Referat Gangguan Mental Organik
-
Upload
petersouisa6454 -
Category
Documents
-
view
218 -
download
27
description
Transcript of Referat Gangguan Mental Organik
PRESENTASI KASUS PSIKOTIK
Diajukan oleh :Tri Oktaviyantini
Pembimbing :dr. Debree Septiawan, Sp.KJ, M.Kes
PPDS I PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA2014
1
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi : Kasus Psikotik
Nama : Tri Oktaviyantini
PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Telah disetujui dan disahkan pada
Tanggal Bulan 2014
Supervisor Moderator
2
(dr. Debree Septiawan, SpKJ. MKes) ( )
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn F
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : kelas 2 SMLB
Status Perkawinan : Menikah dengan 2 anak
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Karanganyar
Tanggal mulai dirawat : 4 Agustus 2014
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Riwayat diperoleh dari rekam medis, autoanamnesis, dan alloanamnesis pada tanggal 13
Agustus 2014 dengan ibu pasien (Ny. N, 50 tahun, suku Jawa, agama Islam, pekerjaan ibu
rumah tangga, pendidikan SD), istri pasien ( Ny S, 32 tahun, suku Jawa, pendidikan SMP,
penjahit )
A. Keluhan Utama: pasien merupakan pasien konsulan dari bagian neurologi dengan keluhan
bicara ngelantur.
B. Riwayat Penyakit sekarang:
Pasien dirawat di bagian neurologi dengan diagnosa epilepsi selama 2 hari. Pada hari ke tiga
saat di rawat di RSUD Dr Moewardi pasien mulai bicara ngelantur maka dari bagian neurologi
di konsulkan ke bagian psikiatri. Pembicaraan pasien masih bisa dimengerti tetapi kadang-
kadang pasien merasa ketakutan dengan keadaan sekitarnya
Pada saat dilakukan autoanamnese, pasien mengatakan bahwa pada saat pasien mondok di
rumah sakit pasien meyakini dalam hati bahwa ada orang-orang di sekitarnya yang akan
berbuat jahat pada pasien, jumlah dari orang-orang tersebut lebih dari dua, sehingga pasien
selalu waspada dengan keadaan sekitarnya. Diantara orang-orang yang dicurigai tersebut ada
petugas rumah sakit yang akan berbuat jahat pada pasien, pasien meyakini dalam hati karena
suara orang tersebut sama dengan suara orang yang akan berbuat jahat. Pada saat pasien
diyakinkan bahwa petugas rumah sakit tidak mungkin berbuat jahat dan kondisi di rumah sakit
aman pasien masih tetap yakin kalau petugas rumah sakit akan berbuat jahat.
3
Selain itu juga pada saat mondok di rumah sakit ini pasien mengatakan setiap jam 12 malam
pasien melihat ada orang-orang yang selalu mondar-mondar di sekitar pasien. Orang-orang
tersebut berkonspirasi akan mencelakakan pasien, termasuk di dalamnya pak Jokowi. Di antara
orang-orang tersebut ada yang bertubuh pendek tetapi berbadan besar. Tetapi bila siang hari
orang-orang tersebut tidak muncul karena takut dengan keadaan sekitar.
Kadang-kadang pasien mendengar suara telepon yang berisi suara kedua anaknya yang
menanyakan keadaan bapaknya, kenapa bapaknya mondok di rumah sakit. Pasien yakin bahwa
suara itu dari kedua anaknya walaupun anaknya tidak ada di rumah sakit.
Selain itu pasien mengatakan ada beberapa orang di sekitarnya yang menganggap pasien
gila, diantara orang tersebut ibu pasien dan istri pasien. Hal ini diketahui pasien karena sering
melihat ibunya berbincang-bincang dengan orang lain dengan berbisik-bisik yang
memperbincangkan keadaan pasien.
Kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien ditemukan oleh seseorang pingsan di tepi jalan di
daerah Karanganyar. Pada saat ditemukan pasien dalam keadaan tidak sadar. Oleh orang
tersebut kemudian menghubungi keluarga dan kemudian mondok selama 13 hari di RSU
Karanganyar. Pada saat mondok di rumah sakit tersebut pasien kadang-kadang kejang, tidak
setiap hari, 1x dalam sehari, lama 5 menit, tangan dan kaki tegang. Pada saat keluar dari rumah
sakit kondisi pasien masih lemah, tidak bisa jalan. Oleh keluarga kemudian pasien dibawa ke
Sragen untuk dirawat ibunya sendiri.
Pada saat di Sragen kondisi pasien masih lemah dan tidak bisa jalan. Kemudian pada saat di
rumah pasien mengalami sesak nafas yang cukup berat, kemudian oleh keluarga pasien
diperiksakan ke rumah sakit di daerah Sragen dan pasien mondok selama kurang lebih 20 hari.
