PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU...
Transcript of PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PRODUKSI
BIOETANOL KUNING
FAKULTAS KEDOKTERAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PRODUKSI
BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK KUNING (Musa balbisiana BBB)
SKRIPSI
VINA FAUZIAH
NIM. 1111102000100
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PRODUKSI
DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK
DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PRODUKSI
BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK KUNING (
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PRODUKSI
BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK KUNING (Musa balbisiana BBB)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
VINA FAUZIAH
NIM. 1111102000100
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PRODUKSI
BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Judul : Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam dan Waktu Hidrolisis terhadap Produksi Bioetanol dari Limbah Kulit Pisang Kepok Kuning (Musa balbisiana BBB)
Kulit pisang mengandung pati dan serat yang dapat dijadikan sebagai substrat
potensial pada fermentasi etanol. Pati dan serat harus dipecah menjadi gula
sederhana melalui proses hidrolisis sehingga dapat dikonversi oleh
Saccharomyces cereviceae menjadi etanol. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
pengaruh variasi konsentrasi asam dan waktu hidrolisis terhadap produksi
bioetanol dari limbah kulit pisang kepok kuning (Musa balbisiana BBB).
Penelitian ini menggunakan dua parameter yang berbeda yaitu waktu hidrolisis
dan konsentrasi asam sulfat. Waktu hidrolisis yang digunakan adalah 120 menit,
150 menit, dan 180 menit. Sedangkan konsentrasi asam yang digunakan adalah
0,2 N, 0,5 N dan 0,8 N. Kadar gula pereduksi terbanyak selanjutnya dilakukan
fermentasi dan destilasi guna memisahkan etanol. Hasil penelitian menunjukkan
dari 50 g sampel tepung limbah kulit pisang kepok yang digunakan, kadar gula
pereduksi terbanyak dihasilkan pada sampel dengan konsentrasi asam sulfat 0,8 N
dihidrolisis selama 180 menit sebesar 12,7183272 µg/mL. Kadar etanol tertinggi
dihasilkan pada waktu fermentasi ke 96 jam sebesar 12%. Dan Kadar etanol
tertinggi didapatkan setelah destilasi ke tiga dengan menggunakan suhu 600C
sebesar 90% sebanyak 6 mL.
Kata kunci : Pisang Kepok (Musa balbisiana L), Bioetanol, Hidrolisis, Asam Sulfat, Nelson Somogyi, dan Destilasi
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Title : Effect Of Acid Concentration Variation and Hydrolysis Time Toward
Bioethanol Production from Waste of Peel Kepok Yellow Banana (Musa
balbisiana BBB)
Banana peel contains starch and fiber which can be as a potential substrate in ethanol
fermentation. Starch and fiber have to be broken down into simple sugars through
hydrolysis that can be converted into ethanol by Saccharomyces cereviceae. This
study aims to look at the effects of various concentrations of acid and hydrolysis
time on the production of bioethanol from waste of peel kepok yellow banana (Musa
balbisiana BBB). This study uses two different parameters, they are hydrolysis time
and concentration of sulfuric acid. Hydrolysis times that used are 120 minutes, 150
minutes, and 180 minutes. While the concentrations of acid that used are 0.2 N, 0.5
N and 0.8 N. The highest levels of reducing sugars that will be fermented and
distillation further. The results showed from 50 g waste flour of kepok banana peel
was used, the highest levels of reducing sugars produced in the samples using
sulfuric acid concentration of 0.8 N hydrolyzed for 180 minutes at 12.7183272
mg/mL. The highest levels of ethanol produced in the fermentation time to 96 hours
is 12%. And the highest levels of ethanol obtained after the third distillation by used
the temperature of 600C is 90% with total volume 6 mL.
Keywords : Kepok Banana (Musa balbisisana L), Bioethanol, Hydrolysis, Sulfuric
Acid, Nelson Somogyi, and Distilation
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa Allah SWT yang telah melimpahkan berbagai macam nikmat, karunia serta
kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa pula kami haturkan kepada
pemimpin seluruh umat dan rahmat bagi semesta alam baginda Nabi Besar
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga hari
akhir nanti, semoga kita senantiasa mendapatkan syafaat dari beliau.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam dan Waktu
Hidrolisis terhadap Produksi Bioetanol dari Limbah Kulit Pisang Kepok Kuning
(Musa balbisiana BBB)” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari
adanya beberapa pihak yang memberikan kontribusi kepada penulis. Oleh karena
itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya
kepada :
1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Yardi, M.Si., Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Eka Putri, M. Si., Apt sebagai Pembimbing I dan Supandi, M. Si., Apt
sebagai Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, pikiran dan
tenaganya serta memberikan ilmu terbaik yang dimiliki sehingga menutupi
banyak keterbatasan penulis.
4. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ayahanda Nana Supriatna S.Pd sebagai pemimpin dalam keluarga yang
selalu memberikan semangat dan menjadi panutan penulis dalam meraih
cita-cita dan Ibunda Uum Umamah S.Pd tercinta yang selalu memberikan
kasih sayang, perhatian, dukungan, do’a dan nasihat tak terhingga yang tak
akan pernah mampu penulis membalasnya. Saudara penulis, Ahmad Yudi
Satibi, Abdul Fariz Azizi, Renna Khairunnisa, dan Nurul Khamalia Shofi
yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk kesuksesan
penulis.
6. Sahabat-sahabat tercinta satu tim penelitian pisang kepok, Qadrina Sufy
dan Faradhila Nur saraswati yang telah membantu dan bekerja sama dalam
melakukan penilitan ini.
7. Sahabat-sahabat penulis Puspita, Lela Laelatu, Vernanda, Tia Monica,
Khairunnisa, Ageng Hasna F, Miyadah Samiyah, Hestiawati, serta teman-
teman farmasi angkatan 2011 yang telah menjadi keluarga kedua penulis
selama menjadi mahasiswa di program studi farmasi ini.
8. Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di
laboraturium FKIK UIN Syarifhidayatullah, mba Rani, Kak Tiwi, Kak
Lisna, Kak Eris dan Kak Rahmadi serta semua pihak yang telah membantu
penulis yang belum bisa disebutkan satu per satu.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan
dan kekurangan, kritik dan saran pembaca diharapkan penulis untuk memperbaiki
kemampuan penulis.
