Preskes Pedsos Anak Periode 9-14sept2013
-
Upload
prabuwinoto-setiawan -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
Embed Size (px)
Transcript of Preskes Pedsos Anak Periode 9-14sept2013

Presentasi Kasus Pediatri Sosial
SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 2 TAHUN DENGAN
SPEECH DELAYED DEVELOPMENT
Oleh :
Albert Krisnayudha S G99121002 / I-08-2013
Bramadhya Fragil J G99121009 / I-02-2013
Fadityo G99131038 / K-13-2013
Locoporta Agung G99131049 / K-12-2013
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2013

BAB I
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. H
Umur : 2 tahun 0 bulan 14 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal Lahir : 26-08-2013
Alamat : Perum Puri Citra A2 Krapyak 01/10 Kartasura,
Sukoharjo, Jawa Tengah
Tanggal Pemeriksaan : 10-09-2013
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita pada tanggal 10 September 2013,
pukul 09.00 di Poli Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi. Penderita
merupakan anak ketiga dari ketiga bersaudara.
A. Pohon Keluarga
Generasi I Keterangan:
: Laki-Laki
Generasi II : Perempuan
: PenderitaGenerasi III
Anak H, 2 tahun 0 bulan 14 hari

A. Keluhan Utama
Belum bisa berbicara seperti anak seusianya.
B. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)
Orang tua pasien mengeluh anak belum bisa berbicara seperti anak
seusianya. Sampai saat ini, anak tersebut baru bisa mengatakan a-a-a.
Sedangkan menurut ibu pasien teman seusianya sudah bisa berbicara dalam
bentuk kata kata maupun kombinasi kata kata. Selain itu, orang tua juga
mengeluhkan kurangnya respek menoleh pada anak saat dipanggil. Ibu pasien
merasa anak tersebut selama ini selalu sehat, tidak pernah sakit. Hanya
bicaranya yang agak tertinggal. Di keluargapun tidak terdapat yang
mengalami keluhan serupa.
C. Riwayat Penyakit Dahulu.
Riwayat makan/ minum makanan/ minuman yang tidak biasa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat kejang sebelumnya : disangkal
Riwayat sakit kuning : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
Riwayat gangguan serupa di keluarga : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
E. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Faringitis : (+)
Bronkitis : disangkal
Pneumonia : disangkal
Morbili : disangkal
Pertusis : disangkal
Meningitis :disangkal
Malaria : disangkal
Polio : disangkal
Demam typoid : disangkal
Disentri : disangkal
Reaksi obat : disangkal
F. Riwayat Imunisasi
Jenis I II III IV
BCG 0 bulan - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Hepatitis B 0 bulan 2 bulan 4 bulan -
Campak 9 bulan - - -
Kesimpulan : imunisasi sesuai jadwal DEPKES.
G. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Senyum : umur 2 bulan
Tengkurap : umur 3 bulan
Merangkak : umur 5 bulan
Mengoceh : umur 3 bulan
Duduk : umur 6 bulan
Berdiri : umur 1 tahun
Berjalan : umur 1,5 tahun
Kemampuan motorik kasar : setara dengan usia 2 tahun
Kemampuan bahasa : setara dengan usia 6 bulan
Kemampuan adaptif-motorik halus : setara dengan usia 2 tahun
Kemampuan personal sosial : setara dengan usia 2 tahun

Kesimpulan : keterlambatan perkembangan bahasa
H. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : baik
Ibu : baik
Saudara kandung : baik
I. Riwayat Makan dan Minum Anak
ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun. Frekuensi pemberian ± 8x/
hari, lama menyusui + 10 menit, bergantian antara payudara kanan dan
kiri, setelah menyusu anak tidak menangis.
Susu formula diberikan sejak usia 6 bulan sampai dengan usia 2 tahun,
frekuensi pemberian 4-6x/ hari, setiap pemberian ± 80-120 cc, cara
pembuatan 2-4 sendok takar dalam 80-120 cc air matang.
Bubur saring diberikan sejak usia 1 tahun, 3x/ hari
Buah-buahan mulai diberikan sejak usia 1 tahun, macamnya pisang, jeruk,
pepaya; frekuensi pemberian 1-2x/ hari.
J. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di : bidan
Frekuensi : Trimester I : 1x/ bulan
Trimester II : 1x/ bulan
Trimester III : 2x/ bulan
Keluhan selama kehamilan : Disangkal
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin, tablet penambah
darah.
K. Riwayat kelahiran

