RTH PUBLIK.pdf

download RTH PUBLIK.pdf

of 90

Transcript of RTH PUBLIK.pdf

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    1/90

    EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN

    RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN

    PROVINSI DKI JAKARTA

    DIANA SISKAYATI

    A34204036

    DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    2/90

    RINGKASAN

    DIANA SISKAYATI (A34204036). Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan

    Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta.

    (Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN)

    Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan telah

    menyebabkan permasalahan keterbatasan terhadap ketersediaan lahan bagi

    perumahan. Untuk menyediakan perumahan layak huni bagi masyarakat

    berpenghasilan rendah, pembangunan rumah susun sederhana (rusuna)

    merupakan salah satu solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan

    memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien. Pemerintah DKI Jakarta sampai

    tahun 2006, telah menyediakan 19.324 unit rumah susun yang tersebar dalam 30lokasi di Wilayah Kotamadya DKI Jakarta. Sasaran pembangunan rumah susun

    tahun 2007-2011, yakni pemenuhan kebutuhan rumah susun layak huni di

    Indonesia sebanyak 1.000 menara atau sekitar 350.000 unit rumah susun,

    dengan harga sewa/jual yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan

    menengah-bawah di kawasan perkotaan berpenduduk lebih dari 1,5 juta jiwa per

    100 km2 (Kebijakan Pemerintah tentang pembangunan rumah susun di

    perkotaan tahun 2007).

    Pembangunan rumah susun ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik

    bangunannya saja, tetapi keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di lingkungan

    rumah susun juga harus diperhitungkan. Kehadiran dan keberadaan RTH/taman

    sebagai bagian dari lingkungan rumah susun, tidak hanya merupakan tempat

    berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga

    memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika.

    Tujuan studi ini adalah mengidentifikasi keberadaan dan karakteristik

    RTH/taman, mengevaluasi penggunaan dan kebutuhan RTH/taman, serta

    menyusun konsep RTH/taman yang sesuai dengan lingkungan rusuna di Provinsi

    DKI Jakarta. Studi dilakukan di kawasan permukiman rusuna yang meliputi 5

    Wilayah Kotamadya Provinsi DKI Jakarta (10 lokasi sampel, 30% dari rusuna

    yang ada di DKI Jakarta), yaitu rusuna Pulo Gebang, rusuna Klender, rusuna

    Bandar Kemayoran, rusuna Tanah Abang, rusuna Sindang Koja, rusuna

    Penjaringan, rusuna Harum Tebet Barat Raya, rusuna Berlian Tebet Barat Raya,

    rusuna Flamboyan, dan rusuna Tambora.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    3/90

    Studi dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2008, mencakup

    beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, analisis dan

    evaluasi, serta penyusunan konsep. Pengumpulan data dilakukan melalui

    pengamatan langsung, wawancara/kuesioner, dan studi pustaka. Metode studi

    yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis

    deskriptif untuk mengevaluasi kondisi dan penggunaan RTH/taman, sedangkan

    analisis kuantitatif untuk mengetahui proporsi dan kecukupan RTH/taman bagi

    penghuni rumah susun.

    Luas rata-rata RTH/taman di lingkungan rusuna di DKI Jakarta adalah

    42,1% dari luas lahan atau berkisar antara 2,0 - 8,0 m2/jiwa. Berdasarkan standar

    dan kebutuhan RTH/taman per jiwa di lingkungan permukiman untuk bermain

    dan berolahraga adalah 1,5 m2/jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen

    Pekerjaan Umum, 2006), maka luas RTH/taman di lingkungan rusuna ini sudahmencukupi. Sedangkan berdasarkan Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007

    tentang Penataan Ruang, bahwa luas RTH 30% dari luas lahan, maka luas

    RTH/taman pada lingkungan rusuna ini sudah mencukupi. Tetapi terdapat pula

    luas RTH/taman pada lingkungan rusuna yang dijadikan sampel memiliki luas

    RTH dibawah 30% luas lahan, hal ini dikarenakan adanya perubahan desain

    awal berupa penambahan bangunan pada area terbuka atau RTH/taman.

    Mengingat luas RTH total di wilayah DKI Jakarta saat ini hanya sekitar 9% dari

    luas wilayahnya, dan target Pemerintah DKI Jakarta menyediakan RTH seluas

    13,94%, maka keberadaan dari luas RTH rusuna yang ada saat ini dapat

    dianggap cukup baik. Namun keberadaan RTH yang ada ini perlu masih

    diimbangi dengan perencanaan dan perancangan serta pengelolaan yang baik

    agar penggunaannya lebih efektif dan bermanfaat bagi lingkungan.

    RTH/taman di lingkungan rusuna tersebut dalam bentuk taman

    serbaguna, taman bermain, taman koleksi pribadi penghuni, lapangan sepak

    bola, lapangan olah raga, dan lahan terbengkalai. RTH/taman digunakan oleh

    penghuni rumah susun untuk bermain dan berekreasi, tempat

    berkumpul/sosialisasi, berolahraga, serta acara-acara tertentu (17 Agustus-an).

    Fasilitas yang ada pada RTH/taman antara lain lampu dan bangku taman, taman

    bermain, tempat sampah, serta hydrant. Pemeliharaan RTH/taman dilakukan

    oleh pihak pengelola dan penghuni rumah susun. Kondisi RTH/taman tersebut

    berbeda-beda, dimana ada yang terawat dan tidak terawat. Hal ini disebabkan

    oleh pengelolaan dan pemeliharaan dari pengelola yang tidak terlaksana dengan

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    4/90

    baik, dan juga sikap kurang peduli penghuni rumah susun dalam menjaga dan

    memelihara lingkungan rumah susunnya.

    RTH/taman rumah susun perlu mempunyai konsep dasar yang

    mengakomodasi beberapa fungsi, yaitu : meningkatkan kualitas lingkungan,

    memenuhi kebutuhan akan ruang rekreasi ruang luar (out door) bagi penghuni

    rumah susun, serta menyediakan ruang sosialisasi dan kebersamaan. Konsep

    dasar RTH/taman rumah susun tersebut di atas, dikembangkan secara teknis

    mencakup acuan luas minimal, jenis ruang, desain, fasilitas, tata hijau dan jenis

    tanaman, serta pengelolaannya.

    Jenis ruang disesuaikan dengan karakter penghuni rumah susun untuk

    memenuhi kebutuhan rekreasi, sosialisasi dan kualitas lingkungan yang baik.

    Desain dibuat sederhana tetapi menarik, efisien, mudah dalam pengelolaannya,

    serta menjamin keamanan dan kenyamanan. Sarana atau fasilitas padaRTH/taman disesuaikan dengan ruang aktivitas, menggunakan bentuk yang

    sederhana, kuat dan tahan lama untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan

    pengelolaannya. Tata hijau yang dikembangkan ditujukan untuk kualitas

    lingkungan ekologis, keindahan, fungsi fisik (pembatas, screen, alas, atap),

    mudah dipelihara dan tidak membahayakan.

    Pengelolaan/pemeliharaan RTH/taman rumah susun yang selama ini

    dilaksanakan oleh pengelola rumah susun (PPRS, Dinas Perumahan, dan

    Perumnas) perlu melibatkan partisipasi penghuni rumah susun melalui kegiatan

    gotong royong yang terjadwal dan berkesinambungan. Metode pemeliharaan

    seperti ini dapat meningkatkan kebersamaan, intensitas bertemu, dan

    komunikasi para penghuni rumah susun.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    5/90

    EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN

    RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN

    PROVINSI DKI JAKARTA

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

    pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    DIANA SISKAYATI

    A34204036

    DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    6/90

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul Skripsi : Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang

    Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun

    Provinsi DKI Jakarta

    Nama Mahasiswa : Diana Siskayati

    Nomor Pokok : A34204036

    Departemen : Arsitektur Lanskap

    Menyetujui :Dosen Pembimbing

    Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc.

    NIP. 19620121 198601 2 001

    Mengetahui :

    Dekan Fakultas Pertanian

    Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

    NIP. 19571222 198203 1 002

    Tanggal Lulus :

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    7/90

    RIWAYAT HIDUP

    Diana Siskayati lahir di Jakarta pada tanggal 10 Juli 1986. Penulis adalah

    anak kedua dari dua bersaudara, putri pasangan Bapak Kasidi dan Ibu Enung

    Nuryati. Penulis memulai pendidikan formal di SDN 14 Pagi Sumur Batu Jakarta

    Pusat tahun 1992 dan lulus tahun 1998, kemudian menyelesaikan pendidikan

    menengah pertama di SLTPN 228 Sumur Batu Jakarta Pusat pada tahun 2001.

    Pada tahun 2004, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas di

    SMUN 5 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke tingkat

    perguruan tinggi dan diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB)

    pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian di

    Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

    Selama menjadi mahasiswa, penulis berpartisipasi dalam kepanitiaankegiatan masa perkenalan mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 42 sebagai

    seksi konsumsi. Selain itu, penulis juga menjadi seksi dana usaha (danus) pada

    kepanitiaan kegiatan fieldtrip mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 42.

    Penulis juga mengikuti kegiatan magang di Sub Bidang Pemeliharaan Koleksi,

    Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, serta mengikuti berbagai

    kegiatan seminar dan pelatihan, diantaranya Seminar Work Experience,

    International Workshop IFLA, pelatihan terarium, dan sebagainya. Penulis juga

    melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kelurahan Katulampa, Kecamatan

    Bogor Timur, Kotamadya Bogor dengan membuat program Desain Taman

    Kelurahan dan Penyuluhan Ruang Terbuka Hijau pada tahun ajaran 2007/2008.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    8/90

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan limpahan rahmat

    hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

    Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di

    Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta. Penulis menyadari

    penyelesaian penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor tidak akan berhasil tanpa

    adanya bantuan, dukungan, saran dan kritik membangun dari berbagai pihak.

    Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

    1. Bapak, Ibu, dan Kakak tercinta serta keluarga besar, atas segala kasih

    sayang, perhatian, doa, pengorbanan dan dukungan yang terbaik.

    2. Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc., selaku Dosen PembimbingAkademik dan Pembimbing Skripsi, atas bimbingan, arahan, ilmu,

    pengalaman, kasih sayang, dan saran yang diberikan.

    3. Bapak Sapto, Bapak Joko, Bapak Alex, beserta staf (Dinas Perumahan),

    Bapak Eno, Ibu Wiwid, beserta staf (Perum Perumnas), Bapak Maman, Ibu

    Sueke, beserta staf (Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa) atas

    data dan informasi yang diberikan, segala bantuan dan dukungan yang

    begitu besar dalam proses penelitian ini.

    4. PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) atas data-data dan

    informasi mengenai rumah susun yang telah diberikan, sehingga

    membantu dalam proses penelitian ini.

    5. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr., dan Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, MSc.,

    selaku Dosen Penguji atas semua masukan, saran, dan kritik membangun.

    6. Teman-teman satu bimbingan Bu Nunung yaitu Fuji, Krishta, dan Karina.

    7. Tim Sukses seminar : Fuji Rasyid, Karina Dwi Pradita, dan Fauziah Crew.

    8. Mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 41, bersama-sama kita

    menghadapi keadaan suka dan duka kegiatan perkuliahan serta kenangan

    indah persaudaraan yang terjalin selama masa studi Penulis di IPB.

