PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

20
PRESENTASI KASUS BEDAH PLASTIK SEORANG LAKI-LAKI 38 TAHUN DENGAN POST DEBRIDEMENT DAN JAHIT TANPA TENSION A.I. OPEN DEGLOVING R. FEMUR (D) DENGAN PARTIAL NEKROSIS Oleh: Ayu Winarsih G9911112030 Reschita Adityanti G9911112121 Ria Rahma A. G99121038 Pembimbing: dr. Amru Sungkar, Sp. B. Sp.BP

description

kasus, degloving, injury, bedah, plastik

Transcript of PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

Page 1: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

PRESENTASI KASUS BEDAH PLASTIK

SEORANG LAKI-LAKI 38 TAHUN DENGAN POST DEBRIDEMENT

DAN JAHIT TANPA TENSION A.I. OPEN DEGLOVING R. FEMUR (D)

DENGAN PARTIAL NEKROSIS

Oleh:

Ayu Winarsih G9911112030

Reschita Adityanti G9911112121

Ria Rahma A. G99121038

Pembimbing:

dr. Amru Sungkar, Sp. B. Sp.BP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

SMF ILMU BEDAH FK UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2013

Page 2: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.S

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Dowulung 01/06 Mojolaban, Sukoharjo,

Jawa Tengah

Tanggal Masuk RS : 23 Maret 2013

Tanggal Pemeriksaan : 25 Maret 2013

2. KELUHAN UTAMA

Nyeri dan luka pada paha kanan setelah kecelakaan lalu lintas.

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Tiga hari SMRS, saat pasien sedang mengendarai sepeda motor

bertabrakan dengan sepeda motor lain dari arah berlawanan. Pingsan

(-). Setelah kejadian pasien mengeluh nyeri dan luka terbuka di paha

kanan. Oleh penolong pasien dibawa ke RS Kustati Surakarta, diinfus,

disuntik obat-obatan, di roentgen, dilakukan debridement dan jahit

tanpa tension, dan dilakukan medikasi di bangsal. Karena pasien

menggunakan jamkesmas pasien dirujuk ke RSDM dengan open

degloving R. femur (S) post debridement + jahit tanpa tension dengan

partial nekrosis.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat mondok : (+) di RS Kustati

Page 3: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan di Melati I pada tanggal 25 Maret 2013

Keadaaan umum : compos mentis

1. Primary Survey

a. Airway : Bebas

b. Breathing : Pernapasan spontan, thoracoabdominal 18x/menit

c. Circulation : N: 90x/menit, TD: 110/70

d. Disability : GCS: E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor

(3mm/3mm), lateralisasi (-)

e. Exposure : suhu 36.8oC, jejas (+) lihat status lokalis

2. Secondary Survey

a. Kepala : mesocephal

b. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (- /-), pupil isokor

(3mm/ 3mm), reflek cahaya (+/+)

c. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid(-/-), nyeri

tragus (-/-)

d. Hidung : bentuk simetris, nafas cuping hidung (-), sekret (-/-),

keluar darah (-/-)

e. Mulut : gusi berdarah (-)

f. Leher : Nyeri tekan (-), KGB membesar (-)

g. Thoraks :

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi: bunyi jantung I-II int. normal, reguler, bising(-)

Page 4: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor // sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

h. Abdomen

Inspeksi : distended (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defence muscular (-)

i. Muskuloskeletal : nyeri (-), ROM tidak terbatas.

j. Ekstremitas :

Superior Dx : akral dingin (-), edema (-)

Superior Sn : akral dingin (-), edema (-)

Inferior Dx : akral dingin (-), edema (-)

Inferior Sn : akral dingin (-), edema (-)

C. STATUS LOKALIS

Regio Femur Dextra :

Look : Luka tertutup kassa, drain vaccum 2 buah NGT no. 18

dengan produk 50 cc & 20 cc hemoragik.

