Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

30
BAB I PENDAHULUAN Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. 1 Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. 2 Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari–hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefiniskan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri . 1,2 Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia. Sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat. Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang penting untuk diketahui oleh seorang praktisi kesehatan, dan sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Oleh karena itu tema ini diangkat agar diagnosis, dan penanganan sinusitis maksilaris bisa dimengerti dengan lebih baik. 3 1

description

Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

Transcript of Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

Page 1: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

BAB I

PENDAHULUAN

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi.

Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai

dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus

etmoidalis.1 Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.2

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari–

hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh

dunia. Sinusitis didefiniskan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai

atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut (common cold) yang merupakan infeksi virus,

yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri .1,2

Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia. Sinusitis bakterial

adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. Lima milyar

dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya

dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat. Berdasarkan fakta

tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang penting untuk diketahui oleh seorang praktisi

kesehatan, dan sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Oleh

karena itu tema ini diangkat agar diagnosis, dan penanganan sinusitis maksilaris bisa

dimengerti dengan lebih baik.3

1

Page 2: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sinus Paranasal

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi.

Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai

dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus

etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi,

yang mampu mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam

kavum nasi. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.1

Secara embrionik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan

perkembangannya dimulai dari fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan frontal. Sinus

maksila dan sinus etmoid sudah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari

sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus

sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian superior rongga hidung. Sinus-

sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.2

Gambar 1. Sinus Paranasal dan Ostiumnya

Gambar 1. Sinus Paranasal dan Ostiumnya

2

Page 3: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

1). Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus

ialah permukaan fasial os maksilla yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah

permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung,

dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan

palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara

ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.2

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :2

a) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar

(p1 dan p2), dan molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi

molar 3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga

infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis

b) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita

c) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya

tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang

3

Page 4: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan

akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila

dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

Gambar 2. Sinus Maksilaris

2). Sinus Frontal

Sinus frontal terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal

dari sel-sel resesus frontal atau dari sel- sel infundibulum etmoid. setelah lahir, sinus frontal

mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia

20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, dan dipisahkan oleh sekat yang

terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempuyai satu sinus frontal,

dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.2

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm, dan dalamnya 2cm.

Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinusnya berlekuk-lekuk. Tidak adanya

gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan

adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa

serebri anterior, sehingga infeksi dan sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal

berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan

infundibulum etmoid.2

4

Page 5: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

3). Sinus Etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir- akhir ini

dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.

Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi:2

1) Sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior

yang bermuara di meatus posterior.

2) Sinus posterior yang lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior

dari lamina basalis

Di bagian terdepat sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut pula

etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,

tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal

dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan

sinusitis maksila.1,2

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.

Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid

dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus

sfenoid.2

4). Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm

tingginya, dalam 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml. Saat sinus

berkembang, pembuluh darah dan nervus di bangian lateral os sfenoid akan menjadi sangat

berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.2

Batas-batasnya adalah sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.2

5

Page 6: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

2.2 Sinusitis Maksilaris

1) Definisi

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus parasanal. Umumnya disertai

atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah

selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh

infeksi bakteri.3

2) Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam

rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan

anatomi, seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal

(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada

sindroma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.3

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga

perlu dilakukan adenoidektomi untuk mengangkat sumbatan dan menyembuhkan

rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta

kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak

silia.3

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah

streptococcus Pneumonia (30-50%). Hemophylus Influenzae (20-40%) dan Moraxella

Catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis

kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ke

arah bakteri gram negatif dan anaerob.3

6

Page 7: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

3) Patogenesis

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

mokosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi

antimikrobial dan zat-zat yang bersifat sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman

yang masuk bersama udara pernafasan.3

Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium

tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan

terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-

bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini

menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan

multiplikasi bakteri. Gangguan penyerapan dan aliran udara di dalam sinus juga

menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi oleh selaput permukaan

sinus akan menjadi lebih kental dan menjadi mudah untuk bakteri timbul dan berkembang

biak. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi

antibiotik.3,5

7

Page 8: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

Jika terapi ini tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi

berlanjut terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa semakin membengkak

dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa

menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini

mungkin diperlukan tindakan operasi.3

4) Manifestasi Klinis

Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan

pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat

disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah

sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa

di tempat lain (reffered pain). Nyeri pada pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara

atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh

kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks,

oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada

nyeri alih ke gigi dan telinga.3

Selain itu, gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri

kepala yang tak jelas biasanya reda dengan pemberian analgetika biasa seperti aspirin. Wajah

terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, seperti sewaktu

naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta

nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang

berbau busuk. Batuk inisiatif non-produktif seringkali ada. Transluminasi berkurang bila

sinus penuh cairan.3,5

5). Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari

luar, palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transluminasi, pemeriksaan radiologic

dan sinoskopi.2,3

8

Page 9: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

a) Pemeriksaan Fisik

Pada Inspeksi, yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka.

Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-

merahan mungkin menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan di kelopak

mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis etmoid akut jarang

menyebabkan pembengkakan di luar, kevuali bila telah terbentuk abses.

