Referat Dm

download Referat Dm

of 30

description

dm

Transcript of Referat Dm

Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya.2Hiperglikemia kronis pada diabetes melitus akan disertai dengan kerusakan, gangguan fungsi beberapa organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Walaupun pada diabetes melitus ditemukan gangguan metabolisme semua sumber makanan tubuh kita, kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidrat. Oleh karena itu diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan tingginya kadar glukosa dalam plasma darah.

Klasifikasi Diabetes Melitus

DM adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. Secara etiologi DM dapat dibagi menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, DM dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.2,4,5

1. DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel pankreas (reaksi autoimun). Sel pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh yang menghasilkan insulin yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Bila kerusakan sel pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 sebagian besar oleh karena proses autoimun dan sebagian kecil non autoimun. DM tipe 1 yang tidak diketahui penyebabnya juga disebut sebagai type 1 idiopathic, pada mereka ini ditemukan insulinopenia tanpa adanya petanda imun dan mudah sekali mengalami ketoasidosis. DM tipe 1 sebagian besar (75% kasus) terjadi sebelum usia 30 tahun dan DM Tipe ini diperkirakan terjadi sekitar 5-10 % dari seluruh kasus DM yang ada.3,4,52. DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Bentuk DM ini bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin.3,4 Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel . Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini. DM tipe 2 umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam batas normal sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.3 Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.43. DM dalam kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia).3 Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan trimester kedua atau ketiga.4 Faktor risiko GDM yakni riwayat keluarga DM, kegemukan dan glikosuria. GDM meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia Kasus GDM kira-kira 3-5% dari ibu hamil dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di kehamilan berikutnya.34. Subkelas DM lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushings, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik) dan infeksi atau sindroma genetik (Downs, Klinefelters).

Diagnosis diabetes mellitus

Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala khas berupa poliuria, polidispia, lemas dan berat badan menurun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensia pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukan pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Umumnya hasil pemeriksaan satu kali saja glukosa darah sewaktu abnormal belum cukup kuat untuk diagnosis klinis DM .

Kriteria Diabetes Melitus1. Gejala klasik dengan kadar glukosa sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol).2. Glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L), pada keadaan puasa sedikitnya 8 jam, atau3. Dua jam setelah pemberian, glukosa darah 200 mg/dl (11,1 mmol) pada saatTTGO.

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

KOMPLIKASI DIABETES MELITUSMenurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

a. Komplikasi akut1. Hipoglikemia, Hipoglikemia adalah kumpulan gejala klinis yang disebabkan konsentrasi glukosa darah yang rendah.Batas konsentrasi glukosa darah untuk mendiagnosis hipoglikemia tidak sama setiap orang. Gejala umum hipoglikemia adala lapar, gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa koma. Apabila tidak segera ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, survei yang dilakukan di Inggris diperkirakan 2-4% kematian pada penderita DM tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia.

2. Hiperglikemia, Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba tiba. Gejala hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah, dan pandangan kabur. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetic(KAD), Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis. Ketoasidosis diabetik diartikan tubuh sangat kekurangan insulin dan sifatnya mendadak. Akibatnya metabolisme tubuh pun berubah. Kebutuhan tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan membentuk senyawa keton, keton akan terbawa dalam urin dan dapat dicium baunya saat bernafas. Akibat akhir adalah darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tak sadarkan diri dan mengalami koma. Komplikasi KHNK adalah terjadi dehidrasi berat, hipertensi, dan syok. Komplikasi ini diartikan suatu keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak, sehingga penderita tidak menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam, sedangkan kemolakto asidosis diartikan sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laktat tidak berubah menjadi karbohidrat.Akibatnya kadar asam laktat dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan akhirnya menimbulkan koma..b. Komplikasi kronis

1. Komplikasi makrovaskuler, Komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke. Pencegahan komplikasi makrovaskuler sangat penting dilakukan, maka penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, dan mengurangi stress.

