Perdarahan Kehamilan Muda
-
Upload
helnida-zaini-kaderi -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
description
Transcript of Perdarahan Kehamilan Muda
A. Perdarahan Kehamilan Muda
1. Abortus
a. Pengertian
Abortus adalah kegagalan kehamilan sebelum umur 28 minggu
atau berat janin kurang dari 1000 gram.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram. (Hadijanto, 2008)
b. Tanda dan Gejala
Gejala utama abortus adalah sakit perut, perdarahan yang diikuti
dengan pengeluaran jaringan hasil konsepsi. Bentuk abortus dibagi
menurut terjadinya (abortus spontan, abortus provokatus, (kriminalis,
medisinalis)) dan menurut bentuk klinis (aboruts iminens, abortus
insipiens, aborut inkompletus, abortus habitualis, abortus yang tertahan
(missed abortion), abortus infeksiosus.
c. Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab
diantaranya :
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan inilah yang paling
umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur
kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan
ini antara lain : kelainan kromosom, genetik, lingkungan tempat
menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang
sempurna dan penghambat zat-zat yang berbahaya bagi janin
seperti radiasi, obat-obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2) Kelainan pada plasenta, kelainan ini bisa berupa gangguan
pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh
karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3) Faktor ibu seperti penyakit-penyakit kronis yang diderita oleh sang
ibu seperti radang paru-paru, tifus, anemia berat, keracunan dan
infeksi virus fotoplasma.
4) Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan
pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang
lekukannya kebelah mioma uferi, dan kelainan bawaan pada rahim.
d. Diagnosis
Menurut WHO (1994), setiap wanita pada usia reproduktif yang
mengalami dua daripada seperti dibawah harus dipikirkan
kemungkinan terjadinya abortus:
1) Perdarahan pada vagina
2) Nyeri pada abdomen bawah
3) Riwayat amenora
e. Komplikasi
Komplikasi abortus meliputi perdarahan, kerusakan alat
genitalia, infeksi yang berakhir dengan infertilitas dan peningkatan
hamil ektopik.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum:
1) Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran
darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
2) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan infus oksitosin
dimulai 8 tetes permenti dan naikan sesuai kontraksi uterus.
3) Bila pasien syok karena perdarahan berikan infus ringer laktat dan
selekas mungkin tranfusi darah.
2. Mola Hidatidosa
a. Pengertian
Mola hidatidosa adalah suatu massa atau pertumbuhan didalam
rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola hidatidosa adalah
kehamilan abnormal, dimana seluruh villi koralisnya mengalami
perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan
edema vesicular dari villi khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai
fetus yang intek. Secara histologis, ditemukan proliferasi trofoblat
dengan berbagai ukuran dan tingkatan hyperplasia dan displasia. Villi
khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit
pembuluh darah.
b. Tanda dan Gejala
1) Amenorrheo dan tanda-tanda kehamilan
2) Perdarahan pervagiham dan bercak sampai perdarahan berat.
Merupakan gejala utama dari Mola Hidatidosa, sifat perdarahan
bisa intermiten selama berapa minggu sampai beberapa bulan
sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
3) Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai
dengan usia kehamilan.
4) Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun
ballottement.
c. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui. Faktor-faktor yang
dapat menyebabkan antara lain :
1) Vaktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
2) Keadaan sosial ekonomi yang rendah
3) Paritas tinggi
4) Kekurangan protein
5) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
d. Diagnosis
1) Klinis
a) Berdasarkan Anawinesis
b) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatannya
kekuningan yang disebut muka mola (mola face).
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan,
teraba lembek.
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballottement dan
gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
e. Komplikasi
1) Perdarahan yang hebat sampai syok
2) Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
3) Infeksi sekunder
4) Perforasi karena tindakan atau keganasan
f. Penatalaksanaan
1) Evakuasi
a) Perbaiki keadaan umum
b) - Bila mola sudah keluar spontan dilakukan
kuret atau kuret isap.
- Bila kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan
12 jam kemudian dilakukan kuret
c) Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan
memperbaiki keadaan umum penderita
d) 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan kedua
untuk membersihkan sisa-sia jaringan
e) Histeribfomi total dilakukan pad a mola resiko tinggi usia lebih
dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat bear
yaitu setinggi pusat atau lebih.
