Rancob_limbah Resto Padang Editan
-
Upload
arni-lazuardi -
Category
Documents
-
view
213 -
download
6
Transcript of Rancob_limbah Resto Padang Editan
1. DESKRIPSI LIMBAH
1.1. Data Sampel Limbah
Jenis Limbah : Limbah cair Restoran Masakan Padang
Asal Limbah : Rendang kikil
Waktu Pengambilan : Selasa, 8 November 2005
Tempat Pengambilan Limbah : Warung Makan Padang Denai
Jl. Karang Rejo, Semarang.
Debit Limbah per Hari : + 3 liter / hari
1.2. Karakteristik Limbah
1.2.1. Karakteristik Umum
Air limbah adalah air bekas yang sudah tidak terpakai lagi sebagai hasil adanya
berbagai kegiatan manusia sehari-hari (Ibnu, 1997). Limbah adalah sampah cair dari
suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan
dengan hampir-hampir 0,1% daripadanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari
zat organik dan anorganik. Zat organik dalam sampah terdiri dari bahan-bahan
nitrogen, karbohidrat, lemak, dan sabun. Mereka bersifat tidak tetap dan menjadi
busuk, mengeluarkan bau-bauan yang tidak sedap. Benda-benda anorganik pada
umumnya tidak merugikan (Mahida, 1992). Limbah merupakan buangan/bekas yang
berbentuk cair, gas dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia sukar untuk
dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi
kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera dan sebagainya.
Air limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan
kesehatan lingkungan. Air limbah harus dikelola untuk mengurangi pencemaran
(Sugiharto, 1987). Jenis air limbah berdasarkan sumber penghasil dan penyebab air
limbah tersebut adalah air limbah domestik, air limbah industri, dan air limbah
limpasan dan rembesan air hujan. Air limbah domestik berasal dari kegiatan
penghunian seperti rumah tinggal, hotel, sekolahan, kampus, perkantoran, pertokoan,
pasar, dan fasilitas pelayanan umum. Air limbah industri berasal dari kegiatan industri
seperti industri logam, tekstil, kulit, pangan, kimia dan sebagainya. Air limbah
limpasan dan rembesan air hujan merupakan air limbah yang melimpas diatas
permukaan tanah dan meresap kedalam tanah sebagai akibat terjadinya hujan (Ibnu,
1997).
Syarat limbah dapat dibuang ke saluran umum adalah sebagai berikut:
- Temperaturnya tidak boleh terlalu tinggi, pada umumnya dibatasi 100-110ºF,
karena limbah yang panas cepat merusak beton dan logam di dalam saluran
kotoran.
- Limbah tidak boleh bersifat asam atau basa keras, dimana pH sebaiknya berkisar
antara 5,5 dan 9.
- Konsentrasi zat yang berlemak pada umumya tidak boleh melebihi 100 mg/l.
- Tidak boleh mengandung gas-gas yang beracun, berbau tengik, menghasilkan bau
yang keras, mengandung gas yang dapat terbakar atau meledak.
- Tidak mengandung zat-zat padat yang dapat mengendap yang berdaya berat
spesifik tinggi seperti pasir dan silikon, wol, rambut, kain dan bahan-bahan kasar
lainnya.
- Diusahakan memiliki ukuran yang seragam dari kecepatan hidrolisisnya dan
komposisi limbahnya.
(Mahida, 1992).
Penanganan limbah sebelum dilepaskan ke alam harus diperhatikan sebab dalam
limbah dimungkinkan masih banyak senyawa–senyawa racun, selain itu mengandung
pula zat–zat hidup khususnya bakteri, virus dan protozoa dan dengan demikian
merupakan wadah yang baik untuk pembiakan jasad – jasad renik (Otto, 1986).
Menurut Jenie & Rahayu (1993), bila di dalam limbah cair terdapat nutrient yang
diperlukan untuk pertumbuhan ganggang, maka akan terjadi ledakan populasi
ganggang yang berakibat kadar oksigen dalam air mengalami perbedaan yang sangat
besar. Bila oksigen terlarut dalam air habis sama sekali karena kadar bahan organik
yang tinggi, maka akan timbul bau busuk dan warna air menjadi gelap. Bila protein
dalam air mengandung sulfur atau kandungan sulfat alamiah maka akan dihasilkan
hidrogen sulfida yang menimbulkan bau yang tidak diinginkan dan menghitamkan
bangunan yang di cat disekitarnya. Oleh karena itu penanganan limbah yang bersifat
fisikawi, kimiawi serta biologis perlu diterapkan pada limbah yang mempunyai
karakteristik yang sesuai. Tujuan analisa limbah adalah untuk memastikan komposisi
konsentrasi dan keadaan subyek dengan suatu pandangan untuk menentukan unsur –
unsur pokok yang menciptakan kesulitan – kesulitan dalam memilih jenis dan tingkat
pembenahan (Mahida, 1992).
Menurut Jenie & Rahayu (1993), limbah cair pengolahan pangan umumnya
mempunyai kandungan nitrogen yang rendah, BOD dan padatan tersuspensi tinggi,
dan berlangsung dengan proses dekomposisi cepat. Selain itu, limbah cair segar
mempunyai pH yang mendekati netral dan selama penyimpanan pH akan menurun.
Pada umumnya limbah industri pangan tidak membahayakan kesehatan masyarakat
karena tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit. Tetapi kandungan bahan
organiknya yang tinggi dapat bertidak sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan
mikroba.
Dengan pasokan makanan yang berlimpah, mikroorganisme akan berkembang biak
dengan cepat dan mereduksi oksigen terlarut yang terdapat dalam air. Secara normal,
air mengandung kira-kira 8 ppm oksigen terlarut. Standart minimum oksigen untuk
kehidupan ikan adalah 5 ppm dan di bawah standart ini akan menyebabkan kematian
ikan dan biota perairan lainnya. Pada prinsipnya penanganan limbah dapat
dikelompokkan menjadi 6 tahapan tergantung dari jenis limbah dan tujuan
penanganan. Keenam tahpan tersebut adalah penanganan pendahuluan (pre
treatment), penanganan primer (primary treatment), penanganan sekunder (secondary
treatment), penanganan tersier (tertiary treatment), desinfeksi dan penanganan
lanjutan.
