Referat CA Recty

download Referat CA Recty

of 34

description

CA RECTY

Transcript of Referat CA Recty

BAB IPENDAHULUAN

Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua pada penderita kanker di Amerika Serikat ( 15% dari keganasan yang ada). Kanker kolorektal adalah penyebab kematian ketiga pada laki-laki setelah kanker prostat dan paru-paru dan wanita setelah kanker kanker paru-paru dan payudara. Di seluruh dunia 9,5% pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker. Resiko terjadinya kanker kolon lebih banyak pada wanita dan kanker rectum lebih banyak pada pria.Insiden dan mortalitas kanker kolorektal bervariasi untuk tiap negara di dunia. Mortalitas tertinggi di dunia terjadi di Republik Chezc (52 per 100.000) sedangkan untuk mortalitas terendah terdapat pada negara Albania (4 per 100.000), di Amerika Serikat 35 per 100.000 orang . Insiden kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematianya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kanker (wimdejong, 2004). Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk (Depkes, 2006). Kanker kolorektal adalah kanker yang berkembang pada kolon atau rektum. Karsinoma rektum merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran cerna, lebih 30% tumor kolorektal berasal dari rektum. Pada tahun 1995, di Amerika Serikat ditemukan 40.000 kasus baru (Welton, 1999). Diagnosis karsinoma rektum pada umumnya tidak sulit, namun kenyataanya penderita lebih banyak terdiagnosis dalam stadium lanjut, sehingga pmbedahan kuratif seringkali tidak dapat dilakukan. Penderita kebanyakan datang dengan keluhan berak berdarah, yang bukan monopoli gejala karsinoma rektum karena ada penyakit lain dengan keluhan yang sama misalnya hemoroid, colitis. Sehingga banyak dokter mencoba memberikan pengobatan ke arah hemoroid yang merupakan penyakit yang lebih banyak ditemukan. Prognosis penderita sangat bergantung kepada stadium dari kanker rektum. Angka kemungkinan untuk bertahan hidup dalam 5 tahun pada pasien dengan karsinoma rektum stadium dini adalah 58,9 sampai 78,8%, dan angka ini akan berkurang seiring dengan meningkatnya stadium yaitu hanya sebesar 7% saja pada karsinoma rekti stadium akhir (Elizabeth, 2005). BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi Karsinoma rektum adalah karsinoma yang berkembang pada rektum. Kanker kolorektal berlokasi di rektum (30%) (Welton, 2001)

2.2. Anatomi dan Fisiologi Rektum

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa (tim anatomi, 2001).

Gambar 2.1. Anatomi Colorektal

Vaskularisasi daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Hal inilah yang dapat menjelaskan terjadinya hemoroid interna pada pasien-pasien hemoroid interna. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.

Gambar 2.2. Vaskularisa anorektum

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.

Gambar 2.3. Vaskularisasi vena daerah anorektumPersarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3, dan 4,s erabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan. Hal ini menjelaskan terjadinya efek samping dari pembedahan pasien-pasien dengan karsinoma rekti, yaitu berupa disfungsi ereksi dan tidak bisa mengontrol buang air kecil atau miksi. Rektum (bahasa latin :regere, meluruskan, mengatur ) adalah ruangan yang berasal dari ujung usus besar (estela kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desenden. Jika kolon desenden penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar. Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk defekasi. Jira defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jira defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, kostipasi dam pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan itu, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar. Proses defekasi diawali oleh terjadi reflek defekasi akibat ujung-ujung serabut saraf rectum terangsang ketika dinding rectum teregang oleh massa feses. Sensasi rectum ini berperan penting pada mekanisme contience dan juga sensasi pengisian rectum yang merupakan bagian integral penting pada defekasi normal. Distensi dari rectum akan menstimulasi receptor regang pada dinding rectum, lantai pelvis dan kanalis anales. Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rectum mengirim signal afferent yang menyebar melalui pleksus mienterikus yang merangsang terjadinya gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid dan rectum sehingga feses terdorong ke anus. Setelah gelombang peristaltik mencapai anus, sfingter ani interna mengalami relaksasi oleh adanya sinyal yang menghambat pleksus mienterikus; dan sfingter ani externa pada saat tersebut mengalami relaksasi secara volunter, terjadilah defekasi. Pada permulaan defekasi, terjadi peningkatan tekanan intraabdominal oleh kontraksi otot-otot kuadratus lumborum, muskulus rectus abdominis, m. oblique interna dan externa, m. transversus abdominis dan diafragma. M. puboerektalis yang mengelilingi anorectal junction kemudian akan relaksasi sehingga sudut anorektal akan menjadi lurus dan feses akan dievakuasi. M. sfingter ani externa kemudian akan berkontraksi dan memanjang ke kanalis anales. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi sfingter ani eksterna yang berada di bawah pengaruh kesadaran (voulenter). Bila defekasi ditahan, sfingter ani akan tertutup, rectum akan mengadakan relaksasi untuk mengakomodasi feses. Setelah proses evakuasi selesai akan terjadi closing reflex.

