Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

36
BAB I PENDAHULUAN Dermatitis kontak didefinisikan sebagai gangguan pada kulit yang timbul akibat bersentuhan dengan substansi eksogenus dan dapat menimbulkan reaksi alergi atau iritasi 1 . Dermatitis kontak dibagi menjadi dua jenis berdasarkan keterlibatan dari sistem imun, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA) 2 . Hampir 80% kasus dermatitis kontak adalah iritan yang pada umumnya berhubungan dengan pekerjaan 3 . Air, makanan, kosmetik, detergen, cairan bercampur logam, dan bahan topikal lainnya merupakan bahan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menimbulkan efek iritan 3 . Kulit yang terpapar substansi tersebut akan teriritasi dan mengalami reaksi peradangan. Kelainan kulit yang terjadi tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor dari bahan iritan itu sendiri maupun faktor dari individu yang terpapar. Dermatitis kontak iritan merupakan masalah yang sering ditemukan di dermatologi . Di sebagian besar negara, mayoritas dari semua penyakit kulit ini adalah akibat kerja. Hal ini dikarenakan berhubungan dengan paparan berulang bahan-bahan kimia di area kerja seperti, bahan pembersih dan pelarut. Penggunaan zat- zat tertentu pada daerah kulit yang sensitif juga dapat menimbulkan gejala klinis dari penyakit ini 4,5 . 1

Transcript of Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

Page 1: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak didefinisikan sebagai gangguan pada kulit yang timbul

akibat bersentuhan dengan substansi eksogenus dan dapat menimbulkan reaksi

alergi atau iritasi1. Dermatitis kontak dibagi menjadi dua jenis berdasarkan

keterlibatan dari sistem imun, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis

kontak alergi (DKA)2. Hampir 80% kasus dermatitis kontak adalah iritan yang

pada umumnya berhubungan dengan pekerjaan3.

Air, makanan, kosmetik, detergen, cairan bercampur logam, dan bahan

topikal lainnya merupakan bahan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-

hari yang dapat menimbulkan efek iritan3. Kulit yang terpapar substansi tersebut

akan teriritasi dan mengalami reaksi peradangan. Kelainan kulit yang terjadi

tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor dari bahan iritan itu sendiri

maupun faktor dari individu yang terpapar. Dermatitis kontak iritan merupakan

masalah yang sering ditemukan di dermatologi . Di sebagian besar negara,

mayoritas dari semua penyakit kulit ini adalah akibat kerja. Hal ini dikarenakan

berhubungan dengan paparan berulang bahan-bahan kimia di area kerja seperti,

bahan pembersih dan pelarut. Penggunaan zat-zat tertentu pada daerah kulit yang

sensitif juga dapat menimbulkan gejala klinis dari penyakit ini4,5.

Semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin dapat

mengalami dermatitis kontak iritan. Jumlah kasus DKI diperkirakan cukup

banyak namun belum terdapat angka pasti dikarenakan penderita dengan gejala

yang ringan tidak mengeluh ataupun mencari pengobatan6. Jika dibandingkan,

sebagian besar artikel mengenai dermatitis kontak lebih membahas DKA

dibandingkan dengan DKI7. Meskipun sebagian besar kasus DKI berhubungan

dengan pekerjaan, DKI juga dapat dialami oleh anak-anak. Iritasi kulit yang

paling umum pada anak-anak misalnya, yang fisiologis (seperti kotoran dan urin

terkait dengan dermatitis popok dan air liur), penggunaan sabun yang keras

mengandung deterjen, paparan berulang terhadap air, dan adanya gesekan atau

trauma juga memiliki peran dalam proses iritasi. Seperti yang terlihat pada

1

Page 2: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

populasi orang dewasa, eksposur seperti alkali, alkohol, insektisida, tanaman

tertentu, dan debu juga dapat dilihat pada populasi anak-anak8.

Tidak jarang DKI kronik pada telapak tangan dan telapak kaki sulit

dibedakan dengan DKA. Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan

dokter untuk mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut

sehingga dapat diberikan terapi yang lebih efisien dan efektif. Laporan kasus ini

membahas penderita DKI pada kulit kakinya dengan riwayat memakai obat

tradisional (boreh).

