Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

83
Love Like a Snake and Ladders “Cinta itu Ibarat permainan ulang tangga, ada yang namanya titik balik. Saat lo menyentuh tangga, nggak selamanya lo naik terus. Ada saatnya lo menyentuh ular dan harus turun kebawah. Akhir-akhirnya juga ke start lagi. Elo juga harus ingat, ada saingan yang berada di belakang lo. Jadi, elo harus cepet-cepetan sampe kotak finish. Tapi ingat, jangan curang! Ikutin aturan permainan dan elo akan menjadi pemenangnya, ” Raka Setiadi -16 thn 1

description

My First Novel, ever. - Competition. Hoping you're enjoy with my story! :3

Transcript of Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Page 1: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Love Like a Snake and Ladders

“Cinta itu Ibarat permainan ulang tangga, ada yang namanya titik balik. Saat

lo menyentuh tangga, nggak selamanya lo naik terus. Ada saatnya lo

menyentuh ular dan harus turun kebawah. Akhir-akhirnya juga ke start lagi. Elo

juga harus ingat, ada saingan yang berada di belakang lo. Jadi, elo harus

cepet-cepetan sampe kotak finish. Tapi ingat, jangan curang! Ikutin aturan

permainan dan elo akan menjadi pemenangnya, ”

Raka Setiadi -16 thn

1

Page 2: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Prolog

Satu tahun sebelumnya....

“Wah! Indah banget pemandangannya Za!” seru Mona girang.

Langit Yogyakarta pagi ini tampak cerah. Tidak ada gumpalan-gumpalan

awan yang menghalangi pandangan mata. Matahari telah memberikan

senyumnya di muka bumi. Kicauan burung melantunkan suara merdunya ke

penjuru Desa Wedi. Pemandangan desa yang luas, dikelilingi oleh berhektar-

hektar sawah. Udaranya lebih segar, berbeda dari udara perkotaan yang

sudah tercemar asap kendaraan.

Suara kokok ayam mulai terdengar membangunkan warga desa. Mereka

memulai aktivitas pagi ini dengan penuh semangat. Terlihat ibu-ibu paruh baya

yang sedang memanen padi yang telah menguning, ada pula anak-anak

berseragam SD berjalan beriringan menuju sekolah. Lihat! Ada layangan yang

tersangkut di tiang listrik. Ih.. serem.

Reza terus mengayuh sepeda ontel milik ayahnya. Sepedanya unik,

umurnya mungkin sudah puluhan tahun. Kata ayahnya sih, sepeda ini sudah

ada sejak tahun 70-an. Masih awet aja ya..hihi. Sepedanya ringan, warnanya

hitam, terdapat bel di kedua sisi stang sepeda.

Sedangkan Mona, ia sendiri dengan manis duduk di bangku boncengan.

Walau sudah renta usianya, sepeda ini masih kuat menopang kedua anak ini.

Mereka berdua kemudian menyusuri rumah-rumah warga. Warga disini sangat

ramah. Norma sopan-santun masih sangat kental terasa, melekat dalam diri

tiap warga yang dilihatnya.

KRING..KRING..

“Nuhun sewu, Bu..” ucap Mona dan Reza bersamaan.

“Monggo Mas..Mba..” ucap seorang ibu yang sedang menggendong

anaknya. Ibu itu tersenyum melihat mereka yang sedang melintas.

2

Page 3: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Mereka berkeliling menggunakan sepeda milik orang tua angkat Reza.

Kegiatan sosial yang diadakan sekolah untuk murid kelas satu, mewajibkan

mereka untuk tinggal di masyarakat pedesaan, mengikuti keseharian aktivitas di

desa selama dua minggu lamanya.

Seorang warga melintas di depan mereka. Seorang bapak berusia sekitar

40-an mengendarai motor-gerobaknya berisi tumpukan padi, nampaknya

menuju ke tempat penggilingan padi. Sangat jarang kendaraan roda empat

yang lewat di daerah ini. Benar-benar berbeda dari kondisi Jakarta yang kian

hari kian sumpek!

***

“Yuhuuuuuu!!” teriak Mona di perjalanan menuju rumah Reza. Sekitar tiga

kilo lagi untuk mencapai rumah Reza.

“Seneng amat sih Mon, hahahha,” ledek Reza. Ia menoleh ke arah Mona,

kemudian kembali fokus mengendarai sepedanya.

“Iyalah Za, akhirnya gue bisa merasakan udara sejuk gini, naik sepeda

pula...” Mona menghirup nafas panjang. Ia tersenyum girang, memandangi

pemandangan di sekelilingnya. Pohon-pohon rindang yang berjajar menambah

kesejukan desa ini.

“Naik sepeda kan bisa dirumah, nggak harus disini..” sangkal Reza.

“Iya, tapi kan lo tahu sendiri gue nggak bisa mengendarai sepeda...” Mona

cemberut. Ia merasa terganggu dengan ucapan Reza barusan.

“Iya...iya..sorry. Ayo ntar kita balapan bareng...” ajak Reza. Reza ini

sebenarnya tahu bahwa Mona sebenarnya mampu. Hanya karena

ketakutannya saja dengan sepeda, ia menjadi enggan mencoba.

“Ngaco! Gue nyusruk, elo udah sampai mana tau!” sentak Mona.

“Hahahahaha.... Gue kan emang nggak terkalahkan! REZA!” Reza menepuk

dadanya bangga.

3

Page 4: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Mona menatap kearah kaki Reza yang sedang mengayuh sepeda. Ia sangat

kagum dengan orang yang mampu mengendarai sepeda. Si pengendara bisa

menjaga keseimbangan sepeda agar tidak goyah.

“Naik sepeda capek nggak sih, Za?” tanya Mona tiba-tiba. Ia sangat

penasaran bagaimana rasanya mengendarai sepeda. Seingat Mona, terakhir ia

menyayuh sepeda saat ia berusia 5 tahun. Itu saja sepeda roda tiga!

“Ya capek... bisa keringetan lah...” ujar Reza enteng.

“Hm.. tapi kan yang penting gue nya nggak keringetan... hehehehe” Mona

cengengesan.

“Sial! Berat nih ngebonceng karung goni!” timpal Reza sambil

memperlambat laju sepeda.

Mendengar ucapan barusan, Mona menjenggut pelan rambut Reza. “IHH!

Jahaaat lo ah! Tapi biar, yang penting gue seneng banget hari ini ,Za!” ungkap

cewek chubby ini sambil membentangkan kedua tangannya ke udara.

Udaranya terasa sangat sejuk.

“Lo seneng?” tanya Reza lagi.

“Banget Za!” Mona menepuk pundak Reza sambil tersenyum.

“Hm, oke. Gue akan berusaha ngebuat lo selalu tersenyum dan seneng

kayak gini,” janji Reza.

Mona terdiam mendengar ucapan Reza. Anehnya, ia tidak marah ataupun

kecewa. Ia malah senang. Tidak terasa mereka sudah tiba di rumah orang tua

angkat Reza.

***

Satu

4

Page 5: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Mona!!!”

Suara itu membangunkan Mona dari tidur singkatnya pagi ini. Sekaligus,

membangungkan dari mimpi indahnya bersama Reza.

Mona Renata, gadis mungil berparas cantik, siswi kelas 11-IPA 2, SMU

Summer High, Jakarta. Kulitnya putih, tingginya hanya 157 cm, rambutnya

hitam sebahu dan suka menggunakan jepit rambut tipis di rambutnya. Cewek

ini dikenal ‘berbeda’ oleh teman-temannya. Bagi mereka, Mona adalah cewek

paling alim diantara 23 siswa lainnya. Mimpinya menjadi seorang penulis

terkenal, seperti Stephanie Meyer dan J.K Rowling sangat didambakannya

sejak ia berusia 10 tahun.

Mona adalah salah satu anggota geng “Mayora”, yang beranggotakan

Mona, Yola, dan Raka. Mereka bertiga merupakan sahabat karib sejak duduk di

bangku SMP. Entah dari mana muncul nama unik ini. Diduga, nama ini berasal

dari merek biskuit terkenal yang selalu dibawa Yola waktu SMP.

Mona membuka kedua matanya. Ia menoleh. Tanpa menoleh pun ia tahu

siapa pemilik suara lantang itu. Tepat sekali, Yola si pemilik rambut ikal

kecoklatan menghampirinya sambil membawa tumpukan kertas ulangan.

Sepertinya, ada ulangan yang telah diperiksa.

“Apa?” jawab Mona singkat sambil mengucek matanya.

“Tuh, ulangan Biologi elo cepek lagi! Habis ke dukun ya lo?” seru Yola asal

sambil memberikan kertasnya ke tangan Mona, kemudian membagikan ke

anak-anak lainnya.

Yola merupakan teman kecil Mona. Ia sudah mengerti luar-dalam

kepribadian Mona. Cewek yang sedikit mengarah tomboy ini memiliki gaya

bicara yang ceplas-ceplos, namun mengundang tawa.

Mona ingin kembali melanjutkan tidurnya. Ia ingin melanjutkan

kebersamaannya bersama Reza.

5

Page 6: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Reza Pratama, si pemilik rambut cepak dan terkenal cuek ini merupakan

teman sebangku Mona yang sudah dianggap sebagai kakaknya. Umurnnya

setahun lebih tua dari Mona, dan memiliki kakak perempuan bernama Karen.

Sejak menjadi anggota Summer Boys, ia menjadi terkenal, khususnya di

kalangan adik-adik kelasnya. Di kalangan guru, ia juga terkenal. Terkenal

‘pelupa’. Lupa mengerjakan tugas, lupa mengumpulkan laporan praktikum, dan

pernah suatu hari ia lupa kalau ada ujian semester. Alhasil, ia tidak belajar. Dan

hasilnya? Jangan ditanya. Kebakaran di Tambora bulan lalu saja kalah sama

hasil nilai raportnya. Ia hanya lulus di kedua mata pelajaran. Musik dan

Olahraga.

Terkadang, sikapnya yang temprament membuat cewek-cewek dikelasnya

merasa risih dan kesal. Apalagi, jika ada orang terdekatnya disakiti. Tapi tidak

bagi Mona. Baginya, Reza adalah orang yang baik dan humoris. Orang yang

selalu memotivasi dan juga melindunginya.

Senyuman manis dan pelukan hangat yang diberikan Reza kepadanya

menyadarkan Mona bahwa semua yang baru saja terjadi hanyalah mimpi.

***

Hari ini hari Kamis. Pagi ini, Mona merasa tidak semangat. Ia melirik jam

tangan hello kitty miliknya. Jam 7 kurang 10. Kok Reza belum datang? Apa dia

nggak masuk lagi ya?

“Ada apa Mon, kok pagi-pagi udah bete?” tanya Yola saat melihat wajah

Mona murung. Mona nggak menjawab, hanya mengarahkan matanya ke

bangku Reza. Ya, Reza duduk disebelah Mona.

“Reza?” tanya Yola lagi. Mona mengangguk sekali.

“Kenapa lagi sama tuh anak?” Yola akhirnya duduk di bangku Reza.

“Reza nggak memberi kabar ke gue Yol, nggak sms-an sejak jumat lalu,” ujar

Mona lesu.

6

Page 7: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Tuh kan bener dugaan gue, elo kangen dia kan? Hayo.. ngaku.. cie cie..”

goda Yola sambil mencubit pipi Mona dengan lembut.

“Ah Yola... Hmm, emang kelihatan ya kalo gue lagi kangen dia? Lagian,

Sudah dua hari ini Reza nggak keliatan, kemana ya dia?” ujar Mona sambil

menatap kosong keluar jendela.

“Kelihatan banget. Sakit kali, lusa kemarin bukannya dia nggak ikut latihan,

trus pulang duluan?”

Mona mengangkat bahu. “Gue nggak lihat dia,Yol. Hari Senin lalu kan gue

dipanggil Pak Agung untuk ngurus ekskul KIR. Hmm, kok tiba-tiba gue kangen

dia ya.. ” ujar Mona kecewa.

“Hm, coba sms dia aja, tanyain ada dimana gitu,” kata Yola menyarankan. Ia

memangku sebelah tangannya sambil memasang ekspresi bingung.

“Nggak aktif handphone nya. BBM gue silang mulu ke dia, ” nadanya

terdengar lemah. Mona benar-benar kelihatan sedih hari ini.

“Duh, Mon, jangan sedih dong. I know that feel, tapi gue yakin kok Reza

nggak akan kenapa-kenapa.. hehe,” hibur Yola. Mona manggut-manggut.

“Semoga aja begitu,” ujar Mona penuh harap.

Sudah seminggu Reza tidak menghubungi Mona. Terakhir kali mereka

berkomunikasi minggu lalu, saat Mona belajar bersama dengan Reza di

Flavablast. Mereka belajar bersama sambil menonton musik Jazz. Kebetulan,

Reza mendapat dua tiket gratis menonton musik Jazz dari tantenya. Hari ini,

Reza kembali tidak menampakan batang hidungnya di kelas. Hal ini membuat

Mona cemas.

*Tring... Tringggggg!* Bel tanda mulainya pelajaran berbunyi.

“Udah deh, lo jangan sedih lagi ya, tuh Bu Rita udah dateng,” seru Yola

cepat lalu kembali ke tempat duduknya. Pagi itu, kelas 11-IPA 2 dibuka dengan

pelajaran Bu Rita yaitu Matematika.

7

Page 8: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Reza benar-benar tidak masuk.

***

“Selamat pagi anak-anak...” sapa Bu Rita ramah kepada murid 11-IPA 2.

“PAGI BU!” jawab anak-anak serentak, kecuali Mona. “Pagi,” jawabnya

dalam hati.

Bu Rita memandang sekeliling kelas, dan menemukan salah satu bangku yang

kosong.

“Hari ini, siapa yang tidak masuk?” , tanya Bu Rita.

“Reza, Bu...” jawab anak-anak dengan seksama. “Reza?” “Mengapa dia

tidak masuk lagi?” tanya Bu Rita penasaran.

“Madol kali bu,” jawab salah satu murid yang duduk di bangku paling pojok

belakang. “Paling begadang seharian di warnet, Bu,” celetuk teman

disebelahnya.

“Sepertinya Reza sakit bu, kemarin saya lihat hari Senin ia pulang lebih

awal, Bu,” jawab salah seorang cewek yang duduk di depan papan tulis.

“Duile, perhatian amat....” sahut teman cowok dibelakangnya.

“HAHAHAHAHAHAHAHA...”

Suasana kelas seketika menjadi gaduh oleh gelak tawa anak-anak

sekelasnya. Terkecuali Mona. Ia hanya bisa mendengar tawa dari teman-teman

tanpa ikut tertawa sedikitpun.

“Sudah, sudah... Baca buku kalian halaman 75 tentang Trigonometri,”

perintah Bu Rita.

Di kelas Matematika, Mona tidak dapat berkonsentrasi mengikuti

pelajaran. Kerjaanya hanya melamun dan mencorat-coret kertas dengan tulisan

yang tidak jelas. Pikirannya hanya melayang kepada seseorang yang lalu

lalang di kepalanya.

8

Page 9: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Seketika suasana kelas kembali sepi. Semua mata kembali fokus

memperhatikan Ibu Rita dan mulai mencatat soal. Bagi Mona, suasana

disekitarnya menjadi sunyi dan hampa. Ia tidak bersemangat untuk mengikuti

pelajaran hari ini. Tidak ada sosok moodbooster yang dapat menghibur teman-

teman sekelasnya, termasuk dirinya. Ia mengambil catatannya dan membuka

halaman paling belakang. Ia menuliskan sebuah lirik lagu yang

menggambarkan suasana hatinya saat ini.