    9. Seluruh Keluarga Besar Departemen Arsitektur Lanskap, atas ilmu dan

    pengetahuan yang telah diberikan.

    10. Keluarga besar kost-an Fauziah (Fauziah Crew), atas hangatnya

    kekeluargaan yang diberikan selama Penulis berdomisili di Darmaga,

    Bogor.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    9/90

    11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, saran dan kritik

    membangun yang tak bisa disebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna seperti yang

    diharapkan. Namun, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

    pembaca, khususnya dalam rangka pengembangan RTH/taman di lingkungan

    rumah susun sederhana (rusuna).

    Bogor, Juli 2009

    Penulis

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    10/90

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang.......... ................................................................. 1

    1.2. Tujuan . ...................................................................................... 2

    1.3. Kegunaan. ................................................................................. 2

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kota ........................................................................................... 3

    2.2. Permukiman Rumah Susun ...................................................... 3

    2.3. Prinsip Dasar Pembangunan Rumah Susun ............................. 42.4. Dasar Perencanaan Rumah Susun ........................................... 5

    2.5. Ruang Terbuka Hijau ................................................................. 7

    2.6. Ruang Terbuka Hijau Permukiman............................................ 9

    BAB III. METODOLOGI

    3.1. Lokasi dan Waktu Studi ............................................................. 12

    3.2. Batasan Studi ............................................................................ 13

    3.3. Metode Studi.............................................................................. 14

    3.4. Teknik Pengambilan Sampel.Rumah Susun ............................. 17

    BAB IV. KONDISI UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

    4.1. Geografis dan Administratif ....................................................... 18

    4.2. Demografi .................................................................................. 19

    4.3. Pola Penggunaan Lahan ........................................................... 19

    4.4. Ruang Terbuka Hijau Kota ........................................................ 20

    4.5. Jumlah dan Sebaran Rumah Susun .......................................... 21

    4.6. Sistem Manajemen/Pengelolaan Rumah Susun ....................... 24

    BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Kondisi Umum Rumah Susun .................................................... 27

    5.1.1. Rumah Susun Pulo Gebang ............................................ 28

    5.1.2. Rumah Susun Klender .................................................... 30

    5.1.3. Rumah Susun Bandar Kemayoran .................................. 32

    5.1.4. Rumah Susun Tanah Abang ........................................... 34

    5.1.5. Rumah Susun Sindang-Koja ........................................... 36

    v

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    11/90

    5.1.6. Rumah Susun Penjaringan ............................................. 38

    5.1.7. Rumah Susun Harum Tebet Barat Raya ......................... 40

    5.1.8. Rumah Susun BerlianTebet Barat Raya ......................... 42

    5.1.9. Rumah Susun Flamboyan ............................................... 44

    5.1.10. Rumah Susun Tambora .................................................. 46

    5.2. RTH/Taman Rumah Susun.. 48

    5.3. Analisis Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Jumlah

    Penghuni . 52

    5.4. Analisis Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas Lahan 53

    5.5. Evaluasi Kondisi dan Penggunaan RTH/Taman Rusun.. 54

    5.6. Keinginan Penghuni Rumah Susun Terhadap RTH/taman 57

    BAB VI. KONSEP

    6.1. Konsep Dasar RTH/Taman Rumah Susun ................................ 586.2. Peningkatan Kualitas RTH/Taman Rumah Susun ..................... 58

    BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

    7.1. Kesimpulan... ......................................................................... 65

    7.2. Saran ......................................................................................... 66

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 68

    LAMPIRAN ..................................................................................................... 69

    vi

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    12/90

    DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1. Luas Minimum Ruang Terbuka Menurut Simonds (2003) .................. 7

    2. Klasifikasi Taman Berdasarkan Jumlah Penduduk .............................. 10

    3. Standar dan Kebutuhan akan RTH (Dirjen Penataan Ruang DPU) ..... 11

    4. Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data ....................................... 14

    5. Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta (2007) .................................... 19

    6. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan (2004) .......................................... 20

    7. Penyebaran Rumah Susun di Provinsi DKI Jakarta ............................. 23

    8. Kondisi Umum Rusuna ......................................................................... 27

    9. Kondisi RTH/Taman Rusuna ................................................................ 49

    10. Bentuk dan Komposisi RTH/Taman Rusuna ........................................ 5111. Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas RTH Per Jiwa .................. 52

    12. Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas Lahan .............................. 53

    13. Evaluasi Kondisi RTH/Taman Rusuna ................................................. 55

    14. Karakteristik Responden ...................................................................... 75

    15. Pendapat Responden tentang RTH/Taman Rusuna ............................ 76

    vii

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    13/90

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    ... 1. Peta Lokasi Studi ................................................................................... 13

    2. Tahapan Studi ........................................................................................ 16

    3. Peta Administratif DKI Jakarta ............................................................... 18

    4. Peta Penyebaran Rumah Susun di Provinsi DKI Jakarta ...................... 22

    5. Struktur Organisasi UPT Pengelola Rumah Susun ............................... 24

    6. Prosedur Pembentukan PPRS .............................................................. 25

    7. Kondisi Lingkungan Rusuna Pulo Gebang ............................................ 28

    8. Kondisi RTH/Taman Rusuna Pulo Gebang ........................................... 29

    9. Kondisi Lingkungan Rusuna Klender ..................................................... 30

    10. Kondisi RTH/Taman Rusuna Klender .................................................... 3111. Kondisi Lingkungan Rusuna Bandar Kemayoran .................................. 33

    12. Kondisi RTH/Taman Rusuna Bandar Kemayoran ................................. 34

    13. Kondisi Lingkungan Rusuna Tanah Abang ............................................ 35

    14. Kondisi RTH/Taman Rusuna Tanah Abang ........................................... 36

    15. Kondisi Lingkungan Rusuna Sindang-Koja ............................................ 37

    16. Kondisi RTH/Taman Rusuna Sindang-Koja ........................................... 38

    17. Kondisi Lingkungan Rusuna Penjaringan .............................................. 39

    18. Kondisi RTH/Taman Rusuna Penjaringan ............................................. 40

    19. Kondisi Lingkungan Rusuna Harum Tebet Barat Raya ......................... 41

    20. Kondisi RTH/Taman Rusuna Harum Tebet Barat Raya ........................ 42

    21. Kondisi Lingkungan Rusuna Berlian Tebet Barat Raya ......................... 43

    22. Kondisi RTH/Taman Rusuna Berlian Tebet Barat Raya ........................ 44

    23. Kondisi Lingkungan Rusuna Flamboyan ............................................... 45

    24. Kondisi RTH/Taman Rusuna Flamboyan .............................................. 46

    25. Kondisi Lingkungan Rusuna Tambora ................................................... 47

    26. Kondisi RTH/Taman Rusuna Tambora .................................................. 48

    27. Pengguna RTH/Taman Rusun ............................................................... 56

    28. Kegiatan pada RTH/Taman Rusun ........................................................ 56

    29. Waktu Pemanfaatan RTH/Taman Rusun .............................................. 56

    30. Pola Pembagian Ruang ......................................................................... 59

    31. Bentuk Ruang Aktif RTH/Taman Rusun ................................................ 60

    32. Bentuk Ruang Pasif RTH/Taman Rusun ............................................... 60

    viii

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    14/90

    0

    33. Bentuk Ruang Umum/Serbaguna Rusun ............................................... 61

    34. Fasilitas Pendukung RTH/Taman Rusun ............................................... 62

    ix

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    15/90

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI

    Jakarta, telah menyebabkan permasalahan keterbatasan terhadap ketersediaan

    lahan bagi perumahan. Akibat langka dan semakin mahalnya lahan/tanah di

    perkotaan, pembangunan perumahan baru layak huni bagi masyarakat

    berpenghasilan rendah belum mencukupi dan memadai. Keadaan ini

    menimbulkan ketidakteraturan penataan ruang dan kawasan, serta berdampak

    buruk terhadap kondisi sosial dan lingkungan. Hal ini terlihat adanya permukiman

    masyarakat pada area yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kota, seperti

    permukiman kumuh di bantaran sungai/kali, di pinggir rel kereta, dan sebagainya.Untuk mewujudkan kota Jakarta yang indah, sehat, dan nyaman, baik

    sebagai pusat kegiatan ekonomi maupun permukiman, Pemerintah Provinsi DKI

    Jakarta dihadapkan pada kendala kemampuan manajerial dengan terbatasnya

    lahan dan dana untuk dapat memberikan pelayanan sarana dan prasarana publik

    yang memadai dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat (Pemerintah Provinsi

    DKI Jakarta, 2002). Dalam hal ini, lahan merupakan masalah utama

    pembangunan perumahan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat.

    Terbatasnya lahan perkotaan menyebabkan Pemerintah Provinsi DKI

    Jakarta dituntut untuk dapat memanfaatkan lahan secara efisien dengan

    meningkatkan intensitas penggunaannya, yaitu memanfaatkan sumber daya

    ruang dan tanah secara maksimal, penyediaan sarana dan prasarana sosial dan

    budaya, serta taman dan ruang terbuka hijau (RTH). Semakin langka dan

    mahalnya harga tanah/lahan di pusat kota untuk pembangunan perumahan,

    pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) bagi masyarakat

    berpenghasilan rendah merupakan salah satu solusi dalam penyediaan hunian

    secara vertikal dengan memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien.

    Pembangunan rumah susun ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik

    bangunannya saja, tetapi keberadaan RTH/taman di lingkungan rumah susun

    juga harus diperhitungkan. Berdasarkan Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007

    tentang Penataan Ruang, luas RTH kota adalah minimal 30% dari luas kota

    tersebut. Namun, penentuan luas RTH kota umumnya dihitung berdasarkan

    jumlah penduduk, dimana luasan RTH/taman di lingkungan permukiman untuk

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    16/90

    2

    bermain dan berolahraga adalah 1,5 m2/jiwa (Dirjen Penataan Ruang

    Departemen Pekerjaan Umum, 2006). Kehadiran dan keberadaan RTH/taman

    sebagai bagian dari lingkungan rumah susun, tidak hanya merupakan tempat

    berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga

    memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika.

    Tetapi pada kenyataannya, keberadaan RTH/taman di lingkungan rumah susun

    memiliki fungsi dan manfaat yang belum mencukupi kebutuhan penghuni.

    Penggunaannya juga belum sesuai dengan fungsi penggunaannya, serta masih

    terbatasnya fasilitas yang terdapat pada RTH/taman tersebut.

    Dengan mengidentifikasi keberadaan dan karakteristik RTH/taman di

    lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) serta mengevaluasi efektivitas

    penggunaannya, maka dapat diketahui secara jelas permasalahan dalam

    penyediaan RTH/taman di lingkungan rusuna. Dengan demikian dapatdirencanakan konsep atau bentuk RTH/taman yang sesuai dengan lingkungan

    dan kebutuhan penghuni rusuna.

    1.2. Tujuan

    Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini, yaitu:

    1. Mengidentifikasi keberadaan dan karakteristik RTH/taman di lingkungan

    rumah susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta.

    2. Mengevaluasi penggunaan dan kebutuhan RTH/taman di lingkungan

    rumah susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta.

    3. Menyusun konsep RTH/taman yang sesuai dengan lingkungan rumah

    susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta.

    1.3. Kegunaan

    Kegunaan studi ini adalah :

    1. Memberikan masukan kepada Pemerintah DKI Jakarta dalam penyediaan

    RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna).

    2. Memberikan masukan kepada masyarakat maupun pengelola rumah

    susun dalam mengelola RTH/taman di lingkungan rumah susun

    sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    17/90

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kota

    Menurut Simonds (2003) kota adalah lanskap buatan manusia yang

    terjadi akibat aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan untuk keperluan

    hidupnya. Kota merupakan kawasan yang memiliki keaktifan, keanekaragaman,

    dan kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya

    (Branch, 1995). Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan

    utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat

    permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

    pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007

    tentang Penataan Ruang). Kota merupakan lingkungan binaan yang terustumbuh dan berkembang sehingga membutuhkan suatu kebijakan terhadap

    perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruangnya.

    Lanskap kota adalah gambaran dan bentuk alam dari suatu kota dengan

    segala kehidupan yang ada di dalamnya, baik bersifat alami maupun buatan

    manusia, yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia beserta

    makhluk lainnya (Rahman, 1984). Struktur ruang kota adalah susunan pusat-

    pusat permukiman sistem jaringan prasarana dan sarana di kota yang berfungsi

    sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis

    memiliki hubungan fungsional (Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan

    RTH Kawasan Perkotaan). Tata ruang dalam lanskap kota yaitu suatu

    pembagian wilayah ke dalam suatu kawasan-kawasan tertentu yang mempunyai

    fungsi-fungsi tertentu seperti kawasan permukiman, industri, niaga dan termasuk

    ruang terbuka hijau (UU RI No. 26 Tahun 2007).

    2.2. Permukiman Rumah Susun

    Menurut Laurie (1990) rumah menjadi permukiman/perumahan apabila

    terdiri dari kelipatannya, baik sebagai sekumpulan kesatuan yang terpisah di atas

    petak-petak lahan ataupun sebagai komplek rumah gedung, kondominium,

    rumah susun, ataupun apartemen. Sementara itu, Undang-Undang RI Nomor 26

    Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan perumahan sebagai

    kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau

    lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    18/90

    4

    Sedangkan permukiman diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar

    kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang

    berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang

    dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.

    Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat mengakibatkan

    kebutuhan akan perumahan dan permukiman meningkat, namun lahan yang ada

    sangat terbatas. Semakin terbatasnya ketersediaan lahan untuk pembangunan

    perumahan dan permukiman, pembangunan rumah susun merupakan salah satu

    solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan memanfaatkan lahan

    secara efektif dan efisien. Undang-undang No.16 Tahun 1985 tentang Rumah

    Susun menyebutkan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat

    yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

    distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal danmerupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan

    secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian

    bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Berdasarkan Kebijakan dan

    Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Perkotaan Tahun 2007,

    pembangunan rumah susun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan rumah

    susun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-

    bawah di kawasan perkotaan, sehingga akan berdampak pada :

    1) Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota;

    2) Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah

    dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan;

    3) Peningkatan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas (PSU) perkotaan;

    4) Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota;

    5) Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat

    berpenghasilan menengah-bawah;

    6) Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.

    2.3. Prinsip Dasar Pembangunan Rumah Susun

    Pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan didasarkan pada

    konsep pembangunan berkelanjutan, yang menempatkan manusia sebagai pusat

    pembangunan. Prinsip dasar pembangunan rumah susun (Kebijakan dan

    Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Perkotaan Tahun 2007)

    meliputi :

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    19/90

    5

    1) Keterpaduan : pembangunan rumah susun dilaksanakan prinsip keterpaduan

    kawasan, sektor, antar pelaku, dan keterpaduan dengan sistem perkotaan;

    2) Efisiensi dan Efektivitas : memanfaatkan sumber daya secara optimal,

    melalui peningkatan intensitas penggunaan lahan dan sumberdaya lainnya;

    3) Penegakan Hukum : mewujudkan adanya kepastian hukum dalam bermukim

    bagi semua pihak, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan yang hidup di

    tengah masyarakat;

    4) Keseimbangan dan Keberkelanjutan : mengindahkan keseimbangan

    ekosistem dan kelestarian sumberdaya yang ada;

    5) Partisipasi : mendorong kerjasama dan kemitraan Pemerintah dengan badan

    usaha dan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses

    perencanaan, pembangunan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan, serta

    pengelolaan rumah susun;6) Kesetaraan : menjamin adanya kesetaraan peluang bagi masyarakat

    berpenghasilan menengah-bawah untuk dapat menghuni rumah susun yang

    layak bagi peningkatan kesejahteraannya;

    7) Transparansi dan Akuntabilitas : menciptakan kepercayaan timbal-balik

    antara Pemerintah, badan usaha dan masyarakat melalui penyediaan

    informasi yang memadai, serta dapat mempertanggung-jawabkan kinerja

    pembangunan kepada seluruh pemangku kepentingan.

    2.4. Dasar Perencanaan Rumah Susun

    Rumah susun sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan

    perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah,

    memerlukan standar perencanaan rumah susun sebagai dasar

    pembangunannya. Standar perencanaan rumah susun ini diperlukan agar harga

    jual/sewa rumah susun dapat terjangkau oleh kelompok sasaran yang dituju,

    tanpa mengurangi asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian

    rumah susun dengan tata bangunan dan lingkungan kota.

    Standar perencanaan rumah susun di kawasan perkotaan berdasarkan

    Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Perkotaan

    Tahun 2007 adalah sebagai berikut :

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    20/90

    6

    1) Kepadatan Bangunan

    Dalam mengatur kepadatan (intensitas) bangunan diperlukan perbandingan

    yang tepat meliputi luas lahan peruntukan, kepadatan bangunan, Koefisien

    Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).

    Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan antara luas dasar

    bangunan dengan luas lahan/persil, tidak melebihi dari 0,4;

    Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah perbandingan antara luas lantai

    bangunan dengan luas tanah, tidak kurang dari 1,5;

    Koefisien Bagian Bersama (KB) adalah perbandingan Bagian Bersama

    dengan luas bangunan, tidak kurang dari 0,2.

    2) Lokasi

    Rumah susun dibangun di lokasi yang sesuai rencana tata ruang, rencana

    tata bangunan dan lingkungan, terjangkau layanan transportasi umum, sertadengan mempertimbangkan keserasian dengan lingkungan sekitarnya.

    3) Tata Letak

    Tata letak rumah susun harus mempertimbangkan keterpaduan bangunan,

    lingkungan, kawasan dan ruang, serta dengan memperhatikan faktor-faktor

    kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian.

    4) Jarak Antar Bangunan dan Ketinggian

    Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan

    terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara

    alami, kenyamanan, serta kepadatan bangunan sesuai tata ruang kota.

    5) Jenis Fungsi Rumah Susun

    Jenis fungsi peruntukkan rumah susun adalah untuk hunian dan

    dimungkinkan dalam satu rumah susun/kawasan rumah susun memiliki jenis

    kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha.

    6) Luasan Satuan Rumah Susun

    Luas satuan rumah susun (sarusun) minimum 21 m2, dengan fungsi utama

    sebagai ruang tidur/ruang serbaguna dan dilengkapi kamar mandi dan dapur.

    7) Kelengkapan Rumah SusunRumah susun harus dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas yang

    menunjang kesejahteraan, kelancaran dan kemudahan penghuni dalam

    menjalankan kegiatan sehari-hari.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    21/90

    7

    8) Transportasi Vertikal

    Rumah susun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai,

    menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal;

    Rumah susun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai,

    menggunakan lift sebagai transportasi vertikal.

    2.5. Ruang Terbuka Hijau

    Permendagri No. 1 Tahun 2007, ruang terbuka dinyatakan sebagai ruang-

    ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan

    maupun dalam bentuk area memanjang/jalur, dimana dalam penggunaannya

    lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang Terbuka

    Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang terbuka yang pemanfaatannya sebagai

    tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yangsengaja ditanam (budidaya tanaman), seperti lahan pertanian, pertamanan,

    perkebunan dan sebagainya (UU RI No. 26 Tahun 2007). RTH merupakan lahan

    atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk

    fungsi perlindungan habitat tertentu, daratan kota/lingkungan, pengaman jaringan

    prasarana, dan budidaya pertanian (Perda No. 6 Tahun 1999).

    Standar luas ruang terbuka untuk umum (Tabel 1.) menurut Simonds

    (2003) secara hirarki mempertimbangkan kebutuhan dalam suatu wilayah

    adalah sebagai berikut :

    Tabel 1. Luas Minimum Ruang Terbuka menurut Simonds (2003)

    Unit Sosial Luas Minimum Ruang Terbuka

    Keluarga (rata-rata 3-6

    jiwa)

    Untuk setiap keluarga, duplex atau row house

    minimum 27 m2 ruang bebas, tertutup atau

    setengah tertutup, tidak termasuk tempat parkir.

    Untuk bangunan bertingkat 9 m2.

    Cluster (3 sampai 10

    keluarga,11-43 jiwa)

    18 m2 per unit rumah tinggal yang dapat

    diperluas, dilengkapi tempat duduk, pohon,patung, air mancur, semak-semak, bunga,

    rumput ataupun perlengkapan bermain.

    Ketetanggaan (1.200

    keluarga, 4.320 jiwa)

    Minimum 12.000 m2 per 1000 penduduk

    disediakan untuk lapangan bermain sekolah,

    rekreasi atau taman. Daerah ini tidak termasuk

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    22/90

    8

    daerah untuk parkir kendaraan.

    Komuniti (10.000 keluarga,

    36.000 jiwa)

    Minimum 20.000 m2ruang untuk publik per 1000

    penduduk untuk lapangan bermain sekolah,

    lapangan atletik dan taman. Dalam luas ini

    termasuk ruang publik ketetanggaan tetapi tidak

    termasuk jalan dan tempat-tempat parkir.

    Kota Minimum 10% luas keseluruhan sebagai ruang

    terbuka, taman atau tempat bermain. Dalam luas

    ini termasuk ruang publik komuniti tetapi tidak

    termasuk jalan-jalan dan tempat parkir. Diambil

    pendekatan 40.000 m2per 1000 penduduk.

    Wilayah Minimum 80.000 m2per 1000 penduduk sebagai

    tempat-tempat terbuka, taman, tempat bermainatau rekreasi seperti berburu, memancing atau

    perlindungan alam. Luas ini termasuk ruang

    publik komuniti, kota serta tempat-tempat parkir

    yang berbentuk pelebaran jalan berdasarkan

    keadaan topografi dan lanskap dimana jalan

    tersebut dilewati.

    Tujuan pengadaan dan penataan RTH di wilayah perkotaan menurut

    Permendagri No. 1 Tahun 2007, yaitu : (1) menjaga keserasian dan

    keseimbangan ekosistem lingkungan, (2) mewujudkan keseimbangan antara

    lingkungan alam dan lingkungan buatan bagi kepentingan masyarakat, (3)

    meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman.

    Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota (UU

    RI No. 26 Tahun 2007). Proporsi 30 % merupakan ukuran minimal untuk

    menjamin keseimbangan ekosistem kota, yang selanjutnya akan meningkatkan

    ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta dapat

    meningkatkan nilai estetika kota.Fungsi RTH di wilayah perkotaan, antara lain : (1) pengaman keberadaan

    kawasan lindung perkotaan, (2) pengendali pencemaran dan kerusakan tanah,

    air, dan udara, (3) tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman

    hayati, (4) pengendali tata air, dan (5) sarana estetika kota (Permendagri No. 1

    Tahun 2007). Selain mempunyai fungsi, RTH juga mempunyai manfaat yang

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    23/90

    9

    dijabarkan dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007, antara lain : (1) sarana untuk

    mencerminkan identitas daerah, (2) sarana penelitian, pendidikan dan

    penyuluhan, (3) sebagai sarana rekreasi dan aktivitas sosial, (4) meningkatkan

    nilai ekonomi lahan, (5) memperbaiki iklim mikro, dan (6) meningkatkan

    cadangan oksigen. Menurut Nurisyah (1997), manfaat RTH dapat diberikan

    melalui fungsionalisasi dan penataan dari massa tanaman yaitu meningkatkan

    kualitas visual dan estetika alami, perbaikan iklim mikro, memantau dan menjaga

    kualitas udara, penyaring dan peredam kebisingan, konservasi tanah dan air,

    habitat kehidupan liar, perlindungan plasma nutfah, bernilai ekonomi dan sosial.

    Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, lokasi RTH terbagi menjadi

    enam kawasan peruntukan ruang kota, yaitu : (1) kawasan pusat perdagangan

    meliputi taman lingkungan sekitar pusat perdagangan, (2) kawasan perdagangan

    meliputi taman lingkungan kantor, dan jalur hijau jalan, (3) kawasan pendidikan(sekolah/kampus) meliputi jalan lingkungan kampus, pusat lingkungan dan

    taman, (4) kawasan industri dan fasilitasnya meliputi jalur hijau jalan, taman

    lingkungan pabrik, (5) kawasan permukiman meliputi halaman rumah, taman

    lingkungan, fasilitas perumahan, bantaran sungai, daerah rawan erosi, jalur hijau

    jalan raya dan jalan lingkungan. (6) kawasan pertanian dan perkebunan meliputi

    ladang, kebun, sawah, hutan, cagar alam, daerah rawan erosi, bantaran sungai

    dan konservasi pesisir pantai.

    Jenis RTH kawasan perkotaan (Permendagri No. 1 Tahun 2007) yaitu :

    (1) pertamanan meliputi taman kota, taman wisata, taman rekreasi, taman

    lingkungan perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran, taman

    hutan raya, (2) hutan kota, hutan lindung, dan cagar alam sebagai tempat

    rekreasi dan konservasi, (3) kebun raya dan kebun binatang, (4) lapangan olah

    raga seperti golf, sepak bola dan sebagainya, (5) pemakaman umum, (6) lahan

    pertanian, (7) jalur hijau meliputi koridor utilitas, bluewaymeliputi bantaran sungai

    dan kanal/danau, water frontmeliputi pantai, (8) daerah penyangga (buffer zone),

    dan (9) taman atap (roof garden).

    2.6. Ruang Terbuka Hijau Permukiman

    Pesatnya pertumbuhan penduduk antara lain disebabkan oleh tingginya

    perpindahan (migrasi) penduduk dari pedesaan ke perkotaan yang akan

    memberikan pengaruh besar terhadap terjadinya perkembangan permukiman

    baru serta peningkatan jumlah kepadatan penduduk dan hunian di perkotaan.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    24/90

    10

    Pertambahan penduduk tersebut cenderung melebihi ambang batas kapasitas

    daya dukung lingkungannya, yang akan menimbulkan beban terhadap sumber

    daya alam, sosial, individu maupun lingkungan terbangun yang ada. Hal tersebut

    mendorong terjadinya penurunan kualitas lingkungan permukiman.

    Untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman tersebut, salah satu

    cara yang dapat ditempuh adalah menyediakan ruang terbuka bersama bagi

    masyarakat, yang dapat menciptakan interaksi satu sama lain, juga tersedianya

    sarana dan prasarana bermain bagi anak-anak serta dapat menampung berbagai

    aktivitas sosial kemasyarakatan lainnya. Salah satu upaya secara fisik dalam

    pengendalian dan peningkatan mutu lingkungan permukiman adalah dengan

    adanya pengadaan RTH/taman pada lingkungan permukiman. Penentuan luas

    RTH kota umumnya dihitung berdasarkan jumlah penduduk (Tabel 2.). Standar

    dan kebutuhan akan RTH kota DKI Jakarta (Tabel 3.) mencakup luasanRTH/taman di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga adalah

    1,5 m2/jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006).

    Tabel 2. Klasifikasi Taman Berdasarkan Jumlah Penduduk*

    *Sumber: Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota DKI Jakarta, 2005

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    25/90

    11

    Tabel 3. Standar dan Kebutuhan akan RTH*

    *Sumber : Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006

    Pembangunan mal/apartemen yang marak tumbuh di Jakarta hendaknya

    juga memperhatikan ketersediaan RTH/taman. Selain sebagai daerah resapan

    air yang dapat mengurangi terjadinya banjir, RTH juga akan menjadikan udara

    sekitar menjadi lebih sehat. Carpenter et.al. (1975) menyatakan bahwa fungsi

    tanaman sangat menentukan kualitas ruang terbuka yang bervegetasi, karena

    fungsinya dapat juga sebagai peredam kebisingan kendaraan bermotor dan

    sebagai pereduksi suhu melalui peningkatan kelembaban udara. Jenis tanaman

    dalam pengadaan RTH/taman hendaknya dipilih berdasarkan kriteria tertentu

    (Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006), antara lain : tahan terhadap

    hama dan penyakit, cepat tumbuh, berumur relatif panjang, berbentuk indah,

    serbuk sarinya tidak bersifat alergis, serta daun dan akarnya tidak bersifat

    mematikan tanaman lain disekitarnya.

    Pemeliharaan RTH/taman lingkungan permukiman ini sebenarnya lebih

    diharapkan dilakukan oleh para penghuni atau masyarakat setempat. Kegiatan

    pemeliharaan tersebut, meliputi : penyiraman, pemangkasan, pembersihan,

    maupun pergantian tanaman yang rusak atau mati, penyulaman, dan

    penanaman kembali. Pada ruang terbatas, perlu perletakan wadah (pot) tanaman

    secara baik dan artistik, perlunya perbandingan proporsional antara tanaman

    pelindung dan tanaman perdu, semak dan penutup tanah dari unsur peneduh,

    hias, dan produktivitasnya.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    26/90

    12

    BAB III

    METODOLOGI

    3.1. Lokasi dan Waktu Studi

    Studi dilakukan di kawasan permukiman rumah susun sederhana

    (rusuna) di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Waktu pelaksanaan studi berlangsung

    dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2008. Lokasi studi meliputi 5 (lima)

    Wilayah Kotamadya Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari 10 lokasi sampel

    (Gambar 1) yaitu :

    1) Wilayah Jakarta Timur ( ) :

    a. Rumah susun sederhana (rusuna) Pulo Gebang Jl. Raya Cakung

    Timur, Kel. Pulo Gebang, Kec. Cakung, Jakarta Timur.

    b. Rumah susun sederhana (rusuna) Klender Jl. I Gusti Ngurah Rai, Kel.Malaka Jaya dan Kel. Malaka Sari, Kec. Klender, Jakarta Timur.

    2) Wilayah Jakarta Pusat ( ) :

    c. Rumah susun sederhana (rusuna) Bandar Kemayoran Kel. Kebon

    Kosong, Kec. Kemayoran, Jakarta Pusat.

    d. Rumah susun sederhana (rusuna) Tanah Abang Jl. K.H. Mas

    Mansyur, Kel. Kebon Kacang, Kec.Tanah Abang, Jakarta Pusat.

    3) Wilayah Jakarta Utara ( ) :

    e. Rumah susun sederhana (rusuna) Sindang-Koja Jl. Sindang Koja,

    Kel. Koja Selatan, Kec. Koja, Jakarta Utara.

    f. Rumah susun sederhana (rusuna) Penjaringan Kel. Penjaringan, Kec.

    Penjaringan, Jakarta Utara.

    4) Wilayah Jakarta Selatan ( ):

    g. Rumah susun sederhana (rusuna) Harum Tebet Barat Raya Jl. Tebet

    Barat Raya, Kel. Tebet Barat, Kec. Tebet, Jakarta Selatan.

    h. Rumah susun sederhana (rusuna) Berlian Tebet Barat Raya Jl. Tebet

    Barat Raya, Kel. Tebet Barat, Kec. Tebet, Jakarta Selatan.

    5) Wilayah Jakarta Barat ( ) :

    i. Rumah susun sederhana (rusuna) Flamboyan Jl. Flamboyan, Kel.

    Cengkareng Barat, Kec. Cengkareng, Jakarta Barat.

    j. Rumah susun sederhana (rusuna) Tambora Jl. Angke Jaya, Kel.

    Angke, Kec. Tambora, Jakarta Barat.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    27/90

    13

    Gambar 1. Peta Lokasi Studi

    3.2. Batasan Studi

    Studi mengenai evaluasi keberadaan dan penggunaan ruang terbuka

    hijau (RTH) hanya dilakukan di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna)

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    28/90

    14

    kelas menengah-bawah yang terdapat di 5 (lima) Wilayah Kotamadya Provinsi

    DKI Jakarta dengan mengambil 10 lokasi sampel (30 % rusuna di DKI Jakarta).

    3.3. Metode Studi

    Studi evaluasi keberadaan dan penggunaan ruang terbuka hijau (RTH) di

    lingkungan rumah susun sederhana (rusuna), dilakukan melalui pengumpulan

    data primer dan sekunder (Tabel 4.). Data primer berdasarkan pengamatan

    langsung di lapangan, wawancara dengan dinas/instansi terkait dan

    menyebarkan daftar pertanyaan/kuesioner kepada penghuni rumah susun pada

    masing-masing lokasi yang dijadikan sampel. Sedangkan data sekunder

    diperoleh dari berbagai sumber seperti literatur, data statistik, browsing internet,

    dan laporan penelitian terdahulu.

    Tabel 4. Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data

    Aspek No. Jenis Data Sumber DataPengambilan

    Data

    Kondisi

    Umum dan

    Rusuna

    Jakarta

    1.

    Kondisi Geografis,

    Administratif, dan

    Demografis

    Dinas Perumahan,

    Dinas Pertamanan,

    Pemda

    Studi Pustaka,

    Wawancara

    2.

    Pola Penggunaan

    Lahan dan Kondisi

    RTH

    Dinas Perumahan,

    Dinas Pertamanan,

    Pemda

    Studi Pustaka,

    Wawancara

    3.Kebijakan Rusuna

    dan RTH

    Dinas Perumahan,

    Dinas Pertamanan,

    Pemda

    Studi Pustaka,

    Wawancara

    4.Jumlah dan

    Sebaran Rusuna

    Dinas Perumahan,

    Pemda, Perumnas

    Studi Pustaka,

    Wawancara

    Kondisi

    Rusuna

    (10 Sampel

    Rusun)

    1.

    Tahun

    Pembangunan

    Rusuna

    Pengelola Wawancara

    2.Luas Lahan (Ter-

    buka & Terbangun)Pengelola Wawancara

    3.Jumlah Unit

    Rusuna

    Pengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    29/90

    15

    Metode studi yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis

    kuantitatif. Analisis deskriptif untuk mengevaluasi kondisi dan penggunaan

    RTH/taman, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui proporsi dan

    kecukupan RTH/taman bagi penghuni rumah susun. Studi ini dilakukan dalam

    beberapa tahapan (Gambar 2), yaitu : tahap persiapan, pengumpulan data,

    analisis dan evaluasi data, serta penyusunan konsep.

    4.Jumlah & Karakter

    Penghuni Rusuna

    Pengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    5.Status Kepemilikan

    Rusuna

    Pengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    6. Fasilitas & UtilitasPengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    7.Keberadaan RTH/

    Taman Rusuna

    Pengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    8.Manajemen/Sistem

    Pengelolaan

    Pengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang,

    Studi Pustaka

    Kondisi

    RTH/Taman

    Rusuna

    1. Luas RTH/TamanPengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    2.

    Konsep/Desain

    dan Kondisi RTH/

    Taman

    Pengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    3. Fasilitas & UtilitasPengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    4. VegetasiPengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    5. Pemeliharaan

    Pengelola,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    6.Aktivitas

    (Pengguna RTH)

    Pengelola,

    Penghuni,

    Pengamatan

    Wawancara,

    Survei Lapang

    7.

    Persepsi &

    Preferensi tentang

    RTH/Taman

    Penghuni RusunaWawancara/

    Kuesioner

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    30/90

    16

    Gambar 2. Tahapan Studi

    1) Tahap Persiapan

    Kegiatannya meliputi penyusunan usulan penelitian, kolokium,

    pengurusan izin penelitian, serta penentuan sampel rusuna.

    2) Tahap Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dengan menggunakan metode survei/

    pengamatan lapang, wawancara/kuesioner, dan studi pustaka yang

    berdasarkan dua pendekatan, yaitu :

    Pendekatan pada tapak ditujukan untuk melihat keberadaan dan

    kondisi RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna).

    Pendekatan penghuni rumah susun melalui wawancara dengan

    menggunakan kuesioner untuk mengetahui karakter, persepsi dan

    aktivitas penghuni rumah susun sebagai pengguna RTH/taman di

    lingkungan rumah susun sederhana (rusuna).

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    31/90

    17

    3) Tahap Analisis dan Evaluasi

    Analisis kecukupan ruang terbuka hijau (RTH)/taman berdasarkan

    jumlah penghuni rumah susun dan proporsi luas RTH/taman terhadap

    total luas lahan.

    Evaluasi kondisi dan penggunaan RTH/taman di lingkungan rumah

    susun sederhana (rusuna).

    4) Tahap Penyusunan Konsep

    Penyusunan konsep dilakukan berdasarkan analisis yang telah

    dilakukan sebelumnya, sehingga disusun konsep RTH/taman yang dapat

    diterapkan di lingkungan rusuna.

    3.4. Teknik Pengambilan Sampel

    Dalam studi ini, penentuan lokasi sampel rusuna dengan cara PurpossiveSamplingyang berdasarkan :

    a. Sampel rusuna adalah 30 % dari jumlah rusuna di DKI Jakarta (10 lokasi

    sampel).

    b. Sampel diambil merata pada setiap kotamadya (5 wilayah kotamadya).

    Sedangkan responden dipilih secara simple random sampling dimana

    setiap responden mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai

    sampel, yaitu :

    a. Responden merupakan penghuni rusuna yang sedang menggunakan

    RTH/taman.

    b. Jumlah responden 30 orang pada setiap lokasi rusuna.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    32/90

    18

    BAB IV

    KONDISI UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

    4.1. Geografis dan Administratif

    Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi

    sekaligus Ibukota Negara Indonesia, mempunyai luas 658,28 km2 (termasuk

    Kepulauan Seribu) dengan luas daratan 650 km2. Jakarta terletak di bagian

    barat laut Pulau Jawa. Secara geografis terletak pada 10622'42'' BT sampai

    dengan 10619'12'' BT dan 519'12'' LS sampai dengan 523'54'' LS. Jakarta

    bertopografi landai yang berkisar antara 0-50 m dpl dan dialiri oleh 13 sungai

    besar dan kecil yang umumnya berhulu di daerah pegunungan Puncak Jawa

    Barat dan wilayah Jakarta sebagai hilirnya.

    Kota Jakarta yang merupakan Kota Metropolitan dibagi menjadi 5 (lima)wilayah administrasi dan 1 (satu) kabupaten, yaitu wilayah Jakarta Selatan,

    Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat serta Kabupaten

    Kepulauan Seribu yang dahulunya merupakan kecamatan di Jakarta Utara serta

    terdiri dari 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan. Secara administratif Provinsi DKI

    Jakarta berbatasan dengan :

    Selatan : Kabupaten Bogor dan Depok

    Utara : Laut Jawa

    Barat : Kabupaten Tanggerang

    Timur : Kabupaten Bekasi

    Gambar 3. Peta Administratif DKI Jakarta

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    33/90

    19

    4.2. Demografi

    Kota Jakarta juga dikenal sebagai suatu kota yang memiliki tingkat

    keragaman sosial ekonomi penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk DKI Jakarta

    pada tahun 2007 sekitar 7.563.080 jiwa, namun pada siang hari, angka tersebut

    akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi,

    Tangerang, Bogor, dan Depok. Jumlah penduduk wilayah DKI Jakarta cenderung

    meningkat setiap tahunyaitu terjadi peningkatan jumlah penduduk 2% pertahun.

    Posisi DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian negara, telah mendorong

    banyak orang dari luar Jakarta berbondong-bondong mencari rezeki di Ibu Kota

    Indonesia ini. Para pendatang tersebut, banyak yang tidak dibekali dengan

    keahlian atau keterampilan khusus, sehingga kehadiran mereka menimbulkan

    beberapa dampak sosial yang sangat sulit tertangani, seperti masalah

    pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas.

    Tabel 5. Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007

    Wilayah

    Jumlah Penduduk

    Luas (Ha)Kepadatan

    (Jiwa/Ha)Jiwa

    Persentase

    (%)

    Jakarta Pusat 875.275 11,6 4.815 182

    Jakarta Utara 1.184.799 15,7 13.739 86

    Jakarta Barat 1.571.957 20,8 12.525 126

    Jakarta Selatan 1.744.633 23,1 14.573 120

    Jakarta Timur 2.166.390 28,6 19.306 112

    Kepulauan Seribu 20.026 0,3 870 23

    Total 7.563.080 100 65.828 115

    Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya

    4.3. Pola Penggunaan Lahan

    Pola penggunaan lahan eksisting di wilayah DKI Jakarta didominasi olehpenggunaan untuk perumahan yaitu sebesar 62,42% dari luas wilayah. Dari

    Tabel 6. dapat dilihat bahwa permukiman masih merupakan penggunaan lahan

    yang tertinggi. Setiap tahun, kebutuhan akan permukiman terus meningkat,

    sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Peningkatan kebutuhan itu makin terasa

    di kawasan perkotaan akibat migrasi dan urbanisasi.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    34/90

    20

    Tabel 6. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Per Wilayah Kotamadya (2004)

    No.Wilayah

    Kota

    Jenis dan Luas Penggunaan (Ha)

    Perumahan IndustriKantor/

    Gudang

    RTH/

    TamanLainnya

    Luas

    Tanah

    1.Jakarta

    Selatan

    10.428,43

    (71,6%)

    236,08

    (1,6%)

    1.757,50

    (12,1%)

    190,91

    (1,3%)

    1.960,07

    (13,4%)14.573

    2.Jakarta

    Timur

    13.542,84

    (72,1%)

    1.130,13

    (6,0%)

    1.798,45

    (9,6%)

    217,77

    (1,2%)

    2.083,80

    (11,1%)18.773

    3.Jakarta

    Pusat

    2.968,84

    (62,0%)

    92,93

    (1,9%)

    1.068,65

    (22,3%)

    170,04

    (3,6%)

    489,54

    (10,2%)4.790

    4.Jakarta

    Barat

    9.023,34

    (71,5%)

    512,17

    (4,1%)

    1.253,93

    (9,9%)

    209,41

    (1,7%)

    1.607,15

    (12,8%)12.615

    5. JakartaUtara

    7.495,36(52,7%)

    2.171,39(15,3%)

    1.474,61(10,3%)

    126,56(0,9%)

    2.952,07(20,8%)

    14.220

    Jumlah 43.467,81 4.142,7 7.353,14 914,69 9.548,40 64.971

    Sumber : DKI Jakarta Dalam Angka, tahun 2004

    4.4. Ruang Terbuka Hijau Kota

    RTH merupakan bagian dari kota yang tidak didirikan bangunan atau

    sedikit mungkin unsur bangunan, terdiri dari unsur alam (antara lain vegetasi dan

    air) dan unsur binaan (antara lain produksi budi daya, pertanian kota, taman kota,

    jalur hijau kota, dan berbagai upaya pelestarian lingkungan) yang berfungsi

    meningkatkan kualitas lingkungan. Berbagai fungsi yang terkait dengan

    keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai

    estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam

    meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan

    perkotaan, tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk

    mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan

    maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus

    menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya.Berdasarkan Undang-undang RI No. 26 tahun 2007, luas RTH kota

    adalah minimal 30% dari luas kota tersebut.Rencana Induk Djakarta 1965-1985

    mengalokasikan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 37,2%. Namun, akibat

    pergantian Gubernur terjadi pula perubahan kebijakan dimana telah memangkas

    kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta. Mengacu Perda No. 5/1984,

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    35/90

    21

    RUTRK (Rencana Umum Tata Ruang Kota) Jakarta 1985-2005, alokasi RTH

    menyusut menjadi 25,85%. Sesuai Perda No. 6/1999, Rencana Tata Ruang

    Wilayah Jakarta 2000-2010 mempunyai target RTH seluas 13,94%. Namun

    sampai saat ini, Jakarta hanya memiliki ruang terbuka hijau (RTH) sejumlah

    5.059 Ha (9%) dari luas DKI Jakarta sebesar 65.828 Ha dengan kondisi fungsi

    relatif cukup baik. Standar dan kebutuhan akan RTH kota DKI Jakarta mencakup

    luasan RTH/taman di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga

    adalah 1,5 m2/jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006).

    RTH kota terdapat dalam berbagai bentuk, alami maupun non-alami,

    antara lain cagar alam, hutan lindung, hutan kota, taman kota, jalur hijau, jalur

    pengaman fasilitas umum, lahan pertanian dan pemakaman, serta RTH pada

    area rekreasi dan permukiman (real estate). Berbagai bentuk RTH dalam wilayah

    Provinsi DKI Jakarta ini memiliki keragaman dalam fungsi dan kepentingan, danjuga dalam ukuran serta kondisi dan kualitas penataannya. Namun, ada

    kecenderungan terjadinya penurunan luas dan konversi lahan RTH karena

    digunakan untuk pembangunan berbagai fasilitas sosial ekonomi yang terus

    meningkat. Walaupun demikian, terlihat juga kecenderungan perbaikan fungsi

    RTH pada berbagai bagian kota walau tidak merata.

    4.5. Jumlah dan Sebaran Rumah Susun

    Berdasarkan pelaksana proyek pembangunan, rumah susun dibedakan

    menjadi dua yaitu rumah susun yang dibangun oleh Dinas Perumahan dan

    rumah susun yang dibangun oleh Perum Perumnas. Kedua instansi ini

    bertanggung jawab dalam penyediaan hunian di Jakarta, termasuk rumah susun.

    Sedangkan berdasarkan hak kepemilikannya, rumah susun dibedakan menjadi

    rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan rumah susun sederhana milik

    (rusunami).

    Penyebaran rusuna di DKI Jakarta (Gambar 4.) yang dibangun oleh

    Perumnas yaitu rusunami (rumah susun Klender, Kebon Kacang Tanah Abang,

    dan Kemayoran), rusunawa (rumah susun Pulo Gebang, Cengkareng, dan

    Kemayoran/Dakota), rumah susun hasil kerjasama (rumah susun Koja kerjasama

    Perumnas dengan Pemda DKI dimana tanah rumah susun merupakan tanah

    milik Pemda, dan rumah susun Pasar Jumat kerjasama Perumnas dengan Dinas

    Pekerjaan Umum (PU) dimana tanah rumah susun merupakan tanah milik Dinas

    PU). Sedangkan penyebaran rumah susun sederhana (rusuna) di DKI Jakarta

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    36/90

    22

    yang dibangun oleh Dinas Perumahan (Tabel 7.) yaitu di wilayah Jakarta Pusat

    (rumah susun Jati Rawasari, Karet Tengsin, Jati Bunder, Petamburan,

    Bendungan Hilir II, dan Tanah Tinggi), Jakarta Utara (rumah susun Kapuk Muara,

    Marunda, Nelayan Muara Angke, Penjaringan, Sindang, Semper, dan Sukapura),

    Jakarta Barat (rumah susun Flamboyan, Tambora, Pegadungan, Budha Tzu Chi,

    dan Cengkareng), Jakarta Selatan (rumah susun Tebet Barat I dan II), serta

    Jakarta Timur (rumah susun Pulo Jahe, Pondok Bambu, Cipinang Muara, Tipar

    Cakung, Cakung Barat, Pinus Elok, Pulo Gebang, dan Bidara Cina).

    Gambar 4. Peta Penyebaran Rumah Susun di Provinsi DKI Jakarta

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    37/90

    Tabel 7. Penyebaran Rumah Susun di Provinsi DKI Jakarta

    No.

    Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta S

    Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit Lokasi

    1.Jati

    Rawasari2 180 Kapuk Muara 6 700 Flamboyan 6 560

    Berlian

    Tebet Barat

    2.Karet

    Tengsin4 468 Marunda 174 1.680 Tambora 8 900

    Harum

    Tebet Barat

    3. Jati Bunder 1 40Nelayan Muara

    Angke11 664 Pegadungan 2 200

    4. Petamburan 6 600 Penjaringan 17 950Budha Tzu

    Chi14 1.100

    5.Bendungan

    Hilir II3 614 Sindang 3 290 Cengkareng 13 1.728

    6.Tanah

    Tinggi6 436 Semper 4 360

    7.Tanah

    Abang60 960 Sukapura 1 100

    8. Kemayoran 34 2.176

    9.

    Sumber : Dinas Perumahan DKI Jakarta

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    38/90

    24

    4.6. Sistem Manajemen/Pengelolaan Rumah Susun

    Pengelolaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Dinas

    Perumahan dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola Rumah

    Susun, sedangkan pengelolaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik

    Perumnas dilaksanakan oleh Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa.

    Pengelola rumah susun mempunyai fungsi sebagai berikut :

    1. Penyusunan program dan rencana kegiatan operasional;

    2. Pelaksanaan Inventarisasi dan seleksi para calon penghuni rumah susun;

    3. Pelaksanaan tata cara penghunian;

    4. Pelaksana penyuluhan tentang penghunian rumah susun kepada penghuni

    rumah susun;

    5. Pemeliharaan satuan rumah susun yang disewakan, fasilitas, utilitas, benda

    bersama, bagian bersama, dan tanah bersama;6. Pemeliharaan kebersihan, keindahan, dan keamanan lingkungan rusun;

    7. Penjagaan dan pemeliharaan tata-tertib penghunian rumah susun;

    8. Pemungutan sewa/retribusi/biaya lain-lain yang berkaitan dengan rumah

    susun dan menyetorkannya ke Perbendaharaan dan Kas Daerah sesuai

    dengan peraturan yang berlaku;

    9. Penyelenggaraan administrasi pengelolaan rumah susun;

    10. Pengawasan dan penertiban terhadap penggunaan satuan rumah susun baik

    dari segi peruntukan maupun dari segi status haknya;

    11. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan.

    Berikut adalah struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola

    Rumah Susun :

    Gambar 5. Struktur Organisasi UPT Pengelola Rumah Susun

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    39/90

    25

    Berbeda dengan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), pengelola

    rumah susun sederhana milik (rusunami) adalah PPRS (Perhimpunan Penghuni

    Rumah Susun) yang merupakan badan independent yang wajib mengelola

    rumah susun pemerintah maupun swasta berdasarkan peraturan dan undang-

    undang yang berlaku. PPRS bertugas mengelola keseluruhan lingkungan rumah

    susun sederhana,milik (rusunami), sedangkan bangunan/ruang yang ditempati

    penghuni menjadi tanggung jawab penghuni. Prosedur Pembentukan PPRS

    adalah sebagai berikut :

    Gambar 6. Prosedur Pembentukan PPRS

    Proses Pengesahan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) :

    1. Pemohon : Mengajukan permohonan

    2. Tata Usaha Dinas Perumahan : Menyampaikan permohonan kepada

    Kepala Dinas

    3. Kepala Dinas Perumahan : Memerintahkan Subdin Perizinan untuk

    diteliti

    4. Kasubdin Perizinan : Meneliti dan mengkaji dan menyiapkan

    surat pengantar dan verbal rancangan

    kep. Gubernur DKI

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    40/90

    26

    5. Seksi PPRS dan Rumah Kost : Meneliti dan mengkaji materi AD/ART

    untuk diserahkan kepada Kepala Dinas

    melalui TU

    6. Biro Hukum : Menerima dan meneliti berkas

    7. Ass. Pembangunan : Menerima berkas dari Biro Hukum untuk

    diparaf dan diteruskan kepada Ass.

    Kemasyarakatan

    8. Ass. Kemasyarakatan : Memberi paraf dan meneruskan berkas

    kepada Sekretaris Daerah

    9. Sekretaris Daerah : Berkas diparaf dan disampaikan kepada

    Gubernur untuk ditandatangani

    10. Gubernur : Menandatangani berkas permohonan

    11. Biro Hukum : Memberikan penomoran berkas yangtelah ditandatangani Gubernur dan

    menyampaikan ke Kepala Dinas

    Perumahan cq kasie PPRS

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    41/90

    27

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Kondisi Umum Rumah Susun

    Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, kondisi umum rusuna (10

    sampel) terlihat pada Tabel 8. Pengamatan yang dilakukan yaitu melihat

    keberadaan dan kondisi RTH/taman di lingkungan rusuna, serta melihat

    penggunaan dan aktivitas penghuni rumah susun sebagai pengguna RTH/taman.

    Tabel 8. Kondisi Umum Rusuna (10 sampel)

    Dari Tabel 8. terlihat bahwa seluruh (100%) lokasi rusuna yang dijadikan

    sampel terdapat RTH/taman di lingkungan rusuna tersebut. Bentuk RTH/taman

    yang ada pada setiap rusuna hampir sama dengan rusuna lainnya, yaitu berupa

    taman bermain, lapangan olahraga, lahan terbengkalai, dan kebun koleksi

    penghuni. Namun kondisi RTH/taman tersebut berbeda-beda, dimana ada yang

    terawat dan tidak terawat. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan dan pemeliharaan

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    42/90

    28

    dari pengelola yang tidak terlaksana dengan baik, dan juga sikap kurang peduli

    penghuni rusuna dalam menjaga dan memelihara lingkungan rusunnya.

    5.1.1. Rumah Susun Pulo Gebang

    Rumah susun sederhana (rusuna) Pulo Gebang dibangun di atas lahan

    Hak Pengelolaan Perum Perumnas yang berlokasi di Jalan Raya Cakung Timur

    Kel. Pulo Gebang Kec. Cakung, Jakarta Timur. Status kepemilikan rumah susun

    ini adalah sewa (rusunawa). Bangunan rusunawa Pulo Gebang adalah tipe F.21

    berlantai 5 sebanyak dua menara kembar (twin block) yang meliputi blok Seruni

    1, Seruni 2, Seruni 3, Seruni 4 dengan kapasitas 240 unit terdiri dari 192 unit

    hunian dan 48 unit fasilitas umum/sosial/bisnis. Kapasitas penghuni/tingkat

    hunian baru mencapai 315 penghuni.

    Gambar 7. Kondisi Lingkungan Rusuna Pulo Gebang

    Rusunawa Pulo Gebang berdiri pada tahun 2000 dan baru dipasarkan

    tahun 2002. Pengelola rusuna ini adalah Kantor Regional Khusus Usaha Rumah

    Sewa Cabang Jakarta II yang merupakan bagian dari Perum Perumnas.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    43/90

    29

    Pengelolaannya mencakup perbaikan kerusakan bangunan fisik rusunawa

    beserta fasilitas dan lingkungan (RTH/taman), pengalokasian dan seleksi

    penghuni rusunawa, serta pembuatan surat perjanjian sewa. Fasilitas yang ada

    meliputi area parkir, ruang terbuka dan RTH/taman, penerangan listrik dari PLN,

    sumber air berasal dari PDAM, dan gas untuk kompor PGN.

    Sebelum dibangun menjadi rusuna, lahan ini dahulunya merupakan

    sawah. RTH yang terdapat di rusunawa Pulo Gebang antara lain taman depan

    kantor (Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa) yang berupa taman pasif

    (display garden), tanaman balkon (planter balkon), dan lahan hijau yang masih

    terbengkalai. Di sekitar rusuna Pulo Gebang terdapat RTH berupa lahan

    pertanian (sayuran) yang dikerjakan oleh petani. Namun pada tahun 2008,

    dilaksanakan proyek pembangunan rusun di lahan pertanian tersebut dengan

    berbagai fasilitas penunjang seperti masjid, taman bermain, sekolah, danlapangan olahraga. Penghijauan di rusunawa Pulo Gebang merupakan hasil

    kerjasama dengan Dinas Pertanian.

