PROPOSAL REVISI Sep 2015.doc

40
PERANAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH RELIGIUS DAN SEHAT (Studi Kasus di SMP Muhammadiyah 2 Comal) PROPOSAL Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Islam LAELY HILALLIYAH NIM : 2052113047 0

Transcript of PROPOSAL REVISI Sep 2015.doc

PERANAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEWUJUDKAN

SEKOLAH RELIGIUS DAN SEHAT

(Studi Kasus di SMP Muhammadiyah 2 Comal)

PROPOSAL

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Islam

LAELY HILALLIYAH

NIM : 2052113047

PROGRAM PASCA SARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2015

0

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tugas seorang pemimpin seperti kepala sekolah misalnya

menyangkut bagaimana kepala sekolah bertanggung jawab atas sekolahnya

dalam melaksanakan berbagai kegiatan, seperti bagaimana mengelola

berbagai masalah menyangkut pelaksanaan administrasi sekolah,

pembinaan tenaga kependidikan yang ada di SD tersebut, pendayagunaan

sarana dan prasarana mewujudkan sekolah sebagai wiyata mandala.

Sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan

kepala sekolah juga mempunyai fungsi sebagai berikut.

(a) Educator (guru)

(b) Manager (pengarah, penggerak sumber daya)

(c) Administrator (pengurus administrasi)

(d) Supervisor (pengawas, pengoreksi, dan melakukan evaluasi)

Definisi tersebut jelas bahwa kepemimpinan kepala sekolah dalam

mengarahkan dan memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia sangat

menentukan keberhasilan proses belajar di sekolah. Guna mewujudkan

tanggung jawab tersebut maka kepala sekolah sangat berperan dalam

mengendalikan keberhasilan kegiatan pendidikan, meningkatkan

pelaksanaan administrasi sekolah sesuai dengan pedoman, meningkatkan

keterlaksanaan tugas tenaga kependidikan sesuai dengan tujuan

pendidikan, dan mengatur secara profesional pendayagunaan serta

memelihara sarana dan prasarana pendidikan.

Mengenai tugas berat yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah,

Mortimer, J. Adler menegaskan bahwa “The quality of teaching and learning

that goes in a school is largely determined by the quality of principals

leadership” (mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan

oleh sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah). Perlunya kepala

sekolah meningkatkan dalam pengelolaan sekolah ditegaskan oleh Lipham

dan Trankin yang menyatakan bahwa “Principals must understand and

develop skolls in the implementation of change if school are to become more

efective” (kepala sekolah harus memahami dan mengembangkan

2

ketrampilannya dalam melaksanakan perubahan jika sekolah menjadi

efektif).

Tugas kepala sekolah adalah sangat banyak dia harus bergerak dari

satu tugas ke tugas yang lain yang kadang-kadang ada tugas mendadak

yang harus segera diselesaikan. Dengan demikian, diperlukan kepala

sekolah yang bisa bergerak ncepat dan dinamis serta tidak cengeng apalagi

jika dihubungkan dengan tugas kepala sekolah di SD desa tertinggal yang

segalanya serba terbatas.

Di samping sebagai seorang perencana, kepala sekolah bertanggung

jawab tentang administrasi sekolah, di mana hal ini menuntut pengetahuan

tentang teknik pengelolaan sekolah, baik dalam hal proses maupun teknik

operasionalnya. Ketrampilan dalam proses administrasi ini meliputi juga

tentang pemahaman bagaimana mengkomunikasikan, mengkoordinasi, dan

merumuskan berbagai hal yang berhubungan dengan berbagai kebijakan

yang datang dari atas dan ditransformasikan ke berbagai kegiatan di

sekolah.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara (Pasal 1 ayat 1).1

SMP merupakan salah satu bentuk satuan lembaga pendidikan

menengah yang mana proses penyelenggaraannya berlangsung dalam

bentuk lembaga pendidikan formal dan merupakan kegiatan sosial yang

esensial serta mempunyai fungsi sebagai pengelola proses pembinaan

ketrampilan, kecerdasan, kepribadian dan penyampaian ilmu pengetahuan,

oleh karena itu dalam rangka peningkatan sumber daya manusia secara

keseluruhan, maka dalam rangka peningkatan mengenai kualitas pendidikan

apalagi peserta didik belajar di SMP harus dapat menguasai kemampuan

akademis dan kemampuan ketrampilan dengan dilandasi oleh iman dan

taqwa yang dapat digunakan untuk (1) melanjutkan ke pendidikan yang lebih

tinggi (2) hidup di masyarakat dan masuk lapangan kerja upaya

1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

3

meningkatkan kualitas merupakan tugas yang sangat berat, walaupun

pemerintah berusaha melalui suatu pembaharuan kurikulum sarana

prasarana pendidikan, metode mengajar peningkatan pengadaan buku-buku

pelajaran dan buku bacaan, peningkatan profesional tenaga.

Berdasarkan kenyataan yang ada Kepala Sekolah sebagai manager

belum dapat menciptakan sekolah sehat dilihat dari banyaknya peserta didik

sering terkena wabah penyakit, maka penulis tertarik dengan mengambil

judul “Peranan Kepala Sekolah Sebagai Manajer Dalam Menciptakan

Sekolah Sehat Di SMP Muhammadiyah 2 Comal”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Bagaimana peran kepala sekolah SMP Muhammadiyah 2 Comal dalam

mewujudkan sekolah religius?

2. Bagaimana peran kepala sekolah SMP Muhammadiyah 2 Comal dalam

mewujudkan sekolah sehat?

3. Faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam mewujudkan sekolah

religius dan sehat?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran

tentang sejauh mana pemberdayaan kemampuan manajer kepala sekolah

dalam pengelolaan sekolah menengah pertama dalam menciptakan menuju

sekolah sehat di SMP Muhammadiyah 2 Comal Kecamatan Comal

Kabupaten Pemalang, sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis peran kepala sekolah dalam

mewujudkan sekolah religius di SMP Muhammadiyah 2 Comal.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis peran kepala sekolah dalam

mewujudkan sekolah sehat di SMP Muhammadiyah 2 Comal.

4

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Memberi kontribusi di bidang ilmu manajemen pendidikan

khususnya dalam bidang pendidikan.

b. Sebagai referensi atau kajian bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang

berminat dalam bidang kajian sekolah religius dan sekolah sehat.

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan

Olahraga Kabupaten Pemalang dalam mengambil kebijakan

berkaitan dengan sekolah religius dan sekolah sehat.

b. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru untuk selalu berusaha

mewujudkan sekolah religius dan sekolah sehat, supaya

pelaksanaan proses belajar mengajar yang memadai dan optimal.

E. Kajian Pustaka

1. Analisis Dasar Teoritik

a. Peranan Kepala Sekolah

Keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh kepala sekolah

yang mengoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua

sumber daya pendidikan. Kepala sekolah merupakan motor penggerak,

penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan usaha apa

yang di lakukan dalam meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan di

sekolah, Kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan yang harus

menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di

sekolah dan apa yang di pikirkan oleh orang tua dan masyarakat

tentang sekolah. Kepala sekolah di tuntut untuk senantiasa berusaha

membina dan mengembangkan hubungan kerja sama yang baik antara

sekolah dan masyarakat guna mewujudkan tujuan pendidikan yang

efektif dan efisien.

Kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan

sebagai kepala sekolah (Sudarman 2002: 145). Meskipun sebagai guru

yang mendapat tugas tambahan kepala sekolah merupakan orang yang

paling betanggung jawab terhadap aflikasi prinsif-prinsif administrasi

pendidikan yang inovatif di sekolah.

5

Sebagai orang yang mendapat tugas tambahan berarti tugas

pokok kepala sekolah tersebut adalah guru yaitu sebagai tenaga

pengajar dan pendidik, di sini berarti dalam suatu sekolah seorang

kepala sekolah harus mempunyai tugas sebagai seorang guru yang

melaksanakan atau memberikan pelajaran atau mengajar bidang studi

tertentu atau memberikan bimbingan. Berarti kepala sekolah menduduki

dua fungsi yaitu sebagai  tenaga kependidikan dan tenaga pendidik. Hal

ini sesuai dikemukakan oleh Sudarwan  tentang jenis-jenis tenaga

Kependidikan sebagai berikut: tenaga pendidik terdiri atas pembimbing,

penguji, pengajar dan pelatih tenaga fungsional pendidikan, terdiri atas

penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang  kependidikan,

dan pustakawan tenaga teknis kependidikan, terdiri atas laboran dan

teknisi sumber belajar tenaga pengelola satuan pendidikan,terdiri atas

kepala sekolah,direktur,ketua,rector, dan pimpinan satuan pendidikan

luar sekolah, tenaga lain yang mengurusi masalah-masalah manajerial

atau administrative kependidikan.

Ada banyak pandangan yang mengkaji tentang peranan kepala

sekolah. Campbell, R.F., Corbally, J.E., & Nystrand, R.O.

mengemukakan tiga klasifikasi peranan kepala sekolah, yaitu: (1)

peranan yang berkaitan dengan hubungan personal, mencakup kepala

sekolah sebagai figurehead atau simbol organisasi, leader atau

pemimpin, dan liaison atau penghubung, (2) peranan yang berkaitan

dengan informasi, mencakup kepala sekolah sebagai pemonitor,

disseminator, dan spokesman yang menyebarkan informasi ke semua

lingkungan organisasi, dan (3) peranan yang berkaitan dengan

pengambilan keputusan, yang mencakup kepala sekolah sebagai

entrepreneur, disturbance handler, penyedia segala sumber, dan

negosiator.2

Di sisi lain, Stoop & Johnson mengemukakan empat belas

peranan kepala sekolah, yaitu: (1) kepala sekolah sebagai business

manager, (2) kepala sekolah sebagai pengelola kantor, (3) kepala

sekolah sebagai administrator, (4) kepala sekolah sebagai pemimpin

2 Campbell, R.F., Corbally, J.E., & Nystrand, R.O. 2003. Introduction to Educational Administration. Boston: Allyn and Bacon, Inc

6

profesional, (5) kepala sekolah sebagai organisator, (6) kepala sekolah

sebagai motivator atau penggerak staf, (7) kepala sekolah sebagai

supervisor, (8) kepala sekolah sebagai konsultan kurikulum, (9) kepala

sekolah sebagai pendidik, (10) kepala sekolah sebagai psikolog, (11)

kepala sekolah sebagai penguasa sekolah, (12) kepala sekolah sebagai

eksekutif yang baik, (13) kepala sekolah sebagai petugas hubungan

sekolah dengan masyarakat, dan (14) kepala sekolah sebagai pemimpin

masyarakat.3

Dari keempat belas peranan tersebut, dapat diklasifikasi menjadi

dua, yaitu kepala sekolah sebagai administrator pendidikan dan sebagai

supervisor pendidikan. Business manager, pengelola kantor, penguasa

sekolah, organisator, pemimpin profesional, eksekutif yang baik,

penggerak staf, petugas hubungan sekolah masyarakat, dan pemimpin

masyarakat termasuk tugas kepala sekolah sebagai administrator

sekolah. Konsultan kurikulum, pendidik, psikolog dan supervisor

merupakan tugas kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan di

sekolah.

