Preskes HNP
-
Upload
banyuanyar -
Category
Documents
-
view
120 -
download
22
Embed Size (px)
Transcript of Preskes HNP

PRESENTASI KASUS
SEORANG LAKI-LAKI 66 TAHUN DENGAN HERNIA NUKLEUS
PULPOSUS
Oleh:
Pembimbing :
dr. Agus Sudomo, SpS
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2012

BAB I
STATUS PENDERITA
ANAMNESA
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. S
Umur : 66 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjahit
Alamat : Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah
No. RM : 01083686
Tanggal pemeriksaan : 2 Februari 2013
B. Keluhan Utama : Nyeri lutut kanan
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lutut bagian kanan.
Pasien mengeluh kaki kanan terasa sakit sejak 10 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan menjalar dari pantat kanan ke lutut kanan. Pasien tidak
merasakan lemas maupun kaku. Pasien juga tidak mual, muntah maupun
sakit kepala. Pasien lebih merasa nyaman atau sakitnya berkurang jika
berbaring dan nyeri bertambah memberat jika dalam posisi duduk
terutama saat pasien buang air. Pasien juga kesulitan untuk berjalan.
Sebelumnya pasien berboncengan sepeda motor dan kecapekan karena
terlalu lama membonceng menyebabkan punggung bawahnya pegal
hingga nyeri menjalar ke lutut kanannya.
Sekitar 2-3 tahun yang lalu pasien juga merasakan keluhan yang
serupa karena sering berjongkok ketika bekerja di sawah. Karena keluhan
tersebut pasien membeli jamu untuk mengurangi rasa nyeri di punggung
bagian bawah. Karena nyeri tidak berkurang pasien memeriksakan diri ke
dokter spesialis saraf dan dikatakan sarafnya terjepit. Pasien diberi obat
1

rawat jalan dan ketika tidak kambuh lagi pasien tidak kontrol. Disamping
periksa ke dokter spesialis saraf pasien juga menjalani terapi tusuk jarum.
Pasien mempunyai riwayat penyakit DM sejak 1 tahun yang lalu
dan rutin kontrol. Pada Maret 2012, pasien menderita penyakit jantung dan
pernah dilakukan operasi bypass.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat tekanan darah tinggi : (-)
b. Riwayat diabetes mellitus : (+) sejak 1 tahun yang lalu
c. Riwayat sakit jantung : (+) pada Maret 2012, operasi bypass
d. Riwayat trauma : (-)
e. Riwayat mondok : (-)
E. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
a. Riwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat sakit gula : disangkal
c. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
d. Riwayat jantung : disangkal
e. Riwayat stroke : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat minum alkohol : disangkal
c. Riwayat minum obat-obatan : disangkal
ANAMNESIS SISTEM
Anamnesis sistem dilakukan tanggal 2 Februari 2013.
a. Sistem saraf pusat : pusing berputar (-), kejang (-), fungsi luhur baik.
b. Sistem Indera
- Mata : berkunang- kunang (-), pandangan dobel (-),
penglihatan kabur (-), pandangan berputar (-)
- Hidung : mimisan (-), pilek (-)
2

- Telinga : pendengaran berkurang (-), tinitus (-), keluar
cairan (-), darah (-), nyeri (-)
c. Mulut : sariawan (-),gusi berdarah (-), mulut kering (-),
gigi tanggal (-), gigi goyang (-), bicara pelo (-)
d. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)
e. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi
(-) tidur mendengkur (-)
f. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (+), nyeri dada
(+), berdebar-debar (-)
g. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri uluh hati (-), susah
berak (-), perut sebah (-), mbeseseg (-),
kembung (-), nafsu makan berkurang (-), ampek
(-), tinja lunak, warna kuning.
h. Sistem muskuloskeletal : nyeri pada lutut kanan (+), kaku (-),
kelemahan anggota gerak (-)
i. Sistem genitourinaria : mengompol (-), sulit mengontrol kencing (-)
j. Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan (-/-), bengkak (-), kelemahan (-/-),
sakit sendi (-), panas (-) berkeringat (-)
k. Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan (-/-), sakit sendi lutut kanan (+),
kelemahan (-/-)
l. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak
stabil (-)
m.Sistem Integumentum : kulit sawo matang, pucat (-), kering (-), terasa
tebal (-)
PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIS
a. Vital Sign : TD = 150/100 mmHg
Nadi = 84x/menit
RR = 20x/menit
Suhu = 36,4ºC
3

b. GCS : E4 V5 M6
c. Fx luhur : dalam batas normal
d. Fx sensorik :
e. Fx motorik
Kekuatan Tonus Ref. Fisiologis Ref. Patologis
f. Nervus Cranialis
N. I : dalam batas normal
N. II : dalam batas normal
N. III, IV, VI : RC (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), gerakan bola mata
normal
N. V : dalam batas normal
N. VII : dalam batas normal
N. VIII : dalam batas normal
N. IX : dalam batas normal
N. X : dalam batas normal
N. XI : dalam batas normal
N.XII : dalam batas normal
i. Meningeal Sign
- Kaku kuduk : (-)
- Tanda Brudzinski I, II : sde
- Tanda Kernig : sde
j. Provokasi test
- Laseque : (+/-)
- Patrick : (+/-)
- Contra Patrick : (+/-)
4
N N
N N
5 5
5 5
- -
- -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah 2 Februari 2013
Pemeriksaan 05/11 Satuan Nilai normal
Hb 13.9 g/dl 11.7-16.2
Hct 43 % 33-45
AL 6.6 103/µl 4.5-11.0
AE 4.33 106/µl 4.10-5.10
AT 180 103/µl 150-450
Golongan darah B
GDS 100 mg/dl 60-140
SGOT 24 u/l 0-35
SGPT 18 u/l 0-45
Kreatinin 1.0 mg/dl 0.6-1.2
Ureum 21 mg/dl < 50
Na 141 mmol/l 132 – 146
K 4.4 mmol/l 3.7 - 5.4
Cl 108 mmol/l 98 – 106
HbsAg Reaktif Non reaktif
B. Pemeriksaan Radiologis
- Foto Thoraks PA
Kesan : Cor dan pulmo tak tampak kelainan
- Foto Lumbosakral
Kesan : Paravertebral muscle spasm
Spondylosis Lumbalis
Unstable lumbosacral joint
5

RESUME
Pasien mengeluh kaki kanan terasa sakit sejak 10 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan menjalar dari pantat kanan ke lutut kanan. Pasien lebih
merasa nyaman atau sakitnya berkurang jika berbaring dan nyeri
bertambah memberat jika dalam posisi duduk terutama saat pasien buang
air. Pasien juga kesulitan untuk berjalan.
Sekitar 2-3 tahun yang lalu pasien juga merasakan keluhan yang
serupa karena sering berjongkok ketika bekerja di sawah. Karena keluhan
tersebut pasien membeli jamu untuk mengurangi rasa nyeri di punggung
bagian bawah. Karena nyeri tidak berkurang pasien memeriksakan diri ke
dokter spesialis saraf dan dikatakan sarafnya terjepit. Pasien diberi obat
rawat jalan dan ketika tidak kambuh lagi pasien tidak kontrol. Disamping
periksa ke dokter spesialis saraf pasien juga menjalani terapi tusuk jarum.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg.
GCS E4V5M6. Pada tes provokasi baik Laseque, Patrick, maupun Contra
Patrick didapatkan nyeri pada ekstremitas bawah bagian kanan. Pada
pameriksaan laboratorium darah dalam batas normal.
DIAGNOSIS
K : Ischialgia, low back pain
T : Medula Spinalis sceletopis segmen Lumbal 4-5
E : Suspek HNP dd spondylosis
TERAPI
Meloxicam tab 2 x 15mg
Paracetamol tab 3 x 500mg
Diazepam tab 3 x 2mg
Vitamin B komplek tab 2 x 1
Ranitidine tab 2 x 150mg
6

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
7

TINJAUAN PUSTAKA
HERNIA NUCLEUS PULPOSUS
1. PENDAHULUAN
Dalam bahasa Inggris kedokteran, pinggang dikenal sebagai Low Back,
secara anatomi pinggang adalah daerah tulang belakang L1 sampai tulang
sacrum dan otot-otot sekitarnya. Daerah pinggang mempunyai fungsi penting
pada tubuh manusia, yaitu membuat tubuh berdiri tegak, untuk pergerakan,
dan melindungi beberapa organ penting yang ada didalamnya. Peranan otot-
otot erektor truski adalah memberikan tenaga imbangan ketika mengangkat
benda (Sidharta, 1999).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis,
yang sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral
radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang
bersifat akut, kronik atau berulang (Reni H. Masduchi, 2011).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana
bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus
Pulposus) mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral
sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan
melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan
penekanan radiks saraf (Kevin, 2011; Barbara, 1996).
Penyakit HNP ini bisa terjadi pada seluruh ruas tulang belakang, mulai
dari tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thorakal, lumbal atau sacrum).
Herniasi diskus dapat terjadi pada dua sisi, tetapi lebih sering terjadi pada satu
sisi. Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat
ke satu sisi. Daerah sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan, semisal di
leher maka akan terjadi migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi
penjepitan di tulang ekor, maka akan terasa sakit seperti otot ketarik pada
bagian paha atau betis, kesemutan, sakit pinggang yang menjalar ke tungkai
bawah sesuai dengan distribusi dermatof saraf yang terkena terutama pada
saat aktifitas mengangkat beban yang berat dan membungkuk, bahkan bisa
sampai pada kelumpuhan. Penderita penyakit ini sering mengeluh hernia
8

diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, namun juga dapat terjadi
pada daerah servikal dan thorakal tetapi kasusnya jarang terjadi. HNP dapat
terjadi pada semua usia, rata-rata 35 - 45 tahun (Sidharta Priguna, 1999; Reni
H. Masduchi, 2011; Kevin, 2011).
2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika hampir 80% dari populasi dewasa pernah mengalami nyeri
pinggang dalam kehidupannya (Bose, 1986). Dari poliklinik unit penyakit
saraf RSCM Jakarta dilaporkan bahwa penderita nyeri pinggang bawah pada
tahun 1976 sebanyak 5,8% (Judana et al., 1983). Dari poliklinik rematologi
RS Sutomo Surabaya pada tahun 1980 sebanyak 17,7% (Effendi et al., 1980).
Dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta (Suharso et all, 1985)
melaporkan penderita nyeri pinggang bawah yang datang berobat ke RSUP
Dr. Sardjito sebanyak 190 penderita, 43 diantaranya adalah penderita nyeri
pinggang bawah yang disertai nyeri radikuler, ditinjau dari keseluruhan
penderita baru (3,75%) maka 190 penderita nyeri pinggang bawah adalah
merupakan sebagian kecil saja (5,63%). Tidak dijumpai nyeri pinggang bawah
pada pada anak 6-10 tahun, kemudian diikuti 41-50 tahun, kemudian 31-40
tahun dan 51-60 tahun. Tahun 1986 didapatkan dari 49 orang penderita nyeri
pinggang belakang sebanyak 19 orang menderita HNP (45,24%).
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-
C6 dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada
anak-anak dan remaja tetapi kejadiannya meningkat setelah umur 20 tahun.
Dengan insidens hernia lumbosakral lebih dari 90% sedangkan hernia
servikalis sekitar 5-10% (Ratih, 2009).
3. ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi
karena terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang
salah. Pada posisi gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat
tulang belakang akan terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban
yang mendorong cukup besar akan terjadi robekan pada annulus pulposus
9

yaitu cincin yang melingkari nucleus pulposus dan mendorongnya merosot
keluar sehingga disebut hernia nucleus pulposus. Sebenarnya cincin (annulus)
sudah terbuat sangat kuat tetapi pada pasien tertentu di bagian samping
belakang (posterolateral) ada bagian yang lemah (locus minoris resistentiae).
Contoh kejadian sehari-hari yang dapat membuat terjadinya HNP
adalah sebagai berikut:
a. Mengambil benda yang jatuh dilantai.
b. Mengejar bola yang cukup jauh dengan ayunan langkah yang tidak akurat
saat tennis.
c. Mengepel lantai.
d. Tergelincir saat berjalan.
e. Melompat.
f. Mengambil sesuatu di atas lemari.
g. Membungkuk tiba-tiba.
h. Tiba-tiba berlari mengejar sesuatu.
i. Berpijit dan punggungnya di injak-injak.
Beberapa contoh kejadian sehari-hari diatas kadang-kadang begitu saja
terjadi, tidak disengaja. Sehingga unsur ketidak sengajaan dan tiba-tiba
memainkan peran yang menonjol tercetusnya HNP (Achdiat, 2009). Bisa juga
terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra karena salah
10

posisi, mengangkat, pembentukan osteophyte, degenerasi dan degidrasi dari
kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya
elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus
(Reni, 2011).
4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah
a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.
b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.
c. Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya (Yulvitrawasih, 2011).
Faktor risiko yang dapat dirubah
a. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau
menarik barang-barang serta, sering membungkuk atau gerakan memutar
pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang
konstan seperti supir.
b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
e. Batuk lama dan berulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
b. Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.
c. Keterampilan pekerja.
d. Peralatan kerja beserta keamanannya.
5. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah dan
diantara ruas-ruas dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram
11

sehingga tulang belakang dapat tegak dan membungkuk. Dan disebelah depan
dan belakangnya terdapat kumpulan serabut kenyal yang memperkuat
kedudukan ruas tulang belakang. Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang
terdiri atas :
a. Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil dan lubang
ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut
foramen transversalis. Ruas pertama disebut atlas yang memungkinkan
kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoit (aksis) yang
memungkinkan kepala berputar ke kiri dan kekanan.
b. Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju
durinya panjang dan melengkung.
c. Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat,
taju durinya agak picak. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut
promontorium.
d. Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu sehingga
menyerupai sebuah tulang.
e. Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan menjadi sebuah
tulang yang disebut os koksigialis. Dapat bergerak sedikit karena
membentuk persendian dengan sacrum.
Secara
umum struktur
tulang belakang
tersusun atas dua
kolom yaitu :
12

a. Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di
antaranya.
b. Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas
lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars
artikularis, ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum,
ligamentum flavum, serta kapsul sendi.
a. Korpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang
mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk
konvek dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies
superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5
b. Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus
menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan
ke arah lateral yang disebut procesus spinosus.
c. Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus
bila dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu
saluran yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula
spinalis
Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan
stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :
a. ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap
diskus dan anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan
ekstensi.
b. Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian
posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi
untuk mengontrol gerakan fleksi.
13

c. ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang
berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior.
d. ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi
mengontrol gerakan fleksi. (Kapandji, 1990; Snel, 1997).
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di
anterior. Bila dilihat dari samping, pilar tulang belakang membentuk
lengkungan atau lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan
vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus
intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur yang elastis,
melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan
gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada
vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerakan
yang sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan
vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal
tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil (Langran, 2006).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus
vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis,
dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis
menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan.
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra
sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi
fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus dipisahkan dari tulang
yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Discus
intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal
sampai lumbal atau sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan
peredam kejut (shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian
utama yaitu:
14

a. Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
1) Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan
menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga
bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring)
2) Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
3) Daerah transisi.
b. Nucleus pulposus
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin,
nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung
dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan
antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
c. Vertebral endplate
Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk
batas atas dan bawah dari diskus (Muki Partono, 2009).
Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada
nucleus disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya
vertebral end plates. Serabut-serabut annulus fibrosus mempunyai
kemampuan cukup untuk bergerak fleksi dan ekstensi sehingga
memungkinkan perubahan bentuk dari nukleus pulposus. Fleksibilitas dari
annulus fibrosus dimungkinkan oleh karena adanya (1) kelenturan, (2)
kemampuan memanjang dan (3) adanya lubrikasi atau pelumasan dari
lembaran-lemabaran annulus (Reni H. Masduchi, 2011).
Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari
proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi
(80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi
sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan atau beban.
Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus
pulposus adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri
adalah :
a. Ligamentum longitudinal anterior
b. Ligamentum longitudinal posterior
c. Corpus vertebrae dan periosteumnya
15

d. Ligamentum supraspinosum
e. Fasia dan otot
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical
yang terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen
occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2.
medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang
terdiri atas :
a. 8 pasang saraf servical.
b. 15 pasang saraf thorakal.
c. 5 pasang saraf lumbal.
d. 5 pasang saraf sacral.
e. 1 pasang saraf cogsigeal.
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian
yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea
mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis,
kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk
yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).
Sumsum tulang belakang berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan
membawa saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke
berbagai area tubuh. Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka
semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang
belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya
dan menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke
bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah
pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi (Langran, 2006).
16

6. KLASIFIKASI
Macnab’s Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI
menjadi :
a. Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati
batas diskus tetapi anulus tetap intak.
b. Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus
yang mengalami robekan yang tidak komplit.
17

c. Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum
longitudinalis posterior.
d. Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus
fibrosus yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos
pulposus yang berada didalam diskus dan telah berada dalam kanal.
Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :
a. Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan
gangguan pada banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau
nielopati apabila mengenai medula spinalis.
b. Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan
dengan menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah
tersebut, misal HNP vertebra L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar
saraf L5.
c. Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung
bawah. Mengenai akar saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5
akan mengenai akar saraf L4 (Reni H. Masduchi, 2011).
Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :
a. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka
pada posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non
trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nucleus
pulposus pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus
dapat diam di tempat atau ditunjukkan atau dimanifestasikan dengan
ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba,
biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya
atau jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat
penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi
“extruded” dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis
vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai
pada celah anulus, biasanya terjadi pada satu sisi atau lainnya (kadang-
kadang ditengah), dimana mereka mengenai sebuah serabut atau beberapa
18

serabut saraf. Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf
melawan apophysis artikuler.
b. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan
kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang
normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps
yang menurun atau menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara
tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7.
Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada
pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu
diawali dengan beberapa gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
c. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-
gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis.
Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah,
membuat kejang paraparese, kadang-kadang serangannya mendadak
dengan paraparese.
7. PATOFISIOLOGI
Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan
menyempitnya atau merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan
bagian belakang merenggang, sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke
belakang.
Prolapsus discus intervertebralis, hanya yang terdorong ke belakang
yang menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat
serabut saraf spinal serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus discus
intervertebralis akan menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian pinggang,
bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah (Sufitni,
1996).
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus
pulposus bersama beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau
foramen intervertebralis. Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih
19

kuat daripada ligamentum longitudinalis posterior, maka herniasi diskus
hampir selalu terjadi ke arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut
biasanya menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan
badan diskus, walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar
menembus ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas
ke dalam kanalis spinalis. Perubahan morfologik pertama yang terjadi pada
diskus adalah memisahnya lempeng tulang rawan dari korpus vertebra di
dekatnya.
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat
sirkumferensial. Karena adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi,
maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan bisa terjadi pada trauma
berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik
ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat,
dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus
tulang belakang di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke
kanalis vertebralis. Sobekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus
diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus Schmorl atau
merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang
kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis
berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan
arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika
penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan ada radiks yang terkena jika
tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus ke bawah
tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah
tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi
HNP, sisa diskus intervertebral ini mengalami lisis, sehingga dua korpora
vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
20

Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara
progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan
degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus
disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan
menjadi kurang elastis.
21

Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering
terkena, terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya.
Ruptur diskus lumbal yang lebih tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma
masif. Karena hubungan anatomis pada vertebra lumbal, protrusi diskus
biasanya menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di bawahnya. Jika
terdapat fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks yang muncul di atas
diskus yang mengalami herniasi.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:
a. Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat,
yaitu menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga
oleh sendi L5-S1.
b. Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh
dilakukan pada sendi L5-S1.
c. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena
ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan
posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.
Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang
membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui
anulus dengan menekan akar–akar saraf spinal. Pada umumnya herniassi
paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih banyak
bergerak (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L5,
atau L5 sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral.
Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan
keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh
pengurangan kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan
sehingga tekanan intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus
dengan stres yang relatif kecil (Partono Muki, 2009; Sylvia,1991).
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara
langsung atau tidak langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan
22

komprensi hebat dan herniasi nucleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan
hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus
mendorong ligamentum longitudinal maka terjadilah herniasi.
Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan
perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein
polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus.
Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan
pada herniasi nucleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor
berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cidera.
8. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang terkena.
Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang
perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar
dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar
terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan
dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya
refleks tendon patella (KPR) dan Achilles (APR). Bila mengenai konus atau
kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual.
23

Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga
menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis
kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun
akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk,
meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan
menghilangkan sakit yang diderita.
Keluhan awal biasanya nyeri punggung bawah (low back pain) yang
onsetnya perlahan-lahan, bersifat tumpul atau terasa tidak enak, sering
intermitten, walaupun kadang-kadang nyeri tersebut onsetnya mendadak dan
berat. Nyeri ini terjadi akibat regangan ligamentum longitudinalis posterior,
karena diskus itu sendiri tidak memiliki serabut nyeri. Nyeri tersebut khas
yaitu diperhebat oleh aktivitas dan pengerahan tenaga serta mengedan, batuk,
atau bersin. Nyeri ini biasanya menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak
terkena dengan tungkai yang sakit difleksikan. Sering terdapat spasme
refleks otot-otot paravertebra yang menyebabkan nyeri dan membuat pasien
tidak dapat berdiri tegak secara penuh.
Ada jenis yang akut dan ada jenis yang berlangsung perlahan. Jenis
yang berlangsung perlahan kadang-kadang lebih lama sembuhnya. Nyeri
bersifat tumpul dan semakin bertambah bila pinggang bergerak, ketika
berjalan pasien akan memiringkan tubuh ke arah badan yang sehat semata-
mata bertujuan untuk membuka ruang lebih luas bagi bagian ruas tulang
belakang yang bermasalah.
Setelah periode waktu tertentu, timbul nyeri pinggul dan sisi posterior
atau posterolateral paha serta tungkai sisi yang terkena, yang biasanya disebut
skiatika atau iskialgia. Ada kalanya pasien mengeluh nyeri pada tepi luar
telapak kaki (S1) dan tepi luar betis dan paha dalam (L3-L4-L5). Ini semua
bergantung pada radian saraf pinggang yang terkena dorongan dari nucleus
pulposus yang merosot tersebut. Pasien tidak tahan duduk lama apalagi bila
duduk bersila. Sebentar-sebentar pasien akan menjulurkan kaki, gejala ini
sering disertai rasa baal dan kesemutan yang menjalar ke bagian kaki yang
dipersarafi oleh serabut sensorik radiks yang terkena. Kekuatan otot tungkai
24

pada umumnya tidak terlalu terganggu, namun sensasi raba mungkin dapat
berkurang.
Pada keadaan yang tidak lazim dimana protrusi diskus sentral terjadi
dengan adanya kanalis spinalis yang sempit pada regio lumbal, kompresi
kauda ekuina dapat timbul, dengan paraparesis dan hilangnya tonis sfingter.
Sindrom klaudikasio palsu telah dilaporkan dengan nyeri tungkai bila
beraktivitas, akibat sekunder dari kompresi intermitten kauda ekuina
(Achdiat, 2009).
Tanda dan gejala yang spesifik pada berbagai jenis HNP adalah (Ratih
astarida, 2009) :
a. Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan
periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi
badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi
sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah
nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus
spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan tungkai. Low
back pain ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah
tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu
untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.
Sindrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari:
1) Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2) Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki.
3) Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks.
b. Hernia Servicalis
1) Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas
(sevikobrachialis).
2) Atrofi di daerah biceps dan triceps.
3) Refleks biceps yang menurun atau menghilang.
4) Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
c. Hernia thorakalis
1) Nyeri radikal.
25

2) Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
3) Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
9. PEMERIKSAAN FISIK
Secara klinis dapat dilakukan beberapa gerakan seperti:
a. Tes Lasegue
Tes Lasegue disebut juga tes Straight Leg Raising (SLR) test. Caranya
adalah dengan membaringkan pasien dan kemudian satu tungkai lurus
diatas pembaringan meja periksa dan satu tungkai diangkat keatas. Pasien
akan menjerit kesakitan pada saat tungkai diangkat tinggi sebelum
mencapai sudut 70 derajat. Pada keadaan seperti ini dikatakan tes Laseque
positif. Bila tes Lasegue positif maka hampir dapat dikatakan HNP positif.
Bila tungkai kanan diangkat terasa sakit maka disebut tes Lasegue kanan
positif berarti lesi HNP di kanan. Sebaliknya bila tes Lasegue kiri yang
positif maka lesi HNP ada di sisi kiri pula.
b. Tes Braggard
Tes Braggard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Laseque
namun ketika tungkai diangkat maka telapak kaki pasien di dorong kuat
keatas (dorsofleksi maksimal), maka akan terasa nyeri sepanjang tungkai.
26

c. Tes Siccard
Tes Siccard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Braggard
namun dengan ibu jari di dorong maksimal ke arah atas (dorsofleksi
maksimal) dan akan terasa nyeri sepanjang tungkai.
Ada tes lain yaitu tes Patrick dan contra Patrick tetapi justru tes ini
untuk menunjukkan bahwa penyebab nyeri pinggang bukan HNP tetapi suatu
proses arthritis. Tes yang lain adalah Valsalva, dimana pasien diminta untuk
menahan nafas. Bila terasa nyeri di pinggang dan menjalar ke tungkai disebut
tes Valsalva positip dan HNP positip. Tes Naffziger adalah dengan menekan
vena jugularis jika setelah ditekan terasa nyeri bertambah berarti terdapat HNP
(Achdiat, 2009).
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis herniasi discus antar vertebra sering dibuat hanya
berdasarkan anamnesis dan dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik.
Perasat-perasat untuk evaluasi seperti mengangkat tungkai dan berjalan jinjit
di atas tumit juga bermanfaat untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan
27

penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti dari hernia
nukleus pulposus yaitu :
a. Foto pinggang polos
Foto pinggang polos kadang-kadang sudah menunjukkan indikasi HNP
bila sudut ruas tulang belakang miring kesalah satu sisi. Pada umumnya
bila pasien cenderung memiringkan tubuh ke kiri maka berarti HNP di
kanan. Foto polos vertebra tidak lagi dilakukan sesering masa sebelum
CT-scan. Kadang-kadang pemeriksaan ini bermanfaat untuk
menyingkirkan anomali atau deformitas kongenital, penyakit reumatik
tulang belakang, tumor metastatik atau primer. Pada penyakit diskus, foto
ini normal atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan
penyempitan sela intervertebra dan pembentukan osteofit.
b. Foto caudografi
Foto caudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke dalam rongga
subarakhnoid yang dimasukkan dengan jarum pungsi lumbal antara L3-
L4, L4-L5 atau L5-S1. Setelah kontras dimasukkan maka dilakukan foto
dan akan terlihat pada foto ada bagian yang tidak terisi kontras yaitu
daerah yang terkena HNP (filling defects). Foto ini sangat populer pada
tahun 1980 an namun dengan masuknya tehnik CT Scan dan MRI
(magnetic resonance imaging) mulai berkurang permintaan untuk foto
caudografi ini.
c. Foto MRI
MRI mampu memperlihatkan daerah yang terkena HNP dengan jelas
tanpa pasien merasa kesakitan, hanya proses foto cukup lama dan biaya
besar. MRI terutama bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis
atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti bila dibandingkan dengan
CT scan dalam hal mengevaluasi gangguan radiks saraf.
d. Kadar serum kalsium, fosfat, alkali, dan asam fosfatase, serta kadar gula
harus diperiksa pada setiap pasien sebab penyakit tulang metabolik, tumor
metastatik, dan mononeurotis diabetik dapat menyerupai penyakit diskus
intervertebra.
28

e. Punksi lumbal
Walaupun cairan serebrospinal dapat memperlihatkan peningkatan kadar
protein ringan dengan adanya penyakit diskus, punksi lumbal biasanya
hanya kecil manfaatnya untuk diagnostik. Jika terdapat blok spinal total,
kadar protein dapat meningkat sedikit dengan manuver Queckendstedt
yang abnormal.
f. Pemeriksaan neurofisiologis
EMG dapat normal pada penyakit diskus, atau potensial fibrilasi dan
gelombang tajam positif dapat dijumpai pada otot-otot yang dipersarafi
radiks yang terkena setelah beberapa minggu.
g. Mielografi
Bila diagnosis sindrom diskus sudah pasti, dan tidak ada kemungkinan
tumor kauda ekuina atau beberapa kelainan lain, mielografi tidak perlu
dilakukan kecuali operasi dipertimbangkan. Mielografi untuk menentukan
tingkat protrusi diskus.
h. Diskografi,namun manfaatnya belum begitu jelas karena hasilnya sulit
ditafsirkan. Malahan, prosedur ini dapat merusak diskus intervertebra.
11. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis
umum, pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Ada adanya
riwayat mengangkat beban yang berat dan berulang kali, timbulnya low back
pain. Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.
a. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana
mulai timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri
yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau
memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga
penderita penyakit yang sama. Perlu juga ditanyakan keluhan yang
mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri radikuler, riwayat gangguan
miksi, lemah tungkai dan adanya saddle anestesi.
29

