Refreshing - Neuro - Penurunan Kesadaran
-
Upload
arafani-putri -
Category
Documents
-
view
79 -
download
15
description
Transcript of Refreshing - Neuro - Penurunan Kesadaran
REFRESHING
PENDEKATAN DIAGNOSTIK
PENURUNAN KESADARAN
Disusun Oleh
Arafani Putri Yaman
NIDM 23.57.963.2011
Pembimbing
dr. Irfan Taufik, Sp.S
Kepaniteraan Klinik
Departemen Ilmu Saraf
RSIJ Pondok Kopi – FKK UMJ
November 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal dapat
berada dalam keadaan : sadar, mengantuk, atau tidur. Bila ia tidur ia dapat disadarkan oleh
rangsangan, misalnya rangsangan nyeri, bunyi, atau gerak. Rangsangan in disampaikan pada
sistem aktivitas retikular, yang berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem aktifitas retikuler
terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipotalamus. Lesi di otak yang
terletak di atas hipotalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali bila lesinya
luas dan bilateral. Lesi fokal di cerebrum, misalnya oleh tumor atau strok, tidak akan
menyebebabkan koma, kecuali bila letaknya dalam dan menganggu hipotalamus.
Koma adalah kegagalan akut sistem saraf yang mengatur kesadaran dan merupakan salah
satu kegawatdaruratan neurologis. Untuk menghadapi pasien koma, pasien harus memiliki
pendekatan yang terorganisir untuk mendeteksi penyebabnya dengan mudah, mencegah cedera
neurologis yang sedang berlangsung, menentukan hierarki tes diagnostik, pengobatan, dan
neuromonitoring. Koma dipilih sebagai protokol Darurat neurologis Life Support (ENLS) karena
tepat waktu intervensi medis dan bedah dapat menyelamatkan jiwa, dan awal kerja-up dari pasien
tersebut sangat penting untuk membangun diagnosis yang benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kesadaran biasanya didefinisikan sebagai adanya kewaspadaan, salah satunya yaitu
mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan, dan kesadaran dengan kemampuan untuk tahu apa
yang sedang terjadi. Koma ditandai dengan tidak adanya kesadaran dan kewaspadaan terhadap diri
dan lingkungan. Pasien koma menutup mata, tidak bicara, dan tidak merespons verbal, taktil, atau
stimulus berbahaya.
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan
lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi korteks
serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan.
Pasien dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat
merespon dengan baik beberapa rangsangan-rangsangan, seperti membedakan warna, raut wajah,
mengenali bahasa atau simbol, sehingga sering kali dikatakan bahwa penderita tampak bingung.
Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai
“final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka
terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh.
Dalam beberapa kasus, kesadaran tidak hanya mengalami penurunan, namun dapat
terganggu baik secara akut maupun secara kronik/progresif. Terganggunya kesadaran secara akut,
antara lain:
1) Apatis
Kebanyakan pasien yang dalam keadaan apatis memiliki penurunan
kesadaran yang ringan sampai sedang diikuti dengan penurunan minat terhadap
lingkungan sekitar. Pasien biasanya merespon lambat terhadap stimulan yang
diberikan.
2) Clouding of consciousness (somnolen)
Keadaaan dimana terjadi penurunan tingkat kesadaran yang minimal
sehingga pasien tampak mengantuk yang dapat disertai dengan mood yang irritable
dan respon yang berlebih terhadap lingkungan sekitar. Biasanya keadaan
mengantuk akan lebih tampak pada pagi dan siang hari, sedangkan pada malam
harinya pasien akan terlihat gelisah.
3) Delirium
Merupakan keadaaan terganggunya kesadaran yang lebih dikarenakan
abnormalitas dari mental seseorang dimana pasien salah menginterpretasikan
stimulan sensorik dan terkadang terdapat halusinasi pada pasien. Berdasarkan
DSM-IV, delirium adalah gangguan kesadaran yang disertai ketidakmampuan
untuk fokus atau mudah terganggunya perhatian. Pada delirium, gangguan hanya
terjadi sementara dalam waktu yang singkat (biasanya dalam hitungan jam atau
hari) dan dapat timbul fluaktif dalam 1 hari. Pasien dengan delirium biasanya
mengalami disorientasi, pertama adalah waktu, tempat, lalu lingkungan sekitar.
4) Stupor
Kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak merespon,
respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus. Dalam keadaan
ini dapat ditemukan gangguan kognitif.