2. Komplikasi mikrovaskuler,Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi .

PENATALAKSANAAN DM1. Edukasi2. Terapi gizi medis3. Latihan jasmani4. Intervensi farmakologisPengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (24 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan inter vensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan1. EdukasiDiabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.2. Terapi Nutrisi MedisTerapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, ter utama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.3. Latihan jasmaniKegiatan jasmani seharihari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan Seharihari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan . Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).4. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat hipoglikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinidB. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindionC. Penghambat glukoneogenesis (metformin)D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.E. DPPIV inhibitor

Suntikan1. InsulinInsulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia berat yang disertai ketosis, Ketoasidosis diabetik , Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik , Hiperglikemia dengan asidosis laktat , Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal , Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyangtidak terkendali dengan perencanaan makan, Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHOJenis dan lama kerja insulinBerdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empatjenis, yakni: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).Efek samping terapi insulin Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

HIPERGLIKEMIA

Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik.Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni1,2

EPIDEMIOLOGIBila mortalitas akibat KAD distratifikasi berdasarkan usia maka mortalitas pada kelompok usia 60-69 tahun adalah 8%, kelompok usia 70-79 tahun 27%, dan 33% pada kelompok usia > 79 tahun .Untuk kasus SHH mortalitas berkisar antara 10% pada mereka yang berusia < 75 tahun, 19% untuk mereka yang berusia 75-84 tahun, dan 35% pada mereka yang berusia >84 tahun.2,3 40 % pasien yang tua yang mengalami krisis hiperglikemik sebelumnya tidak didiagnosis sebagai diabetes.2

DEFINISIHiperglikemia menurut definisi berdasarkan kriteria diabetes melitus yang dikeluarkan oleh International Society for Pediatrics and Adolescent Diabetes (ISPAD) adalah KGD sewaktu 11.1 mmol/L (200 mg/dL) ditambah dengan gejala diabetes atau KGD puasa (tidak mendapatkan masukan kalori setidaknya dalam 8 jam sebelumnya) 7.0 mmol/L (126 mg/dL).14

KETOASIDOSIS DIABETIKUMKetoasidosis diabetikum adalah keadaan dekompensasi metabolik yang mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus diantara para ahli dibidang ini mengenai kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial < 7,35, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, anion gap yang tinggi dan kadar glukosa darah > 250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria moderate.2,3

PATOFISIOLOGI

KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat dari kekurangan atau inefektifitas insulin yang terjadi bersamaan dengan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer. Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase). Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD.Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan hipovolemia dan penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang terakhir akan memperburuk hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif pada jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid.Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co A) dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl- transferase I (CPT I), enzim untuk transesterfikasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl CoA dan CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis.Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat. Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang normal dan untuk mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin sehingga hiperglikemia bertambah berat dan produksi insulin makin kurang.2. Hormon-hormon kontraregulator (glucagon,katekolamin,kortisol,dan hormon pertumbuhan) menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hiperglikemia dan perubahan osmolaritas ektrasellular 3.Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormone kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan penglepasan/release asam lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (- hydroxybutyrate [-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik.

PENDEKATAN DIAGNOSISSekitar 80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal.Pasien KAD dijumpai pernafasan cepat dan dalam kussmaul,berbagai derajat dehidrasi( turgor kulit berkurang,lidah dan bibir kering),kadang-kadang disertai hipovolemia serta syok.derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis,delirium atau depresi sampai koma.infeksi merupakan pencetus paling sering di RS.Ciptomangunkusumo yaitu sekitar 80%.Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia.Walaupun faktor pencetusnya adalah infeksi ,kebanyakan pasien tak mengalami demam.kriteria diagnosis KAD : pH arterial < 7,35, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, anion gap yang tinggi dan kadar glukosa darah > 250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria moderate.Hasil pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada pasien KAD Glukosa250-600 mg/dl