b. Pemeriksaan klinik umum
Inspeksi dapat di mulai saat penderita jalan masuk ke ruang pemeriksaan.
Cara berjalan (tungkai sedikit di fleksikan dan kaki pada sisi sakit di jinjit),
duduk (pada sisi yang sehat). Palpasi, untuk mencari spasme otot, nyeri
tekan, adanya skoliosis, gibus dan deformitas yang lain.
c. Pemeriksaan neurologik,
1) Pemeriksaan sensorik.
2) Pemeriksaan motorik adalah dicari apakah ada kelemahan, atrofi
atau fasikulasi otot.
3) Pemeriksaan tendon.
4) Pemeriksaan yang sering dilakukan.
a) Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tesbragard,
tes Sicard).
b) Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes
Valsava).
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari:
a) Elektromiografi (EMG) bisa mengetahui akar saraf mana yang
terkena dan sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi
atau tahap kompresi.
b) Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)
Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati
2) Pemeriksaan Radiologi
a) Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi diskus
intervetebralis sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit
b) Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI
Untuk membuktikan HNP dan menetukan lokasinya. MRI
merupakan standar baku emas untuk HNP.
30

12. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki
kondisi fisik pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang
punggung secara keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia
adalah diawali dengan istirahat dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti
inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Dengan cara ini, lebih dari 95%
penderita akan sembuh dan kembali pada aktivitas normalnya. Beberapa
persen dari penderita butuh untuk terus mendapat perawatan lebih lanjut
yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan. Terapi konservatif
meliputi;
1) Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan
tekanan intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah
baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih
secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah baring
yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung,
l u tu t dan punggung bawah pada pos i s i s ed ik i t f l ek s i .
F l eks i r i ngan da r i ve r t eb ra lumbosakral akan memisahkan
permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang
meradang.
b. Medikamentosa
1) Analgetik dan NSAID.
2) Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot.
3) Op i o id : t i d ak t e rbuk t i l eb ih e f ek t i f da r i ana lge t i k
b i a sa . Pem aka i an jangka panjang dapat menyebabkan
ketergantungan.
4) Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi
namun dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk
mengurangi inflamasi.
5) Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
31

c. Terapi Fisik
1) Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis
tidak terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah
baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak
menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.
2) Diatermi atau kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan
spasme otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin,
termasuk bila terdapat edema.Untuk nyeri kronik dapat digunakan
kompres panas maupun dingin.
3) Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri
HNP kronis. Sebagai penyangga korsetdapat mengurangi beban diskus
serta dapat mengurangi spasme.
4) Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal
punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang.
Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan
bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan
otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan
dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga
aliran darah semakin meningkat.
5) Proper Body Mechanics
Pas i en pe r l u mendapa t penge t ahuan mengena i s i kap
t ubuh yang ba ik un tuk mencegah terjadinya cedera maupun
nyeri. Beberapa prinsip dalam menjaga posisipunggung adalah
sebagai berikut:
o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan,
punggung tegak danlurus. Hal ini akan menjaga kelurusan
tulang punggung.
32

o Ket ika akan t u run da r i t empa t t i du r pos i s i
punggung d ideka tkan ke p ingg i r t empa t t i du r .
Gunakan t angan dan l engan un tuk mengangka t
panggu l dan berubah ke posisi duduk. Pada saat akan
berdiri tumpukan tangan pada pahauntuk membantu posisi
berdiri.
o Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan
menggeser posisipanggul.
o Saa t duduk , l engan memban tu menyangga badan .
Saa t akan be rd i r i badan diangkat dengan bantuan tangan
sebagai tumpuan.
o Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti
hendak jongkok,punggung tetap dalam keadaan lurus dengan
mengencangkan otot perut. Dengan punggung l u ru s , beban
d i angka t dengan ca r a me lu ruskan kak i . Beban yang
diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala,
punggung dan kakiharus berubah posisi secara bersamaan.
o Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc
jongkok dengan wcduduk s eh ingga memudahkan
ge rakan dan t i dak membeban i punggung s aa t bangkit.
d. Pembedahan
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf
sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan
operatif HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
Defisit neurologik memburuk.
Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
Paresis otot tungkai bawah
d.1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari
diskus intervertebral
d.2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen
neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli
33

bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan
menghilangkan kompresi medula dan radiks.
d.3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d.4. Disektomi dengan peleburan.
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis
diangkat untuk mengurangi tekanan terhadap nervus.
Discectomy dilakukan untuk memindahkan bagian yang
menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2 – 3
hari tinggal dirumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan
pada hari pertama setelah operasi untuk mengurangi resiko
pengumpulan darah. Untuk sembuh total memakan waktu
beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang harus
ditangani jika ada masalah lain selain herniasi diskus.
Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan dan
mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh
(recovery).
d.5. Microdisectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur
memindahkan fragmen of nucleated disk melalui irisan yang
34

