Referat DRG's FIX

27
PENDAHULUAN Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, hanya saja masalah pembiayaan kesehatan masih sering menjadi kendala dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut. Kebutuhan akan kesehatan yang semakin meningkat seringkali tidak diikuti dengan kemampuan dari aspek pembiaayaan pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Masalah tarif rumah sakit merupakan hal yang kontroversial. Pernyataan normatif di masyarakat memang mengharapkan bahwa tarif rumah sakit harus rendah agar masyarakat miskin mendapat akses yang mudah, akan tetapi tarif yang rendah dengan subsidi yang tidak mencukupi dapat menyebabkan pelayanan turun bagi orang miskin dan hal ini menjadi masalah besar dalam manajemen rumah sakit. Karena hubungan antara tarif dengan demand terhadap pelayanan kesehatan adalah negatif. RS pemerintah secara nyata akan menghadapi berbagai kendala dan tantangan pada masa yang akan datang, khususnya semakin berkurangnya subsidi dan semakin tingginya tuntutan masyarakat.Oleh karena itu perlu pemikiran yang tepat yang berkaitan dengan efektifitas dan efisiensi pelayanan (Trisnantoro, 2005). Dalam membahas konsep demand sector kesehatan, perlu ada pembedaan mengenai demand for health dan demand for

description

referat

Transcript of Referat DRG's FIX

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, hanya saja masalah pembiayaan kesehatan masih sering menjadi kendala dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut. Kebutuhan akan kesehatan yang semakin meningkat seringkali tidak diikuti dengan kemampuan dari aspek pembiaayaan pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Masalah tarif rumah sakit merupakan hal yang kontroversial. Pernyataan normatif di masyarakat memang mengharapkan bahwa tarif rumah sakit harus rendah agar masyarakat miskin mendapat akses yang mudah, akan tetapi tarif yang rendah dengan subsidi yang tidak mencukupi dapat menyebabkan pelayanan turun bagi orang miskin dan hal ini menjadi masalah besar dalam manajemen rumah sakit. Karena hubungan antara tarif dengan demand terhadap pelayanan kesehatan adalah negatif. RS pemerintah secara nyata akan menghadapi berbagai kendala dan tantangan pada masa yang akan datang, khususnya semakin berkurangnya subsidi dan semakin tingginya tuntutan masyarakat.Oleh karena itu perlu pemikiran yang tepat yang berkaitan dengan efektifitas dan efisiensi pelayanan (Trisnantoro, 2005).

Dalam membahas konsep demand sector kesehatan, perlu ada pembedaan mengenai demand for health dan demand for healthcare. Dalam pemikiran rasional semua orang ingin menjadi sehat. Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup untuk mengembangkan keturunan. Timbul keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup manusia. Tentunya demand untuk menjadi sehat tidak sama antar manusia (Trisnantoro, 2005).

Menurut teori Grossman (1972), demand untuk layanan kesehatan memiliki beberapa hal yang membedakan dengan pendekatan tradisional demand dalam sektor lain, yaitu (Mellissa, 2001):

1. Yang diinginkan masyarakat atau konsumen adalah kesehatan bukan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan derived demand sebagai input untuk menghasilkan kesehatan. Kebutuhan penduduk meningkat, penyakit semakin kompleks, dan teknologi kedokteran serta perawatan yang semakin tinggi menuntut tersedianya dana untuk investasi, operasional, dan pemeliharaan.

2. Masyarakat tidak membeli kesehatan dari pasar secara pasif, masyarakat menghasilkannya, menggunakan waktu untuk usaha-usaha peningkatan kesehatan, di samping menggunakan pelayanan kesehatan.

3. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan investasi karena tahan lama dan tidak terdeprisiasi dengan segera.

4. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan konsumsi sekaligus sebagai bahan investasi.