Lahir spontan di rumah sakit dengan usia kehamilan 37 minggu, berat
badan lahir 3000 gram, panjang badan 50 cm, menangis kencang setelah lahir.
L. Pemeriksaan Postnatal
Pemeriksaan di rumah sakit, frekuensi 3 bulan 3 kali.
M. Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita menggunakan pil KB
III. PEMERIKSAAN FISIK (10-09-2013)
A. Keadaan Umum : CM, gizi kesan baik
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 96 cm
B. Tanda vital
Nadi : 100 x/menit, regular, teraba kuat
Laju Pernapasan : 24 x/menit, reguler
Suhu : 37 0C
C. Kulit : warna sawo matang, lembab, pucat (-), ikterik (-)
D. Kepala : bentuk mesocephal, LK 51,3 cm (0< LK< +2SD)
E. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air mata
(+/+), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3
mm), bulat, di tengah, mata cekung (-/-)
F. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
G. Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
I. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil
T1 – T1
J. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
K. Thorax

Bentuk : normochest, retraksi (-)
Cor : BJ I – BJ II int, reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-), wheezing
(-/-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
turgor kulit baik
M. Ekstremitas :
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -
Sianosis ujung jari Capilary refill time< 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- -
- -
N. Status Neurologis
Koordinasi : baik
Sensorik : baik
Motorik : kekuatan +5 +5 tonus N N

+5 +5 N N
O. Perhitungan Status Gizi
1. Secara klinis
Nafsu makan : baik
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+)
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Mulut : bibir kering dan pecah-pecah (-)
Ekstremitas : pitting oedem (-)
Status gizi secara klinis : gizi kesan baik
2. Secara Antropometri
BB = 1 5 x 100 % = 125 % (WHO 2006) 0 SD < z score < +2 SD
U 12
TB = 9 6 x 100 % = 110,3 % (WHO 2006) +2 SD < z score < +3
SD
U 87
BB = 1 5 x 100 % = 103,5 % (WHO 2006) 0 SD < z score < +1 SD
TB 14,5
Status gizi secara antropometri : gizi kesan cukup
IV. RESUME
Orang tua pasien mengeluh anak belum bisa berbicara seperti anak seusianya.
Sampai saat ini, anak tersebut baru bisa mengatakan a-a-a. Sedangkan menurut ibu
pasien teman seusianya sudah bisa berbicara dalam bentuk kata kata maupun
kombinasi kata kata. Selain itu, orang tua juga mengeluhkan kurangnya respek
menoleh pada anak saat dipanggil. Ibu pasien merasa anak tersebut selama ini selalu
sehat, tidak pernah sakit. Hanya bicaranya yang agak tertinggal. Di keluargapun tidak
terdapat yang mengalami keluhan serupa.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien CM, gizi kesan cukup,
Nadi : 100 x/ menit isi dan tegangan cukup, RR : 24 x/ menit reguler, t : 37oC per
aksiler. Pemeriksaan sistem organ yang lain dalam batas normal. Dari status gizi
antropometri didapatkan kesan gizi cukup.
V. DAFTAR MASALAH
- Kemampuan bahasa setara dengan usia 6 bulan
VI. DIAGNOSA BANDING
a. Speech delayed development
b. Stimulisasi kurang
VII. DIAGNOSIS KERJA
a. Speech delayed development
b. Gizi baik
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Konsultasi THT untuk dilakukan tes BERA. Bila hasil negatif, konsul RM
untuk terapi wicara.
2. EDUKASI
- Motivasi keluarga mengenai kondisi pasien
- Konseling
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-
sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya.1
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan
perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah
keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada
dokter.2 Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa
laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10%
pada anak sekolah. Kemampuan motorik dan kognisi berkembang sesuai tingkat usia
anak, demikian juga pemerolehan bahasa bertambah melalui proses perkembangan
mulai dari bahasa pertama, usia pra sekolah dan usia sekolah di mana bahasa
berperan sangat penting dalam pencapaian akademik anak.2,3
Perkembangan bahasa, pada usia bawah lima tahun (balita) akan berkembang
sangat aktif dan pesat. Keterlambatan bahasa pada periode ini, dapat menimbulkan
berbagai masalah dalam proses belajar di usia sekolah.4 Anak yang mengalami
keterlambatan bicara dan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan
membaca dan menulis dan akan menyebabkan pencapaian akademik yang kurang
secara menyeluruh, hal ini dapat berlanjut sampai usia dewasa muda. Selanjutnya
orang dewasa dengan pencapaian akademik yang rendah akibat keterlambatan bicara
dan bahasa, akan mengalami masalah perilaku dan penyesuaian psikososial.5

