Referat Fix Anestesi

62
BAB I. PENDAHULUAN Anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti An- yang berarti "tidak, tanpa" dan aesthētos yaitu yang berarti "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara umum adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Pertama kali istilah anestesi digunakan oleh seorang ilmuwan Inggris bernama Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara. Analgesia ialah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran umum. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral ditandai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Selain itu, tujuan dari anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernafasan pasien dan memantau fungsi vital tubuh pasien selama prosedur anestesi berlangsung. Anestesi umum diberikan oleh dokter yang terlatih khusus pada bidang anestesi ataupun bisa juga dilakukan oleh perawat anestesi yang berkompeten. Anestesi umum menggunakan berbagai agen intravena, inhalasi, intramuskular dan per rektal. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa anestesi umum mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik, tergantung pada presentasi klinis pasien. Maka dari itu dapat 1

Transcript of Referat Fix Anestesi

Page 1: Referat Fix Anestesi

BAB I. PENDAHULUAN

Anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti An- yang berarti "tidak, tanpa"

dan aesthētos yaitu yang berarti  "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara umum adalah

suatu tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan

dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Pertama kali istilah

anestesi digunakan oleh seorang ilmuwan Inggris bernama Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun

1846 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara. Analgesia ialah

pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran umum.

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral ditandai dengan

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi umum yang sempurna

menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak

diinginkan dari pasien. Selain itu, tujuan dari anestesi umum juga termasuk mengendalikan

pernafasan pasien dan memantau fungsi vital tubuh pasien selama prosedur anestesi berlangsung.

Anestesi umum diberikan oleh dokter yang terlatih khusus pada bidang anestesi ataupun bisa

juga dilakukan oleh perawat anestesi yang berkompeten.

Anestesi umum menggunakan berbagai agen intravena, inhalasi, intramuskular dan per

rektal. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa anestesi umum mungkin tidak selalu menjadi

pilihan terbaik, tergantung pada presentasi klinis pasien. Maka dari itu dapat kita lihat

berdasarkan klasifikasi untuk menilai kebugaran pasien, yang bertujuan untuk menilai anestesi

apa yang akan dipakai nantinya.

Anestesia tidak perlu dilakukan terlalu dalam hanya sekedar supaya pasien sadar menjadi

tidak sadar. Selain itu dapat juga diberikan analgesia yaitu seperti obat-obat opioid dosis tinggi

serta untuk otot lurik dapat relaksasi maka dapat diberikan obat-obat pelumpuh otot. Ketiga

kombinasi ini dikenal sebagai Trias Anesthesia serta ada pula yang masukkan ventilasi kendali.

1

Page 2: Referat Fix Anestesi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 DEFINISI

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anesthesia yang ideal adalah terdiri

dari: (1)

1. Hipnotik

2. Analgesia

3. Relaksasi otot

Perbedaan dengan anestesi local antara lain, pada anestesi local hilangnya rasa sakit

setempat, sedang pada anestesi umum seluruh tubuh. Pada anestesi local yang terpengaruhi

adalah syaraf perifer, sedang pada anestesi umum, yang terpengaruhi adalah syaraf pusat dan

disertai dengan penurunan kesadaran.

Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap tidak sadar

diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan respon reflek autonom. Jadi

pasien tidak boleh memberikan gerak volunteer, tetap perubahan kecepatan pernapasan dan

kardiovaskuler dapat dilihat.

Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan sebagai tidak

adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika yang dapat menghilangkan

nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar. 

II. 2 TEORI ANESTESI UMUM

1. Meyer dan Overton (1899) mengemukakan teori kelarutan lipid (lipid solubility theory). Obat

anestetik rata-rata larut dalam lemak.Efeknya berhubungan langsung terhadap kelarutan dalam

lemak. Makin mudah larut di dalam lemak, makin kuat daya anestesinya. Ini hanya berlaku

pada obat inhalasi (volatile anaesthetics), tidak pada obat anestetika parentral seperti pentotal.

2

Page 3: Referat Fix Anestesi

2. Ferguson (1939) mengemukakan teori efek gas inert (the inert gas effect). Potensi analgesia

gas-gas yang lembab dan menguap terbalik terhadap tekanan gas-gas dengan syarat tidak ada

reaksi secara kimia. Jadi tergantung dari konsentrasi molekul-molekul bebas aktif.

3. Pauling (1961) mengemukakan teori kristal mikro hidrat (the hidrate micro-crystal theory).

Obat anestetika berpengaruh terutama pada interaksi molekul-molekul obatnya dengan

molekul-molekul diotak.

4. Trudel (1963) mengemukakan molekul obat anestetika mengadakan interaksi dengan

membrane lipid meningkatkan keenceran (mengganggu membran).

Metode Anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat.

I. Parentral

Anestesia umum yang diberikan secara parentral baik intravena maupun intra muskular

biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi anesthesia. Obat yang umum

dipakai adalah thiopental. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamine,

propofol, diazepam, dan lain-lain. Untuk tindakan yang lama biasanya di kombinasi dengan obat

anestetika lain.

II. Perektal

Anestesia umum yang diberikan melalui rektal kebanyakan dipakai pada anak, terutama

untuk induksi anesthesia atau tindakan singkat.

III. Perinhalasi, melalui pernafasan.

Anestesi inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang

mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui udara pernafasan. Zat anestetika

yang dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika

tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan

kekuatan daya anesthesia, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah

mampu memberi anesthesia yang adekuat. Anestesia inhalasi masuk dengan inhalasi / inspirasi

melalui peredaran darah sampai ke jaringan otak. Faktor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi,

dan sifat-sifat fisik zat anestetika mempengaruhi kekuatan maupun kecepatan anesthesia.

3

Page 4: Referat Fix Anestesi

Keuntungan dari anesthesia umum adalah sebagai alat untuk mengurangi kesadaran

pasien intraoperatif, memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk jangka waktu yang lama,

memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi, serta dapat diberikan

dalam keadaan kasus sensitivitas terhadap agen anestesi local dan dapat disesuaikan dengan

mudah untuk prosedur durasi yang tidak terduga.

Kekurangan dari anestesi umum antara lain diperlukannya beberapa derajat persiapan pra

operasi pasien, terkait dengan komplikasi seperti mual atau muntah, sakit tenggorokan, sakit

kepala, menggigil, dan memerlukan masa untuk mengembalikan fungsi mental kembali normal.

II. 3. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP ANESTESI UMUM

A. Faktor Respirasi

Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestetika akan masuk ke dalam paru-paru (alveolus).

Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu. Makin tinggi konsentrasi zat yang

dihirup, tekanan parsialnya semakin tinggi.Perbedaan tekanan parsial zat anestesi dalam zat

alveoli dan di dalam darah menyebabkan terjadinya difusi. Kemudian zat anestetika akan

berdifusi melalui membrane alveolus. Epitel alveolus bukan penghambat untuk difusi zat

anestetika, sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama dengan tekanan parsial dalam arteri

pulmonaris. Bila tekanan di dalam di dalam alveoli lebih tinggi maka difusi terjadi dari alveoli ke

dalam sirkulasi dan sebaliknya difusi terjadi dari sirkulasi ke dalam alveolus bila tekanan parsial

di dalam lebih rendah. Makin tinggi perbedaan tekanan parsial makin cepat terjadinya difusi.

Proses difusi akan terganggu apabila terdapat penghalang antara slveoli dan sirkulasi darah misal

pada udem paru atau fibrosis paru.

Hal-hal yang mempengaruhi tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus adalah :

1. Konsentrasi zat anestetika yang dihirup / diinhalasi; makin tiggi konsentrasinya, makin cepat

naik tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus.

2. Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat menigginya tekanan parsial

alveolus dan keadaan sebaliknya pada hipoventilasi.

B. Faktor Sirkulasi

4

Page 5: Referat Fix Anestesi

Terdiri dari : 1. Sirkulasi arterial , 2. Sirkulasi vena

Waktu induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial lebih besar daripada darah vena

Faktor yang mempengaruhi:

1. Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus dan darah vena. Dalam

sirkulasi, sebagian zat anestetika diserap jaringan dan sebagian kembali melalui vena. Makin

lama jaringan tersebut menjadi jenuh, sehingga zat anestetika yang kembali ke paru-paru dan

vena lebih banyak. Akibatnya tekanan parsial dalam vena semakin tinggi dan hal ini akan

mempengaruhi difusi zat anestetika melalui membrane alveolus.

2. Koefisien partisi darah / gas yaitu rasio konsentrasi zat anestetika dalam darah terhadap

konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang. Blood gas partition

coefisien adalah rasio konsentrasi zat anesthesia dalam darah dan dalam gas bila keduanya

dalam keadaan seimbang. Bila zat anestetika mempunyai koefisien partisi / gas rendah (kurang

larut dalam), konsentrasi alveolus akan naik cepat tergantung ventilasi. Karena konsentrasi ini

menentukan tekanan zat anestetika dalam darah arteri, maka tekanan parsial dalam darah pun

naik dengan cepat, anestesia dapat cepat didalamkan dan zat anestetika ini tergolong kuat

(poten). Contoh: N2O dan siklopropan. Karena otak mendapat aliran yang banyak, maka

tekanan parsial zat anestetika dalam otak cepat naik sehingga pasien cepat kehilangan

kesadaran. Demikian pula waktu pulih sadar cepat. Makin tinggi nilai koefisien partisi darah /

gas makin lama diperlukan untuk mencapai anesthesia yang adekuat, masa pulihpun lambat.

3. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak aliran darah yang

melalui paru makin banyak zat anestetika yang diambil dari alveolus, konsentrasi alveolus

turun sehingga induksi lambat dan makin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat

anesthesia yang adekuat.

C. Faktor Jaringan

1. Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan jaringan

5

Page 6: Referat Fix Anestesi

2. Koefisien partisi jaringan / darah : kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat anestetika, kecuali

halothan (koefisien partisi lemak / darah 60,0). Jaringan lemak walaupun hanya menerima

sebagian kecil curah jantung tapi mempunyai daya ikat kuat terhadap zat anestetika yang

umumnya larut dalam lemak.

3. Aliran darah terdapat 4 kelompok jaringan :

a. Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar, ginjal. Organ-organ ini

menerima 70 – 75% curah jantung hingga tekanan parsial zat anestetika meninggi dengan

cepat dalam organ-organ ini. Otak menerima 14% curah jantung.

b. Kelompok intermediate. Otot skelet dan kulit.

c. Lemak : jaringan lemak

d. Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD): relative tidak ada aliran darah : ligament dan

tendon.

Penggolongan ini penting untuk zat anestetika yang kurang dapat larut, misalnya N2O,

yang mula-mula akan memasuki JKPD dulu dan keseimbangan dalam alveolus dan JSPD ini

tercapai dalam 10 menit, setelah itu masuk kelompok lain. Obat Anestetika yang masuk ke

pembuluh darah / sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat

anestetika ialah jaringan yang kaya akan pembuluh darah, seperti otak, sehingga kesadaran

menurun/hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya.

Selain itu pada jaringan factor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum diantaranya

adalah perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan jaringan, kecepatan

metabolisme obat, dan aliran darah dalam jaringan.

D. Faktor Zat Anestetika

Bermacam-macam zat anestetika mempunya potensi yang berbeda-beda. Untuk

menentukan derajat potensi ini kita kenal adanya MAC (minimal alveolus concentration atau

konsentrasi minimal alveolus) yaitu konsentrasi terendah zat anestetika dalam udara alveolus

yang mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin

rendah nilai MAC, makin tinggi potensi zat anestetika tersebut.

6

Page 7: Referat Fix Anestesi

E. Faktor Lain.

1. Ventilasi : zat anestetika dengan koefisien partisi darah . gas rendah, efek ventilasi minimal

terhadap kecepatan pendalaman anestesi. Pada koefisien partisi gas / darah tinggi, makin besar

ventilasi makin cepat meninggi tekanan parsial dalam alveolus dan darah ini mempercepat

dalam anesthesia.

2. Curah jantung : zat anestetika dengan koefisien partisi gas / darah rendah, efek terhadap curah

jantung minimal. Pada zat anestetika dengan koefisien partisi darah / gas tinggi, makin tinggi

curah jantung, makin lambat induksi dan kedalaman anesthesia, demikian juga sebaliknya.

3. Suhu : makin turun suhu makin banyak larut dalam darah makin banyak zat anestetika masuk

dalam darah. Sehingga makin cepat dalam anesthesia.

Potensi obat-obat inhalasi ditentukan oleh :

1. Konsentrasi alveolar minimal (minimal alveolar concentration = MAC). Makin rendah MAC,

makin kuat obat tersebut.

2. Koefisien partisi minyak / gas. Makin tinggi koefisien ini makin kuat obatnya.

Stadia anesthesia

Seseorang yang memberika anesthesia sangat penting mengetahui stadia anesthesia

pasien terutama dalam menentukan stadia terbaik untuk pembedahan pasien ini dan mencegah

terjadinya kelebihan dosis. Stadia anesthesia sudah dikenal sejak Morton mendemonstrasikan

eter. Pomley (1817) membaginya menjadi 3 stadia. Satu tahun kemudian John Snow menambah

stadia IV yaitu stadia paralisis atau kelebihan dosis. Pembagian secara sistemati dilakukan oleh

Guedel yaitu pada pasien-pasien yang mendapat anesthesia umum dengan eter, premedikasi

dengan sulfas atropine, yang dipantau adalah respirasi, pergeseran bola mata, perubahan pada

besarnya pupil dan reflex kelopak mata. Tahun 1943 Gillespie menambahkan tanda-tanda

perubahan pada pernafasan karena pengaruh insisi kulit, sekresi mata dan refleks laring pada

pembagian menurut Guedel. (2)

Stadia (St) Respirasi Pupil Depresi-

7

Page 8: Referat Fix Anestesi

refleks

Ritme Volume Ukuran Letak

I. Anelgesia sampai hilang

kesadaran

Tidak

teratur

Kecil Kecil Divergen Tidak ada

II. Sampai pernafasan teratur,

otomatis

Tidak

teratur

Besar Lebar Divergen Bulu mata,

Kelopak mata

III.

P1. Sampai hilang gerakan bola

mata

P2. Sampai awal parese otot

pernafasan

P3. Sampai lumpuh otot

pernafasan

P4. Sampai lumpuh diafragma

Teratur

Teratur

Teratur,

pause

setelah

ekspirasi

Tidak

teratur,

Jerky,

Inspirasi

cepat dan

memanjang

Besar

Sedang

Sedang

Kecil

Kecil

½ Lebar

¾ Lebar

Melebar

maksimal

Divergen

Menetap

di tengah

Menetap

di tengah

Menetap

di tengah

Kulit,

Konjungtiva

Kornea

Faring,

Peritoneum

Sfingter ani,

Karina

IV. Henti nafas sampai henti

jantung

Keterangan macam-macam tanda/refleks pada mata.

Pupil :

Derivat opiate cenderung menyebabkan miosis. Dosis besar atropine / hiosin

menyebabkan midriasis. Bila keduanya diberika bersama-sama, golongan opiate lebih dominan.

Pada satadium I , pupil melebar karena pengaruh emosi dan rangsang psikosensorik reflek. Pada

stadium III : pupil kembali normal pada stadium III P1, kemudia terus membesar sampai

8

Page 9: Referat Fix Anestesi

maksimal pada P4. Hal ini terjadi karena pelepasan adrenalin pada anesthesia dengan eter dan

siklopropan, tapi tidak terjadi pada halothan atau berbiturat intravena.

Refleks bulu mata : Yaitu dengan meraba bulu mata, menyebabkan kontraksi kelopak mata.

Refleks ini biasa menghilang pada stadium I awal sampai stadium II.

Refleks kelopak mata : Yaitu dengan menarik kelopak mata secara aktif, timbul kontraksi atau

tahanan. Refleks ini biasa menghilang waktu masuk stadium III.

Refleks cahaya : Yaitu denga menyinarkan cahaya di tengah mata, lihat apakah terjadi miosis

atau tidak. Refleks ini biasa menghilang pada stadium P1 sampai

permulaan P3.

II. 4. PROSEDUR ANESTESI UMUM

A. Penilaian dan Persiapan Pasien Pra-Anestesi.

Persiapan pra bedah yang kurag memadai merupakan factor penyumbang sebab-sebab

terjadinya kecelakaa anesthesia. Dokter anestesi sebaiknya mengunjungi pasien sebelum pasien

dibedah, agar ia dapat menyiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan

bugar. Terkadang dokter anestesi mempunya waktu terbatas untuk menyiapkan pasien, sehingga

persiapan kurang sempurna. Penundaan jadwal operasi akan merugikan semua pihak, terutama

pasien dan keluarganya. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif umumnya dilakukan 1 – 2

hari sebelumnya, namun apabila pada bedah darurat umumnya waktu kunjungan akan lebih

singkat. Tujuan utama kunjungan pra anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,

mengurangi biaya operasi, dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Selain itu tujuan kunjungan pra anestesi tak lain adalah untuk mempersiapkan mental dan

fisik pasien secara optimal dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan

pemeriksaan lain. Adapun tujuan lain adalah sebagai perencanaan dan pemilihan teknik serta

obat-obatan anestesi yang sesuai keadaaan fisik dan kehendak pasien. Dengan demikian,

komplikasi yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin. Penentuan klasifikasi yang

sesuai dalam hal ini penentuan klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiology) dapat

dilakuakan saat kunjungan pra anesthesia yang berguna sebagai gambaran prognosis pasien

secara umum.

9

Page 10: Referat Fix Anestesi

I. Anamnesis

Anamnesis dapat diperoleh berdasarkan keterangan dari pasien itu sendiri

(autoanamnesis) atau dapat juga diperoleh melalui keluarga atau kerabat pasien yang menemani

pasien (alloanamnesis). Yang perlu diperhatikan pada saat anamnesis adalah identitas pasien.