Pada saat mondok di rumah sakit tersebut pasien kadang-kadang kejang dengan lama kejang 5
menit, pada saat kejang tangan dan kaki kondisi tegang dan menggenggam, frekwensinya 1 x
per hari, kadang-kadang pasien ngompol saat kejang dan sebelumnya pasien sadar. Karena
kondisi sesak nafas dan lemah yang tidak segera membaik oleh pihak rumah sakit dirujuk ke
RSUD Dr Moewardi.
Pada saat di RSUD Dr Moewardi pasien sempat kejang semalam dan kemudian tidak sadar
kemudian pasien dimasukkan di ICU selama 2 hari. Setelah sadar pasien dirawat di bangsal.
Pada saat di bangsal kadang-kadang masih timbul kejang tetapi frekwensinya hanya 1x per hari,
lamanya 1 menit, tangan dan kaki tegang dan menggenggam, kadang pasien ngompol saat
kejang. Sebelum kejang pasien sadar.
Sebelum mondok di rumah sakit di daerah Karanganyar pasien mempunyai masalah dengan
istrinya. Masalahnya adalah istri pasien ingin membeli sepeda motor, pada saat itu memang di
keluarga tersebut tidak mempunyai tabungan. Sehingga pasien diharuskan kredit sepeda motor.
Karena ada tanggungan tersebut pasien lebih giat dalam bekerja dengan sering kerja lembur
tanpa memperhatikan kondisi tubuh pasien.
4
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri:
Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya tidak didapatkan.
2. Riwayat Penyakit Medis Umum
Riwayat kejang ditemukan saat pasien umur 3 bulan. Pada saat itu badan pasien panas dan
kemudian kejang. Setelah itu pasien sering kejang sampai umur 1 tahun tetapi oleh ibu
pasien hanya dibawa ke bidan setempat, setelah tidak kejang dibawa pulang. Pada umur 10
tahun pasien pernah kejang kemudian jatuh dari sepeda saat pasien bermain dengan
temannya kemudian dibawa keluarga ke rumah sakit dan mondok selama 1 minggu,
kontrol 2-3 kali saja. Setelah itu pasien tidak pernah kejang lagi sampai 1 bulan yang lalu.
3. Riwayat Penggunaan Zat
Riwayat merokok dan pemakaian atau penyalahgunaan zat lain tidak didapatkan.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir cukup bulan ditolong bidan, anak yang diharapkan kedua orang tua
2. Riwayat Masa Anak Awal (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pada saat pasien umur 3 bulan pasien kejang
dengan badan panas. Pasien duduk, merangkak, berdiri dan berjalan sesuai dengan anak
seumurnya. Tetapi untuk bicara ada gangguan, sampai umur 2 tahun pasien hanya bisa
mengatakan satu kata tetapi dengan nada sangat lambat
3. Riwayat Masa Anak Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien pernah sekolah di MI selama 1 tahun, karena ada keterlambatan dalam bicara oleh
orang tua disekolahkan di SD SLB. Selama menjalani sekolah pasien tidak pernah tinggal
kelas dan pasien menjalani sekolah selama 6 tahun
4. Riwayat Masa Anak Akhir (12 – 18 tahun)
Pasien kemudian melanjutkan sekolah di SMP SLB, tetapi tidak sampai lulus, pada saat
kelas 2 pasien menyatakan keinginanannya untuk keluar karena pasien ingin bekerja untuk
membantu orang tuanya. Hingga remaja pasien adalah anak yang pendiam dan jarang
bergaul dan bercanda dengan orang di sekitarnya. Pasien jarang mengikuti kegiatan di
kampungnya.
5. Riwayat Masa Dewasa
1. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja di perusahaan mebel sejak keluar dari SMP sampai sekarang. Pasien
selalu berpindah-pindah dalam bekerja. Pasien bekerja di perusahaan mebel bertahan
hanya sampai kurang lebih 3 tahun kemudian berpindah ke perusahaan mebel yang
lain karena menurut pasien banyak orang-orang jahat di perusahaan tersebut yang
menyebabkan pasien tidak nyaman. Kira-kira sudah ada 5 perusahaan mebel.
5
3. Perkawinan
Pasien menikah sudah tujuh tahun yang lalu dengan wanita pilihan sendiri tanpa
proses pacaran. Mereka bertemu saat istrinya bekerja di daerah Sragen, saat itu istri
berprofesi sebagai penjahit dan usianya 3 tahun lebih tua dari pasien. Saat ini
dikaruniai 2 anak yaitu perempuan dan laki-laki, usia 6 tahun dan 1 tahun.
4. Riwayat Agama
Pasien adalah seorang pemeluk agama Islam yang taat
5. Riwayat Psikoseksual
Tidak didapatkan riwayat pendidikan seks kepada pasien.
6. Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien termasuk orang yang tertutup dan jarang bergaul dengan orang di sekitarnya.
Pasien tidak mempunyai banyak teman. Pasien jarang mengikuti kegiatan di
kampungnya.
7. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan polisi karena pelanggaran hukum.
6. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak terakhir dari lima bersaudara.
