76938848 Dermatitis Kontak Iritan Akibat Kerja Pada Karyawan Cuci Mobil an...
-
Upload
sarnings-salam -
Category
Documents
-
view
273 -
download
6
description
Transcript of 76938848 Dermatitis Kontak Iritan Akibat Kerja Pada Karyawan Cuci Mobil an...
SPECIAL STUDY FASE II
DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA
TUKANG CUCI MOBIL
Oleh:
Made Gede Cahyadi Permana
NIM: 0702005161
Penyelia: dr. I. G. K. Darmada Sp.KK(K)
Fakultas kedokteran Universitas Udayana
2010
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan bagian terluar yang melapisi manusia di mana berfungsi untuk
melindungi organ-organ internal. kulitlah yang pertama kali terkena eksposur dari luar,
seperti sinar matahari, udara, sabun, cat, minyak dan sejenisnya. Oleh karena itu, kulit sangat
riskan mengalami inflamasi dan kerusakan akibat pengaruh zat-zat yang mengenainya.
Kuantitas paparan kulit terhadap suatu zat sangat mempengaruhi percepatan dan
keparahan dari inflamasi kulit, atau yang sering disebut dengan dermatitis kontak. Dermatitis
kontak yang terjadi akibat paparan terhadap zat iritan dan reaksinya nonimunologik disebut
dermatitis kontak iritan, sedangkan dermatitis yang terjadi akibat paparan zat dengan
terjadinya reaksi imun disebut dermatitis kontak alergik. Semakin sering kita bersentuhan
dengan zat-zat iritan, semakin besar risiko kita mengalami dermatitis kontak. Orang-orang
yang memiliki risiko tinggi terhadap dermatitis kontak, biasanya orang yang memiliki profesi
dengan frekuensi paparan terhadap zat iritan cukup tinggi contohnya: tukang cuci mobil,
buruh celup di pabrik, tukang aduk semen, pegawai bengkel, dan pegawai pabrik tekstil.
Setiap harinya, pekerja-pekerja tersebut berinteraksi dengan bahan iritan(sabun, oli, bensin,
semen, dll). Bahan iritan dapat merusak berbagai lapisan kulit, seperti ada bahan yang
merusak stratum korneum, adapula yang merusak lapisan lipid.
Bila dibandingkan dengan kuantitas usaha-usaha menengah ke atas seperti bengkel dan
pabrik di Indonesia yang sangat menjamur, maka secara teori, akan banyak jumlah orang
mengalami dermatitis kontak. Berdasarkan teori dan literatur yang digunakan penulis,
didapatkan prevalensi kasus dermatitis kontak akibat dari pekerjaan adalah 80 %, dari semua
kasus penyakit kulit akibat kerja. Penulis mencoba mengobservasi kejadian dermatitis kontak
di masyarakat, dengan mengkhususkan pada tukang cuci mobil. Dalam observasi, penulis
menemukan kejanggalan-kejanggalan pada stasiun kerja dari perusahaan cuci mobil,
misalnya kondisi lingkungan kerja di mana penulis melakukan observasi lembab, dan basah.
Kejadian seperti ini diduga terjadi di semua perusahaan cuci mobil. Dapat dibayangkan,
seberapa banyak tukang cuci mobil yang akan mengidap dermatitis kontak. Oleh karena itu
penulis merasa penting untuk mengangkat permasalahan ini dalam bentuk karya tulis tinjauan
1
pustaka dan observasi yang berjudul Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Tukang Cuci
Mobil.
1.2 Identifikasi Masalah
1.2.1 Seberapa tinggi prevalensi dermatitis kontak akibat kerja pada tukang cuci mobil?
1.2.2 Bagaimana wujud dermatitis kontak akibat kerja yang terjadi pada tukang cuci mobil?
1.2.3 Kondisi seperti apa serta faktor-faktor apa saja yang mendukung para tukang cuci mobil
ini mengidap dermatitis kontak akibat kerja?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan menjelaskan prevalensi dermatitis kontak akibat kerja pada
tukang cuci mobil serta aspek-aspek yang mendukung prevalensi tersebut.
1.3.2 Untuk mengetahui manifestasi klinis dermatitis kontak akibat kerja yang paling sering
pada tukang cuci mobil.
1.3.3 Untuk mengetahui dan menjelaskan kondisi dan faktor yang berperan dalam
mendukung terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada tukang cuci mobil di
lapangan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Masyarakat dapat mengerti faktor-faktor risiko dermatitis kontak akibat kerja.