Jakarta, 12 Juni 2015
Penulis
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
LEMBAR ORIGINALITAS ........................................................................ iii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ......................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... v ABSTRAK ..................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................. vii KATA PENGANTAR ................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................ x DAFTAR ISI ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv DAFTAR GRAFIK ....................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
2.1 Tanaman Pisang.......................................................................... 4
2.1.1 Manfaat ........................................................................... 5
2.1.2 Pisang Kepok .................................................................. 6
2.1.3 Klasifikasi Pisang Kepok ................................................. 7
2.1.4 Kandungan Kimia Kulit Pisang ....................................... 8
2.2 Bioetanol ................................................................................... 9
2.3 Hidrolisis Asam .......................................................................... 14
2.4 Karbohidrat ................................................................................ 15
2.5 Fermentasi .................................................................................. 17
2.6 Saccharomyces sereviceae ......................................................... 21
2.6.1 Taksonomi ....................................................................... 21
2.6.2 Morfologi ........................................................................ 21
2.6.3 Fisiologi ......................................................................... 22
2.7 Kromatografi Gas ....................................................................... 22
2.8 Spektrofotometri UV-Vis ............................................................ 23
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................ 25
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 25
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 25
3.2.1 Alat ................................................................................ 25
3.2.2 Bahan .............................................................................. 25
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................. 26
3.3.1 Penyiapan Sampel ........................................................... 26
3.3.2 Karakteristik Tepung Kulit Pisang Kepok ........................ 26
3.3.2.1. Kadar Air ........................................................... 26
3.3.2.2. Kadar Abu .......................................................... 27
3.3.2.3. Kadar Lemak ..................................................... 27
3.3.2.4. Kadar Protein ...................................................... 27
3.3.2.5. Kadar Serat Kasar .............................................. 28
3.3.2.6. Kadar Pati .......................................................... 29
3.3.3 Hidrolisis Asam ............................................................... 29
3.3.3.1. Pengaruh Variasi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Asam .................................................................. 29
3.3.3.2. Perhitungan Gula Pereduksi ............................... 30
3.3.4 Fermentasi Bioetanol ....................................................... 30
3.3.4.1. Persiapan Media Fermentasi ............................... 30
3.3.4.2. Fermentasi Bioetanol .......................................... 31
3.3.5 Analisis Bioetanol ........................................................... 31
3.3.5.1. Analisis Kadar Bioetanol Metode Berat Jenis ..... 31
3.3.5.2. Rendemen Bioetanol ........................................... 32
3.3.5.3. Analisis Struktur Bioetanol ................................. 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 33
4.1 Penyiapan Sampel....................................................................... 33
4.2 Karakterisasi Tepung Kulit Pisang Kepok ................................... 34
4.3 Hidrolisis Tepung Kulit Pisang Kepok ....................................... 36
4.4 Perhitungan Gula Pereduksi Metode Nelson Somogyi ................. 40
4.5 Fermentasi Bioetanol ................................................................. 42
4.6 Analisis Kadar Bioetanol Metode Berat Jenis.............................. 45
4.7 Analisis Kualitatif dengan Menggunakan GC-MS ....................... 46
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 47
4.1 Kesimpulan ................................................................................ 47
4.2 Saran ......................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49
LAMPIRAN ................................................................................................... 55
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pisang Kepok dan Kulit Pisang Kepok Kuning ........................... 7
Gambar 2.2 Rumus Bangun Bioetanol ............................................................ 10
Gambar 2.3 Proses Konversi Gula Menjadi Etanol .......................................... 12
Gambar 2.4 (a) Struktur Amilosa dan (b) Satruktur Amilopektin ..................... 16
Gambar 4.1 (a) Limbah Kulit Pisang Segar. (b) Tepung Limbah Kulit Pisang . 34
Gambar 4.2 Larutan Hasil Hidrolisis .............................................................. 39
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi Tiap 100 g Kulit Pisang Kepok. .................................... 9
Tabel 2.2. Sifat Fisika Etanol. ......................................................................... 13
Tabel 4.1. Karakteristik Tepung Limbah Kulit Pisang Kepok .......................... 35
Tabel 4.2. Kadar Gula Pereduksi Hasil dari Hidrolisi Asam. ........................... 40
Tabel 4.3. Pengaruh Lamanya Fermentasi Terhadap Perubahan pH. ................ 44
Tabel 4.4. Kadar Bioetanol Setelah Destilasi. .................................................. 45
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GRAFIK
Tabel 4.1. Kadar Gula Pereduksi Hasil dari Hidrolisis Asam. .......................... 41
Tabel 4.2. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol. ................ 43
Tabel 4.3. Perubahan pH Selama Fermentasi. .................................................. 44
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Kulit Pisang Kepok .......................... 55 Lampiran 2. Hasil Analisis Proksimat ............................................................... 56 Lampiran 3. Kadar Air Tepung Kulit Pisang Kepok ......................................... 57 Lampiran 4. Kurva Standar Gula Pereduksi Metode Nelson Somogyi .............. 58 Lampiran 5. Kadar Etanol Selama Fermentasi Metode Berat Jenis .................. 59 Lampiran 6. Perhitungan Rendemen .................................................................. 59 Lampiran 7. Perhitungan Kadar Abu ................................................................. 59 Lampiran 8. Perhitungan NPK dan Ragi ........................................................... 60 Lampiran 9. Pembuatan Pereaksi Nelson Somogyi ............................................ 60 Lampiran 10. Hasil GC-MS Standar Etanol ........................................................ 61 Lampiran 11. Hasil Analisis GC-MS Sampel Bioetanol ..................................... 63 Lampiran 12. Hasil MS Sampel Bioetanol .......................................................... 65 Lampiran 13. Hasil MS Standar Etanol ............................................................... 66 Lampiran 14. COA Glukosa ............................................................................... 67 Lampiran 15. Kerangka Penelitian....................................................................... 68 Lampiran 16. Dokumentasi Selama Penelitian ................................................... 69
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Etanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme, salah satunya
adalah Saccharomyces cereviceae (Dewati, 2008). Menurut Schlegel, (1994)
dalam Martiningsih, (2007) kebutuhan etanol semakin bertambah dengan
semakin banyaknya pabrik-pabrik farmasi dan sekolah farmasi maupun kimia
di Indonesia yang menggunakan etanol. Berbagai jenis produk dapat
dihasilkan dari etanol terutama yang erat kaitannya dengan industri kimia,
baik untuk keperluan medis maupun industri kosmetik.
Bahan-bahan yang mengandung monosakarida (C6H12O6) sebagai
glukosa langsung dapat difermentasi menjadi etanol. Akan tetapi disakarida,
pati ataupun karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi
komponen sederhana yaitu monosakarida. Oleh karena itu, agar tahap proses
fermentasi dapat berjalan secara optimal, bahan tersebut harus mengalami
perlakuan pendahuluan sebelum masuk ke dalam proses fermentasi (Sari
Ketut, 2009).
Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang
menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan
dengan menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air
ataupun peruraian senyawa yang lain (Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002).
Reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat, Maka untuk
memperbesar kecepatan reaksinya diperlukan penambahan katalisator.
Penambahan katalisator ini berfungsi untuk memperbesar keaktifan air,
sehingga reaksi hidrolisis tersebut berjalan lebih cepat. Katalisator yang sering
digunakan adalah asam sulfat dan asam klorida (Retno dan Nuri, 2011).
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Limbah hayati merupakan salah satu sumber yang paling potensial
penggunaannya dalam produksi etanol dari sekian banyak sumber alternatif
yang memungkinkan, terutama bagi industri kimia. Alasan utama penggunaan
limbah hayati terutama berasal dari tumbuhan berkaitan dengan senyawa
dasar pembentuk makhluk hidup yang juga merupakan persenyawaan
hidrokarbon yang membentuk struktur molekul etanol. Disamping itu karena
berasal dari persenyawaan hayati, diharapkan mampu memberikan dampak
positif bagi lingkungan serta perkembangan industri produsen etanol karena
penggunaan limbah sebagai bahan baku akan menurunkan biaya produksi.
(Nugroho, 2004)
Limbah kulit pisang merupakan salah satu sumber karbohidrat atau
gula yang berpotensi dalam menghasilkan bioetanol. Kulit pisang
mengandung karbohidrat dengan komposisi cukup besar, yaitu sekitar
18,50%. Selain itu juga, Amsal (2005) menyebutkan bahwa tingginya hasil
etanol pada kulit pisang kepok dibandingkan dengan kulit Cavendish dan kulit
pisang nangka disebabkan kandungan karbohidrat pada kulit pisang kepok
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua pisang tersebut. Kulit pisang
Cavendish menghasilkan kadar etanol sebesar 0,37%, kulit pisang nangka
sebesar 0,20% sedangkan kulit pisang kepok sebesar 0,45%. Dari hasil
penelitian ini, kulit pisang kepok yang berpotensi besar dalam menghasilkan
bioetanol terbanyak diantara kulit pisang yang lainnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kadar bioetanol dari
proses hidrolisis adalah konsentrasi asam dan waktu hidrolisis. Dari hasil
penelitian Retno dan Nuri (2011) menyebutkan bahwa dengan menggunakan
konsentrasi asam sulfat 0,5 N sebagai katalis pada proses hidrolisis asam serta
waktu hidrolisis selama 150 menit didapatkan kadar bioetanol sebesar
13,54%. Nilai ini merupakan kadar bioetanol terbesar yang dihasilkan bila
dibandingkan dengan hasil penelitian yang lainnya. Akan tetapi, masih belum
diketahui mengenai pengaruh penggunaan konsentrasi asam dan waktu
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hidrolisis yang lainnya terhadap kadar bioetanol. Sehingga dilakukanlah
penelitian ini yang bertujuan untuk melihat pengaruh variasi konsentrasi asam
dan waktu hidrolisis terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan dari limbah
kulit pisang kepok kuning (Musa balbisiana BBB).