5) Koma
Keadaan dimana pasien tidak merespon sama sekali terhadap stimulan,
meskipun telah diberikan stimulan yang kuat dan terus menerus. Pasien mungkin
dapat tampak meringis atau gerakan tidak jelas pada kaki dan tangan akibat
rangsangan yang kuat, namun pasien tidak dapat melokalisir atau menangkis daerah
nyeri. Semakin dalam koma yang dialami pasien, respon yang diberikan terhadap
rangsangan yang kuat sekalipun akan menurun.
6) Locked-in syndrome
Keadaan dimana pasien tidak dapat meneruskan impuls eferen sehingga
tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan saraf cranial perifer. Dalam
keadaan ini pasien bisa tampak sadar, namun tidak dapat merespon rangsangan
yang diberikan.
Etiologi Penurunan Kesadaran
Secara klinis sangat membantu mengkategorikan penyebab koma menjadi 3 yaitu :
1) Koma dengan tanda fokal
2) Koma tanpa tanda fokal dan tanpa kaku kuduk
3) Koma tanpa tanda fokal dan dengan kaku kuduk
Koma Dengan Tanda Fokal Koma Tanpa Tanda Fokal
Dan Tanpa Kaku Kuduk
Koma Tanpa Fokal
Dan Dengan Kaku Kuduk
- Perdarahan intracranial
- Stroke
- Tumor
- Focal infection – brain
abses
- Post seizure state : Todd’s
paralysis
- Acute disseminated
encephalomyelitis
- Hipoksia – iskemia : cardiac or
pulmonary failure, cardiac arrest,
shock, near drowing
- Gangguan metabolic : Hipoglikemia
asidosis (organic acidemias, diabetic
ketoasidosis)
Hyperammonemia (Ensefalopati
hepatic, urea cycle disorder, valproic
acid ensefalopati, gangguan
metabolism asam lemak, Reye
syndrome) Uremia, Gangguan cairan
dan elektrolit (dehidrasi,
hyponatremia, hypernatremia)
- Infeksi sistemik (bacterial) : sepsis,
toxic shock syndrome, Shigella
encephalopathy, Enteric
encephalopathy.
- Obat dan toksin
- Malaria cerebral
- Hipertensi ensefalopati
- Non convulsive status epilepticus
- Post migraine
- Meningitis
- Encephalitis
- Perdarahan Subaraknoid
Patofisiologi Penurunan Kesadara
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya
pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak,
terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus, maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness)
kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah
lesi supratentorial, subtentorial, infratentorial, dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.
RAS yang mempengaruhi kesadaran itu sendiri. RAS (reticular activating system)
adalah merupakan suatu sistem yang mengatur beberapa fungsi penting seperti, tidur dan bangun,
perhatian/fokus, kelakuan seseorang, pernapasan dan detak jantung. Sistem ini berada pada batang
otak, dibagia menjadi ascending (yang menerima impuls/rangsangan) dan descending (yang
memberi respon terhadap impuls/rangsangan yang diberikan). Area yang mengatur ARAS
(ascending) adalah formation reticularis, mesencephalon, thalamic intralaminar nucleus, dorsal
hipotalamus, dan tegmentum. Pada DRAS (descending), impuls diteruskan ke saraf-saraf perifer
yang berakhir pada motor end plate dan cerebellum. Neurotransmitter yang berperan dalam jalur
RAS adalah kolinergik dan adrenergik, kadang GABA juga berperan dalam rangsangan nyeri yang
diberikan untuk menilai kesadaran seseorang.
1) Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan
langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS
karena proses tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang
diakibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah
rostro kaudal sepanjang batang otak.
2) Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi kerusakan ARAS baik
oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
3) Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir
selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu
susunan anatomic tertentu pada susunan saraf pusat.
4) Kekurangan O2
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02 /100 gr otak/menit yang disebut Cerebral
Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal
tidak banyak berubah. Hanya pada kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika
timbul gangguan fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada CMR 02 kurang dari 2.5
cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila
kurang dari 2 cc 02/100 gram otak/menit terjadi koma.
5) Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr
glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada
serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal.
Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf
pusat yang dimulai pada formasio reti-kularis dan kemudian menjalar ke bagian-
bagian lain.Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan
gejala dini.
6) Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang
peranan penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah juga
akan berkurang.
7) Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolic
dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi
Diagnosis Pasien Koma
Pasien Unresponsif
Koma secara operasional didefinisikan sebagai mata-tertutup dengan refleksif, tanpa tujuan
atau tidak ada respon terhadap rangsangan lingkungan. Pemeriksa menentukan tingkat respon
dengan rangsangan meningkatkan intensitas. Sebuah isyarat verbal, seperti '' Apakah Anda OK? ''
Atau '' Siapa nama Anda? '', Dapat digunakan pertama kali. Rangsangan pendengaran lain mungkin
termasuk menepuk tangan atau dengan suara keras lainnya. Stimulasi dengan rangsangan taktil
dari bagian tubuh yang memiliki representasi kortikal besar, seperti wajah, ikuti jika diperlukan.
