Referat CA Laring

download Referat CA Laring

of 15

description

aa

Transcript of Referat CA Laring

ReferatKARSINOMA LARING

Oleh: Retno Susilowati 04054811416088Nur Suci Trendy Asih 04054821517024

Pembimbing:dr. Denny Satria Utama, Sp. THT-KL, FICS

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK - BEDAH KEPALA LEHER RSUP DR. MOHAMMAD HOESINFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYAPALEMBANG2015

HALAMAN PENGESAHANReferat Judul

KARSINOMA LARING

Oleh:Retno Susilawati04054811416088Nur Suci Trendy Asih04054821517024

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 24 Agustus 25 September 2015.

Palembang, September 2015 Pembimbing,

dr. Denny Satria Utama, Sp. THT-KL, FICS

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Karsinoma Laring. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Denny Satria Utama, Sp. THT-KL, FICS selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian referat ini. Penulisan juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.Demikianlah penulisan referat ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman JuduliHalaman PengesahaniiKata PengantariiiDaftar IsiivBab I Pendahuluan1Bab II Tinjauan Pustaka2.1

Bab III KesimpulanDaftar Pustaka

BAB IPENDAHULUAN

Karsinoma laring merupakan keganasan yang sering terjadi pada saluran nafas dan masih merupakan masalah karena penanggulannnya mencakup berbagai segi. Angka kejadian karsinoma laring di RS Cipto Mangunkusuma Jakarta menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan karsinoma hidung dan sinus paranasal (Hermani dkk, 2012). Tumor Ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia 55-65 tahun (Ballenger, 2012). Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis (Hermani dkk, 2012). Meningkatnya insiden karsinoma laring sangat berkaitan dengan merokok dimana seorang perokok memiliki risiko 6 kali lipat untuk menderita tumor kepala dan leher dibandingkan dengan bukan perokok dan lebih banyak terjadi pada laki-laki. Namun, akhir-akhir ini jumlah penderita perempuan semakin meningkat karena adanya kecenderungan makin banyaknya wanita yang merokok (American cancer society, 2011). Pasien karsinoma laring biasanya datang dalam stadium lanjut sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan, oleh karena itu perlu diagnosis dini untuk penanggulangannya.Secara umum penatalaksanaan karsinoma laring meliputi pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun terapi kombinasi, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita. Tujuan utama penatalaksanaan karsinoma laring adalah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring (Hermani dkk, 2012).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Laring2.2.1 DefinisiTumor ganas (neoplasma) secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Dengan kata lain, neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal meskipun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al, 2007). Tumor ganas (kanker) laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah tumor yang berasal dari epitel struktur laring (Kamus Saku Mosby, 2008).2.2.2 Epidemiologi Tumor ganas laring merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor ganas di seluruh dunia. Pada tahun 2011 diperkirakan 12.740 kasus baru tumor ganas laring di Amerika Serikat dan diperkirakan 3560 orang meninggal (Vasan NR, 2008). Kasus tumor ganas laring di RS. M. Djamil Padang periode Januari 2011-Desember 2012 tercatat 13 kasus baru dan ditatalaksana dengan laringektomi total sebanyak 6 kasus. Kejadian tumor ganas laring berhubungan dengan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Pada individu yang mengkonsumsi keduanya, faktor resikonya menjadi sinergi dan kemungkinan terjadi kanker lebih tinggi (Iqbal N, 2011).Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 Juni 2003 dijumpai 97 kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 Februari 2000, 28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total (Siti, 2004).

2.2.3 Etiologi Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologic menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alkohol dan terpajan oleh sinar radioaktif (Hermani dkk, 2012). Virus yang juga dikaitkan dengan kejadian karsinoma laring yaitu HPV (Human Papilloma Virus) dan Eibstein Barr Virus (Ballenger, 2012). 2.2.4 Patofisiologi Tumor ganas atau neoplasma ganas ditandai dengan differensiasi yang beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferensiasi baik (well differentiated) sampai yang sama sekali tidak berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel tidak berdiferensiasi disebut anaplastik. Berdasarkan Kumar et al, 2007, pada awalnya kerusakan genetik nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan genetik ini mungkin dapat dipengaruhi oleh lingkungan seperti zat kimia, radiasi, virus atau diwariskan dalam sel germinativum. Terdapat suatu hipotesis genetik pada kanker bahwa massa tumor terjadi akibat adanya ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan genetik. Sasaran utama kerusakan genetik tersebut adalah tiga kelas gen regulatorik yang normal yaitu protoonkogen yang mendorong pertumbuhan, gen penekan kanker (tumor supresor gen) yang menghambat pertumbuhan (antionkogen), dan gen yang mengatur kematian sel yang terencana (programmed cell death), atau apoptosis. Selain gen-gen tersebut terdapat juga gen yang mengatur perbaikan DNA yang rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA mempengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan mempengaruhi kemampuan organisme memperbaiki kerusakan nonletal di gen lain, termasuk protoonkogen, gen penekan tumor dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen yang memperbaiki DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi luas digenom dan transformasi neoplastik.Karsinogenesis memiliki beberapa proses baik pada tingkat fenotipe maupun genotipe. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya pertumbuhan berlebihan, sifat invasif lokal dan kemampuan metastasis jauh. Sifat ini diperoleh secara bertahap yang disebut sebagai tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA. Perubahan genetik tersebut melibatkan terjadinya angiogenesis, invasi dan metastasis. Sel kanker juga akan melewatkan proses penuaan normal yang membatasi pembelahan sel. Tiap gen kanker memiliki fungsi spesifik, yang disregulasinya ikut berperan dalam asal muasal atau perkembangan keganasan. Gen yang terkait dengan kanker perlu dipertimbangkan dalam konteks enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang menentukan fenotipe ganas, diantaranya: a. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan. Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker adalah onkogen. Gen ini berasal dari mutasi protoonkogen dan ditandai dengan kemampuan mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal pendorong pertumbuhan yang normal. Produk gen ini disebut onkoprotein. Pada keadaan fisiologik, proliferasi sel awalnya terjadi karena terikatnya suatu faktor pertumbuhan ke reseptor spesifiknya di membran sel. Aktivasi reseptor pertumbuhan secara transien dan terbatas, yang kemudian mengaktifkan beberapa protein transduksi sinyal di lembar dalam plasma. Transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui perantara kedua. Induksi dan aktivasi faktor regulatorik inti sel yang memicu transkrip DNA. Selanjutnya sel masuk kedalam dan mengikuti siklus sel yang akkhirnya menyebabkan sel membelah. Dengan latar belakang ini, kita dapat mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan sel kanker untuk memperoleh self-sufficiency dalam sinyal pertumbuhan (Kumar et al, 2007).

b. Insensitivitas Terhadap Sinyal yang Menghambat Pertumbuhan. Salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi adalah gen penekan tumor TP53 (dahulu p53). TP53 ini dapat menimbulkan efek antiproliferatif, tetapi yang tidak kalah penting gen ini juga dapat mengendalikan apoptosis. Secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa penghentian siklus sel maupun apoptosis. Berbagai stres yang dapat memicu jalur respon TP53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai (misalnya MYC) dan kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respon kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam mempertahankan integritas genom. Apabila terjadi kerusakan TP53 secara homozigot, maka kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi disel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu-satunya menuju transformasi keganasan (Kumar et al, 2007). c. Menghindar dari Apoptosis Pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu sel dipengaruhi oleh gen yang mendorong dan menghambat apoptosis. Rangkaian kejadian yang menyebabkan apoptosis yaitu melalui reseptor kematian CD95 dan kerusakan DNA. Saat berikatan dengan ligannya, CD95L, CD95 mengalami trimerisasi, dan domain kematian sitoplasmanya menarik protein adaptor intrasel FADD. Protein ini merekrut prokaspase (prokaspase) 8 untuk membentuk kompleks sinyal penginduksi kematian. Kaspase 8 mengaktifkan kaspase di hilir sepersi kaspase 3, suatu kaspase eksekutor tipikan yang memecah DNA dan substrat lain yang menyebabkan kematian. Jalur lain dipicu oleh kerusakan DNA akibat paparan radiasi, bahan kimia dan stres . Mitokondria berperan penting dijalur ini dengan membebaskan sitokrom c. Pembebasan sitokrom c ini diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam apoptosis, dan hal ini dikendalikan oleh gen famili BCL2. Dengan kata lain bahwa peran BCL2 dapat melindungi sel tumor dari apoptosis (Kumar et al, 2007).

d. Kemampuan Replikasi Tanpa Batas Secara normal, sel manusia memiliki kapasitas replikasi 60 sampai 70 kali dan setelah itu sel akan kehilangan kemampuan membelah diri dan masuk masa nonreplikatif. Hal ini terjadi karena pemendekan progresif telomer di ujung kromosom. Namun pada sel tumor akan menciptakan cara untuk menghindar dari proses penuaan yaitu dengan mengaktifkan enzim telomerase sehingga telomer tetap panjang. Hal inilah yang menyebabkan replikasi sel tanpa batas (Kumar et al, 2007). e. Terjadinya Angiogenesis Berkelanjutan Angiogenesis merupakan aspek biologik yang sangat penting pada keganasan. Angiogenesis tidak hanya untuk kelangsungan pertumbuhan tumor, tetapi juga untuk bermetastasis. Faktor angiogenetik terkait tumor (tumor associated angiogenic factor) mungkin dihasilkan oleh sel tumor atau mungkin berasal dari sel radang (misal, makrofag). Terdapat dua faktor angiogenik terkait tumor yang palling penting yaitu vascular endothelial growth factor (VEGF, faktor pertumbuhan endotel vaskular) dan basic fibroblast growth factor. Paradigma menyatakan bahwa pertumbuhan tumor dikendalikan oleh keseimbangan antara faktor angiogenik dengan faktor yang menghambat angiogenesis (antiangiogenesis). Faktor antiangiogenesis tersebut diantaranya trombospondin-1 yang diinduksi oleh adanya gen TP53 wild-type, angiostatin, endostatin dan vaskulostatin. Mutasi gen TP53 wild-type ini menyebabkan penurunan kadar trombospondin-1 sehingga keseimbangan condong ke faktor angiogenik (Kumar et al, 2007). g. Kemampuan Melakukan Invasi dan Metastasis. Pada awalnya invasi terjadi karena peregangan dari sel tumor. Peregangan ini dapat terjadi oleh karena mutasi inaktivasi gen E-kaderin. Secara fisiologis gen E-kaderin bekerja sebagai lem antarsel agarsel tetap menyatu. Proses selanjutnya adalah degradasi lokal membran basal dan jaringan interstitium. Invasi ini mendorong sel tumor berjalan menembus membmembran basal yang telah rusak dan matriks yang telah lisis (Kumar et al, 2007).