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu adanya laporan penelitian
mengenai pengaruh konsentrasi asam dan waktu hidrolisis terhadap produksi
bioetanol untuk mendapatkan kondisi hidrolisis paling tepat dalam
menghasilkan bioetanol dengan kadar dan volume yang tinggi dari tepung
limbah kulit pisang kepok kuning (Musa balbisiana BBB).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi
konsentrasi asam dan waktu hidrolisis terhadap jumlah bioetanol yang
dihasilkan, sehingga didapatkanlah kondisi hidrolisis paling tepat dalam
menghasilkan jumlah bioetanol terbanyak.
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pemanfaatan dari limbah kulit pisang kepok (Musa balbisiana BBB) menjadi
bahan bakar alternatif yaitu bioetanol serta mengetahui kondisi hidrolisis
terbaik untuk menghasilkan bioetanol secara maksimal. Selain itu, penelitian
ini juga diharapkan memberikan kontribusi dalam menurunkan angka
pencemaran lingkungan baik yang disebabkan oleh limbah kulit pisang
ataupun polutan yang berbahaya dari penggunaan bahan bakar minyak.
Karena bioetanol yang dihasilkan merupakan bahan bakar dari sumber nabati
yang ramah lingkungan.
4 UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Pisang
Pisang merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia
yang memiliki nama latin Musa paradisiaca. Nama ini diberikan sejak sebelum
masehi, diambil dari nama dokter kaisar Romawi Octavianus Augustus (63 SM-14
M) yang bernama Antonius Musa (Munadjim,1988 dalam Dewati 2008). Tanaman
pisang ini oleh masyarakat dapat dimanfaatkan mulai dari bunga, buah, daun, batang
sampai bonggol pun dapat dimanfaatkan untuk dibuat sayur. Pisang merupakan
tanaman hortikultura yang penting karena potensi produksinya yang cukup besar dan
produksi pisang berlangsung tanpa mengenal musim (Dewati, 2008).
Sejak lama pisang sudah dikenal sebagai buah yang lezat dan berkhasiat bagi
kesehatan, karena pisang mengandung gizi sangat baik, antara lain menyediakan
energi cukup tinggi dibanding dengan buah-buahan lain. Walaupun demikian,
pemanfaatan pisang masih terbatas. Selain dapat dimakan langsung sebagai buah
segar, pisang juga dapat diolah dalam keadaan mentah maupun matang. Pisang
mentah dapat diolah menjadi gaplek, tepung dan keripik, sedangkan pisang matang
dapat diolah menjadi anggur, sari buah, pisang goreng, pisang rebus, kolak, getuk dan
lain sebagainya (Dewati, 2008).
Dalam proses pengolahan buah pisang seperti disebutkan di atas tentunya
terdapat limbah kulit pisang. Masyarakat pedesaan memanfaatkan kulit pisang
sebagai pakan ternak (Susanto dan Saneto,1994 dalam Dewati 2008). Karbohidrat
tersebut yang nantinya akan diubah menjadi alkohol. Untuk mengurangi limbah kulit
pisang dan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini kulit
pisang dapat difermentasi menjadi minuman. Caranya kulit pisang diolah dengan
bantuan Saccharomyces cereviceae (Lintal Muna, 2007).
5
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
2.1.1. Manfaat
Tanaman pisang merupakan tanaman yang serba guna, mulai dari akar sampai
daun dapat digunakan (Munadjim, 1998 dalam Dewati 2008).
a. Umbi batang (Bonggol)
Pati yang terkandung dalam umbi batang pisang dapat dipergunakan sebagai
sumber karbohidrat bahkan bisa dikeringkan untuk menjadi abu. Dimana abu
dari umbi ini mengandung soda yang dapat digunakan sebagai bahan
pembuatan sabun dan pupuk.
b. Batang pohon
Dapat digunakan sebagai makanan ternak di musim kekurangan air dan secara
sederhana dapat dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos
yang bernilai humusnya sangat tinggi.
c. Daun pisang
Daun yang segar dapat digunakan sebagai makanan ternak dimusim kering
dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pembungkus makanan secara
tradisional.
d. Bunga pisang
Bunga pisang yang masih segar (jantung pisang) bisa dijadikan makanan
sebagai sayur.
e. Buah pisang
Selain enak dimakan secara langsung, bisa dijadikan selai pisang yang daya
awetnya tinggi dan dapat menghasilkan uang yang lebih serta juga bisa dibuat
tepung pisang dari buah yang tua yang belum masak.
f. Kulit buah pisang
Kulitnya pun bisa untuk makanan ternak, selain itu bisa untuk menghasilkan
alkohol yaitu etanol karena mengandung gula yang mempunyai aroma yang
menarik.
6
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
2.1.2. Pisang Kepok
Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara
(termasuk Indonesia). Tanaman buah ini kemudian menyebar luas ke kawasan Afrika
(Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Penyebaran tanaman ini
selanjutnya hampir merata ke seluruh dunia, yakni meliputi daerah tropik dan
subtropik, dimulai dari Asia Tenggara ke timur melalui Lautan Teduh sampai ke
Hawai. Selain itu tanaman pisang menyebar ke Barat melalui Samudera Atlantik,
Kepulauan Kenari sampai Benua Amerika (Suyanti dan Supriyadi, 2008).
Produksi pisang dunia dalam 120 negara diperkirakan mencapai 68 juta setiap
tahunnya. Negara-negara Asia Tenggara penghasil pisang yang terkenal diantaranya
adalah Filipina, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Indonesia, Filipina dan Thailand
merupakan negara penghasil pisang nomor satu di kawasan Asia Tenggara (Verheij
dan Coronel, 1992 dalam Fitri 2013).
Pisang merupakan tumbuhan basah yang besar, biasanya mempunyai batang
semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Tangkai daun jelas beralur pada sisi
atasnya, helaian daun lebar, bangun jorong memanjang, dengan ibu tulang yang nyata
dan tulang-tulang cabang yang menyirip dan kecil-kecil. Bunga dalam suatu bunga
majemuk dengan daun-daun pelindung yang besar dan berwarna merah. Masing-
masing bunga mempunyai tenda bunga yang menyerupai mahkota atau jelas
mempunyai kelopak dan mahkota yang biasanya berlekatan, zigomorf. Benang sari 6
yang 5 fertil yang satu staminoidal. Bakal buah tenggelam, beruang 3 dengan 1 bakal
biji dalam tiap ruang. Tangkai putik berbelah 3-6. Biji mempunyai salut, endosperm
dan juga perisperm (Tjitrosoepomo, 1994).