You're always there, you're everywhere

But right now I wish you were here.

(Avril Lavigne- Wish you were here)

***

Hari sudah larut malam. Tapi mata Mona masih terbuka lebar memandangi

langit-langit kamarnya, matanya menerawang. Pikirannya melayang pada satu

orang yang selalu saja menghantui pikirannya.

Reza.

Bagaimana bisa ia merasakan rindu hingga seperti ini? Ia hanya

menganggap Reza sebagai kakaknya. Pengganti Kak Reno yang sudah

meninggal belasan tahun lalu. Ya, hanya sebatas kakak. Ia meraih ponselnya.

Tidak ada pesan masuk. “Reza nyebelin! Kemana aja sih nih anak.. Argh!”

umpat Mona kesal sambil membanting ponselnya ke ranjang.

“Aku kangen kamu, Za..” gumam Mona pelan. Air mata mulai mengalir

membasahi pipinya.

Mona kecewa. Ia mengusap air matanya dan memutuskan untuk tidur. Saat

ia memejamkan mata, tiba-tiba saja ponsel Mona bergetar. Ia mengumpulkan

nyawa berusaha meraih ponselnya di atas meja kecilnya. Tanpa melihat nama

dilayar ponsel, ia langsung menjawab, “Halo?”

“Halo,De..” Mona mengerjap. “Ini......Re—Reza?”

9

Page 10: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Hey chubby, ketahuan deh. Apa kabarnya? Maaf ya, aku baru bisa telepon

kamu sekarang,” ujar si penelepon dengan lembutnya.

DEG!

Tiba-tiba saja Mona merasakan detak jantungnya berdebar kencang dan ia

sulit mengatur nafasnya dengan lancar. Ia benar-benar tidak dapat

menyembunyikan rasa rindunya terhadap temannya ini yang sudah dianggap

sebagai kakaknya sendiri.

“Re..Reza. Ini beneran Reza?” ucap Mona tidak percaya.

“Iya ini aku, Reza. Kenapa suaramu serak begitu? Kamu habis nangis ya?”

tanya Reza cemas.

“Ngg,nggak kok, aku nggak pa-pa,” Mona berbohong. Tidak mungkin ia

memberitahu Reza kalau ia baru saja menangis memikirkan dirinya. “Ada apa

Za, kok tumben telpon aku?” lanjutnya.

“Yang benar? Hm,nggak. Aku tiba-tiba kangen kamu aja. Kamu kangen aku

nggak? Hehehehe..” tanya Reza dengan percaya dirinya.

Mona menarik nafas kuat.

“KAK REZA?! MASIH TANYA KANGEN KAMU APA NGGAK? JAHAT YA

NINGGALIN AKU DI KELAS SENDIRI TANPA KABAR PULA. EMANG DIKIRA

AKU APA? HAH? NGGAK TAHU APA KALAU AKU KESE—“ teriak Mona kuat

dari seberang telepon. Reza terlonjak kaget dari ranjangnya. Ia menjauhkan

telepon sebelum gendang telinganya bermasalah karena teriakan maut

adiknya.

“Nggak usah pake teriak juga, bisa budeg nih! Tega ngeliat Aku jadi budeg?”

sungut Reza tak mau kalah.

“Biarin! Lagian nyebelin. Nggak kasih kabar lagi, nggak tahu apa ada yang

khawatir?!” jawab Mona dengan penuh amarah.

10

Page 11: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Duh, jadi kamu marah nih? Bener deh Mon, ponselku rusak karena

kerendam air saat jatuh ke kolam. Sekarang lagi dibetulkan. Kesel deh, jadi

temen band-ku, Si Tigor, nggak sengaja nyenggol aku saat mau hubungi kamu.

Taunya ponselku udah nyemplung ke kolam. Ini aja aku pake ponsel Bi Ina

demi nelpon kamu,” jelas Reza panjang-lebar.

“Udah?!” jawab Mona judes.

“Jadi kamu nggak percaya? Yaudah deh terserah kamu, yang penting aku

udah jujur.”

Tidak ada suara terdengar.

“Mon...”

Belum terdengar jawaban.

“Mona....Mona Renata.........Aduh masih marah ya?”

Mona masih terdiam. Mulutnya terasa terkunci. Sulit rasanya mengeluarkan

kata-kata dari mulutnya.

“Yaudah deh, mending aku tutup aja telp—“ “Kak.....”

“Apa?” balas Reza singkat.

“Jangan ditutup dulu telponnya..” jawab Mona agak merengek.

“Lagian pertanyaanku nggak dijawab tadi. Masih kesel kamu, De?” tanya

Reza penuh hati-hati.

“Hm, masih sih sedikit. Oh ya, emang kata Yola, kamu sakit, Kak?” tanya

Mona khawatir. “Cie, jadi kamu beneran khawatir sama kakakmu ini?

Hehehe...” jawab Reza cengengesan.

“Ih..serius!!!” dengus Mona kesal.

11

Page 12: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Iya iya.. sorry. Siapa yang sakit? Tiga hari ini, aku ada urusan keluarga, jadi

nggak bisa masuk deh. Oh ya, ada tugas apa buat besok? Pinjem PR-mu ya

adikku sayang... hehehe,” rayu Reza kepada adik kesayangannya ini.

“Enak aja, bayar!” seru Mona. “Ih, kamu nggak tahu ya, uangku lagi ngambek

nih, jadi ga mau keluar dari dompet,” sangkal Reza.

“Ngambek atau emang nggak ada? Uh..” selidik Mona.

“Dua-duanya. Hehehe... Ayolah De, janji deh aku pinjem PR-mu untuk kali ini

aja,” Reza memohon diujung telponnya.

Sebenarnya Mona sangat ‘anti’ meminjamkan buku PR-nya kepada teman-

temannya. Baginya, dengan meminjamkan PR berarti sama saja dengan

memudahkan orang lain untuk memperoleh nilai yang baik dengan cara instan,

sedangkan dirinya harus bersusah payah untuk mendapatkan nilai baik. “Kasih

contekan sama aja kasih nyawa lo,” pikirnya. Namun, ia tidak tega dengan

kakaknya saat ini.

“Kali ini aja? Bukannya ini itu pinjeman kamu yang

kesekiaaaaaaaan...kalinya,” jelas Mona. Sebenarnya, ia bermaksud mengulur

waktu agar bisa mendengar suara kakaknya lebih lama.

“Kali-kali yang lalu dilupain aja ya.. hahahaha,” tawa Reza diujung telepon.

“APA DILUPAIN? ENAK AJA! IHHH REZA NYEBELIN!!!“, teriak Mona dengan

nyaring diponselnya.

“HAHAHAHAA! Adikku ini kalo lagi marah lucu ya,” tawa Reza meledak

mendengar suara Mona di seberang telepon.

“Kok lucu sih? Aneh!” sungut Mona.

“Iya, lucu. Suaranya makin cempreng kayak tikus kejepit....” ujar Reza

dengan polos.

12

Page 13: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“IHHH TUH KAN NYARI RIBUT LAGI! TAU NGGAK SIH KEMARIN AKU

KESE—“ tiba-tiba kalimatnya terhenti. Mona tidak ini kalau Reza tahu kalau ia

sedang kesepian.

“Kese? Kese...trum?”

“IHHHH KAKAAAAK...........” jerit Mona kesal. Kesepian, Kak. Aku kesepian

nggak ada kamu di kelas.

“Hahahaha.....pasti mau marah lagi. Daripada kena semprot dari kamu,

mending aku tidur sekarang. Udah jam 10, tidur sana. Nanti kamu sakit. Aku

nggak mau lihat adikku yang cempreng nan ngegemesin ini nantinya sakit. See

you tomorrow my lil Princess, love you!”

“Lov..—“ tutt-tut-tuut. Tiba-tiba saja telepon terputus. Diujung telepon Mona

hanya bisa terdiam. Ia kembali mengingat kalimat yang barusan diucapkan oleh

Reza . Ia tidak menyangka kalimat terakhir dari Reza mampu mengembalikan

senyum di bibirnya.

***

Tok-tok-tok.

Seseorang mengetuk pelan pintu kamar Reza. “Den Reza...”

Ternyata suara itu berasal dari Bi Ina, asisten Rumah Tangga yang telah

bekerja dirumahnya selama 10 tahun. “Boleh Bibi masuk?” tanya Bi Ina.

“Masuk aja, Bi....” Reza menoleh kearah Bi Ina setelah mengakhiri

sambungan teleponnya dengan Mona. “Oh ya Bi, nih ponselnya. Makasih ya,

Bi. Nanti pulsanya Reza gantiin, hehehehe,” seru Reza lalu mengembalikan

ponselnya kepada Bi Ina. “Iya Den, sama-sama,” balas Bi Ima ramah.

“Den Reza, dipanggil Nyonya di ruang tamu sekarang tuh,” sambung Bi Ina.

“Mama? Tumben amat. Ada apa emangnya, Bi?” tanya Reza heran. Tidak

biasanya mamanya memanggilnya malam-malam begini. “Bibi nggak tahu Den,

katanya mau membicarakan hal penting,” balas Bi Ina dengan lembut.

13

Page 14: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Oke deh Bi,” jawab Reza sambil mengacungkan jempol. Sebelum Bi Ina

beranjak dari kamarnya, Reza kembali memanggil Bi Ima. “Bi....” ucapnya

pelan.

“Iya,Den?”

“Doain Reza ya, Bi..” jawab Reza dengan penuh harap. Bi Ina

memandangnya sambil tersenyum. Memang benar, baginya Reza adalah anak

yang baik, hanya kondisi lingkungan sekitarnya yang merampas kebaikan

miliknya. “Pasti Den,” Bi Ina mengangguk dan menghilang dibalik pintu.

Dua

“Apa Ma? Amerika?” Reza tersentak seketika. Ia seolah tidak percaya

dengan kalimat yang barusan diucapkan oleh mamanya.

“Iya sayang, Amerika,” ujar mama meyakinkan.

“Tapi untuk apa, Ma? Mengapa Reza harus ke Amerika segala?” tanya Reza

heran. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang disembunyikan oleh

mamanya.

“Sebenarnya, sudah lama mama ingin membicarakan masalah ini

denganmu. Mungkin ini waktu yang tepat bagi mama untuk menceritakan

semuanya,” ujar mama sambil memandangnya dengan serius.

“Masalah? Emang ada masalah apa, Ma?” tanya Reza penasaran.

“Semua ini mengenai kakakmu, Karen.” nada Mama terdengar parau.

Seketika, terdengar suara isak tangis dari seorang wanita yang telah

melahirkannya. Mama menangis? Ada apa sebenarnya? Kak Karen? Bukannya

dia sedang studi disana?

“Sebelumnya....Ma-Mama.. mau minta maaf, Za. Selama ini, mama telah

berbohong kepadamu,” jawab Mama terbata.

“Minta maaf?” Maksud mama?” tanya Reza bingung.

14

Page 15: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Sebenarnya, sejak 2 tahun yang lalu sejak kepergian kakakmu ke Amerika,

ia tidak mengambil studi. Melainkan...” kalimat Mama terhenti.

“Melainkan berobat, Za..” jawab Mama pelan.

“Be..Berobat? Karen sakit, Ma?” ucapan Reza hampir tidak terdengar. Dan ia

tidak ingin mendengar kalimat yang barusan ia ucapkan.

“Iya, Za. Karen sakit keras dan ia sangat membutuhkan kita saat ini. Kemarin

papa menelpon mama. Dalam waktu dekat, kita akan menyusul kakakmu ke

Amerika,”

“Nyusul? Waktu dekat ini? Tapi Ma..”, sanggah Reza.suara terdengar lebih

berat.

“Sebentar lagi Reza harus mengikuti Ujian Kenaikan kelas, nggak mungkin

Reza harus meninggalkan sekolah dalam waktu dekat ini,” Reza menahan

emosinya. Entah apa yang berkecamuk di pikirannya saat ini. Semuanya

bercampur menjadi satu.

“Mama tahu ini sulit, tetapi semua ini demi kakakmu, Za. Mama akan

mengatur waktu agar kamu bisa mengikuti ujian. Setelah ujianmu selesai, kita

bisa pindah kesana. Mama pastikan kamu akan jauh lebih bahagia di Amerika

nak,” hibur mama.

Bagaimana mungkin semua ini terjadi? Bagaimana mungkin ia meninggalkan

Summer High? Bagaimana bisa ia meninggalkan teman-temannya?

Meninggalkan band-nya? Sekaligus meninggalkan Mona. Meninggalkan Mona

adalah pilihan tersulit yang masih mengganjal pikirannya hingga saat ini.

Semua ini seolah mencekik diri Reza.

Tidak mungkin ia mampu meninggalkan orang yang amat ia sayangi.

***

“Jadi, tadi malam Reza nelpon lo?” ujar Yola melongo.

15

Page 16: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Hari masih pagi. Waktu masih menunjukkan pukul 6. Tapi kedua makhluk ini

sudah nongkrong di kantin menikmati risol dan jus milik Bu Atik. Summer High

memang dikenal sebagai salah satu SMA favorit di Jakarta. Summer High

memiliki sebuah kantin yang cukup luas. Makanan yang dijajakan cukup

lengkap, bersih, dan tentunya enak. Selain itu, harganya yang terjangkau

sangat pas untuk kantong murid Summer High yang dompetnya rata-rata

kempes dan hampir kering dilanda kemarau.

Meja panjang sebagai tempat makannya disusun hingga 15 baris dengan

rapi di dalam kantin. Disamping kantin, terdapat lapangan basket yang

biasanya digunakan anak-anak cowok untuk bermain basket selepas pulang

sekolah. Selain bisa jajan, anak cewek Summer High bisa sekalian cuci mata

menonton anak basket sedang bertanding. (Hehehe... kesempatan tuh! )

Selain menjadi tempat jajanan, kantin adalah tempat dimana Yola dan Mona

saling berbagi cerita. Saat Pagi hari, bel istirahat istirahat, sampai pulang

sekolah mereka menyempatkan untuk pergi ke tempat favoritnya ini. Mereka

biasanya bercerita mengenai pelajaran, teman-teman, bahkan cowok. Ya,

cowok. Pagi ini mereka membicarakan mengenai telepon dari Reza semalam.

“Iya, kemarin dia pinjam ponsel Bi Ina, asisten rumah tangganya. Dia bilang

sih, ponselnya rusak kecemplung ke kolam, huh..” dengus Mona kesal.

“Lah, Trus?” tanya Yola lagi sambil menggigit risolnya.

“Iya, pokoknya dia nelpon gue intinya cuma buat pinjem buku PR. Tadinya

sih gue nggak mau minjemin, tapi.....” ujar Mona sambil memandang jus jeruk

yang ia pesan belum diminum.

“Hmmm...tta..pi lo nggak tega kan?” Yola sulit berbicara karena risol sudah

memenuhi mulutnya.

Mona mengangguk.

“Hm, iya La.. bener banget La,” ujar Mona pelan.

16

Page 17: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Trus Yol, sebelum gue nutup telepon, dia bilang.. I love you. Maksudnya apa

coba..”

Yola terdiam. Ia menyeruput jus miliknya. Ia tidak percaya dengan apa yang

baru saja diceritakan Mona.

“Yol... Yol,Yol,Yol,Yol,Yol... Yeee! Malah bengong lagi nih anak!”