Identitas setiap pasien harus lengkap dan dicocokkan dengan gelang identitas yang dikenakan

pasien kembali agar tidak terjadi salah operasi. Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi

bukan cerita untuk menakut-nakuti tau dibuat-buat karena memang pernah terjadi. Pasien

ditanyakan kembali mengenai bagian tubuh mana yang akan dioperasi.

Riwayat Penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit

dalam anestesi sebelumnya, riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin

menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestetik. Misalnya kortikosteroid, obat antihipertensi,

obat-obat antidiabetik, antibiotika golongan aminoglikosida, obat penyakit jantung seperti

digitalis, diuretika, obat anti alergi, tranquilizer, monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator.

Riwayat Operasi dan anestesi yang pernah dialami di waktu yang lalu, berapa kali, dan

selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplikasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar,

perawatan intensif pasca bedah. Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi

sebelumnya sangat penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian

khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah,

sehingga dapat merancang anestesi berikutnya dengan lebih baik. Beberapa penelitian

menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah di masa lalu sebaiknya jangan diulang

lagi, misalnya halothan jangan digunakan ulang dalam waktu 3 bulan, suksinilkolin yang

menimbulkan apnea berkepanjangan juga jangan diulang.

Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti

merokok dan alkohol. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1 – 2 hari sebelumnya untuk

mengeliminasi nikotin yang mempengaruhi system kardiovaskular untuk mengaktifkan kerja

silia pada jalan pernafasan sekaligus untuk mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum

alcohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.

II. Pemeriksaan Fisik

10

Page 11: Referat Fix Anestesi

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan keadaan gigi-geligi,tindakan buka mulut,

lidah relative besar yang berfungsi sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan

tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi

intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh

dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua system organ tubuh pasien.

III. Pemeriksaan Laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang

sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin

walaupun pasien sehat untuk bedah minor,misalnya pemeriksaan darah Hb, leukosit, masa

perdarahan, dan masa pembekuan, serta pemeriksaan urinalisa. Pada pasien usia diatas 50 tahun

ada anjuran untuk pemeriksaan EKG dan foto torak.

IV. Kebugaran untuk Anestesi.

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien

dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.

Maka dari itu digunakan skala klasifikasi status fisik untuk menilai apakah seseorang bugar

secara fisik untuk dioperasi atau tidak. Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesi,

karena dampak samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.

Klasifikasi fisik yang lazim digunakan berasal dari The American Society of Anesthesiology

(ASA) yaitu : (3)

ASA I : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas

ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan

penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.

ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak

akan lebih dari 24 jam.

11

Page 12: Referat Fix Anestesi

Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E

V. Masukan Oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi lambung dan

kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama pada pasien-pasien yang

menjalani anesthesia. Untuk meminimalkan resiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan

untuk operasi elektif dengan anesthesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama

periode tertentu sebelum induksi anesthesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak

kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan yang berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum

induksi anesthesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan

minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anesthesia.

B. Premedikasi, Induksi dan Rumatan Obat-obat Anestesia

a. Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan

untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya untuk meredakan

kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi anesthesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah

dan bronkus, meminimalkan jumlah obat anestetika, mengurangi mual-muntah pasca bedah,

menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, dan mengurangi refleks yang

membahayakan.

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak

pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangung kepercayaan dan

mententramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan dapat digunakan diazepam peroral 10-15 mg

beberapa jam sebelum induksi anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan

opioid misalnya pethidin 50 mg intramuscular.

Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk

meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan atagonis reseptor H2 histamin misalnya oral

simetidine 600 mg atau oral ranitidine (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi. Untuk

mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambah premedikasi suntikan intramuscular

untuk dewasa droperidol 2,5 – 5 mg atau ondansentron 2-4 mg (Zofran, Narfroz)

12

Page 13: Referat Fix Anestesi

b. Induksi dan Rumatan Obat-Obat Anestesia

Induksi anesthesia ialah tindakan untuk membuat pasien sadar menjadi tidak sadar,

sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan.Induksi anesthesia dapat

dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rektal. Setelah pasien tidur

akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anesthesia sampai tindaka

pembedahan selesai. Sebelum memulai induksi anesthesia sebaiknya disiapkan peralatan dan

obat-oabatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan

lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan

STATICS :

S = Scope : Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-scope.

Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.

Lampu laringoskop harus cukup terang.

T = Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5

tahun dengan balon (cuffed)

A = Airway : Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga lidah

supaya tidak menyumbat jalan nafas.

T = Tape : Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I = Introducer : Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus dengan plastic (kabel) yang

mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah

dimasukkan.

C = Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia

S = Suction : Penyedot lender, ludah, dan lain-lain.

Untuk menjaga agar penderita tidak jatuh ke dalam keadaan hipoksia, maka sebelum

induksi perlu diberikan oksigenisasi selama 5 menit lebih dulu, cara ini disebut preoksigenasi.

13

Page 14: Referat Fix Anestesi

Dengan memberikan pre oksigenasi, kapasitas residual fungsional paru akan terisi oleh oksigen.

Selain itu, oksigen yang larut dalam darah juga menigkat, sehingga bila terjadi gangguan

respirasi waktu induksi maka sudah ada cadangan oksigen, yang diharapkan cukup memenuhi

kebutuhan sampai gangguan respirasi dapat diatasi.

I. Induksi intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang jalur

vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati,

perlahan-lahan, lembut, dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara

30-60 detik ke dalam pembuluh darah pasien. Selama induksi anesthesia, pernafasan pasien, nadi

dan tekanan darah harus selalu diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan

pada pasien yang kooperatif.

Obat-Obat Anestesi Intravena

Anestetik intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anesthesia,

tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu prosedur diagnostic misalnya thiopental,

ketamine dan propofol. Untuk anesthesia intravena total biasanya menggunakan propofol. Obat-

obat ini dipakai secara tunggal atau kombinasi, kadang-kadang dipakai bersama narkotik dengan

atau tanpa pelumpuh otot

Golongan Barbiturat

Tergolong obat hipnotik sedatif, yang merupakan derivate asam barbiturate yaitu

thiopental (penthotal). Penthotal atau Thiopental sodium atau Thiopenton adalah termasuk

golongan ultra short acting barbiturate. Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis,

bersifat basa, berbau belerang, larut dalam air dan alcohol. Dalam larutan hanya bertahan antara

24-48 jam. Obat ini mempunyai kelarutan dalam lemak yang tinggi, di dalam darah 65 – 75%

terikat oleh protein plasma dan sedikit terionisasi. Sesudah disuntikkan intravena, penthotal cepat

masuk ke dalam jaringan otak dan pada dosis yang cukup akan menimbulkan tidur. Selain dalam

otak obat ini juga akan masuk ke dalam jaringan yang kaya akan pembuluh darah dan

selanjutnya akan di redistribusi dari jaringan otak dna jaringan kaya pembuluh darah menuju

otot, lemak, dan jaringan lain.Penggunaan penthotal biasa digunakan sebagai anestesi untuk

14

Page 15: Referat Fix Anestesi

tindakan operasi yang waktunya pendek. Bisa juga diberikan untuk terapi pada status

convulsivus atau untuk menurunkan metabolism otak pada penderita yang memerlukan resusitasi

otak.

Tetapi pentothal tidak boleh disuntikkan selain melalui vena. Penyuntikkan melalui

subcutan dapat menyebabkan nyeri dan bahkan bisa menyebabkan nekrosis. Selain itu apabila

mengenai intra arterial dapat menyebabkan nyeri hebat, spasme, dan konstriksi arteri. Karena itu

dianjurkan melakukan test dose yaitu menyuntikkan sedikit pentothal lebih dulu, sebelum

seluruhnya disuntikkan. Pemakaian khusus pentothal diberikan pada penderita hipotensi, asma,

myasthenia gravis, insufisiensi adrenal, insufisiensi tiroid, gangguan faal hati dan ginjal. Dosis

yang diberikan adalah 4 – 5 mg/kgBB.

Propofol

Propofol (diprova, safol, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih

susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Emulsi ini antara lain teridir dari

gliserol,phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai, dan air.Propofol mempunyai

sifat sangat larut dalam lemak, sehingga setelah disuntikkan intravena, dengan cepat

didistribusikan menuju jaringan, dan dengan mudah obat ini menembus blood brain barrier dan

didistribusikan ke jaringan otak. Obat ini juga dengan cepat dieliminasi dan dimetabolisme

terutama di dalam hati. Kirk Patrick dkk mendapatkan penurunan total klirens dan distribusi

volume propofol terjadi pada penderita usia tua, maka dari itu usia diatas 55 tahun dosisnya perlu

dikurangi.

Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat

diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan kepekatan

1% menggunakan dosis 2-3 mg/kgBB.

Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anesthesia intravena total 4-

12 mg / kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif di ICU 0,2 mg/kg.Onset

berlangsungnya yaitu 30-60 detik. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.

Pada manusia dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanital hamil tidak dianjurkan

karena dapat menembus placenta.