Pemanfaatan pisang telah meluas di kalangan masyarakat, baik dari mulai
daun, batang, bunga, buah hingga kulitnya. Buah pisang memiliki kandungan kalium
yang tinggi yang dapat membantu mengatasi stress yang memacu gangguan sulit
tidur dengan cara menurunkan tekanan darah dan menyingkirkan rintangan berupa
penyumbatan dalam pembuluh darah (Apriadji, 2007). Mencegah stroke, memberikan
tenaga untuk berfikir dan menghindari kepikunan atau mudah lupa (Suyanti dan
Supriyadi, 2008). Kulit buah pisang selain untuk pakan ternak juga dapat dijadikan
7
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
sebagai bahan campuran krim antinyamuk. Kulit buah pisang juga dapat diekstrak
untuk dibuat pektin. Bagian dalam kulit pisang matang yang dikerok dan dihancurkan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan nata pisang. Sementara tepung
kulit pisang yang dicampur dengan ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan ayam
buras untuk meningkatkan pertumbuhannya. Manfaat lainnya dapat dijadikan sebagai
pembunuh larva serangga, yakni dengan menambahkan sedikit urea dan pemberian
bakteri. Berdasarkan hasil temuan dari Taiwan diketahui bahwa kulit pisang yang
mengandung vitamin B6 dan serotonin dapat diekstrak dan dimanfaatkan untuk
kesehatan mata (Suyanti dan Supriyadi, 2008).
Sumber : Koleksi Pribadi
Gambar 2.1. Pisang Kepok Dan Kulit Pisang Kepok Kuning
2.1.3 Klasifikasi Pisang Kepok (Musa balbisiana)
Berikut adalah klasifikasi dari pisang kepok berdasarkan Herbarium Bogoriense:
Jenis : Musa balbisiana (grup BBB)
Suku : Musaceae
8
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
Sehingga taksonomi dari Musa balbisiana berdasarkan United States
Department of Agriculture (USDA) adalah:
Kerajaan : Plantae
Subkerajaan : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa L.
Spesies : Musa balbisiana
Musa balbisiana tersebar dari India termasuk Kepulauan Andam hingga
Myanmar utara (Burma), Thailand dan Indocina ke Cina Selatan dan Filipina. Musa
balbisiana merupakan salah satu spesies yang berasal dari Indocina (OECD, 2010).
Menurut Cahyono (2009) pisang kepok memiliki banyak jenis, namun yang
terkenal adalah pisang kepok kuning dan kepok putih. Daging buah pisang kepok
kuning berwarna kuning sedangkan kepok putih berwarna putih. Daging buahnya
bertekstur agak keras. Pisang kepok kuning memiliki rasa yang lebih manis dan enak
dibandingkan kepok putih. Buah pisang kepok tidak beraroma harum. Kulit buah
pisang kepok sangat tebal, pada buah yang sudah masak berwarna hijau kekuningan.
Dalam satu tandan bisa terdapat hingga 16 sisir dan pada setiap sisirnya terdapat
hingga 20 pisang, berat setiap tandannya sekitar 14-22 kg. Buah pisang kepok cocok
untuk disantap dalam bentuk olahan makanan.
2.1.4. Kandungan Kimia Kulit Pisang
Kulit pisang merupakan sumber yang kaya pati (3%), protein kasar (6-9%),
lemak kasar (3,8-11%), serat makanan total (43,2-49,7%), dan asam lemak ganda tak
jenuh (PUFA), terutama asam linoleat dan α-linolenat, pektin, asam amino esensial
9
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
(leusin, valin, fenilalanin dan treonin) dan mikronutrien (K, P, Ca, Mg). Kulit pisang
juga merupakan sumber yang baik dari lignin (6-12%), pektin (10-21%), selulosa
(7,6-9,6%), hemiselulosa (6,4-9,4%) dan asam galakturonat. Pektin yang diekstrak
dari kulit pisang juga mengandung glukosa, galaktosa, arabinosa, rhamnosa, dan
xilosa. Mikronutrien (Fe dan Zn) ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada kulit
dibandingkan pada pulp. Sehingga, kulit bisa menjadi bahan pakan yang baik untuk
ternak dan unggas. Kulit pisang juga dapat digunakan dalam minuman anggur,
produksi etanol, sebagai substrat untuk produksi biogas dan sebagai bahan dasar
untuk ekstraksi pektin. Abu kulit pisang dapat digunakan sebagai pupuk untuk
tanaman pisang dan sebagai sumber alkali untuk produksi sabun (Mohapatra, et al.,
2010).
Tabel 2.1 Data komposisi tiap 100 gr kulit pisang kepok
Komponen Gram
Air 50.31
Protein 7.36
Pati 18.4
Lemak 1.84
Selulosa 1.84
Polisakarida non selulosa dapat larut 4.29
Polisakarida non selulosa tak dapat larut 0.61
Lignin 1.23
Fiber (serat) 6.75
Sumber : Kundarto, 2004
2.2. Bioetanol
Pembuatan etanol dapat dilakukan dari bahan yang mengandung glukosa.
Glukosa pada mahluk hidup terdapat dalam bentuk polimer seperti pati, selulosa dan
oligosakarida. Polisakarida dan oligosakarida dipecah menjadi molekul monosakarida
agar dapat dipergunakan oleh khamir menjadi etanol. Proses pemecahan polisakarida
dan oligosakarida dapat dilakukan dengan dua cara yaitu hidrolisis asam dan
hidrolisis enzim. Proses hidrolisis asam dapat menggunakan be
yang sudah banyak diteliti, antara lain HCl, H
secara enzimatik terdiri dari dua tahap yaitu liquifikasi de
sakarifikasi menggunakan aminoglikosidase. Reaksi yang terjadi pada proses
produksi etanol secara sederhana dibagi menjadi dua tahap yaitu (1) pemecahan
komponen polisakarida menjadi komponen monosakarida (pemecahan sempurna) dan
komponen oligosakarida yang dapat dilak
kimiawi. Proses pemecahan tahap pertama ditunjukkan pada persamaan reaksi 1.
H2O + (C
(2) pengubahan komponen monomer glukosa mejadi etanol yang dilakukan dengan
bantuan agen mikroba.
paling efektif adalah jenis khamir spesies
glukosa menjadi senyawa etanol ditunjukkan pada persamaan reaksi 2
(Wirahadikusumah 1985).
(C6H12
Gambar 2.2. Rumus Bangun Bioetanol
Purwadi (2006), membagi kualitas alko
1. Alkohol Teknis (96,5%)
Digunakan terutama untuk kepentingan industri sebagai bahan pelarut organik,
bahan baku maupun bahan antara produksi berbagai senyawa organik lainnya.
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
dan oligosakarida dapat dilakukan dengan dua cara yaitu hidrolisis asam dan
hidrolisis enzim. Proses hidrolisis asam dapat menggunakan beberapa jenis asam
yang sudah banyak diteliti, antara lain HCl, H2SO4, dan HNO3. Proses hidrolisis pati
secara enzimatik terdiri dari dua tahap yaitu liquifikasi dengan α
menggunakan aminoglikosidase. Reaksi yang terjadi pada proses
produksi etanol secara sederhana dibagi menjadi dua tahap yaitu (1) pemecahan
komponen polisakarida menjadi komponen monosakarida (pemecahan sempurna) dan
komponen oligosakarida yang dapat dilakukan secara enzimatis maupun secara
kimiawi. Proses pemecahan tahap pertama ditunjukkan pada persamaan reaksi 1.
O + (C6H10O5)n n C6H12O6 + n H2O ….. (1)
(2) pengubahan komponen monomer glukosa mejadi etanol yang dilakukan dengan
Mikroba pengubah monomer glukosa menjadi etanol yang
paling efektif adalah jenis khamir spesies S. cereviceae. Proses konversi monomer
glukosa menjadi senyawa etanol ditunjukkan pada persamaan reaksi 2
1985).
12O6)n 2C2H5OH + 2 CO2 ……………(2)
Sumber : Koleksi Pribadi
Gambar 2.2. Rumus Bangun Bioetanol
Purwadi (2006), membagi kualitas alkohol dengan beberapa tingkatan :
Alkohol Teknis (96,5%)
Digunakan terutama untuk kepentingan industri sebagai bahan pelarut organik,
bahan baku maupun bahan antara produksi berbagai senyawa organik lainnya.
