Rth Surabaya

18
2013 Disusun guna memenuhi tugas Klimatologi Regional Dosen : Dr. Ch. Muryani, S. Si., M. Sc. Disusun oleh : ANDHIKA DWI CAHYANI K5411005 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUANG TERBUKA HIJAU SURABAYA

Transcript of Rth Surabaya

Page 1: Rth Surabaya

2013

Disusun guna memenuhi tugas Klimatologi RegionalDosen : Dr. Ch. Muryani, S. Si., M. Sc.

Disusun oleh :ANDHIKA DWI CAHYANI

K5411005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RUANG TERBUKA HIJAU SURABAYA

Page 2: Rth Surabaya

PENDAHULUAN

Hampir semua studi mengenai perencanaan kota (yang dipublikasikan

dalam bentuk rencana umum tata ruang kota dan pendetailannya) menyebutkan

bahwa kebutuhan ruang terbuka di perkotaan berkisar antara 30% hingga 40%,

termasuk di dalamnya bagi kebutuhan jalan, ruang-ruang terbuka perkerasan,

danau, kanal, dan lain-lain. Ini berarti keberadaan ruang terbuka hijau (yang

merupakan sub komponen ruang terbuka) hanya berkisar antara 10 % – 15 %.

Kenyataan ini sangat dilematis bagi kehidupan kota yang cenderung

berkembang sementara kualitas lingkungan mengalami degradasi/kemerosotan

yang semakin memprihatinkan. Ruang terbuka hijau yang notabene diakui

merupakan alternatif terbaik bagi upaya recovery fungsi ekologi kota yang hilang,

harusnya menjadi perhatian seluruh pelaku pembangunan  yang dapat dilakukan

melalui gerakan sadar lingkungan, mulai dari level komunitas  pekarangan hingga

komunitas pada level kota.

Di Surabaya, kebutuhan ruang terbuka hijau yang dicanangkan oleh

Pemerintah Daerah sejak tahun 1992 adalah 20 – 30%. Sementara kondisi

eksisting ruang terbuka hijau baru mencapai kurang dari 10% (termasuk ruang

terbuka hijau pekarangan). Hasil studi yang dilakukan oleh Tim Studi dari Institut

Teknologi 10 November Surabaya tentang  Peranan Sabuk Hijau Kota Raya tahun

1992/1993 menyebutkan bahwa luas RTH berupa taman, jalur hijau, makam, dan

lapangan olahraga adalah + 418,39 Ha, atau dengan kata lain pemenuhan

kebutuhan RTH baru mencapai 1,67 m2/penduduk. Jumlah ruang terbuka hijau

tersebut sangat tidak memadai jika perhitungan standar kebutuhan dilakukan

dengan menggunakan hasil proyeksi Rencana Induk Surabaya 2000 saat itu yaitu

10,03 m2/penduduk.

Perkembangan kota Surabaya sebagai kota industri, perdagangan, maritim

dan pendidikan sesuai dengan arah yang tertuang dalam Master Plan Surabaya.

Pembangunan di sekitar industri dan perdagangan ditunjang dengan

pengembangan pelabuhan samudra, akan menciptakan percepatan pertumbuhan

kota Surabaya semakin tinggi.

Page 3: Rth Surabaya

Peningkatan semua aspek kegiatan dengan diikuti pertambahan

pendudukan kota yang cukup besar, pertambahan segala bentuk dan jenis

gangunan, semakin padatnya kendaraan bermotor di jalan kota, semuanya sangat

mempengaruhi tingkat klimatologi lingkungan kota. Kota Surabaya yang saat ini

berpenduduk sangat padat dan terkonsentrasi terutama di kawasan pusat kota,

menjadikan tingkat kenyamanan penghuni lingkungan kota menurun. Dengan

semakin padatnya lingkungan kota dan akibat pengotoran udara, akan

mempengaruhi suhu udara, radiasi matahari, kelembaban udara serta aliran

kecepatan angin lokal. Dampak dari keadaan yang demikian tersebut akan

menjadikan keseimbangan lingkungan kota berubah.

Oleh karena itu keberadaan dan optimasi ruang terbuka hijau kota sangat

dibutuhkan oleh warga kota Surabaya, maka diperlukan pengelolaan yang baik

dengan penghijauan yang terencana serta alami sesuai fungsi dan estetika kota

akan sangat berpengaruh dalam mewujudkan lingkungan kota yang berkelanjutan.

Sementara pihak menilai ruang luar dan ruang terbuka hijau kurang begitu

penting, bahkan sering dianggap sebagai “lahan nganggur”. Pemahaman tentang

pentingnya lapangan-lapangan terbuka bagi masyarakat umum kurang disadari

atau sementara pihak memang hanya melihat sisi bisnisnya saja, dengan alasan

nilai ekonomi lahan tersebut.

Nilai sosial, budaya, pendidikan, kejiwaan dan sebagainya kurang

mendapatkan porsi yang sewajarnya. Hal itu terlihat dari pengalaman yang terjadi

di kota-kota besar selama ini, banyak lapangan-lapangan terbuka yang strategis

lokasinya diubah menjadi fungsi lain, yang dianggap lebih produktif. Untuk

menciptakan kondisi runag terbuka hijau sesuai dengan harapan tersebut, tidak

hanya menjadi tugas maupun tanggung jawab Pemerintah Daerah, tetapi juga

memerlukan partisipasi atau dukungan dari seluruh masyarakat kota Surabaya.

Page 4: Rth Surabaya

PEMBAHASAN

Kondisi fisik dari suatu lingkungan perkotaan terbentuk dari tiga unsur

(dinamis) dasar yaitu pepohonan dan organisme di dalamnya, struktur (kondisi

sosial), dan manusia (Grey, 1996). Gunadi (1995) menjelaskan istilah Ruang

Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan.

Ruang Terbuka berbeda dengan istilah ruang luar (exterior space), yang ada di

sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam

bangunan. Definisi ruang luar, adalah ruang terbuka yang sengaja dirancang

secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti

halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plaza (piazza) atau square.

Sedangkan ‘zona hijau’ bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian

air waduk atau danau dan bantaran sungai, bantaran rel kereta api, saluran/jejaring

listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah,

taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, taman pertanian kota, dan

seterusnya. Zona hijau inilah yang kemudian kita sebut Ruang Terbuka Hijau

(RTH).

Jika keliling Surabaya kini, kota ini menjadi lebih bersih dan asri. Ruas

jalan mulai diperhatikan penghijauannya. Inisiatif muncul dari pemerintah

maupun warga. Kekhawatiran terhadap perubahan iklim serta kondisi lingkungan

yang semakin tidak sehat memaksa kita untuk membenahi disana-sini. Akan

tetapi, upaya-upaya ini masih perlu digaungkan, agar memperhatikan lingkungan

alam tidak sekedar soal trend semata, melainkan kesadaran bersama untuk

mewujud nyatakan budaya baru ramah lingkungan.

Tiap ruas-ruas jalan mulai dihijaukan kembali. Berdasarkan Peraturan

Daerah Kota Surabaya nomor 03 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Surabaya pasal 35 ayat 1, proporsi luas ruang terbuka hijau

ditetapkan dan diupayakan secara bertahap sebesar 20% dari luas wilayah kota.

Luas wilayah seluruh Kota Surabaya 32.637,75 Ha artinya luasan yang harus

diperuntukkan ruang terbuka hijau sebesar 6.527,55 Ha. Berdasarkan Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Surabaya 2013, kondisi eksisting ruang

terbuka hijau seluas 171,68 Ha. Luasan tersebut terdiri dari 103,29 Ha taman kota,

Page 5: Rth Surabaya

30,64 Ha lapangan olahraga, dan 37,75 Ha makam. Perlu upaya keras untuk

mewujudkan 6.247,47 Ha lahan sebagai ruang terbuka hijau.

Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 07 tahun 2002, tentang

pengelolaan ruang terbuka hijau disebutkan bahwa ruang terbuka hijau tak hanya

berupa hutan kota, melainkan kawasan hijau yang berfungsi sebagai pertamanan,

rekreasi, permakaman, pertanian, jalur hijau, dan pekarangan.

