pjk 2 temu 2
description
Transcript of pjk 2 temu 2
Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga atas
penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh
perusahaan tempat pegawai tersebut bekerja).
Ada 2 (dua) bagian berdasarkan status karyawan, penerapan biaya jabatan, Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) dan objek pajaknya sebagai berikut:
(1) Karyawan yang berhak mendapatkan biaya jabatan atau biaya pensiun dan PTKP
(Penghasilan Bruto - Biaya Jabatan - PTKP = Penghasilan Kena Pajak)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), adalah pengurangan penghasilan yang diberikan
kepada Wajib Pajak orang pribadi selain dari pengurangan biaya jabatan dan iuran yang terkait
dengan gaji, dimana PTKP melekat ke orang pribadi maka PTKP tetap setahun meskipun bekerja
sebagai karyawan tetap kurang dari setahun (12 bulan). Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.
564/KMK03/2004 Tanggal 29 November 2004 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak
Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun
2000, diubah sebagai berikut :
a. Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak,
b. Rp 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin,
c. Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami; Rp 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan
untuk setiap anggota keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Namun tahun 2009 ketentuan tersebut telah diperbaharui pada tanggal 23 September 2008 yaitu
dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, dimana ketentuan Pasal 7
diubah sebagai berikut:
a) Rp 15.840.000,- (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi,
b) Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin,
c) Rp 15.840.000,- (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami,
d) Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) untuk setiap keluarga.
(2) Karyawan yang berhak mendapat PTKP saja
Karyawan yang berhak mendapat PTKP saja adalah karyawan tidak tetap yang terdiri
dari: pegawai harian lepas dengan upah harian,mingguan, satuan, borongan, honorarium dan
imbalan, penerima Beasiswa, pemagang dan calon pegawai, penerima komisi atas kegiatan
multilevel marketing.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Penghitungan masa atau bulanan ynag menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang
untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak
Desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja.
2) Penghitungan kembali sebagai dasar pengisisan Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan
PPh Pasal 21 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau
masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja.
Penghitungan kembali ini dilakukan pada:
a. Bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
b. Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi
penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.
Penghitungan masa atau bulanan selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak dimana pegawai
tetap berhenti bekerja: Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur
Bagi pegawai tetap untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap,
terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan,
yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk
uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.
Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan,
maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan
penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian berikut
a. Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4
b. Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26
Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan
12. Lalu dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu
sebesar Penghasilan neto setahun dikurangi dengan PTKP.
Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat UU PPh terhadap
Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan
atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar:
1. Jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12 atau;
2. Jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali dalam
hal Wajib Pajak mulai bekerja setelah bulan Januari.
Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang
berlaku surat (rapel), misalnya untuk 5 (lima) bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas rapel
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan);
b. Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya
kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;
c. PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar
gaji baru setelah ada kenaikan;
d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih antara
jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong
sebagaimanadisebut pada huruf b.
Bagi penerima pensiun berkala, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan
yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai
berikut:
a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi
penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai
yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember;
b. Penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan penghasilan
neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum
pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh
Pasal 21 sebelum pensiun;
c. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b tersebut
dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak
tersebut;
d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara
mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja
sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti
pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;
e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam
huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya
adalah sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi
penghasilan bruto dengan biaya pensiun;
b. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan
dikalikan 12.
c. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU
PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun dikurangi dengan PTKP.
d. Setelah diperoleh PPh terutang dengan merapkan Tarif Pasal 17 ayat UU PPh terhadap
Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong
dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12.
Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang
tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Kegiatan Impor Barang
Besarnya PPh pasal 22 atas impor:
1. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5%
dari nilai impor.
PPh Pasal 22 = 2,5 % x Nilai Impor
2. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar
7,5% dari nilai impor.
PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor
3. Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang
Catatan: Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berapa uang yang digunakan sebagai
dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance and Freight (CIF) +
bea masuk + pungutan pabean lainnya.
Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan
dengan penghasilan tertentu seperti deviden, bunga, royalti, sewa, dan jasa yang diterima oleh
Wajib Pajak badan dalam negeri, dan bentuk usaha tetap (BUT).
Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Dividen
Atas Penghasilan berupa dividen akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari
jumlah bruto.