10
Hidayyatullah Jakarta
dan oligosakarida dapat dilakukan dengan dua cara yaitu hidrolisis asam dan
berapa jenis asam
. Proses hidrolisis pati
ngan α–amilase dan
menggunakan aminoglikosidase. Reaksi yang terjadi pada proses
produksi etanol secara sederhana dibagi menjadi dua tahap yaitu (1) pemecahan
komponen polisakarida menjadi komponen monosakarida (pemecahan sempurna) dan
ukan secara enzimatis maupun secara
kimiawi. Proses pemecahan tahap pertama ditunjukkan pada persamaan reaksi 1.
(2) pengubahan komponen monomer glukosa mejadi etanol yang dilakukan dengan
pengubah monomer glukosa menjadi etanol yang
. Proses konversi monomer
glukosa menjadi senyawa etanol ditunjukkan pada persamaan reaksi 2
hol dengan beberapa tingkatan :
Digunakan terutama untuk kepentingan industri sebagai bahan pelarut organik,
bahan baku maupun bahan antara produksi berbagai senyawa organik lainnya.
11
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
2. Alkohol Murni (96,0 – 96,5%)
Digunakan terutama untuk kepentingan farmasi dan konsumsi misal untuk minuman
keras.
3. Alkohol Absolut ( 99,7 – 99,8%)
Digunakan dalam pembuatan sejumlah besar obat-obatan dan juga sebagai bahan
antara dalam pembuatan senyawa-senyawa lain skala laboratorium. Alkohol jenis ini
disebut Fuel Grade Ethanol (F.G.E) atau anhydrous ethanol yaitu etanol yang bebas
air atau hanya mengandung air minimal.
Bioetanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin pada komposisi
berapapun memberikan dampak yang positif. Berikut kelebihan-kelebihan bioetanol
dibandingkan bensin:
a) Bioetanol aman digunakan sebagai bahan bakar, titik nyala etanol tiga kali
lebih tinggi dibandingkan bensin.
b) Emisi hidrokarbon lebih sedikit.
Kekurangan-kekurangan bioetanol dibandingkan bensin:
a) Pada mesin dingin lebih sulit melakukan starter bila menggunakan bioetanol.
b) Bioetanol bereaksi dengan logam seperti magnesium dan aluminium.
Produksi bioetanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung
pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air. Sebagai alternatif digunakan campuran bioetanol dengan bensin.
Sebelum dicampur, bioetanol harus dimurnikan hingga 100%. Campuran ini dikenal
dengan sebutan gasohol (Skadrongautama, 2009).
Etanol selain diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohidrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa.
Ada tiga macam bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan bioetanol yaitu
gula (sukrosa), bahan berpati dan bahan berselulosa. Sumber gula/sukrosa berupa
nira, tebu, molasses, nira nipah, nira kelapa, nira siwalan, nira sorgum manis, dan sari
buah. Sumber bahan berpati berupa tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu,
ubi kayu/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi-umbian dan sumber pati lainnya.
12
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
Bahan berselulosa misalnya kayu, jerami, batang pisang, bagas dan lain-lain
(Susmiati, 2010).
Secara biokimia, proses pembentukan etanol didahului dengan proses
glikolisis yaitu proses perubahan satu molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat.
Proses glikolisis secara garis besar dibagi menjadi dua bagian :
1. Proses pemakaian energi. Di dalam tahap persiapan ini, glukosa mengalami
proses fosforilasi dan pemecahan menjadi dua molekul triosa yaitu
gliseraldehid-3-fosfat. Proses ini mengkonsumsi 2 ATP.
2. Proses pembentukan energi. Dua molekul gliseraldehid-3-fosfat akan
dikonversi menjadi piruvat yang disertai dengan pembentukan 4 ATP.
Respirasi terhenti dalam keadaan tanpa oksigen karena proses pengangkutan
elektron yang dirangkaikan dengan fosforilasi bersifat oksidasi melalui rantai
pernafasan yang menggunakan molekul oksigen sebagai penerima elektron
terakhir tidak berjalan. Akibatnya jalan metabolisme lingkar asam
trikarboksilat (daur krebs) akan terhenti pula sehingga piruvat tidak lagi
masuk ke dalam daur krebs melainkan dialihkan pemakaiannya yaitu diubah
menjadi etanol (Wirahadikusumah, 1985).
Sumber : Wirahadikusumah, 1985
Gambar 2.3. Proses Konversi Glukosa Menjadi Etanol
13
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
Khamir memproduksi etanol dan CO2 melalui dua reaksi yang berurutan.
1. Proses dekarboksilasi piruvat menjadi asetaldehid dan CO2 dengan katalis
piruvat dekarboksilase (enzim ini tidak ada di binatang). Proses dekaboksilasi
merupakan reaksi yang tidak reversibel membutuhkan ion Mg2+ dan koenzim
tiamin pirofosfat. Reaksi berlangsung melalui beberapa senyawa antara yang
terikat secara kovalen pada koenzim.
2. Reduksi asetaldehid menjadi etanol oleh NADH dengan dikatalisis oleh
alkohol dehidrogenase, dengan demikian pembentukan NAD+ akan digunakan
di dalam proses reaksi GADPH glikolisis (Voet et al, 2006).
Tabel 2.2. Sifat Fisika Etanol
Parameter Komposisi
Titik didih normal (oC) 78,4
Titik lebur (oC) -112
Berat molekul (g/grmol) 46,07
Densitas (g/mL) 0,7893
Indeks bias (cP) 1,36143
Viskositas (cP) 1,17
Panas penguapan (kal/g) 200,6
Merupakan cairan tidak berwarna
Dapat larut dalam air dan eter
Memiliki bau yang khas
Sumber : Perry (1999)
Etanol memiliki berat jenis sebesar 0,7937 g/ml (15oC) dan titik didih sebesar
78,32oC pada tekanan 760 mmHg. Etanol larut dalam air dan eter dan mempunyai
panas pembakaran 328 Kkal dan fermentasi etanol membutuhkan waktu 30-72 jam
(Paturau, 1981 dalam Juara, 2011). Prescott dan Dunn (1981) menyatakan bahwa
waktu fermentasi etanol yang dibutuhkan adalah 3 hingga 7 hari. Frazier dan
Westhoff (1978) menambahkan suhu optimum fermentasi adalah 25-30oC dengan
kadar gula 10-18%.
14
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
2.3. Hidrolisis Asam
Hidrolisis asam dapat dipergunakan untuk memecah komponen polisakarida
menjadi monomer-monomernya. Proses hidrolisis yang sempurna akan memecah
selulosa dan pati menjadi glukosa, sedangkan hemiselulosa akan terpecah menjadi
pentosa dan heksosa. Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam yang dapat digunakan
sebagai katalis asam selain asam klorida (HCl). Hidrolisis asam dikelompokkan
menjadi dua yaitu hidrolisis asam pekat dengan konsentrasi tinggi dan hidrolisis asam
encer dengan konsentrasi rendah (Taherzadeh & Karimi 2007).
Keuntungan hidrolisis menggunakan asam konsentrasi tinggi antara lain
proses hidrolisis dapat dilakukan pada suhu yang rendah dan hasil gula yang
didapatkan tinggi. Namun penggunaan asam konsentrasi tinggi mempunyai
kelemahan antara lain jumlah asam yang digunakan sangat banyak, potensi korosi
pada peralatan produksi terutama alat yang terbuat dari besi, penggunaan energi yang
tinggi untuk proses daur ulang asam dan waktu reaksi yang lama yaitu berkisar antara
dua hingga enam jam. Hidrolisis menggunakan asam dengan konsentrasi rendah
mempunyai keuntungan antara lain jumlah asam yang digunakan sedikit dan waktu
tinggal yang sebentar. Namun kerugian dalam penggunaan asam encer dengan
konsentrasi rendah antara lain membutuhkan suhu tinggi dalam proses operasinya,
gula yang didapatkan sedikit, potensi korosi pada peralatan produksi terutama alat
yang terbuat dari besi dan pembentukan produk samping yang tidak diharapkan
(Taherzadeh & Karimi 2007).
