Refarat Kulit Dermatitis Kontak Iritan

21
BAB I PENDAHULUAN Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik,maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini. (1) Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari satu mekanisme dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis kontak alergi, dimana dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan variasi dari stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik. (2,3) Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk 1

description

DKI

Transcript of Refarat Kulit Dermatitis Kontak Iritan

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan nonimunologik pada

kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor

eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik,maupun biologik) dan faktor

endogen memegang peranan penting pada penyakit ini.(1)

Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari

satu mekanisme dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan

dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis

kontak alergi, dimana dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada

kulit berdasarkan variasi dari stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang

menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik.(2,3)

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak

iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup

banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh

banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.(3)

Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan

bahwa 249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua

jenis kelamin, 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab

kedua terbesar untuk semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan

dari institusi yang sama, bahwa incident rate untuk  penyakit okupasional pada

populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95%dari penyakit okupasional adalah

dermatitis kontak dan 80% dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.(3)

1

Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di

Sweden melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun

sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang

bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras yang memiliki potensial merusak kulit

dan mereka yang diterima untuk mengerjakan pekerjaan basah secara rutin memiliki

faktor resiko. Mereka termasuk : muda, kuat, laki-laki yang dipekerjakan

sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti. (3)

Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan

karena penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu antara kontak

dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis

muncul segera setelah pajanan dan tingkat keparahannya ditentukan berdasarkan

kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan oleh bahan iritan tersebut.(1,3)

Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan

seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis.

Pencegahan bahan-bahan iritasi kulit adalah strategi terapi yang utama pada

dermatitis kontak iritan.

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DERMATITIS KONTAK

2.1.1 Definisi

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi

yang menempel pada kulit.(1)

2.1.2 Jenis

Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan

dermatitis kontak alergik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronik. Dermatitis

iritan meerupakan reaksi peradangan kulit non-imunologik, jadi kerusakan kulit

terjadi langsung tanpa didahului proses sensitasi sebaliknya, dermatitis kontak alergik

terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitasi terhadap suatu allergen. (1)

2.2. DERMATITIS KONTAK IRITAN (DKI)

2.2.1. Definisi

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik,

jadi kerusakan kulit terjadi tanpa didahului proses sensitisasi.(1)

2.2.2. Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan

misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu .

(1)Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh molekul, daya larut, konsentrasi

bahan tersebut dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh ustul lain seperti lama kontak,

kekerapan (terus – menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit pustul,

demikian pula gesekan dan trauma fisis, suhu dan kelembaban.(1,4)

3

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan

ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas, usia ( anak

di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan

daripada kulit putih), jenis kelamin (lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang

pernah atau sedang diderita (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun).1

4

Tabel 2.1. Beberapa bahan iritan dan manifestasi klinisnya(5)

5

2.2.3. Patogenesis(1)

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi

keratin, menyingkirkan lemak dan mengubah daya ikat air kulit.

Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membrane)

keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom,

mitokondria atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan

melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor

(PAF), dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien

(LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi,dan meningkatkan permeabilitas vaskuler

sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak

sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktivasi sel mast

melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan

vaskular.

DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis

protein, misalnya interleukin – 1 ( IL – 1) dan granulocyte – macrophage colony

stimulant factor (GMCSF). IL – 1 mengaktifkan sel T – helper mengeluarkan IL – 2

dan mengekspresi reseptor IL – 2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan

proliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA – DR dan adhesi intrasel

– 1 (ICAM -1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF – α,

suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktivasi sel T, makrofag dan granulosit,

menginduksi ekspresi molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat

terjadinya gejala kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri bila iritan kuat.

Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak,

dimulai dengan kerusakan stratum korenum oleh karena delipidasi yang

menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga merusak kerusakan

sel dibawahnya oleh iritan.

6

2.2.4. Gejala Klinis

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, tergantung pada sifat iritan. Iritan

kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis.(1,4)

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor – faktor predisposisinya, DKI

diklasifikasikan ke dalam sepuluh tipe, yaitu DKI akut, lambat akut (acute delayed

ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan

akneformis, non eritematosa, dan subyektif. (1) Selain itu ada juga yang membaginya

menjadi dua kategori, yaitu kategori mayor dan kategori lain. Kategori mayor terdiri

atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi dan DKI kumulatif, sedangkan DKI

kategori lain terdiri atas DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI

noneritematosa, dan DKI subyektif.(1,5)

Kategori Mayor

a. DKI Akut termasuk Luka Bakar Kimiawi

DKI akut terjadi setelah seseorang terkena bahan iritan kuat, seringnya oleh

karena sebuah bahan kimiawi yang bersifat asam ataupun basa.(5) Bahan basa dan

asam yang kuat, seperti natrium dan kalium hidroksida, hidroklorida, dan asam sulfur

(sulfuric acid)adalah bahan iritan tersering yang menyebabkan DKI akut

dibandingkan bahan iritan lainnya.(1,5) DKI akut biasanya terjadi karena kecelakaan

dan reaksi segera timbul.

Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan

iritan, terbatas pada tempat kontak. Keluhan dari pasien adalah kulit terasa pedih,

panas, dan rasa terbakar. Kelainan yang didapatkan adalah eritema edema, papul,

vesikel, bula, skuama, dan nekrosis. Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada

umumnya asimetris.(1,5)

7

Gambar 2.1. Dermatitis Akut Iritan(4)

Gambar 2.2. Vesikobulosa pada tangan seorang pria usia 40 tahun karena memakai sarung tangan yang direndam bahan pelarut(5)

b. DKI Kumulatif

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lainnya adalah

dermatitis kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang – ulang dengan iritan lemah

misalnya deterjen, sabun, pelarut, pembersih pabrik, tanah, air.(1,5) Bisa jadi suatu

bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru

mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak

berminggu – minggu atau bulan, bahakan bisa bertahun – tahun kemudian, sehingga

waktu dan rentetan kontak merupakan faktor yang penting.(1)

DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih

sering ditemukan di tangan dibandingkan bagian lain tubuh. Contoh pekerjaan yang

berisiko tinggi yaitu tukang cuci, kuli bangunan, montir di bengkel, juru masak,

tukang kebun, dan penata rambut.(1,5)

8

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun menjadi kulit

tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi difus. Kulit dapat menjadi retak, seperti luka

iris (fisura) bila kontak berlangsung lama, misalnya pada tumit tukan cuci yang

kontak terus – menerus dengan deterjen. Tanda utamanya adalah tidak adanya

vesikel, melainkan lebih kepada kekeringan dan retaknya kulit. Keluhan penderita

umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak.(1,5,7)

Gambar 2.3. DKI kumulatif pada tangan seorang ibu rumah tangga. Terdapat eritema, hiperkeratosis, retak, dan fisura terutama pada ujung – ujung jari.(5)

9

Gambar 2.4. DKI pada tangan seorang tukang bangunan. Terdapat hiperkertosis dan fisura yang berat.(5)

Kategori Lain

a. DKI Akut Lambat

Gejala tidak terlihat hingga 8 – 24 jam setelah terpapar atau kontak dengan

bahan iritan. Gejala klinis yang terlihat sama dengan DKI akut. Bahan – bahan yang

dapat menyebabkan DKI jenis akut lambat adalah podofilin, antralin, tretinoin, etilen

oksida, benzalkonium klorida, asam hidroflourat, bromin, 7 – hexanediol diakrilat,

dan propylene glycol.(1,5) Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu

serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa

pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi

vesikel atau bahkan nekrosis.

b. Reaksi Iritan

Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang

terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam

beberapa bulan pertama pelatihan.(1,5) Kelainan kulit monomorf sapat berupa skuama,

10

eritema, vesikel, pustul, dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan

penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.(1)

c. DKI Traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala

seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu. Paling

sering terjadi di tangan.(1)

d. DKI Noneritematosa

DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai dengan

perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.(1)

e. DKI Subyektif

DKI ini disebut juga DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat, namun

penderita merasa seperti tersengat atau terbakar setelah kontak dengan bahan kimia

tertentu, misalnya asam laktat.(5)

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran

klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga

penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya, sebaliknya

DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas,

sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak allergen. Untuk itu

diperlukan uji temple dengan bahan yang dicurigai.(1)

Diagnosis gangguan alergik umumnya mencakup pemeriksaan darah, sediaan

apus sekresi tubuh test kulit dan RASt (Radioallergosorbent test)  hasil pemeriksaan

darah akan memberikan data-data yang suportif untuk pelbagai kemungkinan

diagnostik, kendati demikian tes darah hasil laboratorium bukan Kriteria utama dalam

pemeriksaan gangguan alergik.(9)

Pemeriksaan awal dapat mencakup pemeriksaan ini hitung darah lengkap dan

hitung jenise osinofil dalam keadaan normal merupakan 1% sampai 4% dari jumlah

total sel darah putih. Tingkat antara 5% sampai 15% adalah nonspesifik tetapi benar-