3. Kehamilan Ektopik Terganggung
a. Pengertian
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berlangsung
(bernidasi) diluar endometrium yang normal (kavum uteri). Kehamilan
ekstrauterin adalah kehamilan diluar batas uterus. Sedangkan
kehamilan heteropik adalah hamil intrauterine dan hamil ektopik yang
terjadi bersama-sama.
b. Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan ektopik adalah kegagalan fungsi
tuba (salpingitis kronis, endometriosis, tekanan tumor, tuba elongasi,
sehingga hasil konsepsi sudah siap nidasi dituba, infesi asenden ke
luco) atau perlekatan tuba sehingga saluran menyempit atau buntu
(infeksi menahun, endemetriosis).
c. Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering
unilateral (abortus tuba), hebat dan akut (supture tuba), ada nyeri tekan
abdomen yang jelas dan menyebar, kavum Douglas menonjol dan
sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal,
gejalanya sebagai berikut :
1) Sensitivitas tekanan pada abdomen bawah lebih jarang pada
abdomen bagian atas
2) Abdomen tegang
3) Mual
4) Nyeri bahu
5) Membran mukosa anemis
Jika terjadi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan
darah dibawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya
menonjol terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku
kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
d. Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik diperoleh dari terdapatnya trias
kehamilan ektopik, terdapat kenaikan beta hCG (200 mlu/uter), dan
pada pemeriksaan fisik terdapat cairan bebas di kavum abdominalis
dengan manifestasinya, tekanan darah turun atau normal dengan nadi
meningkat, dapat terjadi syok, dan tanda cullen. Sedangkan pada
pemeriksaan dalam CD menonjol dan nyeri, serviks serta nyeri
goyang, nyeri pada tuba dengan hamil ektopik dan teraba tumor.
Diagnosis diferensial untuk keadaan ini meliputi penyakit radang
pelvis (pelvic inflamatory disease, PID). Perdarahan saat ovulasi,
komplikasi kista (torsi kista, perdarahan kista ovari. Infeksi kista ovarri
torsi mioma uteri bertangkai, dan apendisitis akut.
e. Komplikasi
Komplikasi yang terdapat terjadi yaitu :
1) Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik
terganggu telah lama berlangsung (4–6 minggu) terjadi perdarahan
ulang ini merupakan indikasi operasi
2) Infeksi
3) Sterilisasi
4) Pencegahan tuba palofi
5) Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya
embrio
f. Penanganan
Penanganan terhadap kehamilan ektopik meliputi :
1) Non-bedah (tanpa operasi)
a) Observasi beta hCG (bila menurun berkasti kehamilan mati dan
di absorpsi.
b) Pengobatan dengan metotreksal pada kehamilan ektopik utuh
atau abdomen.
2) Tindakan operasi hamil ektopik
a) Salfingktomi
b) Salfingustomi
c) Histerogtomi
d) Laparotomi untuk mengeluarkan kehamilan abdominal
Tugas bidan menghadapi kehamilan ektopik adalah
a) menegakan diagnosa kehamilan
b) segera melakukan rujukan, tertolong dengan segera
c) saat melakukan rujuan sebaiknya dilakukan pemasangan infus
sebagai pengganti darah yang hilang. Bila mungkin ikuti atau antar
ke rumah sakit yang dapat memberi pertolongan operasi.
Dengan dilakukannya tindakan tersebut bidan dapat ikut
menurunkan morbiditas (kesakitan/dan motalitas (kematian) akibat
hamil ektopik).
B. Perdarahan Kehamilan Lanjut
4. Solusio Plasenta
a. Pengertian
Solusio Plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta
dimana pada keadaan normal implantasinya diatas 22 minggu atau
sebelum lahirnya anak. (Fadlun. Asuhan Kebidanan Patologis, 2011).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan.
(Sarwono Prawirohardjo, 2000)
Solusi Plasenta terbagi atas :
1) Solusio plasenta ringan. Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan
lepasnya plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih
lemas sehingga bagian janin mudah diraba. Tanda gawat janin
belum tampak dan terdapat perdarahan hitam per vagina.
2) Solusio plasenta sedang. Lepasnya plasenta antara seperempat
sampai dua pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc.
perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit diraba. Janin sudah
mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam
menunjukkan gawat tegang. Tanda persalinan telah ada dan dapat
berlangsung cepat sekitar 2 jam.
3) Solusio plasenta berat. Lepasnya plasenta sudah melebihi dua
pertiga bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba,
perut seperti papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat
sampai IUFD. Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban tampak
terang. Darah dapat masuk otot rahim, uterus couvelaire yang
menyebabkan atoni uteri serta perdarahan pasca partus. Terdapat
gangguan pembekuan darah fibrinogen kurang dari 100–150 mg%.
pada saat ini gangguan ginjal sudah mulai tampak.
b. Tanda dan Gejala
Gejala klinis solusio plasenta meliputi perdarahan yang disertai
rasa sakit bergantung pada jumlah darah retroplasenta, dapat
menimbulkan gangguan kardiovaskuler ibu, ketegangan perut ringan
sampai berat dan gangguan janin asfiksia ringan sampai IUFD. Dapat
juga terjadi gangguan pembekuan darah, gangguan organ vital
(jantung, ginjal dan hati).
c. Etiologi
1) Trauma langsung abdomen
2) Hipertensi ibu hamil
3) Umbiukus pendek atau lilitan tali pusat
4) Janin terlalu aktif sehingga plasenta dapat terlepas
5) Tekanan pada vena kava inferior
6) Preeklamsia / eklamsia
7) Tindakan versi luar
8) Tindakan memecah ketuban (Hamil biasa, pada hidramnion,
setelah anak pertama kali hamil ganda)
d. Diagnosis
Dasar diagnosis adalah dengan anamnesis untuk mengetahui
adanya trauma langsung atau perdarahan disertai rasa sakit. Selain itu,
dilakukan pemeriksaan fisik melalui palpasi (abdomen terhadap
ketegangan ringan sampai berat, bagian janin masih dapat diraba
sampai sulit ditentukan), denyut jantung janin (masih baik sampai
terjadi kematian interuterin). Pemeriksaan dalam (ketuban tegang
terdapat darah, dengan USG (plasenta lepas dari implantasinya).
e. Komplikasi
1) Perdarahan
Karena couvelaire uteri, antonio uteri, perdarahan pascapartus
2) Gangguan pembekuan darah
Koagulasi intravascular, penurunan fibrinogen
3) Gangguan organ vital
Kegagalan ginjal akut, dekompensasio kordis, sesak napas, embaou
paru
4) Kematian ibu
Karena perdarahan yang tidak dapat diatasi, dekomponsasio kordis
mudah terjadi infeksi, gagal ginjal.
f. Penanganan
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kondisi ini adalah
menghindari gangguan pembekuan darah dengan tranfusi masif dan
pemberian fibrinogen jumlah cukup. Solusio plasenta ringan dan
sedang diupayakan melakukan siksio sesaria untuk menyelamatkan ibu
dan janinnya. Sedangkan untuk solusio plasenta berat dilakukan
persalinan dalam waktu 6 jam, menghindari perdarahan karena atonia
uteri. Bila terjadi gangguan konstruksi otot rahim dilakukan
histereklomi. Tindakan lainnya meliputi menghindari infeksi dengan
pemberian antibiotik.
5. Plasenta Previa
a. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian
dari ostrum uteri internum. (Prawirohardjo, S. 2009: 495)
Plasenta previa adalah perdarahan yang terjadi pada implantasi
plasenta, yang menutupi sebagian atau seluruh ostrum uteri internum
(Manuba, I. A. C. 2008)
b. Tanda dan Gejala
Gejala umum plasenta previa meliputi perdarahan tanpa rasa
sakit. Kondisi ini terjadi pada saat pembentukan segmen bawah rahim.
Sehingga terdapat pergeseran dinding rahim dengan plasenta yang
menimbulkan perdarahan. Bentuk perdarahan yang dialami sedikit
tanpa menimbulkan gejala klinis atau banyak disertai gejala klinis pada
ibu dan janin. Gejala klinis ibu bergantung pada keadaan umum dan
jumlah darah yang hilang, yang bersifat sedikit demi sedikit atau
dalam jumlah besar dalam waktu singkat; terjadi gejala kardiovaskuler
dalam bentuk frekuensi nadi meningkat dan tekanan darah menurun,
anemia disertai bagian ujung jari dingin, perdarahan banyak dapat
menimbulkan syok sampai kematian. Sedangkan gejala klinis janin
meliputi bagian terendah belum masuk PAP atau terdapat kelainan
letak, perdarahan yang mengganggu sirkulasi retorplasentase yang
menimbulkan aspiksia intrauterine sampai kematian janin.