Genogram
Keterangan gambar :
: tanda gambar untuk jenis kelamin laki-laki
: tanda gambar untuk jenis kelamin perempuan
: tanda gambar yang menunjukkan pasien
: tanda gambar yang menunjukkan meninggal
: tanda gambar yang menunjukkan anggota keluarga yang menderita
gangguan jiwa
6
7. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien saat ini tinggal bersama istri, dan dua anaknya. Status sosial ekonomi pasien
tergolong cukup, karena pasien bekerja di perusahaan mebel dan sang istri adalah seorang
penjahit. Tinggal di rumah sendiri bersama istri dan anaknya. Saat ini pembiayaan pasien
oleh BPJS.
III. EVALUASI KELUARGA
A. Susunan Keluarga
Keluarga terdiri dari pasien, istri pasien, dan dua anak pasien. Tinggal di rumah sendiri
sejak awal menikah.
B. Keadaan Sosial Ekonomi Sekarang
Penghasilan keluarga dikatakan cukup, untuk biaya kesehatan keluarga memakai BPJS.
Keadaan ekonomi keluarga ini cukup. Pasien bekerja di perusahaan mebel sedang istri
bekerja sebagai penjahit.
IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL ( tanggal 13 – 8 – 2014 )
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : laki - laki, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup, memakai kaos dan
sarung
2. Perilaku dan Psikomotor : hipoaktif, kontak mata adekuat, menjawab pertanyaan dari
pemeriksa
3. Pembicaraan : spontan, volume kecil, intonasi dan artikulasi kurang jelas, disartri
4. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Kesadaran
1. Kuantitas : kompos mentis
2. Kualitas : berubah
C. Mood, ekspresi afektif dan Empati
Mood / Afek : Mood disforik, afek menyempit, appropriate
Empati : tidak bisa dirabarasakan
D. Persepsi:
1. Halusinasi : Auditorik (+), visual (+)
2. Ilusi : (-)
3. Depersonalisasi : (-)
4. Derealisasi : (-)
7
E. Pikiran
Bentuk Pikir : Non realistis
Proses pikir : koheren
Isi Pikir : waham curiga (+)
F. Kognisi dan sensorium
1. Orientasi Orang, Tempat, Waktu, Situasi : baik
2. Daya ingat : baik
3. Konsentrasi dan perhatian : baik
4. Kemampuan visuospasial : baik
5. Pikiran abstrak : baik
6. Intelegensia dan kemampuan informasi : baik
7. Kemampuan menolong diri sendiri : terganggu
G. Pengendalian Impuls
Tidak didapatkan gangguan pengendalian impuls
H. Daya Nilai dan Tilikan
1. Daya nilai sosial : terganggu
2. Uji daya nilai : terganggu
3. Penilaian realita : terganggu
4. Tilikan : derajat I
I. Taraf Dapat Dipercaya
Informasi dari pasien dapat dipercaya
V. PMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
(4 Agustus 2014)
Status Internus :
T : 130/90 , N: 84x/menit , RR: 18x/menit, Suhu : 37
Hasil laborat Darah : Hb : 13.8, Lekosit : 5.8, Trombosit : 136, HCT : 41, GDA : 91,
Creatinin : 0.9, Ureum : 24
Status neurologis :
Fungsi luhur : terganggu
Meningeal Sign : -
Parese Dextra : Nervus VII dan XII
8
Tonus Otot : normal
Reflek fisiologis +2 +2
Reflek Patologis : -
VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Telah diperiksa seorang laki - laki, berusia 29 tahun, menikah, tinggal di Karanganyar.
Pasien adalah pasien konsulan dari neurologi karena pada pemeriksaan didapatkan halusinasi
dan waham. Sebelum di rujuk ke RSUD Dr Moewardi pasien mengeluh sesak nafas dan badan
lemas, tidak bisa berjalan. Oleh keluarga, pasien di periksakan ke rumah sakit di daerah Sragen
dan pasien mondok selama kurang lebih 20 hari. Karena tidak ada perubahan oleh pihak rumah
sakit di rujuk ke RSUD Dr Moewardi. Pada saat di RSUD Dr Moewardi pasien sempat kejang
semalam dan tidak sadar kemudian pasien dimasukkan ICU dan setelah pasien sadar kemudian
pasien dirawat di bangsal. Pada saat di bangsal kadang-kadang masih timbul kejang tetapi
frekwensinya 1x perhari, lama 5 menit, kejang tangan dan kaki, kadang-kadang ngompol.
Sebelumnya pasien sadar. Pada hari ketiga saat dirawat di bangsal pasien bicara kacau, pasien
merasa curiga terhadap orang-orang disekitarnya yang akan mencelakakan pasien, orang
tersebut lebih dari 2 orang, salah satu diantaranya petugas rumah sakit, pasien merasa yakin
karena suaranya sama dengan suara yang diyakini pasien. Selain itu setiap jam 12 malam pasien
sering melihat orang yang sering mondar mandir di sekitar pasien, orang tersebut ada yang kecil
dan bertubuh besar dan salah satunya ada pak jokowi, mereka berkonspirasi akan menjatuhkan
pasien. Kadang-kadang pasien mendengar suara telepon yang berisi suara kedua anaknya yang
menanyakan kondisi bapaknya yang mondok di rumah sakit. Sebelum mondok di rumah sakit
pasien mempunyai masalah dengan istri pasien dimana pasien diharuskan membeli sepeda motor
dengan cara kredit, sehingga pasien harus kerja lembur tiap hari tanpa memperhatikan kondisi
badannya.