Melihat sedemikian besar dampak yang timbul akibat keterlambatan bahasa
pada anak usia pra sekolah maka sangatlah penting untuk mengoptimalkan proses
perkembangan bahasa pada periode ini. Deteksi dini keterlambatan dan gangguan
bicara usia prasekolah adalah tindakan yang terpenting untuk menilai tingkat
perkembangan bahasa anak, sehingga dapat meminimalkan kesulitan dalam proses
belajar anak tersebut saat memasuki usia sekolah. Beberapa ahli menyimpulkan
perkembangan bicara dan bahasa dapat dipakai sebagai indikator perkembangan anak
secara keseluruhan, termasuk kemampuan kognisi dan kesuksesan dalam proses
belajar di sekolah.6 Hasil studi longitudinal menunjukkan bahwa keterlambatan
perkembangan bahasa berkaitan dengan intelegensi dan membaca di kemudian hari.7
Gangguan bicara pada usia prasekolah, diperkirakankan 5% dari populasi normal dan
70% dari kasus tersebut ditangani oleh terapis (Weiss et al. 1987). Gangguan
perkembangan bicara sangat bervariasi dan masih banyak timbul kontroversi
khususnya mengenai penentuan klasifikasi sesuai dengan etiologi atau manifestasi
klinisnya. Hal penting yang menjadi perhatian para klinisi adalah mengenai faktor
resiko yang mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa. Faktor resiko yang
paling sering dilaporkan adalah riwayat keluarga yang positif, gangguan
pendengaran, pre dan perinatal problem meliputi kelahiran preterm dan berat badan
lahir rendah serta faktor psikososial.
Faktor resiko yang dipengaruhi oleh kondisi biologi dan lingkungan ini
meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan perkembangan (Brooks-Gunn,
1990). Mengenali berbagai faktor resiko yang berkaitan dengan disabilitas
perkembangan menjadi perhatian utama, terutama faktor-faktor yang diyakini
dipengaruhi oleh kondisi biologis dan lingkungan pada fase awal dari suatu proses
perkembangan. Faktor biologis yang beresiko negatif pada perkembangan adalah
prematuritas, berat badan lahir rendah, komplikasi perinatal. Sedangkan faktor resiko
dari lingkungan meliputi status sosioekonomi yang rendah, hubungan tetangga yang
buruk, psikopatologi orang tua. Mengenali lebih dini faktor resiko pada anak
merupakan faktor penting untuk menjamin bahwa mereka ditempatkan dalam bentuk

program remedial yang tepat untuk meminimalkan atau mengurangi dampak dari
faktor resiko tersebut. Peran utama penelitian tersebut adalah melakukan intervensi
dini dan pendidikan khusus yang memperlihatkan bagaimana pendekatan suatu
epidemiologi perkembangan sehingga dapat memberikan informasi bagi upaya
pencegahan.
Deteksi dini dan penanganan awal terhadap emosi, kognitif atau masalah fisik
adalah hal yang sangat penting. Orang-orang dewasa ini khususnya orang tua,
perawat anak sehari-hari, atau dokter anak sering kali gagal menemukan indikator
awal dari disabilitas. Beberapa anak tidak memperoleh penanganan dengan baik
sampai masalah perkembangan itu menjadi sesuatu yang tidak dapat ditangani atau
berdampak secara signifikan terhadap hal-hal lain.
Epidemiologi perkembangan adalah suatu metodologi pendekatan yang bisa
sangat membantu mengidentifikasi faktor-faktor resiko dini untuk masalah-masalah
anak, seperti menentukan angka prevalensi dari masalah kesehatan di masyarakat.
Beberapa penelitian menggunakan epidemiologi perkembangan untuk mengenali
anak pada saat lahir, siapa yang paling beresiko nantinya mengalami gangguan
perkembangan. Berbagai penelitian tersebut memperkenalkan faktor-faktor spesifik
yang dapat meningkatkan resiko seorang anak mengalami gangguan perkembangan,
tetapi penelitian tersebut tidak meneliti outcome pada anak-anak prasekolah atau
tidak menggunakan skore penilaian bahasa yang standart untuk mengidentifikasi
anak-anak yang beresiko.
II. Bicara dan bahasa pada Anak
Komunikasi adalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi
satu dengan yang lainnya dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik
secara verbal maupun non verbal yaitu dengan tulisan, bacaan dan tanda atau
simbol.5Berbahasa itu sendiri merupakan proses yang kompleks dan tidak terjadi
begitu saja. Setiap individu berkomunikasi lewat bahasa memerlukan suatu proses
yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bagaimana bahasa bisa digunakan

