Referat Fix

52
1 BAB I PENDAHULUAN Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakkan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian tersebut. Dari kepustakaan yang ada, saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda - tanda dan gejala setelah kematian sangat bervariasi. Hal ini karena tanda atau gejala yang ditunjukan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya, umur, kondisi fisik pasien, penyakit sebelumnya, keadaan lingkungan mayat, makanan maupun penyebab kematian itu sendiri. Saat ini dibutuhkan penentuan saat kematian secara tepat. 1 Dalam dunia medis definisi asfiksia masih menjadi perbincangan, namun beberapa ahli menyimpulkan bahwa asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

description

fix

Transcript of Referat Fix

Page 1: Referat Fix

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada

seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.

Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya

akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Dalam kasus

tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakkan

keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal

seperti saat kematian dan penyebab kematian tersebut. Dari kepustakaan yang ada,

saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda - tanda

dan gejala setelah kematian sangat bervariasi. Hal ini karena tanda atau gejala

yang ditunjukan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya, umur, kondisi

fisik pasien, penyakit sebelumnya, keadaan lingkungan mayat, makanan maupun

penyebab kematian itu sendiri. Saat ini dibutuhkan penentuan saat kematian

secara tepat.1  

Dalam dunia medis definisi asfiksia masih menjadi perbincangan, namun

beberapa ahli menyimpulkan bahwa asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai

dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen

darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida

(hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen

(hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.1,2,3 Korban kematian akibat asfiksia

termasuk yang sering diperiksa oleh dokter. Asfiksia berada di urutan ketiga

sesudah kecelakaan lalu-lintas dan trauma mekanik.4

Etiologi dari asfiksia antara lain alamiah (misalnya penyakit yang

menyumbat saluran pernafasan seperti laringitis difteri, atau menimbulkan

gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru), mekanik (misalnya trauma yang

mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral,

sumbatan pada saluran nafas dan sebagainya.kejadian ini sering dijumpai pada

Page 2: Referat Fix

2

keadaan hanging, drowning, strangulation dan suffocation), keracunan (bahan

yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat, narkotika).5  

Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua

golongan, yaitu primer (akibat langsung dari asfiksia di mana kekurangan oksigen

ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia) dan sekunder

(berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh seperti pada

penutupan mulut dan hidung/ pembekapan, obstruksi jalan nafas seperti pada mati

gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum dalam saluran nafas atau

pada tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru, gangguan

gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan/ asfiksia traumatik,

penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,

misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.4

Mati lemas biasanya digunakan untuk kematian yang disebabkan karena

turunnya konsentrasi oksigen di atmosfer, atau yang disebut “vitiated

atmosphere”. Penurunan dari oksigen di atmosfer bisa terjadi karena berbagai

macam situasi. Dekompresi, seperti kegagalan kabin di pesawat pada saat pesawat

berada terlalu tinggi, yang disebabkan karena penurunan secara drastis tekanan

parsial oksigen dan karena penurunan penetrasi gas melalui dinding alveoli.

Penurunan oksigen di atmosfer juga sering dikarenakan konsentrasi gas lain yang

tinggi, atau perubahan kimia dari gas tersebut seperti pembakaran.6

Page 3: Referat Fix

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Istilah asfiksia sama dengan 'kekurangan oksigen' sedangkan secara

etimologi berarti 'tidak adanya denyut nadi'. Arti yang lebih tepat kematian yang

terkait dengan adanya penekanan di leher, - kemudian terjadi cardiac arrest- yang

mana merupakan sebab utama untuk hilangnya denyut nadi –ini adalah

mekanisme yang fatal, dibandingkan dengan hipoksia.

Kembali pada pengetian umum asfiksia, adalah seluruh gangguan yang

dapat mengakibatkan kekurangan oksigen. Tujuan dasar respirasi adalah untuk

menyampaikan oksigen ke sel-sel jaringan perifer. Apa pun yang mengganggu

penyampaian oksigen dapat disebut asfiksia, atau hipoksia atau anoksia. Kondisi

berikut ini mungkin dapat dianggap sebagai gangguan dalam rantai respirasi dan

dibawah ini adalah contoh dari asfiksia:

(a) Tidak ada atau kekurangan tekanan oksigen di lingkungsn eksternal,

seperti pengurangan tekanan udara atau penggantian oksigen oleh gas

inert, seperti nitrogen atau karbon dioksida

(b) Terhalangnya pernapasan orifisium eksterna, seperti dalam pencekikan

atau tersedak

(c) Penyumbatan pernapasan internal, seperti pada faring, laring, trakea atau

yang berhubungan dengan saluran napas.

(d) Pembatasan gerakan toraks yang mencegah inspirasi udara melalui bagian-

bagian penting pernapasan, seperti yang disebut asfiksia traumatik atau

kelumpuhan dari batang otak atau kerusakan saraf atau penggunaan obat-

obatan.

(e) Penyakit paru-paru yang dapat mencegah atau mengurangi pertukaran

udara. Pneumonia, edema paru, respiratory distress syndrome pada

dewasa, fibrosis dan banyak kondisi lain dapat menyebabkan hipoksia,

tapi hal ini jarang menjadi fokus perhatian di bagian forensik.

Page 4: Referat Fix

4

(f) Penurunan fungsi jantung yang menyebabkan penurunan sirkulasi darah

dapat disebut sebagai jenis dari asfiksia, kadang-kadang disebut anoksia

stagnan. Sekali lagi, kondisi ini jarang ditemui pada masalah forensik.

(g) Berkurangnya kemampuan darah untuk mengangkut oksigen dapat juga

menjadi sebab asfiksia alami, seperti anemia yang parah dan penggantian

dari oksigen yang merupakan gabungan dari hemoglobin oleh karbon

monoksida.

(h) Pada akhirnya, kemampuan jaringan perifer sel untuk penyampaian

oksigen ke otak.

Aliran darah dapat dilihat pada kondisi-kondisi seperti keracunan sianida,

yang mana sistem enzim sitokrom-oksidase tidak aktif. Beberapa skema dari

kasifikasi asfiksia sudah di rancang seperti pada McIntyre dan Shapiro (1988).

A. Asfiksia Mekanik

Asfiksia yang biasanya dikaitkan di dalam konteks forensik adalah asfiksia

mekanik, dibandingkan dengan beberapa kondisi yang telah disebutkan di atas,

yang mana lebih memungkinkan muncul sebagai akibat dari penyakit atau dari

kondisi keracunan.

Jumlah oksigen normal dalam darah bervariasi menurut umur dan keadaan

kesehatan dari subjeknya. Muda sampai usia paruh baya hampir memiliki saturasi

yang lengkap dari darah arterinya dengan oksigen, pada level dari 90- 100mmHg

(12-13,5 kPa), sementara seseorang dengan usia lebih dari 60 dapat turun sampai

60 dan 85mmHg (8-10 kPa) nilai normal pada usia yang lebih muda dapat

berlawanan padah orang-orang yang menderita hipoksia ringan sekitar 60mmHg

(5-3 kPa).

Sayangnya pada patologi, pada pemeriksaan-mayat analisis dari tingkat

oksigen tidak memiliki nilai dalam diagnosa retrospektif untuk hipoksia, yang

dapat berubah segera setelah kematian dapat dengan cepat mengaburkan distribusi

gas dan membuat hasilnya menjadi sia-sia.

Page 5: Referat Fix

5

1. Definisi Istilah

Sejumlah nama-nama yang berbeda telah digunakan untuk

mendeskripsikan beberapa tipe asfiksia mekanik yang mana beberapa

diantaranya masih membingungkan:

a. Suffocation (mati lemas) adalah istilah umum yang digunakan untuk

mengindikasikan mati karena kekurangan oksigen, baik karena

kekurangan udara di lingkungan nafas atau dari obstruksi dari jalur

udara eksternal.

b. Smothering (pembekapan) lebih spesifik, keadaan ini dapat

mengindikasikan adanya penghalangan dari jalur nafas eksternal,

biasanya menggunakan tangan ataupun bahan yang lembut. Variasi dari

Suffocation (mati lemas) dapat di sebut juga ‘gagging’ (tersedak)

dimana bahan kain ataupun plester yang menyumbat mulut untuk

mencegah berbicara ataupun berteriak. Sementara jalur nafas melalui

hidung masih baik, udara dapat masuk, tetapi kemudian terdapat

halangan dari lendir ataupun edema yang dapat menyebabkan kematian.

c. Choking (Tersedak) mengacu pada pemblokiran dari saluran nafas atas

oleh benda asing, tetapi juga dapat digunakan pada pencekikan manual.

d. Throttling mengacu kepada pencekikan, biasanya menggunakan tangan,

tetapi kata tersebut jarang digunakan untuk pencekikan menggunakan

pengikat.

e. Strangulation (Pencekikan) adalah istilah yang paling spesifik,

mengindikasikan menggunakan baik tangan maupun pengikat sebagai

penggunaaan tekanan dari luar kepada leher.’Garotting’ sudah lama

digunakan untuk pencekikan menggunakan alat pengikat, tetapi lebih

akurat lagi mengacu hanya kepada eksekusi judisial dari Spanyol.