“SROT. SROOOOOTTTT— “ Jus Melon milik Yola nyaris habis. Ia terdiam

sambil tetap menyeruput es yang tersisa.

“Ihh apaan sih?! Berisik tau! Kesambet tuyul baru tau rasa lo!” Mona

terganggu dengan suara es yang berasal dari minum Yola.

“Slurph,aah! Kesambet Brad Pitt gue mau Mon.. Sungguh...” ujar Yola sambil

senyam senyum. “My baby Brad Pitt.......ai love yuuuu! Muacch muacch!”

gumam Yola sambil memeluk erat leher Mona. Mona sampai tidak bisa

bernafas. “Yo-Yol! Gue Ke-ce-kek be-go!” Mona berusaha melepaskan pelukan

Yola.

“Ups, Sorry! Hahaha... lagian sih elo ngomongin my bebeb Brad Pitt...” Yola

cengengesan. “Gue rasa Reza mulai menyukai elo Mon, ” lanjutnya lagi.

Giliran Mona yang terdiam, ia menggigit bibir. “Mana mungkin orang kayak

Reza suka sama gue. Cewek kriteria dia kan.. kayak Angel lah.”

“Angel si cewek bonding itu? Nggak lah. Gue tau sih, dia deket sama banyak

cewek. Termasuk Angel. Tapi menurut pandangan gue, dia menganggap elo

lebih dari sekedar temen. Soalnya elo memberikan aura yang berbeda dari

cewek lain...”

Mona mengerutkan dahi. “Aura Kasih maksud lo?”

“Aura KEGELAPAN....HUAHAHHAHAHAHAHA” tawa Yola meledak.

“SIAALAAAAN!!” teriak Mona sambil mencubit pelan tangan Yola.

17

Page 18: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Hahahaha... lagian sih elo aura aja nggak tau. Ya aura kecantikan, aura

kebaikan sama aura aura lainnya..”

“Oh aura itu maksudnya.. “ Mona terkekeh sambil menggaruk kepalanya

yang tidak gatal.

“Eh Mon, gue dapet sms gelap nih..” kata Yola sambil mengeluarkan ponsel

dari saku roknya.

“Pake senter biar terang...” ujar Mona asal sambil menyeruput Jusnya yang

mulai tidak dingin.

“Sial! Beneran...nih liat.” Ujar Yola sambil menunjukkan ponselnya.

From : 087713xxxx (May,5 21:30)

Hai, Princess Yola. Bsk jm 2 siang, Gw tunggu elo di bangku taman blkg dkt

sekolah. Ada sesuatu yg spesial ingin gw tunjukkan. C u!

“Bales Yol, Bales! Cie elah, Princess Yola lagi. Emang siapa sih dia?,” ledek

Mona. Yola mendelikan bahunya. “Gue nggak tau sih. Menurut lo gue pergi

atau nggak?”

“Cie elo-elo pada lagi pada ngomongin gue ya?” sambar seorang cowok

bertubuh gembul, melintas di depan mereka.

Raka namanya. Raka Setiadi. Anak 11 IPA-3 yang sangat senang makan

piscok kantin ala pak Ratno. Kulitnya sawo matang, rambutnya hitam keriting.

Cowok satu ini sangat menyukai pelajaran Fisika. Baginya, Fisika adalah

kehidupannya. Ia pernah berujar, “Menurut Om Galileo, walaupun gue gembul

begini, yang penting ada gaya gravitasi bumi yang tidak membuat gue

terguling,” Kata-kata yang memotivasi hidupnya, mengandung banyak makna di

dalamnya.

Gaya omongannya santai. Ia juga orang yang tidak mudah tersinggung

walaupun terkadang teman - temannya meledeknya cowok gembul. Tetapi, ia

tidak pernah menyimpan dendam. Bagi Mona, teman-teman seperti Yola dan

18

Page 19: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Raka lah yang mampu membuat Mona terus bersemangat untuk menjalani

keseharian di sekolahnya.

“Yeee! Kegeeran amat ini anak! Siapa yang ngomongin elo? Nih lagi

ngomongin bebeb-nya Mona!”

“Hah? Mona piara bebek? Berapa ekor?” seru Raka terkejut.

“Selusin! Hhh— Bebeb, Raka! Si Reza! Aduh telinga elo udah kesumbat

rumus fisika yaa?!” teriak Yola jengkel.

“Oh...Reza. Hahahaha. Maklum gue belom korek kuping..” nyengir Raka

girang.

“Berapa hari?” “Setahun...”

“....”

HAHAHAHAHAHHA.....

Gelak tawa diantara mereka bertiga seketika meramaikan suasana kantin

yang kini mulai ramai. Jam sudah menujukkan pukul 6.40. Siswa-siswa mulai

berdatangan. Sebagian dari mereka ada yang langsung menuju kelas, ada

yang menuju perpustakaan, dan ada pula yang menyempatkan diri untuk

mendatangi kedai kantin untuk sarapan. Makanan kantin baru saja matang.

Aroma ayam bakar Pak Maman membuat kumpulan cowok kelas tiga segera

menyerbu kantin untuk sekedar mengisi perut mereka yang kosong sebelum

bel sekolah berbunyi.

“Udah yee, keburu masuk nih.. gue nggak bisa ketemu my lovely Vanya, bye

semua!” Raka melambaikan tangan dan menghilang dari pandangan.

“Haahaha...aduh.. Raka Raka.. lucu tuh anak! Oh ya, tadi sampe mana

La?” tanya Mona kepada Yola yang baru selesai membayar minumannya.

“Oh ya jus elo udah gue bayarin, hehe. Jadi gue ketemu cowok misterius itu

atau nggak nih?” tanya Yola bernafsu.

19

Page 20: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Makasih cantik! Hm, Gue rasa dia penggemar rahasia elo, Yol! Udah nanti

ketemuan aja, daripada ntar elo penasaran..” Mona mengedipkan mata

kanannya ke Yola.

“Tapi kalo Pak Ngambang, ehh.. Bambang yang sms gue gimana? Bisa

berabe. Bisa digulung-gulung gue, kayak kertas pidato yang dia bawa kalo lagi

upacara,”

“Anjrit! Ngaco lo,Yol! Nggak lah.... semoga aja itu jodoh lo..”

“Amin deh, semoga cakep ya..” gumam Yola.

“Iya, secakep abang ojek depan sekolah...HAHAHAHA..” tawa Mona sambil

berlari menghindari cubitan Yola.

“MONAAAAAA! AWAS LOOO YAAAA...” teriak Yola sambil mengejar Mona

yang sudah menjauh dari kantin.

***

Reza melangkah dengan malas menuju kelasnya. Sepanjang koridor ia

berjalan sambil menatap kebawah memandangi lantai koridor. Pantulan cahaya

lampu memantulkan wajah ibunya yang sedang menangis.

Tetapi semua ini demi kakakmu Za...

Karen sakit keras..

Mama pastikan kamu jauh lebih bahagia di Amerika..

Amerika? Akankah ia jauh bahagia disana? Tanpa..

DUK!!

Ia baru saja menabrak seseorang di depannya. “AWW!!” jerit seseorang

yang sudah jatuh tersungkur didepannya. “Ma-Maaf! Lo nggak pa-pa?” tanya

Reza sambil merapikan kertas-kertas ulangan yang bertebaran kemana-mana.

“Kak Reza?”

20

Page 21: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Mo-Mona? Kamu nggak pa-pa?Sini, aku bantu bangun..” ucap Reza

sambil mengulurkan tangannya dan membangunkan Mona.

“Ng..nggak pa-pa kok... Kak, eh Za,” balas Mona yang berhasil berdiri

sambil merapikan roknya dan ia kikuk berada di hadapan Reza.

“Hm, baiklah. Oh ya, nih kertas ulanganmu yang tadi jatuh,” ujar Reza sambil

mengembalikan kertas ulangan milik Mona.

“Makasih ya, Kak,” ujar Mona sambil tersenyum.

“Iya, lain kali jangan lari-larian di koridor, kayak dikejar kamtib aja,”

“MONA! ADUH BANDEL SIH PAKE LARI-LARIAN SEG—“ kalimat Yola

terhenti setelah melihat kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya.

“Tuh, kamtibnya....” kata Mona sambil mengarahkan matanya ke arah Yola.

“Mo..Mona! E..E..Elo ngak pa-pa?!” suara Yola terdengar terengah-engah,

karena capek mengejar Mona.

“Eh, hai Za,” sapa Yola ramah setelah melihat Reza disamping Mona.

“Ngg..Nggak pa-pa Yol, hehe..” jawab Mona sambil menyembunyikan rasa

malunya. Tadi Yola denger nggak ya, gue ngomong pake aku-kamu?

“Hei Yol!” balas Reza semangat.

“Apa kabar lo?! Madol yee? Hahaha..” tanya Yola penuh selidik.

“Kaga lah! Bisa digorok Bu Yuli gue!” Haha yodah gue duluan..” ujar Reza

sambil melangkah menuju kelas.

“Zaa!” panggil Mona sebelum Reza melangkah dari lebih jauh.

“Apa?” Reza menoleh. Ia melihat Mona mengeluarkan buku dari tasnya.

“Nih, yang terakhir ya! Sekalian kumpulin,” pesan Mona memberikan buku

PR milik Mona.

“Sip! Thanks ya, Mon..” ujar Reza sambil mengusap pelan rambut Mona. 21

Page 22: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Iya...” Mona tersenyum karena usapan dari kakaknya.

“Gue duluan ya semua...” ujar Reza sambil berlalu menuju kelas.

Mona menatap kepergian Reza ke kelas. Ia terdiam. Usapan lembut dari

Reza, membuat ia merasakan kejanggalan di hatinya. Ia merasakan

kehampaan dalam hatinya. Mengapa tiba-tiba ia merasakan hal yang berbeda?

Mengapa seolah Reza bukan pergi ke kelas, melainkan ke tempat yang lebih

jauh? Mona menggelengkan pelan kepalanya. Toh, itu nggak mungkin.

***

“Jadi elo lihat si Mona berduaan bareng Reza?” tanya Ardel sambil

mengunyah kripik singkong miliknya. “Yup, that’s true, Del..” balas Niken

dengan mantap. “Di...Dimana, Ken?” tanya Angel penasaran. “Tuh di koridor,

ngusap-ngusap rambutnya Mona lagi, dih kecentilan amat..”

“Anjrit! Berani banget tuh cewek manja ngerebut gebetan elo,Ngel!” sentak

Paula sewot. “Mungkin hati Reza udah mulai luluh ke tuh bocah..terus cinta gue

ke dia gimana dong.. ” ujar Angel lesu. “Sialan! Si Mona udah berani ngebuat

sahabat gue jadi sedih kayak gini,” Sheila tidak terima melihat sahabatnya

dicampakan seperti ini. “Terus, kita harus bagaimana?” tanya Niken. “Tenang

guys, lihat aja nanti saat olahraga, gue habisin tuh anak!” desis Sheila, yang

terlihat merencanakan niat jahatnya terhadap Mona.

Tiga

Hari jumat yang cerah, pelajaran kelas XI-IPA 2 dimulai dengan

pelajaran olahraga. Semua terlihat bersemangat, kecuali Mona. Ia memang

tidak menyukai pelajaran olahraga sejak SD.

“Semangat, Mon!” Seseorang menepuk pundaknya. Mona menoleh ke

belakang. Ternyata Reza. Ia tersenyum dan berlari menuju lapangan. Pagi ini,

ia diperintahkan oleh Pak Akbar untuk memimpin pemanasan.

22

Page 23: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Cie, pagi-pagi udah disemangatin bebebnya...” ujar Yola sambil menyenggol

pelan pundak Mona. “Ah, apaan sih La. Biasa aja kok,” ujar Mona sambil

menyembunyikan senyumnya.

“Ahh elo,Mon! Kayak gue nggak tau elo aja, nggak usah tersipu malu

begitu, ntar jadi ikan sapu-sapu loh...hihii” seru Yola sambil tersenyum geli.

Mona mengangkat alis. “Apaan? Ikan sapu-sapu? No way! Ikan mas koki di

kolam belakang tuh...”

“Mas AJ pemilik bengkel seberang...” balas Yola.

“Siaaal! Udah ah! Tuh udah dipanggil pak Akbar!” ujar Mona kepada Yola

sambil berjalan beriringan menuju lapangan.

***

“Satuu....duaaa... tigaa... empaat...limaa...enam...tujuh..de..lapan” ujar Reza

sambil melipat kedua tangannya keatas sambil berjinjit.

Ia memimpin pemanasan dengan penuh semangat. Ia berusaha melupakan

sejenak masalah yang menghinggapi otaknya dan memilih untuk menikmati

hari-hari bersama teman-teman sekelas.

“Yaa, sekarang kaki kanan ditekuk kebelakang...Ton hitung!” ujar Reza

kepada Anton.

Pemanasan selesai. Mereka berlari mengelilingi lapangan sebanyak 5 kali.

Setelah waktu pemanasan selesai, mereka pun memulai permainan basket.

Tim dibagi menjadi 4 tim masing-masing terdiri dari 6 orang dan mereka pun

bermain secara bergantian. Dua tim pertama adalah tim Reza vs Tim Anton.

***

“Woi Jo,Tangkep!” seru Reza sambil melempar bola basket kepada Joshua,

teman satu timnya. Pertandingan antara Tim Reza dan Tim Anton sangat

menegangkan. Kedua tim sama-sama kuat. Reza berlari cekatan kesana

kemari berusaha menangkap bola. “Nald, oper!” Teman satu tim dengannya

23

Page 24: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

melempar bola ke arah Reza. Lalu, SHOOT! Bola tepat masuk kedalam

keranjang. “THREE POINT WOHOOO!” seru Reza sambil menepuk pundak

Ronald. Tim Reza unggul dengan perolehan 13- 6.

“Yaa..ampun Yol.... keren pake banget deh..ckckck,” Mona berdecak

kagum di pinggir lapangan melihat aksi Reza barusan. “Siapa yang keren?”

tanya Yola bingung.

“Itu......yang barusan three point..” ujar Mona memandangi Reza yang

sedang berlarian mendrible bola.

“Calon atlet basket masa depan tuh, Mon..” ujar Yola sambil membetulkan

tali sepatunya.

“Mungkin....hahahaha,” tawa Mona. Reza menoleh ke arahnya sambil

tersenyum dan melambaikan tangan. Mona pun membalasnya dengan

acungan jempol.

*Pritttttt!!!*

Pluit dibunyikan oleh Pak Akbar tanda berakhirnya permainan tim satu

dengan tim dua.

Kini giliran Tim Mona melawanan Tim Angel. Kedua tim saling berpandangan

sinis. Sorotan mata Angel yang tidak bersahabat membuat Mona semakin

malas untuk mengikuti pertandingan basket ini.

Yola yang merasakan ketegangan saat itu dengan cepat memanggil Mona,

“Mon ambil posisi, lo jaga Niken!” ucap Yola sambil menepuk pundak Mona.

Mona menurut. Ia berdiri di belakang mengambil ancang-ancang. Di dalam

hatinya ia komat-kamit berdoa agar ia mampu melewati pertandingan basket ini

dengan baik dan lancar.

Yola yang dikenal jago bermain basket sudah sangat peka dengan keadaan

ini, apalagi melihat geng Angel dan kawan-kawan akan merencenakan hal-hal

yang jahat, khususnya untuk menghancurkan dirinya dan Mona.