15

Page 16: Referat Fix Anestesi

Ketamin

Ketamin merupakan kristal putih yang larut dalam air mempunyai Ph 3,5 – 5,5 dan

dimetabolisme di dalam system microsomal P450 hati dan di ekskresi melalui urin dan hepar.

Ketamin (ketalar) intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca anesthesia dengan ketamine

sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan menggunakan sedative seperti

midazolam (dormikum). Ketamin tidak dianjurkan pada pasien dengan tekanan darah tinggi >

160 mmHg. Tetapi karena adanya efek stimulasi kardiovaskuler maka ketamine bagus dipakai

untuk induksi pasien syok. Ketamin dapat menyebabkan pasien tidak sadar, tetapi dengan mata

terbuka. Ketamin (ketalar) kurang digemari untuk induksi anesthesia, karena sering

menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anesthesia dapat

menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.

Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi midazolam (dormikum)

atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi

diberikan sulfas atropine 0,01 mg/kg. Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan

untuk intramuskular 3-10 mg. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (I ml = 10

mg), 5% (1 ml = 50 mg) dan 10% (1 ml = 100 mg).

Etomidat (6)

Adalah suatu imidazole karboksilat yang larut dalam air pada pH asam dan larut dalam

lipid pada pH fisiologis. Etomidat digunakan untuk induksi anestesi, pemeliharaan anestesi dan

sedasi pada pasien kritis. Onsetnya cepat, aksi kerja singkat. Dosis untuk induksi dapat dikurangi

dengan memberikan premedikasi benzodiazepine, opiate atau barbiturate. Pada anak induksi

dapat diberikan melalui rektal, pada induksi ini hypnosis terjadi dalam 4 menit dan tidak

menimbulkan perubahan hemodinamik yang berarti, pemulihan kesadarannya terjadi dengan

cepat.

Pemeliharaan anestesi bisa dicapai dengan memberikan etomidat secara kontinu untuk

mempertahankan kadar etomidat dalam plasma antara 300 – 500 ng/ml. Biasanya pasien bangun

10 menit setelah pemberian dihentikan. Metabolisme terjadi di hepar lalu diekskresikan 85%

lewat ginjal dan 13% lewat empedu. Hanya 2 % obat diekskresi dalam bentuk asli. Metabolisme

dapat terganggu bila terjadi gangguan sirkulasi darah ke hepar atau penyakit hepar. Kekurangan

16

Page 17: Referat Fix Anestesi

obat ini adalah dapat menimbulkan nausea/mual, muntah, myoklonia, menghambat sintesis

steroid, dan nyeri pada tempat suntikan. Dosis induksi adalah 0,2 – 0,6 mg/kgBB intravena dan

dosis rumatan 10 µg/kgBB/menit intravena dengan N2O dan opiate.

Deksmedetomidin

Adalah obat α2 agonis selektif yang mempunyai efek sedasi. Pemakaian obat ini dalam

anestesi didasari oleh menurunnya kebutuhan obat anestesi bagi pasien-pasien yang mendapat

terapi kronis dengan klonidin.Karena bersifat sinergis dengan sedatif atau hipnotik maka

pemakaian obat anestesi atau hipnotik lain perlu dikurangi dosisnya. Dosis awal 1 µ/kgBB/jam.

Onsetnya cepat. Pada pasien-pasien dengan gangguan hepar atau ginjal dosisnya perlu dikurangi.

Untuk premedikasi dapat dipakai sebagai obat tunggal karena mempunyai sifat anxiolitik,

analgetik, dan simpatolitik. Efek analgesi terjadi pada dosis lebih dari 0,5 µ/kgBB. Dari

penelitian Adhy Sugiharto dan Ery Leksana (2004) dengan dosis 0,6 µ/kgBB obat ini efektif

mencegah gejolak kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi intubasi. Metabolisme terjadi

dengan cepat di hepar serta hasilnya diekskresi lewat empedu dan urin.

II. Induksi Intramuskular

Sampai sekarang hanya ketamine (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuskular

dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur. Diberikan dengan menyuntikkan

obat anesthesi ke dalam otot dan dikerjakan biasa pada anak-anak.

III. Induksi Inhalasi

Induksi inhalasi dapat dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran. Cara induksi

ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau pada dewasa yang takut

disuntik. Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi

dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N2O : O2 = 3 : 1 aliran > 4 liter/menit,

dimulai dengan halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau pasien batuk

konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikkan lagi sampai

konsentrasi yang diperlukan. Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang

batuk, walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol%. Seperti dengan

halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan. Induksi dengan enfluran (etran), isofluran

17

Page 18: Referat Fix Anestesi

(foran, aeran) atau desfluran jarang dilakukan,karena pasien sering batuk dan waktu induksi

menjadi lama.

Obat-obat Anestesia Inhalasi

Obat-obat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu

pembedahan ialah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etil-klorida, etilen, divinil eter,

siklo-propan, trikloro-etilen , iso-propenil-vinil-eter, propenil-metil-eter, fluoroksan, etil-vinil-

eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Dalam dunia

modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan,

enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran. Obat-obat lain ditinggalkan karenfa efek

sampingnya yang tidak dikehendaki misalnya eter, kloroform, etil-klorida, trilor-etilen, dan

metoksifluran.

Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit masih merupakan misteri dalam

farmakologi modern. Pemberian anestetik inhalasi melalui pernafasan menuju organ sasaran

yang jauh merupakan suatu hal yang unik dalam dunia anestesiologi. Ambilan alveolus gas atau

uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifak fisiknya yaitu ditentukan oleh ambilan paru, difusi

gas dari paru ke darah, dan distribusi darah ke otak serta organ lainnya.

Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan

ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang

penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan

berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut. Kadar alveolus minimal

(KAM atau MAC) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir yang

diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar. Pada

umumnya immobilitas tercapai pada 95% pasien jika kadarnya dinaikkan diatas 30% nilai KAM.

Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestetik dalam alveoli sama dengan tekanan zat

dalam darah dan otak tempat kerja obat. Eliminasi sebagian besar gas anestetik dikeluarkan lagi

oleh badan lewat paru. Sebagian besar dimetabolisir oleh hepar dengan system oksidase sitokrom

P450. Sisa metabolisme yang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal.

N2O

18

Page 19: Referat Fix Anestesi

N2O (gas gelas, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan

memanaskan ammonium nitrat sampai 240°C. N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna,

bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikmas dalam bentuk

zat cair dalam silinder warna biru 9000 liter atau 18000 liter dengan tekanan 750 psi atau 50 atm.

Pemberian anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik

lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mnegurangi nyeri menjelang

persalinan. Pada anesthesia inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah

satu cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anesthesia setelah N2O

dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan

terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi maka berikan O2 100%

selama 5-10 menit.

Halotan

Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya yang enak dan tak

merangsang jalan nafas, maka sering digunakan sebagai induksi anesthesia kombinasi dengan

N2O. Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supaya tidak dirusak oleh cahaya

dan diawetkan oleh timol 0,01%. Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi,

asalkan anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesia semprot

lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja, umumnya

laringoskopi intubasi dapat dikerjakan dengan mudah, karena relaksasi otot cukup baik.

Pada nafas spontan rumatan anesthesia sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar

0,5 – 1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan respons klinis pasien. Halotan menyebabkan

vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit dikendalikan dengan teknik

anesthesia hiperventilasi, sehingga tidak disukai oleh bedah otak. Kelebihan dosis menyebabkan

depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadinya hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer,

depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi reflex baroreseptor. Kebalikan dari N2O,

halotan analgesinya lemah tapi anestesinya kuat sehingga kombinasi keduanya ideal sepanjang

tidak ada kontraindikasi. Kombinasi dengan adrenalin serring menyebabkan disritmia, sehingga

penggunaan adrenalin harud dibatasi. Sdrenalin dianjurkan dengan pengenceran 1:200.000 (5µg /

ml) dan maksimal penggunaannya 2 µg /kg. Pada bedah cesar, halotan dibatasi maksimal 1vol%,

karena relaksasi uterus akan menimbulkan perdarahan. Halotan menghambat pelepasan insulin

19

Page 20: Referat Fix Anestesi

sehingga meninggikan kadar gula darah. Kira-kira 20% halotan dimetabolisisr terutama di hepar

secara oksidatif menjadi komponen bromin, klorin, dan asam trikloro asetat. Secara reduktif

menjadi komponen fluorida dan produk non volatile yang dikeluarkan lewat urin. Metabolisme

reduktif ini menyebabkan hepar kerja keras, sehingga merupakan kontraindikasi pada penderita

dengan gangguan hepar atau pernah dapat halotan dalam waktu < 3 bulan atau pada pasien

kegemukan. Pasca pemberian halotan sering menyebabkan pasien menggigil.

Enfluran

Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenasi eter dan cepat popular setelah ada

kecurigaan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada penggunaan ulang. Pada EEG menunjukkan

tanda-tanda epileptic, apalagi disertai hipokapnia, karena itu hindari penggunaannya pada pasien

dengan riwayat epilepsi, walaupun ada yang beranggapan bukan kontraindikasi untuk dipakai

pada kasus dengan riwayat epilepsi. Kombinasi dengan adrenalin lebih aman 3 kali disbanding

halotan. Enfluran yang dimetabolisme hanya 2-8 % oleh hepar menjadi produk non-volatile ayng

dikeluarkan lewat urin.Sisanya dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli. Induksi dan pulih dari

anestesi lebid cepat disbanding halotan. Tetapi efek deprefi nafas lebih kuat disbanding halotan

dan enfluran lebih iritatid disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat disbanding

halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik

disbanding halotan.

Isofluran

Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter pada dosis anestetik atau subanestetik

menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meniggikan aliran darah otak dan

tekanan intracranial. Peninggian alirn darah otak dan tekanan intracranial ini dapat dikurangi

dengan teknik anesthesia hiperventilasi,sehingga isofluran banyak digunakan unutk bedah otak/

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anesthesia

teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan coroner. Isofluran dengan

konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika

diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis

pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.

Desfluran

20

Page 21: Referat Fix Anestesi

Desfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efeklinisnya

mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestetik volatile lainnya,

sehingga perlu menggunkan vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan

(23.5 °C). Potensinya rendah (MAC 0,6%) dan ia bersifat simpatomimetik menyebabkan

takikardia dan hipertensi. Efek depresi nafasnya seperti isofluran dan etran. Desfluran

merangsang jalan nafas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anesthesia.

Sevofluran

Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anesthesia lebih

cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan

nafas, sehingga digemari untuk induksi anesthesia inhalasi disamping halotan. Efek terhadap

kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek erhadap saraf pusat seperti

isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran

cepat dikeluarkan oleh badan. Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi

belum ada laporan membahayakan terhadap tubuh manusia.

IV. Induksi per rektal

Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental, midazolam, atau etomidat.

Pada anak biasa diberikan etomidat melalui rektal dengan dosis 6,5 mg/kgBB.

V. Induksi mencuri (steal induction)

Biasa dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Untuk yang sudah ada jalur vena

tidak masalah, tetapi pada yang belum terpasang jalur vena, harus kita kerjakan dengan hati-hati

supaya pasien tidak terbangun, Induksi mencuri inhalasi seperti induksi inhalasi biasa hanya

sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita beri jarak beberapa sentimeter,

sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.

c. Rumatan anesthesia

Rumatan anesthesia atau maintenance dapat dikerjakan dengan secara intravena (total

intravena anestesi) atau dengan inhalasi atau dengan camputa intravena inhalasi. Rumatan

anesthesia biasanya mengacu pada trias anesthesia yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak

21

Page 22: Referat Fix Anestesi

sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan

relaksasi otot lurik yang cukup.

Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi, fentanyl 10-50 µg

/ kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal

memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis

biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infus propofol 4-12 mg / kgBB / jam. Bedah lama anestesi

total intravena menggunakan oipioid, pelumpuh otot, dan ventilator. Untuk mengembangkan

paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.

Rumatan inhalasi

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3 : 1 ditambah halotan

0,5 – 2 vol % atau enfluran 2-4 vol % atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4 vol%

bergantung apakah pasien bernafas spontan, dibantu atau assisted atau dikendalikan (controlled).

Obat-Obat Pelumpuh Otot

Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi,

melakukan blokade saraf regional dan memberikan pelumpuh otot. Pendalaman anesthesia

beresiko depresi nafas dan depresi jantung, blokade saraf terganggu penggunaannya. Sebellum

dikenal obat penawar pelumpuh otot, penggunaan pelumpuh otot sangat terbatas. Sejak

ditemukan penawar pelumpuh otot dan penawar opioid, maka penggunaan pelumpuh otot dan

opioid hampir rutin. Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut otot lurik dan

sambungan ujung saraf dengan otot lurik disebut sambungan saraf-otot. Pelumpuh otot disebut

juga sebagai obat blokade neuro-muskular.

a. Pelumpuh otot depolarisasi

Pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) bekerjanya seperti asetil kolin,

tetapi di celah saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah

sinaptik, sehingga terjadilah depolarisasi yang ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot

lurik. Termasuk golongan pelumpuh otot depolarisasi ialah suksinil kolin (diasetil kolin) dan

dekamentonium. Di dalam vena, suksinil kolin dimetabolisir oleh kolin-esterase plasma, pseudo

22

Page 23: Referat Fix Anestesi

kolin esterase, menjadi suksinil monokolin. Obat anti kolinesterase (prostigmin)

dikontraindikasikan, karena menghambat kerja pseudokolinesterase.

b. Pelumpuh otot non-depolarisasi

Pelumpuh otot non depolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan

reseptor nikotinik kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetik

kolin menempatinya, sehingga asetil kolin tidak dapat bekerja. Berdasarkan susunan molekulnya

maka pelumpuh otot nondepolarisasi digolongkan menjadi :

1. Bensiliso-kuinolium : d-tubokurarin, metokurin, atrakurium, doksakurium, mivakurium

2. Steroid : pankokurium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium, rukoronium.

3. Eter-felonik : gallamin

4. Nortoksiferin : allokuronium

Pilihan penggunaan obat-obat pelumpuh otot. (2)

1. Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium

2. Gangguan faal hati : atrakurium

3. Miastenia gravis : jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium

4. Bedah minor / singkat : atrakurium, rukoronium, mivakuronium

5. Kasus obstetric : semua dapat digunakan kecuali gallamin

Tanda-tanda apabila dosis obat-obat pelumpuh otot mulai berkurang adalah adanya cegukan

(hiccup), dinding perut sudah mulai kaku, atau adanya tahanan pada inflasi paru.

Obat-obat penawar pelumpuh otot atau obat antikolinesterase bekerja pada sambungan

saraf otot mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja.

Asetilkolinesterase yang paling sering digunakan ialah neostigmine (prostigmin), piridostigmin,

dan edrophonium. Physostigmin (eserin) hanya untuk penggunaan per-oral.

Obat-obat Analgesik Anestesia

Rasa nyeri (nosisepsi) merupakan masalah unik, disatu pihak melindungi badan kita dan

dilain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi nyeri merupakan pengalaman sensoris dan

amosional yang tidak menyenangkan yang disertai dengan kerusakan jaringan secara potensial

23

Page 24: Referat Fix Anestesi

dan actual menurut The International Association for the Study of Pain. Nyeri sering dilukiskan

sebagai suatu yang berbahaya atau yang tidak berbahaya ,isalnya seperti sentuhan ringan,

kehangatan, tekanan ringan. Metoda penghilang nyeri biasanya digunakan analgetik golongan

opioid untuk nyeri hebatdan golongan anti inflamasi non steroid (NSAID) untuk nyeri sedang

dan ringan. Metoda menghilangkan nyeri dapat dengan cara sistemis melalui oral, rektal,

transdermal, sublingual, subkutan, intramuskular, intravena, atau perinfus. Cara yang paling

digemari ialah intramuskular opioid.

Opioid

Opioid ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor

morfin. Opioid disebut juga sebagai analgetika narkotika yang sering digunakan dalam

anesthesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan. Malahan

kadang-kadang digunakan untuk anesthesia narkotik total pada pembedahan jantung. Opium

adalah getah candu, sedangkan opiate adalah obat yang dibuat dari opium. Narkotik ialah istilah

tidak spesifik untuk semua obat yang dapat menyebabkan tidur.

Klasifikasi Opioid

Dalam klinik opioid digolongkon menjadi natural (morfin, kodein, papaverin, dan

tebain), semisintetik (heroin, dihidromorfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (pethidin,

fentanyl, alfentanil, sufentanil, dan remifentanil)

Morfin

Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih mudah dan

lebih menguntungkan dibuat dari getah papaver somniferum. Morfin paling mudah larut dalam

air dibandingkan golongan opioid lain dan kerja analgesinya cukup panjang. (long acting).

Terhadap system saraf pusat mempunyai 2 sifat yaitu depresi dan stumulasi. Digolongkan

depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk

stimulasi parasimpatis, miosis, muntah mual, hiperaktif reflex spinal, konvulsi dan sekresi

hormone ADH. Terhadap system jantung-sirkulasi dosis besar merangsang vagus dan berakibat

bradikardia, walaupun tidak mendepresi miokardium. Morfin dapat menyebabkan hipotensi

ortostatik. Terhadapr system respirasi harus hati-hati karena morfin dapat melepaskan histamine,

24

Page 25: Referat Fix Anestesi

sihngga menyebabkan konstriksi bronkus. Oleh sebab itu kontraindikasi pada kasus asma dan

bronchitis kronis.

Morfin dapat diberikan secara subkutan, intramuscular, intravena epidural, dan intratekal.

Absorpsi dosis paruh waktu kira-kira 30 menit setelah suntikan subkutan dan 8 menit setelah

intramuscular. Sepertiga morfin yang diabsorpsi akan berikatan dengan albumin plasma.

Sebagian besar morfin akan dikonjugasikan dengan asam glukuronat di hepar dan di

metabolitnya akan dikeluarkan oleh urin 90% dan feses 10%.

