Paper-RTH Di Kota Bandung

download Paper-RTH Di Kota Bandung

of 23

description

Paper diskusi ini melibatkan beberapa mahasiswa yang diposisikan sebagai kelompok pihak swasta, keterlibatan pihak swasta dalam pengadaan dan pengelolaan RTH serta bertindak menanggapi keluhan masyarakat terhadap RTH di Kota Bandung dan Pemerintah sebagai pihak yang mengeluarkan regulasi dan peraturan mengenai RTH.

Transcript of Paper-RTH Di Kota Bandung

RTH di Kota Bandung

PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang yang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan. Ketersediaan ruang itu sendiri tak terbatas, hanya saja jika pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan. Ketersediaan ruang untuk menampung kegiatan manusia dalam berinteraksi, salah satunya adalah ruang publik. Ruang publik adalah satu ruang yang berfungsi untuk mewujudkan keseimbangan kehidupan manusia. Dari segi pribadi, keseimbangan kehidupan dapat tercipta dengan menyalurkan ekspresi dan opini pribadi dalam suasana kebersamaan setelah bergelut dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi masyarakat, ruang publik dibutuhkan untuk menyeimbangkan kehidupan warga kota yang heterogen. (Harry:2010) Ruang publik merupakan suatu kebutuhan dasar masyarakat kota. Ruang terbuka publik harus dapat digunakan untuk menampung berbagai kegiatan masyarakat dan harus dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya (Carr, 1992:19). Salah satu fungsi ruang publik adalah sebagai tempat bertemu, berinteraksi dan silaturrahmi antarwarga. Ruang publik juga digunakan sebagai tempat rekreasi dengan bentuk kegiatan yang khusus, seperti berolahraga dan bersantai (Ahmad, 2002:32). Beraktivitas di ruang publik dapat menimbulkan rasa kebersamaan di antara warga kota tanpa harus menghilangkan perbedaan. RTH merupakan ruang publik yang menghiasi kawasan perkotaan, keberadaan RTH sangat penting pada suatu wilayah perkotaan. Disamping sebagai salah satu fasilitas sosial masyarakat, RTH kota mampu menjaga keserasian antara kebutuhan ruang aktivitas

masyarakat kota dengan kelestarian bentuk lansekap alami wilayah itu. RTH kota juga memiliki berbagai manfaat seperti kenyamanan, estetika, hidrologis, klimatologis, ekologis, protektif, edukatif, kesehatan, dan wisata.

Keberadaan RTH yang diwajibkan 30% dari luas wilayahnya berdasarkan UndangUndang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu setiap kota wajib menyisihkan 20 persen lahan perkotaan untuk RTH publik dan 10 persen lagi untuk RTH privat. dengan proporsi tersebut dapat mengatasi dampak-dampak negatif yang akan muncul di wilayahnya. Dampak yang akan ditimbulkan, yaitu berkaitan dalam hal kesegaran udara telah dipenuhi oleh karbondioksida kendaraan bermotor dan industri, dalam hal penyediaan resapan air, dan juga dalam hal mengatasi genangan-genangan atau banjir disaat musim hujan. Adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan penggusuran terhadap permukiman kumuh dengan alasan menciptakan RTH merupakan sesuatu yang wajar. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut bertujuan untuk menciptakan ketertiban, keteraturan, dan mengakomodasi keinginan masyarakat secara luas. Komponen-komponen pengaturan yang harus diperhatikan dalam penyediaan dan pengelolaan RTH adalah pengaturan teknis dan pengaturan penyelenggaraan. Pengaturan teknis meliputi bentuk-bentuk, standar kebutuhan, dan alokasi lahan RTH kota. Pengaturan penyelenggaraan meliputi pengelolaan RTH (perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian), kelembagaan, pembiayaan, dan peran serta masyarakat (Fahrentino, 2003). Komponenkomponen tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar dalam keberadaan RTH.

