rendi skripsi-editan-5
-
Upload
eka-putri-handayani-botutihe -
Category
Documents
-
view
40 -
download
0
Transcript of rendi skripsi-editan-5
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur adalah tujuan
pembangunan nasional yang harus diwujudkan oleh setiap elemen Negara
karena marupakan amanat dari Undang-undang Dasar kita sehingga
dibutuhkan suatu usaha dan kebijakan yang riil didalam mewujudkannya.
Tujuan ini akan tercapai apabila setiap masyarakat memperoleh haknya untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak atau dengan kata lain
masalah ekonomi yang berupa pengangguran dan kemiskinanan harus
dihindarkan dari masyarakat kita.
Pembangunan di sektor industri adalah salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Hal ini
diyakinkan karena sektor industri mampu meyerap lebih banyak tenaga kerja
dengan tingkat upah yang cukup baik. sehingga sangat perlu sekali untuk
merencanakan pengembangan sektor industri dengan harapan terjadinya
pengurangan pengangguran dan tingkat kemiskinan.
Keberadaan industri kecil dan industri rumahan yang cukup banyak
sangat membantu sekali dalam upaya mengurangi dan meningkatkan
pendapatan masyarat pendesaan mengingat daerah pedesaan merupakan
penyumbang penduduk miskin yang paling banyak yang akhirnya dapat
mengurangi angka kemiskinan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Bintarto
2
(1977, 24) bahwa adanya sektor industri di pedesaan seperti industri genting
yang cukup banyak keberadaannya akan sangat membantu sekali dalam
mengurangi pengangguran dan kemiskinan di pedesaan.
Untuk mengembangkan industri kecil atau industri rumahan
dibutuhkan pembinaan agar menjadi usaha yang semakin efisien dan mampu
berkembang dan bertahan sehingga akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat, membuka lapangan kerja dan makin mampu menjalakan
fungsinya dalam upaya penyediaan barang-barang yang dibutuhkan masyrakat
dengan harapan industri kecil atau industri rumahan mempunyai kebijakan
dan strategi untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan usahanya.
Perkembangan dunia usaha yang dinamis yang disebabkan oleh
perkembangan teknologi dan tumbuh banyaknya industri yang memiliki
produk yang sejenis sehingga dihadapkan pada persaingan. Hal ini merupakan
ancaman bagi industri kecil yang harus segera ditindak lanjuti karena secara
langsung akan mempengaruhi kelangsungan usahanya, mengingat bagi
industri kecil bahwa hasil penjualan produk merupakan sumber pendapatan
yang utama. Untuk mengatasi semacam itu perusahaan atau industri kecil
dituntut untuk antisipatif terhadap segala kemungkinan yang terjadi dalam
persaingan.
Para pelaku usaha dengan menejemennya harus mampu
mempertahankan keberadaan usaha/perusahaannyadi tengah persaingan dunia
usaha yang semakin ketat dengan upaya meningkatkan kualitas produk dengan
harga yang bersaing sehingga memiliki keunggulan kompetitif yang dapat
3
menarik minat konsumen. Setiap konsumen menginginkan produk yang sesuai
dengan kebutuhan dan selera mereka. Sebagian besar konsumen
menginginkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga terjangkau. Hal ini
menjadi kendala bagi perusahaan sebab harus meningkatkan kualitas produk
dan menekan biaya produksi.
Manajemen perusahaan harus mampu mencari formula baru untuk
dapat memperbaiki manajemen perusahaan dalam hal merencanakan
pengalokasian biaya-biaya secara tepat dan memiliki keakuratan yang tinggi,
khususnya biaya produksi, sebab penentuan biaya produksi berkaitan dengan
perhitungan harga pokok produksi. Apabila biaya produksi tinggi maka harga
pokok produksi tinggi sehingga harga jual produk relatif lebih mahal dari
harga jual pesaing. Sebaliknya, apabila biaya produksi rendah maka harga
pokok produksi rendah sehingga harga jual produk relatif murah tetapi
perusahaan tidak dapat mencapai laba secara optimal.
Permasalahan di dalam pengalokasian biaya dan penentuan harga yang
tepat merupakan permasalahan yang seringkali dihadapi oleh industri atau
perusahaan kecil dengan sistem pengelolaan dan pencatatan yang masih
bersifat tradisonal sehingga didalam perhitungan biaya atau perhitungan harga
pokok produksi masih kurang akurat dan dalam penetapan harga jual yang
kurang mempertimbangkan total biaya yang dihabiskan, laba yang mungkin
diperoleh, dan persaingan yang dihadapinya. Akhirnya memunculkan
penetapan harga jual menjadi kurang bersaing dan menimbulkan kerugian
4
karena tidak mampu menutupi biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi.
Kesalahan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi akan
memberikan dampak negatif bagi perusahaan. Untuk produk yang overcosting
akan menyebabkan produk kalah bersaing dalam masalah harga di pasaran
dengan produk yang sejenis dari perusahaan lain, sehingga permintaan
semakin kecil dan susah untuk mendapatkan keuntungan yang besar.
Sebaliknya pada produk yang cenderung undercosting, maka perusahaan akan
merugi karena harga pokok produksinya lebih rendah dari harga pokok
produksi yang sebenarnya. Hal ini akan mengurangi laba yang akan diperoleh
oleh produk tersebut. Perhitungan dengan menggunakan sistem konvensional
memberi hasil yang kurang akurat, oleh karena itu sangat mungkin untuk
dilakukan perhitungan dengan sistem Activity Based Costing (ABC). Dengan
menggunakan sistem ABC diharapkan penentuan harga pokok produk lebih
tepat dan proporsional, sehingga didapat harga jual produk yang lebih
kompetitif.
Daljono (dikutip Riki Martusa, dkk. 2010) menyatakan bahwa
penentuan Cost of Goods Manufactured yang lebih akurat penting bagi
manajemen sebagai dasar untuk pembuatan keputasan. Manajemen dapat
dipermudah dalam membuat berbagai keputusan, antara lain:
1. Menentukan harga jual
2. Mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan
3. Memantau realiasasi biaya
5
4. Menghitung laba rugi tiap pesanan
5. Menentukan Cost of Goods Manufactured persedian produk jadi dan
produk dalam proses yang akan disajikan dalam neraca.
Dari pernyataan di atas dapat menggambarkan kita begitu pentingnya
keakuratan biaya. ABC System dapat membantu manajemen dalam
mengalokasikan biaya overhead secara akurat dan dapat mengurangi distorsi
yang disebabkan oleh sistem biaya tradisional. ABC System dapat menelusuri
biaya-biaya secara lebih menyeluruh, tidak hanya ke unit produk, tetapi ke
aktivitas yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk. Dengan
demikian, penggunaan ABCSystem akan mampu memberikan informasi harga
pokok produksi yang lebih akurat.
Activity Based Costing (ABC) memiliki penerapan penelusuran biaya
yang lebih menyeluruh dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional.
Perhitungan Cost of Goods Manufactured menelusuri biaya bahan baku
langsung dan biaya tenaga kerja langsung ke setiap unit output. Tetapi, ABC
mengakui bahwa banyak biaya-biaya lain yang pada kenyataannya dapat
ditelusuri tidak ke unit output, tetapi keaktivitas yang diperlukan untuk
memproduksi output. Dengan demikian, penggunaan metode Activity Based
Costing ini akan mempu memberikan informasi Cost of Goods Manufactured
yang lebih akurat (Riki Martusa, dkk. 2010).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Penerapan Sistem Activiy
Based Costing (ABC) dalam Penetapan Harga Pokok Produksi Untuk
6
Mencapai Tingkat Harga Jual Yang Mampu Bersaing Pada Usaha Produksi
Genting Beton “Skarwangi” di Desa Wanasaba Kecamatan Wanasaba
Kabupaten Lombok Timur”.
B. Identifikasi Masalah
1. Manajeman produksi yang kurang bagus.
2. Perhitungan biaya-biaya atau harga pokok produksi yang kurang akurat.
3. Harga jual yang tidak mampu bersaing dipasaran.
4. Sistem penetapan harga jual yang tanpa memperhitungkan biaya-biaya dan
harga persaingan yang dihadapinya.
5. Harga jual yang ditetapkan tidak mampu menutupi biaya-biaya produksi.
6. Sistem Activity Based Costing (ABC) dapat diterapkan dalam perhitungan
harga pokok produksi untuk menghasilkan harga jual yang mampu
bersaing.
C. Batasan Masalah
Dengan melihat identifikasi masalah di atas dan dengan
mempertimbangkan keterbatasan waktu dan biaya maka penelitian ini
memfokuskan penelitiannya yaitu untuk melihat :
1. Obyek Penelitian :
Penerapan metode Activity Based Costing dalam perhitungan harga pokok
produksi untuk menghasilkan harga jual yang mampu bersaing.
7
2. Subyek Penelitian :
Terbatas hanya pada Produsen Genting Beton “Skarwangi” di Desa
Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian Latar Belakang dan Batasan Masalah di atas, maka
ditarik pokok permasalahan yang perlu dianalisis dengan rumusan masalah
sebagai berikut : “Bagaimana penerapan sistem Activity Based Costing (ABC)
dalam perhitungan harga pokok produksi dapat menghasilkan harga jual yang
mampu bersaing pada usaha produksi genting beton “Skarwangi” di Desa
Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem Activity Based Costing
(ABC) dalam perhitungan harga pokok produksi dapat menghasilkan harga
jual yang mampu bersaing pada usaha produksi genting beton “Skarwangi” di
Desa Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur.
F. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi penulis dan pembaca untuk meningkatkan kemampuan dalam
menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dan sebagai
8
pembanding teori-teori yang diperoleh dibangku kuliah dengan realita
yang ditemukan di lapangan.
2. Secara praktis, hasil penelitian diharapakan dapat memberikan masukan
peda produsen-produsen penghasil genting beton khususnya produsen
genting beton Skarwangi Wanasaba dalam menghitung harga pokok
produksi dan penentuan harga jualnya sehingga mampu bersaing di
pasaran.
G. Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional dari setiap variabel penelitian ini adalah :
1. Sistem Activity Based Costing (ABC) adalah suatu sistem kalkulasi biaya
yang menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke produk (Hansen dan
Mowen, 1999, 321)
2. Harga Pokok Produksi adalah sejumlah biaya-biaya yang dikeluarkan baik
untuk memperoleh bahan baku maupun yang digunakan untuk mengolah
bahan baku sampai menjadi barang jadi yang diantarnya biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik (Sugiri dan Riyono
2007, 264).
3. Biaya bahan baku yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan
baku (Supriyono, 1999, 20).
4. Biaya Tenaga Kerja Langsung adalah balas jasa yang diberikan kepada
karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasi atau diikuti
9
jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan (Supriyono,
1999, 20).
5. Biaya Overhead Pabrik adalah semua jenis biaya kecuali biaya bahan baku
dan biaya tenga kerja langsung yang diperlukan dalam proses produksi
(Mardiasmo, 2000, 194).
6. Harga Jual adalah jumlah biaya total (biaya produksi, biaya pemasaran,
dan biaya administrasi dan umum) ditambah jumlah laba (markup) yang
diinginkan perusahaan (Halim dan Supomo, 2005, 98).
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Dhania Anggarani Putri. 2011. “Analisis Penggunaan Metode
Activity Based Costing Sebagai Alternatif Dalam Menentukan Tarif SPP
SMP-SMA Pada YPI Nasima Semarang Tahun 2010” Jenis penelitian ini
adalah jenis penelitian deskriptif eksposisi. Penelitian ini dilakukan untuk
memberikan ilustrasi kepada manajemen sekolah tentang pembebanan biaya
operasional yang berkaitan dengan penentuan tarif SPP menggunakan metode
Activity Based Costing (ABC) untuk mengetahui perbedaan, kelemahan, serta
kelebihan masing-masing metode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif
SPP dengan perhitungan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC)
yang diberlakukan untuk murid baru unit SMP kelas VII sebesar Rp.
564.820,00 dan pada unit SMA kelas X sebesar Rp. 572.397,00. Sedangkan
tarif yang berlaku tahun 2010 untuk unit SMP dan SMA sebesar Rp.
