Referat Fix

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS merupakan penyebab terbanyak nefritis akut pada anak di negara berkembang, sedangkan di negara maju terjadi dalam prevalensi yang rendah. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio : = 2 : 1. 1 Angka kejadian GNAPS sulit ditentukan karena gejala asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai. 2 Di Indonesia dan Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9%1 dan 66,9%. 3 B. Tujuan Penulisan Referat ini disusun sebagai bahan informasi agar dapat lebih memahami tentang Glomerulonefritis Akut (GNA), terutama mengetahui penatalaksanaan yang tepat apabila menemui kasus tersebut. 1

description

j

Transcript of Referat Fix

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSalah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS merupakan penyebab terbanyak nefritis akut pada anak di negara berkembang, sedangkan di negara maju terjadi dalam prevalensi yang rendah. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 5 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio : = 2 : 1.1 Angka kejadian GNAPS sulit ditentukan karena gejala asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.2 Di Indonesia dan Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing masing 68,9%1 dan 66,9%.3

B. Tujuan PenulisanReferat ini disusun sebagai bahan informasi agar dapat lebih memahami tentang Glomerulonefritis Akut (GNA), terutama mengetahui penatalaksanaan yang tepat apabila menemui kasus tersebut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiGlomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertemsi dan penurunan fungsi ginjal (azotemia).4

B. EpidemiologiGNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma), Sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%. Rasio terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%.1,3 Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara maju, namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian GNAPS berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus lebih awal dan lebih mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten. Di beberapa negara berkembang, glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling sering ditemui.5

C. EtiologiFaktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan bukan infeksi.1. Kelompok InfeksiPenyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies streptokokus kelompok A beta-hemolitik.Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe yang berbeda :a. Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25Nefritis Poststreptococcal akibat infeksi saluran pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin.b. Serotipe 49, 55, 57, 60Nefritis Post streptococcal karena infeksi kulit, biasanya diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di daerah selatan Amerika Serikat. GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3 minggu setelah infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A streptokokus beta-hemolitik. Insiden GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit.Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus hepatitis B (HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus gondong diterima sebagai penyebab virus hanya jika dapatdidokumentasikan bahwainfeksi streptokokusbeta-hemolitik tidak terjadi. GNA telah didokumentasikan sebagai komplikasi langka hepatitis A.Menghubungkan glomerulonefritis ke etiologi parasit atau jamur memerlukan pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi meliputi Coccidioidesimmitis dan parasit berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum,Schistosoma mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis dan trypanosomes.GN pasca infeksi Non streptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain, virus, parasit, atau jamur. 2. Kelompok non infeksiPenyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.6

D. PatogenesisPeriode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal.6Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini.3 Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.8Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh keadaan berikut ini: a. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di glomerulus.b. Overexpression dari epithelial sodium channel.c. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal.Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi.8Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema lebih berat, karena hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada GNAPS bila ketiga hormon tersebut meningkat.E. Manifestasi KlinisGNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma.1Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.a. Periode laten : Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu. Periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schenlein atau Benign recurrent haematuria.4b. Edema : Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.c. Hematuria Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan.Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik.d. Hipertensi : Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar 4-50%.e. Oliguria Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.f. Gejala Kardiovaskular : Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.1) Edema paru Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologik. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya kelainan radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan dengan posisig. Gejala-gejala lain 1) Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria makroskopik yang berlangsung lama.2,1

F. DiagnosisBerbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:Gejala-gejala klinik :1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS.2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO (meningkat) dan C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria dan proteinuria.3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus hemolitikus grup A. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.

G. Pemeriksaan Penunjang1. LaboratoriumAdanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolosin O meningkat pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena infeksi streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasien faringitis, dan 80% pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase (anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan dan akan menurun setelah beberapa bulan.Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50 dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GNA PS. Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau paling lama 30 hari setelah onset. Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien bukan GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan asidosis metabolik menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu didapatkan juga hiperfosfatemi dan Ca serum yang menurun. Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit, granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS. Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan 18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam 6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat memiliki prognosis buruk.2. Pemeriksaan Pencitraan a. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure. b. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal. 3. Biopsi Ginjal Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap, dan terjadi sindrom nefrotik.Indikasi Relatif : a. Tidak ada periode laten di antara infeksi streptokokus dan GNA b. Anuria c. Perubahan fungsi ginjal yang cepatd. Kadar komplemen serum yang normale. Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokusf. Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenalg. GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2 mingguh. Hipertensi yang menetap selama 2 minggu Indikasi Absolut : a. GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggub. Hipokomplemenemia menetap dalam 6 mingguc. Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 buland. Proteinuria menetap dalam 6 bulan

H. Tatalaksana 1. Istirahat Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. 2. Diet Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).3. Antibiotik Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.4. Bendungan sirkulasi Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.5. Hipertensi Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 3 mg/kgbb).6. Gangguan ginjal akut Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.9,10

I. PrognosisBerbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus. Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %. Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.7

J. KomplikasiKomplikasi yang sering dijumpai adalah :1. Ensefalopati hipertensi (EH). EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. 2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) 3. Edema paru Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.11

BAB IIIRINGKASAN

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (azotemia).Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO (meningkat) dan C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria dan proteinuria. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus hemolitikus grup A. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS .Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal, meningkatkan fungsi ginjal. Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi, tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung dan antihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi streptokokus.Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus.

Daftar Pustaka

1. Albar H, Rauf S. 2005. The profile of acute glomerulonephritis among Indonesian Children. Paediatrica Indonesiana. 2. Carapetis JR, Steer AC, Mullolans EK. 2005. The Global burden of group A streptococcal diseases. The Lancet Infectious Diseases. 3. Manhan RS, Patwari A, Raina C, Singh A. 1979. Acute nephritis in Kashmiri children a clinical and epidemiological profile. Indian Pediatr. 4. Albar H, Rauf S. 2005. The profile of acute glomerulonephritis among Indonesian Children. Paediatrica Indonesiana. 5. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. 2003. The child with acute nephritis syndrome. Dalam: Webb N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology. edisi ke-3. New York : Oxford.6. Sanjad, Sami. 1977. Acute Glomerulonephritis in Children : Areview of 153 cases. Southern Medical Journal. 7. Bergstein JM. 2000. Condition particularly associated with hematuria. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson texbook of pediatrics. Edisi ke- 16. Philadelphia : WB Saunders8. Taskesen M, Taskesen T, Kafar S, Karadede A, Tas. 2009. Elevated Plasma Levels of N-Terminal ProBrain Natriuretic Peptide in Children With Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis. Tohoku: J. Exp. Med. 9. Ahnsy, Ingulli E. 2008. Acute poststreptococcal glomerlonephritis : an update Curr Opin. Pediatric. 10. Zaffanello M, Cataldi L, Franchini M, Fanos V. 2010. Evidence-based treatment limitations prevent any therapeutic recommendation for acute poststreptococcal glomerulonephritis in children. PabMed gov. 11. Iturbe BR, Mezzano S. 2008. Acute post infectious glomerulonephritis. Dalam : Avner ED, Hormon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology, Sixth Completely Review, Updated and Enlarged Edition. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag.1