2.3. Epidemiologi Kanker RectumDi dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker dengan mortalitas lebih dari 50%. 9,5% pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari jumlah total penderita kanker (depkes, 2006).Angka insiden tertinggi terdapat di Eropa, Amerika dan Selandia baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat di India, Amerika Selatan dan Arab Israel (soecripto, 2011). Mortalitas tertinggi di dunia terjadi di Republik Checz (52 per 100.000) sedangkan untuk mortalitas terendah terdapat pada negara Albania (4 per 100.000), di Amerika Serikat 35 per 100.000 orang (Welton, 1999).Sekitar 135.000 kasus baru kanker kolorektal terjadi di Amerika Serikat setiap tahunya dan menyebabkan angka kematian sekitar 55.000. Sepertiga kasus terjadi di kolon dan 2/3 di rektum. adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak (98%), jenis lainnya yaitu karsinoid (0,1%), limfoma (1,3%), dan sarkoma (0,3%) (Stewart, 2001). Insidensi kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Di negara barat, perbandingan insiden laki-laki dan wanita 3:1, dan merupakan penyakit orang usia lanjut (Syamsuhidayat, 2006).Pada tahun 2002 kanker kolorektal berada pada peringkat kedua pada pria setelah kanker paru, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ke tiga setelah kanker payudara dan kanker servik (boyle, 2004).Histopatologisnya dari kanker rektal sebesar 96% berupa adenokarsinoma, 2% lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid karsinoma dan 0,8% berupa sarcoma. Sedangkan untuk lokasinya sebagian besar berada di rektum (51,6%) diikutio oleh kolon sigmoid (18,8%), kolon desenden (8,6%), kolon transversum (8,06%), kolon ascenden (7,8%) dan multifokal (0,28%).Berdasarkan penelitian pada tahun 2006-2010, angka kejadian kanker kolorektal di RS AWS Samarinda berjumlah 160 orang, jumlah pria lebih banyak yaitu 81 orang dan wanita 65 orang, dan untuk jenis terbanyak didapatkan hasil adeno Ca (130 orang), mucinous Ca (4 orang), signet sel ring cell ca (4 orang), lyfoma (4 orang), carcinoid ca (2 orang), sarcoma (2 orang) serta berdasarkan usia sampel didapatkan terbanyak pada usia 31-40 tahun (Mukhtar, 2010).Karsinoma rektum biasanya terjadi pada usia tua pada dekade ke 7. Bagaimanapun juga karsinoma dapat terjadi pada usia berapapun.

2.4. Faktor ResikoEtiologi dari kanker rektum sendiri belum diketahui, namun beberapa faktor resiko telah ditemukan dapat menyebabkan terjadinya kanker rektum. Beberapa faktor resiko yang berperan adalah 1. Faktor genetik seperti FAP dan HNPCC2. Inflamatory bowel disease seperti penyakit chron dan colitis ulseratifTerdapat peningkatan resiko berkembangnya kanker kolorektal dengan penderita IBD dalam waktu yang lama, sebanyak 3% setelah 15 tahun, 5% setelah 20 tahun dan 5% setelah 25 tahun. 3. Diet (lemak, protein, daging dan kalori)4. kelebihan berat badan lebih dari 20 penelitian, mencakup lebih dari 3000 kasus secara konsisten mendukung bahwa terdapat hubungan yang positif antara obesitas dan kejadian kanker rektum. Terjadi kenaikan resiko 15% pada orang yang overweight (BMI>25%) dan resiko meningkat menjadi 33% pada obesitas (BMI>30).5. Obat-obatan NSAID atau kemoprevetionObat-obatan NSAID akan menghambat produksi prostaglandin melalui hambatan paa COX. COX akan merangsang angiogenesis pada kanker rektum. penelitian kohort dan kasus kontrol menunjukkan bahwa golongan NSAID seperti piroksikam dan aspirin dapat mencegah terbentuknya adenoma atau menyebabkan regresi polip adenoma pada FAP.6. Merokokperokok jangka lama (periode induksi 30-40 tahun) mempunyai resiko 1,5-3 kali lebih banyak. 7. Pengobatan sulih hormonterdapat hubungan yang terbalik antara estrogen replacement therapy (ERT) dengan TSH dengan kejadian kanker rektum. 8. Alkohol 9. Kalsiumkalsium akan menurunkan angka kekambuhan adenoma secara bermakna. Dosis yang dipakai 1250-2000 mg. 10. vitamin vitamin E, vitamin D dan asam folat 400mg/hari menurunkan kejadian kanker rektum. (Zahari, 2009)

2.5. Etiologi dan PatogenesisSecara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan kanker rektum sama seperti kanker yang lain yang masih belum diketahui penyebabnya, namun diduga hal tersebut terjadi akibat interaksi berbagai faktor yakni faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang multipel berinteraksi dengan predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi kanker kolon dan rektum (Syamsuhidayat, 2006). Tumorigenesis kanker kolorektal berdasar pada penyakit genetik, yang merupakan akumulasi dari alterasi genetik dan ekspansi sel klonal yang agresif yang bertumbuh cepat melebihi sel progenitor. Tiga kategori utama yang berimplikasi pada perkembangan kanker kolorektal adalah onkogen seperti K-ras, gen supresor tumor APC, DCC, p53 dan MCC, dan ketidaksesuaian gen seperti hMSH2, hMLH1, hPMS, dan hPMS2. (Welton, 2001). Pada tahun 1990, Fearon dan Vogelstein mengungkapkan bahwa untuk terjadinya kanker, terdapat minimal lima gen yang bermutasi. Sedangkan penelitian lebih lanjut menunjukkan minimal tujuh gen yang beralterasi yang terjadi sebelum berkembangnya kanker. Jalur ini sering disebut dengan LOH (loss of heterogenitas) yang didapat dari perkembangan kanker kolorektal yang diwariskan dan sporadik. Terdapat juga jalur yang berkembang, yang diinisiasi oleh defek akibat ketidaksesuaian gen. Pada kasus ini terjadi replikasi yang salah yang mengarah pada instabilitas microsatelite dan malfungsional dari gen. Tumor ini disebut denga RER (replication error) yang ditemukan kurang lebih 20%. Sehingga terdapat multipel genetik faktor yang menghasilkan terjadinya keganasan kolorektal. APC genGen APC (adenomatous polypolis coli) berlokasi di chromosom lengan panjang 5q. Hal tersebut bermanifestasi pada FAP (familial adenomatous polyposis) dan Sindrom Garners dan yang paling sering Turcots syndrom. APC yang bermutasi ditemukan pada sebagian besar tumor kolorektal, yang terdeteksi pada 63% adenoma dan merupakan 60% dari karsinoma. Mutasi dari adenoma dan carsinoma tidak hanya terjadi pada jaringan sekitar, yang mengindikasikan mutasi somatik. DCC genGen DCC (deleted in colorectal carcinoma) yang berlokasi di krosomom lengan panjang 18 (18q). Gen memproduksi gen yang melibatkan adhesi sel dan interaksi dari matrik sel yang berpengaruh pada pencegahan pertumbuhan tumor, invasif dan metastase.