Status interna dalam batas normal. Pemeriksaan laborat dalam batas normal. Status
neurologis fungsi luhur terganggu dan parese dextra nervus VII dan XII. Ditemukan riwayat
kejang dan trauma kepala. Tidak ditemukan riwayat merokok, menggunaan zat psikoaktif atau
minum alkohol.
Pemeriksaan status mentalis didapatkan seorang laki - laki, tampak sesuai usia, perawakan
sedang, dan perawatan diri cukup. Kesadaran kompos mentis, berubah. Perilaku dan psikomotor
normoaktif. Sikap terhadap pemeriksa kooperatif, kontak mata adekuat; mood disforik, afek
menyempit, appropriate; empati tidak bisa dirabarasakan. Didapatkan halusinasi auditorik dan
visual. Bentuk Pikir non realistis; proses pikir koheren; isi pikir didapatkan waham curiga.
Terdapat gangguan dalam daya nilai dan tilikan derajat I. Informasi keseluruhan dari pasien
dapat dipercaya.
9
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK:
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan gejala klinis yang pada pasien
ini didapatkan sindroma psikosis yaitu :
1. Hendaya berat dalam Reality Testing Ability : Kesadaran kualitatif yang berubah dan tilikan
diri yang buruk
2. Hendaya berat pada fungsi-fungsi mental, yang bermanifestasi pada gejala yaitu : proses
pikir, bentuk nonrealistik, arus koheren, adanya waham curiga (+). Gangguan persepsi
Halusinasi auditorik (+), halusinasi visual (+)
3. Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari yang bermanifestasi pada gejala : tidak
mampu bekerja, menjalin hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan pola perilaku dan psikologis yang secara
klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan hendaya (disabilty) dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan fungsi pekerjaan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status neurologis saat ini ditemukan kelainan yaitu adanya riwayat
kejang yang mengindikasikan adanya epilepsi simptomatis yang menyebabkan gangguan medis
umum, yang secara fisiologis bisa mengakibatkan disfungsi otak serta mengakibatkan gejala
gangguan mental yang dialami saat ini. Jadi ditarik kesimpulan bahwa ini bisa mengindikasikan
suatu gangguan akibat Kondisi Medis Umum sehingga Gangguan Mental Organik belum
dapat disingkirkan, sehingga membutuhkan observasi.
Dari anamnesis tidak ditemukan riwayat penggunaan zat psikoaktif dan gejala yang
ditimbulkan adalah tidak sesuai dengan kriteria Gangguan Terkait-Zat, sehingga diagnosis
Gangguan Mental Terkait-Zat (Substance-Related Disorder) dapat disingkirkan.
Pada pasien ini didapatkan adanya riwayat kejang yang mengarah ke diagnosis epilepsi
simptomatis. Hal ini terjadi kurang lebih satu bulan. Selain itu juga pada pasien ini juga
didapatkan afek menyempit, mood disforik. Pada pasien ini juga didapatkan halusinasi auditorik
dan halusinasi visual. Pada pasien juga didapatkan waham curiga terhadap orang-orang
disekitarnya yang akan mencelakakan pasien. Sehingga dalam aksis I diusulkan F06.8
Gangguan Mental Lain YDT akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik.
Dengan DD F06.0 Halusinosis Organik dan F06.2 Gangguan Waham Organik
Selain itu juga pada pasien ini riwayat menempuh pendidikan sekolah luar biasa pada saat
pasien SD maupun SMP karena terdapat keterlambatan dalam kemampuan bahasa. Tetapi
walaupun mengalami keterlambatan pasien mampu berbicara untuk keperluan sehari-hari. Pasien
dapat merawat diri sendiri dengan mandiri. Pasien juga mempunyai ketrampilan khusus di
bidang mebel dan dapat berumah tangga dengan normal. Sehingga diusulkan juga dalam aksis II
F70. Retardasi mental ringan.
10
Pada aksis III ditemukan adanya kejang Sehingga pada aksis III bisa dimasukkan epilepsi
simptomatik
Pada aksis IV didapatkan bahwa gejala gangguan jiwa muncul sejak pasien ada masalah
dengan istrinya dan harus bekerja lembur beberapa hari di perusahaan mebel tanpa
memperhatikan kondisi tubuhnya. Sehingga dalam aksis IV bisa dimasukkan masalah dengan
“primary support group”(keluarga)
Pada aksis V, menurut PPDGJ III pada pasien ini terdapat beberapa disabilitas dalam
hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi sehingga skor
untuk current GAF adalah 50 – 41. Yaitu gejala berat (serious), disabilitas berat. GAF HLPY 80
– 71 yaitu gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan dan
sekolah dll.
VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F 06.8 Gangguan Mental Lain YDT akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik.
DD : F06.0 Halusinosis Organik
F06. 2 Gangguan Waham Organik (Lir-Skizofrenia)
Aksis II : F 70 Retardasi Mental Ringan
Aksis III : epilepsi simptomatik
Aksis IV : masalah dengan “primary support group” ( keluarga)
Aksis V : GAF Current 50 – 41
GAF HLPY 80 - 71
IX. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik : epilepsi simptomatik
2. Psikologik : gangguaan perasaan, gangguan pikiran, hilangnya fungsi peran, pemanfaatan
waktu luang dan sosial, Daya nilai realita yang buruk, Tilikan diri yang buruk,
X. TERAPI
1. Psikofarmaka :
Terapi dari psikiatri : Risperidone 2x1 mg
Terapi dari bagian neurologi :
Injeksi vit B12 500 mg per 12 jam
Injeksi ranitidin 50 mg per 12 jam
Phenitoin 2x200 mg
Asam folat 2x1
Injeksi Diazepam 20 mg IV (kalau terjadi kejang)
11
Planing : EEG
2. Nonpsikofarmaka:
Psikoedukasi keluarga tentang penyakit yang dialami pasien saat ini, terapi yang
diberikan terkait dengan gangguan yang dialami pasien saat ini yang membutuhkan
pengobatan dan juga membutuhkan kepatuhan dalam pengobatan.
XI. PROGNOSIS
Hal-hal yang mendukung:
1. Berobat ke instansi yang tepat
2. Dukungan keluarga
3. Tidak ada riwayat keluarga
Hal yang memberatkan
1. Adanya gangguan organik
2. Pengobatan yang tidak teratur
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
XII. KRONOLOGIS
12
satu bulan ini pasien ditemukan pingsan mondok di RSU Karanganyar slm 13 hr. Kmd mondok lagi di RS Sragen selama 20 hari. Karena sesak nafas & lemas pasien di rujuk ke RSUD Dr Moewardi, saat itu pasien sempat kejang semalam dan tidak sadar slm 2 hari. Pd hari ke 3 pasien sadar dan bicara kacau. Pada pasien didapatkan halusinasi auditorik (+) halusinasi visual (+). Adanya waham curiga (+)
80-71
70-61
60- 51
50- 41
40-31
30-21
XIII. FOLLOW UP :Tgl Subjective Objective Assesment Planning12/8/2014 mau makan, minum
gelisah sering memikirkan istrinya
T : 120/80, N: 80/menit, S: 37 CM, berubah, mood sedih, afek menyempit, disartri, halusinasi auditorik (+) visual (+), waham curiga, insight 1GAF current: 50-41
F 06.8F70
Risperidone 2X1 mg,Psikoedukasi keluargaTerapi dari bagian neuro
13/8/2014 Makan banyak, minum banyak, komunikasi baik, mau minta pulang
T : 120/80, N: 80/menit, S: 37 CM, berubah, mood sedih, afek menyempit, disartri, halusinasi auditorik (+) visual (+), waham curiga, insight 1GAF current: 50-41
F 06.8F70
Risperidone 2X1 mg,Psikoedukasi keluargaTerapi dari bagian neuro
14/8/2014 Makan banyak, minum banyak, minta pulang
T : 120/80, N: 80/menit, S: 37 CM, berubah, mood sedih, afek menyempit, disartri, halusinasi auditorik (+) visual (+), waham curiga, insight 1GAF current: 50-41
F 06.8F70
Risperidone 2X1 mg,Psikoedukasi keluargaTerapi dari bagian neuro
15/8/2014 Makan banyak, minum banyak, membicarakan tentang orang disekitar pasien
T : 120/80, N: 80/menit, S: 37 CM, berubah, mood sedih, afek menyempit, disartri, halusinasi auditorik (+) visual (+), waham curiga, insight 1GAF current: 50-41
F 06.8F70
Risperidone 2X1 mg,Psikoedukasi keluargaTerapi dari bagian neuro
XIV. DISKUSI
EPILEPSI DAN GANGGUAN PSIKIATRI
Berdasarkan pendekatan tradisional, seorang neurologis cenderung untuk
fokus pada epilepsi, khususnya dalam mengontrol bangkitan epilepsi dan terapi
yang digunakan. Hal tersebut menyebabkan tidak teratasinya berbagai masalah
yang mempunyai dampak buruk terhadap kualitas hidup dari pasien dengan
epilepsi.(Pedro, 2011; Herman et. al, 2008)
Perawatan komprehensif untuk pasien epilepsi memerlukan “perhatian pada
konsekuensi psikologis dan sosial dari penyakit epilepsi yang sama dengan
perhatian dalam mengontrol bangkitan epilepsi”.(Sackellares et. al, 1996)
13
Pasien dengan epilepsi mempunyai prevalensi tinggi untuk terjadinya
komorbiditas gangguan psikiatri. Kebanyakan gangguan psikiatri predominan pada
pasien epilepsi yang resisten terhadap obat anti epilepsi dan epilepsi lobus