24

Page 25: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

***

“Monaa!! Tangkap!” teriak Yola sambil mengoper bola kepada dirinya. Mona

yang mendengar teriakan Yola segera berlari mengejar ke arah bola datang.

Ketika Mona bersiap untuk menangkap bolanya, tiba-tiba saja Sheila

menyengkat kaki Mona dengan keras hingga dirinya jatuh tersungkur. Bola

yang dipegangnya tiba-tiba saja terpental ke tepi lapangan.

“AWWW!!!” Mona meringis kesakitan memegangi lututnya.

Pak Akbar yang melihat kejadian barusan segera membunyikan pluit.

*PRITTT..PRITTT!*

“Ups, nggak sengaja tuh...” ujar Sheila sambil menatap Mona tajam tanpa

menolongnya.

Lutut Mona berdarah, terseret beton lapangan yang panas. Kesakitan yang

dirasakan berlipat ganda ketika engkelnya tiba-tiba saja mengalami nyeri yang

luar biasa. “MONAAA!!!! Lo nggak pa-pa, Mon? Aduh maafin gue......!!” jerit

Yola menghampiri Mona.

Semua orang yang menonton pertandingan segera berlarian mengerumuni

Mona. Reza yang awalnya tidak sadar, segera berlari melewati kerumunan

teman-temannya. “Misiii,Misiii!! Mona elo nggak apa-apa?” Reza melihat kondisi

Mona yang pucat. “Eh, ambilin minum dia cepetann!” teriak Reza kepada satu

temannya.

Pak Akbar panik luar biasa. Teman-teman mengerubung kecuali geng

Angel yang tersenyum dan tertawa melihat kejadian ini.

“Yaelah cuma jatoh doang sampe heboh begitu..... dasar manja!” ujar

Sheila tajam. “Kerja bagus La!” ucap Angel kepadanya. “Hahahahaha,”

disambut tawa Ardel, Angel, Sheila, Paula, dan Niken di pinggir lapangan.

Wajah Mona pucat pasi. Kondisi tubuhnya sangat lemah dan tidak berdaya.

saat ini. “Cepat bawa Mona ke UKS! Mumpung ada perawat yang menjaga

disana!” ujar Pak Akbar dengan berwibawa. “Ayo Mon, bangun, pegang pundak

25

Page 26: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

gue!” ujar Reza sambil merangkul tangan Mona ke pundaknnya. Tetapi, kondisi

kaki nya tidak memungkinkan untuk berdiri. “Nggak bisa Za! Sakittt...huhuuhu”

tangis Mona pecah. Ia tidak bisa menahan rasa sakit yang mendera sekujur

kakinya. Reza langsung membopong Mona ke arah yang ditunjuk. Pak Akbar

dan Yola juga mengikuti. “Yuk cabut, guys!” ujar Angel dan meninggalkan

lapangan diikuti teman gengnya.

Suasana pun menjadi kacau akibat ulah Sheila. Tragedi tersebut

membubarkan pertandingan basket pagi itu.

***

Mona dibaringkan di tempat tidur berseprai coklat muda di ruangan ber-AC

yang di cat putih. Setelah pintu dibuka, terlihat lemari obat di sudut ruangan.

Sofa berwarna pastel berbahan kulit diletakkan membelakangi tembok.

Gorden, meja , dan kursi di dekat tempat tidur, semua warna coklat muda.

Siang itu, ruangan UKS terlihat sepi. Hanya terdapat dua orang perawat yang

menjaga ruangan.

Perawat yang ada disana juga ramah. Ia sibuk mempersiapkan pembersih

luka Mona. “Dibersihkan dulu ya, Dik,” ujar perawat kepada Mona sambil

tersenyum. Ia membawa handuk dan baskom berisi air es untuk mengompres

kakinya yang cedera.

Perawat lainnya mengambil obat merah dan perangkat obat lainnya yang

ada di lemari obat.

Setelah lukanya dibersihkan, perawat yang satunya meneteskan obat merah

ke luka Mona. Mona meringis menahan perih. “Auww! Pelan-pelan Mba...”

ujarnya lemah. “Aduh, Mba, pelan-pelan Mba.. kasian ini teman saya

kesakitan..Mona tahan yaa...fuhh fuhh.. “ Yola berdiri disamping ranjang, sambil

meniup-niupkan luka Mona.

“Iya Dik, ini saya pelan-pelan kok...” ujar si perawat sambil tersenyum.

26

Page 27: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Nah udah selesai...nanti di rumah, memarnya sering sering dikompres ya

dik,agar cepat sembuh. Jangan lupa ganti perbannya. Kami keluar dulu ya ,”

ujar si perawat dengan penuh perhatian, disusul oleh perawat satunya keluar

dari ruang klinik. “Makasih ya Mba...” ucap mereka bertiga bersamaan.

Kini, kaki Mona sudah terbalut perban seperti mumi.

“Dasar cewek gila! Awas aja tuh orang! Bisa-bisanya bikin sahabat gue

sampai dibalut kayak mumi begini, ” umpat Yola kesal.

“Udah Yol..udah. Udah berlalu juga. Toh, sekarang Mona nya udah nggak

apa-apa..” ucap Reza tenang.

“Iya Yol..gue nggak pa-pa kok..” jawab Mona lirih, tetap berusaha untuk

tersenyum.

“Nggak pa-pa gimana? Elo tega liat Mona sampe terluka gini? Sheila tuh

sengaja nendang kaki nya Mona sampai jatoh kayak tadi..” Yola berusaha

membela dirinya.

“Iya..gue tau Yol. Tapi nggak baik elo marah-marah disini. Nanti gue temuin

Sheila deh..”

“Yaa..yaa.. terserah elo deh. Mon mending elo pulang deh abis ini. Muka lo

pucat gini.. Nanti gue telponin Tante Titi ya buat jemput elo..” ujar Yola cemas.

Yola keluar dari ruang UKS untuk menelpon Tante Titi, Mamanya Mona.

Ruangan UKS kembali sepi.

Mona menatap Reza. Ia merasa sedikit canggung karena saat ini ia hanya

berdua dengan Reza.

“Reza......” panggil Mona pelan.

“Jangan banyak gerak! Nanti kakinya makin sakit...” cegah Reza saat melihat

Mona ingin beranjak dari tempat tidurnya.

27

Page 28: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Ngg..Nggak kok. Cuma benerin posisi duduk aja..” jawab Mona kikuk. Iya

menjentikkan kukunya untuk menghilangkan rasa grogi.

“Oh baiklah...”

Keduanya kembali terdiam. Mulut Mona tiba-tiba tidak bisa mengucapkan

apa-apa. Ia merasakan kelu pada suasana saat ini. Ia merasa sulit untuk

menghirup oksigen, hati dan pikirannya tentang Reza membekuk dirinya.

“Za...” “Mon..” keduanya saling menyapa bersamaan.

“Apa Za?” jawab Mona.

“Hmm.. nggak kamu aja duluan, tadi mau tanya apa?”

“Hah? Ngg.. Aku.. Cuma mau bilang terima kasih ke kamu... tadi udah

nolong aku kesini..” ucap Mona pelan.

“Sama-sama, santai aja. Lagian aku khawatir sama kondisi kamu kayak

tadi...”

Mona mendengar ucapan Reza dan tersenyum tulus. Ia melihat bahwa

kakaknya ini benar-benar khawatir terhadapnya. Tidak ada kebohongan terlihat

dari sorot matanya.

“Cepet sembuh ya, De...” bisik Reza ke telinga Mona.

Saat itu pula Mona terdiam dalam pelukan Reza.

Empat

“Nggak semangat amat lo, Za!” sapa Roy menghampiri Reza sambil

membawa dua gelas berisi kopi hangat. Ruang musik begitu sepi siang ini.

Hanya terdapat Reza yang sedang sibuk membetulkan senar gitar miliknya.

“Hm, biasa gangguan lagi,” kata Reza singkat. “Gangguan?” Gangguan hati?

tanya Roy penuh selidik. “Nih minum dulu kopinya..” ujar Roy menawarkan.

28

Page 29: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Thanks broh, taro dulu aja di meja. Gangguan gitar nih. Necknya

bermasalah lagi Broh,” ucap Reza sambil mengambil kunci L dari tasnya.

“Oh, gue kira kenapa. Eh, gue denger Mona jatuh yee?” tanya Roy sambil

mengaduk kopinya dan menyenderkan tubuhnya di salah satu kursi. “Hmm,

iya..” jawab Roy singkat sambil mengencangkan baut.

“Trus gimana keadaan tuh anak sekarang?” tanya Roy penasaran. Reza

meletakkan gitar dan obeng yang dipegangnya di atas kursi. Ia menatap

kembali Roy. “Udah pulang tadi jam 8-an,” suara Reza terdengar lesu.

“Gue tau sob, perasaan lo sekarang. Mona itu kan cewek baik, pinter, manis

juga kok anaknya. Kenapa lo nggak nembak dia aja?” tanya Roy berusaha agar

Reza menjadikan Mona pacarnya.

“Nggak semudah itu Roy. Gue nggak mau kecewain dia. Dia udah anggap

gue kakaknya,” jawab Reza lemas.

Roy menaikan alis. “Kakak? Jaman kakak-ade an? Kalo gue jadi elo ye, gue

bakal nembak dia langsung. Keburu diambil orang. Emang elo nggak takut si

Mona direbut di cowok gembul itu?”

“Maksud lo Raka? Nggak mungkin lah. Setau gue mereka cuma sahabatan

aja,”

“Sahabat jadi cinta! Kalo kelamaan lo ngeremin dia, ntar bertelor loh...”

“Lo kira Mona ayam!”

Roy menggelengkan kepala, kemudian menjawab “Ya, terserah lo aja. Tapi

sebelum terlambat, saran gue jangan lama-lama ngegantungin dia broh. Cewe

kalo hubungannya digantungin kayak jemuran bakal illfeel nantinya...”

Roy beranjak dari kursinya dan keluar dari ruang musik. Pintu kembali

tertutup. Reza menatap kepergian Roy. Ia kembali memikirkan kata-kata yang

diucapkan Roy.

Sebelum terlambat broh..

29

Page 30: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Cewek kalo hubungannya digantungin kayak jemuran bakal illfeel nantinya..

Roy benar. Ia memang tidak boleh terlalu lama menggatungkan

hubungannya dengan Mona. Terutama, perasaan yang telah ia pendam sejak

satu tahun yang lalu.

***

Mona sedang tiduran di kamarnya. Ruangan ber-AC ini tidak terlalu luas.

Hanya 3x3 m. Ia membaringkan tubuhnya di kasur empuknya bergambar Hello

Kitty. Kakinya masih terbalut perban dan luka di lututnya belum kering. Tapi hal

itu tidak mengganggu pikiran Mona saat ini. Ia senyam-senyum

membayangkan kejadian tadi di UKS saat Reza memeluknya. Ia meraih guling

disampingnya, lalu memeluk guling itu erat-erat seakan sedang memeluk Reza.

Udara sejuk dari AC menyapa pikirannya. Reza meluk gue? Reza gendong

gue? Pikirannya hanya melayang pada kejadian tadi di sekolah.

Masalahnya, Reza tuh jarang banget bersikap peduli kepada dirinya. Kalau

diingat kembali, sikap Reza tadi itu berbeda 180 derajat dengan biasanya yang

cuek dan tidak peduli. Mau jatuh kek, mau melayang kek, mau kayang kek dan

mau mau lainnya dia tetap bersikap cuek seolah tidak terjadi apapun.

Ia tidak pernah menyangka kalau hubungannya dengan Reza akan seperti

ini. Rasanya, melebihi seorang kakak dan adik. Apakah benar yang Yola

katakan? Reza suka sama dia?

Tapi jika diingat kejadian beberapa minggu yang lalu, kedekatan Reza

dengan Angel membuat hatinya kembali sakit. Fotonya bersama Angel yang

dipasang sebagai profile picture BBM, sangat membuat hatinya pilu. Mereka

sangat dekat, bahkan seperti orang pacaran. Kemana-mana selalu berdua,

hingga ke kantin saja harus bersama Angel.

Tetapi menurut pandangan Raka, Reza adalah tipe cowok yang dekat

dengan banyak cewek. Tidak heran, jika tiap harinya Reza mampu mengganti

foto BBM hingga tiga kali! Uh dasar cowok!

30

Page 31: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Kembali ke masalah tadi. Untungnya Bu Yuli baik hati. Setelah tahu kalau

engkel Mona terkilir, beliau mengizinkan Mona untuk pulang. Jadi kan, ia bisa

istirahat di rumah dan tidak mengikuti pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan

bule gila. Menurut Mona, guru bahasa Inggrisnya adalah guru yang aneh dan

nggak jelas. Ngomong aja kumur-kumur dan nyembur. Bahkan Mona berniat

untuk membawa payung setiap ada pelajaran guru itu. Apa karena Mona yang

nggak paham Bahasa Inggris ya? Hehe.

Sebenarnya, Mona menyadari bahwa Sheila yang sengaja menyandung

kakinya hingga terjatuh. Tetapi kenapa? Bukannya dia nggak pernah cari

masalah dengan cewek lipgloss itu. Ia ingin marah, tapi rasa sakit di engkel

menahannya untuk marah. Hm, Apa Reza menyadarinya? Apa Reza malah

membela cewek itu? Ah,biarlah. Toh, Tuhan yang maha tahu siapa yang

menjadi dalang di balik semua ini.

***

Reza mendatangi ruangan dance untuk menemui Sheila. Waktu

menunjukkan pukul 1 siang. Biasanya, jam segini De Summers masih latihan

dance. Ruangan dance De Summers lumayan luas. Terdapat 5 jendela yang

dilapisi gorden tipis berwarna peace. Ruangan itu terasa sejuk, dilengkapi 3

pendingin ruangan. Lantainya terbuat dari keramik bermotif kayu. Disana

terdapat cermin berukuran besar untuk memudahkan para dancer latihan

koreo. Diujung ruangan terdapat meja berukuran sedang untuk meletakkan

peralatan audio dan sound system untuk memutar lagu.

“One-two..three...four.. five six..seven..eight.. Ya, hadap samping! One tw—“

seru Sheila lantang kepada anggotanya. Sebagai leader dance De Summers, ia

memimpin anggotanya latihan gerakan koreo terbaru untuk acara Pekan

Summer High bulan depan. Dari kejauhan, ternyata Sheila sudah mengetahui

kedatangan Reza dari cermin. “Sheila!” panggil Reza lantang. Sheila menoleh

kearah datangnya suara. Ia mengisyaratkan anggotanya dengan menjentikan

jari. TEK-TEK. “Oke Guys, lanjutin latihannya! Gue kedatangan tamu nih...”

ujarnya lalu menghampiri Reza.

31

Page 32: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Hai Reza... kangen ya sama gue? Hahaaha..” nada Sheila terdengar sinis.

“La, Gue mau ngomong serius sama elo,” nadanya terdengar serius sambil

menarik tangan Sheila berjalan keluar dari ruangan.

***

“Ngapain sih Za tarik-tarik gue? Sakit tau! ” sentak Sheila berusaha

melepaskan cengkraman Reza.

“Gue ajak elo kesini to the point aja. Gue tau kok, elo kan yang sengaja

menyandung kaki Mona hingga jatoh di lapangan tadi?” Reza menatap mata

Sheila tajam.

“Eits, natap gue begitu amat! Apaan sih Za, kok elo nuduh gue? Trus kalo

Mona jatoh salah gue gitu? Dianya aja yang nggak becus main basket!” kata

Sheila membela diri.