Genetic factor Field effect mutational rateAPC geneLOH pathwayMMR geneRER pathwayMicrosatelite instabilityClonal growthCarcinoma metastasis Enviromental factors Initial mutationSomatic mutation or allelic loss K-ras, DCC, P-53

Skema 2.1. patofisiologi ca recty

Mukosa rektum yang normal sel-sel epitelnya beregenerasi setiap 6 hari. Pada adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu proses diferensiasi dan maturasi sel-sel tersebut, yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous polyposis coli (APC) yang menyebabkan replikasi yang tidak terkontrol. Dengan peningkatan jumlah sel tersebut menyebabkan terjadi mutasi yang mengaktivasi K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah apoptosis dan memperpanjang hidup sel.Diet rendah serat dan tinggi karbohidrat akan mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian besar zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat akan menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume kecil, selain itu masa transisi feses akan meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama (price, 2006). Kanker rectum terutama adenokarsinoma (muncul dari epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker ini dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering metastase ke hati). Terdapat 3 kelompok kanker rektum berdasarkan perkembanganya :1. kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari 10%2. kelompok sporadik yang mencakup sekitar 70%3. kelompok familial yang mencakup 20%Kelompok yang diturunkan adalah pasien yang waktu dilahirkan sudah dengan mutasi sel germinativum pada salah satu alel dan terjadi mutasi somatikalel yang lain. Contohnya adalah FAP (Familial Adenomatous Polyposis) dan HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer). HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari kanker kolon dan rektum. kelompok sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing-masing alelnya.Kelompok familial tidak sesuai ke dalam salah satu dominan inherited syndrom di atas (FAP dan HNPCC) dan lebih dari 35% terjadi pada orang muda. Meskipun kelompok familial dari kanker kolon dapat terjadi kebetulan saja, ada kemungkinan peran ligkungan atau mutasi germinativum yang sedang berlangsung. Terdapat dua model utama perjalanan perkembangan kanker kolon dan rektum yaitu LOH (Loss of Heterozygocity) dan RER (Replication Error). Model LOH mencakup mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC dan p53 serta aktivasi onkoge yaitu K-ras, contohnya perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma. Sementara model RER karena adanya mutasi gen MSH2,hMLH1, hPMS1, hPMS2. Model terakhir ini seperti pada HNPCC. Pada bentuk sporadik, 80% berkembang lewat model LOH dan sisanya berkembang lewat model RER (Zahari, 2009).

Gambaran mikroskopisPada stadium dini karsinoma rekti hanya membentuk daerah penebalan yang terlokalisir pada mukosa normal atau benjolan keras (nodule) pada adenoma yang telah ada papiloma villous. Dengan pertumbuhan yang terjadi, massa akan membesar dan menjadi beberapa bentuk (samiadji, 1996)1. polipoid (cauli flower carsinoma)Berupa massa seperti jamur yang menonjol dalam lumen usus (fungating mass), dengan infiltrasi minimal ke dinding usus. Penonjolan lesi dapat halus atau kasar, oleh karena pertumbuhan yang cepat akan menyebabkan nekrosis dan akan terjadi ulserasi pada beberapa tempat. Adanya massa tumor pada epitel kelenjar mukosa rektum akan memproduksi lendir, serta adanya nekrosis dan ulserasi pada massa tumor akan menimbulkan keluhan berak darah, berak lendir dan rasa tidak puas setelah berak2. Ulseratif Berupa ulkus maligna yang khas dengan tepi tak rata dan dasar berkerak, berbentuk sirkuler dan kasar. Jenis pertumbuhan ini sering menginfiltrasi dinding rektum sehingga terjadi deformitas dan penyempitan. Bentuk ulseratif selain menimbulkan keluhan berak darah-lendir, diare palsu dan apabila telah terjadi penyempitan lumen akan memberikan keluhan tinja pipih seperti tahi kambing. 3. Anuler (stenosing carsinoma)Tumbuh dari ulkus maligna, lesi akan meluas mengelilingi dinding usus dan akhirnya kedua tepinya bertemu membentuk ulserasi yang anuler. Sering menimbulkan stenosis, paling khas terlihat pada sigmoid, disebut string-stricture carsinoma.Pada bentuk ini keluhan berak darah dan lendir tidak jelas, keluhan yang sering dikeluhkan adalah adanya kesukaran defekasi dengan tinja pipih seperti kambing.4. InfiltratifMenimbulkan penebalan difus pada dinding usus, sebagian besar tertutup oleh mukosa yang utuh. Dan terdapat ulserasi pada beberapa tempat. Apabila telah terjadi ulserasi akan memberikan keluhan berupa berak lendir dan darah.5. KoloidBerupa masa tumor yang besar seperti gelatin. Dapat menimbulkan ulserasi dan infiltrasi yang luas. Bentuk ini terutama akan memberikan keluhan berupa kesukaran defekasi oleh karena adanya massa tumor yang besar dan adanya tinja pipih seperti tahi kambing, apabila terjadi ulserasi akan memberikan gejala berak darah dan lendir.