566.667,00. Berdasarkan hasil tersebut, harga tidak terpaut jauh dengan
metode yang telah diterapkan Sekolah Nasima yang berarti bahwa walaupun
selama ini Sekolah Nasima menggunakan metodenya sendiri dalam
menentukan tarif SPP, namun hal tersebut mencakup keseluruhan kebutuhan
biaya pendidikan. Hanya saja, dengan menggunakan metode ABC, Sekolah
Nasima dapat merencanakan anggaran secara tepat, terperinci, dan
11
terprogram sehingga memudahkan manajemen dalam menyetarakan
pendapatan dan pengeluaran.
Yulianti. 2010. “Penerapan Activity Based Costing System Sebagai
Dasar Penetapan Tarif Jasa Rawat Inap (Studi Kasus Pada RSUD. H. A.
Sulthan Daeng Radja Bulukumba)”. Dalam penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan metode deskriptif komparatif yaitu menjelaskan, meringkaskan
berbagai kondisi, situasi dan variabel yang timbul di masyarakat, yang
menjadi obyek penelitian, berdasarkan apa yang terjadi. Dari perhitungan
tarif jasa Jrawat inap dengan menggunakan metode ABC diketahui besarnya
tarif untuk Kelas Dahlia Rp. 163.961, 75, Kelas Teratai Rp. 99.490, 72, Kelas
Anggrek Rp. 72.881, 93, Kelas Utama Rp. 68.003, 66, Kelas I Rp. 63.776,
85, Kelas II Rp 59.079 ,77 dan Kelas III Rp. 56.097, 23. Dari hasil
perhitungan tarif rawat inap dengan menggunakan Activity Based Costing
System, apabila dibandingkan dengan tarif rawat inap yang digunakan oleh
rumah sakit saat ini, terlihat bahwa untuk Kelas Dahlia, Kelas Teratai, Kelas
Anggrek dan Kelas Utama memberikan hasil yang lebih besar dan Kelas I,
Kelas II, dan Kelas III memberikan hasil yang lebih kecil. Dengan selisih
untuk Kelas Dahlia Rp. 86.038, 25, Kelas Teratai Rp. 60.509, 28, Kelas
Anggrek Rp. 47.118, 07, Kelas Utama Rp. 1.996, 34, Kelas I Rp. 10.776, 85,
Kelas II Rp. 25.079,77, dan Kelas III Rp 37.097,23. Perbedaan tarif yang
terjadi disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing
produk. Activity Based Costing system telah mampu mengalokasikan biaya
12
aktivitas ke setiap kamar secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing
aktivitas.
Yulian Danang Eko Saputro. 2010. “Activity Based Costing Sebagai
Metode Perhitungan Harga Pokok Produksi di PT. Antar Surya Jaya”.
Metode penelitian yang digunakan adalah Kualitatif dengan teknik
pengumpulan data secara observasi, interview atau wanwancara, dokumentasi
dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
Activity Based Costing yang dilakukan oleh PT Antar Surya Jaya dapat
deketahui bahwa, pembebanan biaya overhead untuk masing-masing aktvitas
dihitung terlebih dahulu untuk mengetahui tarifnya. Seletah tarif tiap cost
drive deketahui langkah selanjutnya adalah pembebanan biaya sumber daya
ke masing-masing pusat aktivitas, dan langkah terkhir adalah pembebanan
biaya pusat aktivitas ke masing-masing produk. Adapaun besarnya biaya
overhead untuk masing-masing koran sebesar, Surya Rp. 4.046.809, Kompas
Rp. 7.131.941, dan untuk Harga pokok produksi tiap eksemplar adalah
sebagai berikut Surya Rp. 718 Kompas Rp. 1375.
Masyhudi AM. 2008. “Analisis Biaya Dengan Metode Acvitity Based
Costing Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unissula Di
Rumah Sakit Pendidikan (Studi Kasus di Rumah Sakit Sultan Agung)”. Jenis
Penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan melakukan
studi kasus di Rumah Sakit Islam Sultan Agung. Hasil perhitungan dengan
metode ABC didapatkan bahwa unit cost biaya kepaniteraan klinik per bagian
tanpa membedakan bagian besar dan bagian kecil adalah Rp. 1.335.690.-.
13
Unit cost biaya kepaniteraan klinik per bagian pada Bagian Besar adalah Rp.
1.874.694,-. Hasil ini lebih tinggi dari biaya Kepaniteraan Klinik yang
ditetapkan saat ini yaitu sebesar Rp. 1.450.000,-. Terdapat kenaikan sebesar
Rp. 424.694,- atau sebesar 29,3 %. Unit cost biaya Kepaniteraan Klinik per
bagian untuk Bagian Kecil adalah Rp. 1.004.766,- Hasil ini lebih tinggi dari
biaya yang saat ini ditetapkan yaitu sebesar Rp 950.000,-. Terdapat kenaikan
Rp. 54.766,- atau sebesar 5,7 %. Dari hasil diskusi dengan kelompok
mahasiswa didapatkan bahwa mahasiswa tidak keberatan apabila biaya
kepaniteraan klinik dinaikkan dengan syarat ada peningkatan kualitas
kepaniteraan klinik terutama pada pemenuhan sarana parasarana, fasilitas
akomodasi Rumah Sakit serta keaktifan dosen pembimbing. Besaran
kenaikan biaya antara 10 – 30 %. Dari hasil diskusi dengan pimpinan Rumah
Sakit di dapatkan bahwa fasiltas kepaniteraan klinik di Rumah Sakit belum
memadai, utamanya pada sarana prasarana dan peralatan yang khusus
dipergunakan untuk proses belajar mengajar. Dari hasil diskusi dengan
pimpinan Fakultas didapatkan bahwa dalam penetapan biaya kepaniteraan
klinik belum sepenuhnya melibatkan Rumah Sakit dan mahasiswa.
Disarankan, berdasarkan perhitungan unit cost serta pertimbangan-
pertimbangan lain, maka biaya Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas
Kedokteran di RS Sultan Agung perlu dinaikkan antara 20 – 40 %.
Dari bebarapa penelitian terdahulu di atas terdapat beberapa kesamaan
dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu untuk melakukan pembuktian
bahwa penerapan sistem Activity Based Costing dalam perhitungan harga
14
pokok produksi dapat menghasilkan perhitungan harga pokok produksi yang
akurat yang dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh
menejemen dalam menentukan tarif atau harga jual produk atau jasa pada
perusahaan yang memproduksi lebih dari dua jenis produk yang sama dengan
menggunakan jenis penilitian deskriptif dan teknik pengambilan data dengan
menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
Adapun letak perbedaannya yaitu penelitian terdahulu di atas
menerapkan sistem Activity Based Costing pada perusahaan jasa yaitu pada
rumah sakit dan sekolah serta hanya melakukan perhitungan harga pokok
produksi, sedangkan pada penelitian ini akan dilakukan pada perusahaan
manufaktur atau perusahaan pengolahan dengan menghitung harga pokok
produksi beserta harga jual.
B. Landasan Teori
1. Konsep Biaya dan Penggolongan Biaya
Biaya ialah kas dan setera kas yang dikorbankan untuk
memproduksi atau memperoleh barang atau jasa yang diharapkan akan
memperoleh manfaat atau keuntungan di masa mendatang (Darsono
Prawironegori, 2005: 15).
Menurut Hansen dan Mowen (1997, 36) biaya adalah kas atau nilai
ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang
diharapkan memberikan manfaat saat ini atau dimasa datang bagi
organisasi. Sedangkan Daljono (dikutip Riki Martusa, dkk, 2010)
15
mengartikan bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang
diukur dalam satuan uang, untuk mendapatkan barang atau jasa yang
diharapkan akan memberikan keuntungan atau manfaat pada saat ini atau
masa yang akan datang.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
biaya merupakan kas atau nilai ekuivalen kas yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan guna
untuk memberikan suatu manfaat yaitu peningkatan laba baik pada masa
sekarang maupuan masa yang akan datang.
Adapun pengklasifikasian atau penggolongan biaya, hal ini penting
dengan maksud untuk membantu hubungan diantara data biaya sebagai
bahan masukan dalam perencanaan dan pengendalian. Secara umum
hampir setiap perusahaan biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tetap
(Fixed Cost) dan biaya variabel (Variabel Cost). Biaya tetap adalah biaya
yang jumlahnya tidak berubah sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
jumlahnya berubah-ubah bergantung pada fluktuasi produksi/pembelian
(Sadeli dan Siswanto, 2004, 35).
Sedang Supriyono (1999, 18) menyatakan bahwa penggolongan
biaya adalah proses mengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan
eleman yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas
untuk dapat memberikan informasi yang lebih punya arti atau lebih
penting. Selanjutanya Supriyono (1999, 18-35) menggolongkan biaya
berdasarkan cara pengglongongannya yaitu sebagai berikut :
16
1) Penggolongan biaya sesuai dengan Fungsi Pokok dari
Kegiatan/Aktivitas Perusahaan (Cost Classified Accourding to the
Function of Bisiness Activity)
a. Biaya Produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan
fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi
produk selesai, yang digolongkan menjadi :
a) Biaya bahan baku adalah harga perolehan dari bahan baku
yang dipakai di dalan pengolahan produk.
b) Biaya tenaga kerja adalah semua balas jasa (teken prestasi)
yang diberikan oleh perusahaan kepada semua karyawan
yang digolongkan menjadi biaya tenaga kerja
pabrik/produksi, biaya tenaga kerja pemasaran, dan biaya
tenaga kerja administrasi dan umum.
c) Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya
produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung, yang elemnya dapat digolongkan ke dalam : biaya
bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung,
penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik, reparasi dan
pemeliharaan aktiva tetap pabrik, biaya listrik air pabrik,
biaya asuransi pabrik, dan biaya overhead lain-lain.
b. Biaya Pemasaran, yaitu biaya dalam rangka penjualan produk
selesai sampai dengan pengumpulan pihutang menjadi kas. Biaya
ini meliputi biaya untuk melaksanakan :
17
a) Fungsi penjualan
b) Fungsi penggudangan produk selesai
c) Fungsi pengepakan dan pengiriman
d) Fungsi adpertensi
e) Fungsi pemberian kredit dan pengumpulan pihutang
f) Fungsi pembuatan faktur atau administrasi penjualan.
c. Biaya Administrasi dan Umum, yaitu semua biaya yang
berhubungan dengan fungsi administrasi dan umum.
d. Biaya Keuangan, adalah semua biaya yang terjadi dalam
melaksanakan fungsi keuangan, misalnya biaya bunga.
2) Penggolongan Biaya Sesuai dengan Periode Akuntansi di mana Biaya
Akan Dibebankan.
a. Pengeluaran Modal (Capital Expenditures)/Pengeluran Untuk
Memperoleh Aktiva adalah pengeluaran yang akan dapat
memberikan manfaat (benefit) pada beberapan periode akuntansi
atau pengeluaran yang akan dapat memberikan mamfaat pada
periode akuntansi yang akan datang.
b. Pengeluaran Penghasilan (Revenues Expenditures) adalah
pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode
akuntansi di mana pengeluaran terjadi.
Berikut contoh penggolongan pengeluaran modal atau penghasilan :
a. Pengeluaran untuk pembelian mesin
b. Pengeluaran untuk alat-alat kecil
18
c. Pengeluaran yang hanya bermanfaat pada periode akuntansi
d. Pengleuaran yang jumlahnya relatif besar akan tetapi manfaatnya
tidak dapat atau sulit ditentukan pada beberapa periode yang
menikmati.
3) Pengglongan Biaya Sesuai dengan Tendensi Perubahannya terhadap
Aktivitas atau Kegiatan atau Volume.
a. Biaya Tetap (Fixed Cost), dengan karaktristik sebagai berikut :
a) Biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi
oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan
tingkat tertentu.
b) Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah
berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan,
semakin tinggi volumen kegiatan semakin rendah biaya
satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi
biaya satuan.
b. Biaya Variabel (Variabel Cost), dengan karaktristik sebagai
berikut :
a) Biaya yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding
(proporsional) dengan perubahan volume kegiatan, semakin
besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya
variabel, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah
jumlah total biaya variabel.