Menurut teori Blum, kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Keturunan, Lingkungan hidup, Perilaku, dan Pelayanan kesehatan. Akan tetapi konsep ini sulit untuk menerangkan hubungan antara demand terhadap kesehatan dan demand terhadap layanan kesehatan. Adapun fakor-fakor yang mempengaruhi demand masyaraka terhadap pelayanan kesehatan atau rumah sakit, antara lain:

1. Kebutuhan berbasis fisiologis

Kebutuhan berbasis keputusan petugas medis yang menetukan perlu tidaknya seseorang mendapat pelayanan medis sehingga mempengaruhi penilaian seseorang akan status kesehatannya.2. Faktor personal

Secara sosio-antropologis, penilaian pribadi akan status kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya, norma-norma sosial di masyarakat. Dari segi pedidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatannya sehingga demand terhadap layanan kesehatan juga besar (Gong, 2004).3. Variabel tarif ekonomi

Hubungan antara tarif dengan demand terhadap pelayanan kesehatan adalah negatif. Semakin tinggi tarif maka demand akan semakin rendah. Hubungan negatif ini secara khusus terlihat pada keadaan pasien yang mempunyai pilihan. Pada pelayanan rumah sakit tingkat demand pasien sangat dipengaruhi oleh keputusan dokter. Keputusan dari dokter mempengaruhi length of stay, jenis pemeriksaan, keharusan untuk operasi, dan berbagai tindakan medis lainnya. Pada keadaan yang membutuhkan penanganan medis segera, maka faktor tarif mungkin tidak berperan dalam mempengaruhi demand, sehingga elastisitas harga bersifat inelastic. Masalah tarif rumah sakit merupakan hal yang kontroversial. Pernyataan normatif di masyarakat memang mengharapkan bahwa tarif rumah sakit harus rendah agar masyarakat miskin mendapat akses yang mudah, akan tetapi tarif yang rendah dengan subsidi yang tidak mencukupi dapat menyebabkan pelayanan turun bagi orang miskin dan hal ini menjadi masalah besar dalam manajemen rumah sakit (Gong, 2004).4. Penghasilan masyarakat

Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan demand untuk pelayanan kesehatan yang sebagian besar merupakan barang normal. Akan tetapi ada pula sebagian pelayanan kesehatan yang bersifat sebagai barang inferior, yaitu adanya kenaikan penghasilan masyarakat justru menyebabkan penurunan konsumsi. Hal ini terjadi pada rumah sakit pemerintah, mereka yang mempunyai penghasilan tinggi tidak menyukai pelayanan yang menghabiskan waktu banyak karena kesibukan yang tinggi, hal ini ditangkap oleh rumah sakit swasta yang mempunyai segmen pasar golongan mampu. Waktu tunggu dan antrian mendapatkan pelayanan harus dikurangi dengan menyediakan layanan rawat jalan dengan perjanjian (Gong, 2004).5. Asuransi kesehatan

Hubungan antara demand pelayanan kesehatan dengan asuransi kesehatan bersifat positif. Asuransi bersifat mengurangi efek faktor tarif sebagai hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan pada saat sakit. Semakin banyak masyarakat yang tercakup dalam asuransi maka demand akan pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit akan semakin tinggi. Peningkatan demand ini dipengaruhi pula oleh faktor moral hazard (Gong, 2004).

Berkaitan dengan konsep sehat dan pelayanan kesehatan tersebut, tentunya diharapkan pengelolaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien harus dijadikan solusi dalam mengatasi kondisi yang terjadi saat ini. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang mempertimbangkan kedua aspek tersebut dan sudah mulai diterapkan di Negara seperti Singapura dan Australia adalah pola pembiayaan prospective payment dengan menggunakan system Diagnosis Related Groups (DRGs). Adapun yang dimaksud dengan DRGs adalah sistem pembayaran oleh penyandang dana kepada penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang diselenggarakannya, yang besar biayanya tidak dihitung berdasarkan jenis atau jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan untuk tiap pasien, melainkan berdasarkan kesepakatan harga menurut kelompok diagnosis penyakit dimana pasien yang sedang ditangani tersebut berada (Gong, 2004).TINJAUAN PUSTAKA

A. DIAGNOSIS RELATED GROUPDiagnosis Related Group (DRGs) adalah skema klasifikasi diagnosis pasien, tindakan terapi yang telah dilakukan oleh rumah sakit kepada pasien dan biaya yang sudah dikeluarkan oleh rumah sakit.

DRG dikembangkan di Amerika Serikat pada peserta program medicare dan medicain, melalui suatu studi yang diselenggarakan oleh Yale University pada tahun 1984. Tujuan penerapan DRGs adalah untuk upaya pengendalian biaya dan menjaga mutu pelayanan, mengembangkan efisiensi dan menyediakan umpan balik berkaitan dengan kinerja rumah sakit. Bila pasien di kelompokkan dalam kelas-kelas dan atribut yang sama serta serta proses perawatan yang sama maka nantinya akan membangun kerangka kerja yang baik (Mellissa, 2001).

