Refleksi 1

15
PL 5104 KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TATA PEMERINTAHAN DAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH REFLEKSI 1 OLEH: AUDRIE WINNY C. 25410019

Transcript of Refleksi 1

Page 1: Refleksi 1

PL 5104 KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

TATA PEMERINTAHAN DAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH

REFLEKSI 1

OLEH:

AUDRIE WINNY C.

25410019

MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2010

Page 2: Refleksi 1

REFLEKSI

TATA PEMERINTAHAN DAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH

A. KONSEPSI MODEL-MODEL TATA PEMERINTAHAN DAN KELEMBAGAAN

PEMERINTAH

Model-model Tata Pemerintahan

Selama berpuluh-puluh tahun, model pemerintahan tradisional banyak diterapkan di

berbagai negara, dan model tersebut berhasil mengatasi berbagai tuntutan dan

permasalahan pada masa itu. Namun pada periode tahun 1980-1990an, muncul pemikiran-

pemikiran yang berupaya untuk menata pemerintahan sesuai kondisi pada saat itu. Salah

satu yang mendasari munculnya pemikiran tersebut adalah tuntutan ekonomi memaksa

pemerintah untuk berinovasi karena model tradisional dianggap tidak sesuai lagi dengan

kebutuhan yang semakin meningkat. Harapan untuk dapat kompetitif secara ekonomi

dalam ekonomi global semakin memicu pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan

yang efisien. Alasan lain yang memicu perubahan model pemerintahan ini adalah struktur

pemerintahan yang sangat “gemuk” atau tidak efisien yang mengakibatkan tingginya

pengeluaran pemerintah.

Dalam tema Model-model Tata Pemerintahan ini, disajikan 4 model pemerintahan yang

terdiri dari market model, participatory model, flexible model, dan deregulated model, yang

masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan yang lainnya.

a. MARKET MODELS

Model ini mengkritik sistem monopoli yang menjadi masalah pada model

pemerintahan tradisional, dimana pasar menjadi tidak sempurna dan menyebabkan

inefisiensi (harga bukan pada titik keseimbangan). Dua hal yang terjadi pada

birokrasi yang monopolistikmm adalah inefisiensi yang menyebabkan harga-harga

menjadi naik, serta penggandaan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu. Selain itu,

tidak adanya insentif kepada individu untuk bekerja sesuai dengan potensi yang

mereka miliki. Hal ini menghasilkan kesan birokrasi yang malas. Selain itu,

banyaknya penyimpangan yang dilakukan birokrasi dalam mengatur area atau

kebijakan tertentu. Market models berupaya mengatasi kelemahan model tradisional

dengan penekanan terhadap administrasi pemerintahannya.

1

Page 3: Refleksi 1

b. PARTICIPATORY MODELS

Alasan utama munculnya model pemerintahan ini adalah tuntutan sistem tata

pemerintahan yang memberikan kesempatan lebih besar kepada masyarakat dalam

pengambilan serta pengawasan keputusan publik agar dilaksanakan sesuai tujuan

dan aspirasi masyarakat. Participatory models mengkritik manajemen top-down

pemerintahan tradisional. Dalam model partisipasi ini, organisasi dapat lebih

ramping, karena setiap level/tingkatan dapat mengambil keputusan.

c. FLEXIBLE MODELS

Model ini mengkritik model tradisional yang dianggap sebagai suatu sistem yang

kaku, cenderung menyebabkan masalah manajemen dan konsep kebijakan yang

berlaku masih cenderung seperti menjadi tradisi, sulit melakukan perubahan

kebijakan bahkan saat terjadi masalah kebijakan, serta tingginya biaya yang yang

harus dikeluarkan dalam model tradisional. Flexible models berupaya untuk

merubah sifat permanen yang terjadi terus menerus dalam sektor publik, dan

diharapkan mampu membuat sektor publik menjadi lebih efektif dan efisien untuk

penghematan biaya pemerintah. Dalam strukturnya, flexible model ini menawarkan

virtual organization untuk menjawab masalah dari bentukan birokrasi menuju sistem

pemerintahan yang lebih efektif.