19
b) Pada biaya variabel, biaya satuan tidak dipengarhui oleh
perubahan volume kegiatan, jadi biaya satuan konstan.
c. Biaya Semi Variabel (Semi Variabel Cost), dengan karaktristik
sebagai berikut :
a) Biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan
perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya
tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan semakin
besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan
semakin rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding.
b) Pada biaya semi variabel, biaya satuan akan berubah terbalik
dihubungkan dengan perubahan volume kegiatan tetapi
sifatnya tidak sebanding. Sampai dengan tingkatan kegiatan
tertentu semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah
biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin
tinggi biaya satuan.
4) Penggolongan Biaya sesuai dengan Obyek atau Pusat Biaya yang
Dibiayai.
a. Biaya Langsung (Direct Cost) adalah biaya yang terjadinya atau
manfaatnya dapat diidentifikasikan kepada obyek atau pusat biaya
tertentu.
b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) adalah biaya yang
terjadinya atau manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan pada
20
obyek atau pusat biaya tertentu, atau biaya yang manfaatnya
dinikmati oleh bebarapa obyek atau pusat biaya.
5) Penggolongan Biaya untuk Tujuan Pengendalian Biaya
a. Biaya Terkendalikan (Controllable Cost) adalah biaya yang
secara langsung dapat dipengaruhi oleh seseorang pimpinan
tertentu dalam jangka waktu tertentu.
b. Biaya Tidak Terkendalikan (Uncontrollable Cost) adalah biaya
yang tidak dapat dipengeruhi oleh seseorang pimpinan/pejabat
tertentu berdasar wewenang yang dia miliki atau tidak dapat
dipengaruhi seorang pejabat dalam jangka waktu tertentu.
6) Penggolongan Biaya Sesuai dengan Tujuan Pengambilan Keputusan.
a. Biaya Relevan (Relevant Cost) adalah biaya yang akan
mempengaruhi pengambilan keputusan, oleh karena itu biaya
tersebut harus diperhitungkan di dalam pengambilan keputusan.
b. Biaya Tidak Relevan (Irrelevant Cost) adalah biaya yang tidak
mempengaruhi pengambilan keputusan, oleh karena itu biaya ini
tidak perlu diperhitungkan atau dipertimbangkan dalam proses
pengambilan keputusan.
Menurut Mulyadi (2006), berdasarkan perubahan volume kegiatan,
biaya digolongkan menjadi :
a. Biaya Tetap (fixed cost)adalah biaya yang jumlah totalnya konstan
dalam kisar tertentu perubahan volume aktivitas.
21
b. Biaya Variabel (variable cost)adalah biaya yang jumlah totalnya
berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan atau
aktivitas.
c. Biaya Step Variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah
dengan jarak waktu tertentu karena perubahan volume aktivitas.
d. Biaya Semi Variabel adalah biaya yang memiliki unsur perilaku tetap
dan variabel.
Sedangkan menurut Abdul Halim dan Bambang Supomo (2001,
15) menggolongkan biaya menjadi biaya variabel, biaya tetap, dan biaya
semi variabel dan atau biaya semi tetap.
a. Biaya Variabel adalah biaya-biaya yang totalnya selalu berubah secara
proporsional (sebanding) dengan perubahan volume kegiatan
perusahaan. Besar kecilnya total biaya variabel dipengaruhi oleh besar
kecilnya volume produksi/penjualan secara proporsional. Contoh jenis
biaya ini antara lain: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,
sebagian biaya overhead pabrik (seperti : penyusutan aktiva tetap
pabrik yang dihitung berdasarkan jumlah unit produksi), komisi
penjualan yang ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari hasil
penjualan dan sebagainya.
b. Biaya Tetap adalah biaya-biaya yang di dalam jarak kapasitas (rang of
capacity) tertentu totalnya tetap, meskipun volume kegiatan
perusahaan berubah-ubah. Sejauh tidak melampaui kapasitas, biaya
tetap total tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya volume kegiatan
22
perusahaan. Contoh biaya tetap antara lain : gaji tetap pimpinan
perusahaan, penyusutan aktiva tetap yang dihitungan dengan metode
garis lurus dan sebagainya.
c. Biaya Semi Variabel adalah biaya-biaya yang totalnya selalu berubah
tetapi tidak proporsional dengan perubahan volume kegiatan
perusahaan. Berubahnya biaya ini tidak dalam tingkat perubahan yang
konstan.
2. Harga Pokok Produksi
a. Pengertian Harga Pokok Produksi
Selamet Sugiri dan Bogat Agus Riyono (2007, 264),
menyatakan bahwa pengertian harga pokok produksi adalah kumpulan
dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan mengolah
bahan baku sampai menjadi barang jadi yang terdiri atas biaya bahan
baku, biaya tenga kerja langsung, dan biaya overhead paberik.
Sedangkan Hansen dan Mowen (1999, 49) menyatakan bahwa
harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang yang
diselesaikan selama periode berjalan.
Dari pengetian di atas kata dapat mengambil garis besar bahwa
harga pokok produksi adalah keseluruhan biaya-biaya yang digunakan
untuk mengolah bahan baku sampai menjadi barang jadi.
b. Kegunaan Harga Pokok Produksi
Penentuan harga pokok produksi mempunyai tujuan utama
yaitu untuk mengetahui berapa sebenarnya biaya yang telah
23
dikeluarkan untuk membuat atau menghasilkan barang yang dihasilkan
oleh perusahaan sehingga dari sini dapat ditetapkan pula berapa jumlah
biaya perunit dari jumlah produksi tersebut, disamping itu kalkulasi
harga pokok produk mempunyai tujuan lain, yaitu:
1. Sebagai Dasar Penentuan Harga Jual
Dengan mengetahui secara pasti harga pokok dan barang yang
telah dihasilkan, maka perusahaan akan dapat menentukan harga jual
dengan tepat sesuai dengan rencana laba yang diinginkan dan tentu
sekali membandingkannya dengan harga penjualan dari pesaing,
sehingga hasil produksi peusahaan tersebut akan dijadikan sebagai
dasar strategi segmentasi pasar.
2. Untuk Menilai Efisiensi Kegiatan
Dalam penilaian efisiensi kegiatan produk sangat perlu
diadakan kalkulasi harga pokok, maka dari hasil kalkulasi harga pokok
tersebut perusahaan akan dapat mengetahui apakah biaya yang
dikeluarkan sudah sesuai dengan standar biaya yang telah
direncanakan ataukah ada penyimpangan. Dari sini bisa dilakukan
penilaian efisiensi kegiatan produk dan mengevaluasi jika terdapat
penyimpangan.
3. Untuk Memberikan Berbagai Kemungkinan Dalam Penjualan
Bagian biaya yang telah memberikan informasinya pada
manajemen melalui perhitungan atau kalkulasi harga pokok. Dari sini
dapat mempertimbangkan berapa sebaiknya harga yang ditetapkan
24
dalam penjualan produk di pasar sehingga perusahaan dapat
memperoleh keuntungan.
c. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
Supriyono (1999, 36-37) mengelompokkan pola pengumpulan
harga pokok secara ekstrim menjadi dua metode yaitu :
1) Metode Harga Pokok Pesanan (Job Order Cost Method) adalah
metode pengumpulan harga pokok produk di mana biaya
dikumpulkan untuk setiap pesanan atau kontrak atau jasa secara
terpisah, dan setiap pesanan atau kontrak dapat dipisahkan
identitasnya.
2) Metode Harga Pokok Proses (Process Cost Method) adalah metode
pengumpulan harga pokok produk di mana biaya dikumpulkan
untuk setiap satuan waktu tertentu, misalnya bulan, triwulan,
semester, tahun.
d. Metode-Metode dalam Menentukan Harga Pokok Produksi
1) Metode Full Costing
Metode Full Costing atau metode konvensional adalah metode
penentuan harga pokok produksi yang membebankan semua unsur
biaya produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead paberik) baik yang besifat tetap maupun variabel kepada
produk atau jasa (Abdul Halim dan Bambang Supomo, 2001, 35).
Sedangkan Darsono Prawironegoro (2005, 94), menyatakan
bahwa kalkulasi biaya produksi penuh (Full Costing) ialah
25
pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan barang atau jasa
dimana unsur-unsurnya adalah biaya bahan langsung, upah langsung
dan seluruh biaya overhead pabrik baik tetap maupun veriabel.
Dari dua pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa metode
Full Costing adalah metode perhitungan harga pokok produksi dengan
memperhitungkan seluruh biaya baik yang berhubungan langsung
(biaya variabel) maupun berhubungan tidak langsung (biaya tetap) ke
dalam suatu barang atau jasa.
Berikut ini adalah perhitungan harga pokok produksi menurut
metode Full Costing (Abdul Halim dan Bambang Supomo, 2001, 36) :
Biaya bahan baku Rp. xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Biaya overhead paberik :
Variabel Rp. xxx
Tetap Rp. xxx +
Harga Pokok Produksi Rp. xxx
Metode Full Costing memungkinkan kita untuk menilai kinerja
menejemen berdasarkan fungsinya kerena penyajian laporan Laba-
Rugi didasarkan pada fungsi pokok yang ada pada perusahaan
(Darsono Prawironegoro, 2005, 98). Berikut bentuk Laporan Laba-
Rugi bardasarkan metode Full Costing (Abdul Halim dan Bambang
Supomo, 2001: 38).
26
Hasil Penjualan Rp. xxx
Harga pokok penjualan (termasuk BOP tetap) Rp. xxx ______ _
Laba Kotor Rp. xxx
Biaya Pemasaran Rp. xxx
Biaya Administrasi & Umum Rp. xxx______ +
Rp. xxx______ _
Laba bersih Rp. xxx
2) Metode Variabel Costing
Penentuan harga pokok variabel (Variabel Costing) merupakan
metode penentuan harga pokok produk yang membebankan unsur
biaya produksi yang besifat variabel saja (Abdul Halim dan Bambang
Supomo, 2001, 35).
Sedangkan Darsono Prawironegoro (2005, 94) mengartikan
bahwa penentuan harga pokok produkis dengan menggunakan Metode
Variabel Costing adalah pengorbanan sumber daya untuk
menghasilkan barang atau jasa di mana hanya memperhitungkan biaya
variabel saja, yang terdiri dari biaya bahan langsung, upah langsung,
dan biaya overhead paberik variabel.
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
perhitungan harga pokok pruduksi dengan Metode Variabel Costing
yaitu perhitungan harga pokok produksi dengan hanya
memperhitungkan biaya yang berhubungan langsung pada barang
(biaya variabel) saja.
27
Berikut ini adalah perhitungan harga pokok produksi menurut
metode Variabel Costing (Abdul Halim dan Bambang Supomo, 2001,
36) :
Biaya bahan baku Rp. xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Biaya overhead variabel Rp. xxx _______ +
Harga Pokok Produksi Rp. xxx
Sedangkan bentuk Laporan Laba-Rugi bardasarkan metode
Variabel Costing (Abdul Halim dan Bambang Supomo, 2001, 38).
Hasil Penjualan Rp. xxx
Biaya Variabel :
Harga pokok penjualan ( tidak
termasuk BOP tetap) Rp. xxx
Biaya Pemasaran Variabel Rp. xxx
Biaya Administrasi & Umum Variabel Rp. xxx _______ +
Rp. xxx_______ _
Margin kontribusi (Contribution Margin) Rp. xxx
Biaya Tetap :
Biaya overhead paberik tetap Rp. xxx
Biaya pemasaran tetap Rp. xxx
Biaya administrasi & umum tetap Rp. xxx _______ +
Rp. xxx_______ _
Laba bersih Rp. xxx
28
3. Activity Based Cost System (ABCS)
ABC System merupakan sistem informasi biaya yang mengubah
cara yang digunakan oleh manajemen dalam pengelolaan bisnis. Jika
dalam manajemen tradisional, pengelolaan bisnis didasarkan pada fungsi,
dengan ABC System, pengelolaan bisnis diubah menjadi pengelolaan
berbasis aktivitas. (Mulyadi, 2006, 51).
Ada dua keyakinan yang melandasi ABC System :
a. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas.
b. Penyebab terjadinya biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola.
Keyakinan Dasar ABC System : “Biaya Ada Penyebabnya”Titik Pusat ABC System
“Dan penyeban biaya dapat dikelola”(Melalui Activity-Based Management)
Gambar 01 Keyakinan Dasar ABC SystemSumber : Mulyadi, 2006, 52
AktivitasSumberDaya
CostObject
29
a. Pengertian Activity Based Costing System
Adalah sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain
untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya
dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas (Mulyadi, 2006,
53).