    Gambar 8. Kondisi RTH/Taman Rusuna Pulo Gebang

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    44/90

    30

    Pada taman pasif, penghuni rusuna hanya dapat menikmati secara visual

    RTH/taman tersebut. Hal ini disebabkan rumput pada taman kantor terdapat

    larangan untuk diinjak, sehingga membuat penghuni tidak dapat menggunakan

    dan memasuki area taman tersebut secara langsung. Sedangkan lahan

    pertanian (sayuran) yang terdapat di lingkungan rusuna ini dimanfaatkan

    penghuni rusunawa untuk membeli sayuran yang dipanen oleh petani, dan

    menikmati pemandangan ladang sayur yang hijau dari teras kamar/selasar

    rusuna. Penghuni memanfaatkan planter balkon yang ada untuk menanam

    tanaman yang disukai (hobi), serta memeliharanya. Penghuni lebih sering

    bersosialisasi di selasar/balkon dibandingkan di lingkungan/RTH/taman rusuna.

    5.1.2. Rumah Susun Klender

    Rumah susun sederhana (rusuna) Klender dibangun di atas lahan milikPerum Perumnas yang berlokasi di Jalan I Gusti Ngurah Rai Kel. Malaka Jaya

    dan Kel. Malaka Sari Kec. Klender, Jakarta Timur. Luas lahan rusuna Klender

    yaitu 7,9 Ha dengan perbandingan lahan terbangun 4,4 Ha dan lahan

    terbuka/RTH 3,5 Ha (hampir 0,5 dari luas keseluruhan).

    Gambar 9. Kondisi Lingkungan Rusuna Klender

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    45/90

    31

    Rusuna Klender terdiri dari 78 blok dengan jumlah keseluruhan 1280 unit

    rumah (1 blok = 16 unit rumah, terdiri dari 4 lantai). Status kepemilikan rusun ini

    adalah milik (rusunami). Rusunami Klender dibangun oleh Perumnas, namun

    sekarang rumah susun ini diserahkan ke Dinas Perumahan (Pemda). Pengelola

    rusunami Klender adalah PPRS Klender (PPRSK). Pengelolaannya meliputi

    bagian administrasi (perpanjangan hak, penyediaan loket untuk pembayaran air

    dan gas), dari segi fisik antara lain mengelola keseluruhan fasilitas rusunami

    Klender (gedung serbaguna, lapangan sepak bola), termasuk kerusakan-

    kerusakan bangunan maupun fasilitas. Penghuni rumah susun dikenakan

    retribusi sebesar @ Rp. 5.000,- per bulan yang disebut Iuran Perbaikan dan

    Pengelolaan Lingkungan (IPPL).

    Rusunami Klender dibangun tahun 1982-1983 dan baru dihuni tahun

    1984-1985. Fasilitas yang ada di rusuna ini antara lain jalur hijau yang dikelolaoleh Pemda, ruang terbuka/RTH, taman bermain, lapangan olahraga, gedung

    serbaguna, dan area parkir. Di rusuna ini terdapat RTH dalam bentuk taman

    serbaguna, jalur hijau, kebun koleksi pribadi penghuni, lapangan sepak bola, dan

    lahan terbengkalai (digunakan untuk tempat sampah atau membuka warung).

    Gambar 10. Kondisi RTH/Taman Rusuna Klender

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    46/90

    32

    Taman serbaguna digunakan sebagai tempat bermain, tempat

    berkumpul/bersosialisasi penghuni, serta untuk acara-acara tertentu seperti

    perayaan 17 Agustus-an, bahkan ada juga yang menggunakannya untuk resepsi

    pernikahan. Taman koleksi penghuni yang ada di lingkungan rusuna ini terlihat

    menarik dan tertata rapi. Hal ini disebabkan kepedulian penghuni rusuna dalam

    menjaga lingkungan dan menciptakan lingkungan rusuna yang asri. Setiap

    penghuni rusuna dapat menikmati secara visual taman ini dan juga dapat ikut

    serta menjaga dan memelihara tanaman yang ada di dalamnya. Pada jalur hijau

    yang berbatasan langsung dengan lingkungan rusuna Klender dapat terlihat

    deretan pedagang yang menjual berbagai macam tanaman hias yang tertata

    dengan rapi dan menarik. Pada awalnya lahan rusuna ini merupakan tanah milik

    masyarakat dalam bentuk rawa dan empang, kemudian dibeli oleh Perumnas

    untuk dibangun rumah susun.

    5.1.3. Rumah Susun Bandar Kemayoran

    Rumah susun sederhana (rusuna) Bandar Kemayoran dibangun di lahan

    milik Perum Perumnas yang berlokasi di Kel. Kebon Kosong Kec. Kemayoran,

    Jakarta Pusat. Rusuna Kemayoran terdiri dari 4 kompleks rusuna dengan luas

    keseluruhan 75.760 m2,yaitu Dakota (15 blok, luas 24.215 m2, dibangun tahun

    1992), Conver (6 blok, luas 13.670 m2, dibangun tahun 1995), Boeing (5 blok,

    luas 16.250 m2), Apron (8 blok, luas 21.625 m2, dibangun tahun 1991).

    Status kepemilikan rusuna ini terdiri dari milik (rusunami) dan sewa

    (rusunawa). Rusuna Conver, Boeing, dan Apron seluruhnya merupakan rumah

    susun sederhana milik (rusunami), sedangkan Dakota terdiri dari rusunami (blok

    1, 2, 5, 15) dan rusunawa. Keseluruhan rusuna Kemayoran (rusunami dan

    rusunawa) dikelola (hak pengelolaan lahan) oleh DP3KK (Direksi Pelaksanaan

    Pengendalian Pembangunan Kompleks Kemayoran) mencakup bangunan, ruang

    terbuka, dan RTH/taman. Pada setiap rusunami dibentuk PPRS (Perhimpunan

    Penghuni Rumah Susun) yang berfungsi mengelola rusuna, sedangkan

    rusunawa masih merupakan tanggung jawab Kantor Regional Khusus Rumah

    Sewa Perum Perumnas Cabang Jakarta I.

    Alasan penghuni memilih tinggal di rusuna ini antara lain lokasi yang

    strategis dan harga rusuna terjangkau. Seperti yang terlihat di lapang bahwa di

    sekitar lingkungan rusuna terdapat apartemen mewah yang dapat menimbulkan

    kesenjangan sosial, namun pada kenyataannya tidak pernah terjadi konflik antar

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    47/90

    33

    penghuni. Penghuni rusuna ini dikenakan iuran/retribusi per bulan sebagai iuran

    keamanan, kebersihan, dan parkir kendaraan yang dikelola oleh RW. Kondisi

    bangunan fisik rusuna maupun fasilitas umum dan sosial serta utilitas yang ada

    dalam keadaan rusak, bocor dan perlu adanya perbaikan. Namun sudah lama

    sistem manajemen/pengelolaan tidak berjalan lancar dan perbaikan/renovasi

    rusuna tidak pernah dilakukan. Kondisi lingkungan rusuna terlihat kurang tertata

    dengan adanya K-5 di lingkungan luar maupun di dalam rusuna.

    Gambar 11. Kondisi Lingkungan Rusuna Bandar Kemayoran

    Fasilitas yang ada antara lain masjid Akbar Kemayoran, masjid/musholla,

    area parkir, saluran air dan gas, ruang terbuka, serta RTH/taman. Pada

    lingkungan rusuna ini terdapat ruang terbuka dan RTH/taman berupa taman

    serbaguna, taman bermain, kebun penghuni, jalur hijau, lahan terbengkalai, dan

    ruang terbuka/plaza. Kondisi sarana dan prasarana yang terdapat di taman ini

    terlihat kotor dan tidak terawat karena belum dilakukan renovasi/perbaikan.

    Taman secara khusus hanya terdapat di rusuna Dakota dengan konsep

    awal taman serbaguna, sedangkan di kompleks rusuna lain (Apron, Boeing dan

    Conver) keberadaan taman secara khusus tidak ada, hanya berupa jalur hijau,

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    48/90

    34

    dan taman koleksi penghuni. Penggunaan taman ini untuk kepentingan umum,

    acara-acara tertentu yang bersifat ceremonial seperti perayaan 17 Agustus-an,

    tempat bermain anak, lapangan bola, tempat bersosialisasi, serta kegiatan

    Pramuka SD. Taman ini berupa plaza dengan pohon-pohon peneduh.

    Gambar 12. Kondisi RTH/Taman Rusuna Bandar Kemayoran

    5.1.4. Rumah Susun Tanah Abang

    Perencanaan dan pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) Tanah

    Abang/Kebon Kacang dilaksanakan oleh Perumnas. Rusuna Tanah Abang

    terletak di Jalan K.H. Mas Mansyur Kel. Kebon Kacang Kec. Tanah Abang,

    Jakarta Pusat. Luas rusuna 4 Ha, terdiri dari 60 blok (RW 10 = 32 blok, RW 11

    = 28 blok). Jumlah lantai masing-masing blok adalah 4 lantai, dengan luas rumah

    penghuni 36 m2. Status kepemilikan pada awalnya adalah sewa (rusunawa),

    namun setelah 1 tahun berjalan diambil KPR BTN menjadi angsuran (rusunami).

    Rusunami Tanah Abang dibangun tahun 1976 dan selesai tahun 1981.

    Sejak tahun 1990 Perumnas tidak bertanggung jawab terhadap rusuna ini.

    Pengelola rusuna ini adalah PPRS/RW yang bertugas mengelola RTH/taman,

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    49/90

    35

    lapangan, dan keseluruhan lingkungan rusuna, sedangkan bangunan (36 m2)

    menjadi tanggung jawab penghuni. PPRS juga berperan mencegah

    pembongkaran lingkungan di luar bangunan penghuni oleh pihak ketiga. Dana

    pengelolaan rusuna berasal dari warga melalui retribusi per bulan yaitu iuran

    pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan (PPL) sebesar Rp. 15.000,- per bulan.

    Gambar 13. Kondisi Lingkungan Rusuna Tanah Abang

    Penghuni bersifat individualistis dimana lebih baik mengeluarkan uang

    daripada kerja bakti bersama (kepedulian terhadap lingkungan masih rendah).

    Alasan penghuni memilih tinggal di rusuna ini yaitu letaknya strategis dimana

    dekat dengan pusat perdagangan/perbelanjaan (Pusat Grosir Tanah Abang).

    Fasilitas yang ada di rusuna ini antara lain taman bermain, lapangan, gedung

    serbaguna, masjid, musholla, tempat parkir, transportasi yang mendukung dan

    mudah dijangkau, serta sumber air berasal dari PAM. Fasilitas di rusuna ini dapat

    dikatakan masih berfungsi dengan baik, dan struktur bangunan yang kuat.

    Di lingkungan rusuna ini juga terdapat ruang terbuka dan RTH yang terdiri

    dari taman serbaguna, jalur hijau, lahan terbengkalai, lapangan voli dan basket.

    RTH/taman ini digunakan penghuni sebagai tempat bermain dan bersosialisasi.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    50/90

    36

    Tanaman awal yang ada, sudah diganti oleh warga karena sudah mati atau

    ditebang karena terlalu besar, sebagian besar merupakan tanaman koleksi

    pribadi yang ditanam/dibudidaya oleh penghuni.