1.4.2 Masyarakat dapat mengetahui gejala-gejala awal dermatitis kontak akibat kerja serta
dapat mengantisipasi terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
2
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Berdasarkan etimologinya dermatitis adalah peradangan kulit pada daerah epidermis
dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau endogen di mana
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik seperti edema, eritema, papul,
vesikel, skuama, dan likenifikasi disertai dengan keluhan gatal.1,2 Dermatitis yang akan
dibahas penulis yaitu dermatitis kontak, dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau zat yang
menempel di kulit.
2.2 Epidemiologi Penyakit
Literatur menyatakan bahwa dermatitis kontak merupakan penyakit tersering diderita
oleh masyarakat dibandingan penyakit kulit lainnya.1,2 Penderitanya berasal dari berbagai ras,
semua umur dan semua jenis kelamin. Dermatitis kontak terbanyak diperkirakan adalah
dermatitis kontak akibat kerja. Data epidemiologi yang spesifik sangat sulit didapatkan,
karena banyak penderita yang acuh terhadap gejala dermatitis ringan dan tidak berobat.
Berdasarkan penelitian dari Netherlands Expert Centre on Occupational Dermatoses
terhadap jumlah kasus penyakit kulit akibat kerja(occupational skin diseases) selama 5 tahun
(2001 hingga 2005) di suatu negara, didapatkan hasil berikut: Dari 4516 kasus baru, 3603
kasus merupakan kasus dermatitis kontak. Bila dibandingkan dengan penyakit lain,
persentase kasus baru dermatitis kontak sebesar 79,8 %, sehingga dermatitis kontak
merupakan penyakit kulit akibat kerja yang paling sering diderita oleh masyarakat.
Berdasarkan jenis kelamin, persentase wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu wanita
51,1% dengan kisaran umur yang dominan sekitar 15-24 dan 25-34 tahun sedangkan pria
49% dengan kisaran umur sekitar 35–44, 45–54, dan 55–64 tahun.3
2.3 Etiologi
Secara umum, penyebab utama dermatitis ada dua yaitu berasal dari luar atau eksogen,
contohnya: bahan kimia seperti detergen, asam, basa, oli, semen, fisik seperti sinar matahari,
suhu, dan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Penyebab dari dalam, atau endogen
misalnya dermatitis atopik. Penyebab dermatitis yang lain adalah idiopatik.1
3
Pada dermatitis kontak iritan penyebabnya adalah zat yang bersifat iritan seperti bahan
pelarut, detergen, sabun, minyak pelumas, asam, basa, dan serbuk kayu. Selain faktor
molekul, faktor lain yang menentukan tingkat keparahan dan kejadian dermatitis kontak iritan
adalah lama kontak, frekuensi kontak(sering atau jarang terpapar dengan bahan iritan),
trauma fisik yang membantu terjangkit dermatitis, dan faktor lingkungan yang lembab.
Sedangkan pada dermatitis kontak alergik, zat yang menyebabkan dermatitis kontak alergik
biasanya memiliki berat molekul di bawah 1000 dalton, berupa alergen, bersifat lipofilik,
sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai epidermis.1 Zat-zat
alergen ini akan mengalami reaksi imunologik yang menyebabkan inflamasi.
2.4 Patogenesis
Pada dermatitis kontak iritan, kerusakan sel yang terjadi diakibatkan oleh proses
kimiawi ataupun fisik. Zat-zat yang mengiritasi kulit, merusak stratum korneum,
mendenaturasi keratin, menghilangkan lipid pada lapisan tanduk, serta mengubah daya ikat
air di kulit. Bahan iritan kebanyakan bersifat toksik yang merusak membran lemak
keratinosit, adapula yang menembus membran sel dan merusak organel-organel sel seperti
mitokondria, lisosom, dan komponen inti sel. Kerusakan membran sel, menyebabkan aktifnya
fosfolipase sehingga melepaskan asam arakidonat, diasilgliserida, Platelet activating
factor(PAF)dan inositida(IP3). Asam arakidonat diubah menjadi prostaglandin dan
leukotrien, keduanya menginduksi vasodilatasi serta meningkatkan permeabilitas vaskuler
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin, dan sebagai kemoatraktan kuat
untuk limfosit, neutrofil, dan sel mas(mastosit) untuk melepaskan histamin, serta
meningkatkan produksi leukotrien, prostaglandin dan PAF, yang menyebabkan terjadinya
perubahan vaskular yang kuat. Diasilgliserid menstimulasi sintesis interleukin-1 dan
mengaktifkan Granulocyte-Macrophage Colony Stimulation Factor(GMCSF). Interleukin-1
mengaktifkan sel T-Helper untuk mengeluarkan interleukin-2 dan mengaktifkan reseptor
interleukin-2, sehingga menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel. Terlibatnya
TNF, yang merupakan sitokin pro-inflamasi yang mengaktifkan sel T, makrofag dan
granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin. Semua proses di
atas menimbulkan gejala radang di tempat kontak berupa eritema, edema, panas, nyeri pada
iritan yang kuat, sedangkan pada iritan yang lemah akan menimbulkan gejala setelah
mengalami kontak berulang-ulang, yang akan menyebabkan delipidasi pada stratum korneum
sehingga menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi barriernya yang mempermudah
kerusakan sel di bawahnya oleh bahan iritan.1,4
4
Pada dermatitis kontak alergik, reaksi inflamasi diinduksi oleh reaksi hipersensitivitas
tipe IV yang merupakan reaksi tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase yaitu fase
sensitisasi dan fase elitisasi.