Pada tahun 1983 keputusan kongres Amerika untuk menggunakan DRGs sebagai sistem pembayaran dan pembiayaan rumah sakit yang dibebankan kepada pasien, dan dua puluh tahun kemudian mayoritas negara maju menggunakan sistem ini. Mekanisme pembayaran berdasarkan Diagnosis Related Groups ( DRGs) adalah suatu sistem imbalan jasa pelayanan pada prospective payment system ( PPS ) atau suatu sistem pembayaran pada pemberian pelayanan kesehatan, baik rumah sakit atau dokter dalam jumlah yang ditetapkan sebelum suatu pelayanan di berikan tanpa memperhatikan tindakan yang dilakukan atau lamanya perawatan (Hendrartini, 2007), sedangkan Hartono (2007) menyatakan bahwa mekanisme pembayaran berdasarkan DRG adalah suatu mekanisme pembayaran yang ditetapkan berdasarkan pengelompokkan diagnosa, tanpa memperhatikan jumlah/pelayanan yang di berikan (Mellissa, 2001).

Hartono menyebutkan pentingnya mengontrol pembayaran melalui mekanisme berbasis DRG, meskipun belum diterapkan di Indonesia. beliau menyebutkan adanya perbedaaan tarif yang di keluarkan oleh Rumah Sakit untuk kasus yang sama dengan kriteria yang sama karena ada perbedaan tindakan yang di lakukan dan diagnostik yang di kerjakan sehingga terdapat kecenderungan peningkatan tarif yang di bebankan kepada pasien.

Mekanisme Pembayaran berdasarkan DRG

Mekanisme untuk penyusunan pembayaran berdasarkan DRG adalah :1. Melengkapi data pasien

DRG membutuhkan data-data yang dikumpulkan secara rutin oleh rumah sakit seperti : Identitas pasien, tanggal masuk dan keluar rumah sakit,lama hari rawat, umur, jenis kelamin, status keluar rumah sakit, BB baru lahir( jika neonatal ), Diagnosis utama, Diagnosis sekunder dan prosedur pembedahan.

2. Analisis pengkelasan dan hasil grouping DRG sesuai dengan ICD 10 yang diterbitkan oleh WHO. Kewajiban rumah sakit untuk memberikan kode sesuai dengan ICD 10 ( Klasifikasi internasional untuk penyakit ). Tahap-tahap penentuan DRG sebagai berikut:

a. Penentuan diagnosisb. Pengelompokkan menjadi dignosis mayorc. Prosedur tindakan yang dilakukan( diagnosis yang membutuhkan tindakan pembedahan atau tidak )d. Diagnosis di kelompokkan juga dengan mempertimbangkan komplikasi yang menyertainya baik akut atau kronise. Tentukan DRG ( Direktorat jenderal bina pelayanan Medik, 2006 )

3. Analisis biaya pasien ( DRG Cost)

Dalam laporan pertama proyek nasional, Case Costing in Swedish Health and Medical Care mendeskripsikan proses pembiayaan kasus dalam empat langkah:a. Mengidentifikasi total biaya secara akuratb. Mengalokasikan biaya-biaya tak langsung ke dalam pusat-pusat penyerapan dana.c. Mengidentifikasi produk-produk intermediate dan menghitung biaya-biayanya.d. Membagi biaya-biaya tersebut kepada pasien.Kelemahan dan keuntungan mekanisme pembayaran berdasarkan DRGsDari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan sistem pembayaran DRGs menunjukkan kelemahan dan keuntungan sistem ini.

