PRESKES

41
BAB I PENDAHULUAN Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat. Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%. Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). 1,2 Salah satu komplikasi yang menunjukan progresivitas dari PEB adalah edema pulmo. Morbiditas dan mortalitas pasien dengan PEB udema pulmo masih sangat tinggi, salah satunya disebabkan oleh pemakaian ventilator mekanik dan lambatnya mobilisasi pada ibu yang menyebabkan meningkatnya komplikasi infeksi paru yang dapat berlanjut terjadinya pneumonia dan sepsis. Penanganan yang cepat dan tepat pada PEB diperlukan sebelum terjadi progresivitas penyakit pada ibu. Terminasi kehamilan segera setelah diagnosis PEB ditegakan sangat mempengaruhi prognosis maternal dan meghindari komplikasi lebih lanjut dari PEB. 3,4

description

ASD

Transcript of PRESKES

BAB IPENDAHULUAN

Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat. Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%. Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran).1,2Salah satu komplikasi yang menunjukan progresivitas dari PEB adalah edema pulmo. Morbiditas dan mortalitas pasien dengan PEB udema pulmo masih sangat tinggi, salah satunya disebabkan oleh pemakaian ventilator mekanik dan lambatnya mobilisasi pada ibu yang menyebabkan meningkatnya komplikasi infeksi paru yang dapat berlanjut terjadinya pneumonia dan sepsis. Penanganan yang cepat dan tepat pada PEB diperlukan sebelum terjadi progresivitas penyakit pada ibu. Terminasi kehamilan segera setelah diagnosis PEB ditegakan sangat mempengaruhi prognosis maternal dan meghindari komplikasi lebih lanjut dari PEB.3,4Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami oligohidramnion, karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu.6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. OEDEM PULMO3,4Salah satu komplikasi yang berhubungan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas wanita dengan PEB adalah terjadinya udema paru. Terjadinya perubahan pada paru menyebabkan penimbunan cairan pada jaringan intersisial dan alveolar paru yang berakibat edema paru, merupakan komplikasi preeklamsia yg dihubungkan dgn tingginya angka kematian. Sibai dkk (1987) mendapatkan insidensi edema paru pd PEB/ eklamsia : 2,9% dari total kasus PEB Rima dkk. tahun 2002 s/d 2004 mendapatkan angka lebih tinggi : 10,19% (37 dari 363). Patofisiologi terjadinya udem paru pada diduga dikarenakan: Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru Peningkatan permeabiliti kapiler Penurunan tekanan Onkotik Penurunan drainage sistem limfe Sedangkan pada kasus PEB/eklampsia, udem paru disebabkan oleh: Kegagalan ventrikel kiri, menyebabkan Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler Paru (disfungsi ventrikel kiri, overload cairan iatrogenik, mobilisasi cairan ekstravaskular postpartum) Peningkatan permeabilitas kapiler paru oleh karena kerusakan endotel edema paru diperberat oleh resusitasi cairan yg cepat, emboli amnion, sepsis sepsis yang berakibat terjadinya distres pernafasan (ARDS) Diagnosis adanya udem pulmo ditegakan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Adanya keluhan sesak nafas tanpa disertai adanya riwayat infeksi saluran nafas sebelumnya, dengan didukung adanya PEB mengarah kepada suatu progresivitas dari PEB yang sudah menimbulkan komplikasi udem pulmo. Pemeriksaan rongen torak akan memastikan diagnosis udem pulmo, dimana dari gambaran foto torak didapatkan adanya perkabutan pada parenkim paru, terutama didaerah basal paru. Pemeriksaan penunjang lain adalah analisis gas darah, yang dapat memastikan tingkat berat ringanya udem paru, berhubungan dengan fungsi paru. Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial atau alveolar. Pemeriksaan penunjang lain adalah analisis gas darah, yang dapat memastikan tingkat berat ringanya udem paru, berhubungan dengan fungsi paru.

Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkangambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang Tnegatif yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin. Prinsip terapi edema paru: 1. Oksigenasi yang memadai, dengan penggunaan ventilasi mekanik 2. Restriksi cairan/ diuretik 3. Kardiovaskular support 4. Antibiotik adekuat untuk pencegahan infeksi 5. Suplemen nutrisi cukup, karena umumnya pasien dengan udem pulmo memerlukan perawatan jangka panjang 6. mengobati penyakit yang mendasari udem pulmo Management udem pulmo: Bila telah ditegakan udem pulmo karena PEB, terminasi kehamilan segera untuk mengurangi beban ventilasi pada paru Prinsip penanganan setealh terminasi adalah menghindari terjadinya gagal nafas Pilihan terapi medicamentosa yang utama adalah dengan pemberian: vasodilator, diuretik dan inotropik agen yang bertujuan untuk menurunkan tekanan hidrostatik vaskuler pada paru 1. Mekanisme kerja vasodilator untuk udem paru: mendilatasi vena menyebabkan peningkatan kapasitas vena pendistribusian darah ke perifer penurunan filtrasi cairan pada parenkim paru dengan dilatasi vena juga terjadi resistensi pembuluh darah sistemik sehingga akan meningkatkan cardiac output dan stroke volume Obat yang sering dipakai: Venodilator : Nitrat ( Nitrogliserin), Arteriodilator : Phentolamin, Veno dan Arteri dilator : Hydralazine, Nitropruside

2. Pemberian diuretik Mekanisme kerja utama: meningkatkan ekskresi sodium dan air melalui ginjal. Obat yang digunakan: Furosemide Dosis: 20-40 mg, IV , pelan-pelan. Infus: loading dose 80 mg, diikuti 10- 20 mg mg/jam. Jika tidak bereaksi dalam 1 jam : Loading dose diulangi lagi . Dosis infus dilipatgandakan. Dosis tidak boleh > 160 mg/jam. Jika respons masih tidak ada , mungkin resisten terhadap furosemide Berikan : kombinasi Furosemide dengan diuretik jenis lain seperti Metolazone 2,5-5mg atau Thiazide. Efek samping: Hipokalemi berat, Alkalosis metabolik, Aritmia jantung Oleh karena itu perlu preparat KCl Penatalaksanaan terutama untuk edema paru akut kardiogenik. Terapi EPA harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan meskipun pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisis masih berlangsung. Pasien diletakkan pada posisi setengah duduk atau duduk, harus segera diberi oksigen, nitrogliserin, diuretik IV, morfin sulfat, obat untuk menstabilkan hemodinamik,trombolitik dan revaskularisasi, intubasi dan ventilator, terapi aritmia dan gangguan konduksi, serta koreksi definitif kelainan anatomi. Oksigen (40-50%) diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk mempertahankan PaO2 kalau perlu dengan masker. Jika kondisi pasien makin memburuk, timbul sianosis, makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan terapi O2konsentrasi dan aliran tinggi,retensi CO2 hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secaraadekuat, maka perlu dilakukan intubasi endotrakheal, suction dan penggunaan ventilator. Nitrogliserin diberikan peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik cukup baik (>95 mmHg). Nitrogliserin intravena dapat diberikandimulai dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Jika notrogliserin tidak memberi hasilyang memuaskan, maka dapat diberikan nitroprusid. Morfin sulfat. Diberikan 3-5 mg IV, dapat diulangi tiap 15 menit, sampai total dosis 15 mgbiasa cukup efektif. Diuretik IV. Diberikan furosemid IV 40-80 mg bolus, dapat diulangi atau dosis ditingkatkansetelah 4 jam, atau dilanjutkan dengan drip kontinyu sampai dicapai produksiurin 1 ml/kgBB/jam. Obat untuk menstabilkan klinis hemodinamik: Nitroprusid IV: dimulai dengan dosis 0,1 mg/kgBB/menit.Diberikan pada pasien yang tidak memperlihatkan respons yangbaik dengan terapi nitrat atau pada pasien dengan regurgitasimitral, regurgitasi aorta, hipertensi berat. Dosis dinaikkan sampaididapat perbaikan klinis. Dopamin 2-5 mg mcg/kgBB/menit atau dobutamin 2-10mg/kgBB/menit. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis. Digitalisasi jika ada fibrilasi atrium atau kardiomegali. Obat trombolitik. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen.

2.2. PRE EKLAMPSIA1,22.2.1. Definisi PreeklampsiaPreeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai denganpeningkatan tekanan darah dan proteinuria.Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat.2.2.2. Insiden PreeklampsiaFrekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%. Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, didapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH.Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal.2.2.3. Faktor Risiko PreeklampsiaWalaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi; 1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. 2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua. 3) Kegemukan. 4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar atau lebih. 5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus.2.2.4. Etiologi PreeklampsiaEtiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut penyakit teori; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.Adapun teori-teori tersebut adalah ;1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan. Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombositbertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.2) Peran Faktor Imunologis. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.3) Peran Faktor Genetik. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus.5) Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah.6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan.2.2.5. Patofisiologi PreeklampsiaPada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.Perubahan pada organ-organ :1) Perubahan kardiovaskuler. Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.2) Metabolisme air dan elektrolit Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.3) Mata. Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina.4) Otak. Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.5) Uterus. Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.6) Paru-paru. Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

2.2.6. Gambaran Klinis PreeklampsiaGejala subjektifPada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada preklamsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak.2.2.7. Diagnosis PreeklampsiaDiagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu;1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.b) Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstearm.2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.e) Terdapat edema paru dan sianosisf) Trombositopenig) Gangguan fungsi hati h) Pertumbuhan janin terhambat.

2.2.8. Penatalaksanaan Preeklampsia BeratPenanganan umum.a) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHgb) Pasang infus RLc) Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overloadd) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuriae) Jika jumlah urin < 30 ml perjam: Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam, pantau kemungkinan edema paruf) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janing) Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jamh) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravenai) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati.Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresisusunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kuntinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten.Infus intravena kontinu;a) Berikan dosis bolus 4 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan diberikan dalam 15-20 menitb) Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravenac) Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan infus untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l)d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.Injeksi intamuskular intermiten: a) Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intavena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/manitb) Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebagian (5%) disuntikan dalamdalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. c) Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalamdalamke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa: Reflek patela (+), tidak terdapat depresi pernapasan, pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 mld) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.e) Siapkan antidotum Jika terjadi henti napas Berikan bantuan dengan ventilator Berikan kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.Antihipertensi.a) Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turunb) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intamuskular setiap 2 jamc) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan: Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit. Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan samapi 20 mg intravena.Persalinan.a) Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.b) Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa: Tidak terdapat koagulapati Anestesi yang aman/ terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan anastesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensic) Jika anestesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam. Jika servik matang, lakukan induksi dengan aksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.

2.3. ANEMIA PADA KEHAMILAN5Kelainan anemia pada wanita hamil sering dijumpai di Indonesia. Komplikasi yang paling serius adalah gagal jantung karena iskemia miokard, keduanya memberatkan prognosis ibu maupun janin. Saat yang berbahaya adalah 12 jam setelah partus, karena terjadinya dekompensasi kordis atau perburukan keadaan dekompensasi yang sebelumnya. Ini disebabkan karena terjadinya peningkatan volume darah sebagai autotransfusion akibat kontraksi pembuluh darah uterus pada kala III. Penutupan dari pirau A-V plasenta pada keadaan ini akan menyebabkan peningkatan resistensi perifer sehingga volume darah yang beredar adalah maksimal, bahaya transfusi berlebihan akan mudah sekali terjadi pada periode ini. Oleh karena itu transfusi harus diberikan dengan sangat hati-hati. Perhatikan kadar Hb, bila kurang dari 9 g% dapat diberikan packed cell. Transfusi jangan diberikan pada 12 jam pertama nifas, kecuali perdarahan banyak sekali. Pada penderita tanpa kelainan jantung, kegagalan jantung hanya akan terjadi pada penderita dengan kadar Hb yang sangat rendah.5

2.4. OLIGOHIDRAMNION6,72.4.1. Definisi Oligohidramnion Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang