikoprotein, imunoglobulin, dan sel inflamasi.
Sekret hidung dihasilkan oleh sel goblet dan sel kolumna siliata dari sel
epitel hidung dan oleh mukus submukosa. Perubahan komposisi mukus
menurunkan elastisitas atau meningkatkan viskositas merubah
efektivitas dalam membersihkan bagian dalam hidung dan mukosa
intrasinus. Perubahan komposisi mukus akan merubah pergerakan silia.
Produksi mukus yang berlebihan (seperti yang diakibatkan oleh polusi
udara, alergen, iritasi atau infeksi) akan mempengaruhi sistem klirens
mukosiliaris.
5
Gambar 1. Mekanisme terjadinya sinusitis kronis
E. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Keluhan utama sinusitis maksilaris akut adalah hidung tersumbat
disertai nyeri atau rasa tekanan pada pipi unilateral atau bilateral yang
bertambah ketika menunduk. Kadang-kadang pasien datang dengan
keluhan ingus yang purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post
nasal drip) dan keluhan sistemik seperti demam serta lesu. Keluhan lain
adalah sakit kepala yang kadang-kadang disertai nyeri alih ke gigi dan
telinga, hiposmia atau anosmia, halitosis, dan batuk atau sesak akibat post
nasal drip1.
Keluhan pada sinusitis maksimalis kronis tidak khas, sehingga sulit
didiagnosis. Keluhan khas nyeri pada pipi tidak ditemukan. Pasien
mungkin datang dengan keluhan sakit kepala kronik, batuk kronik,
gangguan tenggorokan, gangguan telinga, hiposmia dan mudah lelah1,10.
6
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnosis sinusitis maksilaris
adalah:
a. Nyeri pada palpasi dan perkusi regio maksila yang terkena, biasanya
unilateral pada sinusitis dentogen, dan bilateral pada sinusitis rinogen
b. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, ditemukan adanya pus
mukopurulen di meatus medius. Dapat pula ditemukan mukosa edema
dan hiperemis pada sinusitis maksilaris akut
c. Dapat ditemukan post nasal drip pada pemeriksaan rhinoskopi
posterior
d. Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram
dan gelap1,11.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan penunjang yang penting dan relatif murah adalah foto
polos sinus posisi Waters, PA dan lateral, yang terlihat adalah adanya
perselubungan sinus, penebalan mukosa, dan batas udara-cairan (air
fluid level)12,13
b. CT scan juga dapat digunakan untuk pemeriksaan, dan akan
menghasilkan gambaran sinusitis yang lebih jelas, namun jarang
dilakukan secara rutin karena mahal1
c. Pemeriksaan mikrobiologi sekret dan tes resistensi dapat dilakukan
dengan mengambil sekret dari meatus medius/ superior, yang paling
baik sekret diambil dari pungsi sinus maksilaris1.
7
A B
Gambar 2. Pemeriksaan radiologi pada sinusitis maksilaris, A. Foto
radiologi sinus lateral : ditermukan air fluid level, B. Foto sinus posisi
Water : terdapat penebalan pada mukosa sinus maksilaris dextra12,13
F. Terapi
Tujuan terapi sinusitis adalah:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
4. Mencegah berulang1
Medikamentosa :
1. Antibiotik
Beberapa pilihan antibiotik yang dapat diberikan pada pasien sinusitis
adalah:
Golongan penisilin
Golongan amoksisilin-klavunamat
Golongan sefalosporin generasi ke-2
Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala
kliniknya sudah hilang.
8
2. Dekongestan
Solusio efedrin 1-2% tetes hidung
Solusio oksimetasolin HCl 0,05% semprot hidung
Tablet pseudoefedrin 3 x 60 mg
3. Anti nyeri
Paracetamol 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Tindakan :
1. Irigasi sinus
Irigasi sinus maksilaris dapat dilakukan dengan mengalirkan cairan salin
hangat ke dalam antrum maksilaris. Sebelumnya dilakukan insersi melalui
bawah konka inferior atau melalui celah bukalis gusi menembus fosa
incisivus. Pengaliran cairan salin akan menyebabkan pus akan keluar
melaui meatus nasi media. Pengaliran cairan dilakukan berulang hingga
pus di dalam antrum maksilaris keluar seluruhnya1,11.