Natrium125-135 mEq/L

Kalium Normal atau peningkatan

Magnesiumnormal

KlorinNormal

FosfatTurun

kreatininSedikit naik

Osmolalitas300-320 mOsm/ml

Keton plasma++++

Bikarbonat serum 7,3, dan anion gap 12 mEq/l. Pada pasien dewasa dapat diberikan 5 iu insulin tambahan setiap kenaikan gula darah 50 mg/dl pada gula darah di atas 150 mg/dl dan dapat ditingkatkan 20 iu untuk gula darah 300 mg/dl. Ketika pasien dapat makan, jadwal dosis multipel harus dimulai dengan memakai kombinasi dosis short atau rapid acting insulin dan intermediate atau long acting insulin sesuai kebutuhan untuk mengontrol glukosa darah. Lebih mudah untuk melakukan transisi ini dengan pemberian insulin saat pagi sebelum makan atau saat makan malam. Teruskan insulin intravena selama 1 - 2 jam setelah pergantian regimen dimulai untuk memastikan kadar insulin plasma yang adekuat. Penghentian insulin tiba-tiba disertai dengan pemberian insulin subkutan yang terlambat dapat mengakibatkan kontrol yang buruk, sehingga diperlukan sedikit overlapping pemberian insulin intravena dan subkutan. Pasien yang diketahui diabetes sebelumnya dapat diberikan insulin dengan dosis yang diberikan sebelum timbulnya KAD dan selanjutnya disesuaikan seperlunya. Pada pasien DM yang baru, insulin awal hendaknya 0,5 -1,0 u/ kgBB/hari, diberikan terbagi menjadi sekurangnya 2 dosis dalam regimen yang termasuk short dan long acting insulin sampai dosis optimal tercapai,duapertiga dosis harian ini diberikan pagi hari dan sepertiganya diberikan sore hari sebagai split-mixed dose.6,7 Akhirnya pasien DM tipe 2 dapat keluar rumah sakit dengan antidiabetik oral dan terapidiet.3. NatriumPenderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan level natrium yang diukur 130, maka level natrium yang sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5) = 138, sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan normal saline (NaCl 0,9%). Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi cairan dengan normal saline oleh karena normal saline memiliki kadar natrium lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat itu disamping oleh karena air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular sehingga akan meningkatkan kadar natrium8. Serum natrium yang lebih tinggi daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl 0,45%.74. Kalium Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3 - 5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini terjadi karena shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis, kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20 - 30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter cairan infus cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4 - 5 mEq/l. Kadangkadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan. Pada kasus tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan.6,7 Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, erdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.165. BikarbonatPemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0, pengembalian aktifitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat. Studi random prospektif telah gagal menunjukkan baik keuntungan atau kerugian pada perubahan morbiditas atau mortalitas dengan terapi bikarbonat pada pasien KAD dengan pH antara 6,9 -7,1. Tidak didapatkan studi random prospektif yang mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD dengan nilai pH < 6,9. Mengetahui bahwa asidosis berat menyebabkan banyak efek vascular yang tidak diinginkan, tampaknya cukup bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml cairan siologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9 -7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH > 7,0.7,15 Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus diberikan secara intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi setiap 2 jam jika perlu.6. Fosfat Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami penurunan hingga 1,0 mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal atau meningkat. Kadar fosfat menurun dengan terapi insulin. Studi acak prospektif gagal untuk menunjukkan efek menguntungkan dari pemberian fosfat pada hasil akhir pasien KAD, dan terapi fosfat berlebihan dapat menyebabkan hipokalemia berat tanpa bukti adanya tetanus. Bagaimanapun untuk menghindari lemahnya otot rangka dan jantung serta depres pernapasan yang disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat secara hati-hati mungkin kadangkadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan kadar serum posfat < 1,0 mg/dl. Ketika diperlukan, 20 -30 mEq/l kalium fosfat dapat ditambahkan pada terapi cairan yang telah diberikan. Untuk itu diperlukan pemantauan secara kontinu.7 Beberapa peneliti menganjurkan pemakaian kalium fosfat rutin karena mereka percaya akan dapat menurunkan hiperkloremia setelah terapi dengan membatasi pemberian anion Cl-. Pemberian fosfat juga mencetuskan hipokalsemia simtomatis pada beberapa pasien.97. MagnesiumBiasanya terdapat de sit magnesium sebesar 1 -2 mEq/l pada pasien KAD. Kadar magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti diuretik yang dapat menurunkan kadar magnesium darah. Gejala kekurangan magnesium sangat sulit dinilai dan sering tumpang tindih dengan gejala akibat kekurangan kalsium, kalium atau natrium. Gejala yang sering dilaporkan adalah parestesia, tremor, spame karpopedal, agitasi, kejang, dan aritmia jantung. Pasien biasanya menunjukkan gejala pada kadar ! 1,2 mg/dl. Jika kadarnya di bawah normal disertai gejala, maka pemberian magnesium dapat dipertimbangkan.78. Hiperkloremik asidosis selama terapi Oleh karena pertimbangan pengeluaran keto acid dalam urine selama fase awal terapi, substrat atau bahan turunan bikarbonat akan menurun. Sebagian de sit bikarbonat akan diganti dengan infus ion klorida pada sejumlah besar salin untuk mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan pasien akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat yang rendah dengan anion gap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang ringan dan tidak akan berbahaya dalam waktu 12 -24 jam jika pemberian cairan intravena tidak diberikan terlalu lama.39. Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor pencetus terjadinya KAD.3 Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan, maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.510. Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein Thrombosis (DVT) Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko tinggi, terutama terhadap penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang tua, dan hiperosmolar berat. Dosis yang dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam secara subkutan.16