Sergiovanni membedakan tugas kepala sekolah menjadi dua,

yaitu tugas dari sisi administrative process atau proses administrasi, dan

tugas dari sisi task areas bidang garapan pendidikan. Tugas

merencanakan, mengorganisir, mengkoordinir, melakukan komunikasi,

mempengaruhi, dan mengadakan evaluasi merupakan komponen-

komponen tugas proses. Program sekolah, siswa, personel, dana,

fasilitas fisik, dan hubungan dengan masyarakat merupakan komponen

bidang garapan kepala sekolah.4

Di sisi lain, sesuai dengan konsep dasar pengelolaan sekolah,

Kimbrough & Burkett mengemukakan enam bidang tugas kepala

sekolah, yaitu mengelola pengajaran dan kurikulum, mengelola siswa,

mengelola personalia, mengelola fasilitas dan lingkungan sekolah,

3 Stoops, E., & Johnson, R.e., 2000. Elementary School Administration. New York: McGraw Hill Book Company

4 Sergiovanni, T.J. 2001. The Principalship: A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon

7

mengelola hubungan sekolah dan masyarakat, serta organisasi dan

struktur sekolah.5

b. Sekolah Religius

Budaya religius sekolah adalah cara berfikir dan cara bertindak

warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan).

Religius menurut Islam adalah menjalankan ajaran agama secara

menyeluruh (kaffah).

Menurut Glock & Stark dalam Muhaimin, ada lima macam

dimensi keberagamaan, yaitu:

1) Dimensi keyakinan yang berisi pengharapan-pengharapan dimana

orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu

dan mengakui keberadaan doktrin tersebut.

2) Dimensi praktik agama yang mencakup perilaku pemujaan,

ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan

komitmen terhadap agama yang dianutnya.

3) Dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan

fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-

pengharapan tertentu.

4) Dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan

bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah

minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus,

kitab suci dan tradisi.

5) Dimensi pengamalan atau konsekuensi. Dimensi ini mengacu pada

identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik,

pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.

Tradisi dan perwujudan ajaran agama memiliki keterkaitan yang

erat, karena itu tradisi tidak dapat dipisahkan begitu saja dari

masyarakat/lembaga di mana ia dipertahankan, sedangkan masyarakat

juga mempunyai hubungan timbak balik, bahkan saling mempengaruhi

dengan agama. Untuk itu, menurut Mukti Ali, agama mempengaruhi

jalannya masyarakat dan pertumbuhan masyarakat mempengaruhi

5 Kimbrough, R.B & Burkett, C.W. 2000. The Principalship: Concepts and Practices. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.

8

pemikiran terhadap agama. Dalam kaitan ini, Sudjatmoko juga

menyatakan bahwa keberagamaan manusia, pada saat yang

bersamaan selalu disertai dengan identitas budayanya masing-masing

yang berbeda-beda.

Dalam tataran nilai, budaya religius berupa: semangat berkorban

(jihad), semangat persaudaraan (ukhuwah), semangat saling menolong

(ta’awun) dan tradisi mulia lainnya. Sedangkan dalam tataran perilaku,

budaya religius berupa: berupa tradisi solat berjamaah, gemar

bersodaqoh, rajin belajar dan perilaku yang mulia lainnya.

Dengan demikian, budaya religius sekolah adalah terwujudnya

nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya

organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan menjadikan

agama sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar maupun tidak

ketika warga sekolah mengikuti tradisi yang telah tertanam tersebut

sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran agama.

Oleh karena itu, untuk membudayakan nilai-nilai keberagamaan

(religius) dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui:

kebijakan pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di

kelas, kegiatan ektrakurikuler di luar kelas serta tradisi dan perilaku

warga sekolah secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta

religious culture tersebut dalam lingkungan sekolah.

c. Sekolah Sehat

Sekolah sehat adalah suatu kondisi ideal yang akan menjadi

dambaan semua lembaga pendidikan, karena sekolah sehat

mengandung indicator yang sangat mendukung tercapainya tujuan

pendidikan yang bermutu.

Sekarang ini banyak sekolah yang mengaku sekolah sehat,

namun belum tentu sekolah tersebut memenuhi kriteria sekolah sehat.

Sekolah sehat adalah sekolah yang berhasil membantu siswa untuk

berprestasi secara maksimal dengan mengedepankan aspek kesehatan.

Definisi lain dari sekolah sehat adalah sekolah yang bersih, hijau, indah

dan rindang, peserta didiknya sehat dan bugar serta senantiasa

berperilaku hidup bersih dan sehat. Sekolah sehat selalu membangun

9

kesehatan siswa baik jasmani maupun rohani, melalui pemahaman,

kemampuan dan tingkah laku, sehingga siswa bisa mengambil

keputusan yang terbaik untuk kesehatan mereka secara mandiri.

Sekolah sehat menyadari sangat pentingnya kesehatan siswa dalam

membantu mereka mencapai prestasi maksimal dan untuk

meningkatkan standar kehidupan mereka.

Saat ini di Eropa khususnya Inggris, seluruh sekolah sedang

digalakkan mencapai kriteria sekolah sehat. Pada dasarnya sekolah

sehat adalah sekolah yang menyadari pentingnya pembangunan

kesehatan di bidang promotif dan preventif, bukan hanya di bidang

kuratif. Jadi adanya dokter di sekolah tidaklah menjamin bahwa sekolah

tersebut merupakan sekolah sehat. Apalagi jika dokter di sekolah

tersebut hanya datang seminggu sekali, atau sebulan sekali. Artinya

pendekatan yang digunakan oleh dokter tersebut adalah hanya

pendekatan kuratif dan rehabilitatif.