Tatapan Reza semakin tajam. “Elo nggak usah nyangkal. Ketahuan kok, kalo

lo itu lagi berbohong...”

“Gue bilang nggak! Gue nggak apa-apain dia! Lepasin!” bentak Sheila

gemas. Semakin ia berusaha melepaskan cengkramannya, Reza semakin kuat

mencengkram.

“Gue nggak mau kasar sama yang namanya cewek, tapi kalo elo dan

teman-teman elo berani mencelakai Mona seperti tadi lagi, gue nggak akan

segan-segan sakitin lo lebih dari ini,” Reza melepaskan cengkramannya

kemudian segera pergi dari tempat itu.

Tangan mungilnya memerah akibat cengkraman Reza yang sangat kuat.

Sheila berteriak kesal, “Reza sialan! Gue nggak takut sama anceman elo!”

Tetapi percuma saja, teriakan itu tidak akan di dengar oleh Reza sebab ia

sudah menghilang dari pandangan.

***

32

Page 33: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Mona terbangun dari tidur pulasnya. Kamarnya terasa sangat sepi. Udara

dingin dari AC menembus kulitnya, membuat Mona ingin merapatkan kembali

selimutnya. Ia mengucek matanya, lalu menatap jam dinding. Jam 15.00. Tidak

terasa ia tidur selama 6 jam lamanya. Pantas saja perutnya kini keroncongan

minta diisi.

Tok.Tok.Tok. Suara pintu kamarnya diketuk. Tiba-tiba Mama menyembul dari

balik pintu. “De, kamu udah bangun? Temenmu datang tuh. Udah nunggu

daritadi,” ujar Mama Titi lembut.

“Eh mama, siapa yang datang?” suara Mona terdengar serak setelah

bangun tidur.

“HOLAAA!!”

Pintu kamar Mona tiba-tiba menjeblak terbuka, membuat Mona menoleh

dan terkejut melihat kedatangan kedua sahabatnya. Matanya melotot dan

mulutnya menganga lebar. “YOLAAA! RAKAA! Kalian datang??” jerit Mona

kaget. Yola membawa mangkok berisi potongan apel didalamnya. Ia

meletakkan mangkok itu diatas meja. Kemudian menghambur dan memeluk

Mona. Sedangkan Raka masih berdiri mematung di depan pintu.

“Raka? Kok diam disitu? Sini masuk... Elo nggak kangen gue,hah?”

“Ngg..Mon, gue boleh masuk nih ke kamar elo? Ntar nyokap elo marah

lagi...” balas Raka ragu.

“Nggak akan! Nyokap gue tahu kok elo kan baik, nggak akan macem-

macem,” sahut Mona girang.

“Iya juga ya, gue nggak nafsu ini..” Raka terkekeh lalu masuk ke dalam

kamar.

“Sialannnn!” Mona memukul pelan perut Raka yang gembul menggunakan

bantalnya.

“Hehe...Gimana luka lo? Masih sakit?” tanya Raka khawatir.

33

Page 34: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Luka sih belom kering banget, Ka. Kaki doang nih, masih sakit. Udah dililit

kayak mumi gini,” Mona mengeluh sambil memperlihatkan kakinya yang dibalut

perban.

“Oh syukur deh kalo lo nggak apa-apa..”

“Nggak pa-pa Mon, ntar elo menjelma jadi zombie kayak di plant vs zombie,

hihi..” sahut Yola cekikikan.

“Aje gile! Ogah gue! Tega lo... Uhh....” ujar Mona sambil memeluk

sahabatnya kembali. Yola membalas pelukannya. Seakan-akan mereka tidak

bertemu selama bertahun-tahun.

Yola melepaskan pelukannya. Kemudian menunjukkan sesuatu kepada

Mona. “Tuh, lihat di meja. Gue bawain apel buat elo. Udah gue potongin, tinggal

elo makan aja.. hihi..”

“Makasih Yola! Unyu abis deh elo hari ini! Eits, bentar. Bukannya tadi pagi

elo bilang mau ketemuan sama secret admire lo itu? Cakep ga?” tanya Mona

penasaran. Ia memasukan potongan apel pertama kedalam mulutnya.

“Secret Admire Mbahmu! Ngeliat mukanya aja gue udah enek abis!” balas

Yola jutek.

“Hahahhaa... Emang siapa cowoknya?”

“Tuh tanya Raka aja! Gue males sebut namanya.. Ntar ketularan..”

Kini Mona memandang Raka. “Siapa sih Ka? Gue penasaran..”

“Titan, Mon...”

“Hah? Titan? Anak 11 IPS-1 itu? Bukannya dia juara kelas ya?” seru Mona

tidak percaya.

“Tapi tampangnya itu loh, Mon. Flat abis. Kacamata tebalnya melebihi kaca

spion motor gue, trus poninya lempar samping gitu. Ngomongnya kayak nge-

rap. Gue nggak suka, tapi dia caper terus sama gue,”

34

Page 35: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Lah terus elo nggak jadi ketemuan?” tanya Mona lagi.

“Yaa enggak lah. Gue awalnya minta Raka temenin gue ngintip dulu siapa

yang lagi duduk di taman. Penampilan dari belakang sih keren, pas dia nengok

ke belakang, eh taunya tuh cowok cupu. Gue langsung narik Raka, terus ngibrit

ke rumah lo!” cerita Yola dengan penuh rasa jengkel. Mona tertawa

mendengarnya.

Mona hampir saja tersedak apel saat mendengar penuturan Yola.

“HAHAHAHAHAHAHA! ASLI, GUE NGAKAK DENGER CERITA ELO YOL!”

Ia bergidik membayangkan muka itu cowok saat melihatnya. “Ih, Mona!

Udah ah, gue nggak mau ceritain tuh anak lagi! Pokoknya blacklist dari

percakapan kita!”

“Iya iya.. Ampun deh Yol...hihiihi,” Mona cekikikan melihat tampang

sahabatnya yang lagi asem.

“Eh Mon, kata Yola elo di tendang Sheila ya?” tanya Raka tiba-tiba.

“Hm.. ya begitu deh,” ujar Mona pelan. “Loh kok bisa?Kejadian bagaimana?”

Raka penasaran.

“Ngg..jadi tuh.....” Mona menceritakan panjang-lebar seluruh kejadian yang

terjadi di lapangan hingga Reza membawanya ke UKS.

***

Raka menggeleng, “Yaampun, Cewek alim kayak Sheila gue rasa nggak

mungkin sampai sejahat itu ke elo..Untung ada Reza yang nolongin.. ”

“Alim kata lo? Gue rasa hal ini udah direncanakkan si Cewek lipgloss dan

kawan-kawannya!” sahut Yola dengan nada keras.

“Tapi Yol, beneran deh. Di depan gue, dia nggak pernah meledek gue kok,”

ujar Raka agar Yola percaya.

35

Page 36: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Itu di depan elo! Tapi di belakangnya? Pasti ada rencana jahat!” bantah Yola

lagi.

Kini giliran Mona yang terdiam. Ia bingung siapa yang benar dan siapa yang

salah dalam kejadian ini. “Sudah, sudah ah! Kok jadi berantem gini? Gue juga

udah nggak apa-apa kok,” relai Mona kepada dua sahabatnya ini.

Ia tidak ingin karena kejadian yang menimpa dirinya tadi, persahabatan

mereka menjadi hancur. Yola memangkukan tangannya memasang muka

cemberut. “Hm, trus siapa yang menjadi dalangnya dibalik semua ini kalo bukan

Angel dan teman-temannya?”

“Mungkin ada hubungannya sama Reza,” ujar Raka polos.

“Maksud elo, Ka? Dalangnya Reza gitu?” Yola melongo mendengar ucapan

Raka.

Raka berdeham dan memandang keduanya serius, “Maksud gue, niat buruk

Angel dan teman-temannya ada hubungannya sama Reza. Gue rasa ada yang

nggak suka Reza deket sama Mona. Nah, makanya mereka berniat mencelakai

Mona.”

“Siapa?! Angel?” teriak Yola tidak percaya. Raka mengangkat bahu tanda

tidak tahu.

Mona hanya bisa terdiam. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang

terjadi. Apakah semua ini berhubungan dengan hubungan Angel dan Reza?

***

Reza tiba di depan rumahnya dengan motor harley-nya. Ia baru saja selesai

latihan bersama anggota Summer Boys. Mereka melakukan persiapan dengan

matang untuk penampilan perdana di acara Pekan Summer High yang

diadakan awal Juni nanti. Ia melirik arlojinya. Pukul 18.05. Sedan putih

terparkir apik di depan rumahnya. “Kok tumben Mama sudah pulang?”

gumamnya.

36

Page 37: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Ia segera memasukan motornya ke dalam garasi rumahnya. Ia memarkirkan

motor tepat disebelah mobil BMW berwarna hitam milik ayahnya. “Apa Pa?

Masuk ICU?” terdengar suara Mama berteriak di ujung telepon. Sepertinya

papa memberi kabar tentang Karen. Reza medekatkan telinganya di pintu

ruang tamu. Berharap ia mendengar sesuatu tentang Karen. “Iya...iya. 12 Mei?

Oke nanti mama akan beritahu Reza..” suaranya melemah. Isak tangis kembali

terdengar dari wanita paru baya ini.

Pikiran Reza kembali berkecamuk. Ia merasakan kejanggalan dari

percakapan Mama barusan. 12 Mei? Apa itu tandanya...... Kepergiannya ke

Amerika menjadi dimajukan lebih awal? Tidak mungkin. Ia belum

mempersiapkan acara perpisahan dengan teman-temannya, Tigor? Roy?

David? Steve? dan...Mona. Reza benar-benar tidak percaya. Ia berdiri

mematung di depan pintu. Ia enggan untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia

belum siap untuk mendengar berita buruk ini. Tanpa ia sadari, mamanya sedari

tadi telah mengetahui kedatangan anaknya dibalik pintu.

Lima

Hari masih pagi. Tetapi, Reza sudah berada di tempat ini sejak satu jam

yang lalu. Ia tidak ikut latihan band bersama anggotanya hari ini dengan alasan

tidak enak badan. Ia membawa papan skateboard sambil duduk termenung di

bawah pohon besar. Ia menekuk kedua lututnya sambil menyandarkan

tubuhnya ke batang pohon. Ia memandang ke arah langit. Matahari belum

menyemburkan sinar di ufuk Timur. Wajahnya masih terselimuti awan tebal dan

gelap.

Lahan hijau di dekat rumahnya memang sudah sangat jarang terlihat di

daerah Jakarta. Minimnya lahan terbuka hijau di Jakarta membuat Reza

merasa sulit untuk beristirahat sejenak dari roda permasalahan yang terus

berputar dalam hidupnya. Gedung-gedung pencakar langit seolah berlomba

membelah langit Jakarta. Belum lagi, asap tebal kendaraan bermotor yang

37

Page 38: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

mengepul dan membumbung memenuhi kota ini. Reza bersyukur masih ada

lahan skatepark di dekat rumahnya untuk bermain skate.

Ia menghirup nafas dalam-dalam, mengisi udara pagi ke dalam rongga

dadanya yang terasa sesak. Ia kembali terngiang ucapan Mamanya semalam.

“Kepergian dimajukan dua minggu lebih awal..”

“Kapan,Ma?” tanya Reza singkat.

“ 12 Mei..”

“Memangnya kenapa,Ma?”

“Kakakmu mengidap penyakit leukemia. Sekarang kankernya sudah stadium 3. Ia

harus segera mendapatkan donor sumsum tulang belakang. Jika terlambat, nyawanya

tidak tertolong, Nak. Sumsum tulang milik Papa tidak cocok dengan kakakmu. Papa

ingin agar kita kesana untuk melakukan tes kecocokan sumsum tulang..”

Jika terlambat, nyawanya tidak dapat tertolong, Nak

Kakakmu mengidap leukemia..

Kalimat itu terus saja melintas dipikirannya. Mengapa hanya Karen yang

dipikirkan oleh Mama? Apakah Mama tidak memikirkan perasaannya? Memang

benar, Karen sedang mengalami sakit keras. Ia membutuhkan gue dan mama.

Tetapi haruskah sampai menetap selamanya? Tinggal di Amerika memang kota

impiannya sejak kecil. Tetapi itu dulu. Sebelum ia masuk Summer High,

sebelum ia mengenal anggota bandnya dan yang terpenting sebelum ia

mengenal Mona.

Bagaimana bisa ia harus meninggalkan Mona untuk selamanya? Tidak

mungkin. Perasaannya kepada Mona kini sudah berbeda. Rasa sayangnnya

dengan Mona telah dipendamnya sejak satu tahun yang lalu. Kebersamaan di

Yogyakarta merupakan awal dimana mereka dipertemukan untuk menjadi

sepasang kakak dan adik.

Ia masih mengingat percakapannya bersama Mona di Yogyakarta setahun

yang lalu, 38

Page 39: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Reza berhenti bentar dong!” teriak Mona sambil menepuk pundak Reza.

“Ada apa sih?” “Itu ada tukang permen gulali..” ujar Mona sambil menunjuk tukang gulali

keliling. Reza pun menghentikan sepedanya di kiri jalan.

“Permen di tas gue banyak, tanggung nih bentar lagi nyampe..”

“Ih beda tau! Ini gulali bukan sembarang gulali. Beda deh sama permen lainnya. Dulu Kak

Reno sering beliin gue setiap pulang sekolah. Mau nyobain nggak?”

“Boleh,boleh..”

“Bang! Pesan dua ya! Bentuk ayam!” Mona tersenyum girang saat abang penjual gulali

memilin gula cair ke tangkai permen.

“Za! Gambar ayam aja ya! Hehehehehe...”

“Hm, ya terserah elo deh..”

“Mon...” “Apa?”

“Ng..Emang kak Reno itu siapa sih?” tanya Reza penasaran. “Dia...kakak cowok gue, Za..”

“Oh, udah kuliah? Apa masih SMA?”

“Udah meninggal....” nada Mona terdengar sangat pelan, hingga sulit terdengar. Tetapi,

Reza mendengarnya. Amat jelas. Ia mampu melihat perubahan di raut wajah Mona.Ia menitikan

air matanya. “So..Sorry Mon, gue nggak bermaksud..”

“Nggak apa-apa Za, udah berlalu ini...” ujar Mona santai sambil mengusap air matanya.

“Ngg... emang udah lama banget ya sampe ngebuat elo sedih begini?”

“Sejak gue umur 5 tahun Za, kena kanker otak. Dia beda sama gue 11 tahun. Makanya gue

sayang banget sama dia Za..” ujar Mona yang sudah memegang gulalinya. “Nih gulali lo..” ia

memberikan gulali milik Reza. “Thanks, hm.. gue tau kok pasti rasanya sedih banget,”

“Gue juga merasa kehilangan banget kakak cowok dalam hidup gue, makanya tadi gue

nangis bentar, haha..” tawa Mona terdengar memaksa, sambil menjilat gulalinya yang terasa

manis.

Mereka berdua terdiam.

“Hm.. boleh nggak gue ngegantiin posisi Reno sebagai kakak di hidup lo?” tanya Reza

memberanikan diri. Mona menoleh. Ia memandang Reza tidak percaya. “Ngg.. Bukan

bermaksud ngegantiin di kartu keluarga elo, tapi seengganya gue bisa menjadi pelindung elo,

yang bisa ngebuat elo selalu tersenyum...” lanjutnya meyakinkan.