PPh Pasal 23 = 15% x Bruto
Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Bunga, termasuk Premium, Diskonto, dan Imbalan karena
Jaminan Pengembalian Utang
Atas Penghasilan berupa bunga dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah
bruto. PPh Pasal 23 = 15% x Bruto
Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Royalti
Atas penghasilan yang berupa royalty akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15%
dari jumlah bruto.
PPh Pasal 23 = 15% x Bruto
Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan Sejenisnya
Atas hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau asu ketangkasan
yang diterima oleh wajib pajak badan termasuk BUT dikenakan pemotongan PPh Pasal 23
sebesar 15% dari jumlah bruto.
PPh Pasal 23 = 15% x Bruto
Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan
Penggunaan Harta
Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan sengan penggunaan harta (kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan) dikenakan
pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 23 = 2% x Bruto
Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen,
Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan, dan Jasa Lain
Atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal
21 dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 23 = 2% x Bruto
Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 24
Penghitungan PPh Pasal 24 jika Terjadi Kerugian Usaha Dalam Negeri
Dalam hal terjadi kerugian usaha di dalam negeri, maka sejumlah kerugian yang diderita
tersebut dapat digabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh di Indonesia (dalam negeri).
Penghitungan PPh Pasal 24 jika Terjadi Kerugian Usaha Luar Negeri
Dalam hal terjadi kerugian yang diderita di luar negeri, maka kerugian tersebut tidak
boleh digabungkan/dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia.
Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) wajib dilakukan oleh:
1. Badan pemerintah
2. Subjek Pajak dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap
Perhitungan PPh Pasal 26
1. PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan bruto
Perhitungan tersebut diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk:
a. Dividen
b. Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
2. PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan neto; penghasilan neto = perkiraan penghasilan neto x
penghasilan bruto
Perhitungan tersebut diterapkan untuk:
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri
3. PPh Pasal 26 = 20% x (Penghasilan Kena Pajak – PPh terutang)
Penghitungan tersebut diterapkan pada bentuk usaha tetap di Indonesia yang penghasilan atau
bagian labanya tidak ditanamkan kembali di Indonesia.
PPh Final Pasal 4 ayat (2)
PPh Final Pasal 4 ayat (2) merupakan pajak yang sifat pemungutannya final. Yang
dimaksud final bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak
dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam
penghitungan pajak penghasilan pada surat pemberitahuan (SPT) Tahunan. Beberapa contoh
penghasilan yang dikenakan PPh final adalah bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan,
persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dan lain-lain.
Dalam ketentuan mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini, ada beberapa jenis
penghasilan (objek pajak) yang dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat
final. Penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final, tetap
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) hanya saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan
penghasilan lainnya. Pajak yang sudah dipotong tidak diperhitungkan sebagai Kredit Pajak.
Pajak Penghasilan Berupa Bunga Deposito Dan Tabungan, Dan Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia
PPh (Final) = 20% x Bruto
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Atau Diskonto Obligasi Yang Dijual Di
Bursa Efek
1. Atas bunga obligasi dengan kupon (interesting bearing bond) sebesar:
a. 20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT
b. 20% bagi Wajib Pajak yang penduduk/ berkedudukan di luar negeri
dari jumlah bruto bunga yang sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi.
2. Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar:
a. 20% bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di dalam negeri
b. 20% bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri
Dari selisih harga jual obligasi atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan.
3. Atas diskonto tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar:
a. 20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT
b. 20% bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri
Dari selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah Dan/Atau Bangunan
PPh (Final) = 10% x Bruto
Usaha Jasa Konstruksi
Atas penghasilan daru usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak PEnghasilan yang bersifat Final.
Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut:
1. 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki
kualifikasi usaha kecil;
2. 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki
kualifikasi usaha;
3. 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa
sebagaimana dimaksud dalam angka dan angka 2;
4. 4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyesia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;
5. 6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyesia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Pajak Penghasilan Atas Hadian Undian
PPh (Final) = 25% x Bruto
PPh Final Atas Penghasilan Dari Transaksi Deviratif berupa Kontrak Berjangka Yang
Diperdagangkan Di Bursa
PPh (Final) = 2,5% x Margin Awal
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo, 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. Andi: Yogyakarta
Resmi, 2009. Perpajakan. Edisi 5. Salemba Empat: Jakarta
http://pratiiwi.blogspot.com/2012/02/konsep-dasar-dan-tata-cara penghitungan.html?m=1
http://andrianmuse.blogspot.com/
www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-26