Pengertian ABC System yang dikemukakan oleh Hansen dan
Mowen (1999, 321) adalah Suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama
kali menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke produk.
Sedangkan Ahamad mendefinisikan Activity Based Costing
sebagai suatu pendekatan penentuan biaya produksi yang
membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi
sumber daya yang disebabkan karena aktivitas.
Beberapa ahli Manajemen Biaya juga memberikan defenisi
mengenai sistem biaya Activity Based Costing yang dikutip oleh
Nurhayati (2004, 2-3) sebagai berikut :
1. Wayne J. Morse, James R. Davis, dan A. L. Hartgraves, dalam
bukunya Management Accounting (1991) memberikan defenisi
mengenai Activity Based Costing (ABC), sebagai sistem
pengalokasian dan pengalokasian kembali biaya keobjek biaya
dengan dasar aktivitas yang menyebabkan biaya. Sistem ABC ini
didasarkan pada pemikiran bahwa aktivitas penyebab biaya dan
biaya aktivitas harus dialokasikan keobjek biaya dengan dasar
aktivitas biaya tersebut dikonsumsikan. Sistem ABC ini menelusuri
30
biaya ke produk sebagai dasar aktivitas yang digunakan untuk
menghasilkan produk tersebut.
2. Ray H. Garrison dalam bukunya Managerial Accounting (1991),
memberikan defenisi mengenai Activity Based Costing (ABC),
sebagai suatu metode kalkulasi biaya yang menciptakan suatu
kelompok biaya untuk setiap kejadian atau transaksi (aktivitas)
dalam suatu organisasi YaIlg berlaku sebagai pemacu biaya. Biaya
overhead kemudian dialokasikan ke produk dan jasa dengan dasar
jumlah dari kejadian atau transaksi produk atau jasa yang
dihasilkan tersebut.
3. Douglas T. Hicks, dalam bukunya Activity Based Costing for Small
and Mid-sized Busines An Implementation Guide (1992)
memberikan defenisi mengenai Activity Based Costing (ABC),
sebagai merupakan sebagai suatu konsep akuntansi biaya yang
berdasarkan atas pemikiran bahwa produk mengkonsumsi aktivitas
dan aktivitas yang menimbulkan biaya. Dalam sistem biaya ABC
ini dirancang sedemikian rupa sehingga setiap biaya yang tidak
dapat dialokasikan secara langsung kepada produk, dibebankan
kepada produk berdasarkan aktivitas dan biaya dari setiap aktivitas
kemudian dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi
masingmasing aktivitastersebut.
4. L. Gayle Rayburn, dalam bukunya Cost Accounting-Using Cost
Management Approach (1993) memberikan defenisi mengenai
31
Activity Based Costing (ABC), sebagai suatu sistem yang mengakui
bahwa pelaksanaan aktivitas menimbulkan konsumsi sumber daya
yang dicatat sebagai biaya, atau dengan kata lain bahwa ABC
tersebut adalah merupakan pendekatan kalkulasi biaya yang
berbasis pada transaksi. Sistem biaya ABC itu sendiri adalah
mengalokasikan biaya ke transaksi dari aktivitas yang dilaksanakan
dalam suatu organisasi, dan kemudian mengalokasikan biaya
tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan pemakaian aktivitas
setiap produk.
5. Charles T. Horngren, Gary L. Sundem dan William O. Stratton,
Dalam bukunya Introduction to Management Accounting (1996)
memberikan defenisi mengenai Activity Based Costing (ABC),
sebagai suatu sistem yang merupakan pendekatan kalkulasi biaya
yang memfokuskan pada aktivitas sebagai objek biaya yang
fundamental,sistem ABC ini menggunakan biaya dari aktivitas
tersebut sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya keobjek biaya
yang lain seperti produk, jasa, atau pelanggan.
32
b. Konsep Dasar Activity Based Costing System
Gamber 02 Konsep Dasar ABC SystemSumber : Hansen, Don R. dan Maryanne, M. Mowen, 2004
Activity Based Costing System adalah suatu sistem akuntansi
yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk
menghasilkan produk/jasa. Activity Based Costing menyediakan
informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan
untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut.
Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan
pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab
dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini
menjadi titik perhimpunan biaya. Dalam sistem ABC, biaya ditelusur
ke aktivitas dan kemudian ke produk. Sistem ABC mengasumsikan
bahwa yang mengkonsumsi sumber daya bukanlah produk, melainkan
aktivitas-aktivitasnya (Mulyadi, 2006).
Resaurces
Aktivities
Cost Object
Cost Driver Performance
Process View
33
c. Manfaat dan Keunggulan Activity Based Costing System
Beberapa manfaat dan keunggulan dari sistem biaya Activity
Based Costing (ABC) yang dikemukakan oleh Nurhayati (2004, 3-4).
Manfaat sistem biaya Avtivity Based Costing (ABC) bagi pihak
manajemen perusahaan adalah :
1) Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak
manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah
untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat
berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus
pada pengurangan biaya yang memungkinkan. Analisis biaya ini
dapat menyoroti bagaimana benar-benar mahalnya proses
manufakturing, hal ini pada gilirannya dapat memacu aktivitas
untuk mengorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi
biaya.
2) Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan
penawaran kompetitif yang lebih wajar.
3) Sistem biaya ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan
(management decision making) membuat-membeli yang
manajemen harus lakukan, disamping itu dengan penentuan biaya
yang lebih akurat maka maka keputusan yang akan diambil oleh
phak manajemen akan lebih baik dan tepat. Hal ini didasarkan
bahwa dengan akurasi perhitungan biaya produk yang menjadi
sangat penting dalam iklim kompetisi dewasa ini.
34
4) Mendukung perbaikan yang berkesinambungan (continius
improvement), melalui analisa aktivitas, sistem ABC
memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan terhadap
aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Hal ini
berkaitan erat dengan masalah produktivitas perusahaan.
5) Memudahkan Penentuan biaya-biaya yang kurang relevan (cost
reduction), pada sistem tradisional, banyak biaya-biaya yang
kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC yang transparan
menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan
dieliminasi.
6) Dengan analisis biaya yang diperbaiki, piliak manajemen dapat
melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume produksi
yang diperlukan untuk mencapai impas (break even) atas produk
yang bervolume rendah.
Beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing
(ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut:
1) Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri
manufaktur teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah
merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya.
2) Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam
pabrik yang modem, terdapat sejumlah akrivitas non lantai pabrik
yang berkembang. Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi
35
perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non
lantai pabrik dapat ditelusuri.
3) Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang
menyebabkan biaya (activities cause cost) bukanlah produk, dan
produklah yang mengkonsumsi aktivitas.
4) Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari
perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan
mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap
produk.
5) Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas
produksi yang modem dengan menggunakan banyak pemacu
biaya (multiple cost drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut
adalah berbasis transaksi (transaction-based) dari pada berbasis
volume produk.
6) Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat
diandalkan dari biaya produk variabel jangka panjang (long run
variabel product cost) yang relevan terhadap pengambilan
keputusan yang strategik.
7) Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke
proses, pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya
produk.
36
d. Perbandingan Metode Activity Based Costing dengan Metode
Tradisional
Beberapa perbandingan antara sistem biaya tradisional dan
sistem biaya Activity Based Costing (ABC) yang dikemukakan oleh
Nurhayati yang dikutip dari Amin Widjaya (2004, 4) adalah sebagai
berikut :
1) Sistem biaya ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu
biaya (cost driver) untuk menentukan seberapa besar konsumsi
overhead dari setiap produk. Sedangkan sistem biaya tradisional
mengalokasikan biaya overhead secara arbitrer berdasarkan satu
atau dua basis alokasi yang non reprersentatif.
2) Sistem biaya ABC memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor
waktu. Sistem biaya tradisional terfokus pada performansi
keuangan jangka pendek seperti laba. Apabila sistem biaya
tradisional digunakan untuk penentuan harga dan profitabilitas
produk, angka-angkanya tidak dapat diandalkan.
3) Sistem biaya ABC memerlukan masukan dari seluruh departemen
persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik
dan memberikan suatu pandangan fungsional silang mengenai
organisasi.
4) Sistem biaya ABC mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil
untuk analisis varian dari pada sistem tradisional , karena kelompok
biaya (cost pools) dan pemacu biaya (cost driver) jauh lebih akurat
37
dan jelas, selain itu ABC dapat menggunakan data biaya historis
pada akhir periode untuk menghilang biaya aktual apabila
kebutuhan muncul.
e. Tahapan untuk menerapkan Activity Based Cost System;
Sebelum sampai pada tahapan dalam Activity Based Costing
terlebih dahulu perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:
1) Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost
Driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi
biaya-biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab
utama tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam
aktivitas-aktivitas selanjutnya.
2) Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang
dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan cara membagi
jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan
jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
3) Cost Pool adalah sekelompok biaya yang memiliki karekteristik
yang sama. Karakteristik ini berkaitan dengan tolak ukur aktivitas
yang sama, untuk maksud pembebanan biaya ke produk.
4) Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari
overhead yang variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu
pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok
biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead secara
38
logisharus berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang
sama untuk semua produk.
Adapun tahapan penerapan Activity Based Cost System menurut
Hansen dan Mowen (1999, 48) adalah sebagai berikut :
1) Prosedur tahap pertama
Pada taha pertama dalam sistem ABC, aktivitas diidentitikasi,
biaya-biaya dikaitkan dengan msisng-masing aktivitas, dan
aktivitas serta biaya yang berkaitan dibagi ke dalam kumpulan
yang sejenis. Ingatlah bahwa aktivitas adalah pekerjaan yang
dilakukan dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu, indentifikasi
aktivitas memerlukan suatu daftar dari semua jenis pekerjaan yang
berbeda-beda, misalnya penanganan bahan, pemeriksaan, proses
rekayasa, dan penyempurnaan produk.
2) Prosedur Tahap Kedua
Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead
ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan mengguakan tarif
kelompok yang dihitung pada tahap pertama dan ukuran jumlah
sumber daya yang dikonsumsi setiap produk. Ukuran ini adalah
kuantitas penggerak aktivitas yang digunakan oleh stiap produk,
yang dihitung dengan rumus :Overhead yang dibebankan (pada
suatu produk) = terif kelompok x unit penggerak yang dikonsumsi
oleh produk.
39
Nurhayati (2004, 33) juga membagi tahap yang dimiliki oleh
sistem ABC tersebut dalam analisisnya dapat dibagi dalam dua
tahapan, yaitu sebagai berikut :
1) Prosedur Tahap I
Pada tahap pertama ini dilakukan pembebanan biaya
pemakaian sumber daya kepada aktivitas-aktivitas yang
menggunakannya. Dalam kalkulasi biaya berdasarkan sistem
Activity Based Costing (ABC) tahap pertama, biaya overhead dibagi
kedalam kelompok biaya yang homogen. Suatu kelompok biaya
yang homogen merupakan suatu kumpulan dari biaya overhead,
yaitu variasi biaya dapat dijelaskan oleh suatu pemacu biaya (cost
driver). Aktivitas overhead yang homogen apabila mereka
mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.
2) Prosedur Tahap II
Pada tahap kedua ini, biaya setiap kelompok biaya (cost
pool) ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
tarif kelompok yang dihitung pada tahap pertama dan dikalikan
dengan jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap
produk.Tolok ukur ini merupakan kuantitas pemacu biaya yang
digunakan oleh setiap produk. Dengan demikian overhead yang
dibebankan setiap kelompok biaya ke produk dihitung sebagai
40
berikut : Overhead yang dibebankan = Tarif kelompok x Jumlah
konsumsi pemacu biaya
Sedangkan Menurut Mulyadi (2006), prosedur pembebanan
biaya overhead dengan sistem ABC melalui dua tahap kegiatan:
1) Tahap pertama
Pengumpulan biaya dalam cost pool yang memiliki aktifitas yang
sejenis, terdiri dari 4 langkah :
a) Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam berbagai
aktivitas.
b) Mengklasifikasikan aktivitas biaya kedalam berbagai aktivitas,
pada langkah ini biaya digolongkan kedalam aktivitas yang
terdiri dari 4 kategori yaitu :
(1) Aktivitas berlevel unit (unit level activities)
Aktivitas ini dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya
aktivitas berlevel unit bersifat proporsional dengan jumlah
unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk
menjalankan peralatan, karena tenaga tersebut cenderung
dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit yang
diproduksi.