Sekolah sehat mengedepankan pencegahan dan promosi

kesehatan sehingga lebih utama mencegah sakit daripada menunggu

sakit.

Sehat itu sendiri mencakup 4 aspek yaitu sehat secara :

a. Fisik

b. Psikis

c. Sosial

d. Spiritual

Untuk itu, disusun kriteria utama dari sekolah sehat yaitu adanya :

a. Program pendidikan dan pelayanan kesehatan (health education

and treatment),

b. Makanan sehat (healthy eating),

c. Pendidikan olahraga (physical activity),

d. Pendidikan mental (emotional health and well being) serta

e. Program lingkungan sekolah sehat dan aman (safe and healthy

environment).

Sekolah sehat di Indonesia dapat dicapai bila sekolah atau

madrasah melaksanakan :

10

a. Program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) melalui tiga program

pokok UKS (Trias UKS); pendidikan kesehatan, pelayanan

kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat, serta

b. Melaksanakan upaya-upaya peningkatan melalui program

pendidikan jasmani.

Menurut Mendiknas (pada pembukaan Rakernas UKS ke IX,

2008, Bali) sekolah sebagai tempat belajar, tidak saja perlu memiliki

lingkungan bersih dan sehat, yang mendukung berlangsungnya proses

belajar dan mengajar yang baik. Namun, juga diharapkan mampu

membentuk siswa yang memiliki derajat kesehatan yang lebih

baik."Lingkungan sekolah sehat, tentu akan sangat mendukung

pencapaian tujuan pendidikan", katanya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, lanjut mendiknas, maka

pelaksanaan tiga program pokok UKS yaitu pendidikan kesehatan,

pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sehat perlu didorong

dan dimasyarakatkan agar semua pihak memahami dan mendukung

program ini di sekolah

Mendiknas juga menyampaikan tentang pentingnya

penyelenggaraan UKS yang lebih kreatif, sehingga kinerja UKS betul-

betul maksimal. Dia berpendapat, berbagai macam kegiatan di

lingkungan sekolah seperti pengelolaan sanitasi, pengelolaan jajanan

sekolah, dan menciptakan taman yang asri disekolah dapat

diintegrasikan kedalam kegiatan UKS."seperti ini harus dijadikan bagian

dari kegiatan UKS, bukan hanya kegiatan yang terkonsentrasi di ruang

UKS itu", katanya.

Mendiknas mengingatkan, adalah tugas bersama mewujudkan

sekolah dan madrasah menjadi sekolah sehat, yaitu sekolah yang

bersih, nyaman dan bebas dari sumber-sumber penyakit. Peserta

didiknya sehat jasmani, rohani, dan bugar, serta senantiasa berperilaku

hidup bersih dan sehat. "Di lingkungan sekolah yang tertata baik dan

bersih akan mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif yang

pada gilirannya nanti akan meningkatkan prestasi belajar. Termasuk di

dalamnya rasa kemandirian, jiwa kemandirian, enterpreneurship dan

11

kreativitas, serta membentuk masyarakat yang sadar kesehatan",

katanya.

2. Penelitian Yang Relevan

a. Ni Ketut Rohani (2003), dalam Tesisnya yang berjudul Pengaruh

Pembinaan Kepala Sekolah dan Kompensasi terhadap Kinerja Guru

SLTP Negeri di Kota Surabaya. Hasil pengujian hipotesis pertama

menunjukkan bahwa variabel bebas pembinaan kepala sekolah

menurut persepsi guru dan pemberian kompensasi secara

bersama-sama berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru.

Hasil analisis regresi ganda menunjukkan bahwa signifikansi p <

0,01 yang berarti peluang terjadi kesalahan < 0.01.

Sumbangan efektif kedua variabel bebas ini secara bersama-sama

terhadap kinerja guru sebesar = 58.5% dan masih terdapat

pengaruh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Variabel bebas pembinaan kepala sekolah menurut persepsi guru

menunjukkan bahwa secara parsial berpengaruh positif signifikan

terhadap kinerja guru. Peluang terjadinya kesalahan < 0.05.

Kontribusi efektifnya sebesar 42%. Variabel bebas pemberian

kompensasi menunjukkan secara parsial berpengaruh positif

signifikan terhadap kinerja guru. Peluang terjadinya kesalahan juga

< 0.05. Kontribusi efektifnya terhadap kinerja guru sebesar 41%.

Penelitian yang penulis lakukan setelah ada tambahan kompensasi

bagi guru berupa tunjangan sertifikasi. Apakah kontribusi

kompensasi terhadap kinerja guru akan meningkat.

b. Yasir (2013), dalam Tesisnya dengan judul “Pengaruh

Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Organisasi, dan

Kompensasi Terhadap Kinerja Guru Tidak Tetap SMP Negeri Se-

Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang” terdapat pengaruh

signifikan antara variabel kepemimpinan kepala sekolah, budaya

organisasi dan kompensasi terhadap kinerja guru tidak tetap SMP

Negeri se-Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang.

c. Triyono (2004), dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh

Kepemimpinan Profesional Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru

Terhadap Kemampuan Profesional Guru di SLTP Negeri Kabupaten

12

Pati.” Menyebutkan bahwa dalam penelitian itu menjelaskan

sumbangan efek kepemimpinan Kepala Sekolah sebesar 26,379%

dan motivasi kerja guru sebesar 14,103% terhadap kemampuan

profesional guru. Jelas hal ini menunjukkan kepala sekolah, karena

memiliki potensi yang lebih besar pengaruhnya jika dibandingkan

dengan faktor-faktor lainnya, terutama dalam kaitannya dengan

upaya peningkatan kemampuan profesional guru.

