Refrat Bells

download Refrat Bells

of 32

Transcript of Refrat Bells

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    1/32

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Bells palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling

    sering mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau

    paralisis fasial perifer yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab

    yang jelas. Sindroma paralisis fasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih

    dari satu abad yang lalu oleh Sir Charles Bell, meskipun masih banyak

    kontroversi mengenai etiologi dan penatalaksanaannya, Bells palsy

    merupakan penyebab paralisis fasial yang paling sering di dunia.

    Insidensi Bells palsy di Amerika Serikat adalah sekitar 23 kasus per

    100.000 orang. Insiden Bells palsy tampak cukup tinggi pada orang-orang

    keturunan Jepang, dan tidak ada perbedaan distribusi jenis kelamin pada

    pasien-pasien dengan Bells palsy. Usia mempengaruhi probabilitas kontraksi

    Bells palsy. Insiden paling tinggi pada orang dengan usia antara 15-45 tahun.

    Bells palsy lebih jarang pada orang-orang yang berusia di bawah 15 tahun

    dan yang berusia di atas 60 tahun.

    Pada sebagian besar penderita Bells Palsy kelumpuhannya dapat

    menyembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh

    dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini berupa kontraktur, dan

    spasme spontan. Permasalahan yang ditimbulkan Bells palsy cukup

    1

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    2/32

    kompleks, diantaranya masalah fungsional, kosmetika dan psikologis

    sehingga dapat merugikan tugas profesi penderita, permasalahan kapasitas

    fisik (impairment) antara lain berupa asimetris wajah, rasa kaku dan tebal

    pada wajah sisi lesi, penurunan kekuatan otot wajah pada sisi lesi, potensial

    terjadi kontraktur dan perlengketan jaringan, potensial terjadi iritasi pada mata

    sisi lesi. Sedangkan permasahan fungsional (fungsional limitation) berupa

    gangguan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah, seperti makan dan minum,

    berkumur, gangguan menutup mata, gangguan bicara dan gangguan ekspresi

    wajah. Semua hal ini dapat menyebabkan individu tersebut menjadi tidak

    percaya diri.

    1.2. Tujuan Penulisan

    Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara lebih

    dalam mengenai definisi, struktur anatomi, epidemiologi, etiologi,

    patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosis, diagnose banding,

    penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosisBells palsy.

    2

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    3/32

    BAB II

    STATUS PENDERITA

    1.1 STATUS PENDERITA

    A. IDENTITAS PENDERITA

    Nama : Ny. X

    Usia : 23 tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Agama : Islam

    Alamat : Jatigui, Malang

    Status Perkawinan : Menikah

    Suku Bangsa : Jawa

    Tanggal Periksa : 26 Juni 2013

    B. ANAMNESIS

    1. Keluhan Utama : Mata sebelah kanan tidak bisa menutup

    2. Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke RSUD Kanjuruhan dengan keluhan mata kanan tidak bisa

    menutup sejak 2 hari yang lalu kemudian pasien juga mengeluh bibir kanan tidak

    bisa tersenyum. Influensa dan nyeri di belakang telinga disangkal oleh penderita.

    3

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    4/32

    Pasien tidak mengalami gangguan pengecapan ataupun gangguan pendengaran.

    3. Riwayat Penyakit Dahulu

    a. Riwayat sakit serupa : (-)

    b. Riwayat Mondok : (-)

    c. Riwayat sakit gula : (-)

    d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

    e. Riwayat hipertensi : (-)

    f. Riwayat sakit kejang : (-)

    g. Riwayat alergi obat : (-)

    h. Riwayat alergi makanan : (-)

    i. Riwayat asma : (-)

    j. Riwayat penyakit kulit : (-)

    k. Riwayat penyakit saluran cerna : (-)

    4. Riwayat Penyakit Keluarga

    a. Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : (-)

    b. Riwayat hipertensi : (-)

    c. Riwayat sakit gula : (-)

    4

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    5/32

    d. Riwayat asma : (-)

    e. Riwayat alergi obat : (-)

    f. Riwayat alergi makanan : (-)

    g. Riwayat penyakit jantung :(-)

    5. Riwayat Pengobatan : (-)

    6. Riwayat Kebiasaan

    a. Riwayat merokok : (-)

    b. Riwayat minum alkohol : (-)

    c. Riwayat minum kopi : (-)

    d. Riwayat olahraga : (-)