Hidrolisis asam dengan konsentrasi rendah dilakukan dalam dua tahap yaitu
tahap pertama yang melibatkan asam encer untuk menghidrolisis gula dari golongan
pentosa yang umumnya terdapat dalam fraksi hemiselulosa. Tahap ini biasanya
menggunakan H2SO4 1% pada suhu 80oC-120oC selama 30-240 menit. Tahap kedua
menggunakan asam dengan konsentrasi yang lebih tinggi untuk menghidrolisis gula
yang berasal golongan heksosa seperti selulosa biasanya dilakukan dengan
konsentrasi asam 5-20% H2SO4 dengan suhu 180oC. Proses hidrolisis bertahap ini
dapat memaksimalkan hasil glukosa yang dihasilkan dan meminimumkan hasil
samping yang tidak diinginkan (Purwadi, 2006).
15
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
Penentuan konsentrasi asam tergantung pada ukuran, bentuk dan kadar air
pada partikel lignoselulosa. Asam sulfat biasanya digunakan pada bahan terlarut
dengan konsentrasi tidak melebihi 10% berat (H2SO4 umum digunakan tidak lebih
dari 5%). Penggunaan katalis asam encer selalu terjadi penambahan air yang banyak
pada bahan lignoselulosa dan hal itu membutuhkan energi panas yang lebih banyak
selama proses pemanasan (Patent Cooperation Treaty, 1998).
Proses hidrolisis menggunakan konsentrasi asam encer, selain dapat
menguraikan glukosa juga menghasilkan hasil samping yang dapat menghambat
proses fermentasi. Hasil samping yang dapat menghambat proses fermentasi antara
lain furfural, 5-hidroksimetilfurfural (HMF), asam lefulenat, asam asetat, asam
format, asam uronat dan lain-lainnya (Taherzadeh & Karimi 2007).
Hidrolisis asam pada bahan lignoselulosa, hemiselulosa merupakan komponen
yang paling mudah terhidrolisis oleh asam yang akan terdegradasi menjadi xilosa,
manosa, asam asetat, galaktosa arabinosa dan sejumlah kecil rhamnosa, asam
glukuronat, asam metil glukronat dan asam galakturonat (Morohoshi 1991; Sjӧstrӧm
1993). Selulosa akan terdegradasi menjadi glukosa. Xilosa akan terdegradasi menjadi
furfural dan 5-hidroksimetilfurfural (HMF) pada kondisi suhu dan tekanan tinggi.
Komponen fenol terbentuk dari lignin yang terpecah sebagian dan juga selama proses
degradasi karbohidrat (Palmqvist & Hahn Hӓgerdal, 2000). Lignin merupakan
komponen komplek yang tersusun oleh phenylpropane yang terikat di dalam struktur
tiga dimensi. Ikatan kimia terjadi di antara lignin dan hemiselulosa bahkan terkadang
juga dengan selulosa. Lignin sangat tahan terhadap reaksi kimia dan enzimatik
(Taherzadeh 1999; Palmqvist & Hahn-Hӓgerdal 2000).
2.4. Karbohidrat
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati dapat dibuat dari tumbuhan singkong (ubi
kayu), ubi jalar, kentang, jagung, sagu dan lain-lain (Widowati, 2001).
16
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
Pati terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi amilosa dan amilopektin. Fraksi
amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan
amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5%
berat total. Molekul-molekul glukosa di dalam amilosa saling berikatan melalui
gugus glukopiranosa β-1,4. Pada amilopektin sebagian dari molekul-molekul glukosa
di dalam rantai percabangannya saling berikatan melalui gugus α-1,6. Ikatan α-1,6
sangat sukar diputuskan, apalagi jika dihidrolisis menggunakan katalisator asam
(Tjokroadikoesoemo 1986).
(a)
(b)
Sumber : Koleksi Pribadi
Gambar 2.4. (a) Struktur Amilosa dan (b) Satruktur Amilopektin
Selulosa merupakan serat-serat panjang dan komponen terbesar (33-51%)
dalam lignoselulosa yang secara bersama-sama dengan hemiselulosa dan lignin
membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Selulosa tidak
17
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
dapat dicerna oleh manusia dan tidak larut dalam air. Selulosa pada tumbuhan
terdapat di dalam dinding sel pelindung tanaman, terutama pada tangkai, batang,
dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Komponen ini terdiri dari
unit monomer D-glukosa yang terikat melaui ikatan β-1, 4-D-glukopiranosa. Struktur
kimia selulosa berupa polisakarida linear yang tersusun dari pengulangan unit β-1, 4-
D-glukopiranosa dan berasosiasi dengan hemiselulosa (Hayn et al. 1993.).
Selulosa dapat larut dalam asam pekat seperti H2SO4 72%. Asam tersebut
akan menghidrolisis selulosa menjadi glukosa. Peningkatan temperatur dan tekanan
akan meningkatkan laju hidrolisis. Hidrolisis selulosa dapat dihambat oleh lignin dan
hemiselulosa (Sjostrom 1994).
Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang
dibentuk melalui biosintetis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa
yang merupakan homopolisakarida. Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis dengan
asam menjadi komponen-komponen monomernya yang terdiri dari D-glukosa, D-
manosa, D-galaktosa, D-xilosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa disamping menjadi
asam D-glukuronat, asam 4-0-metil-glukuronat dan asam D-galakturonat
(Sastrohamidjojo dan Prawirohatmodjo 1995)
Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan bobot molekul lebih kecil
dibandingkan selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat
plastis dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan
dengan selulosa (Judoamidjojo et al.1989). Ikatan di dalam rantai hemiselulosa
banyak bercabang karena gugus β-glukosida di dalam molekul yang satu berikatan
dengan gugus hidroksil C2, C3 dan C4 dari molekul yang lain. Berbeda dengan
selulosa, hemiselulosa berbentuk amorf (Tjokroadikoesoemo 1986).
2.5. Fermentasi
Fermentasi adalah suatu kultur mikroba dalam kondisi optimum untuk
menghasilkan produk berupa metabolit-metabolit, enzim, atau produk lain (seperti
biomassa) (Saepudin, 2009). Awalnya fermentasi didefinisikan sebagai anggur yang
mendidih, kemudian pengertiannya berkembang secara luas menjadi penggunaan
18
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
mikroorganisme untuk bahan pangan. Oleh Louis Pasteur, fermentasi didefinisikan
sebagai proses penguraian gula pada buah anggur menjadi gelembung-gelembung
udara (CO2) oleh khamir yang terdapat pada cairan ekstrak buah anggur tersebut.
Fermentasi etanol yang juga biasa disebut fermentasi alkohol, adalah proses biologi
dimana gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa dirubah menjadi energi selular dan
menghasilkan etanol dan karbondioksida sebagai metabolit samping. Persamaan
reaksi kimia pada fermentasi alkohol :
C6H12O6 2 C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (ΔG : 118 kJ per mol) atau
Gula Alkhol + Karbon Dioksida + Energi (ATP)
Fermentasi yang dilakukan dalam penelitian kali ini menggunakan
Saccharomyces cereviceae sebagai mikroorganisme yang berperan dalam mengubah
1 mol glukosa menjadi 2 mol etanol. Pada proses ini, Saccharomyces cereviceae akan
memetabolisme glukosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi jalur
Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan
didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi
menjadi etanol (Roukas, 1996).
Prosesnya dimulai ketika satu molekul glukosa dipecah menjadi piruvat
melalui proses glikolisis (jalur Embden-Meyerhof-Parnas) (Stryer, 1975).