Feel : NVD (-), CRT < 2 detik, nyeri tekan (+)

Movement : ROM terbatas karena nyeri

D. ASSESMENT I

Post debridement dan jahit tanpa tension a.i. open degloving r. femur dextra

dengan partial nekrosis

E. PLANNING DIAGNOSTIK I

Infus RL 20 tpm

Injeksi ceftriaxone 2 gram/24 jam

Page 5: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

Tramadol 500 mg/8 jam

Pro Cito debridement + Necrotomy

Cek laboratorium darah lengkap

I. Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Maret 2013

Hb : 10 g/dl

Hct : 32%

AE : 3,36 juta/Ul

AL : 18,4 ribu/Ul

AT : 229 ribu/Ul

PT : 14,7 detik

APTT : 24,8 detik

Natrium : 135 mmol/L

Kalium : 4,4 mmol/L

Clorida : 108 mmol/L

II. Assesment II

Post debridement dan jahit tanpa tension a.i. open degloving r. femur dextra

dengan partial nekrosis

III. Plan II

- Infus KAEN 3B 20 tpm

- Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam

- Injeksi metamizole 1 gram/8 jam

- Injeksi ranitidin 50 mg/12 jam

- Terapi lintah

- Transfusi PRC 1 kolf

- Evaluasi tiap 2 jam

- Cek darah rutin 3 post transfusi

- Diet TKTP

Page 6: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

IV.Laporan Operasi

Laporan operasi tanggal 23 Maret 2013

Jenis operasi : Debridement + Necrotomy+Jahitan tanpa tension

a. Pasien posisi supine dalam RA, toilet medan perasi, tutup doek steril

b. Buka balutan kassa, evaluasi femur (d) didapatkan raw surface di sisi

anterior ukuran 25x20x1 cm tertutup tulle, flap (komponen : cutis,

subcutis, lemak) terjahit tanpa tension dengan benang monofilamen non

absorbable 2.0, pedikel di sisi lateroposterior, panjang : 25 cm dengan

bagian flap yang nekrotik di sisi lateral sampai posterior ukuran

20x8x1cm, drain vaccum NGT no.18 + spuit 2 buah (+).

c. Dilakukan nekrotomi, cuci dengan NaCl 0,9 % sampai bersih.

d. Jahit tanpa tension dengan benang monofilament non absorbable 2.0 à

didapatkan raw surface ukuran 30x20 dasar otot.

e. Drain vaccum NGT no.18 2 buah + spuit dipertahankan di dasar pedikel

lateroposterior.

f. Rawat luka dengan tulle + kassa lembab + kasa kering

g. Operasi selesai

h. Pasien posisi supine, dalam general anestesi, toilet medan operasi, tutup

doek steril berlubang

i. Ambil donor STSG dari femur

Laporan operasi tanggal 5 April 2012

Jenis operasi : Necrotomy

a. Pasien posisi supine, dalam general anestesi, toilet medan operasi, tutup

doek steril berlubang

b. Buka jahitan lama

c. Tampak jaringan nekrosis

d. Dilakukan nekrotomi

e. Tutup luka operasi dengan tulle + kassa steril

f. Operasi selesai

Page 7: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

TINJAUAN PUSTAKA

DEGLOVING INJURY

A. Definisi

Degloving injury menandakan terlepasnya kulit dan jaringan subkutan dari

fasia dan otot yang terletak di bawahnya. Cedera semacam ini paling banyak

melibatkan ekstermitas bawah dan torso, dan penyebab tersering adalah

kecelakaan industri dan lalu lintas. Cedera dapat terjadi pada seluruh bagian

ekstremitas bawah, bahkan dapat meluas hingga ke bagian bawah torso.

Cedera tersebut sering disertai dengan fraktur atau cedera lain yang dapat

menyebabkan berbagai macam komplikasi mulai dari infeksi hingga kematian.

Apalagi jika pasien berusia lanjut, risiko terjadinya komplikasi semakin

meningkat (Wojcicki et al, 2011).

B. Patofisiologi

Cedera degloving terjadi akibat gaya tangensial yang mengenai permukaan

kulit dengan permukaan yang ireguler yang mencengkram kulit sehingga tidak

licin. Ketika gaya ini dilawan dengan gerakan yang berlawanan, kulit tertarik

dan terlepas dari jaringan di bawahnya (Krisnamoorthy and Karthikeyan,

2011). Biasanya, luka yang terjadi bersifat terbuka. Namun, ada pula cedera

degloving yang bersifat tertutup, yang lebih jarang ditemukan (Yorganci et al,

2002). Jika lukanya bersifat terbuka, setelah terjadi cedera harus segera

dilakukan tindakan menutup area yang mengalami degloving. Tindakan ini

dimaksudkan untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi (Fujiwara and

Fukamizu, 2008).

C. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaaan fisik pada pasien dengan cedera Degloving terdiri dari

beberapa langkah berikut (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011):

Page 8: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

1. Pemeriksaaan kondisi umum

2. Pemeriksaan cedera yang mengancam jiwa

3. Pemeriksaaan cedera mayor

4. Pemeriksaan area degloving

Sejauh mana kulit yang hilang

Ekspos/ cedera struktur vital

Gerakan yang bisa dilakukan

D. Manajemen

Prinsip (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011):

1. Pertahankan struktur sebanyak mungkin

2. Penutupan kulit definitive sesegera mungkin

3. Penutup kulit berkualitas baik

4. Pengembalian fungsi segera

5. Kemungkinan pengerjaan prosedur sekunder

Pada pasien lanjut usia, perlu diperhatikan pula risiko terjadinya

hematoma yang dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi, bahkan

berpotensi menjadi massa jaringan lunak. Proses aging mempengaruhi turgor

dan menurunkan resistensi terhadap cedera. Penting untuk menginvestigasi

penyebab cedera dan mencari kondisi medis yang menyertai, seperti neuropati

diabetik dan penyakit vaskular pada ekstremitas bawah (Pagan and Hunter,

2011).

Hilangnya jaringan pada dinding abdomen memerlukan rekonstruksi

yang sulit. Penanganannya membutuhkan pemahaman tentang anatomi baik

dinding abdomen anterior maupun posterior. Defek yang terjadi dapat parsial

maupun seluruh jaringan dari jaringan lunak superficial sampai lapisan

muskulofasial. Proses rekonstruksi pada defek ini meliputi graft, perluasan

jaringan, penutupan primer, dan penutupan flap dengan tekanan negatif,

tergantung pada derajat defek yang terjadi (Ojuka, et. al., 2012).

Page 9: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

Trauma dengan kecepatan tinggi sering menyebabkan area

degloving pada ekstremitas. Penangannya bergantung pada luasnya area

degloving. Pengambilan jaringan untuk skin graft bergantung pada kualitas

jaringan graft, graft bed circulation, dan imobilisasi dari area tempat

pengambilan jaringan. Elevasi dari tungkai atau lengan dibutuhkan selama

debridemen dan proses pengambilan jaringan untuk skin graft. Salah satu alat

yang digunakan adalah ring fixator external. Dengan adanya alat ini, tekanan

pada area donor akan tetap dan seimbang. Alat ini mempermudah proses

pembersihan luka, dan mempermudah drainase jaringan granulasi. Sendi lutut

dapat ekstensi dan fleksi sampai 60 dengan memindahkan penyangga⁰

fiksator, mobilisasi pasif ini dapat mencegah terjadinya kontraktur pada otot.

Alat ini memiliki kekurangan yaitu harganya yang mahal dan adanya

kemungkinan terjadi infeksi dari tusukan fiksator (Rijal, et. al., 2012).

Degloving yang terjadi pada jari-jari tangan biasanya

menyebabkan kehilangan jaringan kulit yang luas disertai dengan terpaparnya

struktur tendon, tulang, dan sendi. Flap yang tipis dan adekuat dibutuhkan jika

revaskularisasi tidak memungkinkan untuk memulihkan keadaan defek,

mengembalikan fungsi jari-jari, serta mencegah amputasi. Penanganan dengan

radial forearm flap terbukti tidak mengganggu pergerakan jari-jari tangan.