PEMBAHASAN 1. Kajian Teori Pengertian RTH Menurut Peraturan Menteri No. 05 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyedian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luasbaik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalurdimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau. Menurut Budlyono, ruang terbuka (open space) disebut juga sebagai natural space yang dapat mewakili alam di dalam dan sekitar kota. Ruang terbuka dapat dikatakan sebagai unsur ruang alam yang dibawa ke dalam kota atau lapangan terbuka yang dibiarkan seperti keadaaan aslinya. Skala ruang terbuka ini lebih banyak ditentukan oleh pohon, semak, batu-batuan dan permukaan tanah. Penampilannya dicirikan oleh pemandangan

tumbuh-tumbuhan alam segar daripada bangunan sekitar. Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah), dan (b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat. Peraturan yang mengatur RTH adalah Peraturan Menteri No. 05 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyedian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau. Fungsi dan manfaat RTH Adapun fungsi dari penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah : Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati; Pengendali tata air; Sarana estetika kota.

Adapun manfaat penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah Sarana mencerminkan identitas daerah; Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan; Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial; Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan; Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula; Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; Memperbaiki iklim mikro; Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

Gambar 1 Bagan Proporsi RTH Kawasan Perkotaan (Ilustrasi) (Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Indonesia)

Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut: ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;

proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.

Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem

ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku. Tabel 1 Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk No Unit Lingkungan Tipe RTH Luas minimal unit (m ) 1 250 jiwa Taman RT 2502

Luas minimal kapita (m2) 1,0

Lokasi

Di

tengah

lingkungan RT 2. 2500 jiwa Taman RW 1.250 0,5 Di pusat

kegiatan RW 3. 30.000 jiwa Taman Kelurahan 9.000 0,3 Dikelompokkan dengan sekolah/pusat kelurahan 4. 120.000 jiwa Taman kecamatan 24.000 0,2 Dikelompokkan dengan sekolah/pusat kecamatan

Pemakaman 5. 480.000 jiwa Taman Kota

disesuaikan 144.000

1,2 0,3

Tersebar Di pusat

wilayah/kota Hutan Kota Disesuaikan 4,0 Di dalam/kawasan pinggiran Untuk fungsi-fungsi tertentuSumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Indonesia

disesuaikan

12,5

Disesuaikan dengan kebutuhan

Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air. Arahan Penyediaan RTH 1. RTH Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha RTH halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha umumnya berupa jalur

trotoar dan area parkir terbuka. Penyediaan RTH pada kawasan ini adalah sebagai berikut: a. Untuk dengan tingkat KDB 70%-90% perlu menambahkan tanaman dalam pot; b. Perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB diatas 70%, memiliki

minimal 2 (dua) pohon kecil atau sedang yang ditanam pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm; c. Persyaratan penanaman pohon pada perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB dibawah 70%, berlaku seperti persyaratan pada RTH pekarangan rumah, dan ditanam pada area diluar KDB yang telah ditentukan.

RTH dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden) Pada kondisi luas lahan terbuka terbatas, maka untuk RTH dapat memanfaatkan ruang terbuka non hijau, seperti atap gedung, teras rumah, teras-teras bangunan bertingkat dan disamping bangunan, dan lain-laindengan memakai media tambahan, seperti pot dengan berbagai ukuran sesuai lahan yang tersedia. Lahan dengan KDB diatas 90% seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas, RTH dapat disediakan pada atap bangunan. Untuk itu bangunan harus memiliki struktur atap yang secara teknis memungkinkan. Aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan taman atap bangunan adalah: a. struktur bangunan; b. lapisan kedap air (waterproofing ); c. sistem utilitas bangunan; d. media tanam; e. pemilihan material; f. aspek keselamatan dan keamanan; g. aspek pemeliharaan: peralatan tanaman

Gambar 2 Contoh Struktur Lapisan pada Roof Garden(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Indonesia)

Tanaman untuk RTH dalam bentuk taman atap bangunan adalah tanaman yang tidak terlalu besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang terbatas, tahan terhadap hembusan angin serta relatif tidak memerlukan banyak air. Kota/Perkotaan a. RTH Taman Kota RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani minimal 480.000 penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas taman minimal 144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80% - 90%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan. b. Hutan Kota Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah sebagai peyangga lingkungan kota yang berfungsi untuk: a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; b. Meresapkan air; c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan d. Mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia. Hutan kota dapat berbentuk: a. Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan; b. Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal 2500 m. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil; c. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100% dari luas hutan kota;

d. Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya. Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m. Struktur hutan kota dapat terdiri dari: a. Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan pepohonan dan rumput; b. Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan selain terdiri dari pepohonan dan rumput, juga terdapat semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak beraturan.

c. Sabuk Hijau Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lainlain) atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya. Sabuk hijau dapat berbentuk: RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau pemisah; Hutan kota; Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya (eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan keberadaannya. Fungsi lingkungan sabuk hijau: Peredam kebisingan; Mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi matahari; Penapis cahaya silau; Mengatasi penggenangan; daerah rendah dengan drainase yang kurang baik sering tergenang air hujan yang dapat mengganggu aktivitas kota serta menjadi sarang nyamuk. Penahan angin; untuk membangun sabuk hijau yang berfungsi sebagai penahan angin perlu diperhitungkan beberapa faktor yang meliputi panjang jalur, lebar jalur. lahan tertentu,

Mengatasi intrusi air laut; RTH hijau di dalam kota akan meningkatkan resapan air, sehingga akan meningkatkan jumlah air tanah yang akan menahan perembesan air laut ke daratan.

Penyerap dan penepis bau; Mengamankan pantai dan membentuk daratan; Mengatasi penggurunan.

Kriteria Vegetasi RTH a. Kriteria Vegetasi untuk RTH Pekarangan Rumah Besar, Pekarangan Rumah Sedang, Pekarangan Rumah Kecil, Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha. Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: a. memiliki nilai estetika yang menonjol; b. sistem perakaran masuk ke dalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan; c. tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi; d. ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang; e. jenis tanaman tahunan atau musiman; f. tahan terhadap hama penyakit tanaman; g. mampu menjerap dan menyerap cemaran udara; h. sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung. b. Kriteria Vegetasi untuk Taman Atap Bangunan dan Tanaman dalam Pot Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: a. tanaman tidak berakar dalam sehingga mampu tumbuh baik dalam pot atau bak tanaman; b. relatif tahan terhadap kekurangan air; c. perakaran dan pertumbuhan batang yang tidak mengganggu struktur bangunan; d. tahan dan tumbuh baik pada temperatur lingkungan yang tinggi; e. mudah dalam pemeliharaan.

Tabel 2 Contoh Tanaman untuk Roof Garden

Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Indonesia

Kriteria Vegetasi untuk RTH Taman dan Taman Kota Kriteria pemilihan vegetasi untuk taman lingkungan dan taman kota adalah sebagai berikut: a. tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi; b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap; ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang; perawakan dan bentuk tajuk cukup indah; kecepatan tumbuh sedang; berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya; jenis tanaman tahunan atau musiman; jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal; tahan terhadap hama penyakit tanaman; mampu menjerap dan menyerap cemaran udara; sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung.

Tabel 3 Contoh Pohon untuk Taman Lingkungan dan Taman Kota

Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Indonesia

Kriteria Vegetasi untuk Hutan Kota Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. memiliki ketinggian yang bervariasi; sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung; tajuk cukup rindang dan kompak; mampu menjerap dan menyerap cemaran udara; tahan terhadap hama penyakit; berumur panjang; toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air; tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri; batang dan sistem percabangan kuat; batang tegak kuat, tidak mudah patah; sistem perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah terjadinya longsor; seresah yang dihasilkan cukup banyak dan tidak bersifat alelopati, agar tumbuhan lain dapat tumbuh baik sebagai penutup tanah;

m. jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan evergreen bukan dari golongan tanaman yang menggugurkan daun (decidous); n. memiliki perakaran yang dalam.

Kriteria Vegetasi untuk Sabuk Hijau Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: Peredam kebisingan; untuk fungsi ini dipilih penanaman dengan vegetasi berdaun rapat. Pemilihan vegetasi berdaun rapat berukuran relatif besar dan tebal dapat meredam kebisingan lebih baik. Ameliorasi iklim mikro; tumbuhan berukuran tinggi dengan luasan area yang cukup dapat mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi matahari. Penapis cahaya silau; peletakan tanaman yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi dan menyerap cahaya. Mengatasi penggenangan.

2. Kondisi RTH di Kota Bandung Luas ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung setiap tahun semakin berkurang, hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan fungsi yang semula berupa lahan terbuka menjadi terbangun untuk berbagai keperluan seperti perumahan, industri, pertokoan, kantor, dan lain-lain. Semakin sempitnya RTH, khususnya taman dapat menimbulkan munculnya kerawanan dan penyakit sosial sifat individualistik dan ketidakpedulian terhadap lingkungan yang sering ditemukan di masyarakat perkotaan. Disamping ini semakin terbatasnya RTH juga berpengaruh terhadap peningkatan iklim mikro, pencemaran udara, banjir dan berbagai dampak negatif lingkungan lainnya (PPSDAL-UNPAD, 2003). Fakta mengenai ruang terbuka hijau di Bandung: Dari 123 taman baru yang tidak tercatat pada data 2002, namun jumlah total taman kota (berdasarkan pengertian taman sesuai kriteria yang disusun) di Kota Bandung saat ini berkurang sebesar 2,44% yaitu dari 450 taman pada tahun 2002 menjadi 439 taman pada tahun 2003.Penurunan jumlah taman tersebut disebabkan karena tidak dimasukannya sejumlah taman yang tercatat pada tahun 2002 karena sebenarnya tidak

masuk dalam kategori taman yang bukan berfungsi sebagai fasilitas umum dan fasilitas sosial, serta adanya taman yang hilang/beribah fungsi. Dengan demikian jumlah total luas taman di Kota Bandung juga menurun dari 1,118,855 ha pada tahun 2002 menjadi 803,965 ha pada tahun 2003. Bila dibandingkan dengan totalluas kota (167.290.000 m2 atau 16,729 ha), proporsi taman saat ini baru mencapai 4,8%. Dari 439 taman dengan total luas 80,4 ha, ternyata tidak seluruhnya potensial sebagai lahan yang dapat menyerap air, karena seluas 28,09 ha (34,9%) berupa lahan yang diperkeras (open space), sedangkan luas lahan terbukanya (green space) adalah 50,6 ha. Bila mengacu pada ratio styandar ideal menurut Lancashire Country Council yaitu 7 11,5 m2 /orang, maka pemenuhan taman bagi warga kota Bandung baru mencapai sekitar 0,43 m2 /orang atau 3,86% - 6,07% dari kebutuhan luas taman ideal. Pola sebaran jumlah dan luas taman disetiap wilayah tidak merata. Ratio jumlah taman per 100 ha area di Cibeunying adalah 3,54 dan di Karees 2,13 sedangkan 4 wilayah lain dibawah 1,07. Proporsi luastaman terhadap luas wilayahnya juga menunjukkan perbedaan yang sangat tinggi, di wilayah Cibeunying dan Gedebage proporsinya antara 22,2% - 25,8% sedangkan di 4 wilayah lain antara 7,2% - 16,5%. Jumlah total jenis tanaman di taman tercatat 193 jenis yang terdiri dari 98 jenis pohon dan 95 jenis tanaman hias. Secara umum pola penanaman tanaman di taman jalan dan taman kota telah menunjukan kesesuaian antara jenis tanaman yang ditaman dengan peruntukan tamannya. Sedangkan untuk taman lingkungan (RT, RW, Kelurahan) masih terdapat jenis tanaman yang kurang sesuai karena dapat membahayakan pengguna taman atau terdapat jenis yang mudah rusak karena kegiatan masyarakat didalam taman. Dari 98 jenis pohon, sekurangkurangnya terdapat 8 jenis tanaman yang diindikasikan masuk ke dalamkelompok jenis pohon yang mampu menyerap zat pencemar di udara, dan sekurangkurangnya terdapat 18 jenis tanaman yang termasuk kategori tanaman langka. Fungsi ekologis tanaman dan RTH/taman dari setiap taman tidak dapat disamaratakan, melainkan berbeda sesuai dengan karakteristik pola penanaman dan jenis tanamannya serta jenis RTH/tamannya masing-masing. Kebijakan, Rencana dan Program Pembangunan RTHK, khususnya Taman di Kota Bandung masih belum jelas, sehingga telah mengakibatkan pembangunan dan pengelolaan taman tidak berjalan dengan baik. Hal ini diindikasikan dari menurunnya

jumlah dan luas taman, masih banyaknya tanaman yang kurang terawat, serta adanya keluhan masyarakat tentang akses terhadap RTH/taman serta terbatas/menyusutnya RTH/taman seperti yang tertuang pada Agenda 21 Kota Bandung.

Hingga tahun 2008, RTH Kota Bandung baru mencapai 8,87 persen atau sekitar 1.484,24 hektar dari total luas wilayah Kota Bandung.

3. Peran Swasta dalam Penyediaan RTH di Kota Bandung Swasta merupakan pelaku pembangunan penting dalam pemanfaatan ruang perkotaan dan ruang terbuka hijau. Terutama karena kemampuan kewirausahaan yang mereka miliki. Peran swasta yang diharapkan dalam pemanfaatan ruang perkotaan sama seperti peran yang diharapkan dari masyarakat. Namun, karena swasta memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat umum, maka terdapat peran lain yang dapat dilakukan oleh swasta, yaitu untuk tidak saja menekankan pada tujuan ekonomi, namun juga sosial dan lingkungan dalam memanfaatkan ruang perkotaan. Untuk mencapai peran tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pihak swasta: a. Pihak swasta yang akan membangun lokasi usaha (mall, plaza, dan sebagainya) dengan areal yang luas perlu menyertakan konsep pembangunan ruang terbuka hijau; b. Bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat dalam membangun dan memelihara ruang terbuka hijau; c. Menfasilitasi proses pembelajaran kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan penyusunan RTH perkotaan. Kegiatan ini dapat berupa pemberian pelatihan pembangunan ruang terbuka hijau maupun dengan proses diskusi dan seminar; d. Berperan aktif dalam diskusi dan proses pembangunan sehubungan dengan pembentukan kebijakan publik dan proses pelibatan masyarakat dan swasta yang terkait dengan pembangunan ruang terbuka hijau; e. Mengupayakan bantuan pendanaan bagi masyarakat dalam realisasi pelibatan dalam pemanfaatan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau; f. Menjamin tegaknya hukum dan peraturan yang telah ditetapkan dan disepakati oleh semua pihak dengan konsisten tanpa pengecualian.

Keterlibatan swasta dalam penyediaan RTH bermacam macam tergantung jenis RTH, diantaranya sebagai berikut 1. Taman Kota Pihak yang memiliki peran lebih dalam lembaga pengelola RTH tipe ini adalah Unsur Pemerintah sebagai perencana dan sekaligus pengelola. Keterlibatan Pihak Swasta pada tipe ini dapat berupa penyediaan sarana-prasarana pendukung dan pemeliharaannya. Keuntungan yang dapat diambil oleh pihak swasta adalah tersedianya space untuk promosi dengan tanpa mengurangi estetika dari tama itu sendiri. Peran masyarakat umum sebagai menerima manfaat pada tipe jenis dapat ikut terlibat dalam lembaga pengelola atau pun hanya sebagai partisipan saja. Peran masyarakat umum adalah ikut serta menjaga dan memelihara kebersihan dan keindahan taman kota. 2. Taman Wisata Alam Keterlibatan pemerintah dalam tipologi ini biasanya hanya sebagai perencana saja. Pengelolaan Taman Wisata Alam biasanya dilimpahkan pada pihak Swasta. Peran swasta sebagai pengelola dituntut lebih intensif dalam tipologi ini karena taman wisata biasanya sudah bersifat profit oriented. Peran masyarakat sebagai penikmat jasa, ikut serta menjaga kebersihan dan keamanan taman wisata alam tersebut. 3. Taman Rekreasi Terdapat dua tipe taman rekreasi berdasarkan pengelolaannya yaitu taman rekreasi yang bersifat non-profit biasanya dikelola oleh pemerintah dan taman rekreasi yang bersifat profit biasanya dikelola oleh swasta/masyarakat. Keterlibatan pemerintah pada taman rekreasi yang bersifat non-profit bisa menyeluruh mulai perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pemeliharaan dan perlindungan. Tetapi bisa juga hanya proses perencanaan dan pembangunannya saja. Pengelolaan selanjutnya dapat dilakukan oleh masyarakat atau pihak swasta. Keuntungan dari pihak swasta sebagai pengelola dapat berupa pemanfaatan beberapa area untuk keperluan promosi dengan tanpa mengurangi estetika dan kenyamanan pengunjung. Pada Taman rekreasi yang bersifat profit, peran pemerintah hanya sedikit. Peran tersebut dapat berupa regulasi atau perencanaan saja. Pengelolaan selanjutnya dilakukan oleh pihak yang diberikan wewenang untuk mengelola taman rekreasi tersebut.

4. Taman Lingkungan Keberadaan taman di lingkungan perumahan dan permukiman selain memiliki nilai estetis juga memiliki fungsi ekologis yang sangat bermanfaat bagi semua warga penghuni perumahan dan pemukiman tersebut. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan tipologi RTH ini adalah Swasta sebagai pengembang kompleks perumahan dan pemukiman berperan dalam perencanaan dan pembangunan Taman Lingkungan. Masyarakat sebagai penghuni berperan dalam menjaga dan memelihara taman lingkungan tersebut. Peran pemerintah dalam lingkup keci (RT/RW, Kelurahan) berperan dalam mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan tersebut. 5. Taman Perkantoran/ Gedung Komersial Pengelolaan taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial merupakan tanggung jawab pengelola perkantoran dan gedung tersebut. Peran serta masyarakat sekitar sebagai penerima manfaat dapat berupa partisipasi aktif dengan turut serta menjaga dan memelihara taman lingkungan tersebut. Pemerintah dapat memberikan reward bagi

pengelola yang dapat memelihara dan mempertahankan kelestarian taman lingkungan di perkantoran dan gedungnya masing-masing. 6. Kebun Binatang Kebun Binatang merupakan tipe RTH yang berfungsi sebagai tempat rekreasi / tujuan wisata. Pengelolaannya biasanya dikelola oleh pihak pemerintah (BUMD/BUMN) maupun swasta. Pelestarian dan pengelolaan tipologi RTH seperti ini adalah tanggung jawa pengelola Kebun Binatang. Sebagian keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan kebun binatang disalurkan untuk pemeliharaan ruang terbuka hijau yang ada di kawasan tersebut. Peran serta masyarakat dalam hal ini adalah secara tidak langsung dari konstribusi yang mereka bayarkan pada saat mengunjungi kebun binatang dan ikut menjaga RTH kebun binatang dengan tidak merusak/mengotori RTH kebun binatang. 7. Parkir Pengelolaan Ruang Terbuka hijau pada area parkir terbuka merupakan tanggung jawab pengelola area parkir tersebut. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau pada area parkir merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan area parkir itu sendiri. Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian dari pelayanan pihak pengelola terhadap masyarakat

pengguna jasa perparkiran. Peran masyarakat pengguna adalah ikut menjaga dan tidak merusak RTH pada area parkir terbuka. Pelaksana pembangunan, pemeliharaan maupun pengamanan RTH di wilayah kota bertanggung jawab kepada Walikota dan pada tahapan perencanan harus selalu berkoordinasi dengan pihak Bappeda atau Dinas Tata Kota dalam kaitannya dengan pemaduserasian calon lokasi RTH dengan RUTRK sehingga menjadi sesuai peruntukkannya. Mengingat calon lokasi RTH dimungkinkan lokasinya tersebar dan berbeda tipologinya dari suatu wilayah perkotaan sampai kelurahan, maka untuk mempermudah dan mengefektifkan proses kelembagaan dalam pembangunannya akan menyesuaikan dengan struktur pemerintahan di wilayah setempat/lokal, walaupun secara keselauruhan wilayah kota tetap bertanggung jawab secara berjenjang kepada Walikota. Pembangunan RTH privat ruang publik di sekitar bangunan perusahaan baik BUMN, BUMS maupun BUMD, hal ini sudah menjadi kewajiban dan bagian dari IMB yang mengharuskan sebagian arealnya untuk RTH. Pembangunan RTH publik di sekitar permukiman, untuk suatu komplek perumahan, kewajiban pembangunan memang menjadi bagian dari pengembang, tetapi pemeliharaan dan pengamanan adalah tanggung jawab bersama masyarakat penghuninya. Sedangkan RTH publik di wilayah RW/RT diluar komplek perumahan yang dibangun pengembang, maka pembangunan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab bersama masyarakat dengan pembinaan Lurah, Ketua RW/RT setempat. Para pihak eksekutor sebagaimana tersebut di atas perlu berkoordinasi dengan dinas teknis yang terkait dalam hal penentuan jenis bibit, teknis penanaman hingga pemeliharaan. Sedangkan hirarki dengan Lurah atau Camat adalah dalam hal proses perijinan sebagai bahan untuk database RTH di wilayah kelurahan atau kecamatan untuk dilaporkan lebih lanjut kepada Walikota sebagai bahan evaluasi ke depan. Mekanisme pembiayaan untuk pembangunan RTH di wilayah kota dapat berupa bantuan dari anggaran APBN, APBD provinsi, APBD Kota maupun sumber lainnya yang sah. Berdasarkan sumber-sumber anggaran tersebut, mekanisme pengalokasian anggaran untuk pembangunan suatu RTH akan berbeda-beda, antara lain dapat berupa keproyekan, hibah dari pihak lain/donor, program CSR pihak perusahaan maupun swadaya masyarakat. Pemerintah menganggarkan pembiayaan untuk pembangunan dan pengelolaan RTH melalui alokasi anggaran pada APBD. Pihak swasta dapat menganggarkan dana untuk pengelolaan RTH sebagai bagian dari program CSR (Corporate Social Responsibility) yang

merupakan salah satu tanggung jawab sosial perusahaan/swasta terhadap lingkungan sekitarnya. Pembiayaan lain yang berasal dari hibah atau swadaya masyarakat dimungkinkan dalam pengelolaan RTH terutama RTH yang dikelola langsung oleh masyarakat. Masyarakat dalam hal ini berperan mengelola RTH baik dari segi pembiayaan (penggalangan dana masyarakat) dan pengelolaan fisik di lapangan. Permasalahan RTH Ruang tebuka hijau di kota bandung banyak jumlahnya, namun dalam pemanfaatannya sering kali menyimpang, sebagian besar RTH di kota bandung justru menjadi polemic dengan adanya kativitas negatif yang terjadi di ruang publik seperti kriminalitas yang justru menimbulkan dampak yang tidak baik. RTH juga sering kali menjadi tempat berkumpulnya kelompok-kelompok negatif yang memberikan ketidaknyamanan terhadap pengguna RTH lainnya. Contohnya RTH di alun-alun Kota bandung menjadi sarang PKL dan pada malam hari menjadi tempat berkumpulnya wanita tuna susila. Best Practice Bryant Park New York Bryant Park New York merupakan salah satu taman (park) yang berhasil dalam pengelolaan ruang publik dan telah berfungsi sebagai katalis urban di tengah Kota New York. Pada awalnya kawasan bersejarah dengan taman yang berusia lebih dari 100 tahun ini mengalami degradasi fungsi yang cukup parah dan dikenal sebagai pusat pengguna narkoba serta mempunyai angka kriminalitas tinggi yang berakibat pada menurunnya okupansi beberapa gedung perkantoran dan perdagangan. Revitalisasi kawasan bersejarah Kota New York menitik beratkan pada perbaikan Brant Park, dengan luas 6 acre, yang terletak didepan perpustakaan publik New York dengan langkah awal mendirikan Bryant Park Restoration Corporation (BPRC), perusahaan non profit yang mengaplikasikan manajemen perusahaan, diprogram dan dibiayai secara privat. Pada tahun 1987, dengan mengaplikasikan keamanan taman, kios temporer dan even-even publik angka kriminalitas berkurang sebanyak 92 persen. Selanjutnya setelah dua tahun sejak dibuka kembali, angka penyewaan ruang perkantoran disekitar kawasan meningkat 60% dan pada tahun 1988 kontrak 15 tahun ruang komersial ditandatangani. Pada tahun 1992 pengelolaan taman ini telah mempunyai anggaran enam kali lebih besar saat dikelola oleh pemerintah kota. Strategi pengelolaan kawasan oleh BPRS dengan memperhatikan pada detail-detail taman termasuk menghias pembatas

pedestrian menuju taman, memilih ukuran gravel untuk promenade, dan mendesain tempat sampah, kios dan struktur lainnya.

Gambar 3 Salah satu pintu masuk ke dalam Bryant Park, Masyarakat disediakan fasilitas kios-kios majalah, koran dan makanan Sejak direstorasi tahun 1980, desain dan semua elemen yang ada mensuport bervariasi aktivitas dan penggunaan untuk pekerja, berbelanja, tinggal disekitar atau sekedar berkunjung pada kawasan dengan menyediakan ruang berumput dikelilingi pedestrian dan pepohonan. Beberapa fasilitas kenyamanan diantaranya bangku, kursi, air mancur, carousel dan area persewaan permainan catur, backgammon dan petangue. Delapan kios kopi, makanan kecil dan koran menyambut pengunjung di pintu masuk taman. Pengembangan kawasan cukup berhasil menciptakan kenyamanan dengan vegetasi serta aktivitas dan even yang beragam mampu menarik pengunjung secara terus menerus dan membuat kawasan lebih hidup. Selama jam makan siang, taman mampu menampung 5000 pekerja dan 20000 pengunjung dalam sehari. Pada tahun 2002, Bryant Park menyediakan hot-spot internet gratis bagi pengguna taman. Berdasarkan program dan hasil yang didapat Bryant Park sampai saat ini, lembaga Trust Public Land dan Urban Place Consulting Groups Inc. menempatkan Bryant Park sebagai salah satu katalis urban yang berhasil mendorong pembangunan disekitarnya.

Gambar 4 Fasilitas catur dan permainan lainnya yang diperuntukkan bagi segala usia dari balita sampai manula juga penyandang cacat BPRC bertanggung jawab penuh terhadap aktivitas dan event, keamanan, pemeliharaan dan pemasaran usaha bisnis berkaitan penggunaan taman. Even diadakan secara kontinyu berupa festival, konser, film malam yang dapat dinikmati secara gratis dan terbuka bagi semua orang. Kerjasama dilakukan dengan jaringan televisi dan perusahaan lainnya termasuk HBO yang menyedia-kan televisi layar lebar untuk menayangkan tampilan olahraga maupun film seri malam hari. Selain itu BPRC juga menyewakan ruang kota untuk kegiatan/even publik dan privat diantaranya carousel yang banyak digunakan untuk pesta ulang tahun. Untuk mengakomodasi semua kegiatan tersebut, di taman mempunyai keamanan 24 jam dengan petugas keamanan sendiri maupun polisi serta petugas BPRC berseragam yang siap melayani sepanjang waktu. Untuk tetap menjaga banyaknya jumlah pengunjung secara terus menerus, berbagai program dilaksanakan dengan target tidak saja para pekerja kantor (yang banyak disekitar lokasi) namun juga berbagai umur (anak-anak dan pensiunan) dan latar belakang.

Daftar Pustaka Adie, Dimas. 2009, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau,

http://semuatentangkota.blogspot.com/2009/04/fungsi-dan-manfaat-ruang-terbuka-hijau.html [online], Diakses Tanggal: 22 Mei 2011 PPSDAL-UNPAD, 2003, Ringkasan Eksekutif Pengkajian Pola Penghijauan di Kota Bandung. http://www.bandung.go.id/images/ragaminfo/penghijauan.pdf [online], Diakses tanggal: 22 Mei 2011 Emerton, L., J. Bishop and L. Thomas. 2006. Sustainable Financing of Protected Areas : A Global Review of Challenges and Options. Best Practice Protected Areas Guidelines Serries Number 13. The World Conservation Union (IUCN). Gland, Switzerland. 97 pp. Kelembagaan dan pembiayaan RTH, http://aulipad.wordpress.com/ [online]. Diakses tanggal: 22 Mei 2011 Prosedur perencanaan dan peran masyarakat http://www.penataanruang.net/taru/

upload/nspk/pedoman/RTH/9.Bab4.pdf [online]. Diakses tanggal: 22 Mei 2011 Baskara, Medha. 2010, Bryant Park New York, http://medha.lecture.ub.ac.id/2010/05/bryantpark-new-york/ [online]. Diakses tanggal: 22 Mei 2011

KTW 328-Analisis Kebijakan Publik Keterlibatan Swasta dalam Pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kuliah Analisis Kebijakan Publik

Oleh :

Sekar Pandanwangi Bunga Hanifitriane Sabrina Witanti Nur Utami Annisa Ayu.A Mailia Dwi Astuti Astriana M Asbanu Mikaela Tien Muyaan Nova Mandasari Mariana Iftisan Jerry Alfajri Amrifa

(24-2008-003) (24-2008-007) (24-2008-008) (24-2008-012) (24-2008-013) (24-2008-018) (24-2008-019) (24-2008-020) (24-2008-021) (24-2008-026)

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK PLANOLOGI BANDUNG 2011