d. DEREGULATED MODELS

Model ini mengkritik birokrasi, yang cenderung mengkonsepkan organisasi hanya

membuat kebijakan yang lebih memperhatikan para birokrat dan birokrasi itu sendiri

(internal regulation) sebagai penyedia service, daripada mengacu pada kepentingan

klien. Internal regulation tersebut membuat birokrasi tidak dapat bergerak bebas,

dan fokus kepada aturan daripada terhadap output. Deregulated models tidak

menawarkan struktur. Dalam model ini, struktur hanya bersifat komplemen. Selain

itu, model ini mengakomodir kesalahan/kekeliruan sepanjang individu tidak

mengambil manfaat untuk pribadi. Fungsi kontrol dalam model ini bukan terhadap

regulasi, tetapi untuk mengontrol pencapaian output.

Keempat model tersebut menawarkan model pemerintahan dalam rangka penyempurnaan

terhadap model tradisional dalam aspek administrasi (dan pemisahan yang jelas antara

administrasi dan politik), hirarki manajemen dan struktur pemerintahan, organisasi

permanen yang “gemuk” dan status kepegawaian, dan akuntabilitas. Setiap model

bertujuan untuk menyempurnakan model tradisional, tetapi model-model tersebut juga

2

Page 4: Refleksi 1

memiliki kekurangan, dan hal ini memicu munculnya model-model lain untuk menciptakan

sistem pemerintahan yang lebih baik.

Perubahan dalam tata pemerintahan kerap terjadi, dan hal ini cenderung menjadi sesuatu

yang lumrah terjadi. Upaya untuk menemukan struktur dan model pemerintahan yang

sempurna telah dilakukan sejak dahulu, namun upaya-upaya tersebut tidak berhasil

menemukan model yang paling sempurna, sehingga memicu munculnya model-model

pemerintahan lain. Siklus ini sebenarnya baik bagi proses penyempurnaan model

pemerintahan, namun dapat dianggap merepotkan bagi mereka yang terlibat dalam

pemerintahan.

Suatu model tidak dapat dikatakan lebih baik dibandingkan model lainnya. Pemilihan model

yang paling tepat pun tergantung pada kondisi dan kebutuhan suatu negara. Keempat

model tersebut dapat diterapkan bersamaan karena setiap model berusaha menjawab

persoalan yang berlainan.

Kelembagaan Pemerintah

Dari awal kemerdekaan, tata pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa kali

perubahan, antara lain:

1. Periode berlakunya UUD 1945 (awal kemerdekaan), pada masa ini kekuasaan

legislative diserahkan pada KNIP, karena belum terbentuknya MPR dan DPR. Pada

masa ini juga dibentuk Kabinet Semi-Presidensil (Semi Parlementer)

2. Periode Konstitusi RIS 1949, berlaku Konstitusi RIS yang berlandaskan aliran

federalism, dengan bentuk negara adalah negara serikat, dan bentuk

pemerintahannya adalah republik. Konstitusi RIS mengenal sistem perwakilan

bicameral, yaitu senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

3. Periode UUDS 1950, pada masa ini struktur RI yang federal berubah menjadi negara

kesatuan, sistem pemerintahannya adalah parlementer.

4. Periode UUD 1945 (orde baru)

5. Periode UUD 1945 (Amandemen), latar belakang perubahan UUD 1945 adalah

karena pada masa sebelumnya, kekuasaan tertinggi berada di tangan MPR (dan

pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada

Presiden, adanya pasal-pasal yang ambigu sehingga menimbulkan multitafsir, dan

belum cukup terakomodirnya penyelenggara negara dalam ketentuan konstitusi.

3

Page 5: Refleksi 1

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan

(amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR.

Amandemen UUD 1945 menegaskan Presiden sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan (presidentil), mengatur mekanisme pemilihan presiden (dan wakilnya) dengan

mempertimbangkan faktor penyebaran dan kemajemukan masyarakat Indonesia serta

jumlah partai politik peserta pemilu yang cukup banyak (sementara sistem presidentil

sebenarnya hanya cocok untuk sistem kepartaian yang sederhana).