    7. Riwayat Gizi : Baik

    C. PEMERIKSAAN FISIK

    1. Keadaan umum: baik, kesadaran kompos mentis (GCS E4V5M6), status gizi

    cukup

    2. Tanda Vital

    Tensi :100/60 mmHg

    Nadi :78 x/menit

    5

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    6/32

    RR : 18 x/menit

    Suhu :-

    3. Kulit

    Sawo matang, Sianosis (-), pucat (-), petechie (-)

    4. Kepala

    Inspeksi: Bentuk normocephal, wajah sisi kanan tampak terjatuh dan

    tertari ke sisi kiri, lipatan dahi sisi kanan menghilang , luka (-),nodula (-)

    Palpasi : Nyeri tekan ( - )

    5. Mata

    Mata kanan tidak bisa menutup, Conjunctiva anemi (-/-),Mata cekung (-/-)

    6. Hidung

    Secret (-/-), epistaksis (-/-)

    7. Mulut

    Sudut mulut sisi kanan tidak bisa terangkat dan tidak bisa tersenyum ,

    Bibir pucat (-), lidah kotor (-),gusi berdarah (-)

    8. Telinga

    Nyeri tekan mastoid (-), secret (-), timpani utuh

    6

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    7/32

    9. Tenggorokan

    Tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis(-/-)

    10. Leher

    Trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-)

    11. Thoraks

    Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), takipnea (-)

    12. Ekstremitas: palmar eritema (-)

    Akral dingin Oedema

    13. Status neurologis : Nervus kranialis I XII dalam batas normal, kecuali

    N.VII dextra tipe perifer

    D. Diagnosis:

    Parese nervus VII perifer dextra (Bell's Palsy)

    - -

    - -

    - -

    - -

    7

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    8/32

    E. RESUME

    F. Pasien datang ke RSUD Kanjuruhan dengan keluhan mata kanan tidak bisa

    menutup sejak 2 hari yang lalu kemudian pasien juga mengeluh bibir kanan tidak

    bisa tersenyum. Influensa dan nyeri di belakang telinga disangkal oleh penderita.

    Pasien tidak mengalami gangguan pengecapan ataupun gangguan pendengaran.

    Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil wajah sisi kanan tampak terjatuh dan

    tertari ke sisi kiri, lipatan dahi sisi kanan menghilang, Mata kanan tidak bisa

    menutup, Sudut mulut sisi kanan tidak bisa terangkat dan tidak bisa tersenyum.

    Diagnosis: Parese nervus VII perifer dextra (Bell's Palsy)

    G. PENATALAKSANAAN

    Tujuan Terapi

    a. Menangani simptom

    b. Mencegah kekhawatiran penderita

    Terapi obat

    a. Meconeuro 500 mg 2x1

    b. Alinamin 50 mg 1x1

    8

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    9/32

    BAB III

    PEMBAHASAN

    2.1. Definisi

    Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan

    dampak yang kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat

    disebabkan oleh bawaan lahir (kongenital), neoplasma, trauma, infeksi,

    paparan toksik ataupun penyebab iatrogenik. Yang paling sering

    menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah adalah Bells palsy.Bells

    palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell. Bells

    palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut

    dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer.

    2.2. Struktur anatomi

    Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :

    a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m.

    levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian

    posterior dan stapedius di telinga tengah

    b. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus

    salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa

    faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula

    submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.

    9

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    10/32

    c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap

    di dua pertiga bagian depan lidah.

    d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan

    rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh

    nervus trigeminus.

    Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi

    seluruh otot mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus

    intermedius Wrisberg yang mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian

    anteriort lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius

    eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus

    lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani

    dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus fasialis ke nukleus

    traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi kelenjar

    lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual

    serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani.

    Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus

    abdusens, dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan

    melewati bagian ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di

    bagian lateral traktus kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan

    (jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena

    bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke

    10

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    11/32

    meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok

    tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga

    dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut

    genikulatum karena sangat dekat dengan genu.

    11

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    12/32

    Nervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion

    12

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    13/32

    genikulatum untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina,

    yaitu nervus petrosus superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal

    memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani.

    Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui foramen stylomastoideus

    kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang yang

    melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus

    venter posterior.

    2.3. Epidemiologi

    Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari

    paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang

    tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di

    Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per

    100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-

    rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko

    29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki

    dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang

    berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok

    umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih

    sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan

    2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi

    daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.

    13

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    14/32

    2.4. Etiologi

    Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia

    akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan

    iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan

    suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil

    dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu

    Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab

    Bells palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata

    pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes

    PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII

    penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan

    menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat

    berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion,

    pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan

    menyebabkan kerusakan local pada myelin.