Kelemahan dari sistem ini adalah :

1. Rumah sakit mengalihkan pengobatan dari rawat inap menjadi rawat jalan. Oleh karena DRGs tidak diterapkan pada rawat jalan2. Rumah sakit menurunkan rata-rata lama hari rawat atau length of stay ( LOS ), sehingga rumah sakit akan mempercepat pemulangan pasien. Penurunan LOS merupakan implikasi tidak adekuatnya pelayanan Rumah sakit dan perkembangan kedepan dapat mengganggu infrastruktur home care karena kondisi pasien belum stabil3. Terdapat kecenderungan untuk mengklasifikasikan kembali pasien ke diagnosis yang lebih mahal yang di sebut DRG Creep ( Penjilat DRG )4. Sistem pembayaran ini mengurangi ketajaman fokus diagnosis, sehingga sering kali timbul kesalahan atau kelalaian dalam pemberian pengobatan kerena pengurangan penunjang diagnostik pada pelayanan yang belum terstandar5. Pembayaran pelayanan perawatan menjadi tidak jelas, bila kemandirian perawatan dalam intervensinya tidak jelas karena sistem ini menyatu dalam pembayaran diagnosis6. Sistem pembayaran ini tidak dapat membedakan antara kasus yang tingkat kesulitan tinggi/ komplikasi dengan tingkat kesulitan rendah7. Sistem pembayaran ini bersifat umum dan sulit untuk kasus-kasus kronik dan berulang

Keuntungan atau manfaat dari sistem pembayaran melalui DRGS adalah :1. DRGS dapat di berlakukan dengan cepat2. Bagi pemerintah dan Rumah Sakit, DRGs dapat memberikan kepastian perkiraan biaya yang berasal dari program ini3. Mengurangi beban administrasi Rumah Sakit dan mendorong upaya efisiensi. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh The PresidentS Private Sector Survey On Cost Control, DRGs di proyeksikan berhasil menghemat anggaran pemerintah federal US sebesar 13 milyar dolar AS antara tahun 1984-19864. DRGs dapat meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit5. DRGs memberikan transparansi sistem manajemen Rumah Sakit dan pembayaran6. Menguntungkan peserta medicare program, di mana perkiraan iuran biaya (Cost Sharing) akan menurun7. DRGs mengizinkan pembayaran upah / gaji pada agency (Home Care) dan dikontrol oleh sistem pembayaran Rumah Sakit8. DRG membantu agency memperkirakan dan memprediksi secara tepat finansial yang di terima oleh rumah sakitB. FEE FOR SERVICEPengertian fee for service adalah tiap langkah layanan, mulai dari konsultasi hingga operasi, dikenai tarif tersendiri. Dalam asuransi kesehatan dan industri perawatan kesehatan fee for service terjadi ketika dokter dan penyedia perawatan kesehatan lainnya menerima bayaran untuk setiap layanan seperti kunjungan kantor, pengujian, prosedur, atau pelayanan kesehatan lainnya. Pembayaran dikeluarkan secara retrospektif setelah jasa tersebut diberikan. Fee for service adalah suatu inflasi, meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan ini menciptakan konflik keuangan potensial kepentingan dengan pasien. Saat ini kebanyakan masyarakat menggunakan sistem pembayaran kesehatan fee for service, sistem ini menggambarkan mekanisme pembayaran biaya kesehatan yang langsung berasal dari dompet / kantong pasien (out of pocket). Biasanya pasien datang ke salah satu penyedia layanan kesehatan yang mereka pilih, lalu memeriksakan dirinya di dokter tersebut, kemudian dokter akan menentukan jenis layanan kesehatan apa yang akan diberikan dan nanti pasien sendiri akan membayar semacam "jasa" dari layanan kesehatan apa saja yang telah ia terima (Djuhaeni.2007).Sistem pembayaran ini yaitu setiap dokter mendapatkan gajinya berdasarkan pelayanan yang dia berikan kepada pasiennya. Misalnya saja ada pasien datang, maka dokter akan mendapatkan jasa pelayanan. Kalau kemudian dokter melakukan penyuntikan maka dokter akan mendapatkan jasa dari penyuntikan tersebut. Kalau dokter meresepkan obat pada pasien maka dokter akan mendapatkan uang dari hasil pemberian resep dokter tersebut. Kalau dokter melakukan operasi maka dia akan mendapatkan jasa dari operasi yang telah dilakukannya. Kalau dokter visite, maka juga akan mendapatkan penghasilan tambahan dari jumlah visitenya. Adapun keunungan dan kelemahan system fee for service ialah sebagai berikut:Keuntungan

1. bila berhasil mengefesiensikan pelayanan akan mendapat keuntungan maksimal

2. dokter dapat lebih taat prosedur promosi dan prevensi akan lebih ditekankan

3. Penanganan yang diberikan dokter cendrung lebih maksimal dan tidak terkesan terbatas batas (Laksono,2011).

kelemahan

1. bila dokter belum memahami dapat menimbulkan konflik

2. pasien yang membutuhkan pelayanan yang lebih akan menguluarkan dana yang lebih besar

3. Sering terjadi moral hazard dimana provider akan sengaja secara berlebihan memberi layanan kesehatan dengan tujuan meningkatkan pendapatan dari layanan tersebut (Laksono,2011).