(2) Aktivitas berlevel batch (batch level activities)
Aktivitas dilakukan setiap batch diproses, tanpa
memperhatikan berapa unit yang ada pada batch tersebut.
Misalnya, pekerjaan seperti membuat order produksi dan
41
pengaturan pengiriman konsumen adalah aktivitas berlevel
batch.
(3) Aktivitas berlevel produk (product level activities)
Aktivitas berlevel produk berkaitan dengan produk spesifik
dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch
atau unit yang diproduksi atau dijual.
(4) Aktivitas berlevel fasilitas (fasility level activities)
Aktivitas berlevel fasilitas adalah aktivitas yang menopang
proses operasi perusahaan namun banyak sedikitnya aktivitas
ini tidak berhubungan dengan volume. Aktivitas ini
dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk
yang berbeda. Kategori ini termasuk aktivitas seperti
kebersihan kantor, penyediaan jaringan komputer dan
sebagainya.
c) Mengidentifikasikan cost driver
Dimaksudkan untuk memudahkan dalam penentuan tarif/unit
cost driver.
d) Menentukan tarif/unit cost driver adalah biaya per unit cost
driver yang dihitung untuk suatu aktivitas.
2) Tahap kedua
Penelusuran dan pembebanan biaya aktivitas kemasing-masing
produk yang menggunakan cost driver.
42
f. Aktivitas dan Klasifikasinya
Aktivitas dan klasifikasi aktivitas menurut Nurhayati (2004, 8-
9), dijelaskan sebagai berikut :
Dalam sistem biaya Activity Based Costing (ABC) aktivitas
yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan kegiatan merancang
dan memproduksi suatu produk yang disebut juga dengan Product
Driven Activity. Product Driven Activity ini dapat dikelompokkan atas
empat kategori, yaitu :
1) Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit (Unit-Lavel Activities)
Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah aktivitas
yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya
aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi.
Biaya yang timbul karena aktivitas berlevel unit ini dinamakan biaya
aktivitas berlevel unit (unit-level activities cost), contoh biaya
overhead untuk aktivitas ini adalah biaya listrik dan biaya operasi
mesin. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung juga
termasuk kedalam biaya aktivitas berlevel unit, namun tidak termasuk
kedalam biaya overhead.
2) Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch (Batch-Lavel Activities)
Aktivitas-aktivitas berlevel batch (batch-level activities)
adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk
diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch
produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk kedalam
43
kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produksi,
aktivitas pengelolaan bahan (gerak bahan dan order pembelian),
aktivitas inspeksi. Biaya yang timbul akibat dari aktivitas ini adalah
biaya aktivitas berlevel batch (batch-level activities), biaya ini
bervariasi batch produk yang diproduksi, namun bersifat tetap jika
dihubungkan dengan jumlah unit produk yang diproduksi dalam
setiap batch.
3) Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk (Product-Lavel Activities)
Aktivitas-aktivitas berlevel produk (product-level activities)
disebut juga sebagai aktivitas penopang produk (product-sustaining
activities) yaitu aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai
produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini
mengkonsurnsi masukan untuk mengembangkan produk atau
memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Aktivitas ini dapat
dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang
dikonsumsi oleh aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah
produk atau batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan
pengembangan produk, perekayasaaan proses, spesifikasi produk,
perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk. Biaya yang
timbul akibat dari aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas
berlevel produk (product-level activities cost).
44
4) Aktivitas-aktivitas Berlevel Fasilitas (Facility-Lavel activities)
Aktivitas berlevel fasilitas (facility-level activities) disebut juga
sebagai aktivitas penopang fasilitas (facility-sustaining activities)
adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses manufaktur secara
umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas
pabrik untuk memproduksi produk, namun banyak sedikitnya
aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk
yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh
berbagai jenis produk yang berbeda, atau dengan kata lain aktivitas
ini dilakukan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan. Contoh
aktivitas ini mencakup misalnya: manajemen pabrik, pemeliharaan
bangunan, keamanan, pertamanan (landscaping), penerangan pabrik,
kebersihan, pajak bumi dan bangunan(PBB), serta depresiasi pabrik.
Aktivitas manajemen pabrik bersifat administratif, misalnya aktivitas
pengelolaan pabrik, karyawan, dan akuntansi untuk biaya. Biaya
untuk aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas berlevel fasilitas
(facilitylevel activities cost).
g. Syarat Penerapan Activity Based Costing System
Dalam penerapannya, penentuan harga pokok dengan
menggunakan sistem Activity Based Costing menyaratkan tiga hal:
1) Perusahaan mempunyai tingkat diversitas yang tinggi
Activity Based Costing System menyaratkan bahwa perusahaan
memproduksi beberapa macam produk atau lini produk yang
45
diproses dengan menggunakan fasilitas yang sama. Kondisi yang
demikian tentunya akan menimbulkan masalah dalam
membebankan biaya ke masing-masing produk.
2) Tingkat persaingan industri yang tinggi
Terdapat beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang
sama atau sejenis. Dalam persaingan antar perusahaan yang sejenis
tersebut maka perusahaan akan semakin meningkatkan persaingan
untuk memperbesar pasarnya. Semakin besar tingkat persaingan
maka semakin penting peran informasi tentang harga pokok dalam
mendukung pengambilan keputusan manajemen.
3) Biaya pengukuran yang rendah
Biaya yang digunakan Activity Based Costing System untuk
menghasilkan informasi biaya yang akurat harus lebih rendah
dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh.
Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum
kemungkinan penerapan Activity Based Costing System, yaitu :
1) Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang
signifikan dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya overhead
yang dipengaruhi hanya oleh volume produksi dari keseluruhan
overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biaya
tradisionalpun informasi biaya yang dihasilkan masih akurat
sehingga penggunaan Activity Based Costing System kehilangan
relevansinya. Artinya Activity Based Costing akan lebih baik
46
diterapkan pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya
dipengaruhi oleh volume produksi saja
2) Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan
non-unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama,
itu artinya semua biaya overhead yang terjadi bisa diterangkan
dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi ini penggunaan Activity
Based Costing System justru tidak tepat karena Activity Based
Costing System hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan
pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakai banyak cost
driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka
sistem akuntansi biaya tradisional atau Activity Based Costing
System membebankan biaya overhead dalam jumlah yang sama.
Jadi perusahaan yang produksinya homogen (diversifikasi paling
rendah) mungkin masih dapat menggunakan sistem tradidisional
tanpa ada masalah.
4. Harga Jual
Penentuan harga jual produk atau jasa merupakan salah satu jenis
pengambilan keputusan manajeman yang penting. Bagi manajemen,
penentuan harga jual produk atau jasa bukan hanya merupakan
kebijaksanaan di bidang pemasaran atau bidang keuangan, melainkan
merupakan kebijakan yang berkaitan dengan seluruh aspek kegiatan
perusahaan. Harga jual produk atau jasa, selain mempengaruhi volume
penjualan atau jumlah pembeli produk atau jasa tersebut, juga akan
47
mempengaruhi jumlah pendapatan perusahaan (Halim dan Supomo, 2005,
97).
Selanjutnya Supomo dan Halim (2005, 98-102) mengelompokkan
tiga konsep yang dapat digunakan untuk penentuan harga jual dengan
pendekatan Cost-Plus yaitu sebagai berikut :
a. Konsep Biaya Total
Berdasarkan konsep biaya total harga jual ditentukan dari biaya
total yaitu : (biaya produksi + biaya pemasaran + biaya administrasi
dan umum) + jumlah laba yang diinginkan perusahaan/markup.
Adapun penerapan penentuan harga jual produk atau jasa
dengan menggunakan konsep biaya total ini adalah sebagai berikut :
1) Menentukan besarnya biaya produksi yang terdiri dari : biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.
2) Biaya produksi tersebut selanjutnya ditambah dengan biaya
pemasaran dan biaya administrasi dan umum, hasilnya sama
dengan biaya total.
3) Biaya total tersebut dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi
atau dijual untuk memperoleh angka biaya per unit.
4) Menentukan jumlah ‘markup’ atau dalam hal ini adalah jumlah
laba yang dikehendaki.
5) Menentukan persentase ‘markup’ dari biaya total yang dihitung
dari jumlah laba yang diinginkan dibagi dengan biaya total.
48
6) Persentase ‘markup’ tersebut dikalikan dengan biaya per unit
untuk memperoleh angka ‘markup’ per unit.
7) Harga jual per unit ditentukan dari biaya per unit ditambah denan
‘markup’ per unit.
b. Konsep Biaya Produk
Berdasarkan konsep ini, yang juga disebut dengan Absorption
Aproach, harga jual ditentukan dari biaya produksi ditambah dengan
‘markup’. Markup di sini adalah laba yang dikehendaki + biaya
pemasaran + biaya administrasi dan umum. Persentase ‘markup’ di
hitung dengan jumlah ‘markup’ dibagi dengan biaya produksi.
c. Konsep Biaya Variabel
Menurut konsep ini, yang juga disebut dengan Contribution
Approach, biaya variabel (biaya produksi variabel + biaya pemasaran
variabel + biaya administrasi dan umum variabel) ditambah dengan
‘markup’. Pengertian ‘markup’ dalam hal ini adalah laba yang
dikehendaki ditambah semua biaya yang bersifat tetap.
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teoritis, maka dapat diajukan kerangka berfikir
tentang bagaimana penerapan sistem Activity Based Costing (ABC) dalam
perhitungan harga pokok produksi dapat menghasilkan harga jual yang
mampu bersaing.
49
Pada perusahan manufaktur dalam melakukan peroses produksi
dibebankan tiga jenis biaya yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan
biaya overhead pabrik. Ketiga jenis biaya ini diakumulasikan sehingga
didapatkan harga pokok produksi. Selanjutnya di dalam penerapan sistem
Activity Based Costing (ABC) kita perlu memfokuskan perhatian pada biaya
overhead pabrik untuk dikalkulasikan berdasarkan sisterm tersebut. Langkah
awal untuk penerapan sistem Activity Based Costing (ABC) yaitu
mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan biaya overhead
pabrik selama proses produksi yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan
empat kategori umum aktivitas yaitu kedalam aktivitas : (1) tingkat unit, (2)
tingkat batch, (3) tingkat produk, dan (4) tingkat fasilitas yang disertai dengan
pembebanan biaya kepada ke empat kategori aktivitas tersebut sesuai dengan
besaran biaya yang dihabiskan oleh aktivitas tersebut. Hasil kalkulasi biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead paberik dengan sistem
Activity Based Costing (ABC) maka didapatkan besarnya biaya harga pokok
produksi. Sedangkan untuk menentukan harga jual, maka harga pokok
produksi yang sudah ditemukan dijulahkan dengan besar laba yang diinginkan
perusahaan.
50
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibentuk skema kerangka
berfikir sebagai sebagai berikut :
Gambar 03 Kerangka Berfikir
Biaya Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya Overhead
Metode Activity Based Costing
Aktivitas Perusahaan
Unit Level Activity Cost
Batch Related Activity Cost
Facility Sustaining
Activity Cost
Penentuan Cost Driver
PenentuanTarif Per Unit Cost Driver
Alokasi Biaya Overhead ke Produk
Harga Pokok Produk
Laba yang Diinginkan (Markup)
Harga Jual
51
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang didasarkan pada teori
yang relevan terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2010,
64).
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir, maka dapat
diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Penerapan sistem Activity Based Costing (ABC) dalam perhitungan
harga pokok produksi dapat menghasilkan harga jual yang mampu bersaing
pada usaha produksi genting beton “Skarwangi” di Desa Wanasaba
Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian deskriptif analisis adalah metode analisis yang digunakan untuk
memperoleh gambaran yang jelas, sistematik, dan akurat mengenai suatu
objek penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan,
mengklasifikasi, menyiapkan, mengolah data lalu dianalisis dan dihasilkan
kesimpulan dan pembuatan saran.