Pada palpasi, didapatkan nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan

adanya sinus maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar frontal,

yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri

tekan di daerah kantus media.

Transluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk

memeriksa sinus maksila dan sinus frontal. Bila pada pemeriksaan transluminasi

tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau

mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat

kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan

transluminasi. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas

penggunaannya.

Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-

endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda yang khas

adalah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal)

atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid) Pada rinosistis akut,

mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah

kantus medius.2,3

b) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos

posisi water, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus

besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas

udara-cairan (air-fluid level) atau penebalan mukosa. CT scan sinus merupakan gold

standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus,

adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret

dari meatus medius/superior, untuk mendapatkan secret yang tepat guna. Dan lebih

baik lagi bila diambil secret yang keluar dari pungsi sinus maksila.

9

Page 10: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila

melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila

yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.3

Pada tahun 1997, American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery

(AAO-HNS), menerbitkan kriteria diagnosis berdasarkan gejala dan tanda sinonasal, yang

dibagi menjadi kriteria mayor dan minor. Terdapatnya 2 atau lebih tanda mayor, atau 1 mayor

dan 2 minor, maka dikatakan sugestif sinusitis.6

Kriteria diagnosis sinusitis

Mayor MinorNyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala

10

Page 11: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

Sekret nasal purulen

Demam

Kongesti nasal

Obstruksi nasal

Hiposmia atau anosmia

Batuk

Rasa lelah

Halitosis

Nyeri gigi

Nyeri atau rasa tertekan pada telingaDiagnosis memerlukan dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.

6). Tatalaksana

Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat penyembuhan 2) mencegah komplikasi

dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di

KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.3

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial,

untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium

sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan

kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-

klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selam 10-

14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.3

Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan

anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika perlukan seperti

analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau

pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya

dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan

antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proesz displacement therapy juga

merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika

pasien menderita kelainan alergi yang berat.3

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi terkini untuk

sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua

11

Page 12: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan

lebih ringan dan tindakan radikal.3

Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat,

sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya

komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.3

7). Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan

eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.3

Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata

(orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid kemudian

sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui

tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul

ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses

orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus

Kelainan

intrakranial.

Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak

dan trombosis sinus kavernosus

Osteomielitis dan

abses subperiostal.

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan

pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul

fistula oroantral atau fistula pada pipi

Kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus

paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis.

Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang

sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.

2.3 Polip Hidung

12

Page 13: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

Polip hidung adalah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga

hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat

timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi,

akan tetapi banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat

ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.7

Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai,

berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak

bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri

tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan

dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.7

Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau

aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi

prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga

terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air

sehingga terbentuk polip.7

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.

Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada

sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini

menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan

keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama

ialah bersin dan iritasi di hidung.7

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah a). Menghilangkan keluhan-

keluhan, b). Mencegah komplikasi, c). Mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid

untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan

sistemik atau topical. Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau

polip yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi

polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi local,

etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila.7

13

Page 14: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : An “ZH”

Umur : 9 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Sukarara

Tanggal Pemeriksaan : 27 maret 2012

3.2 ANAMNESIS

Keluhan utama:

Hidung tersumbat

Riwayat penyakit sekarang:

Os datang dengan keluhan hidung tersumbat yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.

Keluhan hidung tersumbat ini dirasakan pada kedua hidung, namun lebih berat pada

hidung sebelah kiri. Pasien mengaku keluhan hidung tersumbat ini sering disertai keluhan

pusing serta penciumannya berkurang. Pasien juga mengaku sering batuk dan pilek, dan

jika pilek mengeluarkan ingus yang kental berwarna putih. Keluhan sering pilek ini

terutama dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.. Pasien terkadang mengeluhkan nyeri di

sekitar hidung ketika pilek kambuh Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya benjolan

pada rongga hidung sebelah kiri, yang menyebabkan keluhan hidung tersumbat semakin

memberat pada hidung sebelah kiri. Pasien tidak tau pasti kapan benjolan tersebut mulai

muncul. Benjolan tidak nyeri. Riwayat epistaksis disangkal pasien. Riwayat demam jika

pilek kambuh (+). Tidak ada keluhan mual ataupun muntah.

14

Page 15: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat sering batuk dan pilek sejak 1 tahun yang lalu, terutama 3 bulan terakhir (+)

Tidak terdapat riwayat trauma atau dirawat dirumah sakit

Riwayat penyakit keluarga/sosial: -

Riwayat pengobatan: -

Riwayat alergi:

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tensi : -

Nadi : 72 x/menit

Respirasi : -

Suhu : afebris

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

15

Page 16: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-),cone of light (+)

Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-),cone of light (+)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi Hiperemis (+), sekret

mukopurulen (+)

Hiperemis (+), sekret

mukopurulen (+)

Cavum nasi Bentuk (normal), hiperemia (+) Bentuk (normal), hiperemia (+)

Meatus nasi media Mukosa hiperemis, sekret (+), Mukosa hiperemis, sekret (+),

16

Page 17: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

Massa (-) Massa (+)

Konka nasi inferior Edema (+), mukosa hiperemi (+) Edema (+), mukosa hiperemi (+)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus

(-)

Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus

(-)

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),

lender (-)

Tonsila palatine kanan kiri

T1 T1

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (-) hiperemi (-)

17

Page 18: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

3.4 DIAGNOSIS

- Rhinosinusitis maksilaris kronis dextra et sinistra & Polip nasi cavum nasi sisnistra.