Dalam ruang terbuka hijau diwajibkan adanya kegiatan penghijauan yaitu

tentunya dengan budidaya tanaman sehingga terjadi perlindungan terhadap

kondisi lahan. Peraturan daerah itu menyebutkan dengan jelas bahwa pengelolaan

ruang terbuka hijau menjadi tanggungjawab tak hanya pemerintah, bahkan sektor

swasta, dan warga yang bertempat tinggal di Kota Surabaya.

Kota Surabaya sebagai pusat perekonomian sektor perdagangan sekaligus

menjadi ibu kota provinsi jawa timur merupakan wilayah yang memiliki intensitas

penggunaan lahan yang tinggi. Tingginya penggunaan lahan di Surabaya

dibandingkan daerah lain mengakibatkan RTH (Ruang Terbuka Hijau) sebagai

indikator kualitas lingkungan hidup terancam keberadaannya. Luas kota Surabaya

+ 374,36 km2 dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa

menjadikan kebutuhan akan ruang terbuka hijau juga besar. berdasarkan Standar

Pelayanan Minimal (SPM) Departemen Pekerjaan Umum (1987), dan dari fungsi

RTH kota sebagai pemenuhan kebutuhan oksigen (Dahlan, 1998) kebutuhan ideal

RTH dalam master plan Kota Surabaya tahun 2000, yaitu 10,03 m² per jiwa.

Sedangkan kondisi yang sebenarnya RTH di Surabaya kurang dari

itu,sebagai contoh daerah Surabaya pusat, ketersediaan RTH kota di Surabaya

Pusat saat ini hanya seluas 20,77 Ha atau sekitar 0.014% saja dari luas wilayah

keseluruhan. Dengan jumlah penduduk mencapai 354.484 jiwa, maka penyediaan

RTH di Surabaya Pusat hanya 0,59 m2 untuk setiap penduduk. Mengapa

demikian ? ,adapun beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya ruang terbuka

hijau yaitu faktor keterbatasan lahan dan tingginya harga lahan, faktor

kepemilikan lahan yang bukan lahan milik Pemerintah, faktor pengawasan dan

pengendalian yang belum optimal, faktor perubahan fungsi penggunaan lahan,

faktor keterbatasan dana, faktor kurangnya kesadaran masyarakat, kurangnya

Page 6: Rth Surabaya

instrument kebijakan pemerintah dan faktor sedikitnya peruntukkan/zonasi RTH

di Surabaya itu sendiri.

Ruang terbuka hijau di Surabaya, kondisinya tidak jauh berbeda dengan

beberapa kota besar di Indonesia, di kawasan pusat kota umumnya terlihat lebih

terawat dibandingkan dengan ruang terbuka hijau yang berada di pinggir kota

ataupun yang jauh dari kawasan jalan protokol. Keadaan tersebut dapat dipahami

mengingat keterbatasan tenaga pemelihara maupun terbatasnya alokasi dana yang

tersedia. Ruang terbuka hijau kota di Surabaya dibedakan menurut fungsi dan

kegiatannya, antara lain :

1. Taman Monumen, merupakan ruang terbuka hijau yang diperuntukkan

sebagai perletakan monumen atau patung perjuangan. Hal demikian dapat

dipahami mengingat predikat kota Surabaya sebagai kota pahlawan. Taman

monumen yang paling menonjol adalah taman monumen Tugu Pahlawan,

disamping taman inseden Jembatan Merah Surabaya. Khusus taman

monumen Tugu Pahlawan telah dilakukan pembenahan atau

pembangunannya pada tahun 1991, meliputi kegiatan pengisian benda-benda

museum atau bersejarah.

2. Taman Jalur Hijau Jalan, merupakan ruang terbuka hijau yang terletak di

median jalan yang cukup lebar sehingga memungkinkan untuk dibuat jalan.

Taman tersebut bersifat pasif, karena memiliki keleluasaan yang cukup

seringkali dimanfaatkan oleh sebagian warga masyarakat sebagai tempat

kegiatan bermain sepak bola, yang pada akhirnya dapat mengganggu

kelancaran lalu lintas dan membahayakan keamanan lalu lintas.

3. Taman Rotonde, merupakan ruang terbuka hijau yang mempunyai luas

bervariasi, yang terletak dipersimpangan jalan atau sebagai pulau-pulau jalan.