Biaya pelayanan kesehatan mencakup dua aspek: kecukupan dan pemanfaatan. Aspek kecukupan, dapat menjelaskan apakah dana tersedia secara memadai (adekuasi), atau terjadi kekurangan dana. Sebaliknya, mungkin saja telah terjadi kecenderungan peningkatan biaya dari tahun ke tahun yang akan menyebabkan mahalnya harga jasa pelayanan kesehatan. Aspek lain yang terkait dengan pemanfaatan dana adalah bagaimana dana dipergunakan, apakah menyentuh kepentingan masyarakat luas (equity) atau tidak, serta bagaimana outputnya (efisiensi) (Djuhaeni.2007).

Mengelola biaya pelayanan kesehatan mengandung pengertian bagaimana mengendalikan biaya pelayanan kesehatan sebaik-baiknya melalui cara-cara/ mekanisme tertentu, agar pelayanan kesehatan dapat tersedia dengan efisien Secara umum, analisis pembiayaan kesehatan diharapkan dapat memberikan gambaran "berapa besar biaya kesehatan per tahun, identifikasi sumber-sumber dana, untuk program apa dana tersebut terpakai, dan siapa yang paling merasakan manfaat pelayanan tersebut". Informasi ini memang sangat dibutuhkan untuk menentukan kebijakan dan strategi pembiayaan kesehatan nasional maupun daerah, terutama di era desentralisasi ini di mana kemampuan daerah bervariasi.. Negara-negara berkembang umumnya masih menghadapi persoalan kurangnya dana untuk sektor kesehatan, ketimpangan antar daerah, serta penggunaan yang kurang berpihak pada prioritas masalah kesehatan. Sebaliknya, negara-negara maju menghadapi persoalan biaya kesehatan yang cenderung terus meningkat (inflasi), baik karena alasan meningkatnya permintaan/ demand (didorong oleh kebutuhan yang semakin tinggi atas pelayanan medis berkualitas serta meningkatnya usia harapan hidup), maupun penawaran/ supply yang semakin bertambah (didorong oleh kemajuan teknologi medis dan superspesialisasi). Meskipun demikian, negara-negara maju juga menghadapi masalah ketimpangan akses, dan negara-negara berkembang juga menghadapi persoalan semakin meningkatnya biaya pelayanan kesehatan. Ditambah dengan semakin terbukanya pasar di era globalisasi, maka negara kita seharusnya lebih cermat mengelola biaya pelayanan kesehatan (Djuhaeni.2007).C. HUBUNGAN DIAGNOSIS RELATED GROUP DAN FEE FOR SERVICESecara garis besar, sistem pembayaran layanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sistem pembayaran retrospektif dan prospektif. Sistem pembayaran retrospektif dimana salah satu jenisnya adalah fee for service adalah suatu sistem yang besaran nilai pembayaran atas suatu layanan disusun atau ditetapkan setelah layanan diberikan. Sedangkan sistem pembayaran prospektif, yang didalamnya terdapat diagnosis related group (DRG) adalah sistem pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan baik RS/dokter dalam jumlah yang ditetapkan sebelum suatu pelayanan medik dilaksanakan, tanpa memperhatikan tindakan medik atau lamanya perawatan di rumah sakit. Jadi, jika diterapkan sistem diagnosis related group (DRG), maka pemberi pelayanan kesehatan akan menerima imbalan sesuai diagnosa apapun yang dilakukan terhadap pasien yang bersangkutan, termasuk lamanya perawatan di rumah sakit. Sistem ini akan mendorong provider hanya melakukan tindakan yang benar-benar diperlukan saja sehingga pelayanan efektif dan efisien, juga mengurangi Length of Stay (LOS), overutilization pun dapat dicegah (Adisasmito,2008).