Jika tidak ada respon yang jelas dengan pendekatan ini, rangsangan berbahaya dapat
dilakukan namun tidak menyebabkan cedera jaringan. Manuver yang direkomendasikan termasuk,
sternal rub, nail bed pressure, tekanan dilakukan pada punggung supraorbital atau tekanan pada
aspek superior dari mandibular ramus.
Manuver Stenal Rub
Manuver Nailbed Pressure Manuver Supraortibal Pressure
Upaya membuka mata pasien oleh pemeriksa merupakan tes sederhana. Adanya tahanan
membuka kelopak mata pasien menunjukan kepura-puraan atau etiologi fungsional unresponsif.
Tes lain untuk memeriksa kebenaran unresponsif adalah menjatuhkan lengan akan terjatuh ke
wajah. Pada orang sadar tanpa defisit motorik, lengan jatuh akan dipindahkan dan tidak mengenai
wajah.
ABCs and C Spine
Pada pasien tidak sadar, airway, breathing, dan circulation harus secepatnya dinilai dan
bersamaan jika diperlukan. Memastikan patensi airway merupakan prioritas awal utama untuk
memungkinkan oksigenasi dan ventilasi. Cervical spine harus diimobilisasi jika ada kemungkinan
cedera. Survei awal harus segara diikuti untuk mencari cedera atau temuan fisik dari kepala dan
leher, dada, perut dan ekstremitas.
Intravena (IV) akses harus ditetapkan dengan cepat. Pengujian glukosa darah di samping
tempat tidur harus dilakukan pada semua pasien tidak sadar. Jika glukosa darah <70 mg / dL, 50
ml 50% dextrose harus diberikan secara intravena. Tiamin (100 mg) harus diberikan secara
intravena dengan dextrose pada pasien yang berisiko untuk defisiensi gizi (misalnya, pengguna
etanol kronis, pasien bedah bariatrik, pasien dengan malabsorpsi). Jika ada kecurigaan secara klinis
toksisitas opioid (misalnya, riwayat penggunaan narkoba, apnea atau bradypnea, pupil mengecil),
nalokson 0,4-2 mg IV harus diberikan dan diulang sesuai kebutuhan, hingga 4 mg. Pencegahan
lainnya, seperti physostigmine, dapat diberikan untuk toksisitas antikolinergik pada pasien
tertentu.
Penilaian Umum dan Neurologis
Pemeriksaan fisik umum haru dilakukan termasuk menilai tanda vital. Jika terjadi
hipotensi, menyebabnya harus dikejar sementara penggantian cairan dimulai. Peningkatan tekanan
darah pada pasien koma mungkin merupakan tanda mendasar dari proses yang mengancam jiwa,
seperti hipertensi intracranial atau stroke. Mencari tanda-tanda trauma dan kondisi lain yang
mungkin memerlukan manajemen bedah adalah tujuan utama dari survei awal.
Temuan neurologis simetris dan fokal merupakan karakteristik yang penting yang
membedakan dalam penilaian koma. Temuan asimetris pada pemeriksaan fisik lesi fokal atau
gangguan. Pasien yang tidak sadar, dengan pupil dilatasi unilateran unreaktif, gerakan mata
asimetris, respons motorik asimetrik harus cepat dievaluasi dengan pencitraan untuk
mengidentifikasi adanya potensi sindrom herniasi atau stroke.
Sikap simetris, baik ekstensor (deserebrasi) atau flexor (dekortikasi), dapat terjadi baik
dalam keadaan koma struktural atau metabolik. Temuan umum atau simetris meningkatkan
kemungkinan proses metabolic atau toksik, atau kemungkinan ada lesi yang melibatkan batang
otak atau pusat kesadaran diencephalic. Obat psikoaktif dan anti-epilepsi telah dikaitkan dengan
respons penekanan vestibulo-okular.
Penilaian neurologis pada pasien tidak sadar dibagia menjadi 4 bagian : Level Kesadaran,
menilai batang otak, menilai motorik dan pola pernapasan. Tingkat kesadaran dapat dinilai secara
kuantitatif dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GSC dianggap paling dalam tren memeriksa
pasien tertentu secara berurutan.
Namun, GCS memiliki banyak keterbatasan, karena tidak memperhitungkan perubahan
fungsi dari batang otak, hemiparesis, atau aphasia.