2.6. Deteksi Dini Karsinoma rekti seringkali asimtomatis dan ditemukan dalam keadaan lanjut. Deteksi dini dapat diartikan adalah investigasi/penemuan kasus pada individu asimtomatik yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi kuratif. Komite kesehatan dan penelitian Amerika skrining pada populasi dengan kriteria tertentu. Table 2.1. Rekomendasi Screening bagi kanker usus besar dan polipsKategori resikoMetode screeningUmur untuk mulai screening

Resiko rata-rata1. Tes feses darah tahunan2. Sigmoidoskopi fleksibel tiap 5 tahun3. Tes feses darah tahunan dengan Sigmoidoskopi fleksibel tiap 5 tahun4. Barium enema double kontras tiap 5 tahun5. Kolonoskopi tiap 10 tahun50 tahun

Riwayat keluargaPilihan metode :1. Barium enema double kontras tiap 5 tahun2. Kolonoskopi tiap 10 tahun40 tahun atau 10 tahun sebelum umur anggota keluarga yang termuda didiagnosa dengan karsinoma.

Herediter nonpoliposis kanker usus besarKolonoskopi setiap 1-3 tahun, konsultasi dan tes genetika 21 tahun

Familial adenomatous poliposisSigmoidoscopy flekssible atau kolonoscopy setiap 1 atau 2 tahun, konsultasi genetikPubertas

Colitis ulcerativeKolonoscopy dengan biopsy untuk dysplasia setiap 1 atau 2 tahun7 hingga 8 tahun setelah didiagnosa dari pankolitis, 12 hingga 15 tahun setelah didiagnosis dengan colitis sisi kiri.

Indikasi Secara umum dapat dibedakan 2 kelompok yaitu populasi umum dan kelompok resiko tinggiPada populasi umum dilakukan pada usia di atas 40 tahun. Deteksi dini pada kelompok masyarakat yang beresiko tinggi adalah :a. penderita kolitis ulseratif atau chron disease selama >10 tahunb. penderita yang telah dilakukan polipektomi karena adenoma kolon dan rektumc. individu dengan riwayat keluarga menderita kanker rektumd. individu dengan riwayat keluarga memiliki risiko karsinoma rektum 5 kali lebih tinggi

Tabel 2.2. kriteria resiko pada individu dengan riwayat KKR (kriteria Amsterdam)Tingkat resikoKriteria

TinggiPaling sedikit 3 anggota keluarga menderita KKR atau paling sedikit 2 anggota dengan KKR dan 1 dengan karsinoma endometrial pada paling sedikit 2 generasi. Satu dari anggota keluarga telah menderita di bawah usia 50 tahun dan salah satu anggota yang didiagnosis adalah silsilah pertama keluarga ditemukan pembawa (carier) gen HNPC anggota keluarga yag tidak diuji

Sedang Seorang anggota keluarga silsilah pertama menderita KKR pada usia