Restoran dan koordinator limbah seharusnya mengambil langkah awal untuk
mengidentifikasi strategi untuk mengurangi limbah, yang diikuti dengan penerapan
strategi pemisahan sumber yang direncanakan dengan baik. Restoran seharusnya
berusaha menurunkan jumlah limbah yang dihasilkan dan berusaha mengganti produk
limbah seperti plastik dengan bahan yang dapat didegradasi secara biologi karena
plastik merupakan sumber utama kontaminasi (Anonim, 2003).
1.2.2. Karakteristik Fisikawi
Air limbah yang telah tercemar memberikan ciri yang dapat diidentifikasikan secara
visual dapat diketahui dari kekeruhan, warna, air, rasa, bau yang ditimbulkan dan
indikasi lainnya. Bau timbul karena adanya kegiatan mikroorganik yang menguraikan
zat organik menghasilkan gas tertentu. Di samping itu bau juga timbul karena
terjadinya reaksi kimia yang menimbulkan gas. Kuat tidaknya bau yang dihasilkan
limbah tergantung pada jenis dan banyaknya gas yang ditimbulkan (Gintings, 1992).
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik
yang mudah terlihat. Adapun sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat
sebagai efek estetika dan kejernihan serta bau, warna, dan juga temperatur.
Kandungan zat padat di sini erat hubungannya dengan kuantitas padatan total,
karakteristik padatan tersuspensi dan karakter pengendapan padatan. Dalam industri
pembuatan tempe, kandungan zat padat dalam limbah cairnya tidak begitu besar,
namun mempunyai ukuran partikel yang cukup bervariasi (Sugiharto, 1987).
Sebagian besar limbah industri pangan berupa limbah organik yang bersifat
biodegradable (mengandung karbohidrat dan protein yang tinggi), yaitu dapat
diuraikan oleh alam dengan bantuan mikroorganisme. Dimana proses penguraian
kembali ini melibatkan proses pembusukan yang menimbulkan bau yang kurang enak
(Sugiharto, 1987). Dari bau tersebut kita dapat mengetahui kualitas limbah tersebut.
Bila terlalu menyengat atau tidak enak, maka limbah tersebut banyak mengandung
kandungan organik. Bau pada limbah disebabkan oleh karena proses pembusukan
atau degradasi bahan organik oleh mikroorganisme. Pengukuran bau dapat dilakukan
dengan:
Evaluasi sensori: Indera pembau.
GC (Gas Chromatography) : Berfungsi untuk menganalisa senyawa-senyawa
penyebab bau.
(Suhardi, 1991)
Total Solid merupakan padatan tersuspensi total. Pengukuran ini, yang kadang-kadang
disebut residu yang tidak dapat disaring, ditetapkan sengan cara menyaring sejumlah
volume air limbah melalui filter membran (atau tikar glass fiber) dalam cawan
Gouch. Berat kering dari padatan tersuspensi total diperoleh setelah satu jam pada
suhu 103 -105 C. Total Suspended Solid merupakan padatan yang terendap. Ini
adalah padatan dalam limbah cair yang mengendap pada dasar dalam waktu 1 jam.
Padatan ini biasanya diukur dalam kerucut Imhoff berskala dan dilaporkan sebagai ml
padatan terendap per liter. Padatan terendap merupakan indikator jumlah padatan
limbah yang akan mengendap dalam alat penjernih dan kolam pengendapan (Jenie &
Rahayu, 1993).
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk
mengukur keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur
atau benda koloid di dalam air (Sugiharto, 1987). Dengan melihat tingkat kekeruhan
limbah cair akan dapat mengetahui banyak atau tidaknya padatan organik atau
anorganik yang berada dalam limbah cair tersebut (Jenie & Rahayu, 1993). Cara
analisa tingkat kekeruhan ini dilakukan dengan menggunakan alat inderawi
penglihatan manusia (secara langsung).
Menurut Sugiharto (1987), proses penyerapan (adsorbsi) adalah proses
mengumpulkan benda – benda terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua
permukaan. Proses penyerapan tersebut terjadi pada seluruh permukaan benda, maka
yang sering terjadi adalah bahan padat yang menyerap partikel yang berada di dalam
air limbah. Bahan yang diserap disebut sebagai adsorbate atau solute sedangkan
bahan penyerapannya dikenal sebgai adsorbent. Banyak bahan – bahan padat
dipergunakan sebagai bahan penyerap untuk mengurangi kekeruhan dari suatu cairan.
Bahan penyerap yang mahal umumnya mempunyai luas permukaan yang lebih luas
setiap unitnya. Peningkatan luas permukaan ini dilakukan dengan kerja yang rapi
melalui pembelahan bahan adsorbent. Proses penyerapan (adsorbsi) juga dapat
berfungsi sebagai proses penjernihan limbah cair. Penjernihan air limbah
dipergunakan untuk mengurangi pengotoran bahan organik, partikel termasuk benda
yang tidak dapat diuraikan (nonbiodegradable) ataupun gabungan antara bau, warna
dan rasa.
Warna dari limbah cair ini tidak dapat menentukan bahaya atau tidaknya suatu limbah
cair (Jenie & Rahayu, 1993). Tetapi warna dari air limbah dapat menunjukkan
kekuatannya, dimana bila warnanya berwarna gelap itu berarti limbah tersebut sudah
busuk. . Warna pada limbah menunjukkan kekuatannya, air limbah yang baru
berwarna keabu-abuan. Air limbah yang sudah basi atau busuk berwarna gelap. Orang
awam seringkali menilai keadaan air limbah atau air selokan berdasarkan warnanya,
hal ini dengan sendirinya tidak dapat menunjukkan secara tegas bahaya yang
dikandungnya (Mahida, 1992). Warna air memberi petunjuk akan jumlah benda yang
tersuspensi dan terlarut. Penentuan limbah cair dapat menggunakan komparator warna
dan skala standar (Sastrawijaya, 1991).