Metode yang lain terdapat di beberapa bagian dunia seperti teknik India

yang menekan 2 tongkat yang fleksibel atau ‘lathi’ pada leher.

f. Mugging aslinya digunakan untuk pengaplikasian dari tekanan pada

leher yang disebabkan oleh siku tangan yang dibengkokan di sekitar

leher dari belakang, tetapi belakangan ini penggunaanya di Amerika

Page 6: Referat Fix

6

telah meluas, istilah tersebut digunakan untuk setiap jenis perampokan

dengan kekerasan. Dalam waktu baru-baru ini tetap ‘arm-lock’

(kuncian-tangan) digunakan sebagai artian dari menahan oleh penegak

hukum, terkadang disertai hasil yang fatal.

Disamping itu, pada beberapa kematian selama penahanan, biasanya

dimana terdapat perlawanan menggunakan kekerasan yang terjadi antara

beberapa polisi dengan pemabuk atau pengedar obat-obatan terlarang,

kematian yang terjadi setelahnya terjadi dimana tidak ada penekanan pada

leher maupun dada dapat terlibat. Melalui mekanismenya terdapat kekaburan

dan mustail untuk menunjukan secara objektif dalam autopsi, kejadian

tersebut sementara ini dijelaskan sebagai aritmia jantung yang dipicu oleh

katekolamin dari respon kelenjar adrenal yang berlebihan.

Sebagaimana banyak pada korban yang diberikan resusitasi jantung

paru yang energetik, tanda-tanda dari efek katekolamin ini seperti, kontraksi

band nekrosis pada miokardium, tidak dapat dibedakan dari artefak resusitasi.

2. Tanda-tanda Klasik Asfiksia

Selama bertahun-tahun diagnosis otopsi kematian karena asfiksia

dibuat dengan mengacu pada satu set temuan yang kemudian dikenal sebagai

'tanda-tanda klasik asfiksia'. Sayangnya, sekarang cukup jelas bahwa sebagian

dari tanda ini adalah non-spesifik yang sedikit ketergantungan dapat

ditempatkan pada mereka dalam ketiadaan bukti konfirmasi lainnya. Mereka

yang disebut oleh Lester Adelson sebagai ‘obsolete diagnostic quintet’.

Dalam banyak kasus hipoksia yang fatal, tidak diragukan tanda-tanda

yang hilang dan sebaliknya, mereka sering ada di beberapa derajat dalam

kondisi yang dapat ditampilkan untuk menjadi non-hipoksia berasal.

Kesulitan utama bagi ahli patologi adalah bahwa 'asfiksia' tidak dapat

dipercaya dan disamakan dengan 'hipoksia'. Tidak ada tanda-tanda yang

benar-benar khas otopsi hipoksia murni dan sebagian besar kriteria yang

diduga disebabkan oleh faktor lain selain kekurangan oksigen.

Page 7: Referat Fix

7

Masalah lebih lanjut adalah, di beberapa negara ternyata hipoksia

menyebabkan kematian mendadak atau cepat sebelum ada waktu untuk

kekurangan oksigen untuk mengambil efek, seperti sering terjadi ketika

korban memasuki ruang tanpa oksigen, trakea yang tiba-tiba dihambat oleh

makanan atau kantong plastik yang menarik sampai ke atas kepala. Masing-

masing dari 'fitur klasik' harus dilihat secara mendalam.

a. Pethecial Heamorrhages

Ini adalah pin-point kecil timbunan darah yang terletak di kulit,

konjungtiva dan sklera atau di bawah membran serosa toraks seperti pleura

atau perikardium. Mereka bervariasi dalam ukuran dari sepersepuluh

milimeter sampai sekitar dua milimeter. Jika lebih besar dari ini, lebih tepat

disebut 'ekimosis'.

Ptechiea sering dikenal sebagai ‘Tardieu’s spots’, tapi eponim ini

harus dibatasi untuk bintik perdarahan yang terletak di pleura visera, yang

telah dideskripsikan oleh Profesor Ambroise Tardieu pada tahun 1866,

dalam tubuh bayi baru lahir yang diklaimnya telah ‘mati tertindih.

Kesalahan lainnya yang sering terjadi adalah pada saat menemukan ptechiae

pada pecahnya pembuluh darah kapiler, mengingat pembuluh darah tersebut

berasal dari pembuluh darah vena kecil– perdarahan pembuluh darah kapiler

dapat terlihat dengan mata telanjang.

Timbulnya ptechiae dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan vena

secara akut sehingga menyebabkan overdistensi dan ruptur pada dinding

tipis vena-vena perifer, terutama pada jaringan longgar, seperti pada kelopak

mata, dan pada membran yang tidak terdapat pembuluh darah vena, seperti

pleura dan epikardium. Terdapat dugaan bahwa hipoksia pada dinding vena

merupakan salah satu faktor tambahan timbulnya ptechiae, namun belum

ada bukti eksperimental mengenai dugaan tersebut, tampaknya sulit untuk

memperkirakan pembentukan lesi yang cepat ketika terjadi peningkatan

tekanan vena; sebagai contoh, ptechiae dapat muncul seketika setelah bersin

atau batuk yang keras.

Page 8: Referat Fix

8

Ptechiae sering terlihat pada wajah dan mata akibat tekanan pada

leher atau fiksasi pada dada. Pada strangulasi/pencekikan baik oleh tangan

ataupun oleh suatu ikatan, oklusi vena jugularis dapat menghambat drainase

vena dari kepala, yang memungkinkan suplai darah arteri berlanjut melalui

tempat lebih dalam dan carotis dan arteri-arteri vertebral yang lebih dapat

ditekan. Terdapat peningkatan pesat pada tekanan vena di kepala, sehingga

dapat menyebabkan pembengkakan pada pembuluh darah vena.

Konsekuensi yang terjadi adalah pembengkakan pada jaringan, baik

akibat dari peningkatan volume intravaskuler maupun dari transudasi cairan

ke dalam jaringan secara cepat, yang diikuti munculnya bintik perdarahan

pada area tertentu, seperti kulit pada kelopak mata atas, dahi, kulit di

belakang telinga, serta konjungtiva dan sklera pada mata. Pembengkakan

yang sama juga terjadi pada vena, sehingga dapat menyebabkan perdarahan

langsung baik dari mukosa hidung maupun meatus auditori eksterna.

Pada organ dan jaringan dalam, ptechiae lebih sering terlihat pada

membrana serosa di rongga dada, dimana adanya rongga dalam tubuh dapat

menyebabkan kurangnya aliran pembuluh darah vena superfisial dan

menjadi faktor predisposisi untuk ruptur akibat peningkatan tekanan vena.

Ptechiae hampir tidak terlihat pada membran serosa peritoneum. Pada

rongga dada, saat terjadi usaha napas pada keadaan jalan napas yang

tertutup, dapat menyebabkan penurunan ekstrim tekanan intrapleura

sehingga menimbulkan ptechiae, sama halnya dengan mekanisme

munculnya bintik perdarahan pada kulit. Seperti yang dideskripsikan oleh

Tardieu, ptechiae pada rongga dada sering terlihat pada pleura viseral,

terutama pada fisura intralobaris dan sekeliling hilum.

Ptechiae juga sering terlihat pada permukaan jantung, terutama pada

epikardium yang berada di sekeliling jalur atrioventrikular, terutama pada

permukaan posterior, hal ini timbul sebagai fenomena post-mortem. Pada

bayi baru lahir dan anak-anak, dapat terlihat beberapa ptechiae pada timus

atau sisa-sisa timus. Pada sindroma kematian bayi yang mendadak, ptechiae

Page 9: Referat Fix

9

yang terlihat hanya sebatas korteks saja, namun pada keadaan asfiksia lain,

ptechiae dapat tersebar di seluruh kelenjar; namun hal ini masih diragukan.