Persamaan dan Perbedaan Analisis Tesis

Persamaan : Penelitian dilakukan pada jenjang pendidikan formal

yang melibatkan pada semua unsur yang ada di

sekolah.

Perbedaan : Pada penelitian terdahulu menggunakan

pendekatan kuantitatif, sedangkan yang penulis

susun menggunakan pendekatan kualitatif.

3. Kerangka Teori

Kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan

sebagai kepala sekolah. Meskipun sebagai guru yang mendapat tugas

tambahan kepala sekolah merupakan orang yang paling betanggung

jawab terhadap aflikasi prinsif-prinsif administrasi pendidikan yang

inovatif di sekolah.

religius sekolah adalah cara berfikir dan cara bertindak warga

sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan).

Religius menurut Islam adalah menjalankan ajaran agama secara

menyeluruh (kaffah).

Sekolah sehat adalah suatu kondisi ideal yang akan menjadi

dambaan semua lembaga pendidikan, karena sekolah sehat

mengandung indicator yang sangat mendukung tercapainya tujuan

pendidikan yang bermutu.

F. Metode Penelitian

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

karena masalah yang dibawa oleh peneliti masih remang-remang

13

bahkan gelap kompleks dan dinamis. Oleh karena itu masalah dalam

penelitian ini bersifat sementara, tentatif dan akan berkembang atau

berganti setelah penelitian berada di lapangan.

Kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan yang harus

menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di

sekolah dan apa yang di pikirkan oleh orang tua dan masyarakat

tentang sekolah. Kepala sekolah di tuntut untuk senantiasa berusaha

membina dan mengembangkan hubungan kerja sama yang baik antara

sekolah dan masyarakat guna mewujudkan tujuan pendidikan yang

efektif dan efisien.

Dalam tataran nilai, budaya religius berupa: semangat berkorban

(jihad), semangat persaudaraan (ukhuwah), semangat saling menolong

(ta’awun) dan tradisi mulia lainnya. Sedangkan dalam tataran perilaku,

budaya religius berupa: berupa tradisi solat berjamaah, gemar

bersodaqoh, rajin belajar dan perilaku yang mulia lainnya. Dengan

demikian, budaya religius sekolah adalah terwujudnya nilai-nilai ajaran

agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang

diikuti oleh seluruh warga sekolah.

Sekolah sehat adalah suatu kondisi ideal yang akan menjadi

dambaan semua lembaga pendidikan, karena sekolah sehat

mengandung indicator yang sangat mendukung tercapainya tujuan

pendidikan yang bermutu. Sekolah sehat menyadari sangat pentingnya

kesehatan siswa dalam membantu mereka mencapai prestasi maksimal

dan untuk meningkatkan standar kehidupan mereka.

Strategi pendekatan atau jenis penelitian kualitatif yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan naturalistik Lincoln

& yaitu bahwa :

a. Penelitian dapat dilaksanakan dengan kondisi alamiahnya.

b. Data yang dikumpulkan adalah berdasarkan perspektif yang diteliti.

c. Desain penelitiannya bersifat fleksibel karena berdasarkan prinsip

reflexive.

d. Tidak ada standar dalam hal alat, metode observasi, maupun cara

menganalisis.

14

Penelitian naturalistik merupakan penelitian yang sumber

datanya diperoleh dari situasi wajar (natural setting) atau tanpa adanya

manipulasi.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di SMP

Muhammadiyah 2 Comal.

C. Sumber Data

Berdasarkan pada fokus penelitian, maka sumber data dalam

penelitian ini adalah informan, untuk menentukan informan dalam

penelitian ini dipertimbangkan latar belakang, pelaku, peristiwa dan

proses sesuai dengan kerangka dan perumusan masalah. Karena

informasi sejak awal telah ditentukan (purposive sampling) dengan

asumsi memiliki informasi yang dibutuhkan.

Sumber data yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah (1)

Data Primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli

(tidak melalui media perantara), (2) Data Sekunder yaitu sumber data

penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media

perantara diperoleh dan dicatat oleh pihak lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka di bawah ini akan

dijelaskan tentang apa saja data primer dan data sekunder mengenai

masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini.

a. Data Primer

Penulis menggunakan data primer berdasarkan kumpulan

informasi yang penulis butuhkan diantaranya penulis banyak

mengambil data melalui wawancara terhadap informan mengenai

masalah ini, yaitu penulis mewawancarai kepala sekolah dan guru

SMP Muhammadiyah 2 Comal Kecamatan Comal Kabupaten

Pemalang.

b. Data Sekunder

Penulis juga melakukan telaah pustaka dengan

menggunakan buku, penulis juga menggunakan literatur, dokumen

15

dan referensi untuk membantu apa saja yang dibutuhkan oleh

penulis untuk melengkapi data pada permasalahan ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan pada jenis dan sumber data yang diperlukan, teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Observasi (Observation)

Observasi, yaitu data yang dibutuhkan diperoleh dengan

melakukan pengamatan langsung terhadap fenomena dan

noumena yang relevan dengan fokus penelitian di situs penelitian.