Sistem DRG, sudah dilaksanakan di berbagai negara dan sudah terbukti DRG menekan biaya pengobatan. Di berbagai negara sistem DRG meningkatkan efisiensi. Biaya pengobatan bisa ditekan sampai 40 persen. Sedangkan pengalaman di Malaysia, penerapan DRG di rumah sakit pemerintah bisa menghemat biaya pengobatan berkisar 15 persen sampai 20 persen. Efisiensi terjadi karena biaya pengobatan berdasarkan standar prosedur sehingga tindakan medis yang dilakukan tidak berlebihan (Adisasmito,2008).

PEMBAHASAN

a. Contoh Kasus

1. Identitas pasien A

Nama

: Tn. Sudiharjo

Umur

: 61 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Rawalo RT/RW 02/04 Rawalo

Kronologis : Tn. Sudiharjo mengalami kecelakaan lalu lintas dengan ditabrak oleh sepeda motor saat mengendarai sepeda, kemudian terjatuh dan sebelum ke RS Margono Soekarjo sempat ke puskesmas Rawalo terlebih dahulu dan hanya diberikan infus RL.Vital Sign: Tekanan darah : 160/100 mmHg, nadi: 100 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu : 36oC

Diagnosis: Cedera Kepala Ringan (CKR)

Pemeriksaan TindakanJumlahTarif

Cempaka

Rawat Inap III1 Rp 110.000,00

Rawat Inap III1 Rp 110.000,00

Rekam Medik non VIP1 Rp 10.000,00

Radiologi

CT Scan kepala tanpa kontras1 Rp 538.800,00

Lab. PK

Darah lengkap1 Rp 38.000,00

GDS (glukosa darah sewaktu)1 Rp 15.000,00

IGD

Rekam medik IGD baru1 Rp 10.000,00

pemeriksaan dokter umum1 Rp 30.000,00

Tindakan IVFD1 Rp 58.750,00

Lab. PK

Vaccuteneer plain 6 ml isi 1001 Rp 2.475,00

Vaccuteneer edta 3 ml1 Rp 2.002,00

jarum vacutainer fb1 Rp 2.255,00

Resep

apotik igd1 Rp 112.138,00

apotik rawat inap1 Rp 130.018,00

Total Rp 1.169.438,00

2. Identitas Pasien B

Nama

: Tn. Andrianto

Umur

: 28 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Pamijen RT/RW 02/03 Sokaraja

Kronologis : Tn. Andrianto mengalami kecelakaan lalu lintas saat diperjalanan pulang yaitu ketika menghindari mobil, Tn. Andrianto terjatuh dari sepeda motor dan langsung dibawa ke RS Margono Soekarjo.Vital Sign: Tekanan darah : 100/80 mmHg, nadi: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu : 36,8 oC

Diagnosis

: Cedera Kepala Ringan (CKR)

Pemeriksaan TindakanJumlahTarif

Radiologi

CT Scan kepala tanpa kontras1 Rp 538.800,00

IGD

Rekam medik IGD baru1 Rp 10.000,00

pemeriksaan dokter umum1 Rp 30.000,00

Resep

apotik igd1 Rp 32.650,00

Total Rp 611.450,00

b. Pembahasan

Diagnosis Related Group (DRG) merupakan sistem pembayaran berdasarkan kelompok diagnosis terkait sehingga rumah sakit akan mendapatkan pergantian biaya berdasarkan diagnosis pasien yang dirawatnya memiliki harga tertentu yang sudah ditetapkan pada dasarnya, tanpa memandang apa yang dilakukan terhadap jenis kasus tertentu di rumah sakit tersebut.

Tujuan penerapan DRG sebagai upaya mengendalikan biaya dan menjaga mutu pelayanan, mengembangkan efisiensi dan menyediakan umpan balik berkaitan dengan kinerja rumah sakit, bila pasien di kelompokkan dalam kelas-kelas dan atribut yang sama serta proses perawatan yang sama akan membangun kerangka kerja yang baik.

Diagnosis dalam DRG harus sesuai dengan ICD-9CM (International Classification Disease Ninth Edition Clinical Modification) dan ICD-10. Dengan adanya ICD memudahkan dalam pengelompokkan penyakit agar tidak terjadi tumpang tindih. Pengelompokkan diagnosis ditetapkan berdasarkan dua prinsip yaitu clinical homogenity (pasien yang memiliki kesamaan klinis) dan resource homogenity (pasien yang menggunakan intensitas sumber-sumber yang sama untuk terapi /kesamaan konsumsi sumber daya). Adanya pengelompokkan diagnosis ini diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam memberikan diagnosis, karena akan menyebabkan kesalahan dalam terapi dan biaya yang dikeluarkan akan lebih banyak.