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah data kuantitatif
yaitu berupa data-data yang diwujudkan dengan angka-angka hasil
perhitungan atau pengukuran yang berhubungan dengan biaya, harga pokok
produk dan rugi-laba perusahaan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi penelitian dilakukan di salah satu produsen genting
beton “Skarwangi” Wanasaba, yang beralamatkan Jln. Raya Labuhan
Lombok Km. 59, Desa Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok
Timur. Sedangkan waktu penelitian akan dilakukan mulai tanggal 4 Juli
sampai dengan 6 Agustus 2012.
53
C. Jadwal Penelitian
Tabel 1 :Jadwal Penelitian
Kegiatan
April 2012 Minggu
Ke:
Mei 2012 Minggu
Ke:
Juni 2012 Minggu
ke:
Juli 2012 Minggu
Ke:
Agustus 2012
Minggu Ke:
Septemb.2012
Minggu Ke:
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4Usulan Judul PenelitianStudi Literan & KepustakaanPenyusunan Bab I,II,IIIPenyusunan Instrumen PenelitianPengambilan DataAnalisis & Pengolahan DataPenyusunan Bab IV & VBimbingan & KonsultasiUjian SkripsiPenjilidan Skripsi
D. Subyek Penelitian
Dalam melakukan penelitan ini yang menjadi subyek penelitian adalah
Produsen genting beton “Skarwangi” Wanasaba, dimana informasi-informasi
yang dibutuhkan Peneliti diperoleh melalui Pemilik yang sekaligus sebagai
Menejer Perusahaan dan Para Karyawan Perusahaan itu sendiri.
54
E. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data kuantitatif dan
kualitatif. Dimana data kuantitatif adalah data yang dapat diukur dengan
satuan angka antara lain biaya bahan baku, biaya bahan baku penolong,
biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, biaya
overhead pabrik tetap, biaya tenaga kerja tak langsung serta biaya-biaya
administrasi dan umum dari produsen genting beton “Skarwangi”
Wanasaba dalam proses produksinya, sedangkan data kualitatif yaitu data
yang diperoleh dalam bentuk penjelasan dan uraian dari pemilik yang
sekaligus sebagai menejer dari produsen genting beton “Skarwangi”
Wanasaba.
2. Sumber Data
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung Penelitia dari
menejer dan karyawan produsen genting beton “Skarwangi”
Wanasaba yang diberi wewenang untuk memberikan data yang
diperlukan berupa biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi
baik melalui wawancara maupun pengamatan langsung dengan
menejer dan karyawan perusahaan.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari
sumber lainnya dan berkaitan atau relevan dengan objek yang diteliti
seperti kepustakaan, buku-buku literatur dan catatan kuliah serta
keterangan-keterangan lainnya.
55
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data yang
harus disesuaikan dengan sifat dan karaktristik penelitian yang dilakukan
sehingga diperlukan metode pengumpulan yang tepat untuk memperoleh data
yang dibutuhkan. Oleh karena itu untuk memperoleh data peneliti
menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu sebagai berikut :
1. Metode Wawancara (Interview)
Interview atau wawancara meruapakan metode pengumpulan data
yang menghedaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan subyek
atau responden (Yatim, 2007, 70).
Narbuko dan Achmadi (2005, 83) juga mengartikan Metode
Interviw (Wawancara) merupakan peroses tanya jawab dalam penelitian
yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap
muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan.
Sedangakan Burhan Bungin (2010, 62) mengartikan Metode
Wawancara (Interview) adalah sebuah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tampa menggukan pedoman (guide) wawancara.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal-
56
hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/kecil (Sugiyono, 2010, 137).
Dalam hal ini peneliti melakukan tanya jawab sepihak secara
langsung dengan manejer dan karyawan perusahaan yang ditunjuk untuk
memberikan informasi seputar aktivitas-aktivitas selama produksi
berlangsung serta jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi berlangsung.
2. Metode Dokumentasi
Menurut Yatim (2007, 103), Metode Dokumentasi berarti cara
mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada.
Dengan demikian Metode Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan
data dari catatan-catatan atau dokumen-dokuman yang berkaitan dengan
proses produksi genting beton “Skarwangi” Wanasaba. Untuk itu, maka
dalam penelitian ini dokumen atau catatan-catatan yang ada pada
perusahaan digunakan sebagai sumber untuk memperoleh data mengenai
elemen biaya dan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.
3. Metode Observasi
Menurut Yatim Riyanto (2007, 82), Metode observasi merupakan
metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek
penelitian. Sedangkan Narbuko dan Achmadi (2005, 70) mengartikan
Observasi (Pengamatan) adalah alat pengumpulan data yang dilakukan
cara mengamati dan mencatat secara sitematik gejala-gejala yang
diselidiki.
57
Dalam metode ini dilakukan secara langsung untuk memperoleh
data dari perusahaan yang menjadi obyek penelitian. Dimana Peneliti
melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses produksi genting
beton “Skarwangi” Wanasaba sehingga mendapatkan informasi yang
dibutuhkan.
G. Teknik Analisis Data
Untuk melakukan analisis data, penulis menggunakan metode analisa
kuantitatif, data-data yang diperoleh dari Produsen genting beton “Skarwangi”
Wanasaba yang memuat perhitungan-perhitungannya. Disini penulis
menggunakan alat analisis dengan sistem Activity Based Costing dalam
perhitungan harga pokok produksi guna penetapan harga jual genting beton.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana tingkat daya saing
harga jual genting beton yang apabila harga pokok produksi dihitung dengan
menggunakan sistem Activity Based Costing sehingga nantinya dapat
diterapkan sebagai standar penetapan harga jual produk genting beton
“Skarwangi” Wanasaba.
Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam penerapan sistem
Activity Based Costing dalam perhitungan harga pokok produksi untuk
menghitung harga jual yang dapat dijadikan sebagai alat analisis adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan besarnya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
overhead pabrik yang berdasarkan informasi dari pihak perusahaan.
58
2. Melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan
sistem Activity Based Costing (ABC) dengan langkah-langkah dan rumus
perhitungan sebagai berikut :
Adapun langkah-langkah pendahuluan dalam penerapan sistem
Activity Based Costing (ABC) dalam perhitungan harga pokok produksi :
a. Mengidentifikasi biaya dan aktivitas sumber daya. Langkah pertama
dalam merancang Activity Based Costing System, adalah melakukan
analisis aktivitas untuk mengidentifikasi biaya sumber daya dan
aktivitas perusahaan.
b. Membebankan biaya sumber daya pada aktivitas. ABC menggunakan
penggerak biaya konsumsi sumber daya untuk membebankan biaya
sumber daya ke aktivitas. Karena aktivitas memicu timbulnya biaya
dari sumber daya yang digunakan dalam operasi, suatu perusahaan
harus memilih penggerak biaya konsumsi sumber daya berdasarkan
hubungan sebab-akibat.
c. Membebankan biaya aktivitas pada objek biaya. Langkah terakhir
adalah membebankan biaya aktivitas atau tempat penampungan biaya
aktivitas pada output berdasarkan penggerak biaya konsumsi aktivitas
yang tepat. Output adalah objek biaya dari aktivitas yang dilakukan
perusahaan atau organisasi.
59
Sedangkan rumus perhitungan untuk mendapatkan harga pokok
produksi dengan sistem Activity Based Costing (ABC) :
Biaya Bahan Langsung Rp. XXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. XXX
Biaya Overhead Pabrik :
- Kelompok tingkat unit Rp. XXX
- Kelompok tingkat Batch Rp. XXX
- Kelompok tingkat produksi Rp. XXX
- Kelompok tingkat fasilitas Rp. XXX +
Harga Pokok Produksi Rp. XXX
3. Menentukan biaya per unit dengan langkah membagi besar harga pokok
produksi dengan jumlah unit peroduk yang diperoduksi.
4. Menetapkan harga jual per unit dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
Biaya Per Unit Rp. XXX
Markup Per Unit Rp. XXX +
Harga Jual Per Unit Rp. XXX
Adapun besarnya Markup ditentukan dengan mengalikan persentasi
Markup dengan biaya per unit, dimana persentasi Markup ditentukan
dengan rumus :
Persentasi Markup = Jumlah Laba yang Diinginkan Biaya Total
5. Membandingkan harga jual berdasarkan sistem Activity Based Costing
(ABC) dalam penetapan harga pokok produksi dengan harga jual di
pasaran untuk melihat daya saing harga jual yang ditentukan tersebut.
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Paparan Data
Dalam penelitian analisis penerapan Sistem Activity Based
Costing (ABC) dalam perhitungan harga pokok produksi untuk
menghasilkan harga jual yang mampu bersaing pada usaha produksi
genting beton “Skarwangi” di Desa Wanasaba Kecamatan Wanasaba
Kabupaten Lombok Timur ini secara umum menggunakan data primer
yang diperoleh langsung dari Pemilik yang sekaligus sebagai Menejer
Perusahaan dan Para Karyawan Perusahaan, sedangkan data skunder
hanya sebagai pendukung dalam penelitian ini.
2. Identitas Responden
a. Umur Responden
Adapun mengenai keadaan umur dari responden dalam penelitian
analisis penerapan Sistem Activity Based Costing (ABC) dalam
perhitungan harga pokok produksi untuk menghasilkan harga jual yang
mampu bersaing pada usaha produksi genting beton “Skarwangi” di Desa
Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur ini berkisar
antara umur 16 sampai dengan 45 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
61
Tabel 2 :Keadaan Umur Responden Analisis Penerapan Sistem Activity Based
Costing (ABC) dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi Untuk Menghasilkan Harga Jual yang Mampu Bersaing Pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi” di Desa Wanasaba Kecamatan Wanasaba
Kabupaten Lombok TimurN
o
Umur Responden Jumlah Responden Persentase (%)
1 16 – 25 8 57,14
2 26 – 35 3 21,43
3 36 – 45 3 21,43
Jumlah 14 100
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat kita simpulkan bahwa umur
responden yang terbanyak adalah berkisar antara umur 16 tahun sampai
dengan 25 tahun yaitu sebanyak 8 orang atau dengan persentase 57,14%
sedangkan responden yang berumur antara 26 tahun sampai dengan 35
tahun dan antara 36 tahun sampai dengan 45 tahun masing-masing
sebanyak 3 orang atau masing-masing sebesar 21,43%.
Dari kelompok umur responden tersebut menunjukkan bahwa
tenaga kerja dari Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi” di Desa
Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur masih
tergolong usia produktif untuk bekerja pada perusahaan tersebut.
b. Tingkat Pendidikan
Dari 14 orang responden pada Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” di Desa Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten
Lombok Timur memiliki tingkat atau jenjang pendidikan yang berbeda-
beda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tebel berikut :
62
Tabel 3 :Tingkat Pendidikan Responden Analisis Penerapan Sistem
Activity Based Costing (ABC) dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi Untuk Menghasilkan Harga Jual yang Mampu Bersaing Pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi” di Desa Wanasaba Kecamatan
Wanasaba Kabupaten Lombok TimurN
o
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)
1 Tidak Tamat SD - -
2 Tamat SD 4 28,57
3 Tamat SMP 8 57,14
4 Tamat SMA 2 14,29
Jumlah 14 100
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan tebel 3 di atas dapat kita ketahui bahwa tingkat
pendidikan responden pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
di Desa Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
cukup beragam, dari tamat SD, SMP, dan SMA.
3. Analisa Teknis
Analisa teknis yang telah dilakukan baik dengan wawancara
dengan pihak perusahaan maupun dengan observasi langsung pada Usaha
Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba
Kabupten Lombok Timur menghasilkan data-data sebagai berikut :
a. Biaya investasi dan modal kerja
Biaya investasi merupakan modal awal yang dikeluarkan oleh
pemilik perusahaan Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
Wanasaba dengan rincian sebagai berikut :
63
Tabel 4 :Biaya Investasi Pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok TimurNo Uraian Jumlah Harga
1 Bangunan Gudang 2 Unit Rp. 15.000.000,00
2 Bak Campur 8 Unit Rp. 1. 200.000,00
3 Peralatan Cetakan
Genting
8 Pasang Rp. 650.000,00
4 Penampang 2000 Unit Rp. 6. 000.000,00
5 Pengayak Pasir (Erok) 2 Unit Rp. 250.000,00
6 Peralatan Campur 9 Unit Rp. 500.000,00
Jumlah Rp. 23.600.000,00
Sumber : Data primer yang diolah
Biaya pembuatan gudang merupakan biaya untuk membuat
tempat proses produksi berlangsung. Adapun biaya yang dikeluarkan
meliputi pembelian bahan bangunan dan ongkos pembuatannya yang
menghabiskan dana sebesar Rp. 15.000.000,00. Sedangkan untuk biaya
pengadaan peralatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli semua
macam peralatan yang diperlukan dalam melakukan proses produksi.