Tes saraf kranial berarti untuk menilai reflek aferen limb, nuclei batang otak dan
interkoneksi, dan sistem eferen. Respons Batang Otak termasuk pupil (ukuran, reaktifitas, dan
simetris dapat menentukan di semua kasus), reflek kornea, respons ancaman visual, reflek
okulocefalic (menilai Doll’s eyes hanya jika tidak ada kecurigaan trauma cervical atau
ketidakstabilan), reflek vestibule-ocular (Tes kalori dingin), gag reflek, dan cough reflek.
Pinpoint pupil dicurigai adanya kerusakan pada pons, biasanya dari perdarahan atau infark.
Pupil yang membesar dan tidak reaktif dicurigai kerusakan pada otak tengah atau fokal kompresi
nervus III. Gerakan nystagmus mungkin menunjukkan status non-kejang epileptikus. Funduskopi
dapat mengungkapkan perdarahan retina atau edema papil, menunjukkan peningkatan tekanan
intrakranial.
Tes kalori dingin hanya dapat dilakukan setelah penyakit atau trauma dari Canal Auditori
Eksternal dan Timpani dikeluarkan. Reflek ini melibatkan kranial nervus VIII, medial longitudinal
fasciculus, parapontine reticular formation (pons), proyeksi lapang mata frontal, neuron motor
efferent dari nervus kranial III dan VI. Pada pasien koma fungsi batak otak, afferent (VIII) dan
efferent (III, VI) nervus kranial, merespons deviasi tonik kedua mata ke sisi irigasi dingin. Sebuha
respons kalori asimetris konsisten dengan kelainan struktur. Pada pasien koma tidak nampak
nystagmus. Pada pasien yang terjaga, cepat koreksi defleksi mata dengan menjauhkan dari
stimulus, mediasi melalui lapang mata frontal, dan observasi. Tes kalori mungkin dapat membantu
untuk mengungkap pseudocoma atau koma psikogenik.
Fungsi motor dinilai dengan mengobservasi pergerakan spontan dan posture tubuh, respons
motorik melalui instruksi verbal, dan respons stimulasi bahaya. Tonus otot ekstermitas dapat
dinilai dari gerakan pasif anggota tubuh. Pemeriksa harus membedakan aktifitas reflex yang
dimaksud. Contoh aktifitas yang dimaksud mengikuti instruksi, mendorong pemeriksa, meraih
trakeal tube, atau melokalisir respons bahaya. Contoh aktifitas refleksif termasuk menarik, atau
abnormal fleksi, atau ekstersor posturing pada stimulasi bahaya. Pola pernafasan juga dapat
bernilai lokalisasi, setelah menilai jalan napas dan stabilisasi, pola pernapasan diamati mungkin
termasuk central neurogenic hyperventilation dari lesi di pons atau midbrain, atau pernapasan
cluster (Biot’s) dari lesi di pons. Lesi di Medulla di curgai dari tidak adanya pernapasan spontan
atau pernapasan ataxic.
Pada pola pernapasan Cheyne Stokes penderita bernapas makin lama makin dalam,
kemudian mendangkal dan diikuti dengan apnea dan tetap dalam tidur. Pada pola pernapasan
central neurogenic hyperventilation adalah hiperventilasi berkelanjutan, dengan respiratory rate
mencapai 40 kali per menit. Pada apneustic breathing terjadi inspirasi memanjang 2-3 kali terhenti
yang diikuti dengan apnea saat ekspirasi. Pernapasan cluster ditandai dengan respirasi yang
berkelompok yang diikuti dengan apnea. Ataksik breathing adalah pola pernapasan yang tidak
teratur, baik dalamnya maupun iramanya.
Anamnesis dan Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Perjalanan waktu dalam perubahan kesadaran dapat membantu menunjukan etiologi. Onset
gejala yang mendadak menunjukan stroke, kejang, atau kardiak event yang menganggu perfusi
serebral. Pada koma dengan onset yang lebih bertahap, menunjukan proses metabolism atau proses
infeksi. Riwayat medis, pembedahan, dan kejiwaan, alkohol, penggunaan obat-obatan terlarang,
riwayat paparan lingkungan toksik harus dikumpulkan. Riwayat pengobatan penting diketahui,
tidak hanya dapat menduga kemungkinan overdosis, tapi juga pengobatan saat ini dapat menjadi
informasi yang bernilai dengan tidak adanya infomrasi yang rinci.
Pemeriksaan Laboratorium
Kecuali penyebab ketidaksadaran mudah kembali seperti pada hipoglikemia, yang dapat
diperbaiki, pemeriksaan laboratorium tambahan harus dilakukan. Pemeriksaan serum kimia,
hematologi dasar, dan analisa gas darah harus dipertimbangkan. Pemeriksaan mikrobiologi
termasuk kultur darah dan urin dapat membantu.
Differential Diagnosis Penyebab Koma, Struktural, Non-Struktural, Unclear
Differential diagnosis menyebab koma cukup luas. Informasi yang diperoleh dari
stabilisasi awal, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis, riwayat sebelumnya, dan hasil
pemeriksaan laboratorium memungkinkan memilah penyebab koma pada pasien dalam structural
atau nonstructural, dan memperkirakan pemeriksaan tambahan yang diperlukan.
Brain Imaging
CT cranial tanpa kontra dapat dilakukan pada pasien emergenci tidak sadar dengan dugaan
penyebab koma adalah structural dan pada pasien dengan penyebab koma tidak jelas setelah
menilaian awal. CT memungkinkan menemukan penyebab potensial seperti focal hipodens curiga
adanya infark cerebral dan akut hidrocefalus.
Jika akut iskemik stroke sedang dipertimbangkan, CT Angiography dan CT Perfusion
dapat memberikan nilai informasi yang bernilai tentang pembuluh darah otak dan perfusi regional.
Non Contras CT dalam tahap hiperakut stroke iskemik sering kali normal, dalam keadaan ini
diagnosis klinis stroke masih berlaku. Stroke iskemik biasanya tidak menyebabkan koma akut
kecuali terjadi pada didalam sistem kesadaran yang terletak di batang otak atau diencephalon
(misalnya thrombosis arteri basilar), koma subakut mungkin dapat berkembang dengan progresif
karena infark hemipher dengan herniasi transtentorial. Saat sistem saraf pusat (SSP) terinfeksi
dapat dipertimbangkan, CT dengan dan tanpa kontras dapat diminta untuk evaluasi abses,
pengumpulan cairan di ekstra aksial, hidrosefalus, perdarahan, dan infark sebelum pungsi lumbal
dan analisis cairan serebrospinal.
Non-structural Coma
Umumnya penyebba koma non-struktural termasuk anoxia iskemik ensefalopati, kejang,
perubahan metabolic, endokrinopati, infeksi sistemik, infeksi SSP, overdosis obat,
penyalahgunaan obat dan alkohol, dan terpapar toksin. Pengobatan dilakukan berdasarkan etiologi
yang mendasari.
Bila diperlukan, spesifik antagonis atau antidotes dapat diberikan. Untuk contoh, pada
opioid toxidrome harus diberikan nalokson. Menelan acetaminophen dapat diobati dengan N-
acetylcysteine, dalam beberapa kasus ensefalopati metabolik mungkin berkembang ke arah proses
structural seperti gagal hati akut menyebabkan edema serebral dan herniasi. Pada pasien dengan
kejang baru atau perubahan pola kejang penyebab structural harus dicari teliti dengan CT atau
MRI jika CT Scan negatif.
Pada infeksi SSP, mungkin tidak memiliki korelasi struktural yang nampak pada CT
kontras scan (meskipun tes harus dilakukan untuk menyingkirkan abses otak). Di mana ada
kecurigaan tinggi meningitis bakteri akut, antibiotik dan deksametason yang sesuai harus diberikan
sebelum CT dan pungsi lumbal.
BAB III
KESIMPULAN
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya
pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak,
terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus, maupun mesensefalon. Penilaian awal
yang harus dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran adalah pantau Airway, Breathing,
Circulation, dan Control Cervical Spine pada pasien trauma, kemudian pemeriksaan fisik umum
dan neurologis serta anamnesis riwayat kejadian dan riwayat kesehatan sebelumnya. Pemeriksaan
laboratorium dan pencitraan dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing, S.M (2007). Neurologi klinik : Pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Huff, JS., Stevens, R.D., Weingart, S.D., & Smith, W.S. (2012). Emergency Neurogical Life
Support : Approach to the Patient with Coma. www.mc.vanderbilt.edu /documents/ NeuroICU/
files/ENLS_Coma.pdf. Diperoleh 18 November 2015
Moore, SA,. & Wijdicks, Eelco F. (2013). The acutely comatose patient : Clinical Approach and
Diagnosis. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23888395. Diperoleh 18 November 2015.
Sharma, S,. Kochar, G.S,. Sankhyan, N,. & Gulati, S,. (2010). Approach to Child with Coma.
http://medind.nic.in/icb/t10/i11/icbt10i11p1279.pdf. Diperoleh 18 November 2015.