Limbah domestik biasanya mempunyai suhu mendekati netral dan suhu antara 15 –
25oC. Suhu ini berada di bawah suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri tetapi
bukan hambatan utama dalam rancangan unit atau operasinya (Jenie & Rahayu,
1993). Suhu dapat berperan penting dalam penentuan makhluk apa yang akan hidup
di air yang diukur suhunya. Suhu juga mempengaruhi tingkat oksigen yang terlarut.
Suhu udara tidak menentukan suhu permukaan air. Metode pengukuran yang lebih
baik ialah dengan permistor yang skala sudutnya dinyatakan dalam derajat Fahrenhait
dan Celcius. Permistor ini dapat dengan tepat menentukan suhu air dengan berbagai
kedalaman (Jenie & Rahayu, 1993).
Proses penyaringan dapat menghilangkan padatan-padatan yang berukuran besar,
yaitu yang berukuran 0,7 mm atau lebih besar. Penyaringan dapat dilakukan dengan
lebih baik bila ditambah satu tahap pendahuluan yaitu koagulasi, karena untuk
padatan terlarut akan sulit dipisahkan dari bagian cair. Tujuan dari proses penyaringan
ini adalah untuk membuang benda – benda yang mengambang dan tampak oleh mata.
Cara yang paling sederhana dari pembuangan benda padat yang kasar dan besar
adalah dengan cara mengalirkan limbah melalui penyaring. Selanjutnya benda –
benda padat yang dapat melalui saringan ini kemudian diendapkan dalam tanki – tanki
sedimentasi (Mahida, 1992).
Zat-zat yang digunakan untuk menggumpalkan disebut koagulan. Bahan koagulan
utama yang digunakan dalam proses pemurnian air adalah aluminium sulfat
(Al2(SO4)3.14H2O), copperas (FeSO4.7H2O), feri sulfat (Fe2(SO4)3), feri klorida
(FeCl3), chlorinated copperas (campuran feri sulfit dan feri klorida), serta silikat aktif
(Winarno, 1986). Jadi, bahan penggumpal adalah garam logam yang bereaksi dengan
basa di dalam air untuk menghasilkan kumpulan hidrooksida logam yang tidak dapat
larut (Buckle et al., 1987).
Karbon aktif alamiah adalah butiran karbon dan bubuk karbon untuk pengolahan air
limbah dan setelah dipergunakan diaktifkan kembali. Persiapan karbon dipergunakan
melalui pembuatan arang dari bahan kayu atau batubara. Bahan ini kemudian dibakar
sampai berwarna merah. Partikel batubara kemudian diaktifkan dengan menambah
gas oksigen pada tekanan tinggi. Gas ini mengambangkan struktur rongga yang ada
pada batubara / arang sehingga memperluas permukaan. Karena luas permukaan yang
besar inilah karbon aktif mempunyai daya serap yang baik, dan dapat mengikat
benda–benda organik dan partikel – partikel lain dengan baik ( Sugiharto, 1987 ).
1.2.3. Karakteristik Kimiawi
Tujuan analisa kimiawi limbah cair adalah untuk menentukan konsentrasi zat – zat
kimia, mengetahui ada atau tidaknya bahan – bahan beracun di dalam limbah, serta
untuk menentukan tingkat kebusukan yang telah dicapai limbah. Penentuan analisa
kimiawi limbah cair didasarkan atas unsur – unsur yang mempunyai nilai peubah
terhadap kesehatan seperti bahaya yang ditimbulkan oleh zat beracun yang mungkin
ada di dalam limbah, serta upaya pembenahan limbah. Hal ini baik untuk limbah cair
maupun air selokan (Utomo, 1998).
Konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun dari air limbah.
Adapun kadar yang baik adalah kadar dimana masih memungkinkan kehidupan
biologis didalam air berjalan dengan baik. Air limbah dengan konsentrasi air limbah
tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga menganggu proses
penjernihan. pH yang baik bagi air minum dan air limbah adalah netral (7). Semakin
kecil nilai pHnya, maka akan menyebabkan air tersebut berupa asam (Sugiharto,
1987).
pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan
mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. Karena selalu terdapat hidrogen bebas dan ion
hidroksil dalam pemisahan molekul-molekul larutan cairan, maka dengan
kelebihannya salah satu molekul tersebut akan menyebabkan larutan menjadi masam
atau alkali. Larutan-larutan yang netral mempunyai nilai pH 7. Air limbah domestik
yang normal biasanya mengandung sedikit alkali (Mahida, 1981). Apabila pH
mendekati 5 tingkat keasaman pencernaan jadi tidak normal. Bila pH kurang dari 5
atau lebih dari 10, maka proses aerobik biologis menjadi kacau (Mahida, 1992).
BOD adalah banyaknya oksigen dalam air yang digunakan bakteri untuk menguraikan
benda organik melalui proses oksidasi biologis. Limbah cair pengolahan pangan
umumnya punya kandungan nitrogen rendah, BOD dan padatan suspensi tertinggi,
dan berlangsung dengan proses dekomposisi cepat. Sifat limbah yang perlu diketahui
adalah volume aliran, konsentrasi organik dan karakteristik limbah. Uji BOD adalah
salah satu metode yang paling digunakan dalam penanganan limbah dan pengendalian
polusi (Jenie & Rahayu, 1993).
Parameter yang sering digunakan untuk mengukur polusi baik pada air limbah
maupun air tanah adalah nilai BOD 5 hari (BOD5). Nilai tersebut merupakan hasil
dari pengukuran oksigen terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme dalam
oksidasi biokimia materi-materi organik. Umumnya inkubasi berlangsung selama 5
hari pada suhu 20ºC. Selama 5 hari tersebut, oksidasi berlangsung secara sempurna
sebesar 60-70 %, sedangkan jika digunakan waktu 20 hari, oksidasi berlangsung
sempurna sebesar 95-99 %. Penggunaan temperatur yang berbeda akan memberikan
hasil yang berbeda pula karena reaksi biokimia sangat tergantung pada temperatur
(Tchobanoglous, 1981).