Ptechiae jarang terlihat pada pleura parietal atau pada peritoneum,

kecuali pada perdarahan akibat kondisi medis tertentu (diathesis). Di otak,

ptechiae dapat timbul pada bagian yang putih dan kemungkinan dapat

terjadi bentuk perdarahan yang lebih besar di ruang subaraknoid dimana

pembuluh darah superfisial pecah akibat pembengkakan vena akut. Dengan

mekanisme yang sama, dapat pula menyebabkan munculnya ptechiae dan

ekimosis pada daerah di bawah kulit kepala. Pada pemeriksaan kulit kepala,

penyebabnya harus diamati dengan seksama karena beberapa perdarahan

dapat disebabkan akibat pembukaan kulit kepala selama pemeriksaan otopsi.

Ptechiae juga dapat hilang pada interval post-mortem yang lama.

Betz et al mengemukakan bahwa pada proses pembusukan serta

perendaman di air, ptechiae pada konjungtiva dapat menghilang.

b. The Significance of Petechiae

Terdapat beberapa faktor yang mempersulit identifikasi bintik bintik

perdarahan (ptekiae). Pertama, bahwa baik ptechiae pada kulit maupun

visera, dapat muncul dan membesar sebagai fenomena post-mortem.

Gordon dan Mansfield telah menunjukkan bahwa kemunculan dan jumlah

ptechiae berkaitan dengan interval post-mortem, sama dengan tanda

perdarahan lainnya seperti yang ditemukan di belakang laring oleh Prinsloo

dan Gordon.

Sikap tubuh juga mempengaruhi timbulnya perdarahan. Dimana

sering terlihat bersamaan dengan ekimosis yang besar, di bagian depan atau

belakang mayat yang telah meninggal akibat berbagai penyebab selain

asfiksia mekanik. Perdarahan tersebut juga sering muncul pada post-mortem

dengan hipotasis normal, terutama pada kematian akibat adanya kongesti

pada berbagai jenis penyakit jantung. Munculnya perdarahan tersebut pada

area hipostasis juga berhubungan dengan waktu kematian serta panjangnya

interval post-mortem.

Page 10: Referat Fix

10

Terdapat beberapa keadaan sikap tubuh yang abnormal- seperti

mayat ditemukan merosot dari tempat tidur atau dengan kepala yang lebih

rendah dari tubuh- dapat ditandai dengan adanya kongesti, sianosis dan

bintik-bintik perdarahan.

Terkadang postur yang abnormal dapat terjadi selama hidup, seperti

pada korban overdosis, pemabuk dan orang lanjut usia, yang terjatuh pada

posisi dengan bagian atas tubuh terletak paling bawah. Hal ini dapat

mengganggu pernapasan dan dapat menyebabkan kematian, dan

kemunculan ptechiae kongestif pada komponen ante-mortem sulit bahkan

mustahil untuk dibedakan dari post-mortem.

Masalah lain yang dihadapi dalam interpretasi hasil otopsi adalah

bahwa tidak semua lesi punctata di pleura adalah ptechiae. Zaini dan Knight

menunjukkan bahwa beberapa bentuk ptechiae yang dijumpai baik

merupakan tekanan intravena, mikrobulla pada subpleura, maupun pigment

foci.

Sebagai kesimpulan, bintik perdarahan (ptechiae) tidak dapat

dijadikan sebagai indikator mutlak dalam proses hipoksia atau pada fase

hipoksia. Bintik perdarahan tersebut merupakan efek dari pembengkakan

vena, yang diakibatkan oleh adanya obstruksi mekanis pada aliran darah

balik ke jantung atau rongga dada, akibat upaya inspirasi pada saat terjadi

blokade jalan napas. Ptechiae dan ekimosis merupakan temuan umum otopsi

yang nonspesifik dan banyak ditemukan pada post-mortem, terutama pada

posisi tertentu. Ptechiae dan ekimosis dapat muncul pada beberapa fase non-

asfiksia dan, di paru-paru, beberapa ptechiae dapat dijumpai di fisura

interlobaris dan di sekeliling hilum, serta pada kebanyakan otopsi rutin.

Sebaliknya, pada beberapa jenis kematian yang terjadi akibat

kekurangan oksigen (seperti tenggelam, mati lemas, atau masuk ke dalam

ruangan tanpa oksigen), ptechiae jarang dijumpai.

Hal yang penting untuk diperhatikan adalah timbulnya ptechiae pada

wajah dan mata, karena timbulnya bintik-bintik perdarahan pada kelopak

Page 11: Referat Fix

11

mata, konjungtiva, sklera dan juga kulit wajah, memerlukan penjelasan

lebih, kecuali pada posisi tubuh dengan wajah atau kepala di bawah.

c. Kongesti dan edema

Tanda khas lainnya dari asfiksia adalah kongesti. Kongesti bahkan

lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptechiae dan merupakan akibat

dari aliran darah balik vena yang terhambat. Ketika terjadi penekanan pada

bagian leher, muka, bibir dan lidah akan menjadi bengkak dan berwarna

kemerahan. Perubahan warna pada kongesti biasanya menjadi lebih gelap

seiring dengan timbulnya sianosis. Organ dalam juga dapat mengalami

kongesti serta pada strangulasi khususnya pada lidah, faring dan laring pada

obstruksi vena. Pada penekanan rongga dada, kegagalan gerak pernapasan

dapat menyebabkan peningkatan tekanan vena, yang diikuti dengan

sianosis.

Kongesti sering dihubungkan dengan pembengkakan jaringan jika

obstruksi vena masih terus berlanjut. Edema merupakan akibat dari

transudasi cairan yang cepat melewati kapiler dan dinding vena, sekali lagi

dikarenakan fungsi tekanan balik dari sistem vena. Hipoksia dari dinding

vaskuler membuktikan peningkatan permeabilitas, tetapi

menggeneralisasikan hipoksia dari sebab lain tidak menyebabkan

pembengkakan jaringan seperti terlihat pada lilitan (strangulasi).

Cairan jaringan juga keluar dengan cepat ke otak pada keadaan

terlilit yang terus menerus bahkan selama beberapa menit, melalui ini

hipoksia efek hipoksia bisa dijadikan faktor tambahan. Edema paru,

mengakibatkan masuknya cairan ke alveoli, sering ditemukan pada

kematian hipoksia. Mekanismenya lebih kompleks, dimungkinkan karena

kombinasi dari hipoksia dan peningkatan tekanan intrapulmoner. Pada

strangulasi, buih kecil dapat banyak dari mulut dan lubang hidung – namun

bisa saja tidak ditemukan pada cekikan. Edema paru sangat umum dan

merupakan fenomena non spesifik pada keseluruhan kondisi dan

signifikansi diagnostik-nya kecil.

Page 12: Referat Fix

12

d. Sianosis

Warna dari darah bergantung dari kuantitas absolut dari

oksihemoglobin dan hemoglobin tereduksi yang ada pada eritrosit. Warna

merah muda normal dari kulit yang teroksigenasi dengan baik dapat berubah

menjadi keunguan atau kebiruan saat kekurangan oksigen – memang, kata

“cyanosis” semulanya dari bahasa Yunani, yang berarti “biru tua”. Sianosis

kutaneus, bagaimanapun, bergantung dari jumlah absolut dari hemoglobin

tereduksi, dibanding proporsi dari hemoglobin tereduksi dengan

oksihemoglobin. Tidak tampak pada anemia sebelumnya, walaupun

perbandingan oksihemoglobin dengan hemoglobin tereduksi rendah. Paling

tidak 5 g hemoglobin tereduksi per 100 ml darah sebelum sianosis tampak

kasat mata, tanpa melihat jumlah total dari hemoglobin.

Pada kasus forensik umum konstriksi dari leher, sianosis hampir

selalu diikuti kongesti dari wajah, dikarenakan pembuluh darah vena yang

kaya akan hemoglobin tereduksi setelah perfusi dari kepala dan leher

tertahan dan wajah menjadi semakin biru karena darah terakumulasi. Jika

saluran napas terhalang, gangguan oksigenasi di dalam paru memacu

diminusi dari oksigen dalam darah arteri. Kejadian ini akan memacu

penggelapan dari seluruh organ dan jaringan, dan mempercepat sianosis dari

wajah. Hal ini tidak terjadi pada fase pertama dari strangulasi,

bagaimanapun, dan bergantung pada oklusi parsial atau komplit dari

saluran napas, atau restriksi dari pernapasan dada.

Sianosis yang terjadi selama kehidupan dapat terjadi sebagian atau

seluruhnya oleh karena hipostasis, berupa kebiruan atau keunguan, dan bisa

disalahartikan dengan sianosis – memang, beberapa ahli patologi menolak

menggunakan istilah “sianosis” pada jenazah, karena tidak dapat mewakili

kondisi ante-mortem.

e. Pembengkakan Jantung Sebelah Kanan Dan Pengentalan Darah

Deskripsi dari pengentalan yang abnormal dari darah dalam autopsi

pada kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitos seputar forensik dan

Page 13: Referat Fix

13

terus didiskusikan. Pengentalan post-mortem di jantung dan sistem

pembuluh darah vena adalah sistem yang sering terjadi, dimana disolusi dari

pembekuan darah karena aksi dari enzim fibrinolitik. Yang tidak relevan

dengan diagnosis asfiksia.