Hemoglobin berkisar 5 gram % dapat menimbulkan kematian janin
serta ibunya.
c. Etiologi
1) Gangguan kesuburan endometrium sehingga perlu perluasan
implantasi :
Multiparitas dengan jarak hamil pendek
Beberapa kali menjalani seksio sesarea
Bekas dilatasi dan kuretase
Ibu dengan gizi rendah
Usia hamil pertama diatas usia 35 tahun
2) Pelebaran implantasi plasenta yang terjadi pada kehamilan ganda
yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi janin karena endometrium kurang subur.
d. Diagnosis
Dasar diagnosis gangguan ini meliputi : adanya perdarahan
tanpa rasa sakit; keadaan umum setelah perdarahan bergantung pada
keadaan umum sebelumnya, jumlah, kecepatan, dan lamanya
perdarahan serta menimbulkan gejala klinis pada ibu dan janin. Perut
ibu lemas sehingga mudah mencoba bagian terendah; terdapat kelainan
letak atau bagian terendah belum masuk PAP.
Pemeriksaan tambahan meliputi double set up di meja operasi
dapat menentukan klasifikasi plasenta previa dengan memasukkan jari
ke ostium uteri internum atau meraba forniks, atau melakukan
pemeriksaan dengan ultrasonog.
e. Komplikasi
1) Kompllikais ibu (trias komplikasi)
Infeksi karena anemia
Robekan impalantasi plasenta di bagian belakang segmen bawah
rahim (dan greous plasenta previa)
Terjadi rupture uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit
diketahui
2) Komplikasi janin (trias komplikasi)
Prematuntas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
Mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah
Asfiksia intrauterine sampai kematian
f. Penatalaksanaan
Dalam skema menghadapi plasenta previa dapat dilakukan
tindakan oleh bidan yang menghadapinya dengan cara berikut :
1) Pasang infus dengan cairan pengganti (chloret, laktat ringer,
glukosa ringer)
2) Jangan melakukan pemeriksaan dalam karena akan berakibat
perdarahan bertambah banyak
3) Segera melakukan tindakan rujukan rumah sakit dengan fasilitas
yang cukup untuk tindakan operasi dan sebagainya.
Disamping itu bila terpaksa melakukan persalinan pada janin
dalam keadaan prematuritas maka diperlukan asuhan neonatus di unit
perawatan intensif. Dalam kasus yang sangat istimewa, misalnya
prematuritas, dan setelah dilakukan pemeriksaan dalam di kamar
operasi ternyata ditemukan plasenta previa marginalis, dapat dilakukan
terapi “memecah ketubah” untuk menghentikan perdarahan.
Tekanan bagian terendah janin akan menekan plasenta preva
sehingga perdarahan berhenti. Dalam hal ini seolah-olah janin
dikorbankan karena memang keadaannya sangat inperior sehingga
kehidupan dapat dipastikan tidak terlalu lama. Tujuannya untuk
menyelamatkan jiwa ibunya dan morbiditas serta mortalitas yang lebih
tinggi.
6. Ruptur Uteri
a. Pengertian
Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim
akibat dilampauinya daya renggang miometrium. (Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal)
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan
atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perineum visceral
(obstetric dan ginekologi).
b. Tanda dan Gejala
Gejala klinis ruptur uteri diketahui melalui anamnesis denga
keluhan seperti sesuatu yang putus dibagian bawah dan dapat diijuti
penurunan kesadaran sampai koma, keadaan umum meliputi tampak
sakit dan dehidrasi, kesadaran dapat menurun, tekandan darah
menurun, dan frekuensi nadi cepat, dan suhu tubuh tinggi. Pada palpasi
didapat perut meteorisme, sakit saat palpasi, tanda cairan bebas intra
abdomen, dan bagian anak mudah diraba di bawah kulit. Pada
pemeriksaan dalam didapat bagian terendah mudah didorong ke atas,
terdapat darah, dan mungkin teraba robekan uterus.