untuk berkomunikasi selalu menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas
sehingga memunculkan banyak teori tentang pemerolehan bahasa.1, 12
Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam
berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar
gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu
pada simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda
gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti
gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan
lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi
yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural
(ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang
berbeda beda.1
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan
perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah
keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter.
Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan
menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada
anak sekolah.12
Penyebab keterlambatan bicara sangat banyak dan luas, gangguan tersebut
ada yang ringan sampai yang berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit
untuk membaik. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang sering
dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya ringan dan
hanya merupakan ketidakmatangan fungsi bicara pada anak. Pada usia tertentu
terutama setelah usia 2 tahun akan membaik. Bila keterlambatan bicara tersebut
bukan karena proses fungsional maka gangguan tersebut harus lebih diwaspadai
karena bukan sesuatu yang ringan.
Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik
kemungkinan pemulihan gangguan tersebut. Bila keterlambatan bicara tersebut
nonfungsional maka harus cepat dilakukan stimulasi dan intervensi pada anak

tersebut. Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang
terlibat dalam penanganan anak. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua,
keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang
merawat anak tersebut.1
III.Definisi
Kata bahasa berasal dari bahasa latin “lingua” yang berarti lidah. Awalnya
pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya digunakan sebagai
bentuk sistem konvensional dari simbol-simbol yang dipakai dalam komunikasi.12
American Speech-Language Hearing Association Committee on Language
mendefinisikan bahasa sebagai : suatu sistem lambang konvensional yang kompleks
dan dinamis yang dipakai dalam berbagai cara berpikir dan berkomunikasi.13
Bicara adalah pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang
mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima
informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara
berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat
dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi
secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik.14,16
Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja ia dapat
mengucapkan satu kata dengan jelas tetapi tidak dapat menyusun dua kata dengan
baik, atau sebaliknya seorang anak mungkin saja dapat mengucapkan sebuah kata
yang sedikit sulit untuk dimengerti tetapi ia dapat menyusun kata-kata tersebut
dengan benar untuk menyatakan keinginannya.17
IV. Epidemiologi
Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah. Hampir
sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan
bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16 tahun. 1,21

Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara
dan bahasa (6,4% keterlambatan berbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan bahasa,
dan 6% keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada
usia remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua
kali lebih banyak daripada wanita.
Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia belum pernah
diteliti secara luas.1,24 Kendalanya dalam menentukan kriteria keterlambatan
perkembangan berbahasa. Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun
2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis
keterlambatan bicara dan bahasa.25 Penelitian Wahjuni tahun 1998 di salah satu
kelurahan di Jakarta Pusat menemukan prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3%
dari 214 anak yang berusia bawah tiga tahun.26
V. Neurolinguistik
Sistem Saraf Pusat
Pada sebagian besar manusia area bahasa terletak pada hemisfer serebri kiri.
Terdapat empat area bahasa secara konvensional yaitu dua area bahasa reseptif dan
dua lainnya adalah eksekutif yang menghasilkan bahasa. Dua area reseptif
berhubungan erat dengan zona bahasa sentral. Area reseptif berfungsi mengatur
persepsi bahasa yang diucapkan, yaitu area 22 posterior yang disebut area Wernicke
dan girus Heschls (area 41 dan 42). Area yang mengatur persepsi bahasa tulisan
menempati girus angulus (area 39) pada lobus parietal inferior anterior terhadap area
reseptif visual. Girus supra marginal yang terletak di antara pusat bahasa auditori dan
visual dan area temporal inferior yang terletak di anterior korteks asosiasi visual
kemungkinan adalah bagian dari zona bahasa sentral juga. Area-area ini terletak pada
pusat integrasi untuk fungsi bahasa visual dan auditori.27
Area Broadman 44 dan 45 disebut area Broca dan merupakan bagian eksekutif
utama yang bertanggung jawab terhadap aspek motorik bicara. Secara visual kata-
kata yang diterima diekspresikan dalam bentuk tulisan melalui area tulisan