Pembengkakan ruang dari sisi kanan jantung dan pembuluh darah

besar adalah juga pengamatan autopsi non – spesifik yang tidak berguna

sebagai penanda proses asfiksia. Apapun tipe kematian kongestif, termasuk

gagal jantung utama dari banyak penyakit, menyebabkan pembengkakan

terminal ventrikel kanan dan atrium sebagai bagian dari peningkatan umum

dalam vena dan tekanan intrakranial.

3. Diagnosis Autopsi Asfiksia

Tidak ada temuan autopsi khusus untuk asfiksia. Seperti yang dinyatakan

sebelumnya, yang disebut tanda-tanda klasik telah dijelaskan dengan baik oleh

Adelson sebagai “kwintet diagnostik yang tidak digunakan”. Ia melanjutkan

untuk mengamati bahwa koeksistensi dari temuan ini, dalam diri mereka, tidak

membuktikan bahwa kematian dihasilkan dari asfiksia. Semua fenomena

mekanik ini tidak spesifik dan dalam cara yang tidak khas untuk cara kematian

ini. Dari yang mereka amati sering dalam kematian yang timbul dari penyakit

alami yang tidak dipersoalkan, maka tidak ada nilai dalam membuktikan

kematian yang diakibatkan asfiksia mekanik.

Manfaat lain pentingnya tanda-tanda asfiksia dapat ditemukan dalam

publikasi penting dari Gordan dan Turner, Camps dan Hunt, Shapiro dan

Swann dan Brucer.

Adalah mustahil untuk membuat diagnosis pasca - bedah mayat hipoksia

akut dengan mengukur gas darah, perubahan yang cepat setelah kematian dan

memang perubahan sekarat membuat analisis tidak berguna. Hanya dengan

penilaian hati-hati riwayat dan pengecualian suatu keadaan, kematian pada

penyebab lain dan evaluasi hati-hati dari tanda-tanda yang dijelaskan di atas,

dapat dicapai kesimpulan apapun. Yang paling penting adalah temuan dari

penyebab obstruksi jalan napas atau trauma lokal lainnya seperti tekanan yang

Page 14: Referat Fix

14

berkepanjangan pada leher atau dada, obstruksi saluran napas, menyebabkan

postural atau oklusi dari lubang pernapasan eksternal.

Tidak dapat ditekankan terlalu kuat bahwa temuan hanya dari setiap

gambaran khusus, seperti kongesti dan petechiae, tanpa bukti atau lebih fisik

perusahaan dari obstruksi mekanik respirasi adalah cukup untuk menjamin

diagnosis asfiksia spekulatif. Jika bukti agunan tersebut tidak datang, maka

penyebab kematian harus dibiarkan tanpa tentuan.

4. Diagnosis Histologis dan Biomekanik Asfiksia / Anoksia

Banyak usaha telah dilakukan untuk menemukan penanda

hipoksia, anoksia dan asfiksia melalui teknik laboratorium, termasuk histologi,

histokimia, dan berbagai metode biokimia. Meskipun banyak pengakuan telah

dibuat untuk kegunaan mereka, fakta bahwa hal tersebut hampir tidak pernah

diajukan dalam proses pengadilan sipil pidana atau membuatnya jelas bahwa

mereka tidak dapat diandalkan.

Hal ini tidak mengejutkan, mengingat sifat samar dan perdebatan

kondisi asfiksia, dimana mekanisme yang beragam dan bahkan

nomenklaturnya tidak standard. Jika sasaran untuk penelitian dipersempit ke

hipoksia berat pada tingkat jaringan atau sel kemudian terjadi mungkin lebih

diharapkan mampu menunjukkan kerusakan sel oleh satu atau lebih dari teknik

yang sekarang tersedia. Namun, bahkan tujuan ini belum dicapai dengan

tingkat reliabilitas yang dibutuhkan untuk tujuan hukum. Pencekikan,

tenggelam, dan gas dari kawanan hewan kecil telah menghasilkan banyak tesis

dan kertas, tetapi tidak memiliki dampak praktis pada masalah lama di patologi

forensik. Kematian sel, terutama di neuron atau miosit, karena iskemik/

kerusakan hipoksia adalah fokus yang paling umum untuk penelitian, tetapi

masalah dalam konteks forensik adalah bahwa hipoksia memerlukan jangka

waktu yang cukup, minimal beberapa menit atau bahkan jam, sebelum

perubahan dapat dideteksi, bahkan dalam keadaan ekspiremental. Dalam bahan

autopsi manusia, perubahan post-mortem dan sekarat pernah hadir

mengganggu tanda-tanda awal kerusakan hipoksia halus.

Page 15: Referat Fix

15

Perubahan histologi dalam paru-paru dan juga penanda kimia dalam

darah atau vitreous, seperti hipoksantin, telah diklaim untuk menunjukkan

hipoksia umum, tetapi penerapan teknik tersebut dalam praktek rutin belum

berhasil.

5. Tipe-Tipe Asfiksia

Terdapat beberapa istilah tipe asfiksia meaknik dengan penjelasannya

masing-masing, yaitu sebagai berikut :

a. Mati Lemas

Walaupun bukan istilah yang spesifik, mati lemas biasanya

digunakan untuk kematian yang disebabkan karena turunnya konsentrasi

oksigen di atmosfer, atau yang disebut “vitiated atmosphere”. Istilah ini

jarang digunakan untuk pencekikan. Penurunan dari oksigen di atmosfer

bisa terjadi karena berbagai macam situasi. Dekompresi, seperti kegagalan

kabin di pesawat pada saat pesawat berada terlalu tinggi, yang disebabkan

karena penurunan secara drastis tekanan parsial oksigen dan karena

penurunan penetrasi gas melalui dinding alveoli. Faktor lain dapat berupa

efek langsung dari kedap udara sebagian dan trauma mekanik dari ledakan

jarak dekat yang dapat mengakibatkan hipoksia.

Penurunan oksigen di atmosfer juga sering dikarenakan konsentrasi

gas lain yang tinggi, atau perubahan kimia dari gas tersebut seperti

pembakaran. Pada pembakaran, berkurang atau hilangnya udara yang dapat

dihirup untuk respirasi dapat menjadi faktor yang dapat menyebabkan

kematian, atau komplikasi lain, seperti masuknya gas toksik ke dalam tubuh

yang di antaranya karbon monoksida, sianida, dan gas-gas toksik lain yang

disebabkan karena pembakaran plastik, yang dapat menyebabkan kematian

yang lebih cepat dibandingkan hipoksia murni. Karbon dioksida, walaupun

tidak beracun, dapat dihirup dan terakumulasi di api, sumur dan batu kapur.

Pada zaman dulu, gelandangan tidur di dekat perapian agar hangat dan

terkadang terjadi sesak atau mati lemas.

Page 16: Referat Fix

16

Karbon dioksida juga merupakan penyebab kematian pada pertanian

yang lebih modern – gudang penyimpanan makanan. Pada gudang

penyimpanan, berton-ton padi disimpan dengan keadaan kedap udara; biji-

bijian memproduksi karbon dioksida dan terakumulasi di dasar bangunan.

Ketika terjadi penyumbatan, Petani mungkin memasuki gudang untuk

memperbaiki penyumbatan. Walaupun kipas disediakan untuk petani

sebelum memasuki gudang, beberapa petani tetap mengalami kematian

mendadak yang dikarenakan atmosfer yang kaya akan karbon dioksida.

Ancaman yang sama juga terdapat di kapal, tank, atau industri logam

yang lain, dimana oksigen digantikan oleh nitrogen di atmosfer. Hal ini

terjadi karena dinding baja dalam keadaan lembab menjadi berkarat dan

proses ini menggunakan oksigen lebih banyak untuk membentuk ferric

oxides. Pada semua kematian yang disebabkan karena oksigen di udara yang

digantikan oleh gas lain, kematian mendadak sering terjadi sebelum

terjadinya efek fisiologi karena hipoksia. Sebagai contoh, penulis sudah

menemukan dua kematian dimana orang yang suka melakukan perjalanan di

laut memasuki kapal yang tertutup dan terjatuh mati pada saat memasuki

tangga masuk. Kemungkinan mekanismenya, dimana terjadi hipoksia yang

terlalu cepat, mengakibatkan overstimulasi sistem kemoreseptor, yang dapat

menyebabkan parasimpatik “vasovagal” cardiac arrest.