Gambar 3. Irigasi sinus maksilaris. Dilakukan insersi melalui meatus nasi
inferior10
2. Terapi bedah
Indikasi operasi adalah sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi
adekuat, sinusitis kronik yang disertai kista atau kelainan yang
irreversibel, polip ekstensif, atau adanya komplikasi sinusitis. Tindakan
yang dilakukan adalah bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS)1.
9
Hilangkan penyebab sinusitis :
1. Sinusitis dentogen
Pada sinusitis yang diduga disebabkan asal kuman dari gigi geligi atas,
maka perlu dilakukan tindakan untuk menghilangkan sumber infeksi dari
gigi tersebut
2. Sinusitis rhinogen
Pasien harus dapat menjaga kondisinya agar tidak sering terkena pilek atau
rhinitis, baik karena virus, bakteri atau reaksi alergi. Caranya adalah
dengan memberikan edukasi kepada pasien untuk meningkatkan daya
tahan tubuh, berolahraga teratur, menciptakan kondisi lingkungan rumah
yang sehat, seta menghindari faktor pencetus alergi11.
G. Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi yang dapat terjadi, diantaranya :
1. Kelainan intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak, dan
thrombosis sinus kavernosus
2. Osteomielitis dan abses subperiostal
Sinusitis maksilaris dapat menyebabkan osteomielitis sinus maksila yang
dapat menimbulkan fistula oroantral atau fistula pada pipi
3. Kelainan paru
Komplikasi sinusitis pada paru dapat menimbulkan bronchitis kronis dan
brokiektasis. Selain itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma
bronkhial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan1.
10
II. KESIMPULAN
1. Sinus adalah ruang berisi udara yang membantu mengurangi berat tengkorak,
fungsi proteksi, dan resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus yaitu sinus
fontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis
2. Sinusitis maksilaris adalah peradangan mukosa sinus maksilaris yang dapat
disebabkan oleh bakteri (aerob atau anaerob, virus, dan jamur)
3. Mekanisme patofisiologi sinusitis maksilaris dipengaruhi oleh patensi osia,
gangguan fungsi silia, dan sekresi hidung. Faktor tersebut akan merubah
sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis
4. Penegakan diagnosis sinusitis adalah berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang
5. Terapi sinusitis maksilaris adalah dengan pemberian antibiotik untuk eradikasi
bakteri, terapi simptomatis seperti pseudoefedrin dan analgesik, serta dengan
menghilangkan penyebab sinusitis. Tindakan yang dapat diperlukan adalah
bilas sinus dan terapi bedah jika pengobatan tidak adekuat
6. Komplikasi sinusitis relatif jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi
adalah kelainan intracranial, osteomielitis dan abses subperiostal dan kelainan
paru.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. Sinusitis. In: Soepardi EA, Iskandar N (eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5th Ed. Jakarta: Gaya Baru; 2001.pp.120-124.
2. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA, editor. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.p.200.
3. Kennedy E. Sinusitis. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm
4. American Academy of Pediatrics. Clinical practice guideline: management of sinusitis. Pediatrics. Sep 2001;108(3):798-808. [Medline]
5. Benninger MS, Sedory Holzer SE, Lau J. Diagnosis and treatment of uncomplicated acute bacterial rhinosinusitis: summary of the Agency for Health Care Policy and Research evidence-based report. Otolaryngol Head Neck Surg. Jan 2000;122(1):1-7. [Medline].
6. Bajracharya H, Hinthorn D. Sinusitis. January 16, 2003. Available from: http://www.emedicine.com. Diakses pada 10 oktober 2012
7. Patel AM, Vaughan WC. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Treatment. May 19, 2005. Available from: http://www.emedicine.com. Diakses tanggal 10 oktober 2012
8. Kennedy E. Chronic Sinusitis. November 28, 2005. Available from: http://www.emedicine.com. Diakses pada 10 oktober 2012
9. Nizar W. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasalis dan Patifisiologi Sinusitis. Kumpulan Naskah Lengkap Pelatihan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Juni 2000.p 8-9
10. Brook, I. 2012. Chronic Sinusitis. Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview. Diakses tanggal 9 Oktober 2012.
11. Adam, G. L. 1997. Boies: Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.
12. Sobol, S. E. 2009. Sinusitis, Acute, Medical Treatment. Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/861646-overview. Diakses tanggal 10 Oktober 2012.
13. Ramanan, R. V. 2011. Sinusitis Imaging. Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/384649-overview. Diakses tanggal 10 Oktober 2012.