    Gambar 14. Kondisi RTH/Taman Rusuna Tanah Abang

    5.1.5. Rumah Susun Sindang-Koja

    Rumah susun sederhana (rusuna) Sindang-Koja dibangun di atas lahan

    bekas kebakaran yang berlokasi di Jalan Sindang Koja Kel. Koja Selatan Kec.

    Koja, Jakarta Utara. Status kepemilikan rumah susun ini hanya sebatas sewa

    (rusunawa). Rusunawa Sindang-Koja dibangun di atas lahan seluas 9.418 m2,

    yang terdiri dari tipe 21 (240 hunian dan 48 unit usaha), dan tipe 30 (50 unit

    hunian dan 10 unit usaha).

    Rusuna Koja dibangun pada tahun 1999 dan selesai bulan Oktober 2002

    oleh Perum Perumnas, kemudian dihuni pada tahun 2003. Pembangunan

    rusunawa Sindang-Koja Jakarta Utara bertujuan untuk meremajakan lingkungan

    kumuh sepanjang bantaran sungai Kali Sunter Jakarta Utara sesuai dengan

    Program Kali Bersih dan penghijauan bantaran sungai di wilayah DKI Jakarta.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    51/90

    37

    Rusunawa Sindang-Koja diperuntukan bagi warga masyarakat yang terprogram

    yaitu warga masyarakat korban kebakaran.

    Gambar 15. Kondisi Lingkungan Rusuna Sindang-Koja

    Pengelola rusunawa Sindang-Koja adalah Perumnas cabang Regional III

    yang berperan dalam menerima pembayaran sewa dan pembayaran air,

    pengawasan pembangunan seperti kerusakan fasilitas rusuna (terjadi kebocoran,

    maupun perbaikan saluran-saluran), sedangkan pengelolaan sampah dilakukan

    oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Sumber air berasal dari PDAM.

    Sarana dan prasarana yang terdapat di rusunawa Sindang-Koja antara

    lain Masjid sederhana seluas 120 m2 (masih dalam perencanaan), instalasi

    pengolahan air limbah, instalasi pipa saluran air (hydrant) pemadam kebakaran,

    jaringan listrik, pertamanan dan penghijauan, serta area parkir. Di rusunawa

    Sindang Koja terdapat RTH/taman dalam bentuk taman bermain, lapangan bola,

    tanaman pot pada balkon rusun, jalur hijau, dan lahan terbengkalai.

    Lapangan yang ada di rusuna ini digunakan oleh penghuni rusuna dan

    warga sekitar rusuna untuk tempat bermain bola, bersosialisasi/berkumpul,

    maupun untuk acara-acara tertentu seperti sholat Ied, perlombaan 17 Agustus-

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    52/90

    38

    an. Penghuni menggunakan taman bermain (umumnya anak-anak) untuk tempat

    bermain dan bersosialisasi. Penghuni juga memanfaatkan planter balkonuntuk

    menanam dan memelihara tanaman pot yang disukai sebagai penyaluran hobi.

    Gambar 16. Kondisi RTH/Taman Rusuna Sindang-Koja

    5.1.6. Rumah Susun Penjaringan

    Rumah susun sederhana (rusuna) Penjaringan dibangun dan dikelola

    oleh Dinas Perumahan yang berlokasi di Kel. Penjaringan Kec. Penjaringan,

    Jakarta Utara. Luas rusuna Penjaringan adalah 1 Ha terdiri dari 14 blok (A-N)

    dengan total unit hunian 332 unit. Status kepemilikan rusuna ini adalah hanya

    sebatas sewa saja (rusunawa).

    Rusuna Penjaringan dibangun pada tahun 1996, yang diperuntukkan bagi

    masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pengelola rusunawa adalah Cabang

    UPT Pengelola Dinas Perumahan yang berperan menerima uang sewa/retribusi

    dan distribusi dari penghuni rusuna, mengelola kebersihan dan keamanan,

    menampung keluhan-keluhan mengenai kerusakan-kerusakan yang ada dan

    kemudian melaporkannya ke pusat.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    53/90

    39

    Gambar 17. Kondisi Lingkungan Rusuna Penjaringan

    Alasan penghuni memilih tinggal di rusuna ini yaitu letaknya strategis

    dimana dekat dengan pusat perdagangan/perbelanjaan (Mangga Dua) maupun

    stasiun Kota. Kondisi lingkungan rusuna terlihat tertata dan terawat, karena

    pengelolaannya berjalan dengan baik. Dana pengelolaan rusuna berasal dari

    warga melalui retribusi per bulan yaitu iuran pemeliharaan dan pengelolaan

    lingkungan (IPPL) yang dimasukkan ke dalam uang sewa rusun.

    Fasilitas yang terdapat di rusuna ini antara lain masjid, tempat parkir,

    lapangan olahraga, dan sumber air berasal dari PDAM. Di lingkungan rusuna ini

    terdapat RTH dalam bentuk taman serbaguna, jalur hijau, dan lahan terbengkalai

    (digunakan untuk tempat sampah atau membuka warung), sedangkan ruang

    terbuka terdiri dari lapangan dan plaza. Penggunaan RTH/taman antara lain

    untuk tempat bermain, tempat berkumpul/bersosialisasi penghuni, serta acara-

    acara tertentu (17 Agustus-an).

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    54/90

    40

    Gambar 18. Kondisi RTH/Taman Rusuna Penjaringan

    5.1.7. Rumah Susun Harum Tebet Barat Raya

    Rumah susun sederhana (rusuna) Harum Tebet Barat Raya dibangun

    oleh Dinas Perumahan untuk menyediakan hunian yang layak bagi korbankebakaran yang berlokasi di Jalan Tebet Barat Raya Kel. Tebet Barat Kec.

    Tebet, Jakarta Selatan. Luas rumah susun Harum Tebet Barat Raya adalah 2

    Ha yang terdiri dari 4 blok (A, B, C, D) dengan total unit hunian 320 unit (1 blok =

    80 unit hunian, 1 lantai = 20 unit hunian) berlantai 5 (lima) dimana lantai dasar

    hanya digunakan untuk unit usaha.

    Status kepemilikan rusuna ini adalah milik (rusunami). Pada awalnya,

    lahan ini merupakan lahan kosong Pemda DKI Jakarta dan jalur hijau yang

    kemudian dibangun oleh Dinas Perumahan menjadi rumah susun. Pada tahun

    1994 terjadi kebakaran di lingkungan permukiman warga, kemudian dibangun

    rumah susun tahun 1995 dan dihuni tahun 1996. Penghuni rumah susun Harum

    Tebet Barat Raya adalah warga terprogram yaitu korban kebakaran yang

    bermukim pada lahan tersebut.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    55/90

    41

    Gambar 19. Kondisi Lingkungan Rusuna Harum Tebet Barat Raya

    Pengelola rumah susun Harum Tebet Barat Raya adalah PPRS yang

    berperan dalam mengatur distribusi listrik, keamanan, kebersihan, mengelola

    bangunan gedung, (lantai dan kerusakan fisik), mengelola fasilitas yang ada,

    serta mengelola lingkungan rusuna ini. Penghuni dikenakan retribusi yang

    disebut uang sarana digunakan untuk uang kebersihan dan keamanan. Fasilitas

    yang terdapat di rusuna ini antara lain Musholla, TPA, Posyandu, Karang Taruna,

    tempat parkir, dan ruang serbaguna yang digunakan untuk resepsi pernikahan,

    ataupun acara-acara tertentu. Kondisi fasilitas yang terdapat di rumah susun

    Harum Tebet Barat Raya masih berfungsi dengan baik.

    Di rumah susun Harum Tebet Barat Raya terdapat RTH/taman dalam

    bentuk taman bermain, kebun koleksi penghuni, jalur hijau, maupun lahan

    terbengkalai. Luas RTH pada rusuna ini 1/2 dari luas keseluruhan, yang

    sisanya 1/2 adalah ruang terbangun. Penggunaan RTH/taman antara lain untuk

    tempat bermain, tempat berkumpul/bersosialisasi penghuni, serta untuk acara-

    acara tertentu (17 Agustus-an). Kondisi lingkungan rusuna ini terlihat asri dan

    terawat serta bentuk bangunan rusuna yang menarik. Hal ini dikarenakan

    pengelolaannya berjalan dengan baik.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    56/90

    42

    Gambar 20. Kondisi RTH/Taman Rusuna Harum Tebet Barat Raya

    5.1.8. Rumah Susun Berlian Tebet Barat Raya

    Rumah susun sederhana (rusuna) Berlian Tebet Barat Raya dibangun

    pada lahan bekas kebakaran yang berlokasi di Jalan Tebet Barat Raya Kel.

    Tebet Barat Kec. Tebet, Jakarta Selatan. Lokasi rusuna ini dekat dengan rusuna

    Harum Tebet Barat Raya. Status kepemilikan rumah susun Berlian Tebet Barat

    Raya adalah milik (rusunami). Rusuna ini dibangun tahun 2001 oleh Pemda DKI

    Jakarta (Dinas Perumahan) yang terdiri dari 2 (dua) blok tipe 21 dengan total unit

    hunian 120 unit.

    Pada awalnya lahan ini merupakan perumahan warga, namun terjadi

    kebakaran sehingga Dinas Perumahan membangun rumah susun pada lahan ini.

    Penghuni rumah susun Berlian Tebet Barat Raya merupakan korban kebakaran

    yang dialokasikan oleh Pemda untuk tinggal di rumah susun ini. Penghuni yang

    memiliki unit hunian rusuna ada yang menempatinya sendiri dan ada juga yang

    disewakan kepada orang lain. Penghuni rusuna ini adalah warga Jakarta, tetapi

    penghuni rusuna yang menyewa rusunami ini adalah warga pendatang seperti

    Bogor, Bandung, dan Palembang. Pada siang hari penghuni biasanya jarang

    berada di rusuna karena bekerja.

  • 7/21/2019 RTH PUBLIK.pdf

    57/90

    43

    Gambar 21. Kondisi Lingkungan Rusuna Berlian Tebet Barat Raya

    Pengelola rumah susun Berlian Tebet Barat Raya adalah PPRS yang

    berperan dalam mengatur dan menjaga keamanan maupun kebersihan rusuna

    beserta lingkungan dan fasilitas yang merupakan bagian bersama. Bagianbersama terdiri dari tangga, atap, saluran air, tempat pembuangan kotoran

    berupa pipa/paralon, dimana apabila terjadi kerusakan ditanggung bersama.

    PPRS juga berperan mencegah pembongkaran lingkungan di luar bangunan

    penghuni oleh pihak ketiga. Dana pengelolaan rusun berasal dari warga melalui

    retribusi per bulan yang meliputi iuran pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan.

    Fasilitas yang ada di rumah susun Berlian Tebet Barat Raya antara lain

    masjid, taman bermain, area parkir, dan sumber air yang berasal dari PAM. Di

    rumah susun Berlian Tebet Barat Raya terdapat RTH/taman dalam bentuk taman

    bermain dan taman pasif (display garden). Penggunaan RTH/taman ini antara