2

Page 3: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non

imunologik pada kulit yang disebabkan oleh karena paparan bahan iritan seperti

bahan kimia, fisik, maupun biologik3. Tangan merupakan daerah yang paling

penting pada DKI karena sering terkena penyakit ini7 dan pada individu atopik

menderita gejala yang lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan

yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa proses

sensitisasi9,10. Gambaran presentasi setelah kontak dengan bahan iritan bervariasi

bergantung pada sifat iritan serta beberapa faktor yang dimiliki oleh individu.

Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali

disebut dermatitis kontak iritan akut, dan biasanya disebabkan oleh iritan kuat

seperti asam kuat. Sedangkan, dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah

pemaparan berulang disebut dermatitis kontak iritan kronis dan biasanya

disebabkan oleh iritan lemah11.

2.2 Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis

kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan

cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara

lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan6,12.

Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan

bahwa 249.000 kasus penyakit okupasional non fatal pada tahun 2004 untuk

kedua jenis kelamin 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan

penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupasional. Juga berdasarkan

survei tahunan dari institusi yang sama, bahwa incident rate untuk penyakit

okupasional pada populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95% dari

3

Page 4: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya

adalah dermatitis kontak iritan3.

Prevalensi dermatitis pada tangan yang berhubungan dengan kerja

ditemukan 55,6% di dua unit perawatan intensif dan sebanyak 69,7% pada pekerja

paling sering terpapar. Frekuensi mencuci tangan lebih dari 35 kali per shift

dikaitkan kuat dengan dermatitis pada tangan yang berhubungan dengan kerja.

Tingkat insiden dermatitis kontak iritan di Jerman lebih tinggi yaitu 4,5 per

10.000 pekerja, dibandingkan dengan 4,1 per 10.000 pekerja pada dermatitis

kontak alergi. Kasus DKI tertinggi ditemukan di penata rambut (46,9 kasus per

10.000 pekerja per tahun), tukang roti (23,5 kasus per 10.000 pekerja per tahun),

dan koki pastry (16,9 kasus per 10.000 pekerja per tahun)7.

2.3 Etiologi

Contoh bahan-bahan yang dapat menyebabkan terjadinya DKI seperti,

asam, alkali, deterjen, sabun, dan bahan pelarut. Dermatitis kontak iritan adalah

penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor

endogen sangat berperan. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat

kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah,

polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan; (2) Sifat dari pajanan: jumlah,

konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan

iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya; (3) Faktor lingkungan:

lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan,

gesekan atau goresan. Kelembaban lingkungan yang rendah dan suhu dingin

menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan

pada bahan iritan3,11,12. Sedangkan faktor endogen yang dimaksud adalah3: 

a. Faktor genetik

Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk

mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzim antioksidan, dan

kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya

dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon

tubuh terhadap bahan-bahan iritan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap

kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan.

4

Page 5: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

b. Jenis Kelamin

Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan

wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis

kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan

iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada

pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan

berdasarkan penelitian.

c. Umur

Anak-anak dibawah delapan tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi

bahan-bahan kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan

bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan

meningkatnya umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat

berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang tua

sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat

pada orang muda. 

d. Suku

Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi

berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit

diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-

satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada

kesalahan interpretasi bahwa kulit gelap lebih resisten terhadap iritasi

dibandingkan dengan kulit terang.

e. Lokasi Kulit

Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,

sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan

terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih

resisten. Pada anak-anak DKI juga dapat berkembang pada kulit kaki. Paparan

penyebab, seperti kelembaban dari sepatu dan gesekan mekanis8.

f. Riwayat Atopi

Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis

iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan

peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang

5

Page 6: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, danlambatnya proses penyembuhan.

Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan

reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.