Morfin masih popular sampai sekarang. Pada premedikasi sering dikombinasikan dengan

atropine dan fenotiasin (largaktil). Pada pemeliharaan anesthesia umum di kamar bedah sering

digunakan sebagai tambahan analgesia dan diberikan secara intravena. Untuk digunakan sebagai

obat utama anesthesia harus ditambahkan benzodiazepine atau fenotiasin atau anestetik inhalasi

volatile dosis rendah. Dosis anjuran untuk menghilangakn dan mengurangi nyeri sedang ialah

0,1-0,2 mg/kgBB subkutan, intramuscular dan dapat diulang tiap 4 jam. Untuk nyeri hebat

dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan. Untuk mengurangi nyeri

dewasa pasca bedah atau nyeri persalinan digunakan dosis 2-4 mg epidural atau 0,05-0,2 mg

intratekal. Dan dapat diulang antara 6-12 jam.

Petidin

Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan

morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Perbedaan dengan

morfin adalah petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih larut

dalam air. Selain itu dia dimetabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan

normeperidin,asam meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin ialah metabolit yang

masih aktif memiliki sifat konvulsi 2 kali lipat dari petidin, tetapi sifat analgesinya sudah

berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin. Kemudian petidin

bersifat seperti atropine dapat menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan

takikardia. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter Oddi lebih

ringan. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetara pasca bedah yang tak ada

hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada dewasa, sedangakan morfin

tidak. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

25

Page 26: Referat Fix Anestesi

Dosis petidin intramuskular 1-2 mg/kgBB (morfin 10x lebih kuat) dapat diulang tiap 3-4

jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan karena iritasi. Rumus

bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat digunakan untuk analgesia spinal paada

pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kgBB.

Fentanil

Fentanil adalah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100 x morfin. Lebih larut

dalam lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan dengan mudah. Setelah suntikan

intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi

terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi

dan hidroksilasi dan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin. Efek depresi nafasnya lebih

lama disbanding efek analgesinya. Dosis 1-3 µg/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung

30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anesthesia pembedahan dan tidak untuk pasca

bedah. Dosis besar 50 – 150 µg/kgBB digunakan untuk induksi anesthesia dan pemeliharaan

anesthesia dengan kombinasi benzodiazepine dan anestetik inhalasi dosis rendah, pada bedah

jantung. Efek tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan

pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH,

renin, aldosterone dan kortisol.

Sufentanil

Sifat sufentanil kira-kira sama dengan fentanyl. Efek pulihnya lebih cepat dari fentanyl.

Kekuatan analgesinya kira-kira 5-10 kali fentanyl. Dosisnya 0,1-0,2 mg/kgBB

Alfentanil

Kekuatan analgesinya 1/5 – 1/3 fentanil. Insiden mual muntahnya sangat besar. Mula

kerjanya cepat. Dosis analgesi 10-20 µg/kgBB.

Tramadol

Tramadol (tramal) adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor µ (mu)

dan kelemahan analgesinya 10-20% disbanding morfin. Tramadol dapat diberikan secara oral,

26

Page 27: Referat Fix Anestesi

i.m atau i.v dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal

400 mg per hari.

C. Tata Laksana Jalan Nafas

Syarat utama yang harus diperhatikan pada anesthesia umum adalah menjaga agar jalan

nafas selalu bebas dan nafas berjalan lancer dan teratur. Salah satu cara adalah dengan

memasang pipa khusus atau pipa endotrakea ke dalam trakea.Kadang-kadang anesthesia umum

dilakukan tanpa pemasangan pipa endotrakea terutama di daerah-daerah dimana tenaga

anesthesia terlatih belum tersedia.

Pada anesthesia umum tanpa pemasangan pipa endotrakea ada kalanya terjadi gangguan

nafas yang disebabkan obstruksi jalan nafas atas (JNA).Bila obstruksi ini berat dan akut,

akibatnya dapat fatal. Karena itu harus memahami gejala-gejalanya, cara pencegahan maupun

penanggulangannya. Gejala obstruksi jalan nafas sebenarnya mudah dikenal dan apapun

penyebabnya langkah-langkah penanggulangannya hampir sama.

Tanda-tanda obstruksi jalan sebagian (parsial)

1. Stridor (nafasnya berbunyi), terdengar seperti ngorok, bunyi kumur-kumur atau melengking.

2. Retraksi otot dada ke dalam di daerah supraklavikular, suprasternal, sela iga, dan epigastrium

selama inspirasi.

3. Nafas paradoksal (pada waktu inspiradi dinding dada menjadi cekung/ datar bukannya

mengembang/membesar).

4. Balon cadangan pada mesin anesthesia kembang-kempisya lemah

5. Nafas makin berat dan sulit (kerja otot-otot nafas tambahan meningkat)

6. Sianosis, merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan nafas yang lebih berat.

Tanda-tanda obstruksi total jalan nafas atas.

Serupa dengan obstruksi parsial, akan tetapi gejalanya lebih hebat dan stridor justru menghilang:

1. Retraksi lebih jelas

2. Gerak paradoksal lebih jelas

27

Page 28: Referat Fix Anestesi

3. Kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelas

4. Balon cadangan tidak kembang-kempis lagi

5. Sianosis lebih cepat timbul.

Secara klinis, salah satu tanda/gejala tersebut diatas sudah merupakan suatu peringatan

untuk segera mengatasinya, dengan lebih dulu dan bila mungkin mencari penyebabnya. Sebab-

sebab obstruksi jalan nafas yang paling sering adalah lidah terjatuh ke belakang ke bagian

hipofaring, adanya lender pada jalan nafas atau muntahan, perdarahan, benda asing, gigi palsu

terlepas, serta adanya spasme laring. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa apapun

penyebabnya langkah-langkah penanggulangannya hampir sama yaitu dengan cara misalnya

dengan maneuver tripel jalan nafas , pemasangan alat jalan nafas faring pemasangan alat jalan

nafas sungkup laring, pemasangan pipa trakea. Obstruksi dapat juga disebabkan karena spasme

laring pada saat anesthesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri atau rangsangan oleh sekret.

1.. Manuver tripel jalan nafas

Manuver tripel jalan nafas terdiri dari :

a. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.

b. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibular.

c. Mulut dibuka

Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan nafas bebas, sehingga gas atau

udara lancer masurk trakea lewat hidung atau mulut.

2. Jalan Nafas Faring

Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan nafas mulut faring lewat

mulut (Oropharyngeal mask-OPA) atau jalan nafas hidung-faring lewat hidung (Nasopharyngeal

mask-NPA),

NPA : Berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari bahan karet lateks lembut.

Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi

dengan jelly

28

Page 29: Referat Fix Anestesi

OPA : Berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang ditengahnya dengan salah

satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah kalau pasien

menggigit lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin. OPA juga dipasang

bersama pipa trakea atau sungkup laring untuk menjaga patensi kedua alat tersebut dari

gigitan pasien.

3. Sungkup muka dan Sungkup Laring

Sungkup muka (face mask) mengantar udara/gas anestesi dari alat resusitasi atau system

anestesi ke jalan nafas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan

untuk bernafas spontan atau dengan tekana positif tidak bocor dan gas masuk semua ke semua

trakea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam bergantung usia dan

pembuatnya. Ukuran 03 untuk bayi baru lahir; 02,01,1 untuk anak kecil ; 2,3 untuk anak besar;

dan 4,5 untuk dewasa.Sebagian sungkup muka dibuat dari bahan transparan supaya udara

ekspirasi kelihatan (berembun) atau kalau ada muntahan atau bibir terjepit kelihatan.

Sungkup laring (Laryngeal Mask Airway-LMA) ialah alat jalan nafas berbentuk sendok

terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat

dikembang kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari

polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.

Dikenal 2 macam sungkup laring :

1. Sungkup laring standar dengan pipa nafas

2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa nafas standar dan lainnya pipa tambahan yang

ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.

Ukuran LMA dan peruntukannya

Ukuran LMA Berat (kg)

1.0

1.3

Neonatus

Bayi

< 3 kg

3 – 10 kg

29

Page 30: Referat Fix Anestesi

2.0

2.3

3.0

4.0

5.0

Anak kecil

Anak

Dewasa kecil

Dewasa sedang

Dewasa besar

10 – 20 kg

20 – 30 kg

30 – 40 kg

40 – 60 kg

> 60 kg

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan laringoskop.

Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan diantaranya supaya dapat dipasang langsung tanpa

bantuan alat dan dapat digunakan jika intubasi trakea diramalkan bakal mendapat kesulitan

LMA memang tidak dapat mengganti kedudukan intubasi trakea, tetapi ia terletak di antara

sungkup muka dan intubasi trakea. Pemasangan hendaknya menunggu anesthesia cukup dalam

atau menggunakan pelumpuh otot utnuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring.

Setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa nafasnya tergigit maka dapat dipasang gulungan

kasa kain (bite block) atau pipa nafas mulut – faring (OPA)

4. Pipa trakea (endotracheal tube)

Pipa trakea menghantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan

stndar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam millimeter. Karena penampang

trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah

usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti hurud D, maka untuk bayi dan anak digunakan

tanpa cuff dan untuk anak besar-dewasa dengan cuff., supaya tidak bocor. Penggunaan kaf pada bayi-

anak kecil dapat membuat trauma selaput lender trakea dan selain itu jika kita ingin menggunakan pipa

trakea dengan cuff pada bayi harus meggunakan ukuran pipa trakea yng diameternya lebih kecil dan ini

membuat resiko tahanan nafas menjadi leih besar. Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut

(orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube). Di pasaran bebas dikenal beberapa ukuran

dan perkiraan ukuran yang diperlukan.

Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai Bibir (cm)

30

Page 31: Referat Fix Anestesi

Prematur

Neonatus

1 – 6 bulan

½ - 1 tahun

1 – 4 tahun

4 – 6 tahun

6 – 8 tahun

8 – 10 tahun

10 – 12tahun

12 – 14 tahun

Dewasa wanita

Dewasa pria

2.0 – 2.5

2.5 – 3.5

3.0 – 4.0

3.5 – 3.5

4.0 – 5.0

4.5 – 5.5

5.0 – 5.5 *

5.5 – 6.0 *

6.0 – 6.5 *

6.5 – 7.0

6.5 – 8,5

7,5 – 10.0

10

12

14

16

18

20

22

24

26

28 – 30

28 – 30

32 - 34

10

11

11

12

13

14

15 – 16

16 – 17

17 – 18

18 – 22

20 – 24

20 - 24

*Tersedia dengan atau tanpa cuff

Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:

Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4.0 + ½ umur (th)

Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (th)

Panjang pipa nasotrakeal = 12 + ½ umur (th)

5. Laringoskop dan Intubasi

Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah alat yang

digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea

dengan baik dan benar.Secara garis besar dikenal 2 macam laringoskop:

1. Bilah, daun (blade) lurus (Magill, Miller) untuk bayi- anak dewasa

2. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak-anak besar – dewasa.

31

Page 32: Referat Fix Anestesi

Kesulitan memasukkan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi yang dijumpai. Oleh

karena itu dibuat suatu klasifikasi untuk menilai kelainan anatomi tersebut. Klasifikasi tampakan

faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksinal menurut Mallampati dibagi

menjadi 4 gradasi

Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Molle

1

2

3

4

+

-

-

-

+

+

-

-

+

+

+

-

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah pipa endotrakea masuk adalah :

1. Rongga dada kiri dan kanan harus sama mengembang serta bunyi udara inspirasi paru kanan

dan kiri harus terdengar sama keras dengan memakai stetoskop. Bila pipa masuk terlalu dalam

sering masuk ke bronkus kanan sehingga bunyi nafas hanya terdengar pada satu paru. Pipa

harus ditarik kembali sedikit. Periksa kembalil dengan stetoskop.

2. Balon cuff diisi sampai tidak ada tanda-tanda bocor yang dapat diketahui melalui dengan

mendengar bunyi di mulut pada saat paru diinflasi/ditiup.

3. Pasang alat pencegah tergigitnya pipa

4. Lakukan fiksasi dengan plester atau dengan tali pengikat pipa agar tidak bergerak (malposisi)

Indikasi intubasi trakea

Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima

glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan

bifurkasio trakea. Anestesi umum dengan teknik endotrakea dilakukan pada operasi lama-operasi

lama yang memerlukan nafas kendali, operasi daerah leher – kepala, operasi dengan posisi

miring, tengkurap atau duduk dimana jalan nafas bebas sulit dipertahankan. Indikasi sangat

32

Page 33: Referat Fix Anestesi

bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut yaitu untuk menjaga patensi jalan nafas

oleh sebab apapun seperti pada kelainan anatomis,bedah khusus, bedah posisi khusus,

pembersihan sekret jalan nafas, dan lain-lain. Kemudian mempermudah ventilasi positif dan

oksigenasi. Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,

ventilasi jangka panjang. Lalu sebagai pencegahan terhadap adanya aspirasi dan regurgitasi

Tiga hal yang harus diperhatikan untuk dapat membantu memudahkan atau mengurangi

trauma pada waktu intubasi trakea adalah : (4)

1. Penderita harus tidak sadar/tidur. Pada penderita sadar teknis lebih sulit

2. Posisi kepala (kepala sedikit ekstensi dengan bantal tipis dibawah kepala)

3. Relaksasi otot yang baik

Kesulitan intubasi adalah antara lain apabila pasien leher pendek berotot, mendicula

menonjol, maksila atau gigi depan menonjol, Uvula tak terlihat (Mallampati 3 dan 4), Gerak

sendi temporo-mandibula terbatas, Gerak vertebra servikal terbatas.

Komplikasi intubasi

1. Selama intubasi bisa terjadi komplikasi dari intubasi, antara lain trauma pada gigi geligi,

laserasi bibir, gusi, dan laring, merangsang saraf simpatis atau terjadi hipertensi-takikardia,

intubasi bronkus, intubasi esophagus, aspirasi, atau terjadi spasme bronkus.

2. Setelah ekstubasi bisa juga terjadi spasme laring, aspirasi, ganguan fonasi, edema glottis-

subglottis, infeksi laring, faring, trakea.

Ekstubasi

Ektubasi adalah tindakan mengeluarkan alat-alat intubasi yang dilakukan sesaat setelah

operasi pembedahan selesai. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika intubasi

kembali akan menimbulkan kesulitan atau dikhawatirkan pasca ekstubasi ada resiko terjadinya

aspirasi. Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anesthesia sudah ringan dengan catatan tak akan

terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan

cairan lainnya.

33

Page 34: Referat Fix Anestesi

Dibawah ini merupakan tabel perbandingan sifat alat-alat jalan nafas yang sudah dijelaskan

diatas.

Sungkup Muka Sungkup Laring Pipa Trakea

Intervensi

Kualitas jalan nafas

Akses kepala leher

Ventilasi spontan

Ventilasi kendali

Perlu dipegang

Cukup baik

Jelek

Prosedur sangat pendek

Prosedur sangat pendek

Tak perlu dipegang

Cukup atau baik

Baik

Prosedur lama

Prosedur lama

Tak perlu dipegang

Sangat baik

Baik

Prosedur lama

Prosedur sangat lama

6. Krikotiroidotomi dan Trakeostomi

Krikotiroidotomi dipertimbangkan apabila intubasi gagal padahal jalan nafas masih

tersumbat dan pada pasien yang tidak dapat diberikan nafas buatan dari atas. Krikotiroidotomi

merupakan jalur darurat untuk oksigenasi. Tindakan ini hanya dapat dipertahankan dalam 10

menit karena dapat membuang CO2.

Tiroidektomi merupakan suatu tindakan yang tidak darurat dan benar-benar boleh

dilakukan apabila pasien berada dalam kondisi khusus seperti pada pasien dengan bantuan nafas

ventilator jangka panjang, obstruksi jalan nafas atas seperti adanya tumor atau stenosis, atau

untuk mempermudah pengendalian nafas pada operasi tumor jalan nafas.

D. Monitoring Perianestesia

Tujuan monitoring untuk membantu anestetis mendapatkan informasi fungsi organ vital

selama peri anesthesia, supaya dapat bekerja dengan aman. Kemajuan dalam bidang

mikroelektronik dan bioengineering memungkinkan kita memonitor lebih efektif dan dapat

mengetahui peringatan awal dari masalah yang potensial, sehingga kita dapat cepat mengerjakan

hal-hal yang perlu untuk mengembalikan fungsi organ vital sefisiologis mungkin. Tetapi alat

34

Page 35: Referat Fix Anestesi

monitor kurang manfaat, dikarenakan berbagai macam factor salah satunya kalau arti dan

limitasi dari informasi yang diberikan kurang dimengerti.

Monitoring standar yang biasa dilakukan adalah melihat rekam medis sebelum tindakan.

Hal ini sangat penting diketahui apakah pasien berada dalam segar bugar atau sedang menderita

suatu penyakit sistemi. Monitoring dasar pada pasien dalam keadaan anesthesia ialah monitoring

tanpa alat atau dengan alat sederhana seperti stetoskop dan tensimeter secara inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi. Monitoring rutin atau monitoring standar pada pasien dalam

perianestesia berbeda antara satu rumah sakit dan rumah sakit lain dan tergantung banyak hal.

Kemajuan dalam bidang teknologi merubah monitoring standar dari waktu ke waktu yaitu terdiri

dari stetoskop precordial / esophageal, manset tekanan darah, EKG, oksimeter, dan

thermometer.Adapun juga bisa ditambahkan dengan monitoring fungsi ginjal, blokade

neuromuskular, dan system saraf.