Adapun keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian peralatan
ini adalah sebesar Rp. 8.600.000,00.
Sedangkan untuk mengetahui besarnya penyusutan modal kerja
yang ditanggung Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba
tiap tahunnya dapat dilihat pada tebel berikut :
64
Tabel 5 :Biaya Penyusutan Modal Kerja Pada Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok TimurNo Uraian Biaya Peyusutan Pertahun
1 Bangunan Gudang Rp. 1.500.000,00
2 Bak Campur Rp. 240.000,00
3 Peralatan Cetakan Genting Rp. 600.000,00
4 Penampang Rp. 1.200.000,00
5 Pengayak Pasir Rp. 60.000,00
6 Peralatan Campur Rp. 90.000,00
Jumlah Rp. 3.690.000,00
Sumber : Data primer yang diolah
Dari tabel di atas kita dapat mengetahui besar penyusutan modal
kerja tiap tahunnya yang ditanggung oleh Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” Wanasaba sebesar Rp. 3.690.000,00.
Adapun modal kerja yang dibutuhkan Usaha Produksi Genting
Beton “Skarwangi” Wanasaba dalam menjalankan proses produksinya
dapat dilihat pada tebel berikut :
Tabel 6 :Jumlah Modal Kerja Pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok TimurNo Uraian Jumlah Harga
1 Pasir 20 Truk Rp. 4. 600.000,00
2 Semen 600 Sak Rp. 37.200.000,00
3 Kresek Plastik Pelapis 5 Rol Rp. 850.000,00
Jumlah Rp. 42.650.000,00
Sumber : Data primer yang diolah
65
Berdasarkan tebel di atas dapat kita ketahui bahwa jumlah modal
kerja yang dibutuhkan Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
Wanasaba untuk menjelankan proses produksi dalam satu periode
produksi yaitu sebesar Rp. 42.650.000,00.
b. Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja adalah semua biaya yang dikeluarkan sebagai
bentuk balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada semua karyawan
baik biaya tenaga kerja langsung maupun biaya tenaga kerja tidak
langsung. Dimana jumlah jumlah tenaga kerja yang bekerja pada Usaha
Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba dengan tenaga kerja
langsung berjumlah 8 orang dan tenaga kerja tidak langsung berjumlah 5
orang. Biaya tenaga kerja langsung selama satu periode produksi selama
bulan Juni 2012 yaitu dapat dilihat pada tebel berikut :
Tabel 7 :Biaya Tenaga Kerja Langsung Pada Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
NoJenis
Produk Genting
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah Unit
Genting
Jumlah Upah
PerunitTotal Upah
1 Pongkor 1 Orang 3.000 Rp. 200,00 Rp. 600.000,00
2 Pejaten 4 Orang 26.400 Rp. 90,00 Rp. 2. 376.000,00
3 Gelombang 3 Orang 18.900 Rp. 100,00 Rp. 1. 890.000,00
Jumlah 8 Orang 48.300 Rp. 4.866.000, 00
Sumber : Data primer yang diolah
Sedangkan besarnya biaya tenaga karja tidak langsung yang
dikeluarkan oleh perusahaan dalam satu periode produksi dapat dilihat
pada tabel berikut :
66
Tabel 8 :Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
No Jenis BiayaJumlah Tenaga Kerja
Jumlah Upah Total Upah
1 Biaya
Pengayakan
Pasir
1 Orang Rp. 50.000,00/Truk Rp. 1.000.000,00
2. Biaya
pemindahan
pasir ke tampat
pengolahan
1 0rang Rp. 30.000,00/Truk Rp. 600.000,00
2 Biaya
Pembersihan
dan
Pemindahan
Produk Jadi
4 Orang Rp. 30.000,00/1000
Unit
Rp. 1.449.000,00
Jumlah 6 Orang Rp. 3.049.000, 00
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan dua tebel di atas dapat kita ketahui bahwa besar
biaya tenaga kerja baik biaya tenaga kerja langsung maupun biaya tenaga
karja tidak langsung yang dikeluarkan selama satu periode produksi
bulan Juni 2012 oleh perusahaan adalah sebesar Rp. 7.915.000,00.
c. Biaya bahan baku
Biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk memperoleh bahan baku yang akan dipakai dalam pengolahan
produk. Adapun besarnya biaya bahan baku yang dikeluarkan Usaha
67
Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba untuk melakukan proses
produksinya selama satu periode produksi bulan Juni 2012 pada masing-
masing jenis produk genting beton yaitu dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9 :Biaya Bahan Baku Pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
NoJenis
Bahan Baku
Jensi Produk Genting Beton
Jenis Pongkor Jenis Pejaten Jenis Gelombang
1 Pasir Rp. 460.000,00 Rp. 2.300.000,00 Rp. 1.840.000,00
2 Semen Rp.3.720.000,00 Rp. 18.600.000,00 Rp. 14.880.000,00
Jumlah Rp.4.180.000,00 Rp. 20.900.000,00 Rp. 16.720.000,00
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel tersebut dapat kita ketahui bahwa total biaya
bahan baku untuk memperoduksi genting beton jenis pongkor
menghabiskan biaya sebesar Rp. 4.180.000,00, genting beton jenis
pejaten sebesar Rp. 20.900.000,00, dan genting beton jenis gelombang
sebesar Rp.16.720.000,00, sehingga totalnya berjumlah
Rp.41.800.000,00.
d. Harga jual
Harga jual adalah harga yang ditawarkan oleh perusahaan
kepada pembeli. Adapun harga jual untuk masing-masing jenis produk
genting beton Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba
Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur adalah mengikuti harga
pasar dengan genting beton berjenis pongkor seharga Rp. 2.200,00,
genting beton jenis pejaten Rp. 1.250,00, sedangkan genting beton jenis
68
gelombang dengan harga Rp. 1.400.00, dengan harapan memperoleh
margin laba sebesar 10 % dari biaya per unit produk genting beton.
e. Sumber dana
Adapun sumber dana pada Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” Wanasaba yaitu berasal dari modal sendiri yang digunakan
oleh perusahaan untuk membiayai semua kegiatan perusahaan baik dari
segi produksi maupun pemasaran.
4. Pengujian Hipotesis
Untuk menerapkan Sistem Activity Based Costing (ABC) dalam
perhitungan harga pokok produksi Pada Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
ada beberapa langkah yang harus ditempuh terlebih dahulu diantaranya
sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya ke dalam berbagai
aktivitas
Langkah pertama dalam merancang Sistem Activity Based
Costing (ABC) adalah pengidentifikasian dan penggolongan biaya ke
dalam berbagai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan proses
produksi, karena sistem ABC beranggapan bahwa produk merupakan
akumulasi dari berbagaik aktivitas dalam mata rantai proses
penciptaan produk. Adapun aktivitas-aktivitas yang teridentifikasi
pada proses produksi genting beton Pada Usaha Produksi Genting
Beton “Skarwangi” Wanasaba adalah sebagai berikut :
69
a. Aktivitas pemeliharaan inventaris :
- Biaya depresiasi gedung bangunan
- Biaya depresiasi Alat Cetakan genting beton
- Biaya depresiasi Penampang genting beton
- Biaya depresiasi Bak Campur
- Biaya depresiasi Pengayak pasir
- Biaya depresiasi Alat Campur
b. Aktivitas proses produksi genting beton :
- Biaya pengayakan pasir
- Biaya pemindahan pasir ke tampat pengolahan
- Biaya pelapis
c. Aktivitas pemeriksaan produk jadi :
- Biaya pengrek atau pembersihan
- Biaya nyetapel atau penataan
d. Aktivitas pengiriman produk
- Biaya bongkar muat barang
- Biaya pengangkutan
2) Mengklasifikasikan aktivitas
Setelah mengidentifikasi dan penggolongan aktivitas langkah
selanjutnya adalah mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas tersebut
kedalam empat kategori aktivitas yaitu kedalam aktivitas berlevel unit,
70
aktivitas berlevel batch, aktivitas berlevel produk, dan aktivitas
berlevel fasilitas.
a. Aktivitas berlevel unit :
- Biaya pengrek atau pembersihan
- Biaya nyetapel atau penataan
- Biaya bongkar muat barang
- Biaya pengangkutan
- Biaya pelapis
b. Aktivitas berlevel batch :
- Biaya pengayakan pasir
- Biaya pemindahan pasir ke tampat pengolahan
c. Aktivitas berlevel Fasilitas :
- Biaya depresiasi gedung bangunan
- Biaya depresiasi Alat Cetakan genting beton
- Biaya depresiasi Penampang genting beton
- Biaya depresiasi Bak Campur
- Biaya depresiasi Pengayak pasir
- Biaya depresiasi Alat Campur
3) Mengidentifikasi cost driver
Untuk menentukan tarif per unit cost driver kita harus
menentukan cost driver dengan cara mengidentifikasi cost driver
untuk masing-masing biaya yang ditunjukkan oleh tabel berikut ini :
71
Tabel 10 :Penentuan Cost Driver Pada Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
No Cost Pool Cost Driver
1 Aktivitas berlevel unit :
- Biaya pengrek atau pembersihan Total produksi
- Biaya nyetapel atau penataan Total produksi
- Biaya bongkar muat barang Total produksi
- Biaya pengangkutan Total produksi
- Biaya Pelapis Kapasistas
produksi
2 Aktivitas berlevel batch :
- Biaya pengayakan pasir Banyak batch
- Biaya pemindahan pasir ke tampat
pengolahan
Banyak batch
3 Aktivitas berlevel Fasilitas :
- Biaya depresiasi gedung bangunan Luas gudang
(meter)
- Biaya depresiasi Alat Cetakan
genting beton
Jam kerja
- Biaya depresiasi Penampang genting
beton
Jam kerja
- Biaya depresiasi Bak Campur Jam kerja
- Biaya depresiasi Pengayak pasir Jam kerja
- Biaya depresiasi Alat Campur Jam kerja
Sumber : Data primer yang diolah
72
Adapun jumlah diriver aktivitas untuk masing-masing cost
pool pada 3 jenis genting beton yang produksi oleh Usaha Produksi
Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba ditunjukkan pada tebel
berikut:
Tabel 11 :Diriver Aktivitas Untuk Masing-Masing Cost Pool Pada Usaha
Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
Cost DriverJenis Genting Beton Jumlah
DriverPongkor Pejaten Gelombang
Total Produksi 3.000 26.400 18.900 48.300
Banyak Batch 2 10 8 20
Luas Lantai 15 20 15 50
Jam Kerja 150 600 450 1200
Sumber : Data primer yang diolah
4) Menentukan tarif per unit cost driver
Langkah ini perlu agar dapat menentukan berapa besar jumlah
setiap biaya aktivitas dan dapat menentukan besar tarif untuk masing-
masing jenis genting beton dalam setiap unitnya. Tabel penentuan tarif
per unit cost driver pada bulan juli dapat dilihat sebagai berikut :
73
Tabel 12 :Penentuan Tarif Per Unit Cost Driver Pada Usaha Produksi Genting
Beton “Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
Aktivitas Cost Driver Jumlah Tarif
Aktivitas berlevel unit :
- Biaya
pengrek/pembersihan
1.000 Rp. 10.000,00 Rp. 10,00
- Biaya pemindahan 1.000 Rp. 20.000,00 Rp. 10,00
- Biaya nyetapel/
penataan
1.000 Rp. 20.000,00 Rp. 20,00
- Biaya bongkar muat
barang
1.000 Rp. 35.000,00 Rp. 35,00
- Biaya pengangkutan 1.000 Rp. 50.000,00 Rp. 50,00
- Biaya Pelapis 57.000 Rp. 850.000,00 Rp. 15,00
Aktivitas berlevel batch :
- Biaya pengayakan pasir 20 Rp. 1.000.000,00 Rp. 50.000,00
- Biaya pemindahan
pasir ke tampat
pengolahan
20 Rp. 600.000,00 Rp. 30.000,00
Aktivitas berlevel Fasilitas :
- Biaya depresiasi
gedung bangunan
50 Rp. 125.000,00 Rp. 2.500,00
- Biaya depresiasi
Peralatan cetakan
genting beton
1200 Rp. 50.000,00 Rp. 42,00
- Biaya depresiasi
Penampang genting
beton
1200 Rp. 100.000,00 Rp. 83,00
74
- Biaya depresiasi bak
campur
1200 Rp. 20.000,00 Rp. 17,00
- Biaya depresiasi
Pengayak pasir
60 Rp. 5.000,00 Rp. 83,00
- Biaya depresiasi
Peralatan campur
1260 Rp. 7.500,00 Rp. 6,00
Sumber : Data primer yang diolah
Setelah menempuh langkah-langkah pendahuluan dalam
penerapan Sistem Activity Based Costing (ABC) dalam perhitungan harga
pokok produksi Pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur, langkah
selanjutnya adalah melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan
menerapkan Sistem Activity Based Costing (ABC) pada 3 jenis produk
genting beton yang diproduksi oleh Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” Wanasaba (lihat lampiran 11, 12, dan 13).