temporal, dengan atau tanpa adanya hubungan dengan abnormalitas neurologis
atau mental dan masalah psikososial. (Grabowska et. al, 2006; Baker et. al, 2005; De Souza et. al, 2006)
Faktor genetik, psikososial, dan faktor iatrogenik dapat berperan terhadap
terjadinya komorbiditas gangguan psikiatri pada pasien dengan epilepsi. (Beyenburg et.al,
2005)Beberapa contoh penyebab akut gangguan psikiatri dan bangkitan epilepsi yaitu
ensefalitis, vaskulitis SSP, alcohol withdrawal, hiponatremia, dan toksisitas obat
(misalnya lidokain, kokain).(Levenson, 2008)
Dalam mempelajari hubungan antara epilepsi dan gangguan psikiatri,
seorang tenaga medis harus membedakan apakah :(Pedro, 2011)
Gangguan psikiatri disebabkan oleh bangkitan epilepsi gangguan pada
fase iktal, post iktal, atau interiktal
Epilepsi dan gangguan psikiatri disebabkan oleh karena proses patologi
umum otak
Epilepsi dan gangguan psikiatri yang terjadi bersamaan namun tidak
berkaitan secara kausal
Gangguan psikiatri sering didapatkan pada pasien dengan epilepsi dengan
prevalensi sebesar 32 – 41%.(Karouni et. al, 2010; Ottman et. al, 2011; Gaitatzis et. al,2004)Resiko gangguan
psikiatri pada pasien dengan epilepsi sebanyak 6 – 12 kali orang normal. (Torta et. al,
1999)
14
Gangguan psikiatri yang paling sering didapatkan pada pasien epilepsi
yaitu berupa depresi, ansietas, dan psikotik. (Tellez, 2007; Hsiu-Ju Chang et. al, 2013)Adanya
gangguan psikiatri menyebabkan prognosis yang makin buruk untuk pasien dengan
epilepsi dibandingkan pasien dengan epilepsi tanpa komorbiditas psikiatri. (Jones et. al,
2007)Selain itu, adanya komorbiditas psikiatri dapat mempersulit diagnosis dan
pengobatan pasien dengan epilepsi, meningkatkan penggunaan layanan jasa
kesehatan, dan menambah beban sosial ekonomi dunia yang substansial berkaitan
dengan timbulnya disabilitas / kecacatan jangka panjang, ketergantungan dengan
orang lain, dan kematian. (Prince et.al, 2007)
Kelainan psikiatrik yang sering disalah diagnosis sebagai epilepsi ada 2
macam, yaitu manifestasi psikiatri akut dan serangan pseudoepileptik /
pseudoseizure.
Keadaan seperti kejang yang merupakan bagian dari diagnosis psikiatrik
meliputi gangguan konversi, gangguan panik, sindroma hiperventilasi, gangguan
somatisasi, gangguan stres post traumatik, gangguan disosiatif, gangguan faktisius,
malingering dan retardasi mental. Adanya konfirmasi epilepsi tidak menyingkirkan
adanya kelainan psikogenik, dan tidak jarang pasien mengalami
keduanya.Sedangkan pseudoseizureditandai oleh adanya fenomena kejang yang
tidak sesuai dengan epilepsi, dengan tanpa disertai adanya aktifitas epileptiform
pada perekaman EEG simultan selama video monitor EEG. (Levenson, 2008)
Tabel 1. Perbedaan epilepsi dengan pseudoseizure
Epilepsi Pseudoseizure
Pencetus Tidak ada Biasanya emosi
15
Suasana Saat tidur/ sendirian Biasanya ketika bersama banyak orang, jarang waktu
tidur
Prodromal Jarang Sering
Awal Mendadak, aura +/- Berangsur dengan meningkatnya emosi
Jeritan pada awal Sering Jarang
Inkontinensia Sering Tidak terjadi
Lidah tergigit Sering Jarang
Cedera Sering Jarang
Vokalisasi Hanya saat automatisme Biasanya selama serangan
Fenomena motorik Stereotipik Bervariasi
Kesadaran Menurun Normal
Pengekangan Tidak berpengaruh Melawan, kadang-kadng menghantikan serangan
Durasi Pendek Dapat memanjang
Post iktalPendek (automatisme memanjang), bingung,
mengantuk, tidurBerangsur, seringkali
dengan emosi, seringkali siuman tanpa rasa bingung.
Sumber : Kustiowati., 2011
16
Membedakan kelainan psikogenik dengan epilepsi dibuat berdasarkan
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang teliti. Kunci klinisnya berupa tanda &
gejala gangguan psikiatrik lainnya, fenomena kejang atipikal, seringnya prolonged
seizuredan fungsi intelektual interiktal yang normal. Selain itu keluarga pasien
dapat merekam fenomena kejang melalui telepon genggam atau kamera, di mana
hasil rekaman tersebut hampir sama manfaatnya dengan video EEG monitoring.