Komplikasi Terapi Komplikasi yang paling sering dari KAD adalah hipoglikemia oleh karena penanganan yang berlebihan dengan insulin, hipokalemia yang disebabkan oleh pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak kontinu setelah perbaikan tanpa diberikan insulin subkutan. Umumnya pasien KAD yang telahmembaik mengalami hiperkloremia yang disebabkan oleh penggunaan cairan saline yang berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan non-anion gap metabolic acidosis seperti klor dari cairan intravena mengganti hilangnya ketoanion seperti garam natriumdan kalium selama diuresis osmotik. Kelainan biokemikal ini terjadi sementara dan tidak ada efek klinik signifikan kecuali pada kasus gagal ginjal akut atau oliguria ekstrem.7Edema serebri umumnya terjadi pada anak-anak, jarang pada dewasa. Tidak didapatkan data yang pasti morbiditas pasien KAD oleh karena edema serebri pada orang dewasa. Gejala yang tampak berupa penurunan kesadaran, letargi, penurunan arousal, dan sakit kepala. Kelainan neurologis dapat terjadi cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan kegagalan respirasi. Meskipun mekanisme edema serebri belum diketahui, tampaknya hal ini merupakan akibat dari masuknya cairan ke susunan saraf pusat lewat mekanisme osmosis, ketika osmolaritas plasma menurun secara cepat saat terapi KAD. Oleh karena terbatasnya informasi tentang edema serebri pada orang dewasa, beberapa rekomendasi diberikan pada penanganannya, antara lain penilaian klinis yang tepat dibandingkan dengan bukti klinis. Pencegahan yang tepat dapat menurunkan risiko edema serebri pada pasien risiko tinggi, diantaranya penggantian cairan dan natrium secara bertahap pada pasien yang hiperosmolar (penurunan maksimal pada osmolalitas 2 mOsm/kgH2O/jam), dan penambahan dextrose untuk hidrasi ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl.7 Hipoksemia dan kelainan yang jarang seperti edema paru nonkardiak dapat sebagai komplikasi KAD. Hipoksemia terjadi mengikuti penurunan tekanan koloid osmotik yang merupakan akibat peningkatan kadar cairan pada paru dan penurunan compliance paru. Pasien dengan KAD yang mempunyai gradient oksigen alveolo-arteriolar yang lebar yang diukur pada awal pemeriksaan analisa gas darah atau dengan ronki pada paru pada pemeriksaan fisik tampaknya mempunyai risiko tinggi untuk menjadi edema paru.

PROGNOSISPrognosis KAD tergantung pada :l. Ada tidaknya komplikasi seperti infark miokard akut , pankreatitis hemorargis, nekrosis tubuler akut .Jika terdapat komplikasi maka prognosisnya jelek. 2. Derajat asidemia.3. Lama dan derajat koma ketoasidosis

STATUS HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR

SHH pertama kali dilaporkan oleh Sament dan Schwartz pada tahun 1957. SHH didefinisikan sebagai hiperglikemia ektrim, osmolalitas serum yang tinggi dan dihidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang signifikan.Osmolalitas serum dihitung dengan rumus sebagai berikut : 2(Na)(mEq/L) + glucose (mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) / 2,8. Nilai normalnya adalah 290 5 mOsm/kg air.Pada umumnya keton serum negatif dengan pemeriksaan metoda nitroprusid pada dilusi 1:2, bikarbonat serum > 15 mEq/L, dan pH arterial > 7,3. Hiperglikemia pada SHH biasanya lebih berat dari pada KAD; kadar glukosa darah > 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai kriteria diagnostik. SHH lebih sering terjadi pada usia tua atau pada mereka yang baru didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat.3Diagnostik dari HHS meliputi 1. glukosa plasma 600mg/dl atau lebih2. osmolalitas serum 320 mOsm/kg atau lebih3. dehidrasi berat dengan peningkatan BUN4. ketonuria minimal,tidak ada ketonemia5. bikarbonat > 15 mEq/L6. perubahan dalam kesadaran.