2.2.5 Histopatologi Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat differensiasi yang berbeda-beda. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi, yaitu: a. Berdiferensiasi baik (Grade I)b. Berdiferensiasi sedang (Grade II)c. Berdiferensiasi buruk (Grade III)Kebanyakan tumor ganas pita suara berdiferensiasi dengan baik. lesi yang mengenai hipofaring,sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarcoma (Hermani dkk, 2012). 2.2.6 Klasifikasi Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas (Hermani dkk, 2012) : 1. Supraglotis (30-35%)2. Glotis (60-65%)3. Subglotis (1%)Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel.Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior.Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis.

Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC :1. Tumor Primer (T)SupraglotisTisKarsinoma insituT0 tidak jelas adanya tumor primer l T1Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih baik).T1a: tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi. T1b: tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita suara palsu T2Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daaerah supra glotis dan glotis masih bisa bergerak (tidak terfiksir). T3Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah krikoid bagian belakang, dinding medial daari sinus piriformis, dan arah ke rongga pre epiglotis.T4Tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.GlotisTis Karsinoma insitu.T0Tak jelas adanya tumor primer T1Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior.T1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli T1b : tumor mengenai kedua pita suara T2Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility).T3Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.T4Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.SubglotisTis karsinoma insituT0Tak jelas adanya tumor primer T1Tumor terbatas pada daerah subglotis.T1a : tumor terbatas pada satu sisi T1b : tumor telah mengenai kedua sisi T2Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.T3Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.T4Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan keluar laring atau kedua-duanya.2. Penjalaran ke Kelenjar Limfa (N) NxKelenjar limfa tidak teraba N0Secara klinis kelenjar tidak teraba N1Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3 cm homolateral. N2Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral, ukuran diameter 3-6 cm.N2a : satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3cm tapi tidak lebih dari 6 cmN2b : multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm N2c : metastasisbilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cmN3Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.

3. Metastasis Jauh (M)MxTidak terdapat/terdeteksi.M0Tidak ada metastasis jauh.M1Terdapat metastasis jauh.

4. StadiumSTADIUMTUMOR PRIMERKEL.LIMFAMETASTASIS

Stadium 1T1N0N0

Stadium 2T2N0N0

Stadium 3T3N0M0

T1/T2/T3N1M0

Stadium 4T4N0/N1M0

T1/T2/T3/T4N2/N3

T1/T2//T3/T4N1/N2/N3M1

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, GL. Tumor-tumor Ganas Kepala dan Leher. Dalam: Adam GL, Boies LR Jr, Higler PA editors. Boies Buku ajar penyakit THT. Edisi Bahasa Indonesia, Alih bahasa Wijaya C. Jakarta EGC.1997: 430-52. 2. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher.Edisi 7. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2012: h. 176-180. 3. Wim de Jong, Sjamsuhidayat R, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal : 461 463. 4. Haryuna Sh, Tumor Ganas Laring. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari www . repository.usu.ac.id5. Shah J, Patel SG, Singh B. Larynx and Trachea. In: Shah J, Patel SG, Singh B, editors. Head and Neck Surgery and Oncology. Philadelphia: Elsevier Mosby. 2012. p. 811-992. 6. Centers for Disease Control and Prevention. Tobacco use and secondhand smoke: Impact on cancer. Available from: http:// www.cdc.gov/tobacco/campaign.24/7. Diakses tanggal 4 September 2015. 7. Spector, Ogura JH. Tumor Laring dan Laringofaring. Dalam. Ballenger JJ, Ed. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara. 1997. h. 621-77. 8. Cancer Research UK. Risks and causes of laryngeal cancer. Available from: http//www. Cancerresearchuk. org/cancer-help/type/larynx-cancer. Diakses tanggal 4 September 2015.