Walaupun kematian tidak dilihat secara langsung sebagai kematian

yang tiba-tiba, tanda-tanda klasik asfiksia hampir selalu tidak ditemukan.

Pada lingkup domestik, kematian dapat dilihat saat alat pemanas

menyebabkan tidak adanya oksigen dalam atmosfer pada keadaan ventilasi

yang tidak ada. Walaupun oksida dari karbon sering terbentuk, kerosin atau

peralatan gas alami dapat membunuh melalui hipoksia murni, khususnya

bila dibiarkan terbakar sepanjang malam pada ruang yang kecil tempat

seseorang yang tinggal ditempat tersebut tidur. Efeknya ditekankan pada

saat korban dalam keadaan pintu dan jendela yang tertutup sehingga

menghalangi jalannya aliran udara. Pada kayu atau batu bara tidak memiliki

bahaya yang sama, tetapi membutuhkan pipa atau ceerobong asap untuk

Page 17: Referat Fix

17

membakarnya. Pada seluruh kasus kematian, keracunan karbon monoksida

harus pertama kali disingkirkan dari analisis darah, walaupun hal ini sering

menyertai keadaan kekurangan oksigen, khususnya berkurangnya

ketersediaan oksigen cenderung mengakibatkan sumber panas menghasilkan

lebih banyak monoksida daripada dioksida secara progresif. Pada jenis lain

kematian hipoksia, seseorang --khususnya anak-anak-- dapat terjadi asfiksia

dengan berada diruangan yang ruang udaranya kurag. Contohnya termasuk

kotak-kotak, kulkas yang sudah tidak terpakai; bahaya dalam hal ini sangan

dikenal dan di Inggris adalah ilegal jika membuang kulkas bekas pada

tempat yang memiliki akses publik, kecuali pada pintu yang terkunci secara

otomatis. Pada semua jenis kematian hipoksia (walaupun beberapa

disebabkan oleh mekanisme penghambat cardio vasovagal) sangan jarang

ditemukan pendarahan berupa ptekia, dimana ini adalah hasil utama

obstruksi vena, yang tidak terjadi pada lingkup ini. Pada keadaan mati

hipoksia yang sebenarnya, banyak terjadi penyumbatan dan sianosis,

walaupun hal tersebut sering tidak diteukn dan hasil penemuan pada autopsi

negatif.

b. Smothering (Pembekapan)

Istilah ini merujuk pada kematian akibat sumbatan pada mulut dan

hidung, meskipun terkadang suffocation (mati lemas) digunakan juga untuk

jenis kematian ini. Benda yang digunakan dapat berupa kain, selimut kedap

air atau tangan, meskipun terkadang (khususnya pada kasus-kasus industri)

benda bergerak padat, seperti pasir, lumpur, gandum atau tepung dapat juga

menyebabkan sumbatan jalan napas. Pada bencana Aberfan tahun 1966 di

South Wales, lebih dari 140 korban –hampir semuanya anak-anak- mati

sesak ketika bubur batubara semicair dari penampungan tambang terjatuh

menyapu sekolah mereka.

Pada pembekapan, kematian dapat terjadi akibat sumbatan benda

yang menekan ke bawah lubang-lubang pada wajah, atau akibat beban pasif

kepala yang menekan hidung dan mulut kedalam sumbatan. Pembunuhan

Page 18: Referat Fix

18

yang disengaja biasanya pada orang tua, orang yang lemah, dan bayi. Sangat

sulit untuk membuktikan adanya pembunuhan dari temuan yang ada.

Masalah yang berhubungan dengan bayi akan dibahas lebih jauh

pada bab sudden infant death syndrome, tetapi penting untuk diketahui

bahwa pembekapan pada bayi, baik disengaja atau kecelakaan, sama-sama

jarang dan sulit dibuktikan. Tanda-tanda klasik yang salah dari asfiksia,

pada apa yang mereka percaya, jarang ada pada kasus mati lemas –

meskipun bintik perdarahan intra thoraks umum ditemukan pada lebam

mayat, tanda-tanda ini tidak dapat diterima secara tunggal sebagai bukti

mati lemas.

Tanda-tanda tekanan pada wajah jarang ditemukan dari perubahan

sikap tubuh setelah mati, dimana pucat pada sekitar mulut dan hidung bisa

disebabkan oleh tekanan pasif dari kepala yang tergantung setelah kematian,

mencegah terjadinya hipostasis akibat gravitasi pada daerah ini. Meskipun

wajah ditemukan telentang, variasi warna tetap ada pada wajah, dengan

bercak putih dan merah muda yang kontras, yang biasanya berubah sejalan

dengan semakin lamanya jarak setelah kematian. Jika tidak ada memar atau

lecet pada pipi, di sekeliling mulut, bibir atau luka pada bibir atau mulut,

berbahaya untuk mengartikannya lebih dari variasi warna akibat perbedaan

jumlah darah di pembuluh kapiler wajah, yang merupakan fenomena yang

hampir selalu ada setelah kematian.

Meskipun kesaksian dari ibu tidak selalu dapat dipercaya –tercatat

beberapa kasus dimana ibu memiliki kesaksian yang salah untuk

pembekapan anaknya untuk merasionalkan kejadian sebenarnya dari sudden

infant death syndrome.

Situasi yang sama pada orang tua, yang mungkin korban dari mercy

killing, istilah halus yang sering digunakan untuk pasien yang telah lama

menderita akibat kekurangan perhatian dari keluarganya. Bantal yang

ditempatkan di atas wajah manula (berusia di atas 80 tahun) yang tertidur

tidak meninggalkan tanda, jika tidak terjadi perlawanan, ketika usaha akhir

Page 19: Referat Fix

19

pada pernapasan melawan sumbatan dapat menyebabkan bendungan,

sianosis, dan terkadang bintik perdarahan pada wajah dan konjungtiva.

c. ‘Overlaying’ Pada Bayi Yang Baru lahir

Dugaan kondisi ini memiliki silsilah kuno, disebutkan pada Old

Testament. Pada Bab III First Book of Kings, Solomon mengadili dua

wanita yang mengakui anak yang sama, karena bayi yang lain telah

meninggal. Kejadian ini, sekitar 3000 tahun yang lalu, telah disebutkan

melalui sejarah, sebagaimana di Wales pada 1188 tahun setelah masehi,

ketika Giraldus Cambrensis mencatat bahwa Raja menghukum wanita yang

melarang suaminya mengikuti Perang Salib Ketiga, dengan menyebabkan

bayi laki-lakinya mati tertindih pada malam hari.

Ketika bayinya ditemukan mati pada pagi hari di tempat tidur ibunya

(pada zaman modern biasa digunakan tempat tidur bayi yang terpisah),

diduga bahwa ibunya telah berbalik ke atas bayinya ketika ia tidur dan

menyebabkan bayinya mati lemas. Ketika bayi mulai diletakan di tempat

tidur bayi yang terpisah, kematian tetap berlanjut dan terlihat bahwa

kebanyakan merupakan korban dari sudden infant death syndrome (SIDS).

Apakah overlaying (mati tertindih) benar-benar ada atau tidak masih

diragukan dan tidak dapat dibuktikan, bila ada bayi yang ditemukan mati di

tempat tidur tanpa tanda fisik pada autopsi, secara definisi dapat disebut

sebagai SIDS.

Untuk mengindari banyaknya SIDS, di Inggris telah disetujui

kampanye untuk melarang ibu meletakan bayinya tidur dengan posisi wajah

di bawah, tetapi, sampai saat ini, tidak ada hubungan sebab akibat yang

ditemukan, sehingga beberapa bukti yang memperkuat hipotesis mati

tertindih tidak dapat dibuktikan.

d. Mati Lemas Dengan Kantung Plastik

Meskipun terjadi peningkatan jenis bunuh diri di Inggris, mati

lemas dengan kantung plastik dapat merupakan pembunuhan atau

Page 20: Referat Fix

20

kecelakaan. Pada semua jenis ini, mekanisme yang penting adalah benda

kedap air yang membungkus kepala hingga leher, biasanya polythene atau

plastik lain, diletakkan menutupi kepala sampai leher. Plastik ini biasanya

berbentuk kantung dengan satu ujung terbuka, bisa kantung bening atau

kantung belanja dari supermarket.

Meskipun beberapa kasus bunuh diri mengikat ujung terbuka

plastic di sekeliling leher mereka dengan kabel atau dasi, hal ini tidak tidak

diperlukan untuk menghasilkan akibat yang fatal. Karena, bahkan lembaran

tipis polythene saja dapat membunuh bayi bila diletakan pada wajahnya.