Umumnya dapat dimanfaatkan sebagai taman pasif. Masalah yang dihadapi

taman rotonde terutama jika terjadi keramaian ataupun unjuk rasa yang saat

ini sedang marak, biasanya akan menjadi rusak.

4. Taman Lingkungan, adalah ruang terbuka hijau yang pada mumnya

dikelilingi jalan, dengan bentuk lahan persegi, bulat ataupun oval. Pada

umumnya taman lingkungan merupakan taman aktif yang dimanfaatkan

untuk berbagai kegiatan warga masyarakat untuk bersantai, olah raga, anak

Page 7: Rth Surabaya

bermain. Mengingat terbatasnya lapangan olah raga, seringkali taman

lingkungan menjadi ajang tempat bermain sepak bola.

5. Taman Bermain, lokasi dan bentuk umumnya sama dengan taman

lingkungan, hanya karena fungsinya dikhususkan untuk bermain anak-anak,

maka taman tersebut dilengkapi dengan elemen-elemen khusus untuk sarana

bermain anak.

6. Taman Kantor, merupakan ruang terbuka hijau yang tidak dapat dipisahkan

dengan keberadaan kantor mengingat taman tersebut menjadi satu kesatuan

dari kantor dan berfungsi sebagai ruang luar, sebagai contoh di taman surya

Surabaya.

7. Taman Stren/Bantaran Sungai, merupakan ruang terbuka hijau yang sangat

luas karena utamanya sebagai lahan pengaman berupa jalur hijau, sehingga

dapat dimanfaatkan sebagai taman rekreasi. Saat ini taman bantaran sungai

yang paling dikenal di Surabaya adalah taman Prestasi di jalan Ketabangkali

dan taman Monkasel di kawasan jembatan Gubeng.

8. Lapangan Olah raga, merupakan ruang terbuka hijau yang dimanfaatkan

sebagai sarana atau tempat olah raga bagi warga kota. Di kawasan pinggiran

kota umumnya berasal dari tanah-tanah ex ganjaran di tingkat Kelurahan.

9. Taman Kampus, berfungsi sebagai ruang luar yang dapat dimanfaatkan

ebagai sarana rekreasi, olah raga, penghijauan dan pelestarian tanaman,

sebagai contoh kawasan kampus ITS memiliki potensi yang cukup besar bagi

perluasan ruang terbuka hijau dan sekaligus berfungsi sebagai media

pendidikan.

Ruang terbuka hijau yang secara ekologis berfungsi menunjang proses alam,

di dalam kerangka wilayah kota, secara lebih spesifik fungsi ekologis ruang

terbuka hijau adalah :

a. Di dalam proses alam fotosintesis, ruang terbuka hijau menghasilkan oksigen

yang diperlukan bagi makhluk hidup, sebaliknya makhluk hidup

mengeluarkan CO2 yang diperlukan tanam-tanaman.

b. Kawasan ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengatur kandungan tanah

bagi wilayah perkotaan yang padat bangunan agar kota tidak kekeringan

Page 8: Rth Surabaya

dengan cara mempertahankan level air tanah tidak terlalu dalam, sehingga

secara timbal balik tanam-tanaman dapat tumbuh dengan baik karena

ketersediaan air tanah tersebut.

c. Sebagai “radiator” bagi sirkulasi udara kota yang panas. Angin yang

berhembus melalui teduhnya kawasan terbuka hijau menjadi dingin, yang

pada gilirannya udara dingin itu mengalir menembus jaringan kota sehingga

suhu kota menjadi turun.

d. Dapat mengurangi erosi dan mengurangi banjir, karena daya serap air di

daerah ruang terbuka hijau lebih tinggi daripada daya serap air di wilayah

kota yang padat bangunan. Itulah proses alam yang diperlukan bagi sebuah

kota, dan hanya dapat terjadi di kawasan ruang terbuka hijau dengan

pepohonannya pada padat dan rindang.

Keseimbangan antara kepadatan kota dengan kawasan ruang terbuka hijau

yang mewadahi akan menciptakan lingkungan kota yang manusiawi, aman dan

nyaman dalam kaitannya dengan proses alam tersebut. Beberapa tempat, yang

secara fisiografis, geografis, memang sesuai untuk ruang terbuka hijau. Tempat-

tempat tersebut antara lain : bantaran sungai, terutama sungai besar, daerah-daerah

lapisan air (daerah-daerah cekung), jalur hijau sebagai pembatas jalan dua arah

dan sebagainya.