(Selim, 2013)
Riwayat dan pemeriksaan status mental adalah dua hal yang juga sangat
penting untuk mendapatkan informasi dengan tujuan untuk menentukan diagnosis
yang akurat. Dalam hal ini riwayat pasien meliputi riwayat psikiatri, riwayat
penggunaan obat-obatan, riwayat operasi, dan riwayat psikiatri keluarga. (Pedro,
2011)Adanya riwayat pelecehan seksual, trauma fisik, atau makian akan lebih
mengarahkan diagnosis ke kelainan psikogenik. (Hubert et. al, 2010)
Gold standard untuk diagnosis kedua kondisi ini ( epilepsi dan
pseudoseizure ) yaitu dengan observasi serangan dengan perekaman video EEG.
EEG normal selama atau segera setelah tampak bangkitan umum merupakan bukti
kuat bahwa kejang yang terjadi bukan epilepsi. (Levenson, 2008)
MANIFESTASI GANGGUAN PSIKIATRI PADA EPILEPSI
1. Psikotik
Sebesar 25 – 40% pasien dengan epilepsi didapatkan gejala psikotik. (Marcangelo et. al, 2007; Karouni et. al, 2010; Gaitatzis et. al, 2004)
Psikotik pada epilepsi bisa terjadi pada tahap iktal, post iktal, atau
interiktal.Psikotikdikatakan terjadi pada tahap iktal jika psikotik tersebut
merupakan ekspresi dari aktivitas kejang, dikatakan postiktal jika terjadi dalam
waktu 7hari setelah kejang, dan interiktal jika terjadi antara dua kejang.(Levenson, 2008)
17
Psikotik postiktal
Psikotik post iktal didefinisikan sebagai gejala psikotik yang segera muncul
setelah satu atau lebih (umumnya) bangkitan namun yang pasti dalam satu minggu
dari bangkitan terakhir. (Sachdev, 2007)Adanya riwayat ansietas atau depresi sebelumnya
akan meningkatkan resiko munculnya gejala psikotik post iktal. (Hartshorn et. al, 2013)
Faktor resiko timbulnya psikotik post iktal meliputi : (Schachter, 2011)
Adanya keterlibatan lobus temporal, terutama bilateral
Riwayat epilepsi lama (lebih dari 10 tahun)
Adanya riwayat gangguan mood dalam keluarga atau perorangan
Fenomena psikotik postiktal dapat berupa gejala terisolasi atau sebagai
sekelompok gejala yang menyerupai gangguan psikotik. Gangguan psikotik yang
menonjol bersifat pleomorfik (persecutory, waham kebesaran, referential, somatik,
waham keagamaan, katatonik, halusinasi), dengan gejala afektif (manik atau
depresi).(Maseet al., 2007). Psikotik postiktal terjadi kira-kira 25% dari psikotik epilepsi.
Prevalensi psikotik postiktal pada pasien dengan epilepsi belum ditetapkan, namun
diperkirakan sekitar 6-10%. Umumnya psikotik post iktal terjadi pada pasien
epilepsi dengan jenis bangkitan umum tonik – klonik dan bangkitan parsial
kompleks. (Barryet al., 2001)Durasi rata-rata psikotik epilepsi adalah 69,6 jam (range 24 –
144 jam).(Kanner, 2000)
Psikotik tahap iktal
Psikotik tahap iktal khas timbul pada status epileptikus non konvulsif,
termasuk status parsial sederhana, status parsial kompleks, dan status absans.
Perubahan perilaku pada psikotiktahap iktal hampir selalu paroksismal dan
menjadi gejala puncak kejang. Psikotiktahap iktal terjadi selama status epileptikus
non konvulsif, yaitu suatu kondisi di mana aktivitas epileptik memanjang, tanpa
kejang, dapat menyebabkan perubahan status mental menjadi tahap psikotik
dengan adanya halusinasi dan delusi, gangguan kognitif (gangguan perhatian,
kesulitan dalam melakukan perintah motorik kompleks, gangguan berbicara), dan
perilaku bizarre. (Mase et al., 2007).
Pada kasus status parsial sederhana, diagnosisnya mungkin susah, karena
pada EEG elektroda kulit kepala tidak terdeteksi adanya pola iktal. Adanya
otomatisme dan tidak responsif dapat membantu dugaan terjadinya status
epileptikus. Namun konfirmasi dengan rekamanEEG penting untuk menentukan
18
diagnosis non-kejang yang berhubungan dengan proses psikotik , seperti katatonik,
yang tidak responsif dan tingkah lakunya menyerupai otomatisme iktal.(Kanner, 2000;
Pedro, 2011)
Psikotik interiktal
Fenomena psikotik interiktal, khususnya halusinasi dan delusi, sering
terjadi pada pasien epilepsi.(Pedro, 2011) Tarullidkk. melaporkan beberapa kasus pasien
dengan episode multipel psikotik postiktal sebelum berkembang menjadi psikotik
interiktal.(Tarulli et. al, 2001)Sehingga perlu penatalaksanaan psikotik postiktal yang tepat
untuk mencegah dan menghambat perkembangannya menjadi psikotik interiktal.
