Sari Pustaka Pneumonia Pada Anak
description
Transcript of Sari Pustaka Pneumonia Pada Anak
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru yang sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri/jamur/mikoplasma/protozoa) dan
sebagian kecil oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia hingga saat ini
masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang
dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah
lima tahun (Balita).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari referat ini adalah apakah definisi, etiologi, gejala
klinis, patogenesis, dan penatalaksanaan pneumonia pada bayi dan anak.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dokter muda mengenai penatalaksanaan pneumonia pada bayi dan
anak.
1.4 Manfaat
Penulisan makalah laporan kasus dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dokter muda mengenai penatalaksanaan pneumonia pada bayi dan
anak.
1
BAB II
PNEUMONIA
2.1 DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi atau peradangan pada parenkim paru yang
sebagian besar disebabkan oleh masuknya mikroorganisme, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
ke dalam/retraksi dinding dada bagian bawah. Dalam Pelaksanaan Pemberantasan
Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun
bronchopneumonia disebut pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau
napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam
(retraksi), sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas
dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40
kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan
napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan
napasnya 60 kali atau lebih per menit.
2.2 ETIOLOGI
Usia merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan
dan kekhasan pneumonia anak,terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis
dan strategi pengobatan.
Secara klinis, umummnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan
pneumonia virus. Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan
laboratorium. Tetapi sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat (Community Acquired
Pneumonia) umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk
peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
2
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang
paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di
kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas
tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya
meningkat cepat.
Tabel 1 Etiologi Pneumonia sesuai dengan kelompok usia di negara maju
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri
E. colli
Streptoccus group B
Listeria monocytogenes
Bakteri
Bakteri anaerob
Streptoccous group D
Haemophilllus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan Bakteri
Chlamydia trachomatis
Streptococcus pneumoniae
Virus
Virus Adeno
Virus Influenza
Virus Parainfluenza 1,2,3
VBakteri
Bordetella pertusis
Haemophilus influenzae tipe
B
Moraxella catharalis
Staphylococcus aureus
Ureaplasma urealyticum
3
4 bulan – 5 tahun Bakteri
Chlamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
Virus
Virus Adeno
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Bakteri
Haemophillus influenzae tipe
B
Moraxella catharalis
Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus
Virus
Virus Varisela-Zoster
5 tahun – remaja Bakteri
Chlamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
Bakteri
Haemophillus influenzae
Legionella sp
Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory
Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang
saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu
4
pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini
tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan
kadang menyebabkan kematian.
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan
sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar
luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering
pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati.
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada
bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat
dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P.
Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.
2.3 KLASIFIKASI
1. Berdasarkan umur
a. Kelompok usia < 2 bulan
1) Pneumonia
- Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas yang
ditandai adanya retraksi dinding dada
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
2) Bukan Pneumonia
- Tidak ada napas cepat atau sesak napas
5
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan
simptomatis
b. Kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun
1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis
sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada,
anak kejang dan sulit dibangunkan.
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada,
tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia
- Batuk tanpa ada sesak napas.
- Adanya napas cepat dengan laju napas :
o >50x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
o >40x/menit untuk anak > 1- 5 tahun.
- Tidak perlu dirawat, hanya perlu pemberian antibiotik
oral
4) Bukan pneumonia
Batuk tanpa adanya napas cepat dan sesak napas. Tidak perlu
dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun
telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang
kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan
dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam
ringan.
2. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a. Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia)
6
b. Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/
Nosocomial pneumonia).
c. Pneumonia Aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
3. Berdasarkan agen penyebab
a. Pneumonia Bakterial / tipikal. Klebsiella pada penderita
alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita daya tahan tubuh lemah
2.4 PATOFISIOLOGI
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringa sekitarnya. Bagian
paru uyang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN,
fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini
disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
makrofag di alveoli meningkat, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terjena akan tetap normal.
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan
penyakit, sehingga stadium khas yang tela diuraikan sebelumnya tidak terjadi.
Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila
dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya
bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru
7
(bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi
pada satu lobus (pnemonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil, karena
bakteri tersebut menghasilkan berbagai toksiun dan enzim seperti hemolisin ,
lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan
nekrosis, perdarahan dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma
dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin,
sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi
koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan
koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel dapat menetap
hingga berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut.
2.5 FAKTOR RESIKO
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada
balita, diantaranya :
1. Faktor Intrinsik
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan
berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan
tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :
a) Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya
pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan
imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi
dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia.
b) Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat
dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini
balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan
hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap
8
mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu
strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian
akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui
imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.
c) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai
bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari
penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh
bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi
salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian
pneumonia pada balita.
d) Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak
umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini
dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum
sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.
2. Faktor Ekstrinsik
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada
peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan
sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan
balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular
dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang
kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya :
a) Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan
pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk
ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan
minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
9
menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang
tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama
bakteri patogen
b) Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya
disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar
kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada
balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh
karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga
akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatan di RS.
Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan napsu makan, dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah,
atau diare. Gejala gangguan respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi
dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis sepertipekak perkusi,
suara napas melemah, dan rhonki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil,
gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada
perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
2.7 DIAGNOSA
Prediktor paling kuat adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala
respiratori sebagai berikut : takipneu, batuk, napas cuping hidung, retraksi,
ronki, dan suara napas melemah.
10
Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk ; tanda bahaya
untuk bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.
Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Untuk Pelayanan Kesehatan Primer
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
o Bila ada sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
o Bila tidak ada sesak napas
o Ada napas cepat
o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
Bukan pneumonia
o Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas.
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
Bayi berusia dibawah 2 bulan
Pneumonia
o Bila ada napas cepat atau sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
o Tidak ada napas cepat atau sesak napas
o Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
11
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment
paru secara anantomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas
lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan
jantung atau di lobus medius kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling
akhir terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya
udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.
12
Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
Gambar 1 Perselubungan pada lapangan atas paru
Gambar 2 Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.
13
CT Scan
Gambar 3 Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas
kiri sampai ke perifer.
Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax
Gambar 4 Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir
bronkiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk
membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada gambar diatas tampak
konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
14
CT Scan
Gambar 5 Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan,
namun tidak menjalar sampai perifer.
Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Gambar 6 Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstitial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus
masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.
15
CT Scan
Gambar 7 Gambaran CT Scan pneumonia interstitial pada seorang pria
berusia 19 tahun.
(A) Menunjukkan area konsolidasi di prcabangan peribronkovaskuler
yang irreguler.
(B) CT Scan pada hasil follow upselama 2 tahun menunjukkan area
komsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi
bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan
terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test
dan Z. Nielsen.
16
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik
bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan
untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
2.9 DIAGNOSIS BANDING
2.9.1 Tuberculosis Paru (TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis
TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),
nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam,
menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan
berat badan.
Gambar 8 Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada
foto thorax proyeksi PA
2.9.2 Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang
tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan
17
pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan
mediastinum ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal
space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru
yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.
Gambar 9 Gambaran foto thorax pada pasien Atelektasis
2.9.3 Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air
bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan
jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.
Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi
pleura.
Gambar 10 Efusi pleura pada foto thorax posisi PA
18
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT
Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama
apabila dari pemeriksaan fisik memang menunjukan kelainan di paru dan
membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto thorax. Koordinasi antara
pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang
penegakan diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan
adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia
memberikan gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia
tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax, melainkan harus
dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat
dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke
arah yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan
TB adalah dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada
lobus paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan
gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan
laboratorium.
2.10 TATALAKSANA
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu diraawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis,
distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang
lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan
bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti
19
efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi
yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
1. Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara
oral misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang
diberikan adalah 25 mg/KgBB. Dosis kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB
TMP – 20 mg/kgBB sulfametoksazol). Makrolid, baik eritromisin maupun
makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta-laktam untuk
pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas
ganda terhadap S. Pneumoniae dan bakteri atipik.
2. Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap obat diatas,
dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi .
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus
dimulai sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya sepsis atau
meningitis. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum
luas seperti kombinasi beta-laktam/klavunalat dengan aminoglikosid, atau
sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat
diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik beta-laktam dengan/ aatau tanpa
klavulanat. Pada kasus yang lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat
dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, sefalosporin generasi
ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil,
antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.
20
2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis,
perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti
meningitis purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering
yang terjadi pada pneumonia bakteri.
Miokarditis merupakan keadaan yang fatal yang mungkin dapat
terjadi, oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik
noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.
2.12 PENCEGAHAN
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau
keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh
kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk
menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya
untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :
1. Perawatan Selama Masa Kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu
gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi
yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam
kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan
terkenanya infeksi selama kehamilan.
2. Perbaikan Gizi Balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan
karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada
bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin
kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor
antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan
terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang
21
mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita
yang tidak mendapatkannya.
3. Memberikan Imunisasi Lengkap pada Anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak
umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3
kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
4. Memeriksa Anak Sedini Mungkin Apabila Batuk
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang
sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi
batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.
5. Mengurangi Polusi didalam dan diluar Rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap
diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak
membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang
cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas,
cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor
yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada
saluran pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang
terserang penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-
bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk
penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar
dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya
penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali
akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi
sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.
22
BAB III
KESIMPULAN
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT
Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama
apabila dari pemeriksaan fisik memang menunjukan kelainan di paru dan
membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto thorax. Koordinasi antara
pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang penegakan
diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan
adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan
gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya
semata-mata menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat
penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat
dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah
yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB
adalah dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus
paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran
radiologis untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2008. Pelayanan Kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta. WHO
2. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
3. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
4. Rahajoe, NN, Bambang s, Darmawan, BS. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta. IDAI.
5. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR. Surabaya
6. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.
7. Isselbacher, et al, Harrison, 1995, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Vol. 2, Penerbit EGC, Jakarta, hal. 906-909.
24