Beberapa hal yang muncul akibat Amandemen UUD 1945 adalah:

Dihapuskannya Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang fungsinya memberi

masukan atau pertimbangan kepada presiden.

Diperkuatnya otonomi daerah. Walaupun menegaskan bentuk negara RI sebagai

negara kesatuan, perubahan UUD 1945 ini juga memahami kemajemukan bangsa

dan luasnya negara, sehingga konsep otonomi daerah mulai muncul dan

menegaskan posisi hierarkis pemerintahan di Indonesia.

Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang dimaksudkan untuk

menambah mekanisme guna memperbaiki hubungan Pusat dan Daerah dan antar

Daerah. Namun kewenangan DPD ini hanya pada kebijakan daerah, keuangan, dan

pembentukan wilayah/daerah, sehingga perlu ditata kembali kedudukan DPD dalam

undang-undang.

Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai mahkamah uji konsistensi

undang-undang terhadap UUD dan putusannya bersifat final dan mengikat. Hal

yang melatarbelakangi pembentukan MK ini adalah proses pembuatan UU (yang

pada dasarnya adalah proses politik) tidak lepas dari tawar-menawar atau dominasi

mayoritas, yang mengandung kemungkinan terjadinya inkonsistensi UU terhadap

UUD 1945.

Beberapa penambahan/penyempurnaan pasal-pasal pada amandemen UUD 1945

mengharuskan diaturnya beberapa aspek yang ditetapkan dalam peraturan perundangan.

Beberapa peraturan yang terkait dengan kelembagaan pemerintah di Indonesia antara lain:

UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yang mengatur pengelolaan keuangan

negara agar terwujud penyelenggaraan yang professional, terbuka, dan

bertanggungjawab sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam UUD 1945,

serta dalam rangka mendukung terwujudnya good governance. UU ini antara lain

mengatur mengenai penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan APBN/APBD, serta

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara

4

Page 6: Refleksi 1

UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional, yang

merupakan satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk

menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka

menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsure penyelenggara negara dan

masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur tentang

penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai dampak dari diberikannya otonomi

yang luas kepada daerah, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan otonomi daerah.

UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah, yang dibuat untuk mendukung penyelenggaraan otonomi

daerah serta untuk mewujudkan hubungan keuangan, pelayanan umum,

pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan Daerah perlu diatur secara adil

dan selaras.

Pemberian otonomi daerah yang seluas-luasnya mengubah sistem pemerintahan di

Indonesia menjadi desentralisasi (yang semula sentralisasi). Sebenarnya desentralisasi

dan sentralisasi tidak eksklusif satu sama lain atau dikotomi. Pengaturan untuk pemerintah

adalah untuk menemukan keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi dan

menghubungkannya dalam rangka mempromosikan pembangunan secara efektif.

Keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi dipengaruhi oleh kondisi sosial,

ekonomi, dan perubahan kondisi politis.

Tata Pemerintahan Lokal di Indonesia

Struktur pemerintahan di Indonesia diatur melalui peraturan perundangan antara lain UU

No. 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 41/2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah. Struktur pemerintahan ini disusun untuk mendukung peran pemerintah

dalam pelayanan publik sesuai prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Max Weber. Struktur

dan sistem pemerintahan tidak terlepas dari sejarah dan orang-orang pemerintahan

sebelumnya. Dalam hal ini, pengaruh budaya organisasi sangat menentukan struktur dan

sistem pemerintahan yang ada.

Dalam upayanya untuk memberikan pelayanan publik yang maksimal kepada masyarakat,

pemerintah perlu melakukan inovasi-inovasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Inovasi dalam tata kelola pemerintahan adalah suatu ide kreatif yang dilaksanakan dengan

5

Page 7: Refleksi 1

berhasil untuk menyelesaikan tekanan masalah publik, melalui cara baru dalam mencapai

suatu hasil, yang berupa produk baru, kebijakan dan program baru, pendekatan baru serta

proses baru. Inovasi ini dilakukan antara lain untuk merubah sistem atau sumber daya

manusia dalam pemerintahan.