Kriteria operasional untuk psikotik interiktal sebagai berikut : (Naoto et. al, 2010)
Gejala psikotik muncul setelah onset epilepsi
Episode psikotik terjadi tanpa terpisah dengan bangkitan yang mendahului,
saat pasien bebas bangkitan / antar bangkitan
Episode psikotik terjadi dalam kondisi sadar penuh
Psikotik pada epilepsi interiktal telah diidentifikasi khas terjadi pada
pasiendengan epilepsi parsial. Telah terjadi perdebatan yang luas mengenai
kemungkinan bahwa psikotik pada epilepsi adalah indikasi TLE(temporal lobe
epilepsy). Sementara penelitian lainnya menunjukkan bahwa proporsi TLE antara
pasien psikotik pada epilepsi tidak lebih tinggi dibandingkan dengan populasi
umum. (Kanner, 2000)
Tabel 2. Klasifikasi klinis psikotik terkait dengan epilepsi
Tipe
psikotik
Hubungan
dengan
bangkitan
Durasi EEG Terapi
Psikotik
iktal
Selama status
epileptikus
Beberapa menit
s/d jam
Iktal (status non
konvulsif)
Benzodiazepin,
antiepileptik
Psikotik
Postiktal
Saat bingung
setelah
bangkitan dan
lucid interval
Beberapa hari
s/d minggu
Perlambatan
postiktal
Benzodiazepin,
antipsikotik
Psikotik
alternatif
Ketika kejang
berkurang atau
Beberapa
minggu s/d
Lebih baik atau Antipsikotik,
19
disupresi bulan normal antiepileptik
Psikotik
seperti
skizoprenia
kronis
Tidak ada
hubungan
spesifik dengan
kejang
Beberapa tahun Sebagian besar
abnormal
Antipsikotik
Sumber : Tugendhaft, Ansseau, De Borchgrave et al., 2005
Psikotik Alternatif atauForced Normalization
Landolt mengembangkan konsep psikotik alternatif pada tahun 1953 dari
pengamatan hubungan terbalik antara kontrol kejang dan terjadinya gejala psikotik.
Bahkan, ia menggambarkan normalisasi dari rekaman EEG dengan munculnya
gejala kejiwaan dan menciptakan istilah "forced normalization." Hubungan yang
berlawanan antara psikotik dan epilepsi telah diketahui sebagai penjelasan untuk
efek terapi elektrokonvulsif (ECT) pada gangguan psikotik. (Bela, 2005)
Mekanisme patogenik dari fenomena ini belum diketahui. Trimble
berpendapat bahwa kelebihan efek dopamin bertanggung jawab dalam berhentinya
bangkitan kejang dan timbulnya gejala psikotik.(Trimble, 1991).
20
DAFTAR PUSTAKA
Berg AT, Berkovic SF, Brodie MJ, et al. Revised terminology and concepts for organization of seizures and epilepsies. Epilepsia2010;51(4):676 – 685.
Beyenburg S., Mitchell AJ, Schmidt D. et. al. Anxiety in patients with epilepsy: Systematic review and suggestions for clinical management. Epilepsy & Behavior 2005; 7: 161 – 171.
Cornelius K, Claudia C., Mary R., 2012. Neuropsikiatri I. At A Glance Psikiatri, ed.4, p.62
Kanner AM., 2000. Review, Psychosis of Epilepsy : A Neurologist’s Perspective. Epilepsy & Behaviour, vol.1, p.219-227
Kustiowati E., 2011. Pengenalan dan Diagnosis Epilepsi dalam Epileptic Seizures, Diagnosis and Management. PERDOSSI, Jakarta
Levenson JL., 2008. Psychiatric Issues in Neurology, Part 3 : Epilepsy. Primary Psychiatry, 15 (1), p.21-25
Shorvon SD, 2011. The etiological classification of epilepsy. In Shorvon SD, Andermann F. The causes of epilepsy. Cambridge University Press, Cambridge, pp. 21 – 23.
Tarulli A, Devinsky O & Alper K., 2001. Progression of postictal to interictal psychosis. Epilepsia, vol 42 (11), p.1468-71
Tellez-Zenteno JF, Patten SB, Jette N, Williams J, Wiebe S. Psychiatric comorbidity in epilepsy : a population-based analysis. Epilepsia. Dec 2007;48(12):2336-44.
Torta R & Keller R., 1999. Behavioral, psychotic, and anxiety disorders in epilepsy: etiology, clinical features, and therapeutic implications. Epilepsia, vol.40 suppl 10:S2-20
Trimble MR.,1991.Psychosis of epilepsy.Raven Press,New York.
Warren TB., 2003. Diagnosis and management of epilepsy. CMAJ vol.168 no.4, p.441-8.
21
Lampiran 1. Panduan Evidence Based Medicine
22
23