39

Page 40: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Boleh.” Reza kaget. Ia sedikit tidak percaya dengan jawaban secepat itu. “Ng...ngg..

Beneran boleh?”

“Iya boleh, Za. Elo boleh kok jadi kakak gue...”

Reza tersenyum. Ia meraih tangan kiri Mona dan menggengamnya erat. Perasaannya begitu

bahagia. Senyumannya begitu lebar dan manis dengan lengsung dikedua pipinya. Semanis

gulalinya hari ini.

Reza tersadar dari lamunannya. Ia meraih ponsel dari saku celananya.

Pukul 6.30. Ia memandangi wallpaper ponselnya bersama Mona. Mona yang

tertawa manis melihat wajah dirinya yang kusut akibat dijambak pelan oleh

cewek chubby ini.

Ia melihat kotak pesan. Tidak ada sms masuk. Ia mematikan ponselnya dan

pergi menuju para skater yang mulai berdatangan.

***

Hari ini hari Minggu. Jalanan di depan rumah Mona masih basah bekas

hujan semalam. Hujan mengguyur daerah Sunter dengan derasnya. Daun-

daun berserakan di jalanan terbawa tiupan angin.

Mona bingung. Buku Fisika masih terbuka lebar di atas meja belajarnya.

Kalkulator, pensil, penghapus, dan kotak pensil ikut tergeletak diatasnya. Ia

sedang belajar untuk mempersiapkan ujian Senin depan. Ia melirik ponselnya.

Tidak ada pesan masuk. Ia mengecek whats app Reza. Last seen, 21.35.

Tumben Reza tidak memberi kabar kepadanya. Ia kembali tidak konsen

belajar. Biasanya di hari libur seperti ini, kotak pesan nya sudah penuh dengan

SMS tidak penting dari Reza. Ia pun memutuskan untuk menelpon Reza.

Ia dengan cekatan mencari nama Reza di daftar kontaknya. Setelah

menekan tombol hijau, ia menunggu jawaban. Nomor yang anda tuju tidak

dapat dihubungi atau berada diluar jangk—

Mona kembali mencoba menelpon Reza. Ternyata jawaban yang sama dari

operator. Nomornya tidak aktif.

40

Page 41: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Mona pun kembali cemas. Tidak biasanya ponsel Reza tidak aktif. Apa

masih rusak akibat kecemplung kolam pekan lalu? Padahal, kemarin ia bilang

kalau ponselnya sudah betul dan dapat kembali dihubungi.

Mona tertegun. Ia segera mengirim SMS kepada Raka.

Raka, elo lagi sibuk nggak? Gue lagi bete berat nih..ketemuan yuk.

Tak lama, datang balasan dari Raka.

From: Raka ( 081321xxx) (May 8, 10:02)

Hei, Mon! Sbb ya, baru pulang dari rmh Saudara. Emang kaki lo udah sembuh? Elo bete kenapa? Ayo aja, mau ke mall Tirsut?

Mona segera membalas sms Raka.

Kaki gue udah gk apa-apa kok. Perbannya udh dibuka. Ttg Reza nih Ka. Mall Tirsut?Boleh, tapi naik apa?

Mona tertegun. Boleh juga nih ke Mall Tirsut. Lagi pula, ia belum pernah ke

mall itu. Belum sampai lima menit, Raka mengirimkan SMS lagi.

From: Raka (081321xxx) (May 8, 10:06)

Oh, oke dh. Gue jg mau cerita. Naik motor, bentar lagi gue jemput elo.

Mona pun girang. Semoga Raka adalah tempat berbagi curhat yang tepat

saat ini.

Sip deh Ka, gue tunggu!

Setengah jam kemudian, Raka nongol di depan rumah Mona dengan motor

bebeknya. Raka menggunakan kaus berkerah berwarna biru bergaris putih dan

celana jeans panjang. Sedangkan dirinya, memakai hanya T-shirt pink

bertuliskan “i love smile” dan celana jeans tiga per empat. Raka pun memaju

motornya ke tempat tujuan mereka.

***

41

Page 42: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Pukul 11.00. Mereka telah sampai di Mall Tirsut. Tirta Sutra. Tergolong Mall

elit di kota Jakarta. Sekarang, mereka berada di Food Hall Tirsut. Mereka

memesan menu yang sama, yaitu rice Combo Box.

“Jadi, dia nggak hubungi elo?” kata Raka sambil menyantap combo box

miliknya. Ia memesan rice combo box rasa Chicken Black Pepper. Sedangkan

Mona, memesan rasa original.

“Sejak gue jatoh di lapangan, dia udah nggak nelpon gue. Tanya kabar aja

nggak, Ka. Gue bingung. Apa dia lupa sama gue ya?” ia memangku tangan

kirinya ke dagu, sedangkan tangan kanan memegang sendok, menyuapi nasi

ke dalam mulutnya.

“Hm, nggak mungkin lah, Mon. Mungkin, dia tipe orang yang nggak ngecek

HP setiap saat. Elo udah nyoba chat dia?” tanya Raka lagi. Ia meraih air

mineral di sampingnya dan meneguknya perlahan.

“Belom, Ka. Hm, gue gengsi. Ntar malah ortunya yang baca. Kayak waktu

itu, gue sms dia, eh papanya yang jawab. Ntar gue kena semprot, ogah ah!”

Mona takut. Ia takut kehilangan Reza.

“Aje gile, elo sms-an sama om-om girang?” “Gitu deh..”

“Hm, kalo boleh tahu, emang elo suka sama dia sejak kapan?” tanya Raka

penuh hati-hati.

Mona terdiam. Ia kembali mengulang masa-masa bersama Reza. “Sejak

kelas satu, saat kelas kita mengadakan kegiatan sosial di Yogjakarta. Ingat

kan? Waktu itu saat pertama dia bilang ke gue, kalau dia mau jadi kakak gue.

Dia mau menjadi pengganti Kak Reno. Dia mau melindungi gue, dia mau

membuat gue selalu tersenyum. Sampai sekarang, gue masih kakak-adik-an

sama dia, Ka..”

“Jadi elo berdua kakak-beradik?” Raka melongo. Ia baru menyadari bahwa

hubungan Mona dan Reza sudah sejauh ini.

42

Page 43: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Iya Ka, dia bilang mau jagain gue, mau melindungi gue, tapi kenapa

sekarang ini cueknya nggak ketulungan....” ujar Mona kesal. Ia menyeruput

pepsi nya lalu kembali termenung.

“Hm, Mon. Gini deh, gue juga sekarang sedang merasakan namanya

kegalauan karena cinta gue ke Vanya bertepuk sebelah tangan. Saat gue sadar

dia suka sama cowok lain, hati gue sakit. Tapi gue nggak punya andil untuk

ngelarang dia. Padahal dulu dia sama gue temen nge-pump bareng,”

“Setelah kemarin gue melihat adik gue main sama temennya, gue punya

ilustrasi tentang mencintai seseorang. Cinta itu Ibarat permainan ulang tangga,

ada yang namanya titik balik. Saat lo menyentuh tangga, nggak selamanya lo

naik terus. Ada saatnya lo menyentuh ular dan harus turun kebawah. Akhir-

akhirnya juga ke start lagi. Elo juga harus ingat, ada saingan yang berada di

belakang lo. Jadi, elo harus cepet-cepetan sampai kotak finish. Tapi ingat,

jangan curang. Ikutin aturan permainan, dan elo akan menjadi pemenangnya,

hehehehe..” ujar Raka cengegesan. “Jadi elo nggak usah sedih. Nanti juga dia

balik lagi seperti Reza yang lo kenal..” lanjutnya lagi.

Mona menerka-nerka ucapan Raka. Raka memang benar, ada yang

namanya titik balik. Tidak selamanya kita merasakan kebahagiaan, ada pula di

satu titik, kita merasakan kesedihan. Mona pun menggangguk, tanda mengerti.

“Thanks banget, Ka! Elo udah menyadarkan gue...” ujar Mona sambil

tersenyum.

“Oh ya, satu lagi Mon! Mencintai seseorang itu ibarat ular tangga. Elo emang

ingin jadi pemenang, tapi kembali lagi semuanya ditentukan oleh kocokan dadu

lo. Sama juga dengan cinta. Semua ditentukan oleh takdir Tuhan mengenai

jodoh elo kedepannya..”

“Mau main nggak?” ajak Raka tiba-tiba.

“Main? Main ular tangga? Emang elo bawa?”

Raka membuka tas ranselnya yang besar. Ia mengeluarkan sebuah papan

peraga berbentuk persegi berukuran 10x10 kotak. Selain itu, ia mengeluarkan

43

Page 44: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

kotak yang berisi perlengkapan untuk bermain. Ada satu buah dadu, sebuah

sloki, dan beberapa pion dengan beraneka warna. Mona hanya bisa melongo

melihat apa yang dikeluarkan Raka. Permainan ini kembali mengingatkannya

saat masih duduk di bangku SD.

“I..ini, punya siapa, Ka?” tanya Mona heran. Ia memandangi Raka yang

sudah selesai mengeluarkan seluruh perlengkapan dari dalam tasnya.

“Abis gue colong punya adik gue, Hahhahahaha....”

“Ajip! Tega lo! Ntar kalo adik lo nangis gimana?”

“Nggak lah, nggak bakal. Udah gue beliin sekotak es krim, pasti dia

mingkem,” lanjutnya.

“Trus... elo bawa mainan ini buat apaan?” tanya Mona polos.

“Buat nepokin nyamuk... Ya buat dimainin lah...” balas Raka, lalu

menyiapkan papan dan sloki yang sudah diisi dadu.

Mona manyun. Raka tertawa.

“Hahahaha..... gue tahu pasti lo lagi sedih. Jadi daripada bosen, mending

bawa mainan adik gue aja, biar elo senyum lagi..”

“Yaampun, lo mengerti gue banget sih! Kebetulan udah lama banget gue

nggak main ular tangga,” ujar Mona, senang karena Raka memperhatikan

dirinya. Raka memang sahabat terbaik yang pernah ia kenal.

Raka menyiapkan papan peraga, dan meletakkan sebuah sloki yang telah

diisi dadu disamping papan. Ia memilih pion berwarna biru, sedangkan Mona

memilih pion berwarna merah. “Silahkan, cewek kocok duluan!” Raka

menyerahkan sloki kepada Mona.

“Yuk mari cok..kocok...kocok..kocok...” Mona mengocok dadu, “Yey 6!

Satu..dua...tiga..empat..lima..en— Yey tangga! 17!” ujar Mona girang saat

pionnya menyentuh tangga.

44

Page 45: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Raka senang melihat wajah Mona yang tertawa riang saat bermain ular

tangga. Memang benar kata adiknya, Fey. Permainan ular tangga mampu

membuat orang tersenyum bahagia. Ia memang sengaja membawa mainan

adiknya untuk menghibur Mona. Syukurlah, sekarang ia bisa melihat Mona

kembali tersenyum.

***

Hari ini Reza capek banget! Ia baru tiba di rumahnya pukul 6 petang hari.

Hari ini ia kembali menemui para skater lainnnya di daerah Jakarta Utara.

Gerakan kickflip dari John sangat memukau. Kalau dirinya sih, lancar gerakan

ollie saja, puji syukur! Satu lagi, gerakan nosegrind dari Bram, benar-benar

mulus! Ya, hitung-hitung menambah skill nya dalam bermain skate. Terlebih

lagi, bisa bertemu para skater yang ‘ahli’ dalam bidangnya.

Ia merebahkan tubuhnya sejenak ke atas kasur. Badannya terasa sangat

pegal hari ini. Ia berusaha membalikkan badan. Terdengar suara tulang-tulang

yang saling beradu, menghasilkan suara “Krek”. Ia merogoh ponselnya dari

saku celana. Oh iya, ponselnya mati sejak kemarin! Bagaimana jika Mona

menghubunginya? Bisa ngambek lagi nih! Benar saja, Setelah ia menyalakan

ponselnya, ia menerima 2 miss call. Ia membaca nama penelpon di layar

ponselnya. Mona. Ia segera mengirim SMS kepada adiknya. Khawatir juga

dengan keadaan kakinya.

Hai cewek chubby! Sorry, hp nya aku matiin dari kemarin. Gimana keadaan kakimu?

Reza memegangi ponselnya sambil berharap mendapat balasan dari

adiknya. Ia mengacak pelan rambutnya yang lepek, dibasahi keringat. Ia

tersadar bahwa pakaiannya basah dan kotor karena keringat. Sembari

menunggu balasan dari Mona, ia pun bergegas ke kamar mandi.

***

“Makasih ya, Ka. Udah ngajak gue ke Mall Tirsut hari ini! Gila gue puas

banget seharian main ular tangga punya adik elo! Bilangin makasih buat dia!”

ujar Mona sumringah. Mereka tiba di depan rumah Mona.

45

Page 46: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Ia baru saja turun dari motor bebek milik Raka. Mereka seharian berkeliling

ke Mall Tirsut yang baru buka sebulan yang lalu. Pengunjung yang datang rata-

rata adalah ibu-ibu sosialita, kira-kira berusia 30-an. Itu loh, yang kemana-mana

menjinjing tas branded, tau deh asli atau KW! Lalu, mereka juga sering

menggunakan perhiasan mahal, mulai dari cincin, gelang, kalung, anting,

hingga pita rambut pun terkadang ikut berkilauan. Oh ya, Mereka juga selalu

menjinjing gadget, mulai dari yang paling tipis sampai yang sebesar gaban!

(Gaban itu menceritakan tentang bumi yang diserang oleh Don Horror. Hm,

katanya sih dia yang diutus seorang space cop cabin, untuk melindungi bumi

dari serangan Don Horror dan anak buahnya). Trus, ada pula para couple yang

saling bergandengan tangan. Huft! Makin membuat hati Mona gondok saja!

“Hahaha... iya Mon, sama-sama. Oke deh, ntar gue sampein ke adik gue.

Sekalian lah, refreshing dari kepenatan tugas yang numpuknya udah kayak

sampah di TPA,” ujar Raka garing. “Sana masuk gih! Ntar keburu hujan lagi,”

lanjutnya.

“Haelah elo. Oh ya, jangan lupa belajar buat Fisika! Jangan sampai

remedial!” seru Mona mengingatkan dibalik gerbang pintu rumahnya.

“Hah? Emang Fisika ada apaan?” tanya Raka bingung.

“Loh, elo lupa? Bu Yuli kan bilang kalau ulangan Fisika nya untuk kelas IPA 1

sampai 3, bareng-bareng, besok!”

Raka menelan ludah. Ia memutar otak, berharap ada yang dia ingat dari

kata-kata Bu Yuli. Nihil, ia benar-benar tidak ingat kalau besok ada ulangan

Fisika. “Ja..Jadi besok ulangan, Mon? Lo yakin?” tanya Raka lagi. Ia benar-

benar terlihat mati kutu. Mukanya pucat seperti sedang nahan kentut.

“Beneran lah, masa gue lupa?” ujar Mona sewot.

Mata Raka kini melotot. Ia terdiam diantara suara jangkrik yang bersahutan.

“MAMPUS GUE! GUE PULANG DULU YA MON! BYE!” teriak Raka sambil

mengegas motor dengan kencang. Sebelum Mona membalas salamnya, Raka

sudah menghilang dibalik jalan yang basah bekas hujan.

46

Page 47: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Mona nyengir. “Raka...Raka..ada ada aja, kemudian masuk ke dalam

rumahnya.