PATOFISIOLOGIPada sisi lain, SHH mungkin disebabkan oleh konsentrasi hormon insulin plasma yang tidak cukup untuk membantu ambilan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-peptide) untuk mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk teori ini masih lemah .4HHNK dimulai dengan adanya dieresis glukosurik.Glukosuria menyebabkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin.keadaain ini semakin memperberat derajat kehilangan air.Pada keadaan normal ginjal berfungsi megeliminasi glukosa diatas ambang tertentu.Penurunan volume intravascular atau penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerular ,menyebabkan kadar glukosa meningkat .Hilangnya air yang lebih banyak dibandingkan natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar.Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar glukosa darah.terlebih jika terdapat resistensi insulin.Pasien HHNK tidak mengalami ketoasidosis namun tidak diketahui dengan jelas alasannya.Faktor yang diduga ikut berpengaruh antara lain keterbatasan ketogenesis karena keadaan hiperosmolar,kadar asam lemak bebas yang rendah untuk ketogenesis,ketersediaan insulin yang cukup untuk menghambat ketogenesis namun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia dan resistensi hati terhadap glucagon.Akibat insulin menurun terjadi penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer termasuk sel otot dan sel lemak,ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen pada otot dan hati dan stimulasi glucagon pada sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya kadar glukosa darahPada keadaan dimana insulin tidak mencukupi,maka besarnya kenaikan kadar glukosa darah juga tergantung dari ststus hidrasi dan masukan karbohidrat oral.Adanya hiperglikemia mengakibatkan timbulnya dieresis osmotic,dan mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total.Dalam ruang vascular,dimana glukoneogenesis dan masukan makanan terus menambah glukosa,kehilangan cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya volume sirkulasi.Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya cairan intravascular menyebabkan keadaan hiperosmolar.Adanya keadaan hiperosmolar akan memicu sekresi hormone anti diuretic dan timbul rasa haus.Apabila keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar yang menyebabkan kehilangan cairan ini tidak dikompensasi yaitu dengan masukan cairan oral,maka akan timbul dehidrasi dan kemudian hipovolemia.Hipovolemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan ghangguan pada perfusi jaringan.Keadaan koma merupakan suatu stadium akhir dari proses hiperglikemik ini,dimana telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi.

PENDEKATAN DIAGNOSISKarakteristik pasien HHNK umunya berusia lanjut,belum diketahui mempunyai DM dan pasien DM tipe 2 yang mendaoat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral.Sering dijumpai kasus dengan penggunaan obat yang semakin memperberat masaalah ,misalnya diuretik.Keluhan pasien HHNK adalah rasa lemah,gangguan penglihatan atau kaki kejang.Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah ,namun lebih jarang dibandingkan KAD.Kadang pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi,disorientasi,hemiparesis,kejang atau koma.Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti tiugor yang buruk,mukosa pipi yang kering,mata cekung,perabaan ektremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah.Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi.Perubahan status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma.Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan osmolaritas efektif serum.koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg.Kejang ditemukan pada 25 % pasien ini dan dapat berupa kejang umum,local,maupun mioklonik.Dapat juga hemiparesis yang reversible dengan koreksi deficit cairan.Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila hasil laboratorium seperti kadar glukosa darah,keton dan analisis gas darah belum ada hasilnya.pasien HHNK sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih 60 tahun,semakin muda semakin berkurang,dan pada anak belum pernah ditemukan.Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa insulin. Pasien biasanya mempunyai penyakit dasar lain, seperti penyakit ginjal atau kardiovaskular dan mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatik dan operasi. HHNK sering disebabkan oleh obat-obatan seperti tiazid, furosemid, manitol, digitalis, resepin, steroid, klorpromazin,hidralazin,dilantin,simetidin,dan haloperidol.Separuh pasien akanmenunjukan asidosis metabolic dengan anion gap yang ringan (10-12).Jika anion gapnya berat (>12) harus dipikirkan kemungkina diagnosis diferensia yaitu asidosis laktat.Muntah dan penggunaan diuretic tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolic yang dapat menutupi keparahan asidosis metabolic.kadar kreatini ,BUN dan hematokrit hampir selalu meningkat.HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan elektrolit.