2.4 Patogenesis

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non

imunologik pada kulit yang disebabkan oleh karena paparan bahan iritan dan

menimbulkan kerusakan sel. Terdapat empat mekanisme yang dihubungkan

dengan perkembangan DKI, yaitu3,12,13:

a. Hilangnya lapisan lemak di permukaan dan substansi daya pengikat air

b. Jejas pada membrane sel

c. Denaturasi keratin epidermis

d. Efek sitotoksik langsung

Dalam respon iritasi, terdapat proses yang menyerupai dengan proses

imunologi, yang ditandai dengan adanya pelepasan mediator proinflamasi yaitu

partikel sitokin, yang dihasilkan oleh sel kutan non-imun yaitu keratinosit akibat

respon dari stimuli kimia. Proses ini tidak didahului oleh proses sensitisasi.

Kerusakan dari barier kulit memacu pelepasan sitokin, yaitu interleukin 1 (IL1 ),

IL 1 dan tumor nekrosis faktor- (TNF- ). Pada dermatitis kontak iritan dapat

ditemukan peningkatan TNF- dan IL-6 sepuluh kali lipat, serta peningkatan

macrophage colony-stimulating factor dan IL-2 tiga kali lipat. TNF- adalah

kunci utama dari dermatitis kontak, yang memacu peningkatan ekspresi dari MHC

class-II (major histocompatibility complex class II) dan ICAM-1 (intracellular

adhesion molecule 1) dari keratinosit3.

2.5 Tipe dan Gejala Klinis

Dermatitis kontak iritan memiliki berbagai macam gejala klinis tergantung

dari sifat iritan dan pola pemaparannya. Berdasarkan penyebab dan pengaruh

faktor yang sudah disebutkan tadi, DKI diklasifikasikan menjadi sepuluh macam,

yaitu3,12:

a. Reaksi Iritan

Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa

skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum

6

Page 7: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

dari tangan dan jari, biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan

pekerjaan basah, reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau

dapat menjadi DKI kumulatif.

b. DKI Akut

Pada umumnya merupakan akibat dari paparan tunggal pada kulit yang

disebabkan oleh iritan atau bahan kimia yang kuat seperti alkali dan asam. Sensasi

terbakar, gatal, atau pedih dapat terjadi segera setelah terpapar bahan iritan. Lesi

pada DKI akut pada umumnya dapat dalam bentuk eritema, edema, vesikel

dengan eksudat, bula, dan nekrosis jaringan pada kasus yang berat. Proses

penyembuhan pada DKI akut terjadi sebagai fenomena dekresendo, dimana reaksi

iritan secara cepat memuncak dan kemudian dengan segera membaik saat bahan

iritan dihilangkan.

7

Gambar 1. DKI Akut akibat penggunaan pelarut industri

Page 8: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

c. DKI Akut Lambat

Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul

hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Gambaran klinisnya mirip dengan

dermatitis kontak iritan akut.

d. DKI Kumulatif Kronik

Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, sampo, detergen, dll) dengan

pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan. Kelainan

kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Gejala

berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkeratosis

dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.

8

Gambar 2. DKI Kronis akibat efek korosif dari semen

Page 9: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

e. Subjektif (Simptomatik, Sensori)

Pasien mengeluh adanya rasa gatal, geli, pedih, terbakar dalam beberapa

menit setelah terpapar bahan iritan, namun tidak tampak kelainan kulit. Iritasi

subjektif biasanya dirasakan di daerah wajah, kepala, dan leher. Kosmetik, tabir

surya, atau asam laktat biasanya menjadi iritan penyebab.

f. Noneritematosa

Juga disebut reaksi suberitematous, pada tingkat awal dari iritasi kulit,

kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat

secara histologi. Gejala yang paling sering adalah rasa terbakar, gatal, ataupun

pedih. Iritasi sub-eritematosa biasanya dihubungkan dengan penggunaan produk

yang secara signifikan mengandung surfaktan.

g. DKI Gesekan

Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan

yang berulang. DKI gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah,

dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah

yang terkena gesekan. Tipe dari kontak iritasi biasanya mengakibatkan kuring

menjadi kering, hiperkeratotik dan mengelupas, sehingga menyebabkan lebih

rentan terhadap

efek iritasi.