Exner.27 Area sensori dan motori terhubungkan satu dengan yang lain melalui
fasikulus arkuatum yang melewati ismus lobus temporal kemudian memutari ujung
posterior fisura silvii, sambungan lainnya melalui kapsula eksterna nukleus
lentikular.27
Area penerimaan visual dan somatosensori terintegrasi pada lobus parietal,
sedangkan penerimaan auditori terletak di lobus temporal. Serat pendek,
menghubungkan area Broca dengan korteks rolandi bawah yang menginervasi organ
bicara, otot bibir, lidah, farings dan larings. Area menulis Exner juga terintegrasi
dengan organ motor untuk otot tangan. Area bahasa perisylvian juga terhubungkan
dengan striata dan thalamus dan area korespondensi pada hemisfer non dominan
melalui korpus kalosum dan komisura anterior.27
Tiga fungsi dasar otak adalah fungsi pengaturan, proses dan formulasi.Fungsi
pengaturan bertanggung-jawab untuk tingkat energi dan tonus korteks secara
keseluruhan. Fungsi proses berlokasi di belakang korteks, mengontrol analisa
informasi, pengkodean dan penyimpanan. Korteks yang lebih tinggi bertanggung
jawab untuk memproses rangsangan sensori seperti rangsangan optik, akustik dan
olfaktori. Data dari tiap sumber digabungkan dengan sumber sensori lainnya untuk
dianalisa dan diformulasikan. Proses formulasi berlokasi pada lobus frontal,
bertanggung jawab untuk formasi intensi dan perilaku. Fungsi utamanya adalah untuk
mengaktifkan otak untuk pengaturan atensi dan konsentrasi.27
VI. Proses fisiologi bicara
Bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral
(mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk
mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem
dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak
dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi,
resonansi dari mulut serta rongga hidung.29

Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris.
Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk
memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur
laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung
jawab untuk pengeluaran suara.27,29
Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat terdapat pusat-
pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat bahasa reseptif area 41
dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi auditori-leksik yaitu mengurus
pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan
(verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus
pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis.
Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Pusat-pusat tersebut
berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.27
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan
masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran
timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah
ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk
pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka
impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di otak diteruskan
ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk
artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara.
Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu
oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah
dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem
saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.27,29
Proses reseptif – Proses dekode
Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang otak
akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan rangsang mana yang
akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh talamus dan selanjutnya

diteruskan ke area korteks auditori pada girus Heschls, dimana sebagian besar signal
yang diterima oleh girus ini berasal dari sisi telinga yang berlawanan.27,29
Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang
masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus temporal
kiri untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik berupa intonasi, tekanan,
irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa linguistik dilakukan
pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular dan supramarginal
membantu proses integrasi informasi visual, auditori dan raba serta perwakilan
linguistik. Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi berupa penerimaan unit
suara melalui telinga, dilanjutkan dengan dekode gramatika. Proses berakhir pada
dekode semantik dengan pemahaman konsep atau ide yang disampaikan lewat
pengkodean tersebut.27
Proses ekspresif – Proses encode
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk
pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus
arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut.
Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi,
fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan
formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan
dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses
enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.27, 29
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu
pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi
antara mulut pembicara dan telinga pendengar.27,29-31 Proses decode-encode diatas
disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa,
kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan
baik.29-31
Perkembangan bahasa pada anak usia di bawah 3 tahun

Perkembangan bahasa sangat berhubungan erat dengan maturasi otak. Secara
keseluruhan terlihat dengan berat kasar otak yang berubah sangat cepat dalam 2 tahun
pertama kehidupan. Hal ini disebabkan karena mielinisasi atau pembentukan
selubung sistem saraf. Proses mielinisasi ini dikontrol oleh hormon seksual,
khususnya estrogen. Hal ini menjelaskan kenapa proses perkembangan bahasa lebih
cepat pada anak perempuan.30-32
Pada usia sekitar 2 bulan, korteks motorik di lobus frontal menjadi lebih aktif.
Anak memperoleh lebih banyak kontrol dalam perilaku motor volusional. Korteks
visual menjadi lebih aktif pada usia 3 bulan, jadi anak menjadi lebih fokus pada
benda yang dekat maupun yang jauh. Selama separuh periode tahun pertama korteks
frontal dan hipokampus menjadi lebih aktif. Hal ini menyebabkan peningkatan
kemampuan untuk mengingat stimulasi dan hubungan awal antara kata dan
keseluruhan. Pengalaman dan interaksi bayi akan membantu anak mengatur
kerangka kerja otak.32
Diferensiasi otak fetus dimulai pada minggu ke-16 gestasi. Selanjutnya
maturasi otak berbeda dan terefleksikan pada perilaku bayi saat lahir. Selama masa
prenatal batang otak, korteks primer dan korteks somatosensori bertumbuh dengan
cepat. Sesudah lahir serebelum dan hemisfer serebri juga tumbuh bertambah cepat
terutama area reseptor visual. Ini menjelaskan bahwa maturasi visual terjadi relatif
lebih awal dibandingkan auditori. Traktus asosiasi yang mengatur bicara dan bahasa
belum sepenuhnya matur sampai periode akhir usia pra sekolah.2 Pada neonatus,
vokalisasi dikontrol oleh batang otak dan pons. Reduplikasi babbling menandakan
maturasi bagian wajah dan area laring pada korteks motor. Maturasi jalur asosiasi
auditorik seperti fasikulus arkuatum yang menghubungkan area auditori dan area
motor korteks tidak tercapai sampai awal tahun kedua kehidupan sehingga menjadi
keterbatasan dalam intonasi bunyi dan bicara.31,32 Pengaruh hormon estrogen pada
maturasi otak akan mempengaruhi kecepatan perkembangan bunyi dan bicara pada
anak perempuan.32
Lundsteen membagi perkembangan bahasa dalam 3 tahap 32 :