Fase sensitisasi merupakan fase pengenalan bahan alergen terhadap tubuh. Hapten yang
masuk ditangkap secara pinositosis oleh sel langerhans dan diproses oleh sitosol dan
dikonjugasikan oleh HLA-DR menjadi antigen. Sel langerhans akan menjadi aktif akibat
adanya sitokin sehingga mampu menstimulasi sel T, dan menghasilkan banyak mediator
inflamasi, termasuk TNF, mediator ini menyebabkan sel langerhans masuk ke kelenjar
limfe untuk mempresentasikan antigen kepada sel T-Helper spesifik. Sel T-Helper spesifik
berproliferasi menjadi lebih banyak, turunannya yaitu sel T-memori akan beredar ke seluruh
tubuh, yang menandakan individu tersensitisasi. Fase ini berlangsung selama 2-3 minggu.1
Fase Elitisasi, merupakan fase di mana individu mengalami paparan ulang terhadap
alergen. Proses awalnya mirip dengan proses sensitisasi. Namun di sini proses presentasi
dilakukan oleh sel T-memori baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses
aktivasi, yang berupa reaksi berantai untuk mengeluarkan mediator inflamasi yang sangat
banyak di kulit. Produk akhir proses ini adalah teraktivasinya sel mas dan makrofag oleh
sitokin dan eikosanoid. Sel mas akan menghasilkan histamin, faktor kemotaktik, dan
leukotrien, sedangkan eikosanoid menyebabkan dilatasi vaskuler dan meningkatkan
permeabilitas. Faktor kemotaktik dan eikosanoid juga akan menarik monosit, neutrofil, serta
sel darah lainnya dari dalam pembuluh darah masuk ke dalam dermis. Rangkaian kejadian di
atas akan menimbulkan manifestasi klinis dari dermatitis kontak alergik.
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan literatur yang penulis gunakan, dermatitis kontak terdiri dari dua macam,
pertama adalah dermatitis kontak iritan yaitu dermatitis yang terjadi akibat kulit terpapar oleh
bahan yang bersifat iritan, tanpa reaksi imunologik, kedua adalah dermatitis kontak alergik
adalah dermatitis yang terjadi akibat sensitisasi terhadap suatu zat atau bahan allergen
sehingga terjadi reaksi imunologik, yang menyebabkan inflamasi.1,2
Dermatitis kontak iritan merupakan dermatitis yang paling sering diderita oleh
masyarakat. Berdasarkan literatur yang penulis baca, sebanyak 3 dari 4 kasus dermatitis
kontak iritan disebabkan oleh bahan seperti detergen, sabun, bahan pelarut, bahan perekat,
serat, dan bahan kimia lainnya. Semakin sering kulit melakukan kontak dengan bahan iritan,
semakin tinggi kesempatan untuk mengalami dermatitis kontak iritan serta meningkatkan
keparahan dari penyakitnya. Berdasarkan penyebab dan pengaruh dari faktor
5
pencetusnya(individu, lingkungan) Dermatitis kontak iritan dibagi menjadi beberapa macam
yaitu: dermatitis kontak iritan akut, dermatitis kontak iritan akut lambat, reaksi iritan,
dermatitis kumulatif, dermatitis traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular-akneformis,
noneritematosa, dan subyektif.1 Manifestasi klinis pada dermatitis di atas akan dijelaskan
pada bagian manifestasi klinis.
Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau tipe lambat.
Kasus dermatitis ini lebih jarang daripada dermatitis kontak iritan. Faktor yang berkontribusi
terhadap terjadinya dermatitis kontak alergik adalah konsentrasi dari alergennya, durasi
paparan terhadap alergen, dan adanya penyakit kulit penyerta lain.
2.6 Manifestasi klinis
Manifestasi pada dermatitis kontak iritan sangat bergantung pada sifat iritannya(iritan
kuat menimbulkan gejala akut, iritan lemah menimbulkan gejala kronis), faktor individu yang
menderita dermatitis(ras, umur, lokasi atopi, penyakit kulit penyerta yang lain), serta faktor
lingkungan(suhu, kelembaban). Berdasarkan literatur yang penulis gunakan sebagai acuan,
dermatitis kontak iritan dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan gejala klinisnya
antara lain:
1. Dermatitis kontak iritan akut. Contohnya luka bakar oleh zat kimia keras.
Biasanya etiologinya adalah iritan yang kuat misalnya kalium hidroksida.