C6H12O6 2CH3COCOO- + 2H+
Reaksi ini mengubah dua molekul NAD+ menjadi NADH dan menghasilkan 2
ATP serta 2 molekul air. Piruvat lalu diubah menjadi asetaldehid dan karbondioksida
oleh enzim piruvat dekarboksilase dan menghasilkan tiamin difosfat sebagai kofaktor
(Stryer, 1975).
CH3COCOO- + H+ CH3CHO + CO2
Setelah itu, asetaldehid direduksi oleh NADH yang dihasilkan dari glikolisis menjadi
etanol.
CH3CHO + NADH C2H5OH + NAD+
Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan
kadar hanya 8 sampai 10% volume, sebab, bila dari proses fermentasi sudah
19
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
diperoleh alkohol dengan kadar 10%, mikroba akan mengalami lisis karena pengaruh
dari alkohol tersebut.
Proses fermentasi dapat digolongkan berdasarkan cara operasinya, yaitu sebagai
berikut:
A. Proses Fermentasi Cair (Roukas, 1996)
Submerged fermentation adalah yang melibatkan air sebagai fase kontinyu dari
sistem pertumbuhan sel bersangkutan atau substrat, baik sumber karbon maupun
mineral terlarut atau tersuspensi sebagai partikel-partikel dalam fase cair.
Fermentasi cair dengan teknik tradisional tidak dilakukan pengadukan, berbeda
dengan tenik fermentasi cair modern melibatkan fermentor yang dilengkapi
dengan : pengadukan (agar medium tetap homogen), aerasi, pengaturan suhu
(pendinginan dan pemanasan) dan pengaturan pH.
Fermentasi ini dapat dibagi menjadi 3 macam :
1) Batch process, yaitu fermentasi dengan cara memasukkan media dan
inokulum secara bersamaan ke dalam bioreaktor dan pengambilan produk
dilakukan pada akhir fermentasi. Pada sistem batch, bahan media dan
inokulum dalam waktu yang hampir bersamaan dimasukkan ke dalam
bioreaktor. Pada saat proses berlangsung, akan terjadi perubahan kondisi
dalam bioreaktor (nutrient akan berkurang sedangkan produk serta limbah
bertambah), hingga pada suatu keadaan tertentu (sesuai keadaan yang
diinginkan). Untuk proses fermentasi yang baru, maka bioreaktor harus
dikosongkan.
2) Feed batch process, yaitu fermentasi dengan cara memasukkan sebagian
sumber nutrisi ke dalam bioreaktor dengan volume tertentu hingga diperoleh
produk yang mendekati maksimal, akan tetapi konsentrasi sumber nutrisi
dibuat konstan.
3) Continous process, yaitu fermentasi yang dilakukan dengan cara pengaliran
substrat dan pengambilan produk dilakukan secara terus menerus (sinambung)
setiap saat setelah diperoleh konsentrasi produk maksimal atau substrat
pembatasnya mencapai konsentrasi yang hampir tetap.
20
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
B. Fermentasi Padat (Solid State fermentation)
Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam
substrat tidak larut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir
bebas. Solid state fermentation mempunyai kandungan nutrisi per volume jauh
lebih pekat sehingga hasil per volume dapat lebih besar.
Keuntungan fermentasi dengan cara ini adalah :
1. Medium yang digunakan relatif sederhana
2. Ruang yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil, karena
air yang digunakan sedikit
3. Inokulum dapat disisapkan secara sederhana
4. Kondisi medium tempat pertumbuhan mikroba mendekati kondisi
habitat alaminya
5. Aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang di antara setiap
partikel substratnya
6. Produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah
Menurut Budiyanto (2003) dalam Rusdianto, untuk mendapatkan hasil
fermentasi yang optimum perlu diperlihatkan hal-hal berikut:
1 Kadar gula yang terlalu tinggi akan menghambat aktivitas khamir.
Konsentrasi gula yang optimum untuk menghasilkan kadar etanol yang
optimum adalah 14-18 %.
2 Suhu yang baik untuk fermentasi adalah dibawah 300C. semakin rendah suhu
fermentasi, maka semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkannya. Hal ini
dikarenakan pada suhu rendah CO2 lebih sedikit yang dihasilkan.
3 Derajat keasaman akan mempengaruhi kecepatan fermentasi. pH yang
optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 4 sampai 4,5. Untuk pengaturan
pH dapat digunakan NaOH untuk menaikkan pH dan asam nitrat untuk
menurunkan pH. Pada pH 3,5 atau sedikit lebih rendah fermentasi masih
dapat berlangsung dengan baik dan bakteri pembusuk akan terhambat.
21
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
2.6. Saccharomyces sereviceae
Saccharomyces sereviceae di Indonesia lebih dikenal dengan nama jamur ragi.
Jamur ini merupakan jamur yang sangat dibutuhkan untuk membuat roti dan bir sejak
zaman kuno. Ini adalah mikroorganisme yang berperan di belakang fermentasi.
Mikroorganisme ini berasal dari golongan khamir yang mampu memfermentasi
glukosa, maka dimanfaatkan untuk memproduksi bioetanol (Rusdianto, 2010).
2.6.1. Taksonomi Saccharomyces sereviceae
Saccharomyces cereviceae merupakan suatu khamir sel tunggal (unicellular)
yang berukuran 5-10 μm, berbentuk bulat, silindris, atau oval. S. cereviceae
digunakan untuk produksi etanol pada kondisi anaerob. Klasifikasi S.
cereviceae adalah sebagai berikut (Rusdianto, 2010) :
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cereviceae
2.6.2. Morfologi Saccharomyces sereviceae
Saccharomyces sereviceae merupakan khamir atau fungi uniseluler
golongan eukariot. Mikroorganisme ini berbentuk bulat atau oval dengan
diameter 5-20 mikrometer dan berultifikasi membentuk bud yang setelah
dewasa akan pecah menjadi sel induk (Haetami dkk, 2008). Strukturnya
mempunyai dinding polisakarida tebal yang menutup protoplasma. Ciri
umum Saccharomyces sereviceae yaitu tidak mempunyai hifa dan tubuh
buah.
Khamir ini bereproduksi dengan cara bertunas. Tempat melekatnya
tunas pada induk sel sangat kecil, sehingga seolah-olah tidak terbentuk
septa, sehingga tidak dapat terlihat dengan mikroskop biasa. Reproduksi
22
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
khamir dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang
tersedia bagi pertumbuhan sel (Mandels, 1970).
2.6.3. Fisiologi Saccharomyces sereviceae
Semua galur dari S. cereviceae dapat tumbuh secara aerobik di
dalam media glukosa, maltosa dan trehalosa namun tidak dapat hidup di
dalam laktosa dan selobiosa. Kemampuan untuk hidup dan menggunakan
berbagai jenis gula akan berbeda-beda yang dipengaruhi oleh kondisi
aerobik atau anaerobik, beberapa galur tidak dapat tumbuh secara
anaerobik di media sukrosa dan trehalosa. Semua galur dari S.
cereviceae dapat menggunakan amonia dan urea sebagai sumber
nitrogen tetapi tidak dapat menggunakan nitrat karena
ketidakmampuannya untuk mereduksi menjadi ion amoniak. Khamir
selain membutuhkan unsur nitrogen juga memerlukan unsur fosfor dan
unsur logam seperti magnesium, besi, kalsium dan seng untuk
pertumbuhannya .