E. Tatalaksana Pasca Anestesia (3)

Pulih dari anesthesia umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola di kamar

pulih atau unit perawatan pasca anesthesia atau ruang pemulihan. Idealnya bangun dari

anesthesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang

tidak menyenangkan akibat stress pasca bedah atau pasca anesthesia yang berupa gangguan

nafas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang

perdarahan. Unit Perawatan Pasca Anestesi (UPPA) harus selalu berada dalam 1 lantai dengan

kamar bedah supaya kalau ada timbul kegawatan dan perlu segera diadakan pembedahan ulang

tidak akan banyak mengalami hambatan. Pengawasan ketat di UPPA harus seperti sewaktu

berada di kamar bedah karena sebenarnya pasien masih dalam keadaan setengah anesthesia.

Pengawasan dilakukan sampai bebas bahaya., karena itu peralatan monitor yang baik harus

disediakan seperti tensimeter, oksimeter denyut (pulse oksimeter), EKG, peralatan resusitasi

jantung paru dan obatnya harus disediakan tersendiri dan terpisah dari kamar bedah.

Gangguan pernafasan.

Obstruksi nafas parsial apabila napas masih berbunyi atau total, tak ada ekspirasi apabila

tidak ada suara nafas paling sering dialami pada pasien pasca anestesi umum yang belum sadar,

karena lidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring. Penyebab lain ialah kejang laring atau

35

Page 36: Referat Fix Anestesi

spasme laring pada edema laring pasca intubasi, atau benda asing, sekret, ludah, darah dan lain-

lain. Kalau penyebab obstruksi pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup faring, maka

lakukanlah maneuver tripel, pasang jaln nafas OPA atan NPA dan berikan O2 100%. Kalau hal

tersebut tidak terlalu menolong, pasang sungkup laring, berikan preparat kortikosteroid dan kalau

tidak berhasil perlu dipertimbangkan memberikan pelumpuh otot lagi.

Obstruksi nafas mungkin tidak terjadi tetapi pasien sianosis yang ditandai dengan

hiperkarbi, hiperkapni, PaCO2 > 45 mmHg atau ada tanda-tanda saturasi O2 menurun yaitu

hipoksemia, SaO2 <90 mmHg. Hal ini menyebabkan pernafasan pasien dangkal atau

hipoventilasi dan lambat. Pernafasan lambat sering akibat opioid dan dangkal sering akibat

pelumpuh otot masih bekerja. Kalau penyebab jelas karena opioid dapat diberikan obat-obat

antagonis dari opioid dan kalau oleh pelumpuh otot dapat diberikan prostigmin-atropin.

Hipoventilasi tersebut apabila di biarkan akan berlanjut menjadi asidosis, hipertensi, takikardia

yang berakhir dengan depresi sirkulasi dan henti jantung.

Gangguan kardiovaskular

Hipertensi dapat disebabkan karena stress akibat pembedahan, cairan infus berlebihan,

buli-buli penuh dan tidak dipasang kateter atau aktivitas saraf simpatis akibat hipoksia,

hiperkapni dan asidosis. Hipertensi akut yang berat yang berlangsung lama akan menyebabkan

gagal ventrikel kiri, infark miokard, disritmia, edema paru atau perdarahan otak. Terapi

hipertensi diarahkan pada factor penyebabnya kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres)

atau nitropusid (niprus) 0,5 – 1.0 µg/kg/menit.

Hipotensi akibat isian balik vena menurun disebabkan perdarahan, terapi cairan kurang

adekuat adekuat, hilangnya cairan ke rongga ketiga, keluaran air kemih belum di ganti, kontriksi

miokardium kurang kuat atau tahanan vascular perifer menurun. Hipotensi harus segera

ditangani kalau tidak akan terjadi hipoperfungsi organ vital yang berlanjut dengan hipoksemia

dan kerusakan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan factor penyebabnya. Berikan O2

100% dan infus kristaloid RL atau Asering 300-500 ml. Disritmia disebabkan oleh hypokalemia,

asidosis alkalosis, hipoksia,hiperkapnia, atau pasien memang menderita penyakit jantung.

Gelisah

36

Page 37: Referat Fix Anestesi

Gelisah pasca anesthesia dapat disebabkan karena hipoksia, asidosis, hipotensi, kesakitan

atau penuhnya vesika urinaria. Setelah disingkirkan sebab-sebab diatas pasien dapat diberikan

penenang seperti midazolam (dormikum) 0,05-0,1 mg/kg BB.

Nyeri

Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang, dan ringan. Untuk meredam

nyeri pasca bedah pada analgesia regional pasien dewasa, sering ditambahkan morfin 0.05 – 0.10

mg atau 2-5 mg saat memasukkan anestesi local. Tindakan ini sangat bermanfaat karena dapat

membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10 – 16 jam. Setelah itu nyeri yang timbul biasanya

bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukan tambahan opioid dan kalaupun perlu cukup

diberikan analgetik golongan AINS misalnya ketorolac 10-30 mg iv atau im

Mual muntah

Mual muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umum terutama penggunaan

opioidm bedah intra-abdomen, hipotensi dna pada analgesia regional. Obat mual muntah yang

sering digunakan pada perianestesi adalah dehydrobenzperidol (droperidol) 0,05-0,1 mg/kgBB

(amp 5 mg/ml) i.m atau iv, metoklopramid 0,1 mg/kgBB iv, Ondansentron 0,05 – 0,1 mg/kgBB

iv, Cyclizine 25-50 mg.

Menggigil (Shivering)

Menggigil terjadi akibat hipotermia dari efek vasodilatasi obat-obat anestesi kebanyakan.

Hipotermi juga terjadi akibat suhu ruang operasi yang terlalu dingin, ruang UPPA, cairan infus,

cairan irigasi, bedah abdomen luas dan lama. Menggigil selain akibat turunnya suhu dapat juga

disertai oleh naiknya suhu dan biasanya akibat obat anestetik inhalasi. Terapi petidin 10-20 mg

iv pada dewasa sering dapat membantu menghilangkan menggigil didukung dengan tambahan

selimut hangat, infus hangat dengan animac atau infusion warmer, lampu penghangat dan

menaikkan suhu tubuh.

Nilai Pulih dari anesthesia

Selama di UPPA pasien dinilai tingkat pulih sadarnya untuk kriteria pemindahan ke ruang perawatan

biasa

37

Page 38: Referat Fix Anestesi

Nilai 2 1 0

Kesadaran Sadar, orientasi baik Dapat dibangunkan Tak dapat

dibangunkan

Warna Merah muda (pink),

Tanpa O2 SaO2

>92%

Pucat atau kehitaman,

Perlu O2 agar SaO2

> 90%

Sianosis dengan O2

SaO2 tetap <90%

Aktivitas 4 Ekstremitas

bergerak

2 Ekstremitas

bergerak

Tak ada ekstremitas

bergerak

Respirasi Dapat napas dalam

dan Batuk

Napas dangkal, Sesak

nafas

Apneu atau obstruksi

Kardiovaskular Tekanan Darah

berubah <20%

Berubah 20-30 % Berubah >50%

Pada anak-anak nilai pulih ditentukan berdasarkan steward score yaitu

2 1 0

Pernafasan Batuk - menangis Pertahankan jalan

nafas

Perlu bantuan

Pergerakan Gerak yang bertujuan Gerak yang tidak

bertujuan

Tidak bergerak

Kesadaran Menangis Bereaksi terhadap

rangsangan

Tidak bergerak

38

Page 39: Referat Fix Anestesi

BAB III. KESIMPULAN

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anesthesia yang ideal adalah terdiri

dari hipnotik (tidur sementara), analgesia dan relaksasi otot. Keadaan anestesi berbeda dengan

keadaan analgesia, yang didefinisikan sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan

oleh agen narkotika yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.

Secara garis besar yang perlu diperhatikan dalam anestesi umum adalah penilaian dan

persiapan pasien pra anestesi, induksi dan rumatan obat-obat anestesi apa saja yang akan dipakai,

tatalaksana jalan nafas, monitoring selama operasi berlangsung serta perawatan anestesi.

Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot

tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Selain itu, tujuan dari anestesi

umum juga termasuk mengendalikan pernafasan pasien dan memantau fungsi vital tubuh pasien

selama prosedur anestesi berlangsung. Anestesi umum diberikan oleh dokter yang terlatih khusus

pada bidang anestesi ataupun bisa juga dilakukan oleh perawat anestesi yang berkompeten.

39

Page 40: Referat Fix Anestesi

DAFTAR PUSTAKA

1. Desai AM, General Anesthesia. Accessed on October 17 2012. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall

2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S. Anesthesiologi. Edisi Pertama. Jakarta. Penerbit Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002

3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anesthesiologi. Edisi kedua. Jakarta.

Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2011

4. Anestesi Umum. Accessed on October 16 2012. Available at

http://www.scribd.com/doc/94016793/ANESTESI-UMUM

5. General Anesthesia. Accessed on October 15 2012.Available at

http://www.mayoclinic.com/health/anesthesia/MY00100

6. Soenarjo, Marwanto H, Witjaksono, Satoto H, Jatmiko HD, dkk. Anestesiologi. Edisi pertama.

Semarang. Penerbit Bagian Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Undip /

RSUP Dr. Kariadi ; 2002

40