Penekanan observasi lebih pada upaya mengungkap makna-makna

yang terkandung dari berbagai aktivitas terarah tujuan, tindakan

saat menghadapi rintangan dan aktivitas tujuan dari Kepala

Sekolah, guru dan karyawan di SMP Muhammadiyah 2 Comal

disetiap tahapan proses kegiatan di sekolah. Dan hasil observasi

tersebut dimasukan dan dicatat dalam buku catatan yang

selanjutnya dilakukan pemilahan sesuai kategori yang ada dalam

fokus penelitian.

b. Wawancara (interview)

Teknik wawancara secara umum seringkali digunakan oleh

peneliti yang menggunakan metode penelitian kualitatif (qualitative

approach). Interview dapat digunakan untuk mengumpulkan

informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Teknik

interview ini paling tepat digunakan pada saat peneliti ingin

mengetahui secara lebih objektif dan terlibat secara langsung

mengenai bagaimana dampak kompetensi guru dalam strategi

pembelajaran siswa SMP Muhammadiyah 2 Comal yang akan

ditampilkan oleh sumber tatkala melakukan sesuatu aksi tertentu

dalam kondisi tertentu, serta faktor-faktor yang menjadi penghambat

dan penunjangnya.

Lebih lanjut melalui wawancara menurut Alwasilah bahwa

peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam (in-depth

information) karena beberapa hal, antara lain :

16

1) Peneliti dapat menjelaskan atau mem-parafrase pertanyaan

yang tidak dimengerti responden.

2) Peneliti dapat mengajukan pertanyaan susulan (follow-up

questions)

3) Responden cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan.

4) Responden dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa

silam dan masa mendatang.6

Seperti yang diteorikan di atas bahwa melalui interview ini

dapat terungkap fenomena-fenomena yang berkembang dimasa

silam, yang dijadikan perbandingan oleh peneliti dengan fenomena

yang tengah berkembang saat ini pada fokus penelitian.

Hal-hal yang menjadi materi dalam proses wawancara

adalah terutama yang terkait dengan dampak kompetensi guru

dalam strategi pembelajaran siswa SMP Muhammadiyah 2 Comal.

Akan tetapi dalam hal ini peneliti juga akan tetap melihat sisi

kelemahan tekhnik interview ini sebagai pengontrol dalam

menganalisis data, dimana kelemahan interview seperti yang

diungkapkan Alwasilah (2002:154) adalah informan bisa saja tidak

jujur atau enggan berterus terang untuk menjawab sesuatu yang

sensitif atau mengancam dirinya. Dan kelemahan-kelemahan

interview ini nantinya akan dinetralisir oleh metode lainnya yang

digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini wawancara

dilakukan pada, yaitu :

1) Kepala Sekolah,

2) Wakil Kepala Sekolah,

3) Karyawan Tata Usaha Sekolah,

4) Guru,

5) Komite Sekolah dan

6) Siswa.

Wawancara secara mendalam ini dimaksudkan untuk

menentukan inti sari dari penelitian, hal ini sejalan dengan pendapat

Patton (1983) bahwa wawancara dimaksudkan adalah untuk

6 Alwasilah. 2002. Teknik Pengumpulan Data & Pokoknya Kualitatif. Bandung : Pustaka Jaya

17

mendapatkan dan menemukan apa yang terdapat di dalam pikiran

orang lain.

Dalam penentuan informan untuk diwawancarai, peneliti

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu penentuan informan

berdasarkan tujuan tertentu (Lincoln & Guba, 1984) dengan

menggunakan seleksi berdasarkan kriteria tertentu, serta jumlah

informan yang ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan

pertimbangan tertentu yaitu didasarkan pada pengusaan informasi

dan data yang diperlukan. Tujuan memperoleh variasi sebanyak-

banyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel

dilakukan jika satuan sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis;

setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi

yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat

dipertentangkan atau diisi dengan adanya kesenjangan informasi

yang ditemui.

Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

bertipe open-ended, dimana peneliti bertanya kepada informan

tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka

mengenai peristiwa yang ada (Yin, 2004). Tipe wawancara ini

umum digunakan pada penelitian kualitatif, dengan teknik

wawancara tidak terstandar (unstandarized interview) yang

dilakukan tanpa menyusun suatu daftar pertanyaan yang ketat yang

dikembangkan kedalam dua teknik yaitu :

1) Wawancara tidak terstruktur;

2) Wawancara terstruktur

Masing-masing bentuk wawancara ini memiliki kelebihan

dan kelemahan tersendiri. Dilakukannya wawancara tidak

terstruktur karena memiliki kelebihan yaitu dapat dilakukan secara

lebih pribadi (personal approach) dan lebih luas sehingga peneliti

akan memperoleh informasi objektif. Ketika wawancara tidak

terstruktur dilakukan maka mencatat responitas informan.

Wawancara dilakukan dengan lebih bebas dan lebih bersifat

obrolan biasa (non formal) sehingga nampak rileks.

18

Dalam menampilkan hasil wawancara, untuk identitas

informan digunakan inisial guna menjaga kerahasiaan identitas

informan yang tidak ingin disebutkan identitas namanya secara

langsung.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data ini bertujuan untuk mencari dan menata data

secara sistematis dari hasil rekaman atau catatan wawancara, observasi

dan dokumen yang telah dilakukan. Proses analisis data dalam

penelitian ini mengadopsi pemikiran Miles dan Huberman, dasarnya

meliputi tiga alur kegiatan setelah proses pengumpulan data, yakni:

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Namun,

analisis data tidak dilakukan secara parsial dan berdiri sendiri tetapi

dilakukan secara terus menerus dan terintegrasi selama dan setelah

proses pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian, dengan

langkah-langkah, sebagai berikut :

Gambar 3.1

Componens of Data Analysis: Interactive Model

Sumber: Miles dan Huberman7

7 Milles, M.B. and Huberman, M.A. 1984. Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication

19

Data Collection Data Display

Data Reduction Conclusions

Drawing/ Veritying

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Analisis data dimulai beriringan dengan proses

pengumpulan data dilanjutkan dengan pengkajian dan penilaian

data dengan tetap memperhatikan prinsip keabsahan data, dalam

rangka memperoleh data yang benar-benar berguna bagi penelitian.

