Referat Dakriosistitis Fix

25
DAKRIOSISTITIS I. PENDAHULUAN Salah satu gangguan pada sistem lakrimalis adalah sebuah inflamasi pada sakus lakrimalis. Inflamasi sakus lakrimalis adalah gangguan yang paling sering ditemui. Hal ini biasanya merupakan hasil dari obstruksi duktus nasolakrimalis dan biasanya terjadi secara unilateral pada sebagian besar kasus. Obstruksi dapat berupa sebuah inflamasi stenosis idiopatik, biasa disebut obstruksi duktus lakrimalis primer atau dapat berupa insiden sekunder akibat trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma atau obstruksi mekanik, keadaan ini biasa disebut obstruksi duktus lakrimalis sekunder. Kedua jenis obstruksi ini bersifat didapat, jadi tidak terjadi secara kongenital. Obstruksi duktus nasolakrimalis mengarah kepada sebuah stagnansi air mata dalam sebuah sistem drainase air mata yang tertutup secara patologis. Hal inilah yang menyebabkan inflamasi dan infeksi pada sakus lakrimalis dan dikenal dengan istilah dakriosistitis. (1,2,3) Selain obstruksi yang didapat, maka dakriosistitis juga dapat berasal dari obstruksi kongenital. Bila duktus nasolakrimalis tertutup sejak lahir, maka akan menyebabkan stasis dari hasil sekresi di dalam sakus lakrimalis. Paling sering disebabkan oleh oklusi membran pada ujung bagian bawah didekat katup hasner. 9

description

kidhiabda

Transcript of Referat Dakriosistitis Fix

DAKRIOSISTITISI. PENDAHULUANSalah satu gangguan pada sistem lakrimalis adalah sebuah inflamasi pada sakus lakrimalis. Inflamasi sakus lakrimalis adalah gangguan yang paling sering ditemui. Hal ini biasanya merupakan hasil dari obstruksi duktus nasolakrimalis dan biasanya terjadi secara unilateral pada sebagian besar kasus. Obstruksi dapat berupa sebuah inflamasi stenosis idiopatik, biasa disebut obstruksi duktus lakrimalis primer atau dapat berupa insiden sekunder akibat trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma atau obstruksi mekanik, keadaan ini biasa disebut obstruksi duktus lakrimalis sekunder. Kedua jenis obstruksi ini bersifat didapat, jadi tidak terjadi secara kongenital. Obstruksi duktus nasolakrimalis mengarah kepada sebuah stagnansi air mata dalam sebuah sistem drainase air mata yang tertutup secara patologis. Hal inilah yang menyebabkan inflamasi dan infeksi pada sakus lakrimalis dan dikenal dengan istilah dakriosistitis.(1,2,3)Selain obstruksi yang didapat, maka dakriosistitis juga dapat berasal dari obstruksi kongenital. Bila duktus nasolakrimalis tertutup sejak lahir, maka akan menyebabkan stasis dari hasil sekresi di dalam sakus lakrimalis. Paling sering disebabkan oleh oklusi membran pada ujung bagian bawah didekat katup hasner. Dakriosistitis kongenital merupakan cikal bakal terjadinya dakriosistitis kronik di kemudian hari dikarenakan tingkat rekurensi yang sangat tinggi dari penyakit ini.(3,4,5)

