Preskes App Anak
-
Upload
dwi-wirastomo -
Category
Documents
-
view
21 -
download
1
Embed Size (px)
Transcript of Preskes App Anak

LAPORAN KASUS BEDAH ANAK
ANAK PEREMPUAN 6 TAHUN DENGAN
APPENDICITIS KRONIS
Oleh:
Dwi Wirastomo G9911112058
Pembimbing:
dr. Suwardi., Sp. B., Sp. BA
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. S
Umur : 6 tahun
Berat badan : 20 kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Tn. K
Pekerjaan Ayah : PNS
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. M
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Batu 17/-, Kedawung, Sragen, Jawa Tengah
Tanggal masuk : 7 April 2013
Tanggal operasi : 9 April 2013
Tanggal pemeriksaan : 9 April 2013
No. CM : 01 18 61 61
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah hilang timbul
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Allo anamnesis diperoleh dari orang tua pasien :
Kurang lebih 1 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri pada daerah sekitar
ulu hati berpindah ke perut kanan bawah hilang timbul, dibawa berobat ke
dokter tetapi tidak ada perubahan. Kurang lebih 2 hari sebelum masuk RS
pasien mengeluh sakit perut kanan bawah kemudian dibawa ke dokter, diberi
obat lalu sembuh, mual (-), muntah (-), demam (-). BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Pasien kemudian dibawa ke RSDM.
2

C. Riwayat Penyakit Dahulu
-Riwayat penyakit serupa : (+)
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
-Keadaan umum : baik, tidak rewel.
-Derajat kesadaran : compos mentis
-Derajat gizi : gizi normal
B. Tanda vital
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
-Hearth Rate : 90x/menit
-Frekuensi Pernafasan : 20 x/ menit, tipe toracoabdominal.
-Suhu : 36,80C
C. Kulit
Kulit putih kecoklatan, kering, ujud kelainan kulit (-), hiperpigmentasi (-)
D. Kepala
Bentuk mesosefal, rambut kering (-), rambut warna hitam, sukar dicabut.
E. Wajah
Odema (-), wajah orang tua (-)
F. Mata
Cekung (-/-), Oedema palpebra (-/-), Odema periorbita (-/-), konjungtiva
anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(2mm/2mm)
G. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-),deviasi(-/-)
H. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-),malammpati 1
I. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)
J. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1
3

K. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), JVP tidak
meningkat
L. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
M. Abdomen
Inspeksi : perut distended (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan kanan bawah di titik Mc. Burney
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal,
N. Ekstremitas
Akral dingin Oedem Ikterik
- Gerak aktif
IV. ASSESSMENT I
Appendisitis kronis
4
- -
- -
- -
- -
- -
- -

V. PLANNING I
- Infus RL 1500 cc/24 jam
- Injeksi ceftriakson 500 mg/12 jam
- Cek DR3, appendikogram
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium darah tanggal 07 April 2013
Hemoglobin : 13,9 g/dl
Hematokrit : 40 %
Eritrosit : 5,13 .106 µL
Leukosit : 8,0.103 µL
Trombosit : 366.103 µL
MCV : 78,2 /μ m3
MCH : 27,1 pg
MCHC : 34,7 g/dl
RDW : 11,8%
MPV : 7,3 Fl
PDW : 15 %
Eosinofil : 5,00 %
Basofil : 0,40 %
Netrofil : 31,40 %
Limfosit : 59,20 %
Monosit : 4,00 %
PT : 15,1 detik
APTT : 35,3 detik
HbsAg : non reaktif
5

B. Appendikogram
Plain foto :
- Bayangan gas usus normal bercampur fecal material
- Bayangan hepar dan lien tak tampak membesar
- Contour ginjal kanan kiri dalam batas normal
- Tak tampak bayangan radioopaque sepanjang traktus urinarius
- Psoas shadow kanan kiri simetris
- Corpus, pedicle dan spatium intervertebralis tampak baik
- Tak tampak appendicolit
Kesan : foto abdomen tak tampak kelainan
Kontras Study :
- Kontras barium sebanyak ± 200cc diminumkan ke pasien, 10 jam sebelum
pemeriksaan.
- Tampak kontras mengisi colon asendens, flexura hepatica, colon
transversum, colon descenden.
- Tak tampak kontras mengisi appendik
Kesan : nonfilling appendik menyokong gambaran appendicitis kronis
6