Reaksinya berlangsung cepat dan segera timbul. Intensitasnya sebanding dengan
konsenterasi dan lamanya kontak. Iritasinya terbatas pada daerah kontak saja.
Gejala yang timbul yaitu: kulit terasa panas, perih, sensasi seperti terbakar,
eritema, edema, bula, nekrosis. Ada batas tegas antara kulit yang iritasi dan
yang normal, dan pada umumnya asimetris.1
2. Dermatitis kontak iritan akut lambat. Gejalanya sama dengan Dermatitis
kontak iritan akut, tetapi baru muncul setelah 8-24 jam atau lebih pasca-kontak.
Contoh bahan penyebabnya adalah: asam hidrofluorat, tretionin, antralin, bisa
juga bulu serangga(dermatitis venenata). Gejala klinis awal belum muncul,
kemudian setelah selang waktu 8-24 jam akan muncul eritema disertai nyeri,
setelah itu berlanjut menjadi vesikel atau nekrosis.1
3. Dermatitis kontak iritan kumulatif(dermatitis kronis). Dermatitis ini yang
paling sering terjadi, terutama pada pekerja yang kontak secara kontinyu dengan
bahan iritan, seperti montir mobil, tukang cuci, penata rambut, dan koki dapur.
Kontak terhadap bahan iritan lemah terjadi secara berulang-ulang, misalnya
6
faktor fisis seperti gesekan, truma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin;
bahan seperti detergen, sabun pelarut, tanah, dan air. Prosesnya bisa diakibatkan
oleh satu bahan saja, tetapi biasanya proses menjadi dermatitis iritan melalui
paparan berulang-ulang terhadap beberapa faktor dan bahan secara bersama.
Setelah kontak berminggu-minggu atau bahkan hingga tahunan, baru timbul
reaksi peradangan. Gejala klinis yang terjadi berupa kulit kering, skuama,
eritema, kemudian menjadi hiperkeratosis dan likenifikasi, difus. Bila kontak
terus berlanjut kulit bisa retak seperti luka iris(fisur). Pasien biasanya mengeluh
gatal atau nyeri akibat fisur. Ada kalanya kelainan di kulit hanya berupa skuama
tanpa eritema dan kulit kering sehingga sering diabaikan oleh penderita.1
4. Reaksi iritan. Merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang
terpapar pekerjaan basah seperti penata rambut. Reaksi hanya terjadi pada awal
pertama melakukan, kemudian umumnya akan sembuh sendiri atau akan
menjadi dermatitis kontak iritan kumulatif. Gejala klinisnya berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, dan erosi serta terjadi penebalan kulit.1
5. Dermatitis kontak iritan traumatik. Biasanya akibat dari trauma panas dan
laserasi. Penyembuhannya lambat, sekitar lebih dari 6 minggu, sering terjadi di
tangan.1
6. Dermatitis kontak iritan noneritematosa. Merupakan bentuk subklinik dari
dermatitis kontak iritan, di mana ditandai dengan perubahan fungsi barrier
stratum korneum tetapi tidak diikuti oleh gejala klinis.1
7. Dermatitis kontak subyektif(dermatitis kontak sensori). Tidak terlihat
adanya kelainan di kulit, namun pasien mengeluh pedih dan terasa terbakar
setelah bersentuhan dengan iritan. Bahan yang biasanya menimbulkan
dermatitis kontak subyektif adalah asam laktat.1
Pada dermatitis kontak alergik, umumnya keluhan gatal yang paling sering muncul,
sedangkan kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitisnya dan lokasi. Pada fase
akut, awalnya muncul bercak eritematosa berbatas jelas serta adanya edema, papulovesikel,
vesikel, atau bula. Bila vesikel atau bula pecah, akan menimbulkan erosi dan eksudasi.
Sedangkan pada fase kronis, kulit tampak kering, berskuama, papul, likenifikasi, mungkin
juga fisur, batasnya tidak jelas. Lokasi terjadinya dermatitis kontak alergik bisa di mana saja,
namun pada skalp, telapak tangan, dan telapak kaki relatif resisten terhadap dermatitis kontak
alergik. Lokasi tubuh yang bisa terkena dermatitis antara lain:
7
1. Tangan. Merupakan lokasi tersering terkena dermatitis. Lebih dari sepertiga penyakit
kulit akibat kerja terjadi di tangan. Alergennya biasanya: semen, detergen, antiseptik,
getah, cat, dan pestisida.
