Neuralgia Trigeminus Editan

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neuralgia trigeminalis (tic douloureux) merupakan kelainan fungsi dari saraf trigeminal (saraf kranial V), yang membawa sensasi dari wajah ke otak. Kelainan fungsi saraf trigeminal menyebabkan serangan nyeri tajam yang hebat selama beberapa detik sampai beberapa menit 1 . Neuralgia trigeminalis bukan merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa. Tetapi cenderung menjadi lebih parah semakin hari 2 . Tidak ada studi sistematis mengenai data neuralgia trigeminalis. Pada tahun 1968 diperkirakan angka kejadian neuralgia trigeminalis ± 15,5 per 100.000 orang di Amerika Serikat. Sumber lain menyebutkan bahwa setiap tahunnya insiden neuralgia trigeminalis adalah 4 - 5 orang per 100.000 penduduk. Umumnya neuralgia trigeminalis terjadi pada usia lebih dari 40 tahun, dan lebih sering ditemukan pada wanita dibanding pria 3 . Pada sebagian besar kasus, etiologi neuralgia trigeminalis masih belum diketahui. Pada beberapa kasus ditemukan penyebabnya akibat adanya keabnormalan dari arteri atau vena yang berdekatan dengan saraf trigeminal. Pembuluh darah tersebut dapat menekan saraf trigeminal sehingga menimbulkan nyeri 2 . 1

description

Neuralgia Trigeminus

Transcript of Neuralgia Trigeminus Editan

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangNeuralgia trigeminalis (tic douloureux) merupakan kelainan fungsi dari saraf trigeminal (saraf kranial V), yang membawa sensasi dari wajah ke otak. Kelainan fungsi saraf trigeminal menyebabkan serangan nyeri tajam yang hebat selama beberapa detik sampai beberapa menit1. Neuralgia trigeminalis bukan merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa. Tetapi cenderung menjadi lebih parah semakin hari2.Tidak ada studi sistematis mengenai data neuralgia trigeminalis. Pada tahun 1968 diperkirakan angka kejadian neuralgia trigeminalis 15,5 per 100.000 orang di Amerika Serikat. Sumber lain menyebutkan bahwa setiap tahunnya insiden neuralgia trigeminalis adalah 4 - 5 orang per 100.000 penduduk. Umumnya neuralgia trigeminalis terjadi pada usia lebih dari 40 tahun, dan lebih sering ditemukan pada wanita dibanding pria3.Pada sebagian besar kasus, etiologi neuralgia trigeminalis masih belum diketahui. Pada beberapa kasus ditemukan penyebabnya akibat adanya keabnormalan dari arteri atau vena yang berdekatan dengan saraf trigeminal. Pembuluh darah tersebut dapat menekan saraf trigeminal sehingga menimbulkan nyeri2.Penyebab tersering dari neuralgia trigeminalis adalah multipel sklerosis: 2,4 % dari semua pasien MS mengalami neuralgia trigeminalis; di antara pasien tersebut, 14 % mengalami gangguan bilateral1.Penetalaksanaan neuralgia trigeminalis pada dasarnya terbagi tiga, yaitu, terapi medikamentosa, terapi pembedahan dan penatalaksanaan dari segi kejiwaan. Belum ada pedoman untuk mencegah penyakit ini. Bagaimanapun terdapat beberapa opsi yang mungkin dapat membantu mencegahnya, diantaranya: mengkonsumsi makanan lunak, mencuci muka dengan air hangat, menghindari atau meminimalisir pemicu yang telah diketahui seperti panas, dingin atau sentuhan2.