VII. ASSESMENT II
Appendisitis kronis
VIII. PLANNING II
Laparoscopy appendectomy
7

TINJAUAN PUSTAKA
APENDISITIS PADA ANAK
A. Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch
(analog dengan Bursa Fabricus) yang membentuk produk immunoglobulin.
Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait
menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada
posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis
(Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis
(Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran
kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan
ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari
topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu
titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS
kanan.1
Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)
yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
8

terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan
lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki
limfonodi kecil.1
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson
yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral
abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan
submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastik membentuk jaringan
saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat
lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri
dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan
berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer
longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada
pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan
untuk mencari appendiks.2
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu
ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan
postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks,
yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.3
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada
kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di
belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1
1. Jenis posisi 1:
a. Promontorik
Ujung appendiks menunjuk ke arah promontorium sacri
9

b. Retrocolic
Appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya
retroperitoneal.
c. Antecaecal
Appendiks berada di depan caecum.
d. Paracaecal
Appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
e. Pelvic descenden
Appendiks menggantung ke arah pelvis minor
f. Retrocaecal
Intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas ke
belakang caecum.
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
appendisitis bermula di sekitar umbilikus.1
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari
a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.1
B. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis
appendisitis.4
Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian
dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di
10

sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena
jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.4
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa
dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada
jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks
komplit.4
C. Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses
radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan
penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
radang apendiks, diantaranya5 :
1. Faktor sumbatan (obstruksi)
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hyperplasia jaringanlymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4%
karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh
parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui
pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan
40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis
akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut
dengan rupture.5
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah
11

terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan
terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan
E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman
anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.5
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter
dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik
dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan
dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah
serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi
lumen.5
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-
hari.Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai
resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun
saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola
makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang
yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah
serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.5
D. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.6
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
12

sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks
normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan
tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari
sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang
cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.6
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan
semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam,
tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak
faktor.6
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.6
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.6
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.6
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-
48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
13

terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan
menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.6
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.6
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika
urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan
ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka
akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi
masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum
abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).6
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.6
E. Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain6
1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri
dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri
berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney).
Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri
somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya
penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
14

2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya
sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan
rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis
appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi.6
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi.6
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama
sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan
apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut
kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.6
F. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar
dan rektal sampai 1C.6
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses appendikuler.6
2. Palpasi
15

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu6:
a. Nyeri tekan di Mc. Burney
b. Nyeri lepas
c. Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal,
defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
a. Nyeri tekan kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
b. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg)
c. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan.
Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan
adanya penonjolan di perut kanan bawah.2
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.6
Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam
9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu
dilakukan colok dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering
meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu
dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila
apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi
16

sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan
menimbulkan nyeri.6
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat
itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. Dasar anatomi dari
tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot
psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).6 Tes
Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat
itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan
rotasi femur kedalam.6 Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan
apendiks dipelvis yang kontak dengan otot obturator internus yang
meregang saat dilakukan manuver.6
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan
kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-
reaktif protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan
meningkat.7
b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri
di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.7
2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.8
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
17

USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.7,8
4. Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat
akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan
diagnosis appendisitis khronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan
dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan
usus oleh fekalit.7
5. CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.8
6. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan
dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik
ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada
saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.8
Sistem skor Alvarado
Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya
berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi
antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk
mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah
pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi negatif
sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat
diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan
insidensi apendiktomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor
18

Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa
dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif. Alfredo Alvarado
tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga
tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada
temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis.
Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi
migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di
abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan, Temperatur lebih dari
37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan
bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-
masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan
jumlah skor 10.9
Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:9
Gejala dan tanda: Skor
Nyeri berpindah 1
Anoreksia 1
Mual-muntah 1
Nyeri fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan suhu > 37,30C 1
Jumlah leukosit > 10x103/L 2
Jumlah neutrofil > 75% 1
________________________________________________
Total skor: 10
Keterangan Alavarado score :9
Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point
Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:
1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut
5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi
7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan
19

Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1 – 4 : observasi
5 – 6 : antibiotik
7 – 10 : operasi dini
H. Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
appendisitis.7
2. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan
nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai
dengan perasaan mual-muntah.7
3. Ileitis akut
Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang
anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi
insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang
membingungkan.7
4. DHF
Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni,
rumple leed (+), hematokrit meningkat.7
5. Peradangan pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua
organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.7
20

6. Kehamilan ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu.
Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan
terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan
nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan
didapatkan darah.7
7. Diverticulitis
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi
kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi
peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar
dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.7
8. Batu ureter atau batu ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.7
I. Tata Laksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar
20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.7
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-
bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan
secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-
rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi
menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses
yang jelas batasnya.7
21

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam
massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana
karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga
membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang
dapat mudah didrainase.7
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi
diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.
Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan
kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba
pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.6
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.7
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan
bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-
22

lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak
serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan
terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.6
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak
membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.6
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka
luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada
periapendikular infiltrat :7
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu
sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi
abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan
pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang
atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.7
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi
perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa
hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7
massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil,
tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.7
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena
apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka
apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi
dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
23

pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai
minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari
penderita di RT.7
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
o LED
o Jumlah leukosit
o Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1. Anamnesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2. Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh
(diukur rectal dan aksiler)
b. Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi
lebih kecil dibanding semula.
d. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
1. Bila LED telah menurun kurang dari 40
2. Tidak didapatkan leukositosis
3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa
1. Apakah penderita sudah bed rest total
2. Pemakaian antibiotik penderita
3. Kemungkinan adanya sebab lain.
4. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak
ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.
5. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses
dan terapi adalah drainase.
24

Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui
insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan
penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi.7
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi :
1. Cutis 6. MOI
2. Sub cutis 7. M. Transversus
3. Fascia Scarfa 8. Fascia transversalis
4. Fascia Camfer 9. Pre Peritoneum
5. Aponeurosis MOE 10. Peritoneum
Garis insisi pada appendektomi10:
1. Insisi Gridiron
Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.
2. Lanz transverse incision
Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis
miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih
baik dari pada insisi gridiron.
3. Insisi paramedian kanan bawah
Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus
sampai di atas pubis.
4. Insisi
Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis
umum.
5. Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)
Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika
apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.
25

J. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus.6
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :6
1. nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
2. Suhu tubuh naik tinggi sekali.
3. Nadi semakin cepat.
4. Defance Muskular yang menyeluruh
5. Bising usus berkurang
6. Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :6
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal.(4)
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk
kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.7
K. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.6
26

DAFTAR PUSTAKA
1. Van De Graaff. Human Anatomy 6th Ed.New York: Mc Graw Hill. 2001.
2. Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology 3rd Ed. Massachusets:
Saunders. 2002.
3. Sadler TW. Langman’s Medical Embriology 9th Ed. New York: Mc
Graw Hill. 2002.
4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadel-
phia: Saunders. 2006.
5. Bashin SK et al.Vermiform Appendix and Acute Appendicitis. JK Sci-
ence.2007.
6. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGC. 2004.
7. Craig S. Appendicitis di http://emedicine.medscape.com/article/773895-
overview
8. Humes DJ, Simpson J. Acute Appendicitis. BMJ. 2007
9. Khan I. Application of Alvarado Scoring System in Diagnosis of Acute
Appendicitis. J Ayub Medical Collection. 2005.
10. Noor, UA., Putra, DA., Oktaviati, Syaiful, RA., Amaliah, R. 2011,
Penatalaksanaan Appendisitis, Jakarta: Bedah Umum, Departemen Ilmu
Bedah FKUI/RSCM.
http://generalsurgery-fkui.blogspot.com/2011/05/penatalaksanaan-
apendisitis.html.
27