    2.5. Patofisiologi

    Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses

    inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar

    foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral.

    14

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    15/32

    Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya

    proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan

    diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat

    melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal

    melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang

    menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan

    kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik

    dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang

    dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan

    supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di

    daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di

    lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di

    korteks motorik primer.

    Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi

    dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab

    terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di

    dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

    Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum

    atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi

    nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus

    abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis

    LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau

    15

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    16/32

    gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan

    timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa

    mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian

    bahwa penyebab utamaBells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe

    1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus

    herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada

    radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat

    sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

    Kelumpuhan padaBells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari

    16

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    17/32

    otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra

    tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata

    yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa

    dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air

    mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala

    pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus

    fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung

    lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.

    2.6. Gejala Klinis

    Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat

    didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat

    bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka

    sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala

    kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.

    a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.

    Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.

    Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat

    Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi

    Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi

    lesi

    17

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    18/32

    Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi

    air liur masih baik.

    b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam

    kanalis fasialis).

    Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah

    dan gangguan salivasi.

    c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.

    Gejala: seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu

    hiperakusis.

    d. Lesi setinggi ganglion genikulatum.

    Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan

    gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).

    e. Lesi di porus akustikus internus.

    Gangguan: seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.

    Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi

    foramen stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun

    penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes

    Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.

    18

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    19/32

    2.7. Penegakan Diagnosis

    DiagnosisBells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis

    dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan

    adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak

    dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan

    augesia juga dapat ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN.

    PadaBells palsy lesinya bersifat LMN.

    a. Anamnesis.

    Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa

    bahwa mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir

    semua keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu

    sisi wajah.

    Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio

    19

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    20/32

    mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan

    paresis, tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25%

    pasien.

    Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air

    mata mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis

    oculi dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang

    dapat mengalir hingga saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan

    cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.

    Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang

    gangguan rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan

    rasa. Hal ini terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang

    terlibat.

    Mata kering.

    Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada

    hidung akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris.

    b. Pemeriksaan fisik.

    Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik.

    Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan

    kemungkinan penyebab lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika

    semua cabang nervus facialis tidak mengalami gangguan.

    Definisi klasik Bell palsy menjelaskan tentang keterlibatan

    20

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    21/32

    mononeuron dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain

    juga dapat terlibat.Nervus facialis merupakan satu-satunya nervus

    cranialis yang menunjukkan gambaran gangguan pada

    pemeriksaan fisik karena perjalanan anatomisnya dari otak ke

    wajah bagian lateral.

    Kelamahan dan/atau paralisis akibat gangguan pada nervus facialis

    tampak sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah)

    pada sisi yang diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas

    wajah pada sisi yang diserang.

    Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas;

    di atas nucleus facialis di pons), dimana sepertiga atas wajah

    mengalami kelemahan dan dua per tiga bagian bawahnya

    mengalami paralisis. Musculus orbicularis, frontalis dan

    corrugator diinervasi secara bilateral, sehingga dapat dimengerti

    mengenai pola paralisis wajah.

    Lakukan pemeriksaan nervus cranialis lain: hasil pemeriksaan

    biasanya normal.

    Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang

    tampak meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang

    mengalami komplikasi.

    c. Pemeriksaan laboratorium.

    21

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    22/32

    Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan

    diagnosis Bells palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau

    HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien

    tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV

    juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari

    mana virus tersebut berasal.

    d. Pemeriksaan radiologi.

    Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke

    diagnose Bells palsy maka pemeriksaan radiologi tidak diperlukan

    lagi, karena pasien-pasien dengan Bells palsy umumnya akan

    mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu. Bila tidak ada perbaikan

    ataupun mengalami perburukan, pencitraan mungkin akan membantu.

    MRI mungkin dapat menunjukkan adanya tumor (misalnya

    Schwannoma, hemangioma, meningioma). Bila pasien memiliki

    riwayat trauma maka pemeriksaan CT-Scan harus dilakukan.

    2.8. Diagnosa Banding

    Kondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis

    diantaranya tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay

    Hunt syndrom), penyakit Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid

    ataupun telinga tengah, Guillen Barre syndrome.

    22

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    23/32

    2.9. Penatalaksanaan

    a. Agen antiviral.

    Meskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih kurang

    menunjukkan efektifitas obat-obat antivirus pada Bells palsy, hampir

    semua ahli percaya pada etiologi virus. Penemuan genom virus disekitar

    nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen antivirus pada

    penatalaksanaan Bells palsy. Oleh karena itu, zat antiviral merupakan

    pilihan yang logis sebagai penatalaksaan farmakologis dan sering

    dianjurkan pemberiannya. Acyclovir 400 mg selama 10 hari dapat

    digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy. Acyclovir akan berguna

    jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah

    replikasi virus.

    Nama obat Acyclovir (Zovirax) menunjukkan aktivitas hambatan

    langsung melawan HSV-1 dan HSV-2, dan sel yang terinfeksi

    secara selektif.

    Dosis dewasa 4000 mg/24 jam peroral selama 7-10 hari.

    Dosis pediatrik < 2 tahun : tidak dianjurkan.

    > 2 tahun : 1000 mg peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari.

    Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas.

    Interaksi obat Penggunaan bersama dengan probenecid atau zidovudine dapat

    memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan toksisitas

    23

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    24/32

    acyclovir terhadap SSP.

    Kehamilan C keamanan penggunaan selama kehamilan belum pernah

    dilaporkan.

    Perhatian Hati-hati pada gagal ginjal atau bila menggunakan obat yang

    bersifat nefrotoksik.

    b. Kortikosteroid.

    Pengobatan Bells palsy dengan menggunakan steroid masih merpakan

    suatu kontroversi. Berbagai artikel penelitian telah diterbitkan mengenai

    keuntungan dan kerugian pemberian steroid pada Bells palsy. Para

    peneliti lebih cenderung memilih menggunakan steroid untuk memperoleh

    hasil yang lebih baik. Bila telah diputuskan untuk menggunakan steroid,

    maka harus segera dilakukan konsensus. Prednison dengan dosis 40-60

    mg/ hari per oral atau 1 mg/ kgBB/ hari selama 3 hari, diturunkan

    perlahan-lahan selama 7 hari kemudian, dimana pemberiannya dimulai

    pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan

    peluang kesembuhan pasien.

    Nama obat Prednisone (Deltasone, Orasone, Sterapred) efek farmakologis

    yang berguna adalah efek antiinflamasinya, yang menurunkan

    kompresi nervus facialis di canalis facialis.

    Dosis dewasa 1 mg/kg/hari peroral selama 7 hari.

    Dosis pediatrik Pemberian sama dengan dosis dewasa.

    24

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    25/32

    Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas; infeksi virus, jamur

    jaringan konektif, dan infeksi kulit tuberkuler; penyakit tukak

    lambung; disfungsi hepatik; penyakit gastrointestinal.

    Interaksi obat Pemberian bersamaan dengan estrogen dapat menurunkan klirens

    prednisone; penggunaan dengan digoksin dapat menyebabkan

    toksisitas digitalis akibat hipokalemia; fenobarbital, fenitoin, dan

    rifampin dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid

    (tingkatkan dosis pemeliharaan); monitor hipokalemia bila

    pemberian bersama dengan obat diuretik.

    Kehamilan B biasanya aman tetapi keuntungan obat ini dapat memperberat

    resiko.

    Perhatian Penghentian pemberian glukokortikoid secara tiba-tiba dapa

    menyebabkan krisis adrenal; hiperglikemia, edema

    osteonekrosis, miopati, penyakit tukak lambung, hipokalemia

    osteoporosis, euforia, psikosis, myasthenia gravis, penurunan

    pertumbuhan, dan infeksi dapat muncul dengan penggunaan

    bersama glukokortikoid.

    c. Perawatan mata.

    Mata sering tidak terlindungi pada pasien-psien dengan Bells palsy.

    Sehingga pada mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan terpapar

    benda asing. Atasi dengan pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan

    25

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    26/32

    pelindung mata.

    Air mata pengganti: digunakan selama pasien terbangun untuk

    mengganti air mata yang kurang atau tidak ada.

    Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat

    terbangun jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah

    satu kerugiannya adalah pandangan kabur selama pasien terbangun.

    Kaca mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan

    mengurangi kekeringan dengan menurunkan jumlah udara yang

    mengalami kontak langsung dengan kornea.

    d. Konsultasi.

    Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pemeriksaan lanjutan

    yang ketat. Dokumentasi yang dilakukan harus mencakup kemajuan

    penyembuhan pasien. Berbagai pendapat muncul mengenai perlunya

    rujukan ke dokter spesialis. Indikasi untuk merujuk adalah sebagai

    berikut:

    Ahli neurologi: bila dijumpai tanda-tanda neurologik pada

    pemeriksaan fisik dan tanda-tanda yang tidak khas dari Bell palsy,

    maka segera dirujuk.