***

From: Reza (089908xxx) (May 8, 18:17)

Hai cewek chubby! Sorry, hp nya aku matiin dari kemarin. Gimana keadaan kakimu?

Mona senyam-senyum sendirian di kamarnya. Ia menerima SMS dari Reza.

Cewek chubby? Julukan baru apa itu? Seingatnya, saat Reza menelponnya

lusa kemarin, juga menggunakan kata chubby. Emang segemuk apa sih pipinya

itu? Ia pun segera menggerakan jari-jarinya dengan lincah membalas SMS

Reza. Hm, pura-pura ngambek ah!

Udah baikan kok. Perbannya udah dilepas ><.Oh jadi sengaja hpnya dimatiin, Emg darimana aja sih? Abis jln sama cewek ya? Ngaku!

Ting-tung! Cepat banget balasnya.

From: Reza (089908xxx) (May 8, 18:25)

Huh, jd ngambek lg nih? Iya abis pacaran nih. Sama skate-ku. Hahahaha :p Hm, ngmng2 bsk kamu sibuk nggak?

Sibuk? Emang mau ngapain nih anak? Hm...

Iya NGAMBEK! Nggak tuh,Za. Ada apa emgnya?

Jeda beberapa menit. Kemana sih nih anak? Huh. Ting-tung. Eh dibales,

From: Reza (089908xxx) (May 8, 18:40)

Sehabis plg sklh, Aku mau ngajak km ke sesuatu tempat. Pokoknya buat kamu gk ngambek lg, hehehe..

Ke suatu tempat? Jangan-jangan kuburan...

Mau kemana sih? Jgn2 kmu mau ngajak aku ke kuburan.. -.-

Ting-tung!

From: Reza (089908xxx) (May 8, 18:44)

47

Page 48: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Enak aja! -_- Pokoknya tmpt yg memukau. Oke, aku mw tidur dlu,capek bgt. c u tomorrow Mona! Love you! <3

Mona tersenyum. “Love you too,Za,” gumam Mona pelan sambil memeluk

gulingnya erat.

***

Reza meletakkan ponselnya di atas meja, di samping ranjangnya. Ia

merebahkan tubuh di ranjang, dan kembali memandang langit-langit kamarnya.

Ia berusaha menerima kenyataan ini. Reza menghela nafas panjang, “Hhh,

demi Karen, Za.. Ya, demi Karen dan keluarga lo,”

Semoga saja, besok adalah waktu yang tepat baginya untuk menceritakan

semuanya kepada Mona. Ya, mengenai kepergiannya ke Amerika. Berarti,

tersisa empat hari waktunya bersama dengan Mona, peri kecilnya. Reza pun

memejamkan mata dan terlelap dalam tidurnya.

Some people want it allBut I don't want nothing at allIf it ain't you babyIf I ain't got you baby

(Alicia Keys- If i ain’t got you)

Enam

H-3 kepergian Reza...

Siang ini, matahari bersinar terik di SMA Summer High. Saking teriknya,

anak-anak pada kipas-kipas tuh! Khususnya, 3 serangkai yang lagi mangkal di

kantin sekolah sambil menyeruput teh botol yang dipesannya. “Slurrph,ahh. Aje

gile! Panas bener hari ini!” seru Yola sambil mengipas-ngipas tubuhnya dengan

kertas ulangan, kertas ulangan Matematika. Hari ini kelas Mona dan Yola

dibagikan hasil ulangan Matematika. Mona mendapat nilai 85, sedangkan Yola

mendapat nilai 81. Ya lumayan lah, tapi menurutnya masih nggak maksimal.

48

Page 49: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Iyalah, apalagi abis ngerjain Fisika...” goda Mona kepada Yola. Yola

mengangguk. Raka menoleh. “Elo mah bisa cepek lagi, Mon! Lah gue? nomer

1-5 gue kosongin, ” balas Raka lemas. “Trus elo isi nomer berapa?” tanya Mona

dan Yola barengan. “Nomer 6 sama 7 doang, hehehheehhe...” jawab Raka

cengegesan. Mona melongo. Yola berdecak.

“Ckck, Emang elo nggak belajar?” tanya Yola rada senewen. Ia merasa

nggak tega aja kalau nilai sahabatnya sampai jelek, Bu Yuli kan terkenal pelit

kasih nilai. Apalagi, kalau nantinya nggak lulus! Kan bisa berabe urusannya.

“Kaga, lupa tuh. Gue aja baru inget pas kemarin dikasih tau Mona,” Raka

melirik Mona sambil nyengir. Mona diam saja.

“Terus, nggak belajar juga?” sahut Yola. “Nggak. Ketiduran gue Yol, ampun!”

“Ihh! Raka,Raka! Mon, lihat tuh, tingkah temen lo!” seru Yola sambil menjitak

pelan kepala Raka, lalu menoleh kearah Mona. Orang yang dimaksud

sepertinya nggak dengerin, malah asik senyam-senyum sendiri. “Mon..Mon!

Yee, nih anak malah senyam-senyum sendiri, kesambet badut ancol ya lo!”

seru Yola jengkel. Ia menepok pundak Mona. PLETAK! Mona terlonjak kaget,

bola matanya sampai mau keluar kayak gitu. “IHHH YOLA! Apaan sih?!

Ngagetin gue aja!” bentak Mona kesal.

“Lagian sih elo, gue panggilin nggak nengok, malah senyam-senyum. Ada

apaan sih?” tanya Yola penasaran. “Ngg...nggg....”

“Ang-ng-ang-ng, lagi ngeden ya lo?Apaan sih?”

“Reza ngajak gue jalan hari ini..” “WHAA—“ Mona segera membekap mulut

Yola yang mau teriak kayak tarzan lepas. Daripada ntar ketahuan orang lain,

males banget deh!

“Ssssst! Ga usah teriak juga!” “BUWAAH! Apa? Jalan kemana? Hah?Hah?!

Kok gue nggak diajak?” Yola nyerocos kayak petasan. Raka mingkem.

“Nggak tau gue! Katanya sih mau ke tempat yang memukkkhaauu...” Mona

menekankan kata “khhau” hingga menghasilkan semburan halus ke arah Yola.

49

Page 50: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“BANJIR NENG!” sambil mengelap pipinya. “Hehehhe.. sorry,baby!” Mona

cengir kuda. Lesung pipinya tampak di kedua pipinya. Raka menyambar. “Yang

benar, Mon? Wah...senangnya...” Raka tersenyum. “Iya benar,Ka..” ujar Mona,

ikut-ikutan senyum. “Wah..wah. Jangan-jangan Reza mau nembak elo nih...

cieciecie..” goda Yola sambil mencolek hidung Mona. Mona menepisnya. “Ihh,

apaan sih, nembak pake apaan?”

“Pistol air punya adik gue..” sahut Raka. BUAHHAHAHAHAHAHHAA. Yola

dan Raka ngakak. Mona mingkem. “Have fun deh elo, Mon!” seru Yola, lalu

melanjutkan tawanya.

***

Reza keluar dari kantor guru. Hari ini, ia mengikuti ujian duluan. Sebenarnya,

aturan di sekolahnya tidak mengizinkan murid untuk mengikuti ujian terlebih

dahulu sebelum jadwal yang sudah ditentukan. Kecuali keadaan mendesak. Ini

sih bukan urgent lagi, tapi super duper urgent! Ujian Matematika kali ini sulit

banget. Entah deh bagaimana nasib nilainya, lihat saja hasilnya nanti. Masih

ada 3 hari tersisa untuk menyelesaikan ujian. Ia celingak–celiguk mencari

cewek yang ditunggu. Tumben nggak kelihatan, kemana sih?

***

Reza Pratama (08:41)

Ngel, elo dmn? Gue tunggu di taman belakang skrg. ASAP!

“What?! Reza ngajak ketemuan?” teriak Angel kaget. Tumben Reza ngajak

ketemuan. Mau ngapain dia? “Wah,wah... dia mau nyatain perasaannya ke elo

kali, Ngel,” sahut Ardel girang. “Udah bosen kali sama si cewek manja,” samber

Sheila. HAHAHAHAHHA. Ardel, Sheila, Paula, dan Niken ngakak. Tapi Angel

tetap diam. Kok, tiba-tiba perasaannya nggak enak? “Udah Ngel temuin aja si

Reza sekarang, daripada ntar si manja nyosor duluan!” seru Niken tajam. Paula

ikutan memberi syarat ke arah pintu ruangan dance. Angel mengangguk. Ia

menuju pintu keluar, menemui Reza.

50

Page 51: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

***

Reza sudah duduk di bangku taman. Ia memandangi sekitarnya, belum

muncul juga. Ia memandang ke arah langit. Langit yang tadi tampak biru dan

cerah disertai panas matahari yang menyengat, kini kembali hilang ditelan

gumpalan awan gelap. Mendung. Ia merasa, langit mengetahui suasana

hatinya sekarang. Tak berapa lama, Angel pun datang dari kejauhan. Ia masih

mengenakan kaos ungu motif garis berlengan pendek dan celana ungu pendek.

Sepertinya, baru selesai latihan.

“Hei, Za! Udah lama nunggunya?” sapa Angel tiba-tiba. “Hei, Ngel! Belom

kok, sini duduk..” Reza menggeser duduknya. Angel duduk di sampingnya.

“Ada apa Za? Tumben ngajak gue kesini,” tanya Angel tanpa basa-basi. Ia

tidak mau berlama-lama dengan Reza. Ia takut semakin sulit melupakan sosok

Reza dalam pikirannya.

“Hm, gue cuma mau tanya sesuatu, sama jawab pertanyaan elo dua minggu

yang lalu,” ungkap Reza pelan. “Pertanyaan?” “Hm, iya. Tentang perasaan gue

ke elo sejak belasan tahun yang lalu itu. Gue....” Angel menatapnya. “Gue mau

minta maaf dulu sebelumnya. Tapi gue harus mengungkapkan semua ini

sebelum terlambat,”

Terlambat? Apa maksud Reza?

“Gue nggak mungkin maksain perasaan gue ke elo, Ngel. Memang sih, kita

udah kenal lama. Kita udah temenan sejak umur 5 tahun. Malah, pake acara

dijodohin segala lagi sama ortu kita. Dulu, gue udah nganggap elo itu teman

main gue, korban jahilan gue, teman sepedaan bareng, bahkan gue berharap

bisa jadi pacar elo saat udah besar nanti. Karena bagi gue, elo itu cantik dan

pintar pula. Tapi kalo sekarang...” Reza menatap kosong ke arah tanaman

bunga anggrek yang baru mekar. “Sekarang kenapa Za?” tanya Angel

penasaran. “Ada orang lain yang mengisi kekosongan hati gue, Ngel.”

DEG!

51

Page 52: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Kalimat itu seakan menghantam dirinya, bahkan sakitnya melebihi ketimpa

ribuan tumpukan semen. “Orangnya itu...” lanjutnya.

“Mona?” tebakan Angel tepat pada sasaran. Reza menatap Angel, lalu

mengangguk. Angel terdiam. Ia menundukan kepalanya. Hatinya benar-benar

terluka. Benar dugaannya selama ini. Reza lebih mencintai dengan cewek

manja itu. Angel sadar, ia tidak mungkin bisa menggantikan Mona di hati Reza

sampai kapanpun itu.

Angel menghela nafas keras-keras, lalu kembali mendongakan kepalanya. Ia

tersenyum hambar kepada Reza. “Gue udah tau kok, Za. Good luck deh,

semoga elo bahagia dengan Mona,” Reza mengangguk. “Oh ya, gue pengen

tanya tentang insiden jatohnya Mona jumat lalu. Itu kerjaan elo dan temen-

temen elo kan buat mencelakai Mona? Bukan nuduh sih. Tapi, gue nggak mau

karena masalah ini, Mona kena korbannya. Gue nggak mau melihat dia

disakitin orang lain, karena gue mungkin nggak bisa melihat dia lagi,”

“Emang elo mau pergi? “ tanya Angel penasaran.

“Iya, Ngel. Gue mau ke Amerika.” “Hah?! Bercanda elo kelewatan,Za!”

sentak Angel kanget. Mana mungkin Reza pergi jauh? Ke Amerika pula. Tapi,

karena apa?

“Iya, Ngel, gue pergi hari Kamis ini. Makanya hari ini sampai Rabu, gue ikut

ujian duluan,”

“Emang ada apa sih?” tanya Angel lagi. “Kakak gue sakit keras, Ngel.”

Suasana tiba-tiba sunyi. Angel membuka telinganya lebar-lebar. “Aa..Apa?

Kakak elo...Si Karen?” “Iya, kena leukemia..” balas Reza lesu. “T..trus elo

pindah selamanya kesana?” tanya Angel terbata-bata. “Kalo masalah itu belum

tau juga gue. Semua keputusan ada di Papa juga, Ngel,”

Walaupun Reza tidak menyukainya, bahkan tidak menyimpan sedikitpun

perasaan terhadap dirinya, jauh dilubuk hatinya ia merasa sulit untuk

melepaskan Reza. Tidak mungkin baginya untuk meninggalkan sosok sahabat

kecilnya untuk pergi jauh, bahkan tidak kembali lagi. “Gue mohon ke elo, Ngel.

52

Page 53: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Jangan sakitin Mona lagi, jangan ganggu dia lagi. Gue berharap elo dan

temen-temen elo bisa ngerti,” nada Reza terdengar memohon. Angel terdiam.

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Hatinya benar-benar rapuh saat ini.

***

Mona cengar-cengir keluar dari ruangan guru. Ia baru saja memperoleh point

plus dari Pak Agung, guru Ekskul KIR, karena kelompoknya berhasil

menyelesaikan proyek mobil listriknya dengan baik. Mona yang ditunjuk

sebagai ketua kelompok, mendapatkan point plus-plus dari Pak Hercules, eh

Pak Agung. (Kalau Agung Hercules, kemana-mana selalu membawa barbel,

kalau Pak Agung Widyato kemana-mana selalu membawa map tuh, hihi )

Tenenotet..tenet..nonet...

Ponsel Mona berbunyi. “Halo?”

“Heh chubby! Kamu dimana? Aku tunggu di depan gerbang ya, 1 menit

sekarang! Lari ya!”

“Ihh, Reza! Bentar kek, dimana tadi? Depan Gerbang? Mana mungkin 1

menit!” “Udaaah! Pokoknya lari,kalau telat tak tinggal! Bye cantik!” tut-tut-tut...

”Uhh,Reza! Kebiasaan deh, langsung matiin aja kalo lagi nelpon!” Mona

menggerutu menuju gerbang.

***

Mona berlarian menghampiri motor Reza. Ia mengenakan sweater tipisnya ,

dengan motif bergaris warna pink, kuning, putih. Ada hiasan pita mungil disetiap

kancingnya. Sudah kayak lollipop aja. Ia terengah-engah sambil memegangi

lututnya.

“Nah gitu,kek! Duile, ditekuk aja nih mukanya....” goda Reza yang melihat

muka Mona yang dilipat-lipat kayak kasur lipat.

Mona menarik nafas kuat-kuat. “RE..REZA! CA..CAPEK TAU!”

53

Page 54: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Hehe, maap. Nih minum dulu, menambah ion plus-plus,” ujar Reza sambil

memberikan botol Pocari kepada Mona. Mona meraih botol itu dari tangan

Reza, lalu meminumnya. GLEKGLEKGLEKGLEK. Sampai habis. “De..de.