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM LAKRIMALIS

Gambar 1. Sistem Lakrimasi terdiri dari struktur sekresi dan struktur drainase(1)Sistem lakrimalis pada manusia terbagi atas dua bagian besar yaitu: struktur yang bertanggung jawab atas produksi dan sekresi air mata dan struktur yang memfasilitasi drainase hasil sekresi air mata. Komponen sekretorik terdiri dari kelenjar yang memproduksi berbagai macam bahan penyusun air mata, yang mana didistribusikan di seluruh permukaan bola mata dengan mekanisme berkedip. Kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis membentuk elemen ekskretorik dari sistem lakrimalis. Secara garis besar hasil sekresi di drainase melalui hidung.(1,4,6,7)Volume paling besar dari air mata diproduksi oleh kelenjar air mata yang terletak di dalam fossa lakrimal tepat di kuadran superior-temporal dari bola mata. Kelenjar yang berbentuk seperti kacang almond ini dibagi oleh kornu lateral dari aponeurosis M. levator palpebrae menjadi dua lobus yaitu lobus yang lebih besar terletak pada bola mata dan lobus yang lebih kecil terletak pada palpebra. Keduanya dilengkapi dengan sistem pengosongan duktus masing-masing. Lobus pada palpebra terkadang dapat terlihat bila melakukan eversi pada palpebra superior. Innervasi dari kelenjar air mata mayor berasal dari nukleus lakrimal pontine melalui nervus intermedius bersama dengan jalur nervus maxillaris. Gangguan innervasi biasanya paling sering disebabkan oleh tumor atau akustik neuroma pada cerebellopontine angle.(1,4,6)Kelenjar air mata aksesorius, massa nya sekitar 1/10 dari kelenjar air mata mayor, tetapi walaupun begitu peran dari kelenjar ini sangat esensial. Kelenjar air mata aksesorius terdiri dari kelenjar Krause dan Wolfring, masing-masing memiliki struktur yang identik dengan kelenjar air mata mayor tetapi hanya memiliki sedikit duktus. Kedua kelenjar ini terletak pada konjungtiva forniks. Sel goblet yang uniseluler juga tersebar pada konjungtiva, sel goblet menghasilkan glikoprotein dalam bentuk mucin. Kelenjar Meibom dan kelenjar Zeis adalah kelenjar sebasea yang dimodifikasi dan terletak pada tepi palpebra berkontribusi dalam menghasilkan lipid bagi air air mata. Kelenjar Moll adalah sebuah kelenjar keringat yang dimodifikasi, hasil sekresinya juga ditambahkan kedalam lapisan air mata.(1,4,6)Sekresi kelenjar air mata dipicu oleh emosi atau iritasi fisik, menyebabkan air mata mengalir dari tepi palpebra. Produksi air mata dari kelenjar air mata aksesorius sebenarnya mampu untuk mencukupi kebutuhan bola mata dan tetap menjaga kesehatan kornea, tetapi kehilangan sel goblet tetap akan membuat kekeringan pada kornea walaupun produksi air mata itu sendiri sangat berlebihan.(1,4,6)

Gambar 2. Struktur Lapisan Air Mata(1)Sistem ekskretorik dari air mata terdiri dari punktum, kanalikulus, sakus lakrimalis dan duktus lakrimalis. Dengan tiap kedipan, maka palpebra akan menutup sehingga membuat air mata terdistribusi secara merata melewati permukaan kornea dan selanjutnya akan dieksresikan melalui sistem ekskretorik yang terletak di bagian medial palpebra. Dalam keadaan normal maka jumlah air mata yang diproduksi sesuai dengan jumlah penguapan yang terjadi, sebagian juga masuk melalui sistem ekskretorik. Ketika air mata membanjiri kantung konjungtiva, air mata masuk secara perlahan ke punktum lakrimalis dengan mekanisme perpindahan melalui kapiler. Ketika palpebra menutup maka sebagian besar bagian dari otot palpebra mengelilingi ampulla secara ketat untuk mencegah air mata tersebut berpindah posisi. Secara berkesinambungan, palpebra tertarik ke arah sakus lakrimalis posterior dan traksi diletakkan pada fascia yang mengelilingi sakus lakrimalis, menyebabkan kanalikuli memendek dan membuat tekanan negatif di dalam sakus lakrimalis. Untuk mencegah refluks tear film ke kanalis lakrimalis di sakus lakrimalis terdapat katup Rosenmuller. Aksi pompa dinamik tersebut menarik air mata ke dalam sakus lakrimalis, yang kemudian dengan gaya gravitasi dan elastisitas jaringan dilewatkan ke meatus nasi inferior melalui duktus nasolakrimalis. Lipatan lapisan epitel layaknya katup pada sakus lakrimalis mencegah aliran balik dari air mata dan udara. Katup yang paling berkembang dikenal dengan katup hasner yang terletak di ujung bawah duktus nasolakrimalis. Jika katup ini tidak berfungsi dengan baik dan menyebabkan sekat pada bayi maka ini menjadi pemicu adanya obstruksi kongenital pada bayi baru lahir, kemudian dapat berkembang menjadi dakriosistitis kronik.(4,6,7)