3.5 DIAGNOSIS BANDING

- Rhinitis Kronis

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Foto polos (posisi Waters)

- CT-scan

18

Page 19: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

Pada tanggal 28 Maret 2012 pasien kembali datang membawa hasil foto polos

Interpretasi hasil foto polos:

Kesimpulan: sinusitis maksila dextra et sinistra

19

Page 20: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

3.7 RENCANA TERAPI

Pro Irigasi sinus maksilaris

Antibiotik :

Sefadroksil (caps) 2 x 500 mg per hari selama 10 hari.

Nasal Dekongestan + Analgetika :

Demacolin (tab) 3 x 1 (selama masih ada gejala/keluhan)

Operasi untuk mengangkat massa pada cavum nasi sinistra (polip) Polipektomi

3.8 KIE pasien

pasien dianjurkan untuk bed rest, agar kondisi tubuh dapat prima, sehingga proses

penyembuhan penyakit dapat cepat berjalan.

Diet seimbang dan tingkatkan konsumsi makanan tinggi vitamin

Kompres air hangat pada wajah untuk meringankan gejala jika muncul keluhan nyeri

Antibiotik yang diberikan diminum sampai habis.

3.9 PROGNOSIS

Dubia ad bonam

20

Page 21: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

BAB IV

PEMBAHASAN

Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar dan juga paling sering

mengalami infeksi atau peradangan. Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan sinusitis

maksilaris kronis yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta didukung

dengan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan hidung tersumbat serta

riwayat pilek berulang sejak satu tahun yang lalu. Pilek disertai pengeluaran sekret kental

berwarna putih. Keluhan hidung tersumbat ini juga disertai keluhan pusing yang sering

dirasakan oleh pasien. Terkadang pasien merasakan nyeri disekitar bagian hidung jika pilek

kambuh. Selain itu, pasien juga mngeluhkan ada benjolan di rongga hidung sebelah kiri,

namun keluhan mimisan disangkal pasien.

Pada pemeriksaan fisik sekret mukopurulen pada rongga hidung bagian kiri dan

kanan. Didapatkan adanya massa berwarna putih keabuan di bagian konka media. Pada

pemeriksaan penunjang foto Rontgen dengan posisi Water’s didapatkan gambaran

perselubungan pada sinus maksilaris kiri dan kanan.

Untuk rencana penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita ini pada intinya adalah

untuk mengeluarkan sekret dari sinus dengan cara irigasi. Untuk menghilangkan agen

penyebab infeksi, diberikan antibiotik. Sinusitis maksilaris kronis umumnya diterapi dengan

antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin, ampisilin atau golongan sefalosforin.Dalam hal

ini dipilih cefadroxyl sebagai antibiotik untuk mengeradikasi kuman penyebab, dengan alasan

antibiotik ini merupakan antibiotik spektrum luas, tingkat resistensi lebih rendah dibanding

golongan penisilin, serta aman diberikan untuk pasien yang berusia 9 tahun. Antibiotik

diberikan selama 10 hari. Untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat serta nyeri dan

pusing, dapat diberikan kombinasi dekongestan dan analgetik. Diberikan Demacolin 3x1 jika

gejala masih ada.

Untuk keluhan benjolan di rongga hidung sebelah kiri (polip), direncanakan untuk

dilakukan operasi pengangkatan polip (polipektomi) untuk mengurangi sumbatan yang

diakibat oleh massa tersebut. Sebelum dilakukan operasi, tetap diberikan pengobatan

simptomatik untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat, nyeri, serta pusing yang dirasakan

oleh pasien.

21

Page 22: Sinusitis Maksilaris Kronis & Polip Nasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Higler, P.,A.. Hidung: Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : BOIES Buku Ajar

Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC. 1997.hal.173-190

2. Mangunkusumo, Endang., Damajanti Soetjipto. Sinus Paranasal. Dalam : Soepardi

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi

Keenam. Jakarta: FKUI. 2007.hal.145-149

3. Mangunkusumo, Endang., Damajanti Soetjipto. Sinusitis. Dalam : Soepardi, Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam.

Jakarta: FKUI. 2007.hal.150-153

4. Patel AM, Vaughan WC. 2005. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Treatment.

Medscape Refference. Available at: http://www.emedicine.com. Accessed : Maret

2nd , 2012

5. Higler, P.A. Penyakit Sinus Paranasal. Dalam : BIOES Buku Ajar Penyakit THT Edisi

Keenam. Jakarta: EGC.1997.hal.240-260

6. Lane, Andrew P., David W. Kennedy. Sinusitis dan poliposis. In : Ballenger

Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 3th edition. Northwestern university.

Chicago. 2003. p.760-786

7. Mangunkusumo, Wardani. Polip Hidung. Dalam : Soepardi Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. Jakarta:

FKUI. 2007.hal.123-125

22