Kamu haus apa haus sih? Minum aja ngalahin onta begitu,” “Huaaah!” Mona

mengelap bibirnya yang basah dengan punggung tangan. “Lagian disuruh

semenit kesini, yaudah aku lari,” ujar Mona polos. Reza terkekeh.

“Udah naik, nih pakai helmnya,biar aman.” suruh Reza kepada Mona. Mona

memakai helmnya dan naik ke motor Harley Reza.

Reza pun memacu motornya menuju tempat tujuan.

***

Reza mengajak Mona berkeliling tempat biasa dia nongkrong. Reza bilang,

dia mau nraktir Mona sepuasnya hari ini. Mona diminta untuk membuat wish list

untuk Reza. Semoga aja bisa membuat Mona kembali ceria. Mau tahu, apa

saja wist list nya Mona?

Mona’s Wish list for Reza! :3

1. Makan chocolate lavacake bareng Reza , coklatnya yang banyak! :p

2. Jalan-jalan ke Flavablast , nonton musik jazz bareng

3. Beli permen gulali. kalau ngk ada, lollipop jg gpp

4. Diajak ke skatepark, melihat Reza main skate. Hayo! katanya punya pacar baru ya?

5. Jadi p

Reza hanya bisa memenuhi permintaan Mona nomor 1 dan 4 saja. Sesudah

tekor mentraktir adiknya Chocolate Lava cake. Awalnya hanya satu piring, tapi

Mona merengek minta 2 piring lagi. Reza langsung garuk-garuk kepala. Heran,

cewek mungil kayak Mona bisa makan cake hingga 3 piring. Pantesan chubby!

“Kamu laper, apa rakus sih,Mon?” tanya Reza setelah membayar bill nya. Ia

hanya memesan air mineral, sedangkan Mona memesan 3 piring Chocolate

Lava Cake dan segelas jumbo jus Alpukat yang katanya super duper lezat.

54

Page 55: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Enak tau, Kak! Apalagi lelehan coklatnya, hmm....Yummy! Lagian tadi

disuruh nyobain nggak mau,” bantah Mona. Reza geleng-geleng kepala. “Aku

udah keburu kenyang lihat kamu makan kayak tadi,” Mona cengengesan.

“Makasih yang Reza..... Aku kenyang banget!”

***

Dari Island Creamery, mereka menuju Skatepark di daerah Jakarta Utara,

tempat Reza berkumpul dengan para skater lainnya. Mona dikenalkan oleh

teman-teman Reza, yang bernama Bram dan John. Mereka ternyata orangnya

asik dan ramah. Beda banget sama penampilannya yang kayak preman. Benar

ya kata pepatah, “Don’t judge a people from the cover.”

Ternyata menyaksikan pertandingan skate secara langsung lebih seru dan

menegangkan daripada menyaksikan lewat televisi. Mata Mona tidak berkedip

melihat aksi John yang benar-benar hebat melakukan Airwalk Grab. Ia benar-

benar seperti melayang di udara.

“Ckckckck...” Mona berdecak kagum sambil memberikan tepuk tangan

meriah untuk John. Kini, giliran Reza melakukan aksi Kick Flip. Mona melongo.

Reza kembali mendarat mulus ke aspal. Ternyata Reza tidak kalah jago dari

John dan Bram. Ternyata selain basket, Reza juga mahir dalam permainan

skate ya..

***

“Kakak emang TOP mar-ko-top deh!” teriak Mona sambil mengacungkan

kedua jempolnya. “Hahahaha... bisa aja kamu!” sahut Reza sambil mengusap

pelan rambut Mona. Mereka bergandengan tangan mengelilingi Taman Kota.

Taman ini yang dikunjungi Reza, Sabtu lalu.

Sore ini, matahari tidak terlalu terik. Pengunjung taman juga tidak begitu

ramai. Jadi pas lah waktunya untuk berduaan. Hehehe. “Duduk yuk!” Reza

mengajak Mona menuju salah satu bangku taman. Jalanan yang mereka lalui

telah rimbun oleh daun-daun yang berguguran. Kuncup bunga yang

bermekaran menambah keindahan taman ini.

55

Page 56: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Dibawah pohon rindang, mereka berdua duduk di sebuah bangku kayu

panjang. Angin sepoi-sepoi, mengibaskan rambut Mona yang halus dan tipis.

Terlihat pengunjung lain sedang bercengkramah di bangku lainnya.

“Seneng nggak kamu hari ini?” tanya Reza tiba-tiba. “Pastinya, apalagi abis

ngerampok duit kamu! Hahahhahahaha..” tawa Mona riang. “Yeee! Gantian

traktir aku dong!” balas Reza tidak mau kalah. “Yaudah deh, minggu depan aku

gantian traktir kamu!” Reza terdiam. Mana mungkin bisa, kamis ini ia akan pergi

meninggalkan peri kecilnya ini. “Kok diam, Za?Aku salah ngomong ya?” Mona

menyesal membuat kakaknya menjadi sedih. “Ngg.. nggak kok. Kamu nggak

salah,” ia tersenyum memandang mata Mona. “Kok, ngeliatin aku kayak gitu,

sih?” tanya Mona risih. Jantungku berdebar jika dilihatin kayak gitu!

“Hm, Mon..Kamu tahu nggak kenapa aku bisa deket sama Angel?”

DEG. Mona terdiam. Pertanyaan yang tidak pernah ia harapkan terlontar dari

mulut Reza. “Karena, aku sama dia dulu teman kecil. Teman main bareng,

bercanda bareng, dan aku pernah jahilin dia sampai dia kecemplung ke

sungai,” Mona makin sewot saat Reza menceritakan kenangannya bersama

Angel. Huh! Puji-puji dia aja terus!

“Tapi kenyataaanya, hubungan aku dan dia nggak bisa lebih dari sekedar

teman. Mungkin, selama ini kamu melihat aku dan Angel dekat seperti orang

pacaran, tapi sebenarnya nggak sama sekali, Mon,” tutur Reza.

“Kamu tahu kenapa?” lanjutnya. Mona menggeleng. “Karena ada orang lain

yang udah duluan mengisi hati aku,”

DEG. Jantungnya berdegup kencang lagi. Mona terdiam kaku. Tapi, akhirnya

ia memutuskan untuk bertanya, “Si..Siapa?” “Orang yang menjadi lawan

bicaraku saat ini,” kata Reza pelan. Mona terbelalak kaget. Mulutnya menganga

lebar. Reza memandangnya lagi. “Maksudmu.. aku?”

“Iya, kamu. Mona Renata. Cewek yang berhasil memenuhi hati aku, sampai-

sampai orang lain nggak bisa menyelip diantaranya,” lanjut Reza. “Se..Sejak

kapan?” lidah Mona kelu. Sulit rasanya mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.

56

Page 57: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

“Sejak kita dekat setahun yang lalu, ingat? Saat aku boncengin kamu di

Jogja, saat kita beli gulali bareng, sejak aku menawarkan diri sebagai kakakmu,

kamu ingat? sejak itulah aku sudah mencintai kamu,Mon,” jelas Reza.

Sama Kak, sama. Aku juga telah memendamnya sejak setahun yang lalu..

“K..k..kamu nggak sedang bercanda kan?” “Nggak lah, Mon. Aku sungguh-

sungguh menyayangi kamu. Aku selalu berusaha untuk melindungi kamu dari

teman-teman yang mau menjatuhkan kamu. Walaupun, nantinya aku berada

jauh dari kamu. Tapi kamu tenang aja, aku pastikan Angel dan gengnya tidak

akan mengganggumu lagi,”

“Emang Reza mau kemana?” nadanya sedikit merengek. Matanya seperti

ingin menangis. Membuat Reza semakin sulit untuk melepaskannya.

“Aku mau pergi jauh,De...” ujarnya sedikit berbisik. “Pe..pergi jauh?”

“Iya, ke Amerika. Kakakku sakit keras, Mon. Dan papa menyuruhku dan

mama untuk pergi kesana menyusul mereka, Kamis ini,” Hening. Kamis?

Tinggal 3 hari tersisa waktunya bersama Reza. Berarti kejadian selama

seminggu ini, merupakan tanda bahwa Reza ingin pergi meningggalkannya?

Tega. Tanpa diperintahkan, air mata telah mengalir deras di pipi Mona.

“T..t..Tapi... Sampai kapan?” Mona terisak. Reza memeluk Mona hangat. “Aku

nggak tahu,Mon. Tadinya aku juga nggak mau pergi. Tapi melihat mama

menangis, aku jadi nggak tega,” nadanya pelan, bahkan sangat pelan hingga

sulit terdengar.

“Trus kamu mau ninggalin aku sendirian?” Reza mengelus pelan rambut

Mona. “Mona.. nggak ada yang ninggalin kamu kok. Kamu nggak akan

kehilangan aku. Walaupun jarak memisahkan kita, aku pastikan kamu tidak

akan sendirian. Karena ada aku, yang selalu tinggal di hati kamu,” ucap Reza

tulus. “Begitupun aku Za..” Reza menatap wajah Mona heran. “Aku juga selalu

tinggal di hati kamu, Za..” Reza tersenyum. Mona menyenderkan kepalanya di

bahu Reza. Hatinya meronta. Menolak untuk mengakhiri semua ini. Ia

memejamkan mata, lalu terlelap dalam kesunyian taman ini.

57

Page 58: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Tujuh

Sebulan sejak kepergian Reza...

Mona berjalan cepat menuju ruang yayasan. Ia ingin mengumpulkan

proposal pengajuan dana untuk pergi ke ITB. Jadi, hasil mobil listrik buatannya

bersama kelompok terpilih untuk mendapatkan kesempatan mempresentasikan

karyanya di depan para dosen dan mahasiswa lainnya. Dapat terbayang kan

bagaimana perasaan Mona saat ini? Sangat girang. Ya, walaupun sudah tidak

ada Reza disampingnya. Reza sudah pergi, biarlah dia memperoleh

kebahagiaan dan kehidupan yang lebih baik disana.

Sebulan merupakan waktu yang tidak cukup untuk Mona memulai lembaran

baru dalam hidupnya. Masih terbesit di pikirannya kenangan berdua bersama

Reza. Tapi, ia tidak perlu cemas. Jika memang jodoh, mereka akan

dipertemukan kembali suatu saat nanti.

Baginya, masih ada yang perlu diperjuangkan. Kelas 12 sudah di depan

mata. Ia perlu belajar lebih giat agar memperoleh beasiswa di perguruan tinggi

negeri. Apalagi jika ia diterima di ITB, bisa salto delapan kali keliling lapangan

rasanya! Sekedar info, Mona memperoleh ranking 2 dikelasnya! Ia juga meraih

beasiswa sebesar 50% di kelas 12 nanti. Mona bersyukur. Semua ini kembali

karena pertolongan Tuhan. Belajar saja tidak cukup, jika kamu tidak memohon

tuntunan-Nya.

***

Operasi Karen berjalan lancar. Reza telah mendonorkan sebagian sumsum

tulang belakangnya. Dari ketiganya (Mama, Papa, dan Reza), ternyata sumsum

tulang belakang Reza cocok dengan kakaknya. Kini, Karen sudah terbebas dari

suntikan yang menyakitkan, obat-obatan dengan berbagai jenis merek, serta

efek panas dari kemoterapi yang membuat rambutnya menjadi rontok. Dua

minggu berlalu. Mereka berdua kembali ke apartment, tempat dimana mereka

tinggal. Keduanya terlihat sedang bercengkramah di ruang tamu. “Makasih ya,

58

Page 59: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

Reza. Kalau nggak ada kamu, kakak nggak tau deh masih bisa hidup bareng-

bareng kalian atau nggak,” “Hussh! Nggak boleh ngomong gitu ah! Semua ini

sudah rencana Tuhan kok, Kak,” jawab Reza sambil tersenyum. Ia memandang

kosong ke arah luar jendela. Dua minggu sudah, ia meninggalkan Mona.

Bagaimana ya kabar peri kecilnya saat ini?

“Kangen Jakarta ya, Za?” “Hm, iya..” balasnya singkat.

“Kakak tahu kok. Mama udah cerita semuanya lewat telepon. Kamu lagi

dekat sama cewek ya?” Loh kok mama tahu ya?

“Mama tahu darimana, kak?” tanya Reza heran. Ia tidak pernah cerita ke

siapapun mengenai perasaannya dengan Mona. “Hm, mama sih nggak bilang

siapa ceweknya. Tapi, mama bilang kamu lagi galau ya? Wajahmu sering

muram dirumah, hayooo kenapaa?” goda Karen sambil mencolek pundak

adiknya.

“Hm, Mona, Kak.” Reza mengaku. “Mona? Siapa tuh? Pacar kamu?” selidik

Karen. “Belom pacaran sih, Kak. Baru nyatain perasaan aja,” “Loh, kenapa?”

“Aku nggak mau mengecewakan dia, Kak. Kalau nanti LDR malah nggak

nyaman untuk keduanya,” ujarnya. “Kamu tuh mestinya perjuangin cintamu

dong, Za!” bentak Karen. “Rasanya nggak mungkin deh, Kak. Papa bilang, kita

pindah ke Amerika untuk tinggal selamanya disini..” “Siapa bilang?”

Reza melongo. Ia benar-benar tidak mengerti.

***

“Monaaa!!” teriak Raka memanggil Mona yang baru keluar dari ruang

yayasan. Raka berlari tergesah-gesah menghampiri Mona. “Iii...Ikutt..Ikut gue

sekarang, ayo!” “Ada apaan sih,Ka?” “Aa..Ada sam..sambel. Eh Summer Boys!”

Summer Boys? Itu kan bandnya Reza. Memangnya masih tampil tanpa Reza?

“Terus?” “Ayo ikut gue!” Raka segera menarik tangan Mona berlari menuju

arah lapangan. Acara pekan Summer High memang dimulai hari ini. Dari

kejauhan, lantunan musik sudah terdengar sepanjang koridor. Anak-anak

59

Page 60: Scrip Novel -Love Like a Snake and Ladders

sudah berkerumun mengelilingi lapangan. Mona berusaha menerobos

kerumunan teman-teman yang bersorak-sorai meneriakan ‘SUMMER BOYS!’.

Lantunan lagu dinyanyikan ke penjuru Summer High, sepertinya Mona

mengenal suara ini. Tapi siapa ya? Ia berhasil lolos dari kerumunan dan

sekarang berada di paling depan. Ia melihat Summer Boys tampil, ada Tigor

sebagai drummer, ada David sebagai keyboardiz, ada Roy sebagai bassis, ada

Steve sebagai gitaris, dan vokalisnya......loh, itu kan Reza?

Four letter wordBut I don't have the guts to say itSmile 'til it hurtsLet's not make it complicatedWe've got a storyAnd I'm about to change the endingYou're perfect for meAnd more than just a friendSo we can just stop pretending nowGotta let you know somehow

I'll be your shelterI'll be your stormI'll make you shiverI'll keep you warmWhatever weatherBaby I'm yoursBe your forever, be your flingBaby I will be your everything

(Boys Like Girls –Be Your Everything)

Ia menatap kearah Mona. Mona hanya berdiri terpaku membalas tatapan

Reza. Untuk kesekian kalinya, Reza berhasil mengukir senyum di bibirnya.

Mencintai seseorang itu ibarat ular tangga. Elo emang ingin jadi pemenang,

tapi kembali lagi semuanya ditentukan oleh kocokan dadu lo. Sama juga

dengan cinta. Semua ditentukan oleh takdir Tuhan mengenai jodoh elo

kedepannya..

60