1.2TujuanTujuan dari pembuatan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, anatomi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosa, diagnosa banding, prognosa, dari penyakit Neuralgia Trigeminalis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1DefinisiNeuralgia trigeminalis merupakan kelainan yang jarang terjadi pada serat sensoris saraf trigeminalis (saraf kranialis V), yang menginervasi wajah dan dagu. Kondisi ini ditandai dengan nyeri hebat dan tajam (tertusuk-tusuk) yang paroksismal pada distribusi satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Neuralgia trigeminalis bukan merupakan penyakit yang mengancam jiwa. Nyeri dapat ditimbulkan dengan menyentuh wajah pada salah satu atau beberapa area sensitif (trigger zone). Biasanya hanya mengenai salah satu sisi wajah, tergantung dari cabang trigeminal yang terkena1.Istilah neuralgia trigeminalis pertama kali dikenal pada abad ke-11 oleh seorang dokter berkebangsaan arab bernama Jurjani. Jurjani juga merupakan dokter pertama yang mengemukakan teori kompresi vaskular sebagai penyebab neuralgia trigeminalis. Pada tahun 1756 dokter Nicolaus Andre (Perancis) memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai kondisi ini yang lebih dikenal dengan istilah, tic douloureux (yang kurang tepat, karena setiap gerakan kedutan pada wajah yang dapat timbul merupakan respon refleks terhadap nyeri, bukan tic sebenarnya)3.