sangat kecil dengan menggunakan raydan chemonucleosis.
Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut
chy mopapa in ) ke da l am he r n i a s i d i skus un tuk
me la ru tkan sub s t a ns i ge l a t i n yan g menonjol.
Prosedur ini merupakan salah satu alternatif disectomy
pada kasus-kasus tertentu.
13. PROGNOSA (Mansjoer, Arif et all, 2007)
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi
konservatif.
Sebagian kecil berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
Pada pasien yang dioperasi : 90% membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%.
14. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus adalah
atrofi otot-otot ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi
tergantung dari radix saraf yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4
menyebabkan atrofi pada m.quadriceps femoris, lesi pada radix saraf S1
menyebabkan atrofi pada m.gastroknemius dan m.soleus. Atrofi yang tidak
mendaptkan rehabilitasi akan menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior
(Sufitni, 1996).
15. PENCEGAHAN (Yulvitrawasih, 2011)
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya herniasi nucleus pulposus yaitu mengurangi aktivitas fisik yang
berat seperti mengangkat barang yang berat atau selalu membungkuk terutama
bagi orang lanjut usia.
Bila terjadi fraktur atau dislokasi harus ditangani sesegera mungkin
untuk menghindari komplikasinya terhadap diskus intervertebralis yang pada
akhirnya memperbesar kemungkinan untuk mengalami herniasi nukleus
pulposus.
35

Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari
pembebanan.
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan sbb :
Pegangan harus tepat.
Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi
lurus.
Punggung harus diluruskan.
Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan
gerakan. Dengan mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh
tubuh belakang diluar.
Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan
mengangkat dan mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:
Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi
momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja,
yaitu hindari manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan
mengangkut.
36

16.
DIAGNOSIS BANDING
a. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang
berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan
myelografi.
b. Spondylolisthesis
Spondylolisthesis adalah kelainan yang disebabkan
perpindahan ke depan (masuk; tergelincir) satu bodi vertebra
terhadap vertebra di bawahnya. Tersering L4-L5.
37

c. Spondylosis
Spondylosis adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan
hilangnya suktur dan fungsi normal spinal. Walaupun peran
proses penuaan adalah penyebab utama, lokasi dan
percepatan degenerasi bersifat individual. Proses degeneratif
pada regio cervical, thorak, atau lumbal dapat mempengaruhi
discus intervertebral dan sendi facet.
d. Arthiritis.
e. Anomali colum spinal. (Kalim et al, 1996)
17. KEPUSTAKAAN
1. Bose K, Lee EH. 1986. Symtomatic Treatment of Lower Back Pain. Med.
Progress; 13 (10):25-30.
2. Effendi Z & Santosa CH. 1980. Low Back Pain di Poliklinik Rematologi
RS Dr Sutomo. Surabaya: Naskah lengkap Simposium Low Back Pain.
3. Jong, Syamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
4. Judana A & Diwirjo S. 1983. Peranan Neurologi dalam masalah Low
Back Pain. Jakarta: Simposium Nyeri Pinggang Bawah. Fakultas
Kedokteran UI.
5. Kapandji, I. A. 1990. The Physiologi of Joints; Volume three.
Churchill Livingstone, USA.
6. Kevin. 2011. Hernia Nucleus Pulposus (Saraf terjepit). Available at
http://Klinik Ortopedi Singapura.htm. diakses tanggal 5 Februari 2013.
7. Langran, Mike. 2006. Spinal Injuries. Available at http://www.ski-
injury.com/spinal1.htm. diakses tanggal 5 Februari 2013.
8. Mansjoer, Arief, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Penerbit FK UI.
9. Partono M. 2009. Mengenal Nyeri pinggang. available at
http://mukipartono.com/mengenalnyeri-pinggang-hnp.htm diakses tanggal
5 Februari 2013.
38

10. Ratihastarida. 2009. Hernia Nukleus Pulposus. Available at http://
patofisiologi-hernia-nucleus-pulposus.html. diakses tanggal 5 Februari
2013.
11. Sidharta Priguna. 1999. Neurologi Klinis Dasar. Edisi IV. Jakarta: PT
Dian Rakyat. 87-95.
12. Snell, S.Richard. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran; Bagian Ketiga. Alih Bhasa Jan Tambayong.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan.
13. Sufitni. 1996. Diagnosis topik neurologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC.
14. Suharso & Harsono. 1985. Epidemiologi Nyeri Pinggang Bawah di
Poliklinik Saraf RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Simposium
Nyeri Pinggang Bawah Pertemuan regional II.
15. Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP. available at http://rumah-sakit-islam-
cempaka-putih-Index2.php.htm. 2011. diakses tanggal 5 Februari 2013.
39