2. Lengan. Alergennya bisa berupa nikel(jam tangan), hingga deodorant(pada daerah
ketiak).
3. Wajah. Biasanya disebabkan oleh kosmetik, spons, obat topikal, hingga tangkai kaca
mata. Dapat pula berasal dari alergen di tangan, kemudian kontak dengan wajah saat
mengusap keringat. Pada daerah bibir, biasanya disebabkan oleh lipstick, pasta gigi.
Pada kelopak mata biasanya disebabkan oleh mascara, obat tetes mata, eye shadow,
dan salep mata.
4. Telinga. Alergennya berupa anting, tangkai kaca mata, hingga gagang telepon.
5. Leher. Alergennya bersal dari kalung yang terbuat dari nikel, parfum, zat warna
pakaian.
6. Badan. Disebabkan oleh bahan tekstil, kancing logam, elastis busa, bahan pewangi
pakaian.
7. Genitalia. Penyebabnya berupa kondom, pembalut, detergen, nilon.
8. Paha dan tungkai bawah. Biasanya disebabkan oleh kunci yang dimasukkan ke
kantong, dompet, kaos kaki nilon, semen, sepatu.
2.7 Penegakan Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis apakah dermatitis tersebut dikatakan dermatitis kontak
iritan atau dermatitis kontak alergik secara fisik dan anamnesis cukup sulit mengingat
keduanya memiliki manifestasi klinis yang hampir mirip. Oleh karena itu diperlukan suatu
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, serta uji tempel.
Dasar anamnesis dokter yang digunakan adalah sacred seven and basic four. Dalam
aplikasinya, ada Beberapa hal yang harus diperhatikan dokter saat menganamnesis pasien
yang diduga dermatitis kontak akibat kerja yaitu:
1. Pernyataan pasien yang berkenaan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan
penyakit, perubahan penyakit, serta adanya pekerjaan tambahan yang
bercampur dan termodifikasi.
2. Kehidupan Sosial pasien, dari pasien bekerja hingga kegiatan pasien setelah
bekerja.
3. Tempat kerja pasien, proses pekerjaan pasien, bahan-bahan kimia yang terpapar
terhadap pasien.
8
4. Riwayat kesehatan seperti riwayat alergi dan atopik, riwayat penyakit terdahulu,
dan lain-lain yang masih menunjang terhadap penegakan diagnosis.
Uji tempel dilakukan di punggung dengan cara menempelkan suatu antigen(bisa
standar buatan pabrik, bisa juga antigen murni) dengan menggunakan finn chamber,1,7
dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji
tempel dilepas dan dibaca 15-30 menit setelah pelepasan, hal ini bertujuan untuk
menghilangkan atau meminimalkan efek tekanan bahan yang diuji. Pembacaan kedua
dilakukan sampai satu minggu setelah uji tempel, biasanya 72-96 jam setelah aplikasi.
Pembacaan yang kedua sangat penting untuk membantu membedakan apakah ini respon
alergik atau iritan, serta mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasilnya
dicatat seperti berikut ini:
1. (+) Reaksi lemah/nonvesikuler, ada eritema, infiltrat, papul
2. (++) Reaksi kuat : edema, infiltrat atau vesikel
3. (+++) Reaksi sangat kuat: bula, ulkus
4. (?) meragukan: hanya makula eritematosa saja
5. IR iritan : terbakar, pustule, atau purpura
6. (-) Reaksi Negatif
7. Excited skin
8. NT non-tested/tidak dites
Dalam pelaksanaannya, uji tempel harus diperhatikan hal-hal berikut:
1. Dermatitis harus sudah sembuh, bila dalam keadaan akut akan timbul reaksi
excited skin atau angry back yang merupakan reaksi positif palsu. Bagian
tepi menunjukkan reaksi yang lebih kuat dan bagian tengahnya lebih ringan
atau bahkan tidak ada sama sekali.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroidn sistemik dihentikan, karena bisa menimbulkan reaksi negatif
palsu. Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-
kurangnya satu minggu sebelum tes dilakukan. Luka bakar sinar matahari
yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat member efek
negatif palsu.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca. Pembacaan kedua
dilakukan pada hari ketiga sampai ketujuh setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
longgar, karena memberikan efek negatif palsu. Penderita juga dilarang
9
mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga agar punggung tetap
kering.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan untuk penderita yang
punya riwayat urtikaria dadakan karena dapat menimbulkan urtikaria
generalisata bahkan reaksi anafilaksis, oleh karena itu dilakukan prosedur
khusus.
Interpretasi hasil uji tempel tidak mudah, serta dilaksanakan setelah pembacaan kedua.