Surabaya sebagai kota metropolitan sekaligus ibukota Propinsi Jawa Timur

tak luput dari masalah kependudukan. Salah satu masalah kependudukan yang

kini melanda Surabaya adalah penggunaan lahan untuk tempat tinggal secara

ilegal, contohnya penggunaan lahan stren Kali Jagir serta kawasan pemukiman

sepanjang jalur rel kereta api.

Faktor ekonomi adalah faktor utama penyebab maraknya penggunaan lahan

ilegal untuk pemukiman di Surabaya. Pendapatan masyarakat yang rendah

memaksa mereka memanfaatkan lahan kosong milik pemerintah maupun swasta

sebagai tempat tinggal. Karena ketidakmampuan ekonomi sebagai penyebab

utama maraknya lahan ilegal untuk pemukiman di Surabaya, maka tak heran bila

pemukiman ilegal yang muncul cenderung berkembang menjadi pemukiman

kumuh.

Page 9: Rth Surabaya

Penggunaan lahan ilegal menimbulkan dampak lingkungan, serta materi.

Dampak lingkungan diantaranya terganggunya keindahan kota akibat

pembangunan pemukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata kota Surabaya.

Dampak lingkungan lain adalah terganggunya ekosistem akibat pembangunan

pemukiman ilegal tersebut. Contohnya pembangunan pemukiman ilegal di daerah

Ruang Terbuka Hijau (RTH) mengakibatkan terganggunya penyerapan air, hal ini

merupakan salah satu penyebab banjir. Contoh lain, pembangunan pemukiman

ilegal di stren kali dapat mengakibatkan abrasi yang membuat tanggul sungai

runtuh. Disamping itu pembangunan pemukiman ilegal juga mendatangkan 

kerugian materi bagi negara akibat hilangnya tanah negara, serta usaha pencurian

sarana listrik, air, dan telepon untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Karena banyaknya dampak negatif yang muncul akibat pemukiman ilegal,

serta dalam rangka mewujudkan pembangunan infrastruktur kota Surabaya

sebagaimana yang tertuang  dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) , maka

berbagai upaya penertiban telah dilakukan oleh pemerintah kota. Namun upaya

yang dilakukan pemerintah kota belum cukup efektif mengatasi masalah

penggunaan lahan untuk tempat tinggal secara ilegal. Misalnya hampir tidak ada

upaya penertiban secara berkala yang dilakukan oleh pemerintah kota sehingga

banyak penduduk ilegal yang mengaku telah bertahun-tahun bermukim di tempat

tinggalnya saat ini. Selain itu, jumlah penduduk yang ilegal ini terus bertambah.

Kekurangan dalam cara mengatasi masalah di atas masih ditambah lagi

dengan ketidak-konsistensian dalam upaya pemerintah dalam mengatasi masalah

penggunaan lahan secara ilegal. Di satu sisi pemerintah mengadakan penertiban

dan penggusuran terhadap penduduk ilegal, di sisi lain tersedia berbagai fasilitas

infrastruktur yang menunjang bagi penduduk ilegal, contohnya tersedia fasilitas

air bersih oleh PDAM, saluran telepon oleh Telkom, serta fasilitas listrik oleh

PLN. Kondisi ini seolah-olah mendukung penggunaan lahan tersebut untuk

pemukiman secara ilegal.

Upaya mengatasi penggunaan lahan ilegal untuk pemukiman di Surabaya

perlu segera dilaksanakan secara efisien dan terpadu untuk mencegah timbulnya

kerugian materi yang lebih besar, serta demi tercapainya rencana tata kota

Surabaya yang dapat mewujudkan  keindahan kota. Hambatan lain adalah belum

Page 10: Rth Surabaya

adanya pemetaan mengenai pemukiman ilegal saat ini. Karenanya dalam

penulisan ilmiah ini yang menjadi acuan adalah peta Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kota Surabaya. Semua tempat pemukiman yang tidak sesuai

dengan RTRW Surabaya serta tidak dilengkapi surat kepemilikan yang sah

diasumsikan ilegal.