Mekanisme ini tidak dimengerti, karena sebelumnya keliru dianggap

sebagai akibat dari efek magnet dari kekuatan listrik yang menetap.

Mati lemas dengan kantung plastik dapat terjadi dengan cepat dan

tidak meninggalkan bukti sama sekali. Pada seri penulis mengenai mati

karena kecelakaan, bunuh diri dan tiga kematian pembunuhan dengan

kantung plastik, tidak satupun terdapat bintik perdarahan atau, memang,

beberapa tanda asfiksia pada semuanya, wajah menjadi pucat dan tidak

terbendung. Pada kasus lain, seseorang yang dihukum karena pembunuhan

dengan kantung plastik, akhirnya bebas dengan kesaksian spontan enam

minggu setelah autopsi yang menunjukan tidak ada satupun tanda asfiksia

yang menyebabkan kematian. Seperti hipoksia pada atmosfer, terlihat

bahwa mekanisme kematian dengan kantung plastik yang menyumbat wajah

adalah menghambat kerja jantung, lebih cepat dibanding proses hipoksia

murni. Kesimpulan ini dikuatkan dengan penyebab yang disebutkan di atas,

dimana lembaran plastik saja, bukan kantung, dapat membunuh bayi dengan

melekatkannya di wajah, yang mana merupakan kematian yang cepat.

Pada autopsi, jika pelastik tidak ada lagi, kasus ini akan menjadi

sangat sulit. Faktanya, seperti pada pembunuhan yang dijelaskan di atas,

sangat sedikit pengakuan atau bukti lain didapat, patologis tidak akan tahu

bahwa korban telah mengalami sesak napas. Bila kantung masih di tempat,

pencarian harus diarahkan pada indikasi bunuh diri, seperti analisis obat-

obatan dan luka-luka percobaan, seperti pada pergelangan tangan. Aktifitas

Page 21: Referat Fix

21

masokisme, dijelaskan pada bab lain, kadang-kadang sering terjadi , tapi

tidak sering, diasosiasikan dengan sesak napas akibat kantung plastik.

Kadang terlihat bagian dalam kantung lembab yang mengindikasikan

ini telah diletakkan selama masih hidup, air berasal dari respirasi. Hal ini

jarang menjadi bahasan yang penting, seperti meletakkan kantung pada

kepala terlihat sangat tidak lazim; pada kasus lain tes ini valid, karena

evaporasi dari kulit, hidung, dan mulut dapat menghasilkan bintik-bintik air

di dalam kantung, walaupun korban hidup atau mati.

Tanda Autopsi Pada Sufokasi

Saat diperkiraan terjadi pembekapan, tanda lokal biasanya terlihat

adanya tanda penekanan pada wajah. Tanda-tanda meliputi lebam sekitar

mulut, dagu dan hidung, hal ini jarang terlihat kecuali pada insiden

kekerasan lain. Tekanan bibir pada gigi atau gigi palsu akan mengakibatkan

permukaan bukal menjadi lebam atau abrasi, laserasi jarang terjadi. Harus

diingat bahwa bayi-bayi kecil dan orangtua tidak mempunyai gigi, sehingga

tidak dapat ditemukan. Bahayanya menganggap pucat pada wajah sebagai

tanda penekanan adalah saat wajah menunjukkan hipostatik post mortem

yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada fase awal perubahan warna post

mortem pada kulit, dapat terjadi perubahan warna yang bervariasi mungkin

saja bukan benar-benar akibat hipostatik seperti variasi bercak-bercak

sering terjadi pada vasodilatasi setelah kematian. Hal ini memberikan waktu

pada gravitasi untuk mendorong darah cutaneus turun ke level terendah.

Pembekapan kadang terjadi secara tidak sengaja saat seseorang

karena berbagai sebab menelungkupkan wajah pada suatu permukaan yang

menghalangi masuknya udara. Mabuk, epilepsi, over dosis obat, koma atau

stupor karena penyakit, dapat mengakibatkan hal ini. Telah terbukti terdapat

hubungan dengan “cot death” yang menggunakan kain tenun yang dapat

digunakan untuk menghalangi udara masuk saat diletakkan di sekitar mulut

dan hidung. Kain biasanya bercampur dengan ludah, mukus hidung, atau

Page 22: Referat Fix

22

muntahan. Berat kepala juga membuat hidung dan mulut sulit diangkat dari

kasur dan bantal yang menyebabkan stenosis udara.

Pada hal ini, kongesti dan sianosis sering terjadi, tapi saat

pemeriksaan setelah kematian, beberapa penemuan ini mungkin postural

dan hipostatik yang natural. Selalu diingat, bagaimanapun, harus diingat

bahwa hemoragik kulit sering terlihat pada post mortem pada hipostatik.

e. Gagging

Pembekapan bisa juga terjadi saat benda atau muntah tertahan di

wajah, seperti yang sering terjadi pada perampokan dengan kekerasan.

Korban biasanya dibekap dengan syal, dasi atau kain disekitar wajahnya.

Pada awalnya mungkin korban masih bisa bernapas, tapi saat hal ini

menjadi semakin progresif, korban mungkin bisa tersedak mucus dan

ludahnya sehingga terjadi kematian akibat asfiksia, biasanya tanda adanya

petchie pada wajah dan mata.

Situasi yang sama terjadi saat memasukkan benda ke dalam mulut

agar korban tidak bersuara. Korban masih bisa bernapas melalui hidung

tapi saat sumbatan dari edema dan mucus, atau pergerakan benda yang

bertambah ke dalam nasofaring hal ini akan mengakibatkan kematian tak

terduga dan merubah perampokan menjadi pembunuhan.

f. Choking

Hal ini mengacu pada blokade saluran udara bagian dalam, biasanya

antara faring dan bifurkatio trakea. Kematian dapat disebabkan karena

murni hipoksia dari oklusi jalan napas, saat semua tanda dari kongesti,

sianosis, dan mungkin petechie ada, biasanya saat korban berusaha bernapas

untuk beberapa saat. Seperti yang dijelaskan di bawah, sebagian besar

kematian terjadi sesaat setelah kemungkinan hipoksia menimbulkan efek;

fatalitas ini mungkin disebabkan oleh kardiak arrest, ataupun neurologik,

atau akselerasi oleh pelepasan catecolamin dari respon adrenalin. Penyebab

dari tersedak tertera dibawah ini.

Page 23: Referat Fix

23

1) Benda asing

Objek seperti muntahan, mainan kecil, bola pimpong, dan benda-

benda lain yang dapat diletakkan didalam mulut dan terhirup, biasanya oleh

anak-anak dan kebanyakan mengalami retardasi. Orang dewasa juga bisa

mengalami hal yang sama, tanpa disengaja atau terencana; sebagai contoh

surat mengenai dirinya akan bunuh diri, lalu korban memasukkan botol pil

ke faringnya.

2) Gigi palsu dan Pendarahan

Gigi palsu (khususnya plates parsial), diektraksikan gigi yang besar,

bekuan darah, dan pendaharan yang jelas mengikuti operasi gigi atau

operasi telinga, hidung dan tenggorokan seperti tonsilektomi.

3) Lesi Obstruksi Akut

Lesi pada glottis atau laring, seperti edema pada hipersensitif akut

(termasuk sengatan serangga), uap iritan, terhirup gas, dan kondisi infeksi

akut. Keadaan yang bahaya kedua adalah difteri atau epiglotitis

haemophilus influenza pada anak-anak, yang mana sewaktu-waktu

membutuhkan keadaan emergensi yaitu trakeostomi segera untuk

membebaskan jalan nafas. Pada autopsi, ada penebalan yang besar pada

epiglottis dan lipatan ari-epiglotis oleh jelly seperti edema dan inflamasi

jaringan akan ditemukan sepanjang pintu masuk hingga ke laring.

4) Bahan Makanan

Ini merupakan topik yang penting, sebagai penyebab kematian yaitu

“aspirasi dari muntah” digunakan sangan sering tanpa hukum yang nyata.

Makanan mungkin masuk melalui laring juga seperti masuk ke mulut lalu

ditelan, atau mungkin telah terjadi regurgitasi dari lambung.