Gambar 3. Drainase air mata(5)

III. EPIDEMIOLOGIPenyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa berumur diatas 40 tahun, terutama perempuan. Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan, kecuali apabila didahului oleh infeksi jamur. Untuk referensi lain menyebutkan bahwa insiden tertinggi dari dakriosistitis akut adalah orang berusia antara 50 hingga 60 tahun. Distribusi penyakit dakriosistitis ini sangat bervariasi dan bimodal. Penderita perempuan yang telah menopause mencapai hingga rata-rata 75% dari kasus yang ada. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa dakriosistitis kongenital akibat kanalisasi yang tidak sempurna dikarenakan adanya imperforasi membran mukosa dan penumpukan epitel debris mencapai 3-6% pada bayi yang lahir cukup bulan. Obstruksi primer dan sekunder yang didapat, terutama terjadi pada usia pertengahan atau malah orang yang lebih tua, dengan perbandingan perempuan : laki-laki adalah 3:1, mungkin disebabkan oleh faktor obliterasi lumen. Pasien diatas usia 30 tahun lebih sering ditemui kasus dakriosistitis kronik daripada dakriosistitis akut, bahkan mencapai 90% dari semua sampel penelitian dibandingkan pasien dibawah usia 30 tahun.( 2,8-10)IV. KLASIFIKASIBerdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis , yaitu(3,4,11,12)a. AkutDakriosistitis akut merupakan inflamasi supuratif akut pada saccus lakrimalis yang ditandai dengan gejala pembengkakan yang nyeri di daerah saccus. Umumnya disebabkan infeksi stapilokokus, pneumokokus dan streptokokus. Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada saccus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.4,6b. KronisDakriosistitis kronis lebih sering ditemukan dibandingkan dakriosistitis akut. Karakteristik awal yang ditunjukkan berupa peningkatan lakrimasi dan biasanya dapat merupakan kelanjutan dari dakriosistitis akut, dan bersifat rekuren. Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.4,6c. KongenitalMerupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.

Gambar 4. Dakriosistitis Akut dan Dakriosistitis Kongenital(3,13)