2.2 Anatomi dan Fisiologi2.2.1Anatomi

Gambar 1. Saraf TrigeminalNervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya mensarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus dan eksternus, tensor timpani, omohiodeus dan bagian anterior dari muskulus digastrikus. Inti motoriknya terletak dipons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri.Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba, dan perasaan propioseptif. Kawasannya ialah wajah dan seraput lendir lidah dan rongga mulut serta gusi dan rongga hidung.Impuls propioseptip, terutama yang berasal dari otot-otot yang disarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.Jika N.V ditinjau dari cabang-cabang perifernya, maka perjalanan masing-masing cabang adalah sebagai berikut :Cabang pertama ialah cabang oftalmik. Ia menghantarkan impuls protopatik dari bola mata serta ruang orbita, kulit dahi sampai verteks. Impuls sekretomotorik dihantarkannya ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk ke ruang orbita melalui foramen supraorbitale.Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagi nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yaitu nervus frontalis, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis mendekati satu dengan yang lain pada fissura orbitalis superior.Dan dibelakang fisura tersebut mereka menjadi seberkas saraf yang dinamakan cabang oftalmikus nervi trigemini. Cabang tersebut menembus dura untuk melanjutkan perjalalanannya di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri.Cabang kedua ialah cabang maksilar. Ia tersusun oleh serabut-serabut somatosensorik melulu, yang menghantarkan impuls protopatik dari wajah bagian pipi, kelopak mata bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, gigi geligi rahang atas, ruang nasofaring, sinus maksilaris, palatum mole dan atap rongga mulut. Serabut-serabut yang berasal dari kulit wajah yang masuk ke dalam tulang maksilar melalui foramen infra orbitale. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbitalis. Disitu serabut-serabut yang berasal dari mukosa rongga hidung menyusun nervus infraorbitalis. Lebih jauh ke belakang serabut-serabut yang menghantarkan impuls dari selaput lendir dari gigi geligi rahang atas tergabung dalam nervus infraorbitalis. Setelah itu ia dikenal sebagai cabang maksilar nervus trigeminus. Ia masuk ke dalam tulang tengkorak melalui foramen rotundum. Kemudian ia menembus dura untuk berjalan di dalam sinus kavernosus. Setelah keluar dari dinding tersebut ia berakhir di dalam ganglion Gasseri. Selain serabut-serabut tersebut diatas, cabang maksilar N.V menerima juga serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa kranii media dan fosa pterigopalatinum.Cabang mandibular, ialah cabang ketiga nervus trigeminus. Ia tersusun oleh serabut sometomotorik dan sensorik, lagipula serabut sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik setelah muncul pada permukaaan lateral pons menggabungkan diri pada berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion Gasseri. Jika cabang mandibular dilukis menurut komponen eferennya, maka ia keluar dari lubang intrakranial melalui foramen ovale, dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (saraf sensorik) menggabungkan diri pada pangkal cabang mandibularis di luar tengkorak, yaitu di fossa infratemporalis, setelah ia keluar dari ruang intrakranial melalui foramen spinosum. Di bagian depan fossa infratemporalis cabang mandibular bercabang dua. Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari serabut-serabut aferen yang berasal dari kult daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah (nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mensarafi otot-otot omohiodeus dan bagian anterior muskulus digastrikus. Cabang anterior dari cabang mandibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mensarafi otot-otot temporalis, maseter, pterigoideus dan tensor timpani. Melalui juluran aferen sel-sel ganglion Gasseri impuls perasaan raba dan tekan disampaikan kepada nukleus spinalis nervi trigemini. Serabut-serabut tersebut terakhir bersinaps di sepanjang wilayah inti tersebut dan dikenal sebagai traktus spinalis nervi trigemini. Cara-cara serabut tersebut bersinaps ialah menuruti penataan segmentasi. Yang menghantarkan impuls dari kawasan cabang mandibular terkumpul di bagian dorsal, dari kawasan maksilar terletak ditengah-tengah dan dari kawasan oftalmik berkonvergens di ventral nukleus Gasseri.Lain halnya dengan inti mesesenfalik N.V yang khusus menerima impuls propioseptif. Ia berdiri sendiri, lagipula tidak pada tingkat pons tetapi di mesencefalon.Lintasan trigeminal selanjutnya adalah sebagai berikut : Nukleus sensibilis dan Nukleus spinalis N.V menjulurkan serabut-serabut ke nukleus ventoposteromedialis talami sisi kontralateral. Juga serabut-serabut dari nukleus mensencefalik N.V mengakhiri perjalananya di inti ventoposteromedialis, namun tidak hanya secara kontralateral, tetapi sebagian kontralateral dan sebagian ipsilateral. Di dekat inti ventoposteromedilis terletak nukleus ventropostolateralis, tempat serabut-serabut spinotalamik berakhir.Lintasan yang menghubungkan inti sensibilitas prinsipalis serta nukleus spinalis N.V dengan nukleus ventropostomedialis talami dinamakan jaras trigeminus ventral. Tempat penyilangan lintasan tersebut ialah sepanjang bagian rostral pons dan bagian kaudal mesencephalon. Jaras yang menghubungkan nukleus mesensefalik N.V dengan nukleus ventropostomedialis talami kedua sisi dinamakan jaras trigeminotalamik dorsal.Menurut hipotesis yang berlaku, impuls vibrasi dan raba menelurkan kesadaran akan vibrasi dan raba pada saat impuls tersebut tiba di tingkat talamus. Tetapi penyadaran akan perasaan diskriminasi, suhu, nyeri dan tekan masih memerlukan peran sel-sel kortikal. Pemancaran serabut talamokortikal yang menghantarkan impuls protopatik dan impuls taktil kepada korteks sensorik primer ialah melalui bagian posterior kapsula interna.Di samping somatosensorik dan somatomotorik, juga serabut sekretomotorik yang bersifat parasimpatetik, ikut menyusun nervus trigeminus. Melalui ganglion sfenopalatinum, optikum dan mandibulare, impuls sekretomotorik dihantarkan kepada berbagai kelenjar parasimpatetik di kepala. Sekresi lendir rongga hidung, uvula, platum mole dan sekresi glandula lakrimalis diurus melalui ganglion sfenopalatinum. Dengan perantara ganglion optikum glandula parotis digalakkan dan melalui ganglion submandibularis dan lingualis dapat digiatkan4.2.2.2Fisiologi Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah.Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, m. Masticatores tidak mengalami gangguan fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V menerima fibrae corticonucleares dari kedua belah cortex cerebri.Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan mandibularis penting pada kedokteran gigi. Nervus maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus4.

2.3Etiologi Neuralgia trigeminalisPada sebagian besar kasus, etiologi neuralgia trigeminalis masih belum diketahui. Pada beberapa kasus ditemukan penyebabnya akibat adanya keabnormalan dari arteri atau vena yang berdekatan dengan saraf trigeminal. Pembuluh darah tersebut dapat menekan saraf trigeminal sehingga menimbulkan nyeri2.Penyebab tersering dari neuralgia trigeminalis adalah multipel sklerosis: 2,4 % dari semua pasien MS mengalami neuralgia trigeminalis; di antara pasien tersebut, 14 % mengalami gangguan bilateral1.Neuralgia trigeminalis juga dapat terjadi karena proses penuaan (usia > 50 tahun, atau gangguan yang menyebabkan kerusakan selubung myelin yang melindungi saraf. Selain itu, penyebab nyeri simtomatik pada distribusi nervus trigeminus yang lebih jarang antara lain adalah lesi pada gigi, sinusitis, fraktur tulang, dan tumor di cerebellopontine angle, hidung atau mulut1.Berbagai rangsangan yang dapat mencetuskan nyeri neuralgia trigeminalis, adalah : Bercukur Rabaan pada wajah Makan Minum Menggosok gigi Berbicara Berdandan Tersenyum2.