Pertama. Jarangnya terjadi interpretasi yang salah, seperti semua

makanan yang tidak tercerna mungkin ditemukan pada aliran udara,

biasanya ada riwayat tempat kematian saat sedang makan. Meskipun paling

Page 24: Referat Fix

24

sering pada pintu masuk pada orang tua dan gangguan mental, ini dapat

terjadi pada semua kelompok umur. Sebuah contoh yang terkenal yang

biasanya disebut “café coronary” syndrome, yang mana paling diterima dan

telah dipublikasikan di United States beberapa tahun lalu. Korban yang

paling sering adalah pengusaha yang gizinya baik, yang mana meninggal

secara tiba-tiba dan tak terduga selama makan dan tidak ada tanda-tanda

gawat nafas ataupun tanda yang klasik dari asfiksia. Pemikiran yang muncul

adalah karena penyakit jantung, otopsi yang mengungkapkan bolus dari

makanan, paling sering irisan daging, tersumbat di laring ataupun faring.

Tersedak makanan, bolus makanan tersebut dapat besar, seperti pancake,

jeruk atau pun massa makanan, buah-buahan ataupun sayuran. Orang lanjut

usia (senile) yang telah pensiun dan tinggal dirumah serta anak-anak

retardasi mental pada suatu institusi merupakan kelompok yang rentan.

Seperti kematian, riwayat dan modus kematian memberikan mekanisme

yang tidak tersembunyi dari sebuah hipoksia. Banyak kasus yang diamati di

mana korban duduk dengan punggung menyandar di kursi, meninggal dan

jelas modusnya karena cardiac arrest, mungkin dari over aktivitas dari

sistem saraf parasimpatis dari stimulasi mukosa laring atau faring yang

biasanya disebut “vagal reflex” atau “reflex cardiac inhibition”.

Kedua. Penemuan isi lambung di aliran udara bukan berarti secara

signifikan tidak adanya makanan segar yang tertelan. Awalnya sulit untuk

membedakan isi lambung dari makanan segar jika pencernaannya tidak

diproses lebih lanjut-di mana tidak selalu fungsi dari waktu sejak makanan

terakhir, sebagai ketidakseimbangan fisik atau psikologis dapat

menghambat atau menghentikan pencernaan. Riwayat jika ada, merupakan

panduan yang lebih baik, kecuali bahannya tentu saja sebagian atau

semuanya telah dicerna. Pada kasus yang ragu, bau dan ph asam lambung

dapat membantu.

Isi lambung biasanya ditemukan di dalam laring, trakea, dan bronkus

pada saat autopsi tidak ada bukti lainnya adanya asfiksia, dan ketika ada

Page 25: Referat Fix

25

penyebab yang pasti dan tidak berhubungan dari penyebab kematian.

Seorang pahlawan yang telah menemukan kurang dari seperempat dari 100

autopsi konsekutif pada dewasa dan anak-anak mengandung beberapa isi

lambung di dalam aliran udara, Pengamatan Pullar merupakan tokoh yang

kurang dibandingkan karyanya. Penemuan ini merupakan penyebab yang

jelas pada kasus besar umumnya saat sekarat atau setelah meninggal.

Gardner menjelaskan penelitiannya yang mana barium yang

diletakkan di lambung pada pasien yang baru saja meninggal dan sementara

masih di bangsal rumah sakit. Ketika di ambil X-ray nya setelahnya mereka

dipindahkan ke kamar mayat atau ruangan autopsi, barium paling banyak

terdapat di batang trakeobronkus, dikonfirmasi pada phenomena setelah

kematian. Bahkan bukti histologi adanya leukosit mengelompok di sekitar

isi lambung di dalam bronkus diperlihatkan oleh Gardner untuk menjadi

sebuah kejadian awal post mortem. Perpindahan leukosit ke kulit sampai 16

jam post mortem diperlihatkan oleh Ali.

Paling sering bukti yang jelas dari aspirasi isi lambung adalah

observasi yang paling diandalkan selama hidup atau penemuan secara

histologi merupakan sebuah kemajuan “rekasi vital” dengan infeksi,

nekrosis, dan reaksi inflamasi yang jelas. Ini merupakan perubahan akhir

dan tidak dapat terlihat dimana kematian terjadi dalam beberapa jam setelah

aspirasi. Penemuan beberapa leukosit disekitar bronkus bukan bukti yang

digunakan karena tidak ada metode yang handal untuk membedakan

kejadian sekarat atau baru saja meninggal karena benar-benar akibat

aspirasi, kecuali adanya bukti klinis dan saksi. Paling banyak suatu instansi,

bukan bagian kebenaran dari aahli patologis ke klaim bahwa kematian

disebabkan oleh terhirupnya isi lambung tanpa bukti yang dapat

dikonfirmasi. Sayangnya lesi yang tidak ada atau tidak jelas pada autopsi,

khusunya pada sindrom kematian tiba-tiba pada neonatus, ahli patologi

menggunakan adanya isi lambung di dalam aliran udara sebagai penyebab

utama dari kematian. Asumsi yang tidak beralasan mungkin dikarenakan

distress pernapasan, keduanya merupakan kelalaian medis, kematian di

Page 26: Referat Fix

26

dalam tahanan dan khususnya syndrome kematian tiba-tiba pada neonatus,

yang mana ibu bayi mungkin salah dalam berpikir bahwa mereka gagal

untuk mengamati bayinya saat muntah, mungkin hal ini merupakan

penyebab dari kematian.

Satu-satunya keadaan dengan alasan yang mungkin lebih kuat adalah

alkoholisme akut, meskipun kepastiannya sulit dipahami. Saat orang yang

tidak diragukan lagi mabuk (biasanya dengan alkohol darah setidaknya 150

mg/100 ml) ditemukan tewas dengan penyumbatan masif pada saluran

nafasnya oleh isi lambung yang copius dan penyebab lain dari kematian

dapat disingkirkan dari otopsi, maka mungkin masuk akal untuk

menganggap regurgitasi yang mungkin saja membunuhnya, terutama jika

ada bukti lain dari muntah eksternal pada pakaian atau lingkungan

sekitarnya. Namun, itu bukanlah diagnosis otopsi yang dibuat dengan

mudah.

B. ASFIKSIA TRAUMATIK

Kondisi ini sayangnya salah penamaan, seperti kata "trauma" sama-sama

dapat diterapkan untuk gantung diri atau mencekik. Hal ini telah diketahui dengan

baik sekarang sebagai fiksasi mekanik dada dan ini amat penting karena

frekuensinya dalam kecelakaan dan karena mendemonstrasikan "tanda klasik"

dari asfiksia paling ekstrim tersebut. Jenis lain dari asfiksia mekanik dapat

menyebabkan obstruksi aliran udara ke paru-paru, "traumatik asfiksia" terjadi

dengan membatasi gerakan pernafasan dan dengan demikian mencegah inspirasi.

Istilah "traumatis" karena kekuatan mekanik dasar biasanya adalah alasan untuk

fiksasi dinding toraks.

Trauma asfiksia terjadi dalam dua kondisi utama:

1. Saat dada dan biasanya perut, dikompresi benda berat, sehingga ekspansi

dada dan diafragma dihambat. Terkubur tanah setelah runtuhnya penggalian

adalah penyebab umum dan dapat membunuh pekerja bahkan jika kepala

Page 27: Referat Fix

27

mereka tetap berada di atas tanah yang jatuh. Demikian pula, terkubur di biji-

bijian, batu bara, pasir, atau mineral, mungkin memiliki efek yang sama, dan

biasanya ditemui di industri, kecelakaan laut atau pertanian. Salju longsor di

Silo, Hopper, atau wadah penyimpanan skala besar mungkin mengubur

pekerja sampai leher dan, kecuali jika proses penyelamatan cepat, asfiksia

akan berakibat fatal. Pembatasan gerakan dada yang sama mungkin

disebabkan oleh korban yang terjebak di bawah kendaraan terbalik, atau kayu

atau batu jatuh. Banyak kematian terjadi pada peternakan, terutama di

pegunungan, karena penurunan traktor, menjepit pengemudi bawahnya.

Perlindungan dalam bentuk "roll bar-" atas posisi mengemudi atau

penyediaan kabin kaku pada traktor dirancang secara khusus untuk

menghindari kecelakaan tersebut.

2. Terjepit dalam kerumunan juga menyebabkan asfiksia traumatis, dan hal ini

telah menyebabkan beberapa bencana massal, yang terbesar adalah di Mekah.

Sebagian besar tragedi footballground seperti Bolton, Ibrox Park (1971),

Lima (1964), Hillsborough (1989) dan Stadion Heisl di Belgia (1986) adalah

tragedi terjepit dalam kerumunan yang di luar kendali. Hal serupa

menyebabkan 173 kematian pada masa perang di London, saat kepanikan di

tangga Stasiun Bawah Tanah Green Bethnal, digunakan sebagai tempat

berlindung dari serangan udara, menyebabkan kerumunan jatuh menimpa

orang-orang di bawahnya.