Fakta yang menarik perihal bangunan ilegal tersebut  adalah banyak diantara

rumah-rumah tersebut yang telah dilengkapi fasilitas listrik, air bersih , serta

telepon. Hal ini tidak lazim mengingat rumah-rumah tersebut tidak memiliki

surat-surat kepemilikan yang sah sebagaimana yang dicantumkan dalam UUPA

No.5 tahun 1960 pasal 16.

Arah pembangunan infrastruktur diwujudkan melalui penguatan sistem

perencanaan infrastruktur kota, pengembangan sumber daya sungai; peningkatan

kualitas dan kuantitas air bersih, pengembangan sistem transportasi;

pengembangan perumahan dan permukiman, pengembangan pengelolaan energi;

pengembangan telematika perkotaan, dan peningkatan konsistensi pengendalian

pembangunan infrastruktur kota.

Page 11: Rth Surabaya

PENUTUP

Kurang lebih 70% wilayah Kota Surabaya menurut Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) diperuntukkan sebagai lahan perumahan. Sekitar 25%

dipergunakan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengembangan wisata pantai,

serta lahan perdagangan. Sementara sisanya dipergunakan fasilitas lainnya seperti

jalan, industri, Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan fasilitas lainnya.

Penyebab munculnya pemukiman ilegal adalah faktor tingginya angka

urbanisasi di Surabaya yang diimbangi dengan ketidakmampuan ekonomi

masyarakat. Faktor penyebab lain adalah ketidaksadaran masyarakat akan hukum

dan lingkungan.

Fakta yang terdapat pada pemukiman ilegal di Surabaya antara lain :

rumah-rumah yang dibangun banyak yang tidak memenuhi standar kesehatan, dan

banyak diantara rumah-rumah tersebut yang telah dilengkapi fasilitas listrik, air

bersih, serta telepon akibat tidak adanya upaya penataan kota yang terpadu antara

Pemkot selaku pemegang kendali atas tataguna lahan dengan PDAM, PLN, dan

Telkom selaku penyedia fasilitas dasar.

Pemukiman ilegal memberikan dampak negatif berupa terganggunya

keindahan kota, karena pemukiman ilegal cenderung tidak tertata, serta

menimbulkan kerugian materi negara, karena itu keberadaan pemukiman ilegal

harus segera ditertibkan.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menertibkan penggunaan

lahan ilegal untuk perumahan diantaranya adalah Pembuatan peta tata Kota

Surabaya, inspeksi mendadak, dan mengamalkan Undang-undang Pokok Agraria

(UUPA) No.5 tahun 1960 pasal 16 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria. 

Dan Peraturan Pemerintah no17 tahun 1963 tentang pokok-pokok pelaksanaan

peraturan pemerintah pengganti undang-undang perumahan presiden Republik

Indonesia.

Belum ada upaya yang terpadu dalam rangka penertiban pengunaan lahan

secara ilegal untuk perumahan. Pemkot nampak belum merasa perlu untuk

melibatkan pihak-pihak penyedia  utilitas dasar kebutuhan masyarakat sebagai

mitra dalam mewujudkan rencana tata kota. Hal ini nampak dari belum adanya

Page 12: Rth Surabaya

hubungan antara Pemkot dengan Penyedia jasa utilitas masyarakat. Padahal

berdasarkan arah pembangunan kota Surabaya Sistem perencanaan pembangunan

infrastruktur kota dikuatkan dengan cara pengembangan perencanaan

pembangunan infrastruktur kota secara terpadu.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/04/27/ruang-terbuka-hijau-

permasalahan-dan-solusinya-458789.html

di akses tanggal 11 Desember 2013 Pukul 18:55

2. http://green.kompasiana.com/penghijauan/2013/05/20/faktor-penyebab-

kurangnya-ruang-terbuka-hijau-di-surabaya-557634.html

di akses tanggal 11 Desember 2013 Pukul 19:01

3. Widjajanti, Wiwik Widyo. 2010. Keberadaan dan Optimasi Ruang Terbuka

Hijau Bahi Kehidupan Kota. Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya :

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.