Preskes Paru
-
Author
ayu-eka-putri-sunari -
Category
Documents
-
view
74 -
download
6
Embed Size (px)
description
Transcript of Preskes Paru

Presentasi Kasus
SEORANG LAKI-LAKI USIA 80 TAHUN DENGAN TB PARU BTA (+)
LESI LUAS KASUS BARU DENGAN DESTROYED PARU KANAN
DENGAN SCHWARTE PARU KANAN DENGAN MASALAH
ANEMIA RINGAN DAN GIZI KURANG
Oleh:
Margareta Grace G9911112102Dimas Sigit W G9911112085Shinta Rizkiasih G9911112118Agung Nugroho G9911112039I G A A Eka Putri Sunari G9911112124Wegig Amanu G9911112075
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
S U R A K A R T A
2012

STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. IdentitasPasien
Nama Pasien : Tn. G
Usia : 80 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja (dulu bekerja sebagai petani)
Agama : Islam
Alamat : Grogol, Sukoharjo
Tanggal Masuk : 4 September 2012
Tanggal Pemeriksaan : 8 September 2012
No. RM :
B. Keluhan Utama
Sesak napas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak kurang lebih 3
hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan terus
menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi
cuaca maupun aktivitas. Sesak tidak disertai dengan mengi. Tidak ada
keluhan sesak pada malam hari.
Sejak kurang lebih satu minggu sebelum masuk rumah sakit,
pasien mengeluh adanya demam sumer – sumer. Pasien sudah periksa
ke dokter dan diberi obat turun panas dan vitamin, demam berkurang,
kemudian kambuh lagi. Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada, mual
maupun muntah. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Sejak kurang lebih 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien
juga mengeluhkan batuk yang hilang timbul. Batuk berdahak berwarna
putih kental. Dahak tidak mengalami perubahan warna. Batuk darah
tidak didapatkan. Pasien sebelumnya pernah berobat ke klinik dan
1

diberikan obat batuk, keluhan batuk berkurang kemudian batuk kambuh
lagi. Pasien juga merasakan berat badannya berkurang sekitar 5
kilogram dalam 3 bulan terakhir ini. Nafsu makan pasien menurun sejak
2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan adanya
keringat malam.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat OAT : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Mondok : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi Obat/Makan : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat Merokok : (+) 51 tahun
Satu hari merokok sekitar 12 batang
Indeks Brinkman = 612 (risiko
berat)
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat Olahraga : jarang
Berat Badan = 37 kg
Tinggi Badan = 159 cm
BMI = 14,63 (underweight)
2

Sehari hari pasien makan 3 kali dengan porsi nasi, sayur, dan lauk
(tahu, tempe, telur, kadang ikan atau ayam).
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Saat ini pasien tidak bekerja, pernah bekerja sebagai petani. Pasien
menggunakan pelayanan jamkesmas.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum tampak lemah, sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6,
gizi kurang
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 96 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
Respirasi : 32 x/menit, irama teratur
Suhu : 37,30C per aksiler
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra
(-/-), sekret (-/-).
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
3

H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukos
apucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
I. Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
J. Thoraks
Retraksi (+) suprasternal
a. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II linea para
sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea mid
clavicularis dextra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea para
sternalis dextra
Batas jantung kiri bawah : SIC V linea
parasternlis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal,
reguler, bising (-).
b. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Simetris dinding dada kanan = kiri
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan < kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan < kiri
Perkusi : Dada kanan : redup
Dada kiri : sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan : menurun
Suara dasar vesikuler kiri : normal
Suara tambahan : RBK (+/+)
4

Paru (posterior )
Inspeksi statis : Simetris dinding dada kanan = kiri
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan < kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan < kiri
Perkusi : Dada kanan : redup
Dada kiri : sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan : menurun
Suara dasar vesikuler kiri : normal
Suara tambahan : RBK (+/+)
A. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-).
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).
B. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : timpani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
C. Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
5

III. Pemeriksaan Penunjang
A.Hasil Laboratorium
Pemeriksaan lab darah
PEMERIKSAAN 4 SEPTEMBER 2012 RUJUKANHemoglobin 9,6 g/dl 13,5-17,5Hematokrit 31 % 33-45Leukosit 8,3 ribu/ul 4,5-11,0Trombosit 734 ribu/ul 150-450Eritrosit 4,40 juta/ul 4,50-5,90Golongan darah - -GDS 140 mg/dl 60-140MCV - 80,00-96,00MCH - 28,00-33,00MCHC - 33,00-36,00RDW - 11,6-14,6HDW - 2,2-3,2MPV - 7,2-11,1PDW - 25-65Eosinofil - 0,00-4,00Basofil - 0,00-2,00Netrofil - 55,00-80,00Limfosit - 22,00-44,00Monosit - 0,00-7,00LUC/AMC - -SGOT 19 u/l 0-35SGPT 12 u/l 0-45Bilirubin Total - 0,00-1,00Bilirubin Direk - 0,00-0,30Bilirubin Indirek - 0,00-0,70Albumin - 3,5-5,2Kreatinin 1,0 mg/dl 0,9-1,3Ureum 40 mg/dl <50Natrium 133 mmol/L 136-145Kalium 4,9 mmol/L 4,8Klorida 97 mmol/L 104HbsAg Non Reaktif Non reaktifAnti Hbc - NegatifHBeAg - Non reaktifPT - 10,0-15,0APTT - 20,0-40,0
6

Analisa Gas Darah (O2 ambil 4 lpm ~ 0,32 (kanul nasal))
pH : 7,435
BE : 2,2 mmol/L
PCO2 : 40,6 mmHg
PO2 : 163,5 mmHg
Hct : 29%
HCO3 : 26,1 mmol/L
Total CO2 : 25,1 mmol/L
O2 saturasi : 99,5%
Kesan : tidak ada gangguan keseimbangan asam basa
B. Foto Thorax
Foto tanggal 4 September 2012
Foto PA
7

Foto lateral
Hasil pemeriksaan foto thorax PA :
- Cor besar dan bentuk normal
8

- Pulmo : tampak fibroinfiltrat di suprahiller, parahiller, paracardial
kanan dengan multiple cavitas di dalamnya, kiri normal. Corakan
bronvaskuler meningkat. Tampak perselubungan berbentuk
segitiga dengan ujung menuju ke hilus di suprahiller kanan.
- Sinus phrenicocostalis kanan posterior tertutup perselubungan, kiri
anterior tumpul.
- Retrosternal dan retrocardial space normal.
- Tampak opasitas inhomogen di hemithoraks kanan bawah
- Tampak penyempitan sela iga kanan.
- Tampak penebalan dinding pleura bilateral
- Trakea tertarik ke kanan.
- Sistema tulang baik.
Kesan : destroyed paru kanan
Efusi pleura bilateral
Pleuritis sicca
III. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak kurang lebih 3
hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan terus
menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi
cuaca maupun aktivitas, mengi (-), sesak pada malam hari (-).
Sejak kurang lebih satu minggu sebelum masuk rumah sakit,
pasien mengeluh adanya demam sumer – sumer. Nyeri dada (-), mual
(-), muntah (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien mengeluh
batuk hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu, dahak (+) putih kental,
darah (-), berat badan turun (+) 5 kg dalam 3 bulan terakhir. Nafsu
makan turun (+), keringat malam (+).
Pada pemeriksaan fisik keadaan pasien tampak lemah dan
compos mentis, tensi 110/70 mmHg, nadi 96 x/ menit, isi dan tegangan
cukup, irama teratur, respiratory rate 36x/menit, irama teratur, suhu
37,30C per aksiler.
9

Pada pemeriksaan paru anterior dan posterior didapatkan
pengembangan dinding dada kanan tertinggal, fremitus kanan menurun,
suara dasar vesikuler kanan menurun dan didapatkan suara tambahan
RBK (+/+).
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin (4 September 2012)
didapatkan penurunan kadar hemoglobin yaitu 9,6 g/dl, penurunan
kadar hematokrit yaitu 31%, penurunan jumlah eritrosit yaitu 4,40
juta/ul, dan peningkatan kadar trombosit 734 ribu/ul. Pemeriksaan
kadar SGPT dan SGOT normal. Kadar elektrolit terdapat penurunan
kadar natrium 133 mmol dan penurunan kadar klorida 96 mmol.
Pemeriksaan radiologis foto thorax PA lateral tanggal 4
September 2012 pada pulmo tampak gambaran fibroinfiltrat di
suprahiller, parahiller, paracardial kanan dengan multiple cavitas di
dalamnya, kiri normal. Corakan bronvaskuler meningkat. Tampak
perselubungan berbentuk segitiga denganujung menuju ke hilus di
suprahiller kanan. Sinus phrenicocostalis kanan posterior tertutup
perselubungan, kiri anterior tumpul. Tampak penebalan dinding pleura
bilateral.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang hasil pemeriksaan tersebut mengarah ke diagnosis TB paru
BTA (?) lesi luas kasus baru dengan destroyed lung dan schwarte paru
kanan dengan masalah anemia ringan dan gizi kurang.
IV. DIAGNOSIS
TB Paru BTA (+) lesi luas kasus baru dengan destroyed lung dan
schwarte paru kanan dengan masalah anemia ringan dan gizi kurang.
V. TERAPI
1. O2 2 lpm
2. Inf RL selang seling D5 20 tpm
3. R/H/Z/E : 300/300/750/750 mg
10

4. OBH Syrup 3 xCI
5. Ambroxol 3x30 mg
6. Vitamin B6 1 x 10 mg
7. Vitamin B Complex 3 x 1
8. Tablet Fe 2 x 1
VI. PLANNING
1. Pemeriksaan sputum BTA 3x, K/R
2. Pemeriksaan DR2, albumin
3. Foto rontgen thorax lateral decubitus
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11

TINJAUAN PUSTAKA
I. TUBERKULOSIS
A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.
B. Patogenesis
Tuberkulosis disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Kuman
berbentuk batang, tahan asam dalam pewarnaan® bakteri tahan asam
(BTA). Cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan
hidup di tempat gelap dan lembab. Cara penularan, melalui droplet
(percikan dahak). Kuman dapat menyebar secara langsung jaringan
sekitar, pembuluh limfe, pembuluh darah. Daya penularan ditentukan
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru.
Bakteri tuberculosis berada di udara dalam bentuk droplet
kemudian masuk ke saluran pernafasan atas. Basil yang tertelan atau
masuk ke saluran pernafasan merupakan gumpalan basil (unit) yang terdiri
dari 2-3 basil, yang lebih besar dari itu biasanya tidak bias masuk karena
12

terlalu besar dan tertahan di bronkus/bronkiolus, saluran hidung, dan tidak
menimbulkan penyakit. Setelah berhasil masuk kesaluran pernafasan
bagian bawah sampai ke alveolus biasanya daerah yang disenangi oleh
bakteri TB adalah di daerah-daerah yang memiliki tekanan oksigen yang
tinggi yaitu di lobus tengah pada paru-paru kanan, atau pada apex paru
bagian bawah sampai lobus atas bagian bawah, kemudian lobus inferior
bagian atas. Basil tuberkel yang berada di alveolus akan difagositosis oleh
antigen prencenting cell (APC) di dalam alveolus, termasuk ke dalam sel
APC ini adalah makrofag alveolar dan sel denditik. Selanjutnya, sel APC
membangkitkan reaksi radang berupa odema mukosa, pelebaran pembuluh
darah, produksi cytokine, senyawa kimia yang bersifat kemotaktik bagi
PMN. PMN yang datang ke alveolus kemudian berkumpul, berakumulasi
dan bertambah bayak untuk memfagosit basil tersebut. Dalam tubuh PMN
basil tersebut tidak mati melainkan berkembang biak didalam sel PMN
dikarenakan basil tuberculosis resisten terhadap proses digesti kuman oleh
phagolysosome. Basil TB dapat mencegah menyatunya phagosome dan
lyosome sehingga dalam makrofag jumlah phagosome semakin banyak
dan akhirnya makrofag menjadi nekrosis. Bakteri yang difagosit oleh
makrofag yang seharusnya mati justru berkembang biak lagi di dalam
makrofag. Basil kemudian keluar dari sel makrofag dan difagosit kembali
oleh sel PMN atau makrofag yang lain. Beberapa sel APC yang sampai
pada kelenjar limfe mempresentasikan basil TB tersebut ke sel T helper,
kemudian sel T tersebut datang ke fokus infeksi dengan bantuan mediator
inflamasi di daeah tersebut. Sesudah hari pertama terjadinya infeksi
leukosit yaitu PMN dan makrofag tersebut berkumpul menjadi banyak
akhirnya terjadilah konsolidasi alveolus akibat terdapatnya makrofag dan
PMN yang berkumpul disertai cairan-cairan dari pembuluh darah yang
vasodilatasi akibat reaksi peradangan tadi. Ketika terjadi konsolidasi inilah
ditemukan adanya pembentukan granuloma. Sampai pada proses ini
banyak yang menamainya proses fokus primer Ghon. Basil yang sudah
banyak ini melalui pembuluh darah yang rusak dan aliran limfatik paru
13

menyebar ke nodus limfatikus regional. Sampai pada penyebaran ini
dinamakan proses infeksi primer kompleks Ranke. Proses ini berjalan dan
memakan waktu 3-8 minggu. Pada tahap ini pada sebagian orang dapat
sembuh sendiri tanpa cacat. Sebagian orang meninggalkan sedikit berkas-
berkas berupa garis fibrotic, kalsifikasi di hilus yang berpotensi untuk
kambuh lagi karena kuman yang dormant. Dan pada sebagian orang lagi
ada yang terus berlanjut menyebar secara perkontinuitatum, secara
bronkogen menyebabkan paru sebelahnya ikut terinfeksi. Kuman juga
dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga sampai ke usus dan
secara limfogen ke oragan tubuh lainnya, secara hematogen ke organ
tubuh yang lainnya. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan menjadi
TB milier karena menjalar keseluruh lapang paru.
Basil tuberkel yang didalam makrofag berhasil mengambil alih
makrofag sehingga mengatur makrofag agar dapat menyatu satu sama
lainnya menjadi Tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari histiosit
dan sel datia langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat. Keadaan ini biasanya memakan waktu 3-10 minggu setelah
gejala pneumonia yang berupa konsolidasi. Sarang-sarang granuloma ini
dapat direabsorbsi kembali tanpa cacat atau sarang-sarang tadi meluas
namun sembuh dengan meninggalkan bekas sebukan jaringan fibrosis.
Ada yang membungkus diri menjadi keras dan menimbulkan pengapuran.
Selanjutnya yang paling parah adalah keadaan granuloma yang terus
meluas dan menyebar sehingga jumlahnya juga banyak pada lapang paru
sehingga bagian yang meluas tadi akan menghancurkan jaringan ikat
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek
membentuk jaringan keju kejadian inilah yang disebut perkejuan. Bila
jaringan keju tadi copot dan dibatukkan keluar maka akan terbentuklah
kavitas pada tengah-tengahnya. Mula-mula dinding kavitasi ini tipis
namun semakin lama semakin tebal karena sebukan fibroblast membentuk
jaringan fibrositik yang pada akhirnya menjadi kronik dinamai kavitas
sklerotik. Terjadinya perkejuan tersebut dikarenakan pada jaringan
14

nekrotik tersebut dihasilkan TNF dan sitokin yang berlebihan oleh
jaringan sekitar dan oleh leukosit, selain itu juga dihasilkannya enzim-
enzim hidrolisis protein, lipid dan asam nukleat yang dihasilkan makrofag
yang sebetulnya ditujukan pada basil TB namun karena makrofagnya
rusak maka enzim tersebut keluar ke jaringan.
Banyak komplikasi yang terjadi akibat dari persarangan ini
diantaranya adalah meluasnya lesi tersebut dan membuat sarang
pneumonia baru. Bila masuk dalam arteri pulmonalis maka akan menjadi
TB millier. Tertelan akan menjadi TB ekstra paru. Apabila sampai pada
bronchial dan tracea makan akan menjadi TB endobronchial dan TB
endotracheal dan bisa menjadi empiema bila rupture ke pleura. Sarang-
sarang ini bisa memadat dan membentuk suatu pengerasan yang
dinamakan tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat cair yang membentuk
kavitas baru. Komplikasi kronik kavitas adalah apabila berinteraksi dan
kolonisasi dengan fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi
mycetoma.
C. Klasifikasi
1. Tuberkulosis paru: tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak
termasuk pleura.
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
i. TB paru BTA (+):
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA (+)
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA (+)
dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran TB aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
ii. TB paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-),
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan TB aktif
15

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan
biakan positif
b. Berdasarkan tipe pasien
c. Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien, yaitu:
i. Kasus baru
Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.
ii. Kasus kambuh
Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat OAT dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+)
atau biakan (+). Bila BTA (-) atau biakan (-) tetapi gambaran
radiologi dicurigai lesi aktif/ perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur,
keganasan, dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis
yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis
iii. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan
tidak mengambil obat 2 bulan berturut- turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
iv. Kasus gagal
Pasien BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali (+) pada
akhir bulan kelima atau akhir pengobatan
v. Kasus kronik
Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
vi. Kasus bekas TB
16

Hasil pemeriksaan BTA (-) (biakan juga (-) kalau ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif,
atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang
tidak ada perubahan gambaran radiologi
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang,
ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas
kultur positif atau patologi anatomi tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang
tidak dapat dilakukan pengambilanspesimen maka diperlukan bukti klinis
yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.
D. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala
lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
a. Gejala respiratorik
i. batuk 2 minggu
ii. batuk darah
iii. sesak napas
iv. nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus
belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
17

gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
b. Gejala sistemik
i. demam
ii. gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat
badan menurun
c. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,
pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara
pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen
posterior, serta daerah apeks lobus inferior.
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan
pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada
perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis
tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah
ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
18

Gambar paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior
3. Pemeriksaan Bakteriologi
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman
tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan
diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum
halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
i. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
ii. Pagi ( keesokan harinya )
iii. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6
cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.
19

Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada
gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering
di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium,
harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan
formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat
pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring
melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat
bagian tengahnya
b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian
tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml
c. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada
satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak
d. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat
yang aman, misal di dalam dus
e. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam
kantong plastik kecil
f. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
g. Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal
pengambilan dahak
h. Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke
alamat laboratorium.
4. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
20

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain
(cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk
BJH) dapat dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya
untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila :
i. 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif
ii. 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali kecuali bila
ada fasiliti foto toraks, kemudian
iii. bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
iv. bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala
IUATLD (rekomendasi WHO).
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease) :
i. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut
negatif
ii. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis
jumlah kuman yang ditemukan
iii. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut
+ (1+)
iv. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++
(2+)
v. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++
(3+)
b. Pemeriksaan biakan kuman:
21

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional
ialah dengan cara :
Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan
diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis
dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk
mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan
melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji
niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat
pigmen yang timbul.
5. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
a. Fibrotik
b. Kalsifikasi
c. Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
a. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan
22

fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti
proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
a. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang
terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan
prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
b. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
6. Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis
secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang
lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih
cepat.
a. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah
metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya
oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
b. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat
mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah
dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara
pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih
memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
23

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang
benar dan sesuai standar internasional.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain
tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut
tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan
organ yang terlibat.
c. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
i. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses antigenantibodi yang
terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
ii. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis
dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang
menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung
dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa
sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum
akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan
minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
iii. Mycodot
24

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)
yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir
plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di
dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan
timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan
mudah
iv. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan
serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak
variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
v. Uji serologi yang baru / IgG TB (dr. Erlina)
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis.
7. Pemeriksaan lain
a. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura
perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa
rendah.
b. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah
pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi
atau otopsi, yaitu:
i. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening
(KGB)
25

ii. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope
dan Veen Silverman)
iii. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal biopsy/TTB, biopsi paru terbuka).
iv. Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu
sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium
mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk
pemeriksaan histologi.
c. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator
yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama
dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.
LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang
normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
d. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi
tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi,
uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti
pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan
konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar
sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat
memberikan hasil negatif.
Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa
Alur diagnosis P2TB Alternatif 1:
26

Alur diagnosis P2TB Alternatif 2:
27

E. Pengobatan Tuberkulosis
28

Tujuan pengobatan TB adalah :
1. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas
2. Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutnnya
3. Mencegah kekambuhan
4. Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain
5. Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya
Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase
lanjutan. Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan (PDPI, 2011)
Fase intensif (Depkes RI, 2007)
1. Pada fase intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat
2. Bila pengobatan fase intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan
Fase Lanjutan (Depkes RI, 2007)
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
2. Fase lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
Obat Anti Tuberkulosis
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat lini pertama adalah:
a. INH
b. Rifampisin
c. Pirazinamid
d. Etambutol
e. Streptomisin
2. Jenis obat lini kedua adalah:
29

a. Kanamisin
b. Kapreomisin
c. Amikasin
d. Kuinolon
e. Sikloserin
f. Etionamid/Protionamid
g. Para-Amino Salisilat (PAS)
h. Obat-obatan yang efikasinya belum jelas (Makrolid,
amoksisilin + asam klavulanat, linezolid, clofazimin)
OAT lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat,
terutama TB multidrug resistant (MDR). Beberapa obat seperti
kapreomisin, sikloserin, etionamid dan PAS belum tersedia di
pasaran Indonesia tetapi sudah digunakan pada pusat
pengobatan TB-MDR (PDPI, 2011).
Kemasan
- Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing
INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap/KDT (Fixed Dose
Combination/FDC) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 2
sampai 4 obat dalam satu tablet (PDPI, 2011).
Dosis OAT
Jenis dan dosis OAT
Obat Dosis(Mg/KgBB/hari
Dosis yang dianjurkan Dosis Maks/hari (mg)
Dosis (mg)/ berat badan (kg)/hr
Harian(mg/KgBB/kali)
Intermitten (mg/Kg/BB/kali)
<40 40-60
>60
R 8-12 10 10 600 300 450 600H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S* 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000
30

*Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500
mg perhari
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang
penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR. Pengembangan
strategi DOTS untuk mengontrol epidemic TB merupakan prioritas utama WHO.
International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarankan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan Kombinasi Dosis
Tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat TB kombinasi
dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3 (PDPI, 2011)
Dosis obat antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (PDPI, 2011)
Fase Intensif Fase Lanjutan2-3 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu(RHZE)150/75/400/275
(RH)150/75
(RH)150/150
30-37 2 2 238-54 3 3 355-70 4 4 4>71 5 5 5
Penentuan dosis terapi KDT 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO, merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam
batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat KDT tersebut, bila mengalami efek samping
serius harus dirujuk ke rumah sakit/dokter spesialis paru/fasilitas yang mampu
menanganinya.
1. Panduan Obat Anti Tuberkulosis (PDPI, 2011)
Pengobatan TB standar dibagi menjadi
a. Pasien baru
b. Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama,
pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara
individual. Selama menunggu hasil uji kepekaan, diberikan paduan
obat 2HRZES/HRZE/5HRE.
31

c. Pasien multi-drug resistant (MDR)
Catatan:
Tuberkulosis paru kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
sedangkan kasus TB-MDR dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR
Tuberkulosis paru dan ekstraparu diobati dengan regimen pengobatan
yang sama dan lama pengobatan berbeda yaitu(PDPI, 2011):
a. Meningitis TB,lama pengobatan 9-12 bulan karena berisiko
kecacatan dan mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan dengan
streptomisin.
b. TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai
respon pengobatan
c. Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB dan perikarditis TB
d. Limfadenitis TB, lama pengobatan minimal 9 bulan
2. Efek Samping Obat
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh
karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada
tabel 4). Bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. Pendekatan
berdasarkan gejala untuk penatalaksanaan efek samping OAT.
Pendekatan berdasarkan gejala digunakan untuk penatalaksanaan
efek samping umum yaitu mayor dan minor. Pada umumnya, pasien yang
mengalami efek samping minor sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan
TB dan diberikan pengobatan simptomatis. Apabila pasien mengalami
efek samping berat (mayor), OAT penyebab dapat dihentikan dan segera
pasien dirujuk ke pusat kesehatan yang lebih besar atau dokter paru untuk
tatalaksana selanjutnya (PDPI, 2011).
32

Pendekatan berdasarkan masalah untuk penatalaksanaan OAT
Gejala Penyebab TindakanKemerahan kulit dengan atau tanpa gatal
Streptomisin, isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid
Hentikan OAT
Tuli (bukan disebabkan oleh kotoran)
Streptomisin Hentikan Streptomisin
Pusing (vertigo dan nistagmus)
Streptomisin Hentikan Streptomisin
Kuning (setelah penyebab lain disingkirkan), hepatitis
Isoniazid, pirazinamid, Rifampisin
Hentikan pengobatan TB
Bingung (diduga gangguan hepar berat bila bersamaan dengan kuning)
Sebagian besarOAT
Hentikan pengobatan TB
Gangguan penglihatan (setelah gangguan lain disingkirkan)
Etambutol Hentikan etambutol
Syok, purpura, gagal ginjal akut
Rifampisin Hentikan Rifampisin
Penurunan jumlah urin Streptomisin Hentikan streptomisinTidak nafsu makan, mual dan nyeri perut
Pirazinamid,RifampisinIsoniazid
Berikan obat bersamaan dengan makanan ringan atau sebelum tidur dan anjurkan pasien untuk minum obat dengan air sedikit demi sedikit. Apabila terjadi muntah yang terus menerus, atau ada tanda perdarahan segera pikirkan sebagai efek samping mayor dan segera rujuk
Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin atau NSAID atau parasetamol
Rasa terbakar, kebas atau kesemutan pada tangan kaki
Isoniazid Piridoksin dosis 100-200 mg/hari selama 3 minggu. Sebagai profilaksis 25-100 mg/hari
Mengantuk Isoniazid Yakinkan kembali, berikan obat sebelum
33

tidurUrin berwarna kemerahan atau oranye
Rifampisin Yakinkan pasien dan sebaiknya pasien diberi tahu sebelum mulai pengobatan
Sindrom flu (demam, menggigil, malaise, sakit kepala, nyeri tulang)
Dosis Rifampisin intermiten
Ubah pemberian dari intermiten ke pemberian harian
Tatalaksana reaksi kutaneus
Apabila terjadi reaksi gatal tanpa kemerahan dan tidak ada pnyebab lain
maka pengobatan yang direkomendasikan adalah simptomatis seperti
menggunakan antihistamin. Pengobatan dengan OAT dapat diteruskan
dengan mengobservasi pasien. Apabila terjadi kemerahan pad kulit maka
OAT harus dihentikan (PDPI, 2011).
3. Pengobatan Suportif/Simptomatis
Pengobatan Supportif/ Simptomatis
a. Pasien Rawat Jalan
i. Pada pasien TB perlu dilihat keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien diperbolehkan pulang.
Selain OAT kadang perlu pengobatan suportif/ simptomatis untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau gejala. Selain OAT kadang
perlu ditambahkan pengobatan lainnya yang bersifat supportyif
atau simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau
mengatasi gejala dan keluhan. Terdapat banyak bukti bahwa
perjalanan klinis dan hasil akhir penyakit infeksi termasuk TB
sangat dipengaruhi kondisi kurangnya nutrisi. Beberapa
rekomendasi pemberian nutrisi untuk penderita TB adalah:
- Pemberian makan dalam porsi kecil sebanyak 6 kali perhari
- Bahan- bahan makanan rumah tangga seperti gula,
mentega, telur dan susu untuk menambah asupan kalori
dan protein tanpa menambah besar ukuran makanan.
34

- Minimal 500-750 ml perhari susu atau yoghurt dikonsumsi
untuk mencukupi asupan vitamin D dan kalsium yang
adekuat.
- Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran dikonsumsi tiap hari.
- Sumber terbaik vitamin B6 antara lain jamur, seereal,
kentang, dan pisang.
- Alkohol harus dihindari karena hanya memiliki kalori
tinggi, tidak mengandung vitamin dan bisa memperberat
fungsi hepar.
- Menjaga asupan cairan yang adekuat (minum 6-8 gelas per
hari)
- Prinsipnya pada penderita TB tidak ada pantangan
i. Obat penurun panas bila demam
ii. Diberikan obat untuk mengatasi batuk, sesak, atau keluhan lain jika
diperlukan.
b. Pasien Rawat Inap
Indikasi:
i. TB Paru disertai: Batuk darah massif, Keadaan umum buruk,
Pneumothoraks, Empiema, Efusi pleura massif/ bilateral, Sesak
napas berat (bukan karena efusi pleura)
ii. TB Ektraparu yang mengancam nyawa: TB paru milier, Meningitis
TB
Pengobatan yang diberikan sesuai dengan indikasi rawat dan
keadaan klinis.
4. Terapi Pembedahan
Indikasi operasi
a. Indikasi mutlak
i. Pasien batuk darah masif yang tidak dapat diatasi dengan terapi
konservatif
ii. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
teratasi secara konservatif
35

b. Indikasi relatif
i. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
ii. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
iii. Sisa kavitas yang menetap
Tindakan invasif (selain pembedahan):
a. Bronkoskopi
b. Punksi pleura
c. Pemasangan WSD
5. Evaluasi pengobatan
Evaluasi klinis:
a. Pasien dievaluasi secara periodik
b. Evaluasi terhadap respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping
obat serta ada tidaknya komplikasi
c. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis
Evaluasi bakteriologi (0-2-6/8 bulan pengobatan):
a. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
b. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis
i. Sebelum pengobatan dimulai
ii. Setelah dua bulan pengobatan (setelah fase intensif)
iii.Akhir pengobatan
c. Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan bila tersedia fasilitas biakan
Evaluasi radiologi:
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
a. Sebelum pengobatan
b. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
c. Pada akhir pengobatan
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang sudah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, dimaksudkan untuk
mengetahui kekambuhan. Pasien sembuh adalah pasien dengan hasil
36

sputum BTA atau kultur positif sebelum pengobatan, dan hasil
pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif pada akhir pengobatan serta
sedikitnya satu kali pemeriksaan sputum sebelumnya negatif, pada foto
toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan) tetap sama /
perbaikan, dan bila ada fasilitas biakan maka kriteria ditambah biakan
negatif.
37