pjk 2 temu 2

16
Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan tempat pegawai tersebut bekerja). Ada 2 (dua) bagian berdasarkan status karyawan, penerapan biaya jabatan, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan objek pajaknya sebagai berikut: (1) Karyawan yang berhak mendapatkan biaya jabatan atau biaya pensiun dan PTKP (Penghasilan Bruto - Biaya Jabatan - PTKP = Penghasilan Kena Pajak) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), adalah pengurangan penghasilan yang diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi selain dari pengurangan biaya jabatan dan iuran yang terkait dengan gaji, dimana PTKP melekat ke orang pribadi maka PTKP tetap setahun meskipun bekerja sebagai karyawan tetap kurang dari setahun (12 bulan). Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 564/KMK03/2004 Tanggal 29 November 2004 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, diubah sebagai berikut :

description

perpajakan erptemua2

Transcript of pjk 2 temu 2

Page 1: pjk 2 temu 2

Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga atas

penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan

pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh

perusahaan tempat pegawai tersebut bekerja).

Ada 2 (dua) bagian berdasarkan status karyawan, penerapan biaya jabatan, Penghasilan

Tidak Kena Pajak (PTKP) dan objek pajaknya sebagai berikut:

(1) Karyawan yang berhak mendapatkan biaya jabatan atau biaya pensiun dan PTKP

(Penghasilan Bruto - Biaya Jabatan - PTKP = Penghasilan Kena Pajak)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), adalah pengurangan penghasilan yang diberikan

kepada Wajib Pajak orang pribadi selain dari pengurangan biaya jabatan dan iuran yang terkait

dengan gaji, dimana PTKP melekat ke orang pribadi maka PTKP tetap setahun meskipun bekerja

sebagai karyawan tetap kurang dari setahun (12 bulan). Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.

564/KMK03/2004 Tanggal 29 November 2004 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak

Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun

2000, diubah sebagai berikut :

a. Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak,

b. Rp 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin,

c. Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya

digabung dengan penghasilan suami; Rp 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan

untuk setiap anggota keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang

menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Namun tahun 2009 ketentuan tersebut telah diperbaharui pada tanggal 23 September 2008 yaitu

dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas

Page 2: pjk 2 temu 2

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, dimana ketentuan Pasal 7

diubah sebagai berikut:

a) Rp 15.840.000,- (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib

Pajak orang pribadi,

b) Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang

kawin,

c) Rp 15.840.000,- (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk

seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami,

d) Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota

keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang

menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) untuk setiap keluarga.

(2) Karyawan yang berhak mendapat PTKP saja

Karyawan yang berhak mendapat PTKP saja adalah karyawan tidak tetap yang terdiri

dari: pegawai harian lepas dengan upah harian,mingguan, satuan, borongan, honorarium dan

imbalan, penerima Beasiswa, pemagang dan calon pegawai, penerima komisi atas kegiatan

multilevel marketing.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan

menjadi 2 (dua), yaitu:

1) Penghitungan masa atau bulanan ynag menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang

untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak

Desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja.

Page 3: pjk 2 temu 2

2) Penghitungan kembali sebagai dasar pengisisan Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan

PPh Pasal 21 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau

masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja.

Penghitungan kembali ini dilakukan pada:

a.       Bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;

b.      Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi

penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.

Penghitungan masa atau bulanan selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak dimana pegawai

tetap berhenti bekerja: Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur

Bagi pegawai tetap untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap,

terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan,

yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk

uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.

Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan,

maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan

penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian berikut

a.       Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4

b.      Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26

Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan

12. Lalu dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu

sebesar Penghasilan neto setahun dikurangi dengan PTKP.

Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat UU PPh terhadap

Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan

atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar:

1.      Jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12 atau;

2.      Jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali dalam

hal Wajib Pajak mulai bekerja setelah bulan Januari.

Page 4: pjk 2 temu 2

Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang

berlaku surat (rapel), misalnya untuk 5 (lima) bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas rapel

tersebut adalah sebagai berikut:

a.       Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan);

b.      Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya

kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;

c.       PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar

gaji baru setelah ada kenaikan;

d.      PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih antara

jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong

sebagaimanadisebut pada huruf b.

Bagi penerima pensiun berkala, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan

yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai

berikut:

a.       Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi

penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai

yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember;

b.      Penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan penghasilan

neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum

pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh

Pasal 21 sebelum pensiun;

c.       Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b tersebut

dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak

tersebut;

d.      PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara

mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja

sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti

pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;

e.       PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam

huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Page 5: pjk 2 temu 2

Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya

adalah sebagai berikut:

a.       Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi

penghasilan bruto dengan biaya pensiun;

b.      Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan

dikalikan 12.

c.       Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU

PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun dikurangi dengan PTKP.

d.      Setelah diperoleh PPh terutang dengan merapkan Tarif Pasal 17 ayat UU PPh terhadap

Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong

dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12.

Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan

dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang

tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Kegiatan Impor Barang

Besarnya PPh pasal 22 atas impor:

1.      Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5%

dari nilai impor.

PPh Pasal 22         = 2,5 % x Nilai Impor

2.      Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar

7,5% dari nilai impor.

PPh Pasal 22         = 7,5% x Nilai Impor

3.      Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

PPh Pasal 22         = 7,5% x Harga Jual Lelang

Catatan: Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berapa uang yang digunakan sebagai

dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance and Freight (CIF) +

bea masuk + pungutan pabean lainnya.

Page 6: pjk 2 temu 2

Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan

dengan penghasilan tertentu seperti deviden, bunga, royalti, sewa, dan jasa yang diterima oleh

Wajib Pajak badan dalam negeri, dan bentuk usaha tetap (BUT).

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Dividen

Atas Penghasilan berupa dividen akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari

jumlah bruto.

PPh Pasal 23               = 15% x Bruto

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Bunga, termasuk Premium, Diskonto, dan Imbalan karena

Jaminan Pengembalian Utang

Atas Penghasilan berupa bunga dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah

bruto. PPh Pasal 23               = 15% x Bruto

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Royalti

Atas penghasilan yang berupa royalty akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15%

dari jumlah bruto.

PPh Pasal 23               = 15% x Bruto

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan Sejenisnya

Atas hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau asu ketangkasan

yang diterima oleh wajib pajak badan termasuk BUT dikenakan pemotongan PPh Pasal 23

sebesar 15% dari jumlah bruto.

PPh Pasal 23               = 15% x Bruto

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan

Penggunaan Harta

Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan sengan penggunaan harta (kecuali sewa

dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan) dikenakan

pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 23               = 2% x Bruto

Page 7: pjk 2 temu 2

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen,

Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan, dan Jasa Lain

Atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal

21 dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak

Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 23               = 2% x Bruto

Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 24

Penghitungan PPh Pasal 24 jika Terjadi Kerugian Usaha Dalam Negeri

            Dalam hal terjadi kerugian usaha di dalam negeri, maka sejumlah kerugian yang diderita

tersebut dapat digabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau

diperoleh di Indonesia (dalam negeri).

Penghitungan PPh Pasal 24 jika Terjadi Kerugian Usaha Luar Negeri

            Dalam hal terjadi kerugian yang diderita di luar negeri, maka kerugian tersebut tidak

boleh digabungkan/dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari

Indonesia.

Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) wajib dilakukan oleh:

1. Badan pemerintah

2. Subjek Pajak dalam negeri

3. Penyelenggara kegiatan

4. Bentuk usaha tetap

5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak

luar negeri selain bentuk usaha tetap

Perhitungan PPh Pasal 26

1. PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan bruto

Page 8: pjk 2 temu 2

Perhitungan tersebut diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk:

a. Dividen

b. Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang

c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

e. Hadiah dan penghargaan

f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

2. PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan neto; penghasilan neto = perkiraan penghasilan neto x

penghasilan bruto

Perhitungan tersebut diterapkan untuk:

a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia

b. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri

3. PPh Pasal 26 = 20% x (Penghasilan Kena Pajak – PPh terutang)

Penghitungan tersebut diterapkan pada bentuk usaha tetap di Indonesia yang penghasilan atau

bagian labanya tidak ditanamkan kembali di Indonesia.

PPh Final Pasal 4 ayat (2)

PPh Final Pasal 4 ayat (2) merupakan pajak yang sifat pemungutannya final. Yang

dimaksud final bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak

dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam

penghitungan pajak penghasilan pada surat pemberitahuan (SPT) Tahunan. Beberapa contoh

penghasilan yang dikenakan PPh final adalah bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan,

persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dan lain-lain.

Dalam ketentuan mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini, ada beberapa jenis

penghasilan (objek pajak) yang dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat

final. Penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final, tetap

Page 9: pjk 2 temu 2

dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) hanya saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan

penghasilan lainnya. Pajak yang sudah dipotong tidak diperhitungkan sebagai Kredit Pajak.

Pajak Penghasilan Berupa Bunga Deposito Dan Tabungan, Dan Diskonto Sertifikat Bank

Indonesia

PPh (Final)                  = 20% x Bruto

Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Atau Diskonto Obligasi Yang Dijual Di

Bursa Efek

1.      Atas bunga obligasi dengan kupon (interesting bearing bond) sebesar:

a.       20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT

b.      20% bagi Wajib Pajak yang penduduk/ berkedudukan di luar negeri

dari jumlah bruto bunga yang sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi.

2.      Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar:

a.       20% bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di dalam negeri

b.      20% bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri

Dari selisih harga jual obligasi atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak

termasuk bunga berjalan.

3.      Atas diskonto tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar:

a.       20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT

b.      20% bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri

Dari selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi

Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah Dan/Atau Bangunan

PPh (Final)                  = 10% x Bruto

Usaha Jasa Konstruksi

Atas penghasilan daru usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak PEnghasilan yang bersifat Final.

Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut:

1.      2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki

kualifikasi usaha kecil;

Page 10: pjk 2 temu 2

2.      4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki

kualifikasi usaha;

3.      3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa

sebagaimana dimaksud dalam angka dan angka 2;

4.      4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh

Penyesia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;

5.      6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh

Penyesia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

Pajak Penghasilan Atas Hadian Undian

PPh (Final)                  = 25% x Bruto

PPh Final Atas Penghasilan Dari Transaksi Deviratif berupa Kontrak Berjangka Yang

Diperdagangkan Di Bursa

PPh (Final)                  = 2,5% x Margin Awal

Page 11: pjk 2 temu 2

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. Andi: Yogyakarta

Resmi, 2009. Perpajakan. Edisi 5. Salemba Empat: Jakarta

http://pratiiwi.blogspot.com/2012/02/konsep-dasar-dan-tata-cara penghitungan.html?m=1

http://andrianmuse.blogspot.com/

www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-26