Pada umumnya analisa BOD dapat dilakukan melalui 2 cara yakni :
Analisa dengan titrasi Winkler
Analisa ini pada prinsipnya adalah oksigen akan mengoksidasi MnSO4 yang
ditambahkan ke dalam larutan pada keadaan alkalis, sehingga terjadi endapan Mn02.
dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida makan akan dibebaskan iodin
yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang terbebaskan kemudian dianalisa
dengan metoda titrasi iodimetris yaitu dengan larutan standar thiosulfat dengan
indikator kanji. Reaksi dari metoda titrasi ini dapat dituliskan sebagai berikut :
MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + ½ O2 MnO2 + H2O
MnO2 + KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 S2O3 –2 S4O6- + 2 I -
Analisa dengan DO – meter
Analisa oksigen terlarut di dalam air dapat juga dilakukan dengan metoda elektrolisa
yang pada prinsipnya menggunakan elektroda yang terdiri atas katoda dan anoda yang
terendam dalam alrutan ektrolit (larutan garam). Pada DO meter, elektorda ini terdiri
atas katoda Ag dan anoda Pb atau Cu. Sistem elektroda ini dilindungi oleh membran
palstik tertentu yang bersifat semi – permeable terhadap oksgen dan hanya oksigen
saja yang dapat menembus membran ini.
(Alaerts & Santika, 1984).
Chemical Oxyggen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) adalah
banyaknya oksigen dalam ppm atau mg/l yang dibutuhkan dalam kondisi khusus
untuk menguraikan benda organik secara kimiawi. Cara menguraikan benda organik
tersebut dengan oksidasi menggunkan agen oksidasi kuat dalam suasana asam. COD
juga digunakan secara luas sebagai ukuran kekuatan pencemaran air limbah domestik
maupun air limbah industri (Suhardi, 1991).
COD (Chemical Oxygen Demand) digunakan untuk menggolongkan kekuatan organik
dari air limbah dan polusi air bersih. Tes COD mengukur jumlah oksigen yang
diperlukan untuk oksidasi kimia bahan – bahan organik dalam sampel menjadi
karbondioksida dan air. Prosedur tes tersebut adalah menambahkan sejumlah larutan
kalium dikromat standar yang diketahui jumlahnya, reagen asam sulfat yang
mengandung perak sulfat dan sampel dalam jumlah tertentu ke dalam suatu wadah.
Sampel blanko berisi air destilasi diperlakukan sama seperti prosedur tes COD.
Tujuan blanko tersebut adalah untuk mengkoreksi kesalahan yang timbul karena
adanya bahan – bahan organik dalam reagen. COD dihitung berdasarkan perbedaan
antara jumlah titran yang digunakan untuk blanko dan sampel dibagi dengan volume
sampel dan dikalikan dengan normalitas titran.
(blanko – sampel) x (molaritas titran) 8000
COD = ––––––––––––––––––––––––––––––––––––
ml sampel
(Hammer & Hammer, 1996).
Umumnya COD kurang lazim digunakan dibandingkan dengan pengertian BOD.
COD bentuk lain untuk mengukur kebutuhan oksigen terhadap zat organik yang sukar
dihancurkan secara oksidasi. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan pereaksi oksidator
yang kuat dalam suasana asam. Dalam hal ini dapat digunakan KMnO4 atau K2Cr2O7
sebagai oksidator (Gintings, 1992). Sebagai zat pengoksidasi adalah KMnO4 atau
K2Cr2O7. Nilai COD yang tinggi menunjukkan adanya pencemaran air oleh zat-zat
organik yang dapat berasal dari berbagai sumber, seperti limbah pabrik, limbah rumag
tangga, dsb. Jumlah volume KMnO4 atau K2Cr2O7 yang digunakan untuk oksidasi
ekuivalen dengan banyaknya total zat organik yang dapat dioksidasi secara kimiawi
(Suhardi, 1991).
Sebagai zat pengoksidasi adalah KMnO4 atau K2Cr2O7. Nilai COD yang tinggi
menunjukkan adanya pencemaran air oleh zat-zat organik yang dapat berasal dari
berbagai sumber, seperti limbah pabrik, limbah rumag tangga, dsb. Banyak KMnO4
atau K2Cr2O7 yang digunakan untuk oksidasi ekuivalen dengan banyaknya total zat
organik yang dapat dioksidasi secara kimiawi (Suhardi, 1991).
Untuk menghilangkan zat-zat organik diperlukan penambahan zat-zat penggumpal.
Zat kimia yang dapat digunakan sebagai penggumpal adalah:
- Aluminium sulfat (Al2(SO4)3) disebut juga filter aluminium.
- Campuran Fero-sulfat dengan kapur (FeSO4 + CaO).
- Natrium-aluminat.
- Aluminium ferric : aluminium sulfat yang mengandung Ferri oksida + 1%.
- Boothal : campuran aluminium sulfat dengan soda abu (Na2CO3) (Suhardi, 1991).
Setelah air diproses dengan pengendapan menggunakan zat penggumpalan,
selayaknya dipisahkan antara gumpalan dan air yang jernih denhan cara penyaringan.
Penyaringan dapat menggunakan pasir, kokas atau ampas arang batu, arang butiran-
butiran marmer, butiran-butiran genting (tanah liat yang dibakar), magnetic kanvas
(terpal) ataupun ijuk. Keuntungannya adalah mudah dirawar dan diganti serta sangat
murah tanpa peralatan yang mahal (Suhardi, 1991).
1.2.4. Karakteristik Biologis
Karakteristik biologis, meliputi pemeriksaan akan adanya bakteri, jamur, ganggang,
ataupun protozoa pada air limbah. Pemeriksaan biologis didalam air limbah untuk
memisahkan apakah ada bakteri-bakteri patogen berada di dalam air limbah.