V. ETIOLOGITerjadinya kasus dakriosistitis dapat dikemukakan dalam dua mekanisme berbeda. Pertama, dakriosistitis merupakan eksaserbasi akut dari sebuah dakriosistitis kronik. Kedua, terjadi peridakriosistitis akibat infeksi langsung pada struktur yang berdekatan seperti : sinus paranasalis, abses pada tulang dan gigi, serta karies gigi pada rahang atas. Satu hal yang menjadi prinsip sebelum menentukan etiologi pasti bahwa infeksi pada sakus lakrimalis tidak akan terjadi begitu saja tanpa faktor etiologis yang jelas. Biasanya infeksi akan didahului oleh stenosis di dalam sakus lakrimalis dan berujung pada obstruksi. Drainase air mata yang mengalami hambatan atau sumbatan akan tertumpuk sehingga membuat air mata tersebut menjadi tempat pertumbuhan organisme patogen.(1,13-15)Secara umum bakteri adalah agen kausatif dari dakriosistitis. Jenis bakteri yang diduga mengambil peran bervariasi seperti Streptococcus hemoliticus, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Enterobacter aerogenes, Citrobacter, Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, dan Enterococcus. Berdasarkan beberapa penelitian, maka didapatkan insiden infeksi oleh bakteri basil gram negatif merupakan yang tertinggi sedangkan infeksi oleh jamur seperti Fusarium, Aspergirum, Mucor dan Actinomyces lebih sering ditemukan pada dakriosistitis kronik. Kausa pneumokokus merupakan kausa yang paling berbahaya, peradangan akut ini dapat berlanjut menjadi peradangan menahun. Pada peradangan menahun biasanya disebabkan oleh tuberkulosis, lepra, trakoma dan infeksi jamur. Staphylococcus aureus merupakan organisme yang paling sering terisolasi pada infeksi sakus lakrimalis. Pola kuman dakriosistitis pada bayi paling banyak adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus beta hemolitikus, Streptococcus pneumoniae yang merupakan gram (+) dan kuman Gram (-) adalah Haemofilus influenza(1,2,6,12)Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa dibutuhkan beberapa faktor etiologis untuk membuat sebuah keadaan stasis patologis dari air mata akibat sebuah obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Faktor etiologis yang dimaksud dikelompokkan menjadi :(5,11)1. Faktor predisposisi Usia, lebih umum terjadi pada usia 40-60 tahun. Jenis kelamin, lebih sering terjadi pada perempuan, diduga karena lumen dari kanalis yang terletak pada tulang lebih sempit. Ras, lebih jarang ditemukan pada negro dibandingkan yang berkulit putih, dihubungkan dengan struktur duktus nasolakrimalis yang pendek, lebih lebar dan jumlah sinus sedikit. Hereditas, memiliki peran tidak langsung, mempengaruhi bentuk wajah sekaligus struktur kanalis yang terdapat didalam tulang-tulang. Sosio-ekonomi rendah, kasus dakriosistitis banyak ditemukan pada pasien dengan status sosio-ekonomi rendah Higienitas yang buruk dapat menjadi salah satu faktor pemicu infeksi.2. Faktor penyebab stasis air mata pada sakus lakrimalis Faktor anatomis, membuat drainase air mata menjadi buruk; sempitnya kanal dalam tulang, kanalisasi parsial dari membran duktus nasolakrimalis dan lipatan membran berlebihan pada duktus nasolakrimalis. Korpus alienum, dapat memblokir drainase air mata pada duktus nasolakrimalis. Hiperlakrimasi, baik terjadi secara primer atau refleks dapat memicu stagnansi air mata pada sakus lakrimalis. Inflamasi, terjadinya inflamasi berulang seperti konjungtivitis dapat menyumbat sakus lakrimalis oleh debris epitel dan plak mukus. Obstruksi pada duktus nasolakrimalis bagian bawah seperti adanya polip, hipertrofi konka nasi inferior, deviasi septum nasi, tumor, rhinitis atopik dapat menyebabkan stenosis, dapat juga menjadi penyebab stagnansi air mata pada sakus lakrimalis.3. Sumber infeksi, dapat berasal dari konjungtiva, kavum nasi, atau sinus paranasalis.4. Organisme kausatif, dalam hal ini beberapa bakteri patogen yang telah disebutkan sebelumnya.VI. PATOFISIOLOGIApparatus lakrimalis melakukan drainase air mata, yaitu dari mata menuju ke hidung sebagai saluran pembuangan. Sistem ini terdiri dari punktum superior dan inferior, kanalikuli yang berukuran 10 mm, sakus lakrimalis yang berukuran 7-10 mm, dan duktus nasolakrimalis dengan ukuran sekitar 17 mm yang mengalirkan air mata menuju hidung melalui katup hasner yang terletak pada turbinasi inferior. Perlu diingat bahwa etiologi primer dari dakriosistitis adalah sebuah obstruksi dari duktus nasolakrimalis yang mengundang etiologi sekunder berupa infeksi. Kebanyakan kasus obstruksi duktus nasolakrimalis ditemukan pada usia tua, biasanya akibat dari degenerasi mukosa kronik, stenosis duktus, stagnansi air mata dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Organisme gram positif yang paling sering terisolasi adalah : staphylococcus aureus dan streptococcus, sedangkan organisme gram negatif yang paling sering ditemukan dari hasil isolasi bakteri adalah : pseudomonas aeriginosa, fusobacterium, haemophilus influenza.(6,8,12)Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara lain(9) Tahap obstruksiPada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan. Tahap InfeksiPada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya. Tahap SikatrikPada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista.(9)Dakriosistitis pada bayi lebih jarang terjadi dibandingkan pada orang dewasa, secara primer merupakan akibat dari kanalisasi yang tidak sempurna dari duktus nasolakrimalis, secara spesifik pada daerah katup hasner berada. Infeksi neonatorum lainnya dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada insiden dakriosistitis kongenital.(3,8)