DIAGNOSIS BANDINGDiagnosticHHSDKA

Serum glukosa(mg/dl)>600>250

Serum osmolality(mosm/kg)>3207,315 5,0 mEq per L maka harus diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq .Jika kadar awal kalium 3,3-5,0 mEq per L maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena untuk mempertahankan kadar kalium antara 4-5 mEq per L.3. Pemberian insulin intravenaDalam penatalaksanaan HHS ,insulin bukan merupakan prioritas terapi.Insulin akan menyebabkan glukosa masuk kedalam intrasel sehingga cairan akan berpindah juga ke intrasel.insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15 u/kgbb secara intravena dan diikuti dengan drip 0,1 U /kgbb perjam sampai kadar glukosa darah turun antara 250 mg per dl sampai 300 mg/dl.Jika kadar glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dl per jam ,dosis yang diberikan dapat ditingkatkan .Ketika kadar glukosa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dl sebaiknya diberikan dektrosa secara intravema dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulih kesadaran dan keadaan hiperosmolar.4. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyertaBerdasarkan penelitian terkini peningkatan kadar C-reaktive protein dan interleukin 6 merupakan indicator awal sepsis pada pasien dengan HHNK.

KOMPLIKASIKomplikasi dari terapi yang tidak adekuat meliputi oklusi vaskuler,infark miokard,DIC,rabdomiolisis.Overhidrasi dapat menyebabkan adult respiratory distress syndrome dan edema serebri.Edema serebri ditatalaksana dengan infuse manitol dengan dosis 1-2 g/kgbb selama 30 menit dan pemberian dexametason intavena.

PROGNOSISPrognosis umumnya lebih jelek dibanding KAD yaitu mortalitas l0 kalilebih besar dibanding KAD yaitu berkisar 40-70 % .Karena pada HHS biasa dijumpai pada usia lanjut yang biasanya sudah ada penyakit dasar lainnya yang menyebabkan fungsi organ yang sudah menurun..

HIPOGLIKEMIADEFINISIHipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dL ,atau kadar glukosa darah , 100 mg/dL sebanyak 3 berturut turut ,pemantauan GDs setiap 2 jam ,dengan protocol sesuai diatas ,bila GDs >200 mg/dL pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %6) Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut- turut ,pemantauan GDs setiap 4 jam ,dengan protocol sesuai diatas .bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 %7) bila hipoglikemia belum teratasi ,dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti ; adrenalin ,kortison dosis tinggi ,atau glikagon 0,5-1 mg IV / IM ( bila penyebabnya insulin )8) bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100 mgper 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam ,cari penyebab lain penurunan kesadaran

KOMPLIKASI Kerusakan otak ,koma ,kematian

PROGNOSISJika tidak diobati, Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan kematian pada setiap golongan umur. Komplikasi hipoglikemia lebih gawat dibandingkan hiperglikemia, karena gangguan pasokan glukosa pada otak dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat, gangguan kognisi dan koma.