Disini data yang telah dikumpulkan direduksi dengan melakukan

penyederhanaan pengabstrakan, pemilahan dan pemetaan

(persamaan dan perbedaan) sesuai dengan fokus penelitian secara

sistematis dan intergal. Reduksi data ini berlangsung terus menerus

selama penelitian berlangsung hingga sampai pada penarikan suatu

kesimpulan.

Reduksi data dapat dilakukan melalui diskusi dengan teman

sejawat atau orang yang dipandang ahli dalam bidangnya. Dalam

penelitian ini peneliti berdiskusi dengan Kepala SMP

Muhammadiyah 2 Comal mengenai peranan kepala sekolah dalam

mewujudkan sekolah religius dan sehat. Diskusi akan membuka

dan mengembangkan wawasan peneliti sehingga dapat mereduksi

data dengan baik.

b. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data dimaksud menampilkan berbagai data yang

telah diperoleh sebagai sebuah informasi yang lebih sederhana,

selektif dan memudahkan untuk memaknanya. Penyajian data

dalam penelitian ini disusun secara naratif, bentuk label dan

gambar, yang dibuat setelah pengumpulan dan reduksi data dengan

didasarkan pada kontek dan teori yang telah dibangun untuk

mengungkapkan fenomena dan noumena yang terjadi sesuai

dengan fokus penelitian.

c. Penarikan Kesimpulan (Conclutions Drawing)

Penarikan kesimpulan merupakan akhir dari rangkaian

analisis data setelah sebelumnya dilakukan reduksi dan penyajian

data, yang menjelaskan alur sebab akibat suatu fenomena dan

noumena terjadi. Dalam proses ini selalu disertai dengan upaya

verifikasi (pemikiran kembali), sehingga disaat ditemukan

ketidaksesuaian antara fenomena, noumena, data, dengan konsep

20

dan teori yang dibangun, maka Peneliti kembali melakukan

pengumpulan data, atau reduksi data atau perbaikan dalam

penyajian data kembali, sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang

benar-benar utuh. Dalam penarikan kedimpulan Peneliti

menggunakan kerangka teori yang dipakai sebagai kerangka pikir

penelitian.

F. Uji Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus memenuhi keabsahan data (Lincoln

dan Guba, 1985). Oleh karena itu penelitian ini menggunakan kriteria,

yakni :

a. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Penerapan kriteria derajat kepercayaan dimaksud sebagai

pengganti konsep validitas internal dari penelitian non kualitatif.

Untuk mencapai derajat kepercayaan dimaksud, maka proses

analisis data (pengumpulan, reduksi, penyajian dan kesimpulan)

selalu dilandasi, pada:

1) Peneliti melakukan penelitian dalam kurun waktu 1 bulan

bahkan setelah itu juga terjun kembali ke lokasi penelitian guna

melengkapi data yang kurang. Kurun waktu tersebut cukup

memadai untuk menangkap berbagai hal guna menjawab

berbagai permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, proses

observasi dilakukan secara cermat, tekun dan terus menerus di

SMP Muhammadiyah 2 Comal.

2) Kecukupan Referensi. Data yang telah dikumpulkan dan

menjadi arsip merupakan badan referensi yang digunakan

untuk mengecek apakah analisis atau kesimpulan yang diambil

sudah tepat. Bila antara data dengan kesimpulan sudah cocok,

maka dapat diartikan bahwa kesimpulan tersebut kredibel.

3) Member Check. Dalam penelitian ini untuk menjamin

kredibilitas data yang dikumpulkan dilakukan recheck terhadap

berbagai data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan

yang diperolehnya di lokasi penelitian. Pengecekan ini

dilakukan secara rutin dan tidak selalu dilakukan secara formal

21

tetapi juga informal, sehingga makna dan data yang muncul di

lokasi penelitian benar-benar ditangkap secara obyektif.

Disamping itu, untuk menghindari bias dalam pengumpulan

data yang tidak memiliki kepentingan dengan proses kegiatan

belajar dan mengajar di SMP Muhammadiyah 2 Comal.

4) Analisis Kasus Negatif. Teknik analisis kasus negatif ini

dilakukan untuk mengungkap keraguan berkenaan dengan

kesimpulan akibat berbagai informasi yang telah dikumpulkan

dan dipergunakan sebagai pembanding. Proses ini dilakukan

secara terus menerus dengan selalu memperhitungkan kasus

negatif yang ditemui di lapangan.

b. Ketergantungan (Dependability)

Kebergantungan dalam istilah konvensional disebut dengan

reliabilitas, yang merupakan syarat bagi validitas. Oleh karena itu,

untuk memenuhi kriteria ini seluruh langkah-langkah dalam

membangun kerangka pikir penelitian, berbagai langkah dalam

analisis data, hasil deskripsi-analisis dan interprestasi data di uji

ulang melalui proses pemeriksaan yang lebih cermat dan teliti.

c. Kepastian (Confirmabilitys)

Kreteria kepastian dalam penelitian ini dimaksudkan hasil

penelitian tidak bisa atau menyimpang dari realita yang ada,

rumusan masalah dan tujuan penelitian. Untuk menjamin kepastian

menggunakan perekaman pada pelacakan data dan informasi serta

interprestasi yang didukung oleh materi yang ada pada penelusuran

atau pelacakan (audit trail). Untuk memenuhi penelusuran atau

pelacakan audit ini, Peneliti akan menyiapkan bahan yang

diperlukan seperti data bahan, hasil analisis, dan catatan tentang

proses penyelenggaraan penelitian. Untuk menjamin kwalitas

penelitian ini, selain dilakukan oleh auditor internal juga dilakukan

oleh auditor eksternal. Sementara itu, kreteria kepastian berasal

dari konsep objektif menurut penelitian nonkualitatif. Jika penelitian

nonkualitatif menekankan pada “orang”, penelitian yang memakai

metode kuantitatif menekankan bukan pada orangnya, melainkan

pada “data”.