Setelah menerapkan dan menentukan hasil perhitungan harga
pokok produksi pada masing-masing jenis produk genting beton Pada
Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba Kecamatan
Wanasaba Kabupaten Lombok Timur dengan Sistem Activity Based
Costing (ABC), maka tahapan selanjutnya adalah melakukan perhitungan
harga jual dengan persentase markup yang diinginkan oleh perusahaan
sebesar 10% dari biaya per unit masing-masing jenis genting beton.
Sehingga harga jual dapat ditentukan dengan menjumlahkan biaya per
unit dengan jumlah markup yang sudah ditentukan. Berikut perhitungan
75
harga jual masing-masing jenis genting beton pada Usaha Produksi
Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba :
Tabel 13 :Penentuan Harga Jual Pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
UraianJenis Genting Beton
Ket.Pongkor Pejaten Gelombang
Biaya Per Unit Rp. 1.807,00 Rp. 1.057,00 Rp. 1.164,00
Jumlah Markup/
Laba Per Unit
(10% dari biaya
per unit)
Rp. 181,00 Rp. 106,00 Rp. 116,00 Dibu-
latkan
Harga Jual Rp. 1.988,00 Rp. 1.163,00 Rp. 1.280,00
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan harga pokok produksi dan harga jual maka dapat kita
tentukan berapa besar profitabilitas masing-masing jenis produk genting
beton pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba
Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur. Berikut perhitungan
profitabilatas pada masing-masing jenis produk genting beton tersebut:
Tabel 14 :Penentuan Profitabilitas Pada Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur
UraianJenis Genting Beton
Pongkor Pejaten Gelombang
Harga Jual Rp. 1.988,00 Rp. 1.163,00 Rp. 1.280,00
76
HPP Per Unit Rp. 1.807,00 Rp. 1.057,00 Rp. 1.164,00
Margin Per Unit Rp. 181,00 Rp. 106,00 Rp. 116,00
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi dan
perhitungan harga jual setelah diterapkannya Sistem Activity Based
Costing (ABC) dalam perhitungan harga pokok produksi pada Usaha
Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba Kecamatan Wanasaba
Kabupaten Lombok Timur dengan harga pokok produksi untuk genteng
beton jenis pongkor sebesar Rp. 5.420.234,00 dengan biaya per unitnya
sebesar Rp.1.807,00, sedangkan genteng beton jenis pejaten
menghasilkan harga pokok produksi sebesar Rp.27.913.470,00 dengan
biaya per unitnya sebesar Rp. 1.057,00, dan genting beton jenis
gelombang menghasilkan harga pokok produksi sebesar
Rp.22.002.236,00 dengan biaya per unitnya sebesar Rp.1.164,00.
Adapun harga jual dengan besar markup atau laba per unit sebesar
10% dari biaya per unit yang dihasilkan setelah penerapan Sistem
Activity Based Costing (ABC) pada Usaha Produksi Genting Beton
“Skarwangi” Wanasaba untuk genteng beton jenis pongkor seharga
Rp.1.988,00, genting beton jenis pejaten seharga Rp. 1.163,00, dan
genting beton jenis gelombang seharga Rp. 1.280,00. Sedangkan harga
77
jual yang ditentukan oleh perusahaan berdasarkan harga pasar dengan
besar markup atau laba per unit yang sama menghasilkan harga jual
genting beton jenis pongkor seharga Rp. 2.200,00, genting beton jenis
pejaten Rp. 1.250,00, sedangkan genting beton jenis gelombang dengan
harga Rp. 1.400,00.
Dengan membandingkan harga yang sudah ditentukan tersebut
baik yang ditentukan oleh perusahaan yang berdasarkan dengan harga
pasar maupun setelah penerapan Sistem Activity Based Costing (ABC)
pada masing-masing jenis geting beton yang dihasilkan Usaha Produksi
Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba dapat menunjukkan kita bahwa
harga jual yang dihasilkan setelah penerapan Sistem Activity Based
Costing (ABC) lebih rendah dibandingkan harga jual yang ditentukan
oleh perusahaan untuk ketiga jenis produk genting beton tersebut
sehingga lebih mampu bersaing dibandingkan dengan harga yang
ditetapkan oleh perusahaan sebelumnya yang berdasarkan dengan harga
pasar.
Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima.
Hal ini dinyatakan, karena harga jual dengan penerapan Sistem Activity
Based Costing (ABC) dalam perhitungan harga pokok produksi dapat
menghasilkan harga jual yang mampu bersaing di pasaran.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
78
1. Bedasarkan hasil analisis data bahwa penerapan Sistem Activity Based
Costing (ABC) dalam perhitungan harga pokok produksi dapat
memberikan informasi jumlah konsumsi biaya yang lebih akurat karena
Sistem Activity Based Costing (ABC) menelusuri biaya bukan hanya ke
unit output tetapi juga ke aktivitas-aktivitas yang diperlukan dalam
memproduksi output tersebut sehingga dapat membantu menejemen
dalam membuat keputusan.
2. Sistem Activity Based Costing (ABC) informasi konsumsi biaya yang
akurat pada perusahaan yang memproduksi jenis produk yang beragam.
Keragaman produk berarti bahwa produk mengkonsumsi biaya aktivitas
overhead dalam proporsi yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan pada ukuran produk, kerumitan produk, dan besarnya batch
sehingga dapat menyebabkan produk mengkonsumsi biaya overhead pada
tingkat yang berbeda. Penerapan Sistem Activity Based Costing (ABC)
dalam perhitungan harga pokok produksi dapat membebankan biaya pada
masing-masing jenis produk sesuai dengan besar biaya yang
dikonsumsinya sehingga tidak terjadi pembebanan biaya pada salah satu
jenis produk yang overcosting ataupun undercosting.
3. Dengan keakuratan pembebanan biaya pada produk dapat membantu
menejemen dalam menentukan harga jual yang tepat. Dengan demikian
besarnya harga jual yang ditentukan dapat menutupi sejumlah biaya yang
dikeluarkan serta dengan margin laba yang tetap menguntungkan bagi
perusahaan.
79
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah melakukan penelitian dengan melakukan analisis data biaya
pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi” Wanasaba kemudian
dilanjutkan dengan perancangan dan perhitungan kembali data biaya yang
terkumpul guna melakukan analisis penerapan Sistem Activiy Based Costing
(ABC) dalam penetapan harga pokok produksi untuk mencapai tingkat harga
jual yang mampu bersaing pada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
Wanasaba, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perhitungan harga pokok
produksi dengan Sistem Activiy Based Costing (ABC) dapat menghasilkan
harga jual yang mampu bersaing.
B. Saran
1. Bagi Penulis
Bagi penulis selaku peneliti kedepannya disarankan untuk lebih
cermat melakukan pengamatan analisis proses sehingga dapat
80
mengidentifikasi setiap aktivitas perusahaan yang memakan biaya
sehingga informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penerapan Sistem
Activiy Based Costing (ABC) dapat terpenuhi dengan lebih baik.
2. Bagi Pembaca
Bagi pembaca disarankan untuk benar-benar memahami konsep
dasar dari Sistem Activiy Based Costing (ABC) sehingga dapat dengan
mudah memahami bagaimana penerapan Sistem Activiy Based Costing
(ABC) di dalam perhitungan harga pokok produksi.
3. Bagi Perusahaan
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang ditarik,
maka disarankan kepada Usaha Produksi Genting Beton “Skarwangi”
Wanasaba melakukan perhitungan biaya produksi dan perhitungan harga
jual dengan menggunakan Sistem Activiy Based Costing (ABC) sehingga
menghasilkan biaya produksi yang lebih akurat dan harga jual yang lebih
rendah yang mampu bersaing tampa mengurangi tingkat keuntungan
yang diperolehnya.
4. Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti lain yang akan meneliti masalah yang sama
disarankan untuk benar-benar memahami konsep dasar dari Sistem
Activiy Based Costing (ABC) dan menerapkannya pada perusahaan yang
memiliki biaya overhead dalam jumlah yang besar dalam akumulasi
81
biaya produksi dan memiliki beragam jenis produk yang menggunakan
fasilitas yang sama sehingga penerapan Sistem Activiy Based Costing
(ABC) dapat membantu menejemen dalam pembebanan biaya pada
masing-masing produk yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim dan Bambang Supomo. 2005. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
Ahmad, Kamiruddin. 2005. Akuntansi Manajemen: dasar-dasar konsep biaya dan pengambilan keputusan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Bungi, Burhan. 2010. Metodelogi Penelitian Kuantitatifkomunikasi, ekonomi, dan kebijakan publik serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Jakarta: Pranada Media Group.
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Dhania Anggarani Putri .2011.“Analisis Analiss Penggunaan Metode Activity Based Costing Sebagai Alternatif dalam Menentukan Tarif SPP SMP-SMA Pada YPI Nasima Semarang Tahun 2010”.Fakultas EkonomiUniversitas Diponegoro.
Hansen dan Mowen. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: PT. Glora Aksara Pratama.
Hansen, Don R. Maryanne M Mowen. 2004. Management Accounting. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Penerbit Salemba dengan judul Akuntansi Manajemen, Edisi 7. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Jusup, Haryono. 1995. Dasar-Dasar Akuntansi. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Lilim Sadeli dan Bedjo Siswanto. 2004. Akuntansi Manajemen (Sistem, Proses, dan Pemecahan Soal). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
82
Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Masyhudi AM. 2008. “Analisis Biaya Dengan Metode Acvitity Based Costing Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unissula Di Rumah Sakit Pendidikan (Studi Kasus di Rumah Sakit Sultan Agung)”. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Martusa, Riki dkk. 2010. Penerapan Metode Activity Based Costing dalam Menentukan Cost of Goods Manufactured. Jurnal Ilmiah Akuntansi Nomor 02 Tahun ke-1 Bulan Mei-Agustus 2010. ISSN: 2086-4156.
Mulyadi. 2006. Activity Based Cost System: Sistem Informasi Biaya untuk Pengurangan Biaya, Edisi 6. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Nurhayati. 2004. Perbandingan Sistem Biaya Tradisional Dengan Sistem Biaya ABC. Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Prawironegoro, Darsono. 2005. Akuntansi Manajemen. Jakarta: DIADIT MEDIA.
Riyanto, Yatim. 2007. Metode Peneltian Pendidikan, sebagai pendekatan dasar. Surabaya: IKIP PGRI.
Slamet Sugiri dan Bogat Agus Riyono. 2007. Akuntansi Pengantar 1. Yogyakarta: UNIT PENERBIT DAN PERCETAKAN – STIM YKPN.
Sugiyono. 2010. Metode Peneltian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta.
Supriyono. 1999. Akuntansi Biaya. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.
Tunggal, Amin Widjaja. 2009. Akuntansi Manajemen: untuk Perencanaan, Pengendalian dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: Harvarindo.
Yadiati dan Wahyudi. 2006. “Pengantar Akuntansi”. Jakarta: Renada Media Gorup.
Yulian Danang Eko Saputro. 2010.“Activity Based CostingSebagai Metode Perhitungan Harga Pokok Produksi di PT. Antar Surya Jaya”. Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Yulianti. 2010.“Penerapan Activity Based Costing System Sebagai Dasar Penetapan Tarif Jasa Rawat Inap (Studi Kasus Pada RSUD. H. A. Sulthan Daeng Radja Bulukumba)”. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Hasanuddin.
83
LAMPIRAN-LAMPIRAN