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya inovasi antara lain adanya inisiatif, perubahan

kepemimpinan, krisis, masalah internal, dan peluang baru. Sedangkan inovasi akan

berhasil mengubah sistem apabila ada kepemimpinan yang efektif, adanya pemberdayaan

dan komitmen, penetapan target dan lingkungan yang kondusif, ada mekanisme untuk

mengukur perubahan, dan sistem reward untuk mempertinggi pemikiran kreatif dan

kemampuan inovatif.

B. SINTESIS

Jika mengacu pada model-model pemerintahan yang ada, pemerintahan di Indonesia

memiliki karakteristik pemerintahan yang campuran. Pemerintahan di Indonesia memiliki

karakteristik pemerintahan tradisional diantaranya sifatnya yang terlalu hierarkikal,

struktur organisasi yang terlalu ‘gemuk’, seringkali melakukan penambahan kegiatan dalam

penyusunan anggaran.

Selain itu, pemerintahan di Indonesia juga menerapkan model partisipatif dalam

pelaksanaan program dan kegiatannya, diantaranya penyusunan perencanaan

pembangunan (Musrenbang mulai dari tingkat desa sampai ke tingkat nasional) dan

pelaksanaan program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.

Namun masih banyak kendala dalam penerapan model partisipasi ini. Misalnya, dalam

implementasi participatory models masih belum jelas mekanisme partisipasi atau pelibatan

masyarakat (siapa saja yang dapat terlibat, mekanisme partisipasi, dan efektifitas forum-

forum partisipasi). Dalam pelaksanaannya, keterlibatan masyarakat seringkali hanya untuk

memenuhi persyaratan administrasi (formalitas). Selain itu, dalam partisipasi tidak benar-

benar melibatkan seluruh masyarakat, hanya orang-orang yang diundang saja. Dalam

model itu, harus juga dipastikan apakah program yang dibuat oleh pusat telah melibatkan

masyarakat dalam perumusannya.

Model lain yang diterapkan dalam pemerintahan di Indonesia adalah model flexible dan

deregulated. Contoh penerapannya adalah dengan adanya Lembaga Non Struktural

(LNS). LNS ini adalah lembaga negara di Indonesia yang dibentuk untuk melaksanakan

fungsi sektoral dari lembaga pemerintahan yang sudah ada. LNS bertugas memberi

pertimbangan kepada presiden atau menteri, atau dalam rangka koordinasi atau

6

Page 8: Refleksi 1

pelaksanaan kegiatan tertentu atau membantu tugas tertentu dari suatu kementerian.

Contoh LNS yang ada di Indonesia adalah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo

(BPLS), Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), Dewan Pertimbangan Presiden

(Wantimpres), Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

(UKP4), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan),

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dll.

Sesuai dengan konsepnya yang bersifat flexible dan tidak menawarkan struktur, terdapat

lembaga-lembaga di Indonesia yang sudah dibubarkan karena tugas dan fungsinya telah

selesai, contohnya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi untuk Aceh dan Nias (BRR Aceh-

Nias) dan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Kebijakan dan Reformasi

(UPK3KR).

Pembentukan LNS mulai marak pasca reformasi silam, yang dibentuk melalui UU, PP, dan

Perpres. Banyaknya jumlah LNS di Indonesia (lebih dari 90 LNS) dapat menyebabkan

tugas dan fungsi tumpang tindih dengan lembaga yang sudah ada dan dapat menambah

pengeluaran anggaran belanja negara, walau ada beberapa Lembaga Non-Struktural yang

tidak memerlukan anggaran besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghapusan dan

penggabungan lembaga-lembaga tersebut. Penghapusan diterapkan pada LNS yang

fungsinya tumpang tindih, sementara langkah penggabungan dilakukan untuk LNS yang

punya fungsi hampir sama. Selain efektifitas dan efisiensi LNS di Indonesia, kritik terhadap

LNS ini adalah apabila eksistensi LNS ini menjadi semakin kuat, dikhawatirkan akan

melemahkan organisasi yang permanen.