VII. MANIFESTASI KLINISGejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada dakriosistitis akut biasanya terdapat epifora, nyeri yang hebat pada daerah sakus lakrimalis dan demam. Terlihat pembengkakan pada kantung air mata dan eritem pada sakus lakrimalis, nyeri tekan di daerah sakus lakrimalis, disertai sekret mukopurulen yang akan memancar bila kantung air mata ditekan. Secara umum dakriosistitis menampilkan nyeri fokal pada daerah sakus lakrimalis, bengkak dan eritem pada palpebra inferior aspek nasal. Pada beberapa kasus, rasa nyeri dapat meluas ke daerah sekitarnya seperti hidung, gigi, pipi atau dahi. Penurunan visus dapat dikeluhkan secara subjektif akibat adanya penumpukan sekret, tetapi secara teori maka visus tidak akan terganggu pada pasien dengan dakriosistitis akut. Secara umum, manifestasi klinis dakriosistitis akut dapat dibagi menjadi 3 stadium :(1,8,9,14)1. Stadium selulitis. Ditandai dengan nyeri hebat dan bengkak pada daerah sakus lakrimalis disertai dengan epifora dan gejala sistemik seperti demam dan malaise. Bengkak yang terjadi akan tampak eritem, nyeri bila ditekan. Edema dan eritem akan menyebar hingga ke daerah pipi dan palpebra. Jika dilakukan penatalaksanaan, maka resolusi segera dapat terjadi pada stadium ini, sebaliknya resolusi jarang terjadi dengan sendirinya bila tidak diberikan terapi.2. Stadium abses lakrimalis. Inflamasi berkelanjutan menyebabkan oklusi dari kanalikulus akibat edema setempat. Sakus lakrimalis akan terisi pus hingga membesar dan dinding bagian anteriornya akan pecah membentuk inflamasi perikistik. Pada saat ini abses dari sakus lakrimalis telah terbentuk, abses biasanya terletak dibagian bawah dan sebelah luar dari sakus lakrimalis. Dipengaruhi oleh gravitasi pus, maka akan jelas terlihat pada ligamentum palpebra medial sebelah atas.3. Stadium pembentukan fistula. Bila abses tidak diatasi, maka secara spontan abses akan membentuk fistula pada daerah ligamentum palpebra medial. Fistula internal pada kavum nasi sangat jarang terjadi

Gambar 5. Dakriosistitis akut pada stadium abses sakus lakrimalis(5)

Gambar 6. Dakriosistits akut dengan fistula eksternal(5)Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya.(1,2)Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan.(3,8)

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANGAda beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi sistem drainase air mata.(1,6,16)1. Tes fluoresens konjungtiva. Drainase air mata normal dapat didemonstrasikan dengan cara menginstruksikan pasien untuk bersin ke tisu setelah konjungtiva forniks diberikan larutan natrium fluoresens 2%2. Tes anel. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui lokasi stenosis. Pemeriksaaan diawali dengan pemberian anestesi lokal secara topikal, selanjutnya dengan menggunakan probe berbentuk kerucut pemeriksa melakukan dilatasi dari punktum lakrimalis. Kemudian sistem lakrimalis bagian bawah diirigasi dengan larutan fisiologis ( biasanya ditambahkan betadine ) menggunakan kanula yang sudah ditumpulkan sebelumnya. Jika duktus nasolakrimalis tidak mengalami sumbatan maka larutan irigasi tersebut akan mengalir bebas menuju hidung hingga kerongkongan.3. Pemeriksaan radiografi dengan kontras. Biasa dilakukan dakriosistografi untuk mengevaluasi bentuk, ukuran, dan posisi dari jalur sistem drainase dan kemungkinan tempat obstruksinya.4. Endoskopi duktus lakrimalis. Kini endoskopi diperbolehkan untuk melakukan visualisasi langsung terhadap permukaan dalam mukosa dari sistem duktus lakrimalis bagian bawah. Tetapi sampai sekarang endoskopi duktus lakrimalis belum termasuk ke dalam prosedur rutin untuk kasus-kasus obstruksi sistem drainase air mata.