1. Tahap pralinguistik
- 0-3 bulan, bunyinya di dalam (meruku) dan berasal dari tenggorok.
- 3-12 bulan, meleter, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya ma,
da, ba.
2. Tahap protolinguitik
- 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat tubuh. Ia
mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200-300).
3. Tahap linguistik
- 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan
perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah.
Perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif
Myklebust membagi tahap perkembangan bahasa berdasarkan komponen ekspresif
dan reseptif sebagai berikut 32:
1. Lahir – 9 bulan: anak mulai mendengar dan mengerti, kemudian
berkembanglah pengertian konseptual yang sebagian besar nonverbal.
2. Sampai 12 bulan: anak berbahasa reseptif auditorik, belajar mengerti apa
yang dikatakan, pada umur 9 bulan belajar meniru kata-kata spesifik
misalnya dada, muh, kemudian menjadi mama, papa.
3. Sampai 7 tahun: anak berbahasa ekspresif auditorik termasuk persepsi
auditorik kata-kata dan menirukan suara. Pada masa ini terjadi
perkembangan bicara dan penguasaan pasif kosa kata sekitar 3000 buah.
4. Umur 6 tahun dan seterusnya: anak berbahasa reseptif visual (membaca).
Pada saat masuk sekolah ia belajar membandingkan bentuk tulisan dan
bunyi perkataan.
5. Umur 6 tahun dan seterusnya: anak berbahasa ekspresif visual (mengeja
dan menulis).

VII. Faktor resiko gangguan perkembangan bicara dan bahasa
Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua
gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau
organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan
bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental,
kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional,
afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan
sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara
pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa
sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya.1, 2, 18, 22, 23
Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya
gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri.
Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum
dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan
karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi
yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan
biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.22, 23
Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah
retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan
maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.22
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering
dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan
keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan
bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari
proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada
anak. Gangguan seperti ini sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat
keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara
yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak
membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan

penderita dengan keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan
normal seperti anak lainnya.23
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan
pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya
mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain
adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran,
gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.18, 22, 23
VIII. Diagnosis gangguan bicara pada anak
Seperti pada gangguan perkembangan lainnya, kesulitan utama dalam
diagnosis adalah membedakannya dari variasi perkembangan yang normal. Anak
normal mempunyai variasi besar pada usia saat mereka belajar berbicara dan terampil
berbahasa. Keterlambatan berbahasa sering diikuti kesulitan dalam membaca dan
mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan
perilaku. Untuk menegakkan diagnosa harus dilakukan pengujian terhadap intelektual
nonverbal anak. Pengamatan pola bahasa verbal dan isyarat anak dalam berbagai
situasi dan selama interaksi dengan anak-anak lain membantu memastikan keparahan
bidang spesifik anak yang terganggu juga membantu dalam deteksi dini komplikasi
perilaku dan emosional.1, 40, 41
IX. Anamnesis
Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahas
a anak. Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain: 42
Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya dengan
respon berkedip, terkejut atau mengerakkan bagian tubuh
Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya
diajak berbicara.
Kapan bayi mulai mengeluarkan suara “aaaggh”.

Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi
memalingkan atau mencari arah suara.
Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum.
Mengikuti perintah satu langkah, seperti “beri ayah sepatu” atau “ambil k
oran”.
Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukan oleh anak, seperti
mata, hidung, kuping dan sebagainya.
American Psychiatric association’s Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder(DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe.43
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptifekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap
X. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari
gangguan bahasa dan bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali
telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan
pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum dan lain-lain.
Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan
mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata pa, ta, pata, pataka. 36
XI. Pemeriksaan Penunjang
BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)
merupakan cara pengukuranevoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan
saraf VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon
terhadap stimulus auditorik.
Pemeriksaan audiometrik

Pemeriksaan audiometrik diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk
anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori
pengukuran dengan audiometrik: 19, 20
a) Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan
dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. 19
b) Audiometrik bermain, merupakna pemeriksaan pada anak yang dilakukan
sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat
tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup
kooperatif. 19, 44
c) Audiometrik bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam
silabus pada daftar yang disebut: phonetically balance word LBT (PB List). Guna
pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam berbicara sehari-hari
dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid). 19, 44
d) Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.9
CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga
didapatkan gambaran area otak yanga abnormal.
Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrane timpani
dan system osikuler. 19
Selain tes audiometrik, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala
Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, IQ
gabungan: 43
1. Skala intelegensi Wechsler untuk anak III: penyelesaian susunan gambar.
2. Skala intelegensi Wechsler utuk anak III: mendesain balok.

Tabel 3. Diagnosis banding beberapa penyebab gangguan perkembangan
bahasa dan bicara
DiagnosisBahasa
reseptif
Bahasa
ekspresif
Kemampuan
pemecahan
masalah
visuo-motor
Pola
perkembangan
Keterlambatan
FungsionalNormal
Kurang
normalNormal
Hanya ekspresif
yang terganggu
Gangguan
Pendengaran
Kurang
normal
Kurang
normalNormal Disosiasi
Redartasi mentalKurang
normal
Kurang
normalKurang normal
Keterlambatan
global
Gangguan
komunikasi
sentral
Kurang
normal
Kurang
normalNormal
Disosiasi,
deviansi
Kesulitan belajar
normal,
kurang
normalNormal
normal,
kurang normal Disosiasi
AutisKurang
normal
normal,
kurang
normal
Tampaknya
normal,
normal, selalu
lebih
baik dari bahasa
Deviansi,
disosiasi
Mutisme elektif Normal Normal normal,

kurang normal
XII. Penatalaksanaan
Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat
berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa.
Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi sebuah
dilema, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau
orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya
kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek
kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif. Tata laksana dini terhadap gangguan
ini akan membantu anak-anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil
kelainan di masa sekolah1, 6, 25
Tindakan kuratif penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa pada anak
disesuaikan dengan penyebab kelainan tersebut. Penatalaksanaan dapat melibatkan
multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus yang terdiri dari
fisioterapis, dokter, guru dan orang tua pasien. Beberapa jenis gangguan bicara dapat
diterapi dengan terapi wicara, tetapi hal ini membutuhkan perhatian medis seorang
dokter. Anak-anak usia sekolah yang memiliki gangguan bicara dapat diberikan
pendidikan program khusus. Beberapa sekolah tertentu menyediakan terapi wicara
kepada para murid selama jam sekolah, meskipun menambah hari belajar. 1, 6
Konsultasi dengan psikoterapis anak diperlukan jika gangguan bicara dan
bahasa diikuti oleh gangguan tingkah laku, sedangkan gangguan bicaranya dievaluasi
oleh ahli terapi wicara. 15

Daftar Pustaka
1. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam:Narendr
a MB,Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H,
2. Ranuh IG, penyunting. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja;
Edisi I. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, Sagung Seto, 2002
; 91
3. Busari JO, Weggelaar NM. How to investigate and manage the child who
is slow to speak. BMJ 2004; 328:272 276
4. Parker S, Zuckerman B, Augustyn M. Developmental and behavioral Pedi
atrics (2nd ed): Language Delays. Philadelphia : Lippincott Williams & Wi
lkins, 2005
5. Owens RE. Language Development an Introduction, 5th edition. New
York:Allyn and Bacon; 2001.
6. Smith C, Hill J, Language Development and Disorders of Communication
and Oral Motor Function. In : Molnar GE, Alexander MA,editors. Pediatric
Rehabilitation. Philadelphia: Hanley and Belfus;1999.p. 57-79.
7. Rydz D, Srour M, Oskoui M, Marget N, Shiller M, Majnemer A, et.al.
Screening for developmental delay in the setting of a community pediatr
clinic: A Prospective assessment of parent-Report questionnaires.
Pediatrics 2006;118;e1178-e1186.
8. Silva PA, Williams SM, McGee R. A longitudinal study of children with
developmental language delay at age three; later intelligence , reading and
behavior problems. Dev Med Child Neurol 1987;29;630-640.
9. Chris V, Suzanne H, Erik JA, Scherder, Ben M, Esther H. Motor Profile
of Children With Development Speech and Language Disoreders. Pediatris,
v0l 120 no 1 July, pp.e158-e163.
10. K. Alcock. Oral movements and language. Down Syndrome Research and
Practice 11(1), 1-8. © 2006 The Down Syndrome Educational Trust. All