Keterangan biologis ini diperlukan untuk menaksir tingkat kekotoran air limbah
sebelum dibuang ke badan air (Sugiharto, 1987).
Secara umum, kebanyakan bakteri adalah kemoheterotrofik, yaitu menggunakan
bahan organik sebagai sumber energi dan karbon. Beberapa spesies mengoksidasi
senyawa – senyawa anorganik tereduksi seperti NH3 untuk energi dan menggunakan
CO2 sebagai sumber karbon, dan sering disebut sebagai bakteri kemoautotrof. Ada
juga yang bersifat fotosintetik, yaitu menggunakan sinar matahari sebagai sumber
energi dan sumber karbon CO2. Bakteri kemoheterotrof penting dalam penanganan
limbah karena memecah bahan organik dan bakteri nitrifikasi yang mengoksidasi
amonia nitrogen menjadi amonia nitrat (Jenie & Rahayu, 1993).
Kapang adalah mikroba nonfotosintesis, bersel banyak, bercabang, berfilamen, dan
memetabolisme makanan terlarut. Bakteri dan kapang dapat memetabolisme bahan
organik dari jenis yang sama. Kapang banyak terdapat pada limbah dengan pH 4 - 5,
kadar air rendah, nitrogen rendah, dan bila nutrien tertentu tidak ada. Kapang juga
sulit mengendap sehingga sulit ditangani (Jenie & Rahayu, 1993).
Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme
patogen yang ada dalam air limbah. Banyaknya zaat pembunuh kimia termasuk klorin
dan komponennya mematikan bakteri dengan car merusak atau menginaktifkan enzim
utama, sehingga terjadi kerusakan dinding sel. Oleh karena itu perlu diperhatikan
dalam memilih bahan kimia, bila akan digunakan sebagai bahan desinfeksi antara
lain: daya racun zat kimia, waktu kontak yang diperlukan, efektivitasnya, rendahnya
dosis, tidak toksik terhadap manusia dan hewan, tetap tahan terhadap air, biaya murah
untuk pemakaian yang bersifat masal (Sugiharto, 1987 ).
Aerasi merupakan suatu sistem oksigenasi melalui penangkapan O2 dari udara pada
air olahan yang akan diproses. Pemasukan oksigen ini bertujuan agar O2 di udara
dapat bereaksi dengan kation yang ada di dalam air olahan. Reaksi kation dan oksigen
menghasilkan okasidasi logam yang sukar larut dalam air sehingga dapat mengendap.
Proses aerasi terutama untuk menurunkan kadar besi (Fe) dan magnesium (Mg).
kation Fe2+ tau Mg2+ bila disemburkan ke udara akan membentuk oksida Fe2O3 dan
MgO. Proses aerasi harus diikuti proses filtrasi atau pengendapan (Kusnaedi, 1998).
Dalam penanganan air limbah, mikroorganisme merupakan dasar fungsional untuk
sejumlah proses penanganan (Sugiharto, 1987). Tujuan pemeriksaan biologis di dalam
air dan limbah cair adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri patogen.
Pemeriksaan biologis ini meliputi pemeriksaan bakteri, jamur, ganggang, protozoa,
rotifera, crustaceae, serta virus (Utomo, 1998). Bakteri merupakan kelompok
mikroorganisme terpenting dalam sistem penanganan air limbah. Keberadaan bakteri
dalam air limbah perlu ditangani lebih lanjut karena beberapa bakteri memiliki sifat
patogenik, dan karena kultur bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan
organik dan mineral – mineral yang tidak diinginkan di dalam air limbah. Kapang
adalah mikroorganisme nonfotosintetis, bersel jamak, aerobik, bercabang, berfilamen
yang memetabolisme makanan terlarut. Bakteri dan kapang dapat memetabolisme
bahan organik dari bahan yang sama (Jenie & Rahayu, 1993).
Desinfeksi adalah suatu proses untuk membunuh jasad renik yang bersifat patogenik
baik secara kimia maupun fisik. Semua desinfektan efektif terhadap sel vegetatif
tetapi tidak selalu efektif terhadap sporanya. Bahan kimia menimbulkan pengaruh
yang lebih selektif terhadap jasad renik dibandingkan dengan perlakuan fisik seperti
panas dan radiasi (Fardiaz, 1992). Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi
atau membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat dalam air limbah. Mekanisme
pembunuhan sangat dipengaruhi kondisi zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu
sendiri. Banyak zat pembunuh kimia termasuk klorin dan komponennya mematikan
bakteri dengan cara menginaktivasi enzim utama sehingga terjadi kerusakan dinding
sel. Metode lain dari desinfeksi adalah merusak langsung dinding sel seperti yang
dilakukan bila menggunakan panas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
memilih bahan kimia sebagai desinfeksi adalah daya racun zat kimia tersebut, waktu
kontak yang diperlukan, efektifitas, rendahnya dosis, tidak toksik terhadap manusia
dan hewan, tahan terhadap air, biaya murah untuk pemakaian yang bersifat massal
(Sugiharto, 1987).
Klorin adalah oksidator dan akan bereaksi dengan beberapa komponen organik pada
limbah cair. Kebutuhan klorin untuk air limbah yang relatif jernih (tidak terlalu keruh)
dan pada air yang mengandung suspensi padatan sedikit atau tidak terlalu tinggi,
biasanya relatif rendah. Klorinasi merupakan salah satu proses yang cukup efektif bila
digunakan dalam mengatasi limbah cair. Klorin banyak digunakan untuk mengatasi
bau yang timbul dari limbah. Peranan klorin dalam mengatasi limbah pertanian adalah
untuk mereduksi konsentrasi bakteri. Menurut Jenie & Rahayu (1993), dengan
klorinasi maka kadar BOD dapat menurun. Selain itu, komponen – komponen yang
tereduksi dalam air juga akan turun karena adanya klorinasi. Efisiensi pemakaian
klorin dipengaruhi oleh jumlah dan jenis atau bentuk klorin yang digunakan, waktu
kontak, suhu dan jenis serta konsentrasi mikrobia.
2. DATA HASIL PENGUKURAN PARAMETER AWAL
2.1. Karakteristik Fisikawi
a. Bau : sambal, agak pedas
b. Warna : oranye kecoklatan
c. Kekeruhan : sangat keruh, kental
d. Suhu :
Sampel Suhu (ºC)
Ulangan 1 39
Ulangan 2 41
Rata - rata 40
e. Analisa Padatan
- Analisa Total Solid (TS)
SampelVol. sampel
(ml)
Berat cawan
(gr)
Cawan +
padatan (gr)Padatan (gr) TS (mg/ml)
Ulangan 1 2 24,33 24,48 0,15 75000
Ulangan 2 2 20,50 20,65 0,15 75000
Rata - rata 22,415 22,565 0,15 75000
- Analisa Total Suspended Solid (TSS)
SampelVol. sampel
(ml)
Kertas
saring (mg)
Kertas saring +
padatan (mg)
Padatan
(mg)TSS (mg/ml)
Ulangan 1 50 400 794 394 7880
Ulangan 2 50 400 868 468 9360
Rata - rata 400 831 431 8620
2.2. Karakteristik Kimiawi
a. Pengukuran pH
Sampel pH
Ulangan 1 5,08
Ulangan 2 5,12
Rata - rata 5,10
b. Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD)
Sampel Vol. sampel (ml) Na2S2O3 (ml) COD (mg/lt)
Blanko 10 41,85 -
Ulangan I 10 36,1 4600
Ulangan II 10 36,7 4120
Rata-rata 4360
c. Pengukuran Tingkat Kekeruhan Metode Jar Testing
Konsentrasi koagulan (ppm) Tingkat kekeruhan
0 ~
10.000 ~
20.000 1376 NTU
30.000 1006 NTU
40.000 956 NTU
50.000 378 NTU
d. Grafik hubungan antara konsentrasi koagulan dengan tingkat kekeruhan
3. USULAN TREATMENT
3.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)
3.1.1. Penyaringan (Filtrasi)
Limbah yang dihasilkan oleh restoran masakan Padang sangat keruh dan kental.
Banyak padatan yang terdapat dalam air limbah baik yang terlarut maupun yang
tersuspensi. Oleh karena itu, untuk mempermudah proses pengolahan limbah
selanjutnya, maka perlu dilakukan penyaringan untuk mengurangi jumlah padatan
tersuspensi yang ada dalam air limbah. Mula-mula dilakukan penghilangan padatan-
padatan yang ukurannya cukup besar melalui penyaringan dengan menggunakan
saringan kasar. Setelah disaring menggunakan saringan kasar dilakukan penyaringan
kembali dengan menggunakan kain saring. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi
padatan yang ukurannya agak kecil. Dengan demikian akan memudahkan proses
pengolahan limbah selanjutnya.
Penyaringan bertujuan untuk memisahkan padatan tidak larut dan bahan kasar lain
yang bentuknya cukup besar sehingga padatan dapat tertahan dan filtratnya turun.
Menurut Mahida (1992), cara yang paling sederhana dari pembuangan benda padat
yang kasar dan besar adalah dengan cara mengalirkan limbah melalui penyaring.
Selanjutnya benda – benda padat yang dapat melalui saringan ini kemudian
diendapkan dalam tanki – tanki sedimentasi. Bahan yang sering digunakan adalah
kawat stainless steel berupa anyaman, kain polyester, kawat tembaga, plat karbon
dengan tekstur kasar, sedang, dan halus (Gintings, 1992).
Materi
Alat-alat yang digunakan antara lain: saringan kasar, kain saring, dan baskom.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu limbah restoran masakan Padang sebanyak
1500 ml (1,5 Lt).
Metode
Limbah diambil sebanyak 1,5 lt lalu disaring dengan menggunakan saringan dan
ditampung dalam baskom. Setelah itu air limbah hasil penyaringan pertama ini
disaring kembali dengan menggunakan kain saring.
3.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)
3.2.1. Koagulasi dan Netralisasi
Primary treatment dilakukan dengan pengolahan secara fisik dan pengolahan secara
kimia. Pengolahan secara fisik dilakukan dengan pengendapan air limbah yang terjadi
secara gravitasi yang lamanya tergantung partikel padatan yang ada (sedimentasi)
(Gintings, 1992). Sedangkan pengolahan kimia dengan mengendapkan bahan padatan
dengan penambahan bahan kimia (coagulation system). Pemakaian koagulan
dimaksudkan untuk mempercepat pengendapan dengan memperbesar ukuran partikel.
Semakin besar ukuran partikelnya, semakin cepat pengendapannya. Tujuan dari
primary treatment ini adalah untuk menghilangkan zat-zat organik dan suspended
solid yang ada di dalam limbah. Jenis primary treatment yang kami gunakan dalam
pengolahan limbah restoran masakan Padang adalah koagulasi.
Koagulasi menyebabkan terjadinya pembentukan gumpalan-gumpalan padatan yang
lebih besar dari padatan-padatan yang berpartikel kecil dan halus, lalu karena zat-zat
padat yang menggumpal juga mengandung kadar zat organik yang tinggi maka
pembentukan gumpalan-gumpalan ini juga mengarah ke terjadinya pengurangan nilai
BOD dan COD. Mahida (1981) juga selanjutnya menyebutkan bahwa penurunan
BOD dan COD oleh pembenahan secara kimiawi dapat berada setinggi 65% dan lebih
tinggi daripada penurunan dengan cara sedimentasi yang biasa saja.
Materi
Alat-alat yang digunakan antara lain: bekker glass, timbangan, corong, kertas saring,
magnetic stirrer, erlenmeyer, dan pHmeter. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan
antara lain: limbah yang telah mengalami pre treatment, alum, Ca(OH)2, H2SO4, dan
aquadest.
Metode
Mula-mula diambil 200 ml limbah cair yang telah mengalami pre-treatment dan
diletakkan dalam bekker glass. Setelah itu diberi perlakuan koagulasi dengan
menambahkan 15 gram alum ke dalam limbah tersebut. Kemudian dilakukan
pengadukan cepat dengan magnetic stirrer selama 1 menit dan pengadukan lambat
selama 5 menit. Larutan tersebut disaring sehingga diperoleh filtrat dan residu. pH
filtrat yang diperoleh diukur, lalu dilakukan netralisasi dengan menggunakan Ca(OH)2
(jika terlalu asam) dan H2SO4 (jika terlalu basa). Setelah mengalami netralisasi dan
terbentuk flok yang berukuran agak besar, kemudian diendapkan dengan cara
mendiamkannya selama beberapa waktu + 30 menit , agar seluruh flok mengendap di
dasar beker glass (sedimentation). Setelah mengendap kemudian larutan disaring
(filtrasi) dengan menggunakan kertas saring ke erlenmeyer lain.
3.3. Pengolahan Kedua (Secondary Treatment)
3.3.1. Aerasi
Secondary treatment umumnya melibatkan proses biologis dengan tujuan untuk
menghilangkan bahan organik melalui biokimia oksidasi. Untuk proses biologis ini
banyak menggunakan peranan mikroorganisme, misalnya dengan lumpur aktif. Dalam
proses lumpur aktif, air buangan masuk ke dalam tangki aerasi tempat
mikroorgansime mengkonsumsi buangan organis untuk membentuk sel-sel baru.
Secondary treatment yang kami lakukan untuk limbah restoran masakan Padang
adalah dengan aerasi. Kami hanya melakukan aerasi karena limbah cair yang
kandungan senyawa organiknya tinggi pasti sudah mengandung mikroba aerob. Oleh
karena itu kami hanya menyediakan kondisi yang lebih optimal bagi mikroorganisme
tersebut dengan meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air limbah. Tujuan
dari perlakuan aerasi ini adalah untuk menghilangkan zat-zat organik biodegradable
(dapat diuraikan secara biologis) dan suspended solid serta untuk meningkatkan
kandungan oksigen terlarut di dalam limbah cair dan meningkatkan efektifitas proses
selanjutnya.
Materi
Alat-alat yang digunakan yaitu bekker glass dan aerator. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah limbah cair yang telah mengalami primary treatment.
Metode
Air limbah yang sudah diberi perlakuan primer dimasukkan dalam bekker gelas,
kemudian diberi perlakuan aerasi. Selang aerator dimasukkan ke dalam cairan limbah
hingga dasar beker glass. Aerator dinyalakan dan ditunggu hingga terjadi gelembung-
gelembung udara. Proses aerasi ini dilakukan selama 30 menit. Proses ini dapat
memperkecil BOD dan COD limbah cair (Sugiharto, 1987).
3.4. Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment)
3.4.1. Karbon Aktif
Pada tingkat lanjutan (tertiary treatment) ini ditujukan terutama untuk menghilangkan
senyawa kimia anorganik seperti kalsium, kalium, sulfat nitrat, phospor dan lainnya
serta senyawa organik. Proses fisika, kima dan biologis yang terjadi pada pengolahan
tingkat lanjut ini antara lain : filtrasi, destilasi, pengapungan, pembekuan. Striping dll.
Proses kimia meliputi adsorbsi karbon aktif, pengendapan kimia, pertukaran ion,
elektro kimia, oksidasi dan reduksi. Sedangkan proses biologis meliputi proses
penelitian bakteri dan algae nitrifikasi(Gintings, 1992). Dalam tertiary treatment yang
kami lakukan terhadap limbah restoran masakan Padang, kami memilih menggunakan
karbon aktif. Penambahan karbon aktif dilakukan dengan tujuan untuk menjernihkan
warna limbah (mengurangi kekeruhan).
Materi
Alat-alat yang digunakan antara lain: kertas saring, corong, dan erlenmeyer.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain: limbah yang telah mengalami
secondary treatment, dan karbon aktif.
Metode
Mula-mula dilakukan penimbangan karbon aktif sebanyak 3 gr untuk menyaring 200
ml air limbah. Kemudian karbon aktif diletakkan di atas kertas saring yang telah
dipasang pada corong. Air limbah diambil sebanyak 200 ml dan dituang ke dalam
corong tersebut. Hal ini dilakukan sampai seluruh limbah tersaring.
3.5. Pengolahan Tambahan
3.5.1. Desinfeksi
Desinfeksi dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan mikrobia yang bersifat
patogen pada limbah pangan. Menurut Volk & Wheeler (1993), desinfeksi adalah
proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah perusakan
agen-agen patogen. Mekanisme kerja dari desinfektan mungkin dengan merusak
membran sel atau protein sel atau pada gen yang khas sehingga berakibat kematian
atau mutasi. Tujuan dari perlakuan tambahan ini adalah untuk memastikan bahwa
limbah cair yang akan dibuang nantinya aman bagi lingkungan dan tidak mengandung
senyawa – senyawa pencemar – pencemar dan mikroorganisme lain yang patogen.
Materi
Alat-alat yang digunakan antara lain: pH meter, bekker glass, elenmeyer, gelas piala,
gelas ukur, batang pengaduk, kertas saring, corong, dan kertas pH. Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan antara lain limbah dari tertiary treatment, desinfektan klorin,
Ca(OH)2, dan H2SO4.
Metoda
Mula – mula dilakukan proses desinfeksi dengan penambahan desinfektan klorin pada
limbah cair dengan perbandingan 200 ml limbah cair dibanding 20 ml klorin. Setelah
proses desinfiensi dilanjutkan dengan proses netralisasi pH dengan melakukan
pengukuran pH terlebih dahulu dengan kertas pH, jika terlalu asam dilakukan
penambahan Ca(OH)2 dan bila terlalu basa dilakukan penambahan H2SO4 hingga
mencapai pH netral sekitar 7.