Gambar 7. Beberapa kemungkinan lokasi obstruksi ketika dilakukan tes anel(1,7)

IX. KOMPLIKASIWalaupun tampaknya penyakit dakriosistitis ini bersifat fokal dan tidak terlalu membahayakan, tetapi komplikasi yang dapat ditimbulkan juga cukup banyak dan bervariasi. Sekret mukopurulen yang berasal dari sakus lakrimalis dapat masuk ke mata dan berpotensi menyebabkan konjungtivitis akut dan berulang. Mukokel juga dapat terbentuk di dalam kanalikulus yang mengalami sumbatan. Tidak jarang juga komplikasi dakriosisititis dapat menyebabkan abrasi kornea hingga ulkus kornea. Komplikasi lainnya yang mungkin ditemukan adalah abses palpebra, osteomyelitis pada tulang-tulang sekitar sakus lakrimalis, selulitis orbita dan ethmoiditis akut. Komplikasi yang jarang ditemukan dapat berupa trombosis sinus cavernosus hingga sepsis akibat infeksi yang sistemik.(5,17,18)

X. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis dakriosistitis dapatdi diagnosis banding dengan hordeolum dan selulitis orbita.Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak posterior dari septum orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil.(1,4,5,14)Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal bentuk hordeolum internum dan eksternum. Hordeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak.(1,4,5,14)Pada hordeolum eksternum nanah dapat keluar dari pangkal rambut. Hordeolum internum atau radang kelenjar Meibom memberikan penonjolan terutama kedaerah konjungtiva tarsal. Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar dibandingkan hordeolum eksternum. Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya kelopak sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum kelenjar preaurikuler biasanya ikut membesar. Sering hordeolum ini membentuk abses dan pecah dengan sendirinya. Pada nanah dari kantong nanah yang tidak dapat keluar dilakukan insisi.(1,4,5,14)

XI. PENATALAKSANAANDikarenakan dakriosistitis merupakan infeksi jaringan yang cukup profunda maka antibiotik sistemik diperlukan. Untuk anak-anak maka terapi pilihannya dapat berupa amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40mg/KgBB/hari dalam tiga dosis terbagi. Biasanya disertakan tambahan antibiotik topikal berupa moxifloxacin 0,5% atau azitromisin 1%. Untuk orang dewasa digunakan amoxicillin atau golongan sefalosporin. Terapi suportif seperti pemberian kompres air hangat beberapa kali dalam sehari ditambah dengan analgesik oral (acetaminophen, aspirin atau ibuprofen) terbukti dibutuhkan untuk rasa nyeri dan inflamasi. Jika terjadi demam, maka pemberian antipiretik beserta antibiotik harus sangat berhati-hati. Biasanya perlu dilakukan perawatan untuk pemberian antibiotik intravena. Pada fase akut dilarang melakukan irigasi ke sistem lakrimasi. Jika terjadi abses maka terapi terbaik adalah dengan melakukan insisi dan drainase.(1,9,14,15)Bila keadaan akut telah ditangani maka biasanya akan dipertimbangkan untuk dilakukan terapi pembedahan berupa dakriosistorhinostomi. Adapun pada kasus yang telah terbentuk fistel, maka teknik pembedahan dilakukan dengan eksisi fistula (FE), dacryocystorhinostomy eksternal (DCR) dan bicanalicular silicon tube intubation (BSTI)(19,20)Tujuan utama dilakukannya pembedahan adalah mencegah rekurensi dari penyakit ini. Disamping itu juga untuk meringankan gejala akibat obstruksi seperti epifora sekaligus untuk menormalkan flora konjungtiva.(1,7-9,14,15)Dakriosistorhinostomi adalah sebuah prosedur yang membuat lubang pada dinding duktus nasolakrimalis sehingga terdapat hubungan langsung antara sistem drainase air mata dan kavum nasi. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Teknik ini dapat dilakukan dengan jalan membuat jalan tembus dari dinding lateral kavum nasi ke duktus nasolakrimalis agar tercipta hubungan langsung antara keduanya yang dikenal dengan operasi Toti. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser untuk kasus-kasus dengan sakus lakrimalis yang besar, dikenal dengan operasi West.(1,7-9,14,15)

Gambar 8. Prinsip Operasi dacriosistorhinostomi(5)

Gambar 9.Dacriosistorhinostomi eksternal(7)

Gambar 10. Dacriosistorhinostomi Internal (5)Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).(5-7)Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:(9,14,15,19)a. Kelainan pada kantong air mata :- Keganasan pada kantong air mata.- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilisb. Kelainan pada hidung :- Keganasan pada hidung- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma- Rhinitis atopikc. Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

13