Fee For Service adalah sistem pembayaran setiap dokter akan mendapatkan gajinya berdasarkan pelayanan yang dia berikan kepada pasiennya. Contohnya jika ada pasien datang, maka dokter akan mendapatkan jasa pelayanan, kemudian dokter melakukan penyuntikan maka dokter akan mendapatkan jasa dari penyuntikan tersebut. Dokter meresepkan obat pada pasien maka dokter akan mendapatkan uang dari hasil pemberian resep dokter tersebut. Dokter melakukan operasi maka dia akan mendapatkan jasa dari operasi yang telah dilakukannya. Apabila dokter visite, maka akan mendapatkan penghasilan tambahan dari jumlah visitenya.

Sistem Fee for service merupakan sistem yang paling banyak diterapkan di Indonesia saat ini, dampaknya adalah dokter akan berusaha memperbanyak pelayanan yang dia berikan walaupun pelayanan tersebut sebenarnya tidak perlu diterima pasien tersebut. Sistem ini memiliki kelemahan yaitu pasien yang membutuhkan pelayanan yang lebih akan mengeluarkan dana yang lebih besar, sering terjadi moral hazard dimana provider akan sengaja secara berlebihan member layanan kesehatan dengan tujuan meningkatkan pendapatan dari layanan tersebut (Laksono,2011).Contoh kasus A dan B yang memiliki diagnosis yang sama yaitu Cedera Kepala Ringan tetapi untuk pemeriksaan dan pengobatan yang diberikan berbeda dan dengan harga yang berbeda pula. Biaya dan mutu pelayanan tidak berjalan dengan baik apabila dilihat dalam sistem DRG yang seharusnya pemeriksaan dan pengobatan yang berbeda pada diagnosis yang serupa adalah seharusnya tetap sama. Contoh kasus tersebut menggunakan sistem fee for service sehingga pasien A dan B walaupun diagnosisnya sama tetapi harga yang dibayarkan berbeda dan pelayanan yang diberikan berbeda pula.

KESIMPULAN

1. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, hanya saja masalah pembiayaan kesehatan masih sering menjadi kendala dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut.2. DRGs adalah sistem pembayaran oleh penyandang dana kepada penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang diselenggarakannya, yang besar biayanya tidak dihitung berdasarkan jenis atau jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan untuk tiap pasien, melainkan berdasarkan kesepakatan harga menurut kelompok diagnosis penyakit dimana pasien yang sedang ditangani tersebut berada.3. Secara keseluruhan DRGs mengurangi beban administrasi rumah sakit dan mendorong upaya efisiensi.4. Sistem DRGs dapat meningkatkan tingkat efisiensi biaya pelayanan kesehatan disbanding sistem pembayaran retrospektif jenis fee for service yang banyak dianut oleh penyedia pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini..5. Baik system DRGs ataupun FFS tetap memilik kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga dalam implementasinya masih diperlukan pengkajian khusus yang disesuaikan dengan kondisi di masing-masing sentra penyedia pelayanan kesehatanDAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. 2008. Kebijakan Standar Pelayanan Medik dan Diagnosis Related Group (DRG), Kelayakan Penerapannya di Indonesia. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.Djuhaeni. E., 2007. Asuransi Kesehatan dan Managed Care. Bandung. Kuliah Kapitasi. Dr. Sigit Riyarto, M.KesGong Z., (2004). Developing casemix classification for acute hospital inpatients in Chengdu, ChinaHendrartini ( 2007) Alternatif pembayaran provider dalam asuransi kesehatan Diambil tanggal 14 maret 2007 dari http://www.aihhw.gov.auHartono D (2007) DRG diambil tanggal 21 maret 2013 dari http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews. Heurgren M ( 2000) Casemix and Costing the report patient classification system For nursing diambil tanggal 21 maret 2013 dari hhtp://www.federation.of Country councils : Swedia Mellisa Hilless and Judith Healy, Health Care System in Transition; Australia, European Observatory on Health Care Systems, 2001Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD. Kuliah Payment for Physicians 2011.Trisnantoro, L., Memahami penggunaan ilmu ekonomi dalam manajemen rumah sakit, Gajah mada press Januari 2005