9

Gambar 3. DKI Gesekan

Page 10: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

h. Reaksi Traumatik

Reaksi traumatik dapat berkembang setelah ada trauma akut pada kulit

(terbakar atau laserasi) yang biasanya terjadi di tangan dan berlangsung selama

enam minggu atau lebih. Proses penyembuhannya pada tipe dermatitis ini cukup

panjang, dan muncul eritema, skuama, papul, atau vesikel. Tanda klinisnya

menyerupai dermatitis nummular.

i. Reaksi Pustular atau Akneiform

Reaksi pustular atau akneiform biasanya muncul setelah pajanan okupasional

seperti, minyak, oli, logam, dan halogen. Namun juga bisa disebabkan setelah

penggunaan kosmetik. Lesi pustular bersifat steril dan sementara yang mungkin

berkembang beberapa hari setelah pajanan.

j.

Dermatitis

Asteatotik

10

Gambar 4. DKI Akneiform

Page 11: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

Biasanya terjadi pada pasien tua yang sering mandi tanpa menggunakan

pelembab pada kulitnya. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama ichtyosiform

merupakan gambaran klinis pada reaksi ini.

2.6 Diagnosis

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat

dan pengamatan gambaran klinis yang akurat, DKI akut lebih mudah diketahui

karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat

penyebab terjadinya, DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis

yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA, selain anamnesis, juga

perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI12.

a. Anamnesis

Anamnesis yang terarah dan sistematis merupakan hal yan esensial dalam

menegakan sebuah diagnosis. Terdapat beberapa hal yang harus ditanyakan saat

anamnesis dan penting diketahui untuk membedakan tipe dermatitis kontak iritan,

yaitu 3,4:

- Onset keluhan yang dialami dalam beberapa menit hingga jam setelah

pajanan

- Adanya rasa nyeri, terbakar, pedih, atau pun tidak nyaman

- Onset dermatitis dalam dua minggu dari paparan

- Riwayat keluarga atau orang sekitar yang mengalami hal yang sama

11

Gambar 5. DKI Asteatotik

Page 12: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

- Riwayat alergi dan atopik

b. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis penting dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan

diagnosis lain. Dalam pemeriksaan klinis dilakukan dengan menentukan lokasi

dan eflorensensi yang jelas. Daerah predileksi sendiri biasanya terdapat di tangan

dan lengan, namun pada anak juga dapat terjadi di kaki Pemeriksaan klinis sangat

dianjurkan dilakukan di seluruh tubuh. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan

kriteria mayor dan minor pada DKI, yaitu3:

1. Kriteria Mayor

- Ditemukan lesi macula eritema, hiperatotik, atau pembentukan fisura yang

lebih dominan dari vesikel

- Epidermis yang terlihat mengkilap, kering, atau melepuh

- Proses penyembuhan yang dimulai tepat pada saat paparan penyebab

dihilangkan

- Hasil patch test negatif

2. Kriteria Minor

- Dermatitis berbatas tegas

- Terdapat bukti pengaruh gravitasi, seperti efek menetes

- Tidak terdapat kecenderungan menyebar

- Perubahan morfologik menunjukkan perbedaan konsentrasi yang kecil dan

waktu kontak menghasilkan kerusakan kulit yang besar

c. Pemeriksaan Penunjang

Patch test merupakan pemeriksaan gold standard  dan digunakan untuk

menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk

mendiagnosis DKA. Patch test dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi

positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan

pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang

membaik (negatif), maka dapat didiagnosis sebagai DKI12.

2.7 Diagnosis Banding

12

Page 13: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan (DKI) sering kali didiagnosis dengan cara

menghilangkan penyebab dermatitis yang termasuk ke dalam dermatitis kontak

alergi (DKA). Pertanyaan yang detail, termasuk pekerjaan, kegemaran, dan

riwayat penyakit terdahulu, serta pemeriksaan yang teliti menjadi sangat penting

dalam menegakkan diagnosis. Diagnosis banding dari dermatitis kontak iritan

adalah dermatitis kontak alergi dan dermatitis atopik3.

No. DKI DKA

1. Cenderung Akut Cenderung Kronik

2. Semua orang bisa terkena Orang yang memiliki riwayat alergi

3. Lesi awal berupa makula, eritema,

vesikel, bula, dan erosi

Lesi awal berupa makula, eritema,

papula, melebar dari tempat awal

4. Penyebab: iritan primer Penyebab: alergen

5. Tergantung konsentrasi bahan iritan

dan status sawar kulit. Terjadi jika

bahan iritan melewati ambang batas

Tidak tergantung dengan

konsentrasi. Konsentrasi rendah

sekalipun sudah dapat memicu

DKA. Bergantung pada tingkat

sensitisasi

6. Onset pada saat kontak pertama Onset pada saat kontak berulang

a. DKA

Dermatitis kontak alergi disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan yang

bersifat alergen. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,

likenifikasi dan mungkin juga fisura, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit

dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis karena mungkin penyebabnya

juga campuran. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah

penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang

yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).

b. Dermatitis Atopik

Pada gambaran klinis terdapat vesikel-vesikel dan papul-papul serta

eritem, untuk membedakan dengan dermatitis kontak iritan, pada dermatitis atopik

13

Tabel 1. Perbandingan DKI dan DKA4

Page 14: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

mempunyai tiga tanda khas yaitu :

Pruritus

Morfologi dan distribusi khas pada wajah (khusus pada anak) dan

daerah lipatan kulit (fosa kubiti, fosa poplitea, leher, dan pergelangan

tangan).

Cenderung menjadi kronis kambuh.

2.8 Penatalaksanaan

a. Non-medikamentosa:

Identifikasi dan penghentian pajanan, perlindungan bagian tubuh yang

sering terpapar, dan penggantian bahan iritan dengan yang bersifat tidak

iritan merupakan terapi definitif untuk DKI3,4,7. Sekali dermatitis

berkembang, penggunaan terapi topikal dapat membantu.

b. Medikamentosa:

- Peranan kortikosteroid topikal masih kontroversi, namun efek anti-

inflamasi yang terkandung di dalamnya dianggap dapt membantu.

Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat

menyebabkan adanya kerentanan terhadap bahan iritan3.

- Terapi medikamentosa untuk dermatitis kontak iritan mempunyai

beberapa prinsip, seperti, emollient, menghindari iritasi, dan krim yang

mengandung dimethicone adalah terapi yang digunakan sebagai agen-

agen terapeutik yang mengandung propilen glikol dan urea dapat

mengakibatkan inflamasi sehingga harus dihindari sebagai terapi.

Pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin sebagai efek anti

pruritus4,7.

- Emollient dapat meningkatkan perbaikan kulit yang kering. Petrolatum-

based emollient merupakan obat yang mudah didapat, murah, dan efektif

sebagai emollient yang mengandung skin-related lipid. Sedangkan

calcineurine inhibitor topikal dapat digunakan sebagai alternatif untuk

topikal yang memiliki potensi kortikosteroid yang rendah dalam terapi

DKI kronik. Untuk kasus yang berat, pengobatan yang efektif dapat

14

Page 15: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

menggunakan fototerapi (psoralen dengan UVA dan UVB) atau

pengobatan sistemik, seperti azathioprine dan cyclosporine3.

c. KIE3,7:

- Mengingatkan pada pasien agar menghindari bahan yang menyebabkan

iritasi termasuk yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Karena

akan dapat memperburuk atau terjadi dermatitis yang berulang jika

mereka terus terpapar bahan iritan.

- Menggunakan alat pelindung diri, terutama pada pekerjaan yang

memiliki risiko tinggi.

- Menggunakan sarung tangan pelindung saat mengerjakan pekerjaan

yang basah. Namun, pasien tetap harus dihindari menggunakan sarung

tangan tahan air dalam waktu yang lama untuk membantu menurunkan

produksi keringat.

- Menambahkan zat yang tidak terlalu mengiritasi seperti emollient dan

sabun dibandingkan sabun saja saat mencuci

- Perawatan membutuhkan waktu berbulan-bulan setelah dermatitis

sembuh.

- Mengingatkan pasien kemungkinan adanya dermatitis kontak alergi

sekunder dan komplikasi.

2.9 Prognosis

Dermatitis kontak iritan yang bersifat akut memiliki prognosis yang baik

apabila bahan iritan penyebab dapat diidentifikasi dan dihindari. Sedangkan

prognosis untuk DKI tipe kumulatif atau kronis kemungkinan lebih buruk dari

DKA. Riwayat atopik, pengetahuan yang kurang mengenai penyakit, dan/atau

diagnosis dan penanganan yang lambat menyebabkan prognosis yang lebih

buruk3.