22

Pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor agar data yang

didapatkan dalam penelitian benar-benar data yang dibutuhkan dan

sesuai dengan permasalahan dan fokus penelitian. Strauss dan

Corbin (1980), menyebutkan beberapa langkah kegiatan yang

dimaksudkan sebagai berikut:

1) Auditor perlu memastikan apakah hasil penemuan tersebut

benar-benar berasal dari data.

2) Auditor berusaha membuat keputusan apakah secara logis

simpulan itu ditarik dan berasal dari data.

3) Auditor melakukan penilaian terhadap derajat ketelitian, apa

ada kesalahan dan penyimpangan.

Auditor berupaya menelaah kegiatan penelitian dalam

melaksanakan pemeriksaan keabsahan data, apakah dilakukan

secara memadai.

G. Sistematika Tesis/ Penulisan

Sistematika Tesis berisi Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari sub bab

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kajian pustaka yang terdiri dari, yang pertama analisis dasar

teoritik meliputi : peranan kepala sekolah, sekolag religius, sekolah sehat.

Kedua penelitian yang relevan, ketiga kerangka teori. Sub bab berikutnya

metode penelitian, meliputi : pendekatan dan jenis penelitian, lokasi

penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, uji keabsahan data. Sub

bab berikutnya sistematika penulisan tesis.

23

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah. 2002. Teknik Pengumpulan Data & Pokoknya Kualitatif. Bandung : Pustaka Jaya

Anonimaus. 2003, Telaah Staf Paripurna. Jakarta, Lembaga Administrasi Negara

Basri. Hasan. 2008. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Cipta Mandiri Press

Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor. 2003. Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to the Social Science. New York:John Wiley and Sons

Burhanuddin. 2005, Analisis Administrasi dan Kepentingan Pendidikan. Jakarta, Bumi Aksara

Campbell, R.F., Corbally, J.E., & Nystrand, R.O. 2003. Introduction to Educational Administration. Boston: Allyn and Bacon, Inc

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001, Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi. Jakarta, Depdikbud

Indrafachrudi, S. 2003. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Islamy. 2001. Instrumen Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara

James. M. 2002. The Principalshif, Conceps, Competencies and Case, Rosdakarya

Kimbrough, R.B & Burkett, C.W. 2000. The Principalship: Concepts and Practices. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.

Lexy J. Moeloeng. 2002. Metode Penelitian. Jakarta, Rinekacipta

Lipham. 2005. The Principalshif, Conceps, Competencies and Case. Rosdakarya

Malik Fadjar. 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan. Bandung: Raja Grafindo Persada

Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Rosdakarya

Mulyasa. 2004. Managemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Nasional Pendidikan. Jakarta, Cempaka

Nawawi, H. 2005. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Armas Duta Jaya

24

Owens, R.G. 2001. Organizational Behavior in Education. Boston: Allyn and Bacon

Sergiovanni, T.J. 2001. The Principalship: A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon

Stoops, E., & Johnson, R.e., 2000. Elementary School Administration. New York: McGraw Hill Book Company

Strauss, A. L. & Corbin, J. (2002). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures and techniques. Thousand Oaks, CA: Sage.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Zakiyuddin Baidhowi. 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Airlangga

Siti Nurubay (Tesis, 2008) dalam Tesisnya yang berjudul “Pengaruh Metode Pengajaran Guru dalam Sarana Prasarana Pendidikan terhadap Motivasi Belajar Siswa di SMP Dua Mei Ciputat Jakarta”.

Muslim (Tesis, 2009) dalam Tesisnya yng berjudul “Korelasi Kompetensi Guru dalam Strategi Pembelajaran dari Prestasi Belajar Siswa (Kasus Bidang Studi PAI di SMPN 3 Bantar Bolang Kabupaten Pemalang)”.

Subiyanto (Tesis, 2012) dalam Tesisnya yang berjudul “Peran Budaya Kerja Guru dan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 3 Waleri Kabupaten Kendal”.

25

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..............................................................1

B. Rumusan Masalah .......................................................................3

C. Tujuan Penelitian .........................................................................3

D. Manfaat Penelitian .......................................................................4

E. Kajian Pustaka .............................................................................4

1. Analisis Dasar Teoritik ..........................................................4

a. Peranan Kepala Sekolah ...............................................4

b. Sekolah Religius ............................................................7

c. Sekolah Sehat ...............................................................8

2. Penelitian Yang Relevan ......................................................11

3. Kerangka Teori .....................................................................12

F. Metode Penelitian ........................................................................12

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian .........................................12

2. Lokasi Penelitian ...................................................................14

3. Sumber Data .........................................................................14

4. Teknik Pengumpulan Data ...................................................15

5. Teknik Analisis Data .............................................................18

6. Uji Keabsahan Data ..............................................................20

G. Sistematika Tesis/ Penulisan .......................................................22

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................23

26