Sistem pemerintahan di Indonesia dipengaruhi oleh konsepsi yang tertuang dalam Undang

Undang Dasar 1945 (dan amandemennya). Sistem pemerintahan ini terkait dengan

lembaga-lembaga yang terbentuk dan koordinasinya. Salah satu contohnya terkait dengan

eksistensi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang dihilangkan pada Amandemen ke-4

UUD 1945 pada tahun 2002. Namun pada tahun 2007, dibentuk lembaga pemerintah

nonstructural bernama Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang mempunyai

kemiripan tugas dengan DPA yaitu memberikan nasihat dan pertimbangan kepada

presiden.

Dengan berlakunya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, telah tejadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu:

1) penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN);

2) ditiadakannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman

penyusunan rencana pernbangunan nasional; dan

7

Page 9: Refleksi 1

3) diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Diperkuatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Amandemen

ke-2 UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 2000, dilakukan untuk mengakomodir

perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.

Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan

Daerah yang menggantikan UU sebelumnya (UU No. 22/1999), serta UU No. 33/2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Terkait dengan desentralisasi di Indonesia, fenomena ini sangat berpengaruh pada aspek

kewilayahan. Semakin terdesentralisasi suatu sistem pemerintahan, maka wilayah-wilayah

akan semakin terfragmentasi. Hal ini dapat dilihat dari tidak terintegrasinya kota/kabupaten

dalam satu wilayah metropolitan. Melihat maraknya fenomena seperti itu yang terjadi di

Indonesia, dan mengingat bahwa sentralisasi dan desentralisasi merupakan 2 faktor yang

continuum, maka Pemerintah perlu meninjau kembali sebesar apa level/persentase antara

sentralisasi dan desentralisasi di Indonesia. Hal ini untuk mencegah fragmentasi yang

semakin tajam antar daerah di Indonesia.

Perubahan konsepsi pemerintahan melalui perubahan/amandemen UUD 1945 juga

berdampak pada ditiadakannya GBHN sebagai pedoman penyusunan rencana

pembangunan nasional dan menguatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan

menyebabkan dibutuhkannya pengaturan lebih lanjut bagi proses perencanaan

pembangunan nasional. Hal ini ditindaklanjuti dengan terbitnya UU No. 25/2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pengaruh UUD 1945 terhadap kelembagaan pemerintahan di Indonesia dapat juga dilihat

dengan terbitnya UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. UU ini merupakan suatu

upaya menghilangkan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara dan

mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai

dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam UU No. 17/2003, Pemerintah berupaya telah melakukan inovasi dalam

penyelenggaraan keuangan negara, yaitu diterapkannya sistem penyusunan anggaran

tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

(Medium Term Expenditure Framework). Penerapan KPJM/MTEF ini bertujuan untuk

menghindari peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran serta

mengakomodir perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan.

8

Page 10: Refleksi 1

Pemerintah Indonesia banyak melakukan inovasi perencanaan dalam upaya untuk

menerapkan good governance. Dalam sistem penganggaran, selain penerapan

KPJM/MTEF, pemerintah juga mulai menerapkan penganggaran berbasis kinerja

(performance based budgeting). Dalam sistem kepegawaiannya, Pemerintah pada saat ini

sedang melakukan reformasi birokrasi di seluruh jajarannya, dengan melakukan

restrukturisasi organisasi, sistem promosi, dan sistem insentif (salah satunya adalah adanya

remunerasi). Komitmen pemerintah dalam pelaksanaan reformasi birokrasi  semakin

dipertegas dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010–2014 yang menetapkan 11

prioritas nasional, di mana reformasi birokrasi dan tata kelola ditempatkan pada prioritas

pertama.

Mengubah suatu sistem pemerintahan dan segala sumber daya di dalamnya bukanlah

suatu hal yang mudah dan sederhana. Melihat pengalaman yang ada, banyak masyarakat

yang skeptis dengan upaya-upaya perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun

dengan adanya inovasi-inovasi yang dilakukan oleh pemerintah ini, kita harus mulai

merubah pandangan negatif tersebut dan menghargai upaya-upaya yang dilakukan

Pemerintah untuk mewujudkan sistem pemerintahan sesuai dengan yang diharapkan

masyarakat sekaligus menjawab tantangan/kritik terhadap model pemerintahan tradisional.

9