15

Page 16: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Ahmad Hahamalaka

Umur : 9 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku : Bali

Alamat :Br. Margasengkala – Bedulu – Blahbatuh - Gianyar

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum menikah

Pekerjaan : -

Pendidikan : -

Tanggal Pemeriksaan : Senin, 7 Maret 2016

3.2 Anamnesis (Heteroanamnesis dari Ibu Pasien)

Keluhan Utama

Muncul kemerahan pada kulit kaki.

Perjalanan penyakit

Pasien datang diantar oleh kedua orang tuanya ke Poli Kulit dan

Kelamin RSUD Sanjiwani Gianyar mengeluhkan muncul kemerahan pada

kulit kaki kiri. Pasien dikatakan mengalami pilek sejak hari kamis, dan untuk

mengobatinya nenek pasien menggosokan dan menempelkan campuran

bawang putih dan minyak kayu putih di kedua punggung kaki pasien yang

kemudian ditutup dengan kaos kaki. Semenjak diberi campuran tersebut,

pasien terus menangis sambil menunjuk ke arah kakinya. Dikatakan

campuran tersebut secara tidak sengaja sempat mengenai kaki kiri pasien,

karena pasien tidak bisa diam saat diobati. Setelah beberapa saat, campuran

yang menempel di kaki kanan pasien tanpa disengaja terlepas. Pada jumat

pagi campuran pada punggung kaki kirinya dibuka, dan terdapat kemerahan

pada kulitnya. Biasanya untuk mengobati pilek tersebut, nenek pasien

16

Page 17: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

menggunakan bawang merah dan tidak terjadi reaksi apapun pada kulit

pasien. Kulit yang mengalami kemerahan terssebut kemarin sempat kembung

dan berair.

Riwayat pengobatan

Saat kemerahan mulai muncul ibu pasien mencoba mengobati anaknya

dengan baby oil dengan bertujuan mengurangi kemerahan dan perih pada

kaki pasien.

Riwayat alergi

Alergi obat dan makanan disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat penyakit terdahulu

Pasien dikatakan belum pernah mengalami penyakit seperti ini

sebelumnya. Namun dikatakan pasien pernah menderita dermatitis atopik

sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat sosial

Pasien diketahui tinggal bersama kedua orang tuanya dan neneknya.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan Umum : Baik

Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan

Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan

Respirasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Temperatur aksila : tidak dilakukan pemeriksaan

BB : tidak dilakukan pemeriksaan

Status General

17

Page 18: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

Kepala : normocephali

Mata : anemia -/-, ikterus -/-

Thorax : Cor : tidak dilakukan pemeriksaan

Pulmo : tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : dalam batas normal

Status Dermatologis

Lokasi : Regio dorsum pedis sinistra

Effloresensi : Bula, multipel, berbatas tegas, berbentuk bulat, ukuran

diameter bervariasi 2 cm – 3 cm, dinding kendor, distribusi

terbatas di kulit dorsum pedis menutupi makula yang

eritema hingga hiperpigmentasi.

18

Gambar 6. Manifestasi klinis penyakit pada pasien di dorsum pedis sinistra

Page 19: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

Lokasi : Regio cruris sinistra

Effloresensi : Bula, soliter, berbatas tegas, berbentuk bulat, ukuran

diameter 0,8cm, dinding kendor di atas kulit yang

hiperpigmentasi.

3.4 Diagnosis Banding

1. Dermatitis kontak iritan et causa boreh

2. Dermatitis kontak alergi

3. Dermatitis atopik

3.5 Usulan Pemeriksaan

Patch test

3.6 Diagnosis Kerja

Dermatitis kontak iritan et causa boreh

3.7 Penatalaksanaan

- Cetrizine sirup

- Kompres terbuka dengan NaCl 0,9%, setiap 12 jam pada lesi bula

- Hidrokortison dan gentamycin krim, setiap 12 jam pada lesi yang

kering

19

Gambar 7. Manifestasi klinis penyakit pada pasien di cruris sinistra

Page 20: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

- KIE

1. Memberikan penjelasan tentang DKI dan menghentikan

penggunaan bahan iritan (boreh) dan substansi lainnya pada daerah

yang sensitif

2. Rawat luka atau kompres dengan hati-hati agar bulanya tidak

pecah

3. Jaga kebersihan agar tidak terjadi infeksi sekunder

3.8 Prognosis

Prognosis pada penyakit dermatitis kontak iritan umumnya baik jika faktor

penyebab dapat diketahui dan dihindari.