Etiologi
1) Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2) Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang
lama
3) Presentasi abnormal (terutama terjadi penipisan pada segmen
bawah uterus) (Helen, 2001).
c. Diagnosis
1) Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh
dukun atau bidan, partus sudah lama berlangsung
2) Pasien nampak gelisah, ketahukan, disertai perasaan nyeri di perut
3) Pada setiap datangnya lus, pasien memegang perutnya dan
mengerang kesakitan, bahkan meminta supaya anaknya secepatnya
dikeluarkan
4) Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya
5) Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura)
yaitu mulut kering, lidah kering dan halus badan panas (demam)
6) HIS lebih lama
d. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam
hidup ibu dan janin adalah ruptura uteri. Pada jaringan parut dapat
dijumpai secara jelas atau tersembunyi secara antomis, ruptur uteri
dibagi menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic rupture) dan
dehinsens (asymptomatic rupture). Pada ruptera uteri, terjadi
diskonunuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa
uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila
terjadi robekan jaringan parut uterus tanpa robekan laporan serosa
uterus, dan tidak terjadi perdarahan ketika ruptura uteri terjadi
histerekton transfusi darah massif, asfiksia neonatus. Kematian ibu dan
janin dapat terjadi tanda ruptura uteri yang paling sering terjadi adalah
pola denyut jantung janin tidak menjamin, dengan deselerasi
memanjang. Deselerasi lambat, variabel, brakikardi, atau denyut
jantung janin hilang sama sekali juga dapat terjadi.
e. Penatalaksanaan
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan
harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan
kemungkinan distosia dan pad apersalinan wanita yang pernah
mengalam iseksio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada
persalinan dengan kemungkinan distosia perlu diamat-amati terjadinya
regangan segmen bawah uterus dan apabila tanda-tanda itu ditemukan.
Persalinan harus diselesaikan dengan segera, dengan cara yang paling
aman bagi ibu dan anak mengenai pencegahan ruptura uteri pada
wanita yang pernah mengalami seksio sesarea. Dibeberapa negara
terdapat pendapat bahwa sekali seksio, seterusnya seksio. Pendirian ini
tidak dianut di Indonesia. Seorang wanita yang mengalami seksio
sesarea untuk sebagian yang hanya terdapat pada persalinan yang
memerlukan pembedahan itu untuk menyelesaikannya, diperbolehkan
untuk melahirkan pervaginam pada persalinan berikutnya, akan tetapi
ia harus bersalin di rumah sakit, supaya diawasi dengan baik. Kala II
tidak boleh berlangsung terlalu alam dan pemberian oksitosin tidak
dibenarkan. Ketentuan tidak perlu dilakukan seksio sesarea ulangan
pada wanita yang pernah mengalami seksio sesarea tidak berlaku untuk
seksio sesarea klasik.
Disini, berhubung adanya bahaya yang lebih besar akan timbul
ruptura uteri perlu dilakukan seksio sesarea. Malahan penderita
hendaknya dirawat 3 minggu sebelum jadwal persalinan. Dapat
dipertimbangkan pula untuk melakukan seksio sesarea sebelum
persalinan mulai, asal kehamilannya benar-benar lebih dari 37 minggu.
Apabila terjadi ruptura uteri, tindakan yang terbaik ialah laparotow.
Janin dikeluarkan dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (hal
terakhir ini jika janin sudah tidak dalam uterus lagi), kemudian
dilakukan histerektomi, janin dilahirkan pervaginam, kecuali jika janin
masih terdapat seluruhnya dalam uterus dengan kepala sudah turun
jauh dalam jalan lahir dan ada keragu-raguan terhadap diagnosa uteri.
Dalam hal ini setelah janin dilahirkan, perlu diperiksa dengan satu
tangan dalam uterus apakah ada ruptura uteri. Pada umumnya pola
ruptura uteri tidak dilakukan penjahitan luka dalam usaha untuk
mempertahankan uterus. Hanya dalam keadaan yang sangat istimewa
hal itu dilakukan dua syarat dalam hal ini harus dipenuhi, yakni pinggir
luka harus rata seperti pada ruptura parut bekas seksio sesarea, dan
tidak ada tanda-tanda infeksi. Pengobatan untuk menangani syok dan
infeksi sangat penting dalam penanganan penderita dengan ruptura
uteri.