3.6. Pengujian Parameter Akhir
Setelah dilakukan berbagai macam proses pengolahan limbah, maka dilakukan
pengukuran karakteristik limbah yang telah diolah tersebut. Hal ini dilakukan untuk
membandingkan karakteristik limbah sebelum dan sesudah diolah, dan mengetahui
apakah limbah yang telah diolah tersebut telah memenuhi standart baku mutu limbah.
Pengukuran karakteristik limbah cair restoran masakan Padang yang telah diberi
treatment yaitu meliputi :
3.6.1. Warna
Pengamatan warna dilakukan secara langsung pada sampel limbah dengan indera
penglihatan.
3.6.2. Bau
Pengamatan bau dilakukan secara langsung pada sampel limbah yang telah dituang ke
dalam gelas piala dengan indera penciuman.
3.6.3. Analisa Padatan
3.6.3.1. Analisa Total Suspended Solid (TSS)
Mula-mula 50 ml sampel air limbah disaring dengan kertas saring yang telah
diketahui beratnya. Setelah itu kertas saring yang telah berisi residu diletakkan di atas
cawan porselin, lalu dikeringkan dalam oven bersuhu 105C selama 24 jam.
Kemudian dimasukkan dalam desikator selama 15 menit dan dilakukan penimbangan.
Perhitungan TSS =
3.6.3.2. Analisa Total Solid (TS)
Mula-mula 2 ml sampel air limbah dimasukkan dalam cawan porselin yang telah
dikeringkan dan diketahui berat konstannya. Lalu sampel tersebut kemudian
dikeringkan dalam oven bersuhu 105C selama 24 jam, kemudian dimasukkan dalam
desikator selama 15 menit, setelah itu dilakukan penimbangan.
Perhitungan TS =
Hasil pengukuran Total Solid dikurangi dengan Total Suspended Solid merupakan
nilai Total Dissolved Solid (TDS).
3.6.5 Analisa COD (Chemical Oxygen Demand)
10 ml air limbah diencerkan dengan aquadest sampai tanda tera dalam labu ukur 100
ml. Hasil pengenceran air limbah tersebut diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan ditambahkan 1 ml HgSO4 dan 20 ml K2Cr2O7. Perlakuan yang
sama dibuat untuk blanko dengan 10 ml aquadest. Larutan dipanaskan selama 10
menit. Setelah dingin diambil sebanyak 10 ml lalu ditambahkan 1,5 ml KI 20%.
Indikator amilum ditambahkan sesaat sebelum memulai titrasi. Titrasi dengan
menggunakan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan menjadi biru bening.
COD (ppm) = (blanko – sample) ml x N Na2S2O3 x 8000 x fp
ml sampel
3.6.6 Pengukuran Suhu
Metoda pengukuran suhu limbah rendang kikil dilakukan dengan menggunakan
termometer.
3.6.7 Pengukuran pH
Metoda pengukuran pH limbah cair jelly dilakukan dengan menggunakan pH meter
4. DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. & S.S.Sanika. (1984). Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Anonim. (2003). Quick-service Restaurant Waste Reduction Study Final Report. http://www.rrfd.com/pages/secondary pages/ restaurant study/implement.html.
Buckle, K.A.; R. A. Edwards; G.H. Fleet;& N.Wooton. (1987). Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. Gramedia. Jakarta
Gintings, P. (1992). Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Hammer, M.J & M.J. Hammer. (1996). Water & Wastewater Technology 3nd Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey.
Ibnu, H. (1997). Rekayasa Lingkungan. Gunadarma. Jakarta.
Jenie, B. S. L. & W. P. Rahayu. (1993). Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
Kusnaedi. (1998). Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mahida, U. N. (1992). Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV. Rajawali. Jakarta.
Otto. (1986). Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV.Rajawali. Jakarta.
Sastrawijaya, A. T. (1991). Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
Sugiharto. (1987). Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta.
Suhardi, (1991). Petunjuk Laboratorium Analisa Air dan Penanganan Limbah. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Tchobanoglous, G. (1981). Wastewater Engineering Treatment, Disposal, Reuse. Tata Mcgraw-Hill Publising Co. Ltd. New Delhi.
Utomo, A.R. (1998). Kemungkinan Pemanfaatan Limbah cair Industri Pengolahan Pangan untuk Irigasi. Jurnal Ilmiah Widya Mandala.
5. BAKU MUTU LIMBAH
Baku Mutu Limbah Domestik
Parameter Satuan Kadar Maksimum (mg/lt)
pH - 6-9
BOD mg/l 100
TSS mg/l 100
Minyak dan lemak mg/l 10
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan Total Solid (TS)
Berat padatan = (berat cawan dan padatan ) – berat cawan kosong
TS =
Ulangan 1
Berat padatan = ( 24,48 – 24,33 ) gr = 0,15 gr = 150 mg
TS =
= 75000 ppm
Ulangan 2
Berat padatan = ( 20,65– 20,50) gr = 0,15 gr = 150 mg
TS =
= 75000 ppm
Rata-rata = = 75000
6.2. Perhitungan Total Suspended Solid (TSS)
Berat padatan = (berat kertas saring dan padatan ) – berat kertas saring kosong
TSS =
Ulangan 1 :
Berat padatan : ( 794 – 400 ) mg = 394 mg
TSS = = 7880 ppm
Ulangan 2 :
Berat padatan : ( 868 – 400 ) mg = 468 mg
TSS = = 9360 ppm
Rata-rata
TSS = = 8620 ppm
6.3. Perhitungan Total Dissolved Solid (TDS)
TDS = TS – TSS
Ulangan 1
TDS = 75000 – 7880 = 67120 ppm
Ulangan 2
TDS = 75000 – 9360 = 65640 ppm
Rata-rata
TDS = 75000 – 8620 = 66380 ppm
6.4. Perhitungan Chemical Oxygen Demand (COD)
COD =
Ulangan 1
COD = = 4600 ppm
Ulangan 2
COD = = 4120 ppm
Rata-rata
COD = = 4360 ppm