20

Page 21: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis DKI pada pasien ini ditegakkan melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Pada anamnesis pasien mengeluh muncul kemerahan pada kulit

kakinya. Pasien dikatakan mengalami pilek sejak hari kamis, dan untuk

mengobatinya nenek pasien menggosokan dan menempelkan campuran bawang

putih dan minyak kayu putih di kedua punggung kaki pasien yang kemudian

ditutup dengan kaos kaki. Semenjak diberi campuran tersebut, pasien terus

menangis sambil menunjuk ke arah kakinya. Dikatakan campuran tersebut secara

tidak sengaja sempat mengenai kaki kiri pasien, karena pasien tidak bisa diam saat

diobati. Setelah beberapa saat, campuran yang menempel di kaki kanan pasien

tanpa disengaja terlepas. Pada jumat pagi campuran pada punggung kaki kirinya

dibuka, dan terdapat kemerahan pada kulitnya. Biasanya untuk mengobati pilek

tersebut, nenek pasien menggunakan bawang merah dan tidak terjadi reaksi

apapun pada kulit pasien. Sesuai dengan teori yang ada, definisi DKI merupakan

reaksi peradangan non imunologik pada kulit yang disebabkan oleh karena

paparan bahan iritan seperti bahan kimia, fisik, maupun biologik. Pada umumnya

predileksi dari DKI ada di tangan, namun terdapat literatur yang menyatakan

bahwa DKI pada anak-anak juga dapat terjadi di kaki dan dikatakan pada anak-

anak dibawah delapan tahun lebih mudah menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan

kimia dan bahan iritan lewat kulit. Riwayat alergi disangkal, namun pasien

dikatakan memiliki riwayat dermatitis atopik sebelumnya. Dimana, dari

pernyataan ini menguatkan dugaan pasien menderita DKI.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi di dua tempat yang berbeda.

Di regio dorsum pedis sinistra terdapat bula, multipel, berbatas tegas, berbentuk

bulat, ukuran diameter bervariasi 2 cm – 3 cm, dinding kendor, distribusi terbatas

di kulit dorsum pedis menutupi makula yang eritema hingga hiperpigmentasi. Dan

di regio cruris sinistra terdapat bula, soliter, berbatas tegas, berbentuk bulat,

ukuran diameter 0,8cm, dinding kendor di atas kulit yang hiperpigmentasi.

Berdasarkan teori yang ada, lesi ini sesuai dengan lesi yang mungkin muncul pada

21

Page 22: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

DKI akut yaitu dapat berupa eritema edema, bula, dan mungkin juga nekrosis

yang memiliki batas tegas dan asimetris.

Dermatitis kontak alergi dan dermatitis atopik juga memiliki gambaran

effloresensi yang hampir sama dengan DKI. Lesi awal pada DKA dapat berupa

makula, eritema, papula, melebar dari tempat awal. Dilihat dari onset, DKI terjadi

pada kontak pertama, sedangkan DKA pada kontak berulang. Sedangkan pada

dermatitis atopik, dapat dilihat tiga tanda khas, yaitu pruritus, morfologi dan

distribusi khas pada wajah (khusus pada anak), cenderung menjadi kronis

kambuh.

Pada pasien ini diberikan terapi nonmedikamentosa dan medikamentosa.

Untuk nonmedikamentosa pasien diberikan tentang penjelasan penyakitnya dan

menghindari pajanan terhadap bahan iritan. Untuk medikamentosa dibagi menjadi

dua macam yaitu sistemik dan topikal. Obat sistemik yaitu cetirizine

(antihistamine), sedangkan untuk topikal diberikan hidrokortison (kortikosteroid),

gentamycin, dan kompres NaCl 0,9%. Hal ini sesuai dengan teori pengobatan DKI

yang paling penting adalah menghindari pajanan bahan iritan. Untuk pengobatan

medikamentosa bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan dan

gejala yang muncul, menekan peradangan, serta mencegah timbulnya infeksi

sekunder.

22

Page 23: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

BAB V

KESIMPULAN

Dermatitis kontak iritan adalah penyakit yang disebabkan oleh paparan

bahan iritan seperti bahan kimia, fisik, maupun biologik. Daerah yang biasanya

menglami DKI adalah tangan. Dermatitis kontak iritan adalah penyakit

multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen

sangat berperan. Penyakit ini biasanya susah dibedakan dengan dermatitis kontak

alergi dan dermatitis atopik. Patch test merupakan gold standard dalam

pemeriksaan DKI untuk mengeksklusi diagnosis banding. Terapi untuk DKI

biasanya dibagi menjadi dua terapi, yaitu medikamentosa dan nonmedikamentosa.

Dimana medikamentosa dibagi menjadi sistemik dan topikal. Sedangkan untuk

nonmedikamentosa yang paling penting adalah menghindari pajanan bahan iritan

yang menjadi penyebab munculnya DKI.

23

Page 24: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

DAFTAR PUSTAKA

1. Fonacier, L., Bernstein, D.I., Pacheco, K., Holness, D.L., Moore, J.B., Khan,

D., dkk. 2015. Contact Dermatitis: A Practice Parameter - Update 2015.

American Academy of Allergy, Asthma & Immunology, 3:S1-S39

2. Sulistyaningrum, S.K., Widaty, S., Triestianawati, W., Daili, E.S.S. 2011.

Dermatitis Kontak Iritan dan Alergik pada Geriatri. MDVI, 38/1:29-40

3. Amado, A., Taylor, J.S., Sood, A. 2008. Irritant Contact Dermatitis. In: Wolff,

K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J.,

editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th. Ed. USA:

McGraw-Hill Companies. p. 395-401

4. Reza, I.B. 2014. Lapsus: Dermatitis Kontak Iritan. Tersedia di:

https://idabagusreza.wordpress.com/2014/10/15/lapsus-dermatitis-kontak-

iritan/

5. Chomiczewska, D., Kieć-Swierczyńska, M., Krecisz, B. 2008. Irritant

Contact Dermatitis. Part I. Epidemiology, Etiopathogenesis and Clinical

Manifestation. Medycyna Pracy, 59(5):409-19

6. Djuanda, S. dan Sularsito, S.A. 2011. Dermatitis. In: Djuanda, A., Hamzah,

M., Aisah, S., editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th. Ed. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI. p. 130-133

7. Hogan, D.J. 2014. Irritant Contact Dermatitis. eMedicine. Tersedia di:

http://emedicine.medscape.com/article/1049353-overview#a3

8. Crawford, G.H. dan Jacob, S.E. 2013. Question 24: What are the Types and

Appearances of Contact Dermatitis?. In: Curbside Consultation in Pediatric

Dermatology. Thorofare: Slack Incorporated. p. 131-136

9. Sucipta, C. 2008. Dermatitis Kontak Iritan. Tersedia di:

http://citrajourney.blogspot.com/2008/08/laporan-kasus-dermatitis-kontak-

iritan.html

10. Trihapsoro, I. 2003. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan di

RSUP Haji Adam Malik Medan. USU. p. 1-36

11. Ferdian, R. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Wilayah Kecamatan

24

Page 25: Lapsus Dermatitis Kontak Iritan

Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2012. Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah. Tersedia di:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25962/1/RISKA

%20FERDIAN-fkik.pdf

12. Hanapi, A.N. 2012. Dermatitis Kontak Iritan. Unhas. Tersedia di:

https://www.academia.edu/6955556/DERMATITIS_KONTAK_IRITAN

13. Afifah, A. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya

Dermatitis Kontak Iritan pada Karyawan Binatu. Undip. Tersedia di:

https://core.ac.uk/download/files/379/11735625.pdf

25