PENUTUP

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang sangat memengaruhi kualitas hidup penyandangnya sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini memang belum ditemukan cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkannya diabetes secara menyeluruh. Namun harus diingat bahwa diabetes dapat dikendalikan, dengan cara : diet, olahraga dan dengan menggunakan obat antidiabetik. Pada setiap penanganan penyandang DM, harus selalu ditetapkan target yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program pengobatan dan penyesuaian regimen terapi sesuai kebutuhan.Komplikasi diabetes mellitus akut yaitu hiperglikemia dan hipoglikemia.Hiperglikemia terbagi menjadi ketoasidosos metabolik (KAD) dan hiperglikemia hiperosmolar (HHS).Komplikasi akut ini harus diketahui dengan dini agar didapatkan penanganan yang cepat karena dapat mengancam jiwa. Dengan referat ini semoga dapat membedakan sign dan symptom dari hipoglikemia dan hiperglikemia sehingga dapat mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan dengan tepat dan cepat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus.American Diabetes Association. Diabetes Care vol27 supplement1 2004, S94-S102.2. Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ . Acute hyperglycemic crisis in elderly. Med Cli NAm 88: 1063-1084, 2004.3. Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB , Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis and thehyperglycemic hyperosmolar nonketotic state. In Joslins Diabetes Mellitus. 13th ed.Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p. 7387704. Marshall SM, Walker M, Alberti KGMM: Diabetic ketoacidosis and hyperglycaemic non -ketotic coma. In International Textbook of Diabetes Mellitus. 2nd ed. Alberti KGMM,Zimmet P, DeFronzo RA, Eds. New York, John Wiley, 1997, p. 12151229.5. Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA : Diabetic ketoacidosis. In Diabetes Mellitus :Theory and practice. 5th ed.Porte D Jr, Sherwin RS, Ed. Amsterdam, Elsevier,1997, 827-844.6. Rosenbloom AL : Intracerebral crises during treatment of diabetic ketoacidosis. DiabetesCare 13: 22-23, 1990 .7. Rachmawati, A.M., Bahrun, U., Rusli, B., Hardjoeno. Tes Diabetes Melitus. Dalam Hardjono dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik Tes Laboratorium Diagnostik. Cetakan 3. Lembaga Pendidikan Universitas Hasanudin. Makasar. 2007. p. 167-82.8. . World Health Organisation. Diabetes mellitus : Report of a WHO Study Group. World Health Organisation. Geneva-Switzerland. 2006. S5-36.9. Widjayanti, A., Ratulangi, B.T. Pemeriksaan Laboratorium Penderita Diabetes. Available from: http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/pus-1.htm. Access : 6 Juli 2008.10. John. MF Adam. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang Baru. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 127:37-40.11. Publlication and Product National Diabetes facts Sheet. Available : http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/general05.htm#what. Access : 6 Juli 2008.12. Mansjoer A., Suprohaita, Warhani, W.I., Setiouwulan. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid ke-2. Media Aesculapius. Jakarta. 2008. p. 543-48.13. Morgan, Jeff. Collecting, Processing and Handling Venous, Capillary and Blood Spot Samples. 2007. Available from: www.idpas.org/SCNReportSite/supplements/ PATH% 20 supplement%20BloodCollectionManual.pdf (Akses : 6 juli 2008).14. Report Of The Expert Committee On The Diagnosis And Classification Of American Diabetes Mellitus. The Expert Committee On The Diagnosis And Classification Of The Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2012; 22(Suppl. 1) : S5 S20.15. Hardjono. Tes Diabetes Melitus. Dalam Hardjono dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik Tes Laboratorium Diagnostik. Cetakan 3. Lembaga Pendidikan Universitas Hasanudin. Makasar. 2006. p. 201-06.16. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4thed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p.1896-9.17. Van Zyl DG. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis. SA Fam Prac 2008;50:39-49.18. Masharani U. Diabetic ketoacidosis. In: McPheeSJ, Papadakis MA, editors. Lange currentmedical diagnosis and treatment. 49th ed. NewYork: Lange; 2010.p.1111-5.19. Chiasson JL. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic hyperosmolar state. Canadian Medical Association Journal 2003;168(7):859-66.20. Yehia BR, Epps KC, Golden SH. Diagnosis and management of diabetic ketoacidosis in adults. Hospital Physician 2008;15:21-35.21. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabachi AE.Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar syndrome. Diabetes Spectrum 2002;15(1):28-35.22. American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes Care 2004;27(1):94-102.23. Alberti KG. Diabetic acidosis, hyperosmolar coma, and lactic Acidosis. In: Becker KL, editor. Principles and practice of endocrinology and metabolism. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.1438-49.24. Ennis ED, Kreisberg RA. Diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic hyperosmolar syndrome.In: LeRoith D, Taylor SI, Olefsky JM, editors.Diabetes mellitus a fundamental and clinical ext. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2000.p.336-46.25. Wallace TM, Matthews DR. Recent advance in the monitoring and management of diabeticketoacidosis. Q J Med 2004;97(12):773-80.26. Trachtenbarg DE. Diabetic ketoacidosis.American Family Physician 2005;71(9):1705-1427. . Kitabachi AE, Wall BM. Management of diabetic ketoacidosis. American Family Physician 1999;60:455-64.30