2.4Patofisiologi Nervus TrigeminusPatofisiologi kondisi ini masih belum dipahami seluruhnya. Gardner (1959) dan, kemudian, Janetta (1982) menjelaskan neuralgia trigeminalis sebagai akibat kompresi radiks trigeminalis oleh pembuluh darah. Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm, tinnitus, ataupun vertigo. Biasanya terjadi pada arteri superior serebeli, yang melingkar mengelilingi bagian proksimal radiks yang tidak bermielin segera setelah keluar dari pons (Gambar 1). Hipotesis ini didukung oleh observasi bahwa keadaan bebas-nyeri dapat dicapai hingga pada 80% pasien dengan mikrovaskular, yaitu lengkung vaskular dibuka dan didiseksi bebas dari saraf, dan spons kecil yang terbuat dari bahan sintetis dimasukkan di antara kedua struktur ini untuk menjaga agar kedua struktur terpisah. Letak kompresi berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian rostral dari nervus trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmikus dari nervus trigeminus, dan seterusnya1,3.

Gambar 2. Bagian tidak bermielin radiks nervus kranialis (jingga, kiri) dan lengkung vaskular yang berdekatan (merah tua, kanan) yang dapat mengiritasi radiks saraf di lokasi ini. Secara spesifik, diagram ini menunjukkan lengkung arteri superior serebeli yang dapat menyebabkan neuralgia trigeminalis1.

Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus3.Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes, dianggap bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan selama masa regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang berbeda. Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang adekuat akan sangat mempersingkat lamanya nyeri ini3.

2.5DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan nyerinya yang khas. Juga dilakukan pemeriksaan untuk menemukan penyebab lain dari nyeri di wajah (misalnya kelainan pada rahang, gigi atau sinus, atau penekanan saraf trigeminal oleh tumor atau suatu aneurisma).Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan test neurologis (misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1.Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone).Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgi. Pemeriksaan neurologik pada neuralgi Trigeminal hampir selalu normal. Tidak terdapat gangguan sensorik pada neuralgi Trigeminal murni.Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada neuralgia trigeminalis yang menyertai multipel sclerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien dengan MS juga menderita neuralgia trigeminalis yang dalam hal ini bisa bilateral.Suatu varian neuralgia trigeminalis yang dinamakan tic convulsive ditandai dengan kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgi biasa, yang dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut:Anamnesis. Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang terkena Menentukan waktu dimulainya neuralgia trigeminalis dan mekanisme pemicunya Menentukan interval bebas nyeri Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan Menanyakan riwayat penyakit herpesPemeriksaan Fisik. Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk refleks kornea). Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka mulut,deviasi dagu).Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan untuk mencari etiologi primer di daerah posterior atau sudut serebelo-pontin2,3.