Rights Reserved. ISSN: 0968-7912. Diunduh dari http://information .
downsed. Org/ dsrp/11/01
11. Moore CA, Ruark JL. (1996). Does speech emerge from earlier appearing
oral motor behaviors? Journal of Speech and Hearing
Research 1996;39(5), 1034-1047.
12. Dworkin JP, Culatta RA . Oral structural and neuromuscular
characteristics in children with normal and disordered articulation. Journal
of Speech and HearingmDisorders 1985;50(2), 150-156.
13. Chaer A, Psiokolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Abdi.. 2003
14. Owens RE. Language Development an Introduction, 5th edition. New
York:Allyn and Bacon; 2001.
15. Salim P, Salim Y, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi
kedua.Jakarta: Modern English Press;1995.
16. Alwi H, Sugono D, Adiwinata SS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi
ketiga, Departement Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai pustaka;2005.
17. Oxford Learner’s Dictionary, New Ediition. Oxford University Press.
2003
18. Coplan, James. Normal speech and language development : Pediatric In R
eview1995; 9199
19. Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum, Is
mael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku aja
r ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991; 5669
20. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adam, boeis highler. Gangguan bicara
dan bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok. Edisi 6. Jakarta
: EGC, 1997 ; 397410.
21. Kaplan, Harold I. Gangguan komunikasi. Dalam : I Made
Wiguna, editor. Sinopsis psikiatri : Bina Rupa Aksara, 1997 ; 76682
22. British medical journal. Language disorders: a 10 year research update
review. Bmj ; 2000.

23. Council on Children with Disabilities, Section on Developmental
Behavioral Pediatrics, Bright Futures Steering committee and Medical
Home Initiatives for Children with special needs Project Advisory
Committee. Identifying infants and young children with developmental
disorders in the Medical Home: An algorithm for developmental
surveillance and screening. Pediatrics 2006;118;405-420.
24. Law J, Bowle J, Harris F, Harkness A, Nye C., Screening for speech and
language delay; a systematic review of literature, In: Health Technology
Assessment 1998 Vol2(9).
25. Sidiarto L. Berbagai gangguan berbahasa pada anak. Proceedings of
Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Keempat. Jakarta:
Penerbit Kanisius; 1991.
26. Departemen Rehabilitasi Medik. Buku laporan pasien rawat jalan.
Jakarta. 2006
27. Wahjuni S. Pemeriksaan Penyaring Keterlambatan Perkembangan Bahasa
pada Anak Batita dengan Early Language Milestone Scale di Kelurahan
Paseban Jakarta Pusat. Jakarta. FKUI. 1998
28. Victor M, Ropper AH. Priciples of Neurology Adams and Victor’s,
seventh edition. McGraw-Hill.2001.
29. Lundsteen SW, Tarrow NB. Guiding young children’s learning. New
York; Mc Graw Hill; 1981.
30. Rahyono FX. Dalam : Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami
Linguistik. Editor : Kurhayanti.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2007,hal 32-37.
31. Myklebust M. Prelinguistic Communication. In: Yule W, Rutter M,eds.
Language development and disorders; Clinics in developmental medicine.
1968.
32. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku ajar fis
iologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997 ; 90919

33. Myklebust M. Prelinguistic Communication. In: Yule W, Rutter M,eds.
Language development and disorders; Clinics in developmental medicine.
1968.
34. Heidi M. Feildman Evaluation and management of speech and language d
isorder in preschool children. Pediatrics in Review 2005 ; 26 (4) 131142.
35. Maturana HR, Biology of Language: The Epistemology of Reality. IN:
Psychology and Biology of Language and Thought. New York :Academic
Press; 1978.p.27-63.
36. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang
anak. Jakarta EGC, 1995 ; 23740
37. Blum NJ, Baron MA. Speech and language disorders. In: Schwartz MW,
ed. Pediatric primary care: a problem oriented approach. St. Louis: Mosby,
1997:845-9.