Respon alergik biasanya menunjukkan tipe crescendo antara pembacaan kesatu dan kedua
yaitu dari + ke ++ atau ke +++. Sebaliknya reaksi iritan menunjukkan tipe decrescendo yang
merupakan kebalikan dari respon alergik.1
2.8 Manajemen Pasien
Hal paling utama dalam manajemen pasien dermatitis kontak adalah manajemen
preventif dibandingkan dengan kuratif. Berikut manajemen dan pengobatan pasien
dermatitid kontak iritan antara lain:
Reduksi paparan antara bahan dan kulit yaitu:
Kurangi frekuensi kontak dengan bahan iritan.
Ganti bahan yang iritan dengan bahan lain yang lebih tidak mengiritasi.
Hindari oklusi iritan ada di dalam media protektif kita seperti sarung tangan, atau
pakaian pelindung lebih buruk daripada tidak memakai pelindung. Pastikan sarung
tangan dan pakaian pelindung yang kita gunakan berada dalam kondisi baik, tidak ada
sobekan, dan bersih. Jangan menggunakan krim pelindung ataupun sarung tangan
pada kulit yang teriritasi.
Hindari trauma kulit.
Hindari lingkungan yang terlalu panas dan lembab, karena akan mendukung
terjadinya dermatitis kontak.
Hindari kondisi yang dingin dan terlalu basah.
Gunakan sarung tangan pelindung saat kontak dengan bahan iritan.
Gunakan krim pelindung untuk kontak dengan bahan iritan tertentu.
Gunakan moisturizers untuk mencegah dermatitis kontak akibat detergen.
Tingkatkan kebersihan diri dan kewaspadaan kerja. Bersihkan iritan yang menempel
di kulit sesegera mungkin dan gunakan pembersih yang tidak iritatif. Keringkan
dengan seksama.4
Pengobatan dengan kuratif yaitu:
10
Steroid(biasanya yang topikal), emollient, bila perlu gunakan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder. Pengobatan disesuaikan dengan keadaan klinis dan
kemampuan dari pasien.1,4
Jika dermatitis pasien berat, diharapkan pasien untuk berhenti kontak dengan bahan
iritan atau bila perlu berhenti bekerja untuk sementara waktu hingga dermatitis
teratasi.4
Sedangkan manajemen pasien pada dermatitis kontak alergik antara lain:
1. Pemberian kortikosteroid jangka pendek untuk mengatasi peradangan akut. Misalnya
prednison 30 mg/hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal atau
larutan air salisil 1:1000.1
2. Untuk dermatitis yang sudah mereda atau yang ringan cukup diberikan kortikosteroid
topikal saja.
3. Ganti bahan-bahan yang bersifat alergik dengan yang non-alergik, misalnya bila alergi
terhadap gagang kaca mata berbahan nikel, gantilah dengan yang berbahan plastik.
4. Pekerja yang alergi terhadap benda kerjanya sebaiknya dipindahkan dan diganti dengan
pekerja yang non-alergi terhadap bahan tersebut.4
5. Rekomendasi untuk menggunakan pelindung, seperti sarung tangan. Sarung tangan yang
digunakan disesuaikan dengan tempat kerja dan bahan yang terpapar.
6. Sarankan pekerja untuk berhenti bekerja bila alergi yang dideritanya parah, dan keadaan
tidak bisa mendukung lagi.4
2.9 Prognosis
Pada dermatitis kontak iritan, bila penyebab dermatitis tidak dapat disingkirkan, maka
prognosisnya kurang baik. Biasanya keadaan ini terjadi pada dermatitis kontak iritan kronis
yang penyebabnya multifaktor, serta penderita atopi. Begitu pula pada dermatitis kontak
alergik, selama tidak bisa lepas dari bahan alergen, prognosisnya akan tidak baik, apalagi bila
diikuti dengan faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularis). Namun literatur yang
penulis baca menyebutkan bahwa prognosis dermatitis yang diakibatkan oleh pekerjaan tidak
baik. Berdasarkan studi di swedia, disebutkan hanya 25% dari 555 individu yang sembuh
secara total dari dermatitis akibat kerja, dalam kurun waktu 10 tahun, dan prognosisnya tidak
lebih baik dari 40% yang berganti profesi.7
11
BAB III
Pembahasan dan Kesimpulan
3.1 Hasil Observasi
Penulis melakukan observasi pada perusahaan cuci mobil bernama UD. Maestro Motor,
dengan jumlah tukang cuci mobil 8 orang. Penulis melakukan observasi melalui wawancara
12
terhadap tukang cuci mobil secara langsung. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan
tukang cuci mobil, data yang didapat adalah sebagai berikut:
Tabel.1 Tabel rekapan hasil observasi pada tukang cuci mobil UD. Maestro Motor
No Nama lama kerja Umurriwayat gatal-gatal Lokasi efloresensi
atopi alergi
1 Ketut 6 tahun 34 Ada jari kaki kemerahan - - kulit mengelupas 2 Aryawan 1 tahun 24 Tidak - - - -3 Suardika 6 tahun 35 Ada jari kaki kemerahan - - kulit mengelupas 4 Satwika 6 tahun 29 jari tangan kemerahan - - jari kaki 5 Agus 4 bulan 26 Tidak - - - -6 Poli 2 bulan 30 Ada jari tangan kemerahan - -7 Jefri 2 bulan 28 Ada jari tangan kemerahan - - Tangan 8 Suradi 6 tahun 35 Ada jari tangan kemerahan - - jari kaki kulit mengelupas
Prevalensi: 68
× 100 %=75 %
Semua tukang cuci mobil yang diwawancara menyatakan tidak pernah memiliki riwayat atopi
maupun alergi, serta menyatakan keluarga mereka tidak memiliki riwayat atopi. Semua
tukang cuci mobil bekerja dari pukul 08.00 hingga 17.00, dengan lama kerja dalam 1 hari
sekitar 9 jam. Bahan yang digunakan untuk bekerja antara lain: air, sabun khusus pencuci
mobil, oli plastik, dan pelicin mobil(bahan silikon). Dari 6 orang yang tercatat terkena
dermatitis kontak, 4 orang didapatkan oleh penulis di tempat observasi sedangkan 2 orang
yaitu bapak Jefri dan bapak Satwika hanya berdasarkan riwayat saja.
Hubungan antara beberapa variabel dibandingkan dengan kejadian dermatitis kontak
dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 2. Perbandingan dermatitis kontak dengan lama kerja
No Lama Kerja dermatitis kontak
13
sehat sakit
1 0-5 tahun 2 2
2 6-10 tahun 0 4
3 >10 tahun 0 0
Total 2 6
Tabel 3. Perbandingan dermatitis kontak dengan umur
No Umurdermatitis kontak
sehat sakit
1 24-29 tahun 2 2
2 30-35 tahun 0 4
Total 2 6
Tabel 4. Perbandingan dermatitis kontak dengan bahan kimia
No Bahan Kimiadermatitis kontak
sehat sakit
1 Sabun & oli plastik 1 4
2 Silikon 1 2
Total 2 6
Tabel 2 menunjukkan jumlah tukang cuci mobil yang terjangkit dermatitis kontak
akibat kerja dengan lama bekerja 0-5 tahun sebanyak 2 orang mengalami kelainan, dan 2
orang lagi normal. Pekerja dengan lama kerja 6-10 tahun sebanyak 4 orang mengalami
kelainan. Jadi dermatitis kontak akibat kerja memiliki kaitan erat dengan lama bekerja dari
tukang cuci, hal ini berhubungan dengan lamanya mereka terpapar dengan bahan pencuci.
Pada tabel 3, rentangan umur yang sering terkena dermatitis kontak adalah 30-35 tahun,
dengan jumlah 6 orang. Sedangkan rentang 24-29 tahun memiliki perbandingan yang sama
antara yang normal dan kelainan. Hal ini diduga karena pegawai yang di atas 30 tahun adalah
pegawai lama, di mana rata-rata lama kerja mereka 6 tahun.
14
Tabel 4 adalah tabel perbandingan terhadap bahan kimia yang digunakan. Penggunaan
sabun dan oli plastik, menduduki peringkat pertama menyebabkan kelainan daripada silikon.
Beberapa faktor yang penulis rasa berpengaruh pada tingginya angka ini adalah lingkungan
pada bagian pencucian lebih berisiko terhadap dermatitis kontak daripada lingkungan bagian
pengeringan, dan dugaan penulis bahwa sabun dan oli plastik memiliki kemampuan
menyebabkan dermatitis kontak lebih tinggi daripada silikon.
3.2 Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dan analisis dari penulis, dari 8 tukang cuci mobil
didapatkan hasil sebagai berikut:
prevalensi dermatitis kontak akibat kerja yang terjadi pada perusahaan yang diobservasi
adalah 75%. Prevalensi dari dermatitis kontak akibat kerja ini sangat tinggi mengingat hampir
semua tukang cuci mobil di perusahaan yang diobservasi pernah mengalami gejala dermatitis
kontak akibat kerja. Beberapa aspek yang diduga berperan dalam tingginya prevalensi adalah
durasi jam kerja yang membuat paparan terhadap bahan iritan menjadi semakin lama, jenis
bahan pembersih yang digunakan, serta lingkungan lembab yang mendukung terjadinya
dermatitis kontak.
Manifestasi klinis terbanyak yang diakui pernah diderita adalah kemerahan dengan
lokasi terbanyak di jari tangan. Kulit yang paling sering bersentuhan dengan bahan pencuci
mobil adalah kulit tangan, sehingga kulit tangan paling riskan mengalami dermatitis kontak.