Flap adalah jaringan kulit dan subkutan yang dipindahkan dari suatu bagian

tubuh ke bagian tubuh yang lainnya dengan satu sisinya dilepaskan dari

landasan vaskuler, dan dari sisi lain tetap melekat dengan landasan

vaskulernya dengan tujuan untuk member kehidupan flab tersebut

(Sudjatmiko, 2011). Dengan metode ini, pasien dapat memperoleh hasil jari-

jari dengan permukaan halus dan fungsi jari-jari dapat kembali setelah

rekonstruksi dan jaringan flab dapat bertahan dengan baik. Selain itu donor

site dan luka dapat sembuh tanpa komplikasi. Metode ini dapat digunakan

pada kasus jari-jari tangan yang mengalami degolving hampir di seluruh

permukaan (Chin-Ta Lin, et. al., 2012).

E. Pilihan Operasi

Replantasi-Revaskularisasi

Page 10: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

Pilihan utama dan terbaik pada kasus degloving adalah dengan

replantasi dan revaskularisasi. Ketika kulit yang cedera sudah terangkat

secara total dari tubuh, kulit dapat dikembalikan dengan prosedur bedah

yang dinamakan replantasi (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011).

Saat kulit secara fisiologis mengalami degloving tetapi masih

menempel pada tubuh, kulit dapat divaskularisasi dengan anastomosis

arteri-arteri, arteri-vena, maupun vena-vena. Prosedur ini disebut

revaskularisasi. Jadi, menggantikan kulit yang mengalami degloving dan

memvaskularisasinya dengan anastomosis mikrovaskuler mengembalikan

kulit dan jaringan lunak dalam kualitas dan kuantitas yang baik

(Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011). Namun, pilihan ini mungkin

tidak bias dilakukan pada pasien-pasien tertentu dengan alasan:

1. Kulit yang mengalami degloving hancur, atau vaskularisasi kulit sulit

diselamatkan

2. Ada kegawatan lain yang lebih mengancam jiwa, yang membutuhkan

tindakan pembedahan mayor segera

3. Ada penyakit komorbid yang menyertai, seperti usia lanjut, penyakit

jantung, ataupun diabetes mellitus yang tidak terkontrol, sehingga

anestesi yang terlalu lama dapat merugikan.

Jika replantasi atau revaskularisasi tidak memungkinkan, terkadang

bisa dengan menggunakan kulit yang mengalami degloving sebagai full

thickness graft atau thick split skin graft. Kulit dipisahkan dari jaringan

lemak dan dipasangkan di daerah degloving. Cara ini mungkin memiliki

kelemahan, yaitu strukturnya yang rapuh, sehingga mempertahankan

kontak tetap baik menjadi penting agar proses penyambungan berjalan

baik. Untuk mencapai hal ini, tekanan negative dalam bentuk suction

digunakan di bawah graft dan tekanan positif diberikan bersama dengan

dressing dan kompresi. Cara ini dapat digunakan jika tidak terdapat

kerusakan struktur kulit yang mengalami degloving. Jika cara ini tidak

memungkinkan, pilihan selanjutnya adalah amputasi (Krisnamoorthy and

Karthikeyan, 2011). Berdasarkan penelitian Bosse dkk tahun 2002,

Page 11: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

outcome pada 2 tahun yang didapat pada pasien yang menjalani

rekonstruksi dengan pasien yang mengalami amputasi adalah sama.

Tujuan Rekonstruksi (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011):

1. Membuat kulit yang tipis, lentur, dan sensitif untuk mencegah kekakuan

dan pengerutan

2. Membuat jaringan yang direkonstruksi cepat sembuh, agar segera dapat

dilakukan mobilisasi

3. Membuta kulit cukup bertahan lama untuk menghadapi prosedur bedah

sekunder

4. Membuat hasil yang secara kosmetik dapat diterima

F. Konseling Pra-Pembedahan

Komunikasikan hal-hal dibawah ini kepada pasien (Krisnamoorthy and

Karthikeyan, 2011):