Bentuk lain terjepitnya dada adalah terperangkap antara kendaraan dan

dinding, atau antara buffer dua truk kereta api. Kasus individual asfiksia traumatik

dapat terjadi ketika seseorang menimpakan seluruh berat tubuhnya jatuh di atas

yang lain untuk jangka waktu tertentu. Ini dapat terjadi hubungan seksual,

terutama bila salah satu atau kedua pihak tidak sadar akibat minuman atau obat-

obatan.

Page 28: Referat Fix

28

1. Tanda-tanda Asfiksia Traumatik

Penampilan yang disebutkan di atas adalah ciri khas asfiksia traumatis

dan tidak seperti kondisi lain, misalnya ketergantungan postural, adalah tingkat

obstruksi dan sianosis begitu jelas. Ketika dada terfiksasi, maka wajah, leher

dan bahu masuk ke cerukan dada yang berubah warna. Kadang-kadang warna

ini lebih merah hingga ungu. Hal ini dapat meluas hingga bagian lebih rendah

klavikula, Polson yang berpendapat bahwa sering mencapai ke tingkat rusuk

ketiga.

Konjungtiva menjadi bengkak dan hemoragik. Dibandingkan petechiae

pada leher terlihat leher, konjungtiva dan sclera lebih membesar akibat darah

dari jaringan hemoragik yang menonjol keluar melalui pinggirannya, menutup

bagian putih mata. Bagian wajah, bibir dan kulit kepala mungkin bengkak dan

padat dengan petechiae dan ecchimoses. Mungkin ada perdarahan berlebihan

dari telinga dan lubang hidung. Seluruh gambaran ini biasanya terlihat pada

kematian yang lambat dari pencekikan manual, tetapi cedera lokal tidak ada

dan tanda meluas ke bawah atau di luar pangkal leher. Bila kompresi

disebabkan oleh jepitan di bawah benda padat - sebagai lawannya adalah tanah,

pasir atau terjepit di tengah keramaian - mungkin ada memar lokal dan abrasio

dari berat kendaraan atau balok berat, tetapi ini tidak berhubungan dengan tepi

zona kongestif-hemoragik.

Dari dalam kongesti kurang terlihat dari pada permukaan, tapi paru-

paru biasanya gelap dan berat dan mungkin telah pendarahan petechial

subpleural, yaitu "Tardieu’s spot". Jantung kanan dan semua vena di atas

atrium melebar nyata. Mungkin ada luka pada dinding dada dari trauma benda

terfiksasi.

Tidak jelas mengapa harus ada kongesti besar vena, tetapi penjelasan

lebih meyakinkan oleh karena kegagalan sirkulasi paru-paru sebagai

konsekuensi atas terhentinya ekspansi normal dan kolapsnya pembuluh darah

paru. Shapiro menyatakan bahwa tekanan di dada memaksa darah kembali ke

pembuluh darah besar dan, sebagai katup vena dalam pembuluh subklavia

Page 29: Referat Fix

29

mencegah perpindahan ke lengan, volume ekstra darah tersebut dipaksa sampai

sistem jugularis yang tidak berkatup sehingga terhimpun di kepala dan leher.

C. Postural Asfiksia

Ketika seseorang tetap dalam posisi tertentu untuk jangka waktu yang

lama, baik karena terjebak, atau sedang dalam keadaan mabuk atau dibius, dapat

terjadi hambatan mekanis pada gerakan pernafasan. Selain itu, aliran balik vena ke

jantung yang normal mungkin terganggu.

Posisi seperti ini biasanya memerlukan inversi, baik seluruh

tubuh atau bagian atas; sindrom dan patofisiologinya telah dijelaskan dengan baik

oleh Madea, meskipun ahli-ahli phatologist forensik  akan memiliki

pengalaman dari situasi tersebut dari waktu ke waktu.

Orang-orang yang terperangkap dalam posisi terbalik atau bahkan hanya

dalam posisi ‘jack-knife’, dengan bagian atas tubuh membungkuk ke bawah dari

pinggang, mungkin mengalami kerusakan seperti gerakan pernapasan sehingga

mereka menjadi hipoksia dan menderita gangguan sistem peredaran darah,

terutama aliran balik vena ke jantung.

Penulis telah melihat dua kasus di mana korban telah terjebak sambil

mencoba untuk memanjat melalui bagian atas jendela, satu sebagai pencuri, yang

mencoba masuk ke sebuah rumah tanpa kunci dan yang lain dalam

keadaan mabuk, mereka menyelinap keluar dari tempat tidur, sehingga kepala dan

pundak mereka berada di lantai, dengan kaki dan panggul masih pada tingkat yang

lebih tinggi di tempat tidur.Ini mungkin juga menderita gangguan yang sama pada

gerakan pernapasan, yang bila berkepanjangan dapat menyebabkan kematian.

Inversi juga dapat terjadi selama penyiksaan yaitu pada penyaliban yang memiliki

unsur postural asphyxia.

Pada kasus penyaliban terbalik, seperti dalam kematian St.Peter, itu akan

menjadi faktor utama, karena inspirasi akan terhambat oleh berat visera abdomen

diatas diafragma.

Page 30: Referat Fix

30

BAB III

KESIMPULAN

Secara harfiah asfiksia adalah seluruh gangguan yang dapat

mengakibatkan kekurangan oksigen. Lebih tepatnya asfiksia adalah kematian

yang terkait dengan adanya penekanan di leher, kemudian terjadi cardiac arrest,

yang merupakan sebab utama hilangnya denyut nadi. Hal ini merupakan

mekanisme yang fatal, dibandingkan dengan hipoksia. Terdapat beberapa jenis

asfiksia yaitu asfiksia mekanik, asfiksia traumatik, dan asfiksia postural. Asfiksia

yang lebih berkaitan dengan forensik adalah asfiksia mekanik. Beberapa tipe

asfiksia mekanik yaitu, suffocation (mati lemas), smothering (pembekapan),

choking (tersedak), throttling, strangulation (pencekikan), dan mugging.

Asfiksia traumatik terjadi dengan membatasi gerakan pernafasan dan

dengan demikian mencegah inspirasi. Asfiksia traumatik terjadi dalam dua

kondisi utama, yaitu saat dada dan biasanya perut, dikompresi benda berat,

sehingga ekspansi dada dan diafragma dihambat serta saat terjepit dalam

kerumunan.

Asfiksia postural merupakan keadaan ketika seseorang tetap dalam posisi

tertentu untuk jangka waktu yang lama, baik karena terjebak, atau sedang dalam

keadaan mabuk atau dibius, dapat terjadi hambatan mekanis pada

gerakan pernafasan. Selain itu, aliran balik vena ke jantung yang normal mungkin

terganggu.

Terdapat beberapa tanda klasik asfiksia, yaitu pethecial heamorrhages,

kongesti dan edema, sianosis, serta pembengkakan jantung sebelah kanan dan

pengentalan darah. Akan tetapi, tidak ada temuan autopsi khusus untuk asfiksia

dan sebagian besar tanda klasik tersebut dapat disebabkan oleh faktor lain selain

kekurangan oksigen. Hanya dengan penilaian hati-hati riwayat penyakit tertentu,

kematian dengan penyebab lain, dan evaluasi hati-hati dari tanda-tanda yang

dijelaskan di atas, dapat dicapai kesimpulan yang tepat. Yang terpenting adalah

menemukan penyebab obstruksi jalan napas atau trauma lokal lainnya seperti

Page 31: Referat Fix

31

tekanan yang berkepanjangan pada leher atau dada, obstruksi saluran napas, yang

menyebabkan oklusi lubang pernapasan eksternal. Perubahan histologi paru-paru

dan penanda kimia darah atau vitreous, seperti hipoksantin, dapat menunjukkan

hipoksia umum, tetapi penerapan teknik tersebut dalam praktek rutin belum

berhasil.

Page 32: Referat Fix

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Drajat MT. Perubahan Konduksi dan Resistensi Sel dan Jaringan Otak Setelah

Kematian (Studi  Pendahuluan Penentuan Saat Kematian). Available from:

http://152.118.80.2/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=77157&lokasi=lokal

2. Anonim. Pola Cedera Asfiksia. Available from http://www.freewebs.com/

3. Anonim. Death in General. Available from http://www.dmmoyle.com/

4. Amir A. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik ed 2. Bagian Ilmu Kedokteran

Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Medan: 2007.

5. Budiyanto A, Widiatmika W, Sudiono S, Winardi T, Mun’in A, et al. Ilmu

Kedokteran Forensik. FKUI. Jakarta: 1997.

6. Bernard K. Forensic Pathology Second Edition. Chapter 14 Suffocation an

asphyxia. p 345-360.