11

benar menunjukkan reaksi alergik. Eosinofilia sedang 15% hingga 40% leukosit

dalam darah sebagai eosinofel ditemukan pada pasien  gangguan alerik disamping

pasien gangguan malignitas, immunodefisiensi, infeksi parasit, penyakit jantung

congenital, dan pada pasien yang mengalamidialisis peritoneal. Kadar  total  serum Ig

E, kadar total serum IgE, yang tinggi mendukung diagnosis penyakit atopik ; kendati

demikian, kadar IGE yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosisi

gangguan alergik. Kadar IgE tidak sesensitif pemeriksaan PRIST (paper radio

immunosorbent test) dan ELISA (Enzyme-linked immunosrbent assay).(8)

Tes kulit mencakup penyuntikan intra dermal atau aplikasi superficial yang

dilakukan secara bersamaan waktunya pada tempat-tempat terpisah dengan

menggunakan beberapa jenis larutan. Larutan ini masing-masing mengandung

antigen yang mewakili suatu jenis alergen, termasuk tepung sari. (8)

Tes provokasi, tes provokasi meliputi pemberian allergen secara langsung

pada mukosa respiratorius dengan mengamati respon target tersebut. Tipe pengujian

ini sangat membantu dalam mengena allergen yang bermakna secara klinis pada

pasien-pasien dengan hasil positif, kekurangan yang utama pada tipe pengujian ini

adalah keterbatasan satu antigen persesi dan risike timbulnya gejala yang berat,

khususnya bronkhospasme pada pasien asma. “Tes radioallergosorbent, merupakan

test pemeriksaan kadar IgE. Spesifik allergen. Sample serum pasien dikenakan dalam

jumlah kompleks allergen yang dicurigai. Jika terdapat antibody, kompleks ini akan

berikatan dengan allergen yang berlabel-radio aktif”. (8)

2.2.6 Pengobatan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan

iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan factor

yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi

komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan

topical, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.(1,8)

12

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan

kortikosteroid topical, misalnya hidrokortison atau untuk kelainan yang kronis dapat

diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.(8)

Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang

bekerja dengan bahan iritan, salah satu upaya pencegahan.(3,8)

a. Dermatitis akut

Untuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam fisiologis

atau larutan kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering

diberi krim yang mengandung hidrokortison 1-2,5%. Secara sistemik diberikan

antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal. Bila berat/luas

dapat diberikan prednison 30 mg/hari dan bila sudah ada perbaikan dilakukan

tapering. Bila terdapat infrksi sekunder diberikan antibiotik dengan dosis 3x500 mg

selama 5-7 hari.

b. Dermatitis kronik

Topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti

hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon.

Sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa

gatal.

2.2.7 Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak disingkirkan dengan

sempurna maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI

kronis yang penyebabnya multi factor, juga pada penderita atopi.(1,3)

13

BAB III

PENUTUP

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit

nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses

sensitisasi. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia

langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal

dari sel epidermis. DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci

tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya.

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan. Kelainan kulit yang

muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor

lingkungan dan faktor individu penderita.

Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan gejala

klinis DKI dapat dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif.

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat khususnya adanya riwayat paparan

iritan dan pengamatan gambaran klinis.

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan

iritan dan menyingkirkan faktor yang memperberat. Apabila diperlukan untuk

mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia 2010. Hal:129-153.

2. Michael, J. A. Dermatitis, Contact. Emedicine; 2005. Available at:

http://www.emedicine.com/specialties.htm

3. Hogan, D. Contact Dermatitis, Irritant. Emedicine; 2006. Available at:

3. http://www.emedicine.com/specialties.htm

4. Buxton, Paul.ABC of Dermatology, 4th Edition. London : BMJ. 2003. Hal : 19

– 20.

5. Wolf, Klaus, Richard Allen Johnson, et al. Fitzpatricks Color Atlas and

Synopsis of Clinical Dermatology Fifth Edition. London : Mc. Graw – Hill

Companies. 2007. Hal : 1310 – 1314.

6. Gawkrowdger, David J. Dermatology An Illustrated Colour Text, 3rd Edition.

London : Crunchill Livingstone. 2003. Hal : 30 – 31.

7. Hunter, John, John Savin, et al. Clinical Dermatology, 3rd Edition. Australia :

Blackwell Publishing. 2002. Hal : 70 – 81.

8. Dermatitis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan

Kelamin RSUP Sanglah Denpasar. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin FK UNUD/RSUP Sanglah. Denpasar. Bali; 2000.

15