preskes dr.glondong

70
PRESENTASI KASUS FETAL DISTRESS KALA I DENGAN KETUBAN PECAH DINI 24 JAM PADA SECUNDIGRAVIDA HAMIL POSTERM Oleh : Anita Fatkhu R G0004005 Ilma Rizkia Rahma G0004017 Hariesti Yuliani G0004108 B. Zanuar Ichsan G0005068 Ermawati Sudarsono G0005089 Pembimbing: Dr. Glondong Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

Transcript of preskes dr.glondong

Page 1: preskes dr.glondong

PRESENTASI KASUS

FETAL DISTRESS KALA I DENGAN KETUBAN PECAH DINI 24 JAM

PADA SECUNDIGRAVIDA HAMIL POSTERM

Oleh :

Anita Fatkhu R G0004005

Ilma Rizkia Rahma G0004017

Hariesti Yuliani G0004108

B. Zanuar Ichsan G0005068

Ermawati Sudarsono G0005089

Pembimbing:

Dr. Glondong Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2010

Page 2: preskes dr.glondong

FETAL DISTRESS KALA I DENGAN KETUBAN PECAH DINI 24 JAM

PADA SECUNDIGRAVIDA HAMIL POSTERM

ABSTRAK

Sebuah kasus Fetal Distress, Kala I, KPD 24 jam pada secundigravida hamil

posterm pada seorang pasien G2P1A0 27 tahun hamil 42 minggu, riwayat

fertilitas baik riwayat obstetri baik, janin tunggal, intra uterine, kepala

masuk panggul di H II, denyut jantung janin regular menurun, ketuban pecah

dini. Sectio caesarea dilakukan atas indikasi janin yaitu fetal distress.

____________________________________________________________________

Kata kunci : fetal distress, KPD, Sectio caesarea

1

Page 3: preskes dr.glondong

BAB I

PENDAHULUAN

Fetal distres adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan

oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut

(kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi).

KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,

peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian

menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.

Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his.

Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini

sebab terjadinya Kehamilan Lewat Bulan (KLB) belum jelas. Beberapa teori

diajukan, yang pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya KLB sebagai akibat

gangguan terhadap timbulnya persalinan.

Dalam kasus ini dibahas mengenai fetal distres, kala I, KPD 24 jam pada

secundigravida hamil posterm.

2

Page 4: preskes dr.glondong

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GAWAT JANIN INTAUTERIN (FETAL DISTRESS)

Definisi

Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan

oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub

akut (kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi).1,2

Etiologi

Penyebab dari fetal distress diantaranya :1

a. Ibu : hipotensi atau syok yang disebabkan oleh apapun,

penyakit kardiovaskuler, anemia, penyakit pernafasan, malnutrisi, asidosis

dan dehidrasi.

b. Uterus : kontraksi uterus yang telalu kuat atau terlalu

lama, degenerasi vaskuler.

c. Plasenta : degenerasi vaskuler, hipoplasi plasenta.

d. Tali pusat : kompresi tali pusat.

e. Fetus : infeksi, malformasi dan lain-lain.

Pembagian gawat janin

a. Gawat janin sebelum persalinan

Gawat janin sebelum persalinan biasanya merupakan gawat janin

yang bersifat kronik berkaitan dengan fungsi plasenta yang menurun atau

bayi sendiri yang sakit.3,4

Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin menurun. Pasien mengalami kegagalan dalam

pertambahan berat badan dan uterus tidak bertambah besar. Uterus yang

lebih kecil daripada umur kehamilan yang diperkirakan memberi kesan

retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion. Riwayat dari satu

atau lebih faktor-faktor resiko tinggi, masalah-masalah obstetri, persalinan

3

Page 5: preskes dr.glondong

prematur atau lahir mati dapat memberikan kesan suatu peningkatan resiko

gawat janin.1,4

1). Faktor predisposisi

Faktor-faktor resiko tinggi meliputi penyakit hipertensi, diabetes

mellitus, penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi ibu, anemia, dan

lain-lain.

2). Data diagnostik tambahan

Pemantauan denyut jantung janin menyingkirkan gawat janin

sepanjang (a) denyut jantung dalam batas normal (b) akselerasi sesuai

dengan gerakan janin (c) tidak ada deselerasi lanjut dengan adanya

kontraksi uterus.

Ultrasonografi : Pengukuran diameter biparietal secara seri dapat

mengungkapkan bukti dini dari retardasi pertumbuhan

intrauterin. Gerakan pernafasan janin, aktifitas janin dan

volume cairan ketuban memberikan penilaian tambahan

kesekatan janin. Oligihidramnion memberi kesan anomali

janin atau retardasi pertumbuhan.

Kadar estriol dalam darah atau urin ibu memberikan suatu

pengukuran fungsi janin dan plasenta, karena pembwentukan

estriol memerluakn aktifitas dari enzim-enzim dalam hati dan

kelenjar adrenal janin seperti dalam plasenta.

HPL (Human Placental Lactogen) dalam darah ibu : kadar 4

mcg/ml atau kurang setelah kehamilan 3 minggu member

kesan fungsi plasenta yang abnormal.

Amniosintesis : adanya mekonium di dalam cairan amnion masih

menimbulkan kontroversi. Banyak yang percaya bahwa

mekonium dalam cairan amnion menunjukkan stress

patologis atau fisiologis, sementara yang lain percaya bahwa

fasase mekonium intrauterin hanya menunjukkan stimulasi

vagal temporer tanpa bahaya yang mengancam. Penetapan

4

Page 6: preskes dr.glondong

rasio lesitin sfingomielin (rasio L/S) memberikan suatu

perkiraan maturitas janin.

3). Penatalaksanaan5,6,7

Keputusan harus didasarkan pada evaluasi kesehatan janin

inutero dan maturitas janin. Bila pasien khawatir mengenai gerakan

janin yang menurun pemantauan denyut jantung janin atau

dimiringkan atau oksitosin challenge test sering memberika

ketenangan akan kesehatan janin. Jika janin imatur dan keadaan

insufisiensi plasenta kurang tegas, dinasehatkan untuk mengadakan

observasi tambahan. Sekali janin matur, kejadian insufisiensi plasenta

biasanya berarti bahwa kelahiran dianjurkan. Persalinan dapat

diinduksi jika servik dan presentasi janin menguntungkan. Selama

induksi denyut jantung janin harus dipantau secara teliti. Dilakukan

sectio secaria jika terjadi gawat janin, sectio sesaria juga dipilih untuk

kelahiran presentasi bokong atau jika pasien pernah mengalami

operasi uterus sebelumnya.

b. Gawat janin selama persalinan

Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin. Tanpa

oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas

dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila

hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH

janin yang menurun.1,2,7

1). Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan

gawat janin. Tetapi biasanya tidak ada gejala-gejala subyektif.

Seringkali indikator gawat janin yang pertama adalah perubahan

dalam pola denyut jantung janin (bradikardia, takikardia, tidak

adanya variabilitas, atau deselerasi lanjut). 3,8,9

5

Page 7: preskes dr.glondong

Hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau

kontraksi uterus yang hipertonik atau ketiganya secara keseluruhan

dapat menyebabkan asfiksia janin.1,7

2). Faktor-faktor etiologi 4,5,10

a. Insufisiensi uteroplasental akut

aktivitas uterus berlebihan.

hipotensi ibu.

solutio plasenta.

plasenta previa dengan pendarahan.

b. Insufisiensi uteroplasental kronik

penyakit hipertensi.

diabetes mellitus.

isoimunisasi Rh.

postmaturitas atau dismaturitas

c. Kompresi tali pusat

d. Anestesi blok paraservikal

3). Data diagnostik tambahan 4,5,10

Pemantauan denyut jantung janin : pencatatan denyut jantung janin

yang segera dan kontinu dalam hubungan dengan kontraksi uterus

memberika suatu penilaian kesehatan janin yang sangat membantu

dalam persalinan.

Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin adalah:

1. bradikardi : denyut jantung janin kurang dari 120 kali permenit.

2. takikardi : akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>

160) dapat dihubungkan dengan demam pada ibu sekunder

terhadap terhadap infeksi intrauterin. Prematuritas dan atropin

juga dihubungkan dengan denyut jantung dasar yang

meningkat.

3. variabilitas: denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti

depresi sistem saraf otonom janin oleh mediksi ibui (atropin,

6

Page 8: preskes dr.glondong

skopolamin, diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesik

narkotik).

4. pola deselerasi: Deselerasi lanjut menunjukan hipoksia janin

yang disebabkan oleh insufisiensi uteroplasental. Deselerasi

yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus

adalah lebih sering dan muncul untuk menunjukan kompresi

sementara waktu saja dari pembuluh darah umbilikus.

Peringatan tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi

lanjut, penurunan atau tiadanya variabilitas, bradikardia yang

menetap dan pola gelombang sinus.

Contoh darah janin memberikan informasi objektif tentang status

asam basa janin. Pemantauan janin secara elektronik dapat menjadi

begitu sensitif terhadapt perubahan-perubahan dalam denyut

jantung janin dimana gawat janin dapat diduga bahkan bila janin

dalam keadaan sehat dan hanya menber reaksi terhadap stess dari

kontraksi uterus selama persalianan. Contoh darah janin

diindikasikan bila mana pola denyut jantung janin abnormal atau

kacau memerlukan penjelasan.

Mekonium dalam cairan ketuban : arti dari mekoneum dalam

cairan ketuban adalah tidak pasti dan kontroversial sementara

beberapa ahli berpendapat bahwa pasase mekoneum intrauterun

adalah suatu tanda gawat janin dan kemungkinan kegawatan, yang

lainya merasakan bahwa adanya mekoneum tanpa kejadian asfiksia

janin lainnya tidak menunjukan bahaya janin. Tetapi, kombinasi

asfiksia janin dan mekoneum timbul untuk mempertinggi potensi

asfirasi mekoneum dan hasil neonatus yang buruk.

4). Penatalaksanaan 4,5,10

Prinsip-prinsip umum

a. bebaskan setiap kompresi tali pusat.

b. perbaiki aliran darah uteroplasental.

7

Page 9: preskes dr.glondong

c. menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau

terminasi kehamilan merupakan indikasi. Rencana kelahiran

didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat

obstetri pasien, dan jalannya persalinan.

Langkah-langkah khusus :

a. posisi ibu diubah dari posisi terlentang menjadi miring, sebagai

usaha untuk memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, dan

aliran darah uteroplasental. Perubahan dalam posis juga dapat

membebaskan kompresi tali pusat.

b. oksigen diberikan 6 liter/menit, sebagai usaha meningkatkan

penggantian oksigen fetomaternal.

c. oksitosi dihentikan karena kontraksi uterus akan mengganggu

sirkulasi darah keruang intervilli.

d. hipotensi dikoreksi dengan infus IV D5% dalam RL. Transfusi

darah dapat diindikasikan pada syok hemorragik.

e. pemeriksaan pervaginan menyingkirkan prolaps tali pusat dan

menentukan perjalana persalinan. Elevasi kepala janin secara

lembut dapat merupakan suatu prosedur yang bermanfaat.

f. pengisapan mekoneum dari jalan nafasi bayi baru lahir

mengurangi resiko asfirasi mekoneum. Segera setelah kepala

bayi lahir, hidung dan mulut dibersikan dari mekoneum dengan

kateter penghisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus

dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk

menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.

8

Page 10: preskes dr.glondong

B. KETUBAN PECAH DINI

Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang

obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan dalam

mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan juga karena

panatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih merupakan kontroversi.

KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum

adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada

KPD kantung ketuban pecah sebelum fase aktif. 4,11,12

KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada usia

kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebeb yang jelas.4

Etiologi Dan Patogenesis

KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,

peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian

menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.

Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada

beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang

merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum

diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak

diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi

terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi

adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan

koitus.4,11,12

Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan

KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun

sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan

kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis

maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi

interleukin-1 (IL-1) danprostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi

peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan

9

Page 11: preskes dr.glondong

sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang

menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.4

Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : 4

a. Kehamilan multiple

b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya

c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene

buruk

d. Perdarahan pervaginam

e. Bakteriuria

f. pH vagina diatas 4,5

g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm

h. Flora vagina abnormal

i. Fibronectin > 50 ng/ml

j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi

Diagnosis

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :2,4,13,15

a. Air ketuban yang keluar dari vagina

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban

yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada

uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.

b. Nitrazine test

pH vagina normal adalah 4,5 – 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH

7,0 – 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru

bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi

vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil

nitrazine test positif palsu.

c. Fern test

Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air

ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.

d. Evaporation test

10

Page 12: preskes dr.glondong

e. Intraamniotic fluorescein

f. Amnioscopy

g. Diamine oxidase test

h. Fetal fibronectin

i. Alfa-fetoprotein test

Komplikasi

KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada

janin, diantaranya :2,3,15

a. Infeksi

Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis

korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam

(37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu

maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau

busuk, maupun leukositosis.

b. Hyaline membrane disease

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline memnrane disease

sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat

hubungan antara umur kehamilan denganhyaline membrane disease dan

chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia

kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease

lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.

c. Hipoplasi pulmoner

Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan

fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress

respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan

bantuan ventilator.

d. Abruptio placenta

11

Page 13: preskes dr.glondong

Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang

mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah

perdarahan pervaginam.

e. Fetal distress

Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan

kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga

untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan

tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.

f. Cacat pada janin

g. Kelainan kongenital

Terapi

Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari

keadaan pasien. 2,16,17

a. Pasien yang sedang dalam persalinan

Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses

persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan

pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi

servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan

mengakibatkan oedem pulmo.

b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur

Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,

phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin

diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban

pecah dini.

c. Pasien dengan cacat janin

Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan

bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin

dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai

janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat

penting.

d. Pasien dengan fetal distress

12

Page 14: preskes dr.glondong

Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering

ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju

(engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan

pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika

janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan

amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam.

Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat

dilakukan adalh section cesaria.

e. Pasien dengan infeksi

Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada

kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum

dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam,

maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotic yang

dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa

penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila

persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis

chorioamnionitis ditegakkan.

Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :3,4,18

a. Ketubaan pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa

komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit

b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan

posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin

didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin

c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah

lebih dari 6 jam, berikan antibiotik

d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif

yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama 5 hari,

glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi maka akhiri

kehamilan

13

Page 15: preskes dr.glondong

e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam

lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan

f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan

lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi

persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score kuran

dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan bishop score lebih dari 5,

section cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan bishop score

kurang dari 5.

Terapi ketuban pecah dini adalah :2,3,4

a. Terapi konservatif

- rawat di Rumah sakit

- antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam

- pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi

- Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka

pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi

kehamilan

- Nilai tanda-tanda infeksi

- Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7 hari

untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan

perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu

b. Terapi Aktif

- kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi

persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan

section cesaria

- pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan

section cesaria

- bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan

terminasi persalinan

14

Page 16: preskes dr.glondong

a. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan

section cesaria

b. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus

pervaginam

c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria

C. HAMIL POSTERM

Definisi

Postterm pregnancy atau postmaturitas adalah :

Kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu ( 294 hari ) atau

lebih , dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele

dengan siklus haid rata-rata 28 hari.4,6,8

Seringkali istilah postmaturitas dipakai sebagai sinonim

dismaturitas, yang sebenarnya hal ini tidak tepat. Postmaturitas

merupakan diagnosis waktu yang dihitung menurut rumus Naegele,

sebaliknya dismaturitas hanya menyatakan kurang sempurnanya

pertumbuhan janin dalam kandungan akibat plasenta yang tidak

berfungsi dengan baik, sehingga janin tidak tumbuh seperti biasa,

keadaan ini dapat terjadi pada beberapa keadaan seperti hipertensi,

preeklampsia, gangguan gizi maupun pada KLB sendiri. Jadi janin

dengan dismaturitas dapat dilahirkan kurang bulan, genap bulan

maupun lewat bulan.9,11

Istilah postmaturitas lebih banyak dipakai oleh dokter ahli

Kesehatan Anak, sedang istilah post term banyak digunakan oleh

dokter ahli Kebidanan. Dari dua istilah ini sering menimbulkan kesan

bahwa bayi yang dilahirkan dari KLB disebut sebagai postmaturitas.4

Sebab terjadinya kehamilan lewat bulan

Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai

saat ini sebab terjadinya KLB belum jelas. Beberapa teori diajukan,

15

Page 17: preskes dr.glondong

yang pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya KLB sebagai akibat

gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara

lain :1,2,19

a. Pengaruh progesterone : Penurunan hormon progesterone dalam

kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang

penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan

meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga

beberapa penulis menduga bahwa terjadinya KLB adalah karena

masih berlangsungnya pengaruh progesterone.

b. Teori oksitosin : Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan

pada KLB memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara

fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan

persalian dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil

yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu

fakor penyebab KLB.

c. Teori Kortisol/ACTH janin : Dalam teori ini diajukan bahwa

sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin,

diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin.

Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta, sehingga produksi

progesterone berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,

selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi

prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus,

hipoplasia adrenal janin dan tak adanya kelenjar hipofisis pada

janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan

baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

d. Syaraf uterus : Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus

Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada

keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada

kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi

kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya KLB.

16

Page 18: preskes dr.glondong

e. Heriditer. Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang

mengalami KLB, mempunyai kecenderungan untuk melahirkan

lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti

dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu

mengalami KLB saat melahirkan anak perempuan maka besar

kemungkinan anak perempuannya akan mengalami KLB.

Diagnosis

Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam

menentukan diagnosis KLB. Karena diagnosis ini ditegakkan

berdasarkan umur kehamilan bukan terhadap kondisi dari kehamilan.

Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai KLB merupakan kesalahan

dalam menentukan umur kehamilan. Lipshutz menyatakan bahwa kasus

KLB yang tidak dapat ditegakkan secara pasti sebesar 22 %.1,14

Dalam menentukan diagnosis KLB disamping dari riwayat haid,

sebaiknya dilihat pula dari hasil pemeriksaan antenatal.

a. Riwayat haid 1,4,9

Diagnosis KLB tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari

pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk

riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria

antara lain :

- Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya

- Siklus 28 hari dan teratur

- Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut

rumus Naegele.

Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan

sebagai KLB kemungkinan adalah :

- Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau

akibat menstruasi abnormal

17

Page 19: preskes dr.glondong

- Tanggal haid terakhir diketahui jelas namun terjadi kelambatan

ovulasi

- Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan

memang berlangsung lewat bulan ( keadaan ini sekitar 20 – 30

% dari seluruh penderita yang diduga KLB ).10,12

b. Riwayat pemeriksaan antenatal 1,4,9

- Test kehamilan : bila pasien melakukan pemeriksaan test

imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat

diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu

- Gerak janin : Gerak janin atau quickening pada umumnya

dirasakan ibu pada umur kehamilan 18 – 20 minggu. Pada

primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu

sedang pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum

untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22

minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada

multiparitas

- Denyut jantung janin : Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat

didengar mulai umur kehamilan 18 – 20 minggu sedangkan

dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10 - 12

minggu.10,11

Pernoll menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan

sebagai KLB bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil

pemeriksaan sbb:

- Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif

- Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan

Doppler

- Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali

- Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali

dengan stetoskop Laennec.8

18

Page 20: preskes dr.glondong

c. Tinggi fundus uteri

Dalam trimester pertama, pemeriksaan tinggi fundus uteri

dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap

bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan

umur kehamilan secara kasar.

Selanjutnya umur kehamilan dapat ditentukan secara klasik

maupun memakai rumus McDonald : TFU dalam cm X 8/7

menunjukkan umur kehamilan dalam minggu.10,13

d. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging

( crown-rump length) memberikan ketepatan sekitar +/- 4 hari dari

taksiran persalinan.

Pada umur kehamilan sekitar 16 – 26 minggu ukuran

diameter biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan +/- 7

hari dari taksiran persalinan

Beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat

dipakai seperti lingkar perut, lingkar kepala dan beberapa rumus

yang merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan

parameter seperti tersebut di atas. Taksiran persalinan tidak dapat

ditentukan secara akurat bilamana BPD > 9,5 cm dengan sekali

saja pemeriksaan USG ( tunggal ).13

e. Pemeriksaan radiologi

Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat

penulangan. Gambaran epifisis femur bagian distal paling dini

dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal

terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, epifisis kuboid pada

kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain

karena dalam pengenalan pusat penulangan sering kali sulit juga

pengaruh tidak baik terhadap janin.13

19

Page 21: preskes dr.glondong

f. Pemeriksaan cairan amnion

- Kadar Lesitin/spingomielin

Bila kadar lesitin/spingomielin sama maka umur

kehamilan sekitar 22–28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar

spingomielin: 28–32 minggu, pada kehamilan genap bulan ratio

menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk

menentukan KLB tetapi hanya digunakan untuk menentukan

apakan janin cukup umur / matang untuk dilahirkan.

- Aktivitas tromboplasti cairan amnion (ATCA)

Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion

mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat

dengan bertambahnya umur kehamilan. Yaffe menyatakan

bahwa pada umur kehamilan 41-42 minggu ACTA berkisar

antara 45–65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu

didapatkan ACTA kurang dari 45 detik. Bila didapat ACTA

antara 42–46 detik menunjukkan bahwa kehaminan

berlangsung lewat waktu.13

- Sitologi cairan amniom

Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak

dalam cairan amnion . Bila jumlah sel yang mengandung lemak

melebihi 10 % maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan

apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau

lebih.1

Permasalahan kehamilan lewat bulan

a. Perubahan pada plasenta

Disfungsi plasenta merupakan factor penyebab terjadinya

komplikasi pada KLB dan meningkatnya resiko pada janin.

Perubahan yang terjadi pada plasenta adalah :4,5,6

- Penimbunan kalsium: Pada KLB terjadi peningkatan

penimbunan kalsium, hal ini dapat menyebabkan gawat janin

20

Page 22: preskes dr.glondong

dan bahkan kematian janin intra uterine yang dapat meningkat

sampai 2–4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat

sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta, namun

beberapa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa mengalami

kalsifikasi.

- Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya

berkurang, keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transport

dari plasenta.

- Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema,

timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis intervili dan infark vili.

- Perubahan biokimia : adanya insufisiensi plasenta

menyebabkan protein plasenta dan kadar DNA di bawah

normal sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transport

kalsium tak terganggu, aliran natriun, kalium dan glukosa

menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi

seperti asam amino, lemak dan gama globulin biasanya

mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan

pertumbuhan janin intra uterin.

b. Pengaruh pada janin 4,5,6

Pengaruh KLB terhadap janin sampai saat ini masih

diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa KLB menambah

bahaya pada janin, sedang beberapa ahli lainnya menyatakan

bahwa bahaya KLB terhadap janin terlalu dilebihkan. Kiranya

kebenaran terletak di antara keduanya. Beberapa pengaruh KLB

terhadap janin antara lain :

- Berat janin: Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada

plasenta maka terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian

Vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu

grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya

penurunan sesudah 42 minggu . Namun seringkali pula plasenta

21

Page 23: preskes dr.glondong

masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin

bertambah terus sesuai dengan bertambahan umur kehamilan.

Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari

3600 gram sebesar 44,5% pada KLB sedangkan pada

kehamilan genap bulan (KGB) sebesar 30,6 %. Vorherr

menyatakan risiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000

gram pada KLB meningkat 2 – 4 kali lebih besar dari KGB.

- Sindroma postmaturitas: dapat dikenali pada neonatus dengan

ditemukan beberapa tanda seperti : gangguan pertumbuhan,

dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas ( hilangnya lemak

subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak

lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi

kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat

kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka

tampak menderita dan rambut kepala banyak atau tebal. Tidak

seluruh neonatus KLB menunjukkan tanda postmaturitas

tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12 – 20

% neonatus dengan tanda postmaturitas pada KLB. Tergantung

derajat insufisiensi plasenta yang terjadi tanda postmaturitas ini

dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu :

- Stadium I : Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa

dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah

mengelupas

- Stadium II : ditambah pewarnaan mekoneum pada kulit

- Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku,

kulit dan tali pusat

Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka

meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar

terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan karena : 1,7,8

- Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada

persalinan

22

Page 24: preskes dr.glondong

- Insufisiensi plasenta yang berakibat :

- Pertumbuhan janin terhambat

- Oligohidramnion : terjadi kompresi tali pusat, keluar

mekoneum yang kental

- Hipoksia janin

- Aspirasi mekoneum oleh janin

- Cacat bawaan : terutama akibat hipoplasia adrenal dan

anensefalus

c. Pengaruh pada ibu4,5,6

- Morbiditas / mortalitas ibu : dapat meningkat sebagai akibat

dari makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih

keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan,

incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan

tindakan obstetrik dan perdarahan postpartum.

- Aspek emosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana

kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan.

Komentar tetangga atau teman seperti ‘ belum lahir juga ?”

akan menambah frustasi ibu

d. Aspek mediko legal 4,5,6

Dapat terjadi sengketa atau masalah dalam kedudukan sebagai

seorang ayah sehubungan dengan umur kehamilan.1

Pengelolaan kehamilan lewat bulan

KLB merupakan masalah yang banyak dijumpai dan sampai saat

ini pengelolaanya masih belum memuaskan dan masih banyak

perbedaan pendapat.8,9

Perlu ditetapkan terlebih dahulu bahwa setiap KLB dengan

komplikasi spesifik seperti Diabetes mellitus, kelainan factor Rhesus

atau isoimunisasi, preeklampsia/ eklampsia, hipertensi kronis dan lain

23

Page 25: preskes dr.glondong

sebagainya yang meningkatkan risiko terhadap janin, kehamilan jangan

dibiarkan berlangsung lewat bulan. Demikian pula pada kehamilan

dengan faktor risiko lain seperti primitua, infertilitas, riwayat obstetrik

yang jelek.9

Tidak ada ketentuan atau hukum yang pasti dan perlu

dipertimbangkan masing-masing kasus dalam pengelolaan KLB.

Beberapa masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan KLB

antara lain :9

Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat

ditentukan dengan tepat, sehingga janin bisa saja belum matur

sebagaimana yang diperkirakan

Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus atau

megalami morbiditas serius bila tetap dalam rahim

Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus

sesuai dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin

besar

Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita

didapatkan sekitar 70 % serviks belum matang / unfavourable /

dengan nilai Bishop rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil

Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi

postmatur

Pada KLB sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia

bahu ( 8% pada kehamilan genap bulan, 14% pada KLB)

Janin KLB lebih peka terhadap obat penenang dan narkose

Bedah sesar akan menimbulkan cacad pada ibu sekarang maupun

untuk kehamilan berikut ( risiko Bedah sesar 0,7% pada genap

bulan & 1,3 % pada KLB)

Pemecahan kulit ketuban harus dengan pertimbangan matang.

Pada oligohidramnion pemecahan kulit ketuban akan meningkatkan

risiko kompresi talipusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan kulit

24

Page 26: preskes dr.glondong

ketuban akan dapat diketahui adanya mekoneum dalam cairan

amnion.12

Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam

pengelolaan KLB. Beberapa kontroversi ini antara lain adalah :4,5

Apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 atau

42 minggu

Apakah dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi

setelah ditegakkan diagnosis KLB ataukah sebaiknya dilakukan

pengelolaan secara ekspektatif yaitu menunggu dengan pemantauan

terhadap kesejahteraan janin.

Pengelolaan aktif: yaitu dengan melakukan persalinan anjuran

pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko

terhadap janin.7

Pengelolaan pasif / menunggu / ekspektatif : didasarkan

pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas

dasar KLB mempunyai risiko / komplikasi cukup besar terutama risiko

persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan

pengawasan terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara

biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan

sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.2

Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam pengelolaan KLB adalah :

Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat

bulan (KLB) atau bukan. Dengan demikian penatalaksanaan

ditujukan kepada dua variasi dari KLB ini.

Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin .

Pemeriksaan Kardiotokografi seperti nonstres test (NST) &

contraction stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai

reaksi terhadap kontraksi uterus. Pemeriksaan ultrasonografi untuk

menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan

pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta,

25

Page 27: preskes dr.glondong

jumlah dan kualitas air ketuban. Beberapa pemeriksaan laborat

dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar Estriol

Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan

serviks ini memegang peranan penting dalam pengelolaan KLB.

Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat

segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu

bilamana serviks telah matang.

Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur

kehamilan mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan

serviks, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan maka

janin tumbuh besar, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan

oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5 – 7 % pada

persalinan 42 mg atau lebih.

Bila serviks telah matang ( dengan nilai Bishop > 5 ) dilakukan

induksi persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap

jalannya persalinan dan keadaan janin

Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut

apabila kehamilan tidak diakhiri :

NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,

kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan

seminggu dua kali.

Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang

vertical atau indeks cairan amnion < 5 ) atau dijumpai deselerasi

variable pada NST maka dilakukan induksi persalinan.

Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes

dengan kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif,

janin perlu dilahirkan sedangkan bila CST negatif kehamilan

dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari

kemudian.

Keadaan serviks ( Skor Bishop ) harus dinilai ulang setiap

kunjungan pasien dan kehamilan harus diakhir bila serviks matang.

26

Page 28: preskes dr.glondong

Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri

Pengelolaan selama persalinan adalah :

Pemantauan yang baik terhadap ibu ( aktivitas uterus ) dan

kesejahteraan janin. Pemakaian continous electronic fetal

monitoring sangat bermanfaat

Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama

persalinan.

Awasi jalannya persalinan

Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi

kegawatan janin. Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan

segera mengusap wajah neonatus dan penghisapan pada

tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan resusitasi sesuai prosedur

pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekoneum.

Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda

postmaturitas. Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling

berbahaya bagi janin postterm sehingga setiap persalinan KLB

harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di

Rumah Sakit dengan pelayanan operatif dan neonatal yang

memadai.1,5,10

D. SECTIO CAESAREA

Bedah sesar (caesarean section ), disebut juga dengan seksio

sesarea (disingkat dengan sc) adalah proses persalinan 

melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi)

dan rahim (histerotomi) untuk mengeluarkan bayi.

Bedah caesar umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal

melalui vagina tidak memungkinkan karena berisiko kepada komplikasi medis

lainnya. Sebuah prosedur persalinan dengan pembedahan umumnya dilakukan

oleh tim yang melibatkan spesialis kandungan, anak, anestesi serta bidan.

Ada beberapa jenis bedah sesar:

27

Page 29: preskes dr.glondong

Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga

memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan

tetapi jenis ini sudah sangat jarang dilakukan hari ini karena sangat

berisiko terhadap terjadinya komplikasi.

Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih sangat umum

dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko

terjadinya pendarahan dan cepat penyembuhannya.

Histerektomi  caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan

pengangkatan rahim. Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana

pendarahan yang sulit tertangani atau ketika plasenta tidak dapat

dipisahkan dari rahim.

Bentuk lain dari bedah caesar seperti bedah sesar

ekstraperitoneal atau bedah sesar Porro.

Bedah sesar berulang dilakukan ketika pasien sebelumnya telah pernah

menjalan bedah sesar. Umumnya sayatan dilakukan pada bekas luka

operasi sebelumnya.

Indikasi dalam mengambil tindakan sectio caesar :

proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan

normal (distosia)

gawat janin/fetal distress

Panggul sempit absolut (diameter diagonalis < 6 cm)

Adanya hambatan jalan lahir (tumor pada jalan lahir, mioma cerviks,

kista ovarium pada cavum douglassi, stenosis vagina/ leher rahim, dll)

Disproporsi kepala-panggul

Ruptur uteri iminens

Kepala bayi lebih besar dari normal (hidrocephalus)

Memiliki penyakit tertentu ( misal : herpes genital, hipertensi, HIV-

AIDS)

Tali pusar bayi terputus/melilit bayi

Letak lintang

28

Page 30: preskes dr.glondong

Punya riwayat SC sebelumnya, sesuai indikasi medis.

putusnya tali pusar

risiko luka parah pada rahim

persalinan kembar (masih dalam kontroversi)

sang bayi dalam posisi sungsang atau letak lintang

kegagalan persalinan dengan induksi

kegagalan persalinan dengan alat bantu (forceps atau vakum)

bayi besar (makrosomia - berat badan lahir lebih dari 4,2 kg)

masalah plasenta seperti plasenta previa (ari-ari menutupi jalan

lahir), placental abruption atau placenta accreta)

kontraksi pada pinggul

sebelumnya pernah mengalami masalah pada

penyembuhan perineum (oleh proses persalinan sebelumnya

atau penyakit Crohn)

angka d-dimer tinggi bagi ibu hamil yang menderita sindrom

antibodi antifosfolipid

BAB III

STATUS PENDERITA

29

Page 31: preskes dr.glondong

A. ANAMNESIS

Tanggal 20 Juli 2010

1. Identitas Penderita

Nama : Ny. M

Umur : 27 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Godangan, Karangbangun, Matesih

Status Perkawinan : Kawin

HPMT : 20 September 2009

HPL : 5 Juli 2010

UK : 42 minggu

Tanggal Masuk : 20 Juli 2010

No.CM : 01019443

Berat badan : 70 Kg

Tinggi Badan : 150 Cm

2. Keluhan Utama

Ingin melahirkan, perut terasa kencang-kencang

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Datang seorang G2P1A0 , 27 tahun, umur kehamilan 42 minggu

kiriman bidan dengan keterangan G2P1A0 dengan KPD inpartu. Pasien

merasa hamil 9 bulan lebih, kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan

sejak 4 jam yang lalu, gerak janin masih dirasakan, air ketuban sudah

dirasakan keluar sejak 24 hari yang lalu. Keruh dan tidak berbau.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sesak nafas : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

30

Page 32: preskes dr.glondong

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Asma : Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal

Riwayat Minum Obat Selama Hamil : Disangkal

Riwayat Operasi : Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Mondok : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Asma : Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal

6. Riwayat Fertilitas

Riwayat infertililitas (-)

7. Riwayat Obstetri

Baik

8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.

Selanjutnya melakukan ANC di puskesmas.

9. Riwayat Haid

- Menarche : 15 tahun

- Lama menstruasi : 7 hari

- Siklus menstruasi : 30 hari

10. Riwayat Perkawinan

31

Page 33: preskes dr.glondong

Menikah 1 kali, dengan suami sekarang selama 5 tahun.

11. Riwayat Keluarga Berencana

Disangkal

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Interna

Keadaan Umum : Baik, CM, Gizi kesan lebih

Tanda Vital :

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x / menit

Respiratory Rate : 20 x/menit

Suhu : 37,0 0C

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjuctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

THT : Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)

Leher : Gld. Thyroid tidak membesar, limfonodi tidak

membesar, JVP tidak tmeningkat

Thorax : Gld. Mammae dalam batas normal, areola mammae

hiperpigmentasi (+)

Cor :

Inspeksi : IC tidak tampak

Palpasi : IC tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : Pengembangan dada ka = ki

Palpasi : Fremitus raba dada ka = ki

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-)

Abdomen:

32

Page 34: preskes dr.glondong

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada

Stria gravidarum (+)

Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar

Perkusi : Tympani pada bawah processus xipoideus,redup pada

daerah uterus

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Genital : Lendir darah (+) ,air ketuban (+)

Ekstremitas : Oedema

- -

- -

Akral dingin

- -

- -

2. Status Obstetri

Inspeksi

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Wajah : Kloasma gravidarum (-)

Leher : Pembesaran kelenjar tyroid (-)

Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae

hiperpigmentasi (+)

Abdomen :

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), terapa janin tunggal, intra

uterin, memanjang, puki, preskep, kepala masuk

panggul < 1/3 bagian, TFU 31 cm ~ TBJ 3000

gram, HIS (+) 2-3 x/10’/20-30”/kuat.

Pemeriksaan Leopold

I : Teraba bagian lunak kesan bokong

33

Page 35: preskes dr.glondong

II : Di sebelah kiri teraba bagian keras, rata,

memanjang

III : teraba bagian keras dan bulat, kesan kepala

IV : kepala masuk panggul < 1/3 bagian

Perkusi : Tympani pada bawah processus xiphoideus,redup

pada daerah uterus

Auskultasi : DJJ (+) 7-9-10/ 6-8-9/ 6-7-10 irreguler

Genital eksterna : Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir darah (+),

peradangan (-), tumor (-)

Ekstremitas : Oedema

- -

- -

akral dingin

- -

- -

Pemeriksaan Dalam :

VT : vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,

portio lunak, mendatar, Ø 4cm, preskep, kepala sudah

masuk panggul di H II, AK (+), keruh hijau, STLD (+),

penunjuk belum dapat dinilai.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium Darah tanggal 19 Juli 2010

Hemoglobin : 10,8 gr/dl

Eritrosit : 3,46 x 106/ uL

Hematokrit : 31,3 %

Antal Leukosit : 12,4 x 103/uL

34

Page 36: preskes dr.glondong

Antal Trombosit : 321 x 103/uL

Golongan Darah : B

Bleeding Time : 16,9 detik

Clotting Time : 31,4 detik

GDS :89 mg/dL

Ureum : 11 mg/dL

Creatinin : 0,4 mg/dL

Albumin : 3,7 g/dL

SGOT : 12 u/L

SGPT : 10 u/L

Na : 137 mmol/L

K : 4,2 mmol/L

Klorida : 106 mmol/L

HbS Ag : negatif

Ewitz : -

2. USG

Tampak janin tunggal, intrauterine, preskep, puki, DJJ (+) irreguler

dengan FB

BPD = 90, FL = 70, AC = 321, EFBW = 3010 g, air kawah kesan

cukup, tak tampak kelainan kongenital mayor, plasenta insersi di korpus

kanan, grade II.

Kesan : saat ini janin dalam keadaan fetal distress.

D. KESIMPULAN

Seorang G2P1A0 , 27 tahun, umur kehamilan 42 minggu, riwayat fertilitas

baik, riwayat obstetri baik, teraba janin tunggal, intra uterin, preskep, puki,

kepala masuk panggul <1/3 bagian, TBJ 3000 gram, HIS (+) kuat, DJJ (+)

irreguler, pembukaan Ø= 4 cm, kulit ketuban (-), air ketuban (+) hijau keruh,

35

Page 37: preskes dr.glondong

lendir darah (+), kepala turun di Hodge II, penunjuk belum dapat dinilai,

bishop score 4, nitrasin test (+) .

E. DIAGNOSA

Fetal Distress, KPD 24 jam pada secundigravida hamil postterm dalam

persalinan kala I fase aktif, persalinan berlangsung 4 jam.

F. PROGNOSA

Bayi : Malam

Ibu : Dubia

Persalinan: Malam

G. TERAPI

Usul sectio caesaria transperitoneal emergency

Siapkan resusitasi bayi

Konsultasi bagian perinatologi

00.05 WIB

Lahir bayi laki-laki, BB 3600 gram, 50 cm, LK/LD 35/35 cm AS 7-8-9

Anus (+) Kelainan Kongenital (-)

00.10 WIB

Lahir plasenta lengkap bentuk cakram, ukuran 20x20x1,5 cm , PTP 50 cm,

kalsifikasi > 50%, oksitosin II amp, meth II amp

02.00 WIB / 2 jam post partum

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Tanda vital : T = 120/80 mmHg Respiratory Rate = 20x/menit

N = 80x/menit Suhu = 36,5 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

36

Page 38: preskes dr.glondong

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 1 jari dibawah pusat,

kontraksi (+) kuat

Genital : Perdarahan (-)

Lochia (+)

Diagnosa : Fetal Distress, Kala I, KPD 24 jam pada

sekundigravida hamil postterm dalam persalinan kala I fase aktif.

Terapi : Post SC DPH 0

1. Awasi keadaan umum dan tanda vital per jam hingga 6 jam post

operasi

2. Awasi tanda-tanda perdarahan

3. Balance cairan per 6 jam

4. Puasa sampai peristaltik (+) usus

5. Medikamentosa :

a) Infus RL : D5% : NaCl = 2 : 1 : 1 20 tpm

b) Injeksi cefotaxim 1 g/12 jam IV skin test dulu.

c) Injeksi metronidazole 500 mg/8jam

d) Injeksi ketorolac 1 amp/8jam

e) Injeksi tranexamat 1 amp/8 jam

f) Injeksi Alinamin F `1 amp/8 jam

g) Injeksi Vitamin B plex 2 cc/24 jam

h) Injeksi Vitamin C 1 amp/12 jam

H. FOLLOW UP

Tanggal 20 Juli 2010

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Tanda vital : T = 120/80 mmHg Respiratory Rate = 18x/menit

N = 80x/menit Suhu = 36,9 0C

37

Page 39: preskes dr.glondong

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,

kontraksi (+) kuat

Genital : Perdarahan (-)

Lochia (+)

Diagnosa :Fetal Distress, Kala I, KPD 24 jam pada secundigravida

hamil postterm

Terapi : Post SCTP

a) Infus RL : D5% : NaCl = 2 : 1 : 1 20 tpm

b) Injeksi cefotaxim 1 g/12 jam IV skin test dulu.

c) Injeksi metronidazole 500 mg/8jam

d) Injeksi ketorolac 1 amp/8jam

e) Injeksi tranexamat 1 amp/8 jam

f) Injeksi Alinamin F `1 amp/8 jam

g) Injeksi Vitamin B plex 2 cc/24 jam

h) Injeksi Vitamin C 1 amp/12 jam

Tanggal 21 Juli 2010

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Tanda vital : T = 120/80 mmHg Respiratory Rate = 18x/menit

N = 80x/menit Suhu = 36,9 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

38

Page 40: preskes dr.glondong

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 1 jari dibawah pusat,

kontraksi (+) kuat

Genital : Perdarahan (-)

Lochia (+)

Diagnosa :Fetal Distress, Kala I, KPD 24 jam pada secundigravida

hamil postterm

Terapi : Post SCTP DPH II

a) Infus RL : D5% : NaCl = 2 : 1 : 1 20 tpm

b) Injeksi cefotaxim 1 g/12 jam IV skin test dulu.

c) Injeksi metronidazole 500 mg/8jam

d) Injeksi ketorolac 1 amp/8jam

e) Injeksi tranexamat 1 amp/8 jam

f) Injeksi Alinamin F `1 amp/8 jam

g) Injeksi Vitamin B plex 2 cc/24 jam

h) Injeksi Vitamin C 1 amp/12 jam

39

Page 41: preskes dr.glondong

BAB IV

ANALISA KASUS

A. Analisa Status

Pada pembuatan status ini dijumpai beberapa kekurangan diantaranya

perlunya pemeriksaan penunjang lebih lanjut (misalnya Cardiotocography),

sehingga diagnosa dapat lebih tegas ditegakkan.

B. Analisa Kasus

Diagnosa : Fetal Distress, Kala I, Ketuban Pecah Dini 24 jam pada

secundigravida Hamil Posterm

1.Fetal Distress

Fetal distress dapat terjadi karena adanya gangguan sirkulasi

uteroplasenter yang mengakibatkan hipoksia pada janin. Pada kasus ini,

hipoksia pada janin kemungkinan bisa disebabkan oleh kehamilan

postterm. Pada kehamilan postterm, plasenta sudah tidak bagus lagi

sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah dari ibu ke janin. Di samping

itu fetal distress juga dapat diakibatkan oleh adanya ketuban pecah dini

yang mengakibatkan air ketuban berkurang, kemudian tali pusat tertekan

oleh janin sehingga janin mengalami hipoksia dan berakibat terjadi

hipoksia.

Fetal distress atau yang sering disebut gawat janin ditegakkan

ketika ditemukan DJJ (+) 7-9-10/ 6-8-9/ 6-7-10 irreguler menurun,

denyut jantung janin kurang dari 120 kali permenit. Hal ini menunjukkan

hipoksia janin yang sudah tidak bisa dikompensasi lagi (distress).

Diagnosa ini dapat lebih tegas lagi ditegakkan jika dilakukan

pemeriksaan cardiotocography untuk pemantauan denyut jantung janin

yang kontinyu dalam hubungannya dengan kontraksi uterus.

Pada kasus ini diagnosa ditegakkan dari:

40

Page 42: preskes dr.glondong

a. Anamnesa : tidak didapatkan keterangan kuat

b. Pemeriksaan obstetri : Didapatkan DJJ (+) 7-9-10/ 6-8-9/ 6-7-10

irreguler

Kami berpendapat bahwa fetal distress lebih disebabkan karena

kehamilan postterm dibandingkan akibat dari ketuban pecah dini.

Insufisiensi fungsi plasenta pada kehamilan postterm menyebabkan aliran

nutrisi untuk janin menjadi terganggu, terutama oksigen. Hal tersebut

mengakibatkan fetal distress.

2. Ketuban Pecah Dini 24 jam

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan

ketuban yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan

pada uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.

Pada kasus ini diagnose ditegakkan dari :

a. Anamnesa : air ketuban sudah dirasakan keluar sejak 24

jam yang lalu, keruh

b. Pemeriksaan obstetri : pada pemeriksaan VT didapatkan kulit

ketuban (-), air ketuban (+) keruh, nitrasin test (+).

KPD bisa dibagi menjadi 2 menurut ada tidaknya infeksi yang

menyertai, yaitu KPD infected dan KPD non infected. Tanda tanda

KPD infected adalah sebagai berikut:

a. Air ketuban berwarna keruh, hijau, dan berbau busuk

b. Angka lekosit ibu > 15.000/uL

c. Suhu tubuh ibu > 38,5 derajat celcius

Pada kasus ini adalah KPD non infected karena tidak memenuhi

kriteria tersebut di atas.

3.Hamil Postterm

Disebut hamil posterm apabila setelah melewati waktu hari

perkiraan lahir tetap belum terjadi persalinan.

Pada kasus ini diagnosa ditegakkan dari :

41

Page 43: preskes dr.glondong

a. Anamnesa

Didapatkan keterangan

HPMT : 20 September 2009

HPL : 5 Juli 2010

UK : 42 minggu

b. Pemeriksaan

Palpasi : terapa janin tunggal, intra uterin, memanjang, puki,

preskep, kepala masuk panggul <1/3 bagian, TFU 31 cm

~ TBJ 3000 gram, Dengan menggunakan rumus

McDonald, didapatkan umur kehamilan 42 minggu. HIS

(+) 2-3 x/10’/20-30”/kuat.

Pada kasus ini terjadi perbedaan yang signifikan antara

taksiran berat janin saat pemeriksaan dengan berat janin setelah lahir.

Hal tersebut dimungkinkan karena saat pemeriksaan yang dilakukan di

rumah sakit, ibu telah mengalami KPD 24 jam. Sehingga tinggi fundus

uteri menurun akibat berkurangnya jumlah cairan dalam rahim ibu. Hal

ini menyebabkan perhitungan taksiran berta janin menjadi lebih rendah

dari sebenarnya.

4. Sectio Caesarea (SC)

Sectio Caesarea adalah salah satu tindakan obstetri untuk

membantu mengakhiri persalinan pada keadaan dimana ibu atau janin

memerlukan penyelesaian dalam waktu singkat.

Kami setuju atas tindakan SC yang dilakukan pada kasus ini

atas pertimbangan adanya fetal distress yang ditandai dengan bradikardi

irreguler sehingga memerlukan terminasi segera untuk menyelamatkan

janin.

42

Page 44: preskes dr.glondong

BAB V

SARAN

1. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas diperlukan pemeriksaan lebih

cermat di unit pelayanan kesehatan

2. Edukasi kepada pasien mengenai pengetahuan tentang penyakit, gejala, dan

komplikasi dan penatalaksanaannya.

3. Memberikan rujukan ke puskesmas atau bidan yang mengirim dengan

keterangan jika sudah ada kehamilan postdate, maka dianjurkan untuk

segera mengkonsulkan ke rumah sakit agar angka kematian ibu dan anak

bisa menurun.

43

Page 45: preskes dr.glondong

DAFTAR PUSTAKA

1. Hariadi R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal.

Edisi Perdana Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan

Ginekologi Indonesia, Surabaya, hal : 364-382, 392-393, 426-443

2. Melfiawati S. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan

Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta, hal 368-371

3. Sumapraja, S; Rachimhadhi, T. 1999. Perdarahan Antepartum. Dalam

Wiknjosastro H, Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga Cetakan Keenam. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 497-521

4. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 1997.

William‘s Obstretics 20th edition. Prentice-Hall International Inc. Pp : 773-

818

5. Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri

Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta. Pp: 269-72

6. Allan, H., et all. 1994. Current Obstetric & Ginecologic Diagnosis and

Treatment. 8th edition. Appleton, Norwak, Connecticut.

7. Hudono, S.T; Samil, R.S. 1999. Penyakit kardiovaskuler. Dalam

Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Keenam. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 429-43

8. Price & Wilson. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 4. EGC. Pp : 722-23

9. Wibowo, B; Rachimhadhi, T. 1999. Pre-eklampsia dan Eklampsia. Dalam

Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Keenam. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 281-300

10. Neville, F; Hacker, J; Geroge Moore. 2001. Esential Obstetri dan

Gynecologi. Hipokrates, Jakarta. Pp : 20-30

11. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan

Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi Kedua. Kelompok Kerja

Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia

Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Pp : 1-9

44

Page 46: preskes dr.glondong

12. Sumapraja, S; Rachimhadhi, T. 1999. Infertilitas. Dalam Wiknjosastro H,

Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Keenam. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 365-76

13. M. Dikman Angsar. 1995. Kuliah Dasar Hipertensi dalam Kehamilan (EPH

Gestosis). Lab UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/ RSUD Dr.

Soetomo, Surrabaya. Pp : 19-41

14. RSUD dr Moewardi. 2004. Protap Pelayanan Profesi Kelompok Staf Medis

Fungsional Obstetri & Ginekologi. RSUD dr Moewardi, Surakarta. Pp : 15-7

15. Husodo, L. 1999. Pembedahan dengan Laparotomi. Dalam Wiknjosastro H,

Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Keenam. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Hal : 863-870

16. Abdul Bari, S. 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB

POGI, FKUI, Jakarta. Pp : 35-45

17. Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th Ed: James R., Md. Scott, Ronald

S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md. Haney, David N.

Danforth By Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 9th edition.

18. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 2nd edition (May

2002): By Brandon J., Md. Bankowski (Editor), Amy E., MD Hearne

(Editor), Nicholas C., MD Lambrou (Editor), Harold E., MD Fox (Editor),

Edward E., MD Wallach (Editor), The Johns Hopkins University Department

(Producer) By Lippincott Williams & Wilkins Publishers

45