2.6Penatalaksanaan.Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan medikamentosa.2. Pembedahan dipertimbangkan bila medikamentosa tidak berhasil secara memuaskan.3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.2.6.1Terapi MedikamentosaPerlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama menyerang mereka yang sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus memperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar penggunaan obat pada terapi neuralgia trigeminalis dan neuralgi saraf lain adalah kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang menimbulkan serangan nyeri. Carbamazepine.Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah carbamazepine. Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4 hingga 24 jam pemberian, kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi dilanjutkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan dengan respons pengurangan nyeri yang dapat dirasakan oleh pasien. Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari. Karena diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan lama pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil dan pemantauan dari efek sampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan hingga sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk dikurangi. Pemantauan laboratorium biasanya meliputi pemeriksaan jumlah lekosit, faal hepar, dan reaksi alergi kulit.Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila ternyata kadar sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa dipertimbangkan untuk menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal baclofen 10 mg/hari yang bertahap bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari. Obat ketiga boleh ditambahkan bila kombinasi dua obat ini masih belum sepenuhnya mengendalikan nyerinya. Tersedia phenytoin, sodium valproate, gabapentin, dan sebagainya. Semua obat ini juga dikenal sebagai obat anti epileptik. Gabapentin.Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba sebagai obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat ini mulai dipakai di Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi. Kemampuannya untuk mengurangi nyeri neuropatik yang membandel dilaporkan secara insidentil mulai 1995 hingga 1997 oleh Mellick, Rosner, dan Stacey.Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin dan phenitoin gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg, malam hari, selama 2 hari. Bila tidak terjadi efek samping yang mengganggu seperti pusing/dizzy, ngantuk, gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari dengan 300 mg hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Dosis maksimal yang diperbolehkan oleh pabrik obat ini adalah 2400 mg/hari. Waldeman menganjurkan 1800 mg sebagai dosis tertinggi. Rowbotham dkk. menemukan bahwa gabapentin dalam dosis mulai 900 hingga 3600 mg sehari berhasil mengurangi nyeri, memperbaiki gangguan tidur, dan secara umum memperbaiki quality of life dari para pasien mereka.Untuk neuralgi yang menyertai pasien dengan multipel sklerosis ternyata gabapentin dalam dosis antara 900 hingga 2400 mg/hari juga efektif pada 6 dari 7 pasiennya.Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar. Yang pasti dapat dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA dan menghambat degradasi GABA. Karena itu, pemberian gabapentin akan meningkatkan kadar GABA di dalam otak. Karena obat ini lipophilic maka penetrasinya ke otak baik5,6.2.6.2Terapi Non-medis (Bedah)Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana kombinasi lebih dari dua obat belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Pembedahan disiapkan untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi medis tidak efektif. Radiofrequency rhizotomyHingga kini masih populer karena relatif aman dan murah. Sayang, cara ini mempunyai kemungkinan kekambuhan sebesar 25%. Efek samping lain yang kurang enak adalah terjadinya anestesi kornea, rasa kesemutan, dan kelemahan rahang yang kadang-kadang bisa mengganggu. Bahkan, ada pasien yang merasa menyesal karena rasa kesemutan yang terus-menerus ini lebih tidak nyaman daripada nyeri yang masih ada masa bebasnya7. Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserolCara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Hakanson S. (1981). Konon, hasilnya sangat baik dengan gangguan minimal pada kepekaan muka. Hipotesis yang dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik dan bekerja pada serabut saraf yang sudah mengalami demielinisasi, menghilangkan compound action potential pada serabut Trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri. Cara ini cepat dan pasien bisa cepat dipulangkan. Kerugiannya adalah masih tetap bisa terjadi gangguan sensorik yang mungkin mengganggu atau kumat lagi sakitnya8. Microvascular DecompressionDasar dari prosedur ini adalah anggapan bahwa adanya penekanan vaskular merupakan penyebab semua keluhan ini. Neuralgi adalah suatu compressive cranial mononeuropathy. Para penganut cara pengobatan ini mengganggap bahwa penyembuhan yang terjadi adalah yang paling sempurna dan permanen. Kerugian cara ini adalah bahwa bagaimanapun juga ini suatu kraniotomi dan pasien perlu tinggal sekitar 4-10 hari di rumah sakit, dilanjutkan dengan masa rekonvalesensi yang juga perlu 1-2 minggu. Pertimbangan lain adalah bahwa walaupun jarang, mikrovaskular dekompression bisa menyebabkan kematian atau penyulit lain seperti stroke, kelemahan nervus facialis, dan tuli. Di tangan ahli bedah yang berpengalaman, komplikasi ini tentunya sangat kecil. Pada operasi yang berhasil, pengurangan atau bahkan hilangnya nyeri sudah dapat dirasakan setelah 5-7 hari pasca bedah. Dr. Fred Barker dan timnya melaporkan dalam suatu pertemuan ilmiah tentang pengalamannya dengan mikrovaskular dekompression pada 1185 pasien yang dilakukan di Universitas Massachusetts. Sebagian besar dari pasien tersebut mendapatkan pengurangan nyeri secara lengkap atau bermakna. Dua tahun setelah operasi, insidens kekambuhan 1% per tahunnya. Kekambuhan ini secara umum dikarenakan adanya pembuluh darah baru yang muncul pada nervus trigeminus9. Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife.Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Gamma Knife merupakan alat yang menggunakan stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan cara memfokuskan sinar Gamma sehingga berlaku seperti prosedur bedah, namun tanpa membuka kranium. Gamma Knife pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lars Leksell dari Stockholm, Swedia pada 1950. Cara ini hanya memerlukan anestesi lokal dan hasilnya konon cukup baik. Sekitar 80-90% dari pasien dapat mengharapkan kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi.Cara kerja terapi adalah lewat desentisisasi pada saraf Trigeminal setelah radiasi yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan komputer. Seorang ahli bedah saraf dari Seattle Dr. Ronald Young mengatakan bahwa dengan Gamma Knife hasilnya sangat memuaskan juga dengan komplikasi yang minimal9.2.6.3Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan.Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi6.