Bapak Ketut, Aryawan, dan Suradi mengaku pernah mengalami gatal di jari kaki juga,
dengan efloresensi kemerahan, dan kulit yang mengelupas. Penulis menduga hal ini
diakibatkan kondisi tempat kerja dari Pak Ketut, Pak Aryawan, dan Pak Suradi. Mereka
ditempatkan di bagian penyemprotan, pemberian sabun, dan oli plastik. Air bekas cucian dari
mobil yang disemprot, menggenang pada lantai, sehingga kaki mereka selalu tergenang air
campuran sabun dan oli plastik, yang merupakan suatu iritan. Bapak Poli, dan Jefri baru
bekerja 2 bulan, namun mengaku pernah kemerahan di tangan. Mereka ditempatkan di bagian
pengeringan dan pembersihan, di mana bahan yang terpapar oleh mereka adalah silikon dan
air sabun. Kemungkinan ada faktor sensitifitas kulit yang mempengaruhi kedua tukang cuci
mobil yang baru ini.
Dari segi lingkungan kerja, penulis berpendapat bahwa lingkungan kerja di tempat
observasi mendukung terjadinya dermatitis kontak. Suasana yang lembab, menyebabkan
pori-pori kulit yang melebar sehingga bahan iritan menjadi semakin mudah masuk ke dalam
15
kulit. Genangan air bercampur sabun dan oli plastik di lokasi kerja juga diduga membantu
terjadinya dermatitis kontak, terutama di daerah kaki.
Jadi dapat penulis simpulkan dari observasi sebagai berikut: tinggi prevalensi dermatitis
kontak akibat kerja pada tukang cuci mobil berkisar 75% yang mendukung teori dermatitis
kontak akibat kerja merupakan penyakit kulit akibat kerja terbanyak. Manifestasi klinis yang
paling sering muncul dalam dermatitis kontak akibat kerja pada tukang cuci mobil adalah
kemerahan di kulit, dan kulit kelupas. Lokasi terbanyak yang kena dermatitis kontak akibat
kerja adalah di jari tangan. Kondisi dan faktor-faktor yang mendukung para tukang cuci
mobil ini mengidap dermatitis kontak akibat kerja antara lain lingkungan kerja yang lembab,
keadaan tempat kerja yang ada genangan air campuran, serta bahan pembersih yang
kemungkinan bisa menyebabkan peradangan di kulit. Namun di sini perlu diingatkan, bahwa
relevansi akan diagnosis terhadap para pekerja kurang. Hal ini dikarenakan untuk
mengatakan bahwa suatu kelainan kulit adalah dermatitis kontak, perlu dilakukan berbagai
pemeriksaan medis seperti uji tempel, sedangkan observasi yang penulis laksanakan tidak
melaksanakan prosedur medis apapun, sehingga dibutuhkan suatu penelitian lebih lanjut
untuk menrntukan kelainan dari tukang cuci mobil ini adalah dermatitis kontak atau bukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri Adi Sularsito, Suria Djuanda. Dermatitis. In: Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, dr. Mochtar Hamzah, Prof. Dr. dr. Siti Aisah (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; p. 129-138.
16
2. Contact Dermatitis. [cited 2010 January]. Available from: www.omnimedicalsearch.com/conditions-diseases/contact-dermatitis.html.
3. T. M. Pal, N. S. de Wilde, M. M. van Beurden, P. J. Coenraads and D. P. Bruynzeel. Notification of occupational skin diseases by dermatologists in The Netherlands. Occupational Medicine. 2008.
4. A Guide To Occupational Skin Disease. Occupational Safety and Health ServiceDepartment of Labour New Zealand. 1995.
5. Adam D. Perry, MD, and John P. Trafeli, MD. Hand Dermatitis: Review of Etiology, Diagnosis, and Treatment. J Am Board Fam Med Vol. 22, No. 3. 2009; p. 325-330.
6. Medical aspects of occupational skin disease(second edition). HSE Books. 2004. ISBN 0 7176 1545 6.
7. David J Gawkrodger. Patch testing in occupational dermatology. Occup. Environ. Med. 2001; p. 823-828.
8. Dermatitis Prevention Occupational Skin Disorder. Occupational Safety and Health Bureau Montana Department of Labor and Industry.
9. Daniel J Hogan, MD. Contact Dermatitis: Irritant. [cited 2010 January]. Available from: emedicine.medscape.com/article/1049353-overview.
10. Hand Dermatitis: Clinical Features, Diagnosis, and Management: Irritant Contact Dermatitis.[cited 2010 January]. Available from: www.medscape.com/viewarticle/572227_2.
17