1. Prosedur yang telah direncanakan

2. Deksripsi detil mengenai darimana kulit yang akan diambil dan bagaimana

daerah tersebut akan ditutupi. Komplikasi yang mungkin timbul dan

bagaiman mengatasinya juga harus didiskusikan

3. Bekas luka yang mungkin akan terlihat

4. Anestesi yang digunakan beserta komplikasinya

5. Lama perawatan post-operasi di rumah sakit

6. Perkiraan waktu rekonstruksi total dan kapan bisa kembali ke rumah,

kapan bias kembali bekerja

7. Pentingnya terapi dan kebutuhan splints, mobilisasi, masase bekas luka,

dan kompresi

8. Kebutuhan prosedur sekunder multiple untuk melengkapi proses

rekonstruksi

Page 12: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

G. Perawatan Post Operasi

Defek jaringan lunak pada regio kaki biasanya memerlukan

pembedahan local atau free flap surgery jika prosedur skin graft tidak dapat

dilakukan akibat pembentukan jaringan granulasi yang minim. STSG tidak

direkomendasikan pada luka dengan ekspos struktur tulang maupun

neurovaskuler, atau luka yang melibatkan daerah yang menahan beban. Pada

sebuah studi komparatif antara dressing tradisional dengan negative pressure

weight therapy (NPWT), NPWT terbukti menurunkan angka kebutuhan free

flap surgery sebesar 30%. NPWT juga membantu mengevakuasi hematoma,

eksudat, dan pathogen dengan digunakannya tekanan negatif pada luka (Lee et

al, 2009). NPWT juga mempercepat penyembuhan dengan memperbaiki

angiogenesis, proliferasi endotel, integritas membrane basalis kapiler, aliran

darah kapiler, dan mengurangi edema interstisial (Cipolla et al, 2008).

Page 13: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

DAFTAR PUSTAKA

Bosse MJ, Mackenzie EJ, Kellam JF, et.al. An analysis of outcomes of

reconstruction or amputation of leg-threatening injuries. N Eng J Med

2002; 347(24): 1924-1931

Chin-Ta Lin, et. al., Free radial forearm for near total degolving finger

construction. J Med Sci 2012;32(6):265-270

Chin-Ta Lin, et. al., Free sensate anteromedial thigh fasciocutaneus flap for

complete ircumferential degloving injury of the digits. J Med Sci

2013;33(1):057-060

Cipolla J, Baillie DR, Steinberg SM, Martin ND, Jaik NP, Lukaszczyk JJ,

Stawicki SP. Negative pressure wound therapy: Unusual and innovative

application . OPUS 12 Scientist 2008; 2(3): 15-29

Fujiwara M, Fukamizu H. Delayed wraparound abdominal flap reconstruction for

a totally degloved hand. J Hand Surg 2008; 13:115-119

Krishnamoorty R, Karthikeyan G. Degloving injuries of the hand. Ind J Plast

Surg 2011; 44(2):227-236

Kudsk KA, Sheldon GF, Walton RL. Degloving injuries of the extremities and

torso. The J Trauma 1981;21(10): 835-839

Page 14: PRESKES BEDAH PLASTIK.docx

Leatherwood, DF. Emergency room treatment of the hand. U P Onl J

1997;10:40-48

Lee HJ, Kim JW, Chang WO, et al. Negative pressure wound therapy for soft

tissue injuries around the foot and ankle. J Ortho Surg Research

2009;4:1:14

Motley T, White K, Smith J, Carpenter B, Garret A. Anterolateral thigh free flap

for reconstruction of a severe degloving injury: a case report. The Foot

and Ankle Online Journal 2010.

Ojuka KD, Nangole F, Ngungi M. Management of anterior abdominal wall

defect using a pedicled tensor fascia lata flap: a case report. Hindawi

Publishing Corporation 2012

Pagan M, Hunter J. Lower leg haematomas: Potential for complications in older

people. J Wound Practice Research 2011;19: 21-28

Rijal L, Nepal P, Ansari A, Joshi KM, Joshi A. Use of ring fixator in

management of lower limb. Europe Journal Orthopaedi Surgery

Traumatology 2012

Sudjatmiko, Gentur. 2011. Petunjuk praktis ilmu bedah plastik rekonstruksi.

Yayasan Khasanah Kebajikan 2011.

Wojcicki P, Wojtkiewicz W, Drozdowski P. Severe lower extremities degloving

injuries-medical problems and treatment results. Polski Przeglad

Chirurgiczny 2011;83(5): 276-282

Yorganci, K, Atli M, Kayikci, A, Kaynaroglu V. Closed degloving injury

complicated with paraplegia. Turkish J Trauma Em Surg 2002;8:118-119