2.7 PencegahanBelum ada pedoman untuk mencegah penyakit ini. Bagaimanapun terdapat beberapa opsi yang mungkin dapat membantu mencegahnya, diantaranya: mengkonsumsi makanan lunak, mencuci muka dengan air hangat, menghindari atau meminimalisir pemicu yang telah diketahui seperti panas, dingin atau sentuhan2.

2.8PrognosisNeuralgia trigeminalis bukan merupakan suatu ancaman. Tetapi cenderung menjadi lebih parah semakin hari. Banyak pasien yang berhasil sembuh dengan tindakan pembedahan. Bahkan beberapa dokter lebih memilih melakukan tindakan pembedahan pada stadium awal dekompresi mikrovaskular untuk mencegah kerusakan demyelinisasi. Walaupun hal ini masih menjadi suatu kontroversi dan penyebab dari neuralgia trigeminalis masih belum jelas3.

BAB IIIPENUTUP

Neuralgia trigeminalis merupakan kelainan yang jarang terjadi pada serat sensoris saraf trigeminalis (saraf kranialis V), yang menginervasi wajah dan dagu. Kondisi ini ditandai dengan nyeri hebat dan tajam (tertusuk-tusuk) yang paroksismal pada distribusi satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan nyerinya yang khas. Juga dilakukan pemeriksaan untuk menemukan penyebab lain dari nyeri di wajah (misalnya kelainan pada rahang, gigi atau sinus, atau penekanan saraf trigeminal oleh tumor atau suatu aneurisma).

Neuralgia trigeminalis bukan merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa. Tetapi cenderung menjadi lebih parah semakin hari. Banyak pasien yang berhasil sembuh dengan tindakan pembedahan. Bahkan beberapa dokter lebih memilih melakukan tindakan pembedahan pada stadium awal dekompresi mikrovaskular untuk mencegah kerusakan demyelinisasi. Walaupun hal ini masih menjadi suatu kontroversi dan penyebab dari neuralgia trigeminalis masih belum jelas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M., Frotscher M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Edisi 4. EGC: Jakarta.2. Chamberlin Stacey L., Narins B. 2005. The Gale Encyclopedia of Neurological Disorders vol. 2. Gale Group: USA.3. Savitsky D. 2011. Trigeminal Neuralgia. EBSCO publishing: USA4. Monkhouse S. 2006. Cranial Nerves Functional Anatomy.Cambridge University Press: UK5. Fromm, Gerhard H., dan Barry J. S. 1991. Trigeminal Neuralgia: Current Concepts Regarding Pathogenesis and Treatment. Butterworth-Heinemann: UK6. Dewanto G., Suwono W. J., Dkk. 2007. Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. EGC: Jakarta7. Sweet WH, Wepsic JG. 1974. Controlled Thermocoagulation of Trigeminal Ganglion and Rootlets for Differential Destruction of Pain fibers. Journal of Neurosurgery.8. Hakanson S. 1981. Trigeminal Neuralgia Treated By The Injection of Glycerol into The Trigeminal Cistern. Journal of Neurosurgery.9. Barker F. G., Jannetta P. J. 1996. The Long-Term Outcome Of Microvascular Decompression For Trigeminal Neuralgia. New England Journal of Medicine: Massachusetts

17