    Ahli penyakit mata: bila terjadi nyeri okuler yang tidak jelas atau

    gambaran yang abnormal pada pemeriksaan fisik, pasien harus dirujuk

    26

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    27/32

    untuk pemeriksaan lanjutan.

    Ahli otolaryngologi: pada pasien-pasien dengan paralisis persisten,

    kelemahan otot wajah yang lama, atau kelemahan yang rekuren,

    sebaiknya dirujuk.

    Ahli bedah: pembedahan untuk membebaskan nervus facialis kadang

    dianjurkan untuk pasien dengan Bell palsy. Pasien dengan prognosis

    yang buruk setelah pemeriksaan nervus facialis atau paralisis persisten

    cukup baik untuk dilakukan pembedahan.

    27

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    28/32

    2.10. Komplikasi

    Hampir semua pasien dengan Bell palsy dapat sembuh tanpa

    mengalami deformitas kosmetik, tetapi sekitar 5% mengalami gejala sisa

    cukup berat yang tidak dapat diterima oleh pasien.

    a. Regenerasi motorik yang tidak sempurna.

    Bagian terbesar dari nervus facialis terdiri dari serabut saraf eferen

    yang merangsang otot-otot ekspresi wajah. Bila bagian motorik

    mengalami regenerasi yang tidak optimal, maka dapat terjadi

    paresis semua atau beberapa otot wajah tersebut.

    Gangguan tampak sebagai (1) inkompetensi oral, (2) epifora

    (produksi air mata berlebihan), dan (3) obstruksi nasal.

    b. Regenerasi sensoris yang tidak sempurna.

    Dysgeusia (gangguan rasa).

    Ageusia (hilang rasa).

    Dysesthesia gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai

    dengan stimulus normal).

    c. Reinervasi aberan dari nervus facialis.

    Setelah gangguan konduksi neuron pada nervus facialis dimulai

    dengan regenerasi dan proses perbaikan, beberapa serabut saraf

    akan mengambil jalan lain dan dapat berhubungan dengan serabut

    28

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    29/32

    saraf di dekatnya. Rekoneksi aberan ini dapat menyebabkan jalur

    neurologik yang tidak normal.

    Bila terjadi gerakan volunter, biasanya akan disertai dengan

    gerakan involunter (seperti gerakan menutup mata yang satu

    diikuti dengan gerakan menutup mata disebelahnya). Gerakan

    involunter yang menyertai gerakan volunter ini disebutsynkinesis.

    2.11. Prognosis

    Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala

    sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosisBells palsy adalah:

    a. Usia di atas 60 tahun.

    b. Paralisis komplit.

    c. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang

    lumpuh.

    d. Nyeri pada bagian belakang telinga.

    e. Berkurangnya air mata.

    Pada umumnya prognosisBells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita

    sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan.

    Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40%

    sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang

    berusia 30 tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan peluang 10-15

    persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak

    29

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    30/32

    sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala

    sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial.

    Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding

    penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang

    non DM. Hanya 23% kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah.

    Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang

    kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.

    30

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    31/32

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Bells palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau

    kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer.

    Penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan

    (kompresi) pada nervus fasialis.

    Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat

    didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat

    bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka

    sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala

    kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.

    Pengobatan pasien denganBells palsy adalah dengan kombinasi obat-

    obatan antiviral dan kortikosteroid serta perawatan mata yang

    berkesinambungan. Prognosis pasien dengan Bells palsy relative baik

    meskipun pada beberapa pasien, gejala sisa dan rekurensi dapat terjadi.

    31

  • 7/27/2019 Refrat Bells

    32/32

    DAFTAR PUSTAKA

    Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bells Palsy. Available from :

    http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Accessed June 1, 2010.

    Holland, J. Bells Palsy. Brithis Medical Journal. 2008;01;1204.

    Ropper AH, Brown RH. Bells Palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams and

    Victors Principles of Neurology, 8th ed. New York : McGraw Hill, 2005.

    1181-1184.

    Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar,

    5th ed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-163.

    Sjahrir, Hasan. Nervus Fasialis. Medan ;Yandira Agung, 2003.

    Rohkamm, Reinhard. Facial Nerve Lesions. Color Atlas of Neurology 2nd ed. George

    Thieme Verlag: German, 2003. 98-99.

    32

    http://emedicine.medscape.com/article/1146903.%20%20Accessed%20June%201http://emedicine.medscape.com/article/1146903.%20%20Accessed%20June%201http://emedicine.medscape.com/article/1146903.%20%20Accessed%20June%201