Refreshing Diare
description
Transcript of Refreshing Diare
BAB I
Pendahuluan
A. DEFINISI
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Diare merupakan buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar
encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (IDAI, 2011).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang meminum ASI frekuensi buang air
besarnya lebih dari 3–4 kali per hari, keadaan ini tidak bisa disebut diare tetapi masih bersifat
fisiologis. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare,
tetapi merupakan intoleransi laktosa karena saluran cerna belum berkembang dengan baik
(IDAI, 2011)
Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit (natrium,
kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila
hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga timbullah
kekurangan cairan dan elektrolit. Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan
tanda yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang. Rejimen rehidrasi dipilih sesuai dengan
derajat dehidrasi yang ada.
Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan peningkatan
kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan penurunan berat badan dan
berlanjut ke gagal tumbuh. Pada gilirannya, gangguan gizi dapat menyebabkan diare menjadi
lebih parah, lebih lama dan lebih sering terjadi, dibandingkan dengan kejadian diare pada
anak yang tidak menderita gangguan gizi. Lingkaran setan ini dapat diputus dengan memberi
makanan kaya gizi selama anak diare dan ketika anak sehat.
1
B. EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Negara berkembang termasuk di
Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak, terutama
usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar kejadian tersebut 10 terjadi di negara berkembang. Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan
penyebab kematian bayi terbanyak yaitu 42% dibandingkan pnemonia 24%, untuk golongan
usia 1–4 tahun penyebab kematian karena diare 25% dibandingkan pnemonia. (IDAI,2011)
C. ETIOLOGI
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare
umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah inflammatory dan non inflammatory.
Enteropatologi menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh
bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan / atau
translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri
yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare,
meliputi:
a) Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus, Calicivirus,
Coronavirus, Minirotavirus.
b) Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli, Vibrio cholera,
Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter
jejuni, Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus,
Yersinia enterocolitica.
c) Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli ; cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura, Strongiloides stercoralis ;
jamur : Candida spp.
Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis
dan sebagainya. (Behrman, 2009).
2
Di negara yang berkembang patogen penyebab penting diare akut pada anak-anka yaitu :
Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan diare
pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada
usus halus. Biopsi usus halus menunjukan berbagai tingkatan penumpukan villus dan
infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak
berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum
penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah
“gastroenteritis”, walaupun pengosongan lambung tertunda selama infeksi virus Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium diusus halus dan menyerang villus diusus
halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus
yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga
fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat diabsorbsi cairan dan
makanan denga baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan
beserta makanan yang tidak terserap terdorongan keluar usus melalui anus, menimbulkan
diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi, yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkutan bersama (kotransporter) glukosa dan asam
amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai
enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan
demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidak seimbangan
rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks,
terutama laktosa.
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun penderita terganggu
imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal. Kenaikan kerentanan bayi (dibanding
dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa)sampai morbiditas berat dan mortalitas
gastroenteritis virus dapat berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi
cadangan usus. Tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes
non spesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar
3
permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko
alergi makanan.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen. patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga cept menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri
ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare anak antara lain :
Kesulitan makan
Defek anatomis
Malrotasi
Penyakit hirchsprung
Short Bowel syndrome
Atrofi mikrovilli
Stricture
Malabsorpsi
Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa – galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit Celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit addison
Sindroma Addison
Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan
4
Logam berat
Mushrooms
Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromacytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Lain – lain :
Infeksi non gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Gangguan motilitas usus
Pellagra
Sumber : Nelson Textbook of Pediatric
D. PATOGENESIS
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbs atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan
sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diarea.
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksic.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologiinfeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanismeyang saling
tumpang tindih. Menurut mekanisme diare, maka dikenal diare akibatgangguan absorpsi yaitu
volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripadakapasitas absorpsi. Di sini diare
dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang
5
bertambah. Apabila fungsiusus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon
menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan
gangguanmotilitas, inflamasi, dan imunologi.
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum, terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperticeliac sprue, atau
karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya lactase defisien pada anak yang lebihbesar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dandarah
maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akanmengalir kea
rah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpuldalam lumen usus.
Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen,dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengankadar natrium yang normal. Sebagian kecil
cairan ini akan diabsorpsikembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen
oleh karena adabahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose,
laktose,maltose, di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi
kolonsehingga terjadilah diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buahatau
bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah yang berlebihan akanmemberikan
dampak yang sama.
2. Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptide, tepung, asamamino, dan
monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotic padalumen usus. Kerusakan sel (yang
secara normal akan menyerap natrium danair) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella, atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory
boweldisease idiopatik, akibat toksin atau obat-obatan tertentu. Gambarankarakteristik
penyakit yang menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut,
mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau,giardiasis, dan enteroadheren E. coli)
menyebabkan malabsorbsi nutriendengan meribah faal membran brush border trigliserid
diakibatkaninsuffisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan
danmengakibatkan diare osmotic.
6
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalanpemecahan kompleks protein,
karbohidrat, trigliserid, selanjutnyamenyebabkan maldigesti, malabsorbsi dan akhirnya
menyebabkan diareosmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein dan
karbohidratdengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkandiare
osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi klorida sehingga diaretersebut dapat
disebabkan malabsorpsi karbihidrat oleh karena kerusakan difusmukosa usus, defisiensi
sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi congenital lactase,pemberian obat pencahar; laktulose,
pemberian Mg hydroxide (misalnya susuMg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada
hipermotilitas pada koloniritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan
cepat,menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH,setelah mengalami
diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yangmenyebabkan kerusakan mukosa
sehingga menyebabkan gangguan sekresienzim lactase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi
laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
a. Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hyperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapatmenyebakan
sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya, penyakit inimenyebabkan atrofi vili.
b. Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksinbakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garamempedu bentuk
dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkankonsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca ++ yang selanjutnya akanmengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akanmenyebabkan fosfolirasi membran protein sehingga
mengakibatkanperubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi
lainterjadi peningkatan pompa natrium dan natrium masuk ke dalam lumenusus
bersama Cl-. Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-
ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMPintraseluler,
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagianmenyebabkan kerusakan sel mukosa.
Beberapa obat menyebabkan sekresiintestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum
dan penyakit Crihndapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan
peningkatan konsentrasi garam empedu dan lemak.
c. Blood-Borne Secretagogues
7
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnyadisebabkan
oleh enterotoksin E. Coli atau Cholera. Berbeda dengan negaraberkembang, di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukam, apabilaada kemungkinan disebakan oleh
obat atau tumor seperti ganglioneuromaatau neuroblastoma yang menghasilkan
hormone seperti VIP. Pada orangdewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma
pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormone
sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhea hypokalemia achlorhydria
(WDHA)) .Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua kelainan mukosausus,
berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kriptaserta semua enterosit
terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapiperubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas, keduanya dapat menyebabkandiare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan
bakteri tumbuh lampau yangmenyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi
akanmeningkatkan absorbs. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkanstasis
intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu danmalabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas
pada kasus kolon irritable padabayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare
pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapakeadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekananhidrostatik dalam pembuluh
darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,mukus, protein, dan seringkaili sel darah
merah dan sel darah putihmenumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini
berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral pathogen akan mempengaruh struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkankaskade inflamasi. Efek
infeksi bacterial pada tight junction akanmempengaruhi susunan protein. Penelitian oleh Berkes J. dkk
2003menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral pathogen pada diare terletak padaperubahan
barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaituperubahan pada cellular cytoskeleton dan
spesifik tight junction. Pengaruh itubisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja
8
sehinggaakan menyebabkan hipersekresi chloride yang akan diikuti natrium dan air.Sebagai
contoh C. Difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupunprotein, Bacteroides
fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V. Cholera mempengaruhi
distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein
cytoskeleton.
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III,dan IV.
Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE danallergen makanan. Reaksi tipe
III misalnya pada penyakit gastroenteropatu,sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac
disease dan protein lossenteropaties. Pada reaksi tipe I, allergen yang masuk tubuh
menimbulkanrespon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat olehreseptor spesifik
pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasiakibat pajanan berulang dengan
antigen yang spesifik, sel mast akanmelepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF,
SRA-A, danprostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodidalam
jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen.Komplemen yang diaktifkan kemudian
melepaskan Macrophage ChemotacticFactor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas
berbagaimediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, di sini tidak terdapat peran
antibody. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (AntigenPresenting Cell) ke sel Th1
yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasanberbagai sitokin seperti MIF, MAF, dan IFNᵧ oleh
Th1. Sitokin tersebut akanmengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosaberkurang akibat
kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti olehnatrium dan air.
E. MANIFESTASI KLINIS
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum
dan/ sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah dehidrasi.
Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit
berkurang. Selaput lendir bibir dan mulut kering.
9
Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu sendiri.
Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam menggambarkan kelainan
yang mendasari dan perubahan fisiologi yang berbeda-beda:
1. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai dengan
beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya dehidrasi, juga
dapat terjadi penurunan berat badan apabila intake makanan kurang.
2. Diare akut dengan pendarahan (disentri), dimana pada diare ini bahaya utamanya
adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.
3. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya utamanya
adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi.
4. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya
utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan
defisiensi mineral dan vitamin.
Bentuk klinis diare
DIAGNOSA DIDASARKAN PADA KEADAAN
Diare cair akut - Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang dari 14
hari
- Tidak mengandung darah
Kolera - Diare air cucian beras yang sering dan banyak dan cepat
menimbulkan dehidrasi berat, atau
- Diare dengan dehidrasi berat selama KLB kolera, atau
- Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V.cholerae O1
atau O139
Disentri - Diare berdarah (terlihat atau dilaporkan)
Diare persisten - Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare dengan gizi buruk - Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk
Diare terkait antibiotik
(Antibiotic Associated
Diarrhea)
- Mendapat pengobatan antibiotic oral spektrum luas
Invaginasi - Dominan darah dan lendir dalam tinja
- Massa intra abdominal (abdominal mass)
- Tangisan keras dan kepucatan pada bayi
10
Tanda dan gejala klinis dehidrasi (WHO 2005)
Gejala&tanda Tanpa dehidrasi Dehirasi ringan-
sedang
Dehidrasi berat
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah,rewel *letargik, kesadaran
menurun
Mata Normal cekung Sangat cekung
Air mata Basah Kering Sangat kering
Mulut/lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus
Kulit
Minum normal, tidak
haus
Turgor kembali cepat
*tampak kehausan
*turgor kembali
lambat
*sulit, tidak dapat
minum
*turgor kembali
sangat lambat
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Deficit cairan <5% atau
<50ml/kgBB
5-10% atau 50-100
ml/kgBB
>10% atau
>100ml/kgBB
Ket : terdapat 1 atau lebih tanda (*)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaaan tinja
Makroskopis: bau, warna, lendir, darah, konsistensi
Mikroskopis: eritrosit, lekosit, bakteri, parasit
Kimia: PH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
Biakan dan uji sensitivitas
2) Pemeriksaan darah: Darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama
Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kadar urum dan
kreatinin darah.
3) Pemeriksaan urin: urin rutin.
G. KRITERIA DIAGNOSIS
a. Anamnesis
11
1) Riwayat diare sekarang :
Sudah berapa lama diare berlangsung
Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan jumlah tinja
Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah tidak)
Muntah (frekuensi dan jumlah)
Demam
Buang air kecil terakhir
Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun
Jumlah cairan yang masuk selama diare
Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan, obat, oralit)
Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya.
Riwayat bepergian ke daerah yang sedang terkena wabah diare
Kontak dengan orang yang sakit
Penggunaan antibiotik
2) Riwayat diare sebelumnya: kapan, berapa lama
3) Riwayat penyakit penyerta saat ini
4) Riwayat imunisasi: lengkap atau tidak
5) Riwayat makanan sebelum diare: ASI, susu formula, makan makanan yang
tidak biasa.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu, kesadaran, rasa
haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun
besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata,
kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat
badan. Perhatikan pula ada tidaknya pernafasan cuping hidung, retraksi
interkostal, akral dingin, perfusi jaringan serta derajat dehidrasinya. Penilaian
derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :
1) Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
Keadaan umum baik dan sadar
Tanda vital dalam batas normal
Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa
mulut dan bibir basah
12
Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat
Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak
mau minum, muntah terus menerus, diare yang frekuen).
2) Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
Apabila di dapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
tambahan
Keadaan umum gelisah dan cengeng
Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,
mukosa mulut dan bibir sedikit kering
Turgor kurang
Akral hangat
Pasien harus rawat inap.
3) Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
1) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
tambahan
2) Keadaan umum lemah, letargi atau koma
3) Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,
mukosa mulut dan bibir sangat kering
4) Turgor buruk
5) Akral dingin
6) Pasien harus rawat inap.
BAB II
Tata Laksana Diare
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
13
karbohidrat lain. Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan (rehidrasi), dietetik, dan
obat-obatan (Nelson, 2010).
Cara penanganan diare menurut Depkes adalah:
Lima langkah tuntaskan diare (LINTAS DIARE):
a.Berikan oralit
b.Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
c.Teruskan ASI–makan
d.Berikan antibiotik secara selektif
e.Berikan nasehat pada ibu dan keluarga (Depkes RI,2011)
Tatalaksana diare Tanpa dehidrasi
- Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-10 mL/kgBB
setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50-100
mL,umur 1-5 tahun sebanyak 100-200 mL, dan umur di atas 5 – 12 tahun adalah 200-
300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB. Dapat diberikan cairan rumah
tangga sesuai kemauan anak.ASI harus terus diberikan.
- Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (demam , tinja
berdarah, tidak mau minum, muntah terus menerus, diare lebih sering , atau belum
membaik selama 3 hari)
14
Tatalaksana diare dengan Dehidrasi ringan-sedang
- Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 mL/kgBB dalam
3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak 5-10
mL/kgBB setiap diare cair.
- Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum
walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogastrik sebanyak 20ml/kgBB/jam. Cairan intravena yang diberikan adalah
ringer laktat atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan.
Status hidrasi dievaluasi secara berkala.
15
- Berat badan 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari
- Berat badan 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari
- Berat badan > 15 kg : 135 mL/kgBB/hari
- Pasien dipantau di Puskesmas/Rumah Sakit selama proses rehidrasi sambil
memberiedukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orangtua.
16
Tatalaksana diare dengan Dehidrasi berat
- Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat 100
mL/kgBB dengan cara pemberian:
- Umur kurang dari 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70
mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya
- Umur di atas 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70
mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
- Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum,
dimulai dengan 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi
17
- Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
- Hipernatremia (Na >155 mEq/L)
Koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian cairan
dekstrose 5% ½ salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari
karena bisa menyebabkan edema otak
- Hiponatremia (Na <130 mEq/L)
Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih dijumpai
hiponatremia dilakukan koreksi sbb:
Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum x 0.6 x berat badan; diberikan
dalam 24 jam
- Hiperkalemia (K >5 mEq/L)
Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% sebanyak 0.5-1
ml/kg BB i.v secara perlahan-lahan dalam 5-10 menit; sambil dimonitor irama
jantung dengan EKG. Untuk pemberian medikamentosa dapat dilihat PPM
Nefrologi.
- Hipokalemia (K <3,5 mEq/L)
Koreksi dilakukan menurut kadar Kalium.
- Kadar K 2,5-3,5 mEq/L, berikan KCl 75 mEq/kg BB per oral per hari dibagi 3
dosis
- Kadar K <2,5 mEq/L, berikan KCl melalui drip intravena dengan dosis:
- 3,5 - kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam
pertama
- 3,5 - kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20
jamberikutnya
- Seng
Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang air
besardan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada
anak.
Seng Zink elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak
mengalamidiare dengan dosis:
- Umur di bawah 6 bulan: 10 mg per hari
- Umur di atas 6 bulan: 20 mg per hari
18
- Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikanuntuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang
hilang.Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.Anak tidak
bolehdipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x
sehari),rendah serat, buah buahan diberikan terutama pisang.
- Medikamentosa
- Tidak boleh diberikan obat anti diare
- Antibiotik
Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri (diare berdarah) atau
kolera.Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan
flora usus sehingga dapat memperpanjang lama diare dan Clostridium difficile
akan tumbuhyang menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian
antibiotik yang tidak rasional dapat mempercepat resistensi kuman terhadap
antibiotik. Untuk disentri basiler, antibiotik diberikan sesuai dengan data
sensitivitas setempat, bila tidak memungkinkan dapat mengacu kepada data
publikasi yang dipakai saat ini,yaitu kotrimoksazol sebagai lini pertama,
kemudian sebagai lini kedua. Bila kedua antibiotik tersebut sudah resisten maka
lini ketiga adalah sefiksim.
- Antiparasit
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat pilihan untuk
amuba vegetative.
- Edukasi
Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan
Kesehatanbila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan atau
minum sedikit,sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.
Orangtua danpengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.Langkah
promotif/preventif : (1) ASI tetap diberikan, (2) kebersihan perorangan,
cucitangan sebelum makan, (3) kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban,
(4)immunisasi campak, (5) memberikan makanan penyapihan yang benar, (6)
penyediaanair minum yang bersih, (7) selalu memasak makanan.
19
BAB III
Komplikasi dan Prognosis
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapadiantaranya
membutuhkan pengobatan khusus
Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukanpemantauan berkala
yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadarnatrium secara perlahan-lahan. Penurunan
kadar natrium plasma yangcepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.Rehidrasi
oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakancairan 0,45% saline
– 5 % dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhancairang menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadarnatrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan
rumatan,bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natriumpasma setelah 8
jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline – 5 %dextrose, perhitungkan untuk 24 jam.
Tambahkan 10 mmol KCl padasetiap 500ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnyapemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanyamengandung
sedikit garam, dapat terjadi hipontremia (Na < 130mol/L). Hipontremia sering terjadi pada
anak dengan Shigellosis danpada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan
efektif untuk terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi
Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairanrehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau
Normal Saline. KadarNatrium koreksi (mEq/L) = 125-kadar Na serum yang
diperiksadikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan denganpemberian kalsium
glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan dalam5-10 menut dengan monitor detak
jantung.
20
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukanmenurut kadar K : jika
kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per oral 75mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L
maka diberikan secaraintravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya:
(3,5- kadar K terukur x BB x 0,4 + 2mEq/kgBB/24 jam) diberikandalam 4 jam, kemudian 20
jam berikutnya adalah (3,5 – kadar Kterukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus,gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegahdan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan
menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti.
Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral
Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu
misalnyapengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yangmenetap, tidak dapat
minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsiglukosa. Pada keadaan-keadaan
tersebut mungkin penderita harus diberikan cairanintravena
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejangsebelum
atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan olehkarena hipoglikemi,
kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,hiperpireksia, kejang terjadi bila
panas tinggi, misalnya melebihi 40° C,hipernatremi atau hiponatremi.
Prognosis dubia ed bonam jika dilakukan tatalaksana yang baik, Dengan penggantian
cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,dan terapi antimikrobial jika diindikasikan,
prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.
Penderita dipulangkan apabilaibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada
anak dengan cukupwalaupun diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan
penyakitpenyerta sudah diketahui dan diobati
21
BAB IV
Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diareKuman-kuman pathogen
penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman
penyebab diare perlu difokuskan padacara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang
terbukti efektif, meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air bersih yang cukupd.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabisbuang air besar dan
sebelum makane.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggotakeluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi resiko diare, antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan membermakan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
c. Imunisasi campak
Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, danseng dalam
pencegahan diare
22
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Pelayanan Medis : Jilid I, Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.
Poorwo sumarso et all, 2003, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi & Penyakit Tropis,
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Juffrie Mohammad et all, 2011, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Gastroentero-Hepatologi,
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Jakarta : WHO Indonesia, 2009
23