Untuk dapat bertahan hidup, S. cereviceae membutuhkan nutrien
yang diperoleh dari medium perkembangbiakkannya seperti (NH4)2SO4,
MgSO4.7H2O, KCl, CaCl2, P3(PO4)5, ekstrak ragi, air, dan glukosa. S.
cereviceae merupakan mikroorganisme yang dapat dikultivasi pada
kondisi aerobik dan anaerobik, produk yang dihasilkan pada kedua kondisi
tersebut berbeda. S. cereviceae pada kondisi aerobik akan menghasilkan
individu baru, sedangkan pada kondisi anaerobik dihasilkan produk
utama yang dapat berupa etanol dimana hasilnya tergantung pada
konsentrasi awal biomassa. Konsentrasi gula yang baik untuk fermentasi
menggunakan khamir adalah diantara 10-18% dengan pH bahan 4-5 dan
waktu yang digunakan biasanya 30-72 jam (Rusdianto, 2010).
2.7. Kromatografi Gas
Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan dengan komponen-
komponen yang akan dipisahkan terdistribusi di antara dua fase yaitu fase diam dan
23
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
fase gerak. Sebagai fase diam dapat digunakan zat cair atau zat padat sedangkan fase
geraknya dapat berupa gas atau zat cair (Hendayana dkk, 2000). Contoh sampel
diinjeksikan ke dalam kromatografi gas yang dilengkapi dengan kolom gelas non
polar metil silikon. Gas pembawa helium kemudian mengangkut uap bahan tersebut
menerobos kolom sehingga komponen-komponenya terpisah oleh proses
kromatografik. Komponen yang terbawa kemudian akan terdeteksi oleh detektor
nyala pengion dan sinyal detektor diolah oleh suatu sistem akuisisi data elektronik.
Komponen-komponen pada cairan terdeteksi dengan waktu retensinya sedangkan
konsentrasi setiap komponen diketahui melalui luas puncak kromatogram
(Prihandana dkk, 2007).
2.8. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur serapan
yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik dengan molekul
atau atom dari suatu zat kimia pada daerah ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak
(400-800 nm).
Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum
ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan
menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 200 nm hingga 800 nm dan
suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan. Kedua sel yang digunakan untuk
larutan yang diperiksa dan larutan pembanding harus mempunyai karakteristik
spektrum yang sama. Bila digunakan instrumen bekas ganda dengan perekam, sel
yang berisi pelarut ditempatkan pada jalur berkas pembanding.
Jika tidak dinyatakan lain, serapan diukur pada panjang gelombang yang
ditetapkan dengan menggunakan kuvet yang panjangnya 1 cm pada suhu 19oC hingga
20oC. Jika hal tersebut tidak sesuai untuk instrumen tertentu, panjang kuvet dapat
diubah atau sebagai gantinya kadar dapat diubah, asalkan telah ditunjukkan bahwa
Hukum Beer dipenuhi untuk jangkauan kadar tersebut. Kecuali dinyatakan lain,
pengukuran dilakukan terhadap pelarut yang digunakan untuk membuat larutan uji
24
UIN Syarif Hidayyatullah Jakarta
sebagai pembanding. Dalam hal tertentu, pengukuran dilakukan terhadap suatu
campuran pereaksi sebagai pembanding.
Suatu pernyataan dalam suatu penetapan kadar atau pengujian mengenai
panjang gelombang serapan maksimum mengandung implikasi bahwa maksimum
tersebut tepat pada atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang ditetapkan
(Soemitro, et al., 1991). Suatu spektrofotometri UV-Vis tersusun dari sumber
spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan
sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel
dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 2003).
25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Badan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
(BALITRO), Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Steril, Laboratorium
Penelitian 2 dan Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Program Studi Farmasi,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2014 sampai
dengan April 2015.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: grinder, timbangan
analitik (AND GX-200), labu erlenmeyer (Scott Duran), beacker glass (Scott Duran),
gelas ukur (Scott Duran), corong (Scott Duran), tabung reaksi (Scott Duran), spatula,
batang pengaduk, pipet tetes, seperangkat alat destilasi, cawan porselen, spatel, pH-
meter digital (HORBA), inkubator, soxlet, centrifuge (Eppendorf Centrifuge 5417 R),
oven, autoklaf (Ogawa Seiki), pisau, Hotplate-Magnetik Stirrer (Wiggen Hauser),
spektroskopi Uv-Vis (Hitachi U-2910), dan GC-MS (Agilent Technologies 7890A).
3.2.2. Bahan
Sampel tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit
pisang kepok kuning (Musa balbisiana L) yang diperoleh dari pengolah pisang yang
berada di daerah Ciputat dimana pisang tersebut disuplai dari Cilawu, Garut.
Selanjutnya, sampel dideterminasi di Herbarium Bogoriense, LIPI, Cibinong, Bogor.
Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi etanol adalah
Saccharomyces cereviceae dalam bentuk dry baker yeast komersial. Bahan yang
digunakan sebagai bahan tambahan untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah NPK.
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: NaOH, pereaksi Nelson
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Somogiy, H2SO4, etanol (pa), Metanol, HCl, selenium, CuSO4.5H2O, Na2SO4,
CH3COOH dan etanol 70%.
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Penyiapan Sampel
Limbah kulit pisang kepok yang diperoleh dari pengolah pisang di daerah
Ciputat yang disuplai dari Cilawu, Garut, diambil dalam keadaan segar pada bulan
November 2014. Sampel disortasi basah, selanjutnya dicuci dan dipotong menjadi
bagian yang lebih kecil untuk menghindari pembusukan dan mempercepat
pengeringan. Selanjutnya sampel dikeringkan dengan menggunakan blower suhu
500C yang dilakukan di BALITRO, Bogor. Pengeringan dilakukan sampai kadar air
nya 8,90%. Sampel dihaluskan dan dihitung rendemennya.
Rendemen =Bobottotaltepung
Bobottotalsampelbasahx100%
3.3.2. Karakteristik Tepung Kulit Pisang Kepok
3.3.2.1. Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Panaskan botol timbang pada oven pada suhu 1050C selama 1 jam.
Dinginkan di dalam desikator selama ½ jam. Timbang dan catat bobotnya.
Timbang sampel sebanyak 1 g pada botol timbang tertutup yang telah diketahui
bobot konstannya. Panaskan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam.
Kemudian didinginkan di dalam desikator selama ½ jam. Timbang botol
timbang yang berisi sampel tersebut. Ulangi pemanasan dan penimbangan
hingga diperoleh bobot konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan
menggunakan rumus :
KadarAir(%b/b) = (Beratawal − beratsetelahpengeringan)
Beratawalx100%
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2.2. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Timbang dengan seksama 2 g sampel ke dalam cawan porselen yang
telah diketahui bobotnya. Arangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan di
dalam tanur listrik pada suhu maksimum 5500C sampai pengabuan sempurna.
Dinginkan di dalam desikator lalu timbang sampai bobot tetap. Perhitungan
kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus :
KadarAbu(%) = Beratabu(g)
Beratsampel(g)x100%
3.3.2.3. Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)
Timbang dengan seksama 1 g sampel, masukkan ke dalam selongsong
kertas yang dilapisi kapas. Sumbat selongsong kertas yang berisi sampel
tersebut dengan kapas. Keringkan di dalam oven pada suhu 800C selama 1
jam, kemudian masukkan ke dalam alat soxlet yang dihubungkan dengan labu
lemak yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya (timbang labu sebelum
dipakai). Ekstraksi dengan heksan selama 6 jam. Suling heksan dan keringkan
ekstrak lemak di dalam oven pada suhu 1050C. Dinginkan di dalam desikator
dan timbang. Ulangi hingga tercapai berat konstan.
KadarLemak(%b/b) =Bobotlemak
Bobotsampelx100%
3.3.2.4. Kadar Protein (SNI 01-2891-1992)
Timbang dengan seksama 0,51 g sampel, masukkan ke dalam labu
kjeldahl 100 mL. Tambahkan 2 g campuran selenium (selenium 4 g + CuSO4.
5H2O 3 g + Na2SO4 190 g) dan 25 mL H2SO4 pekat. Panaskan di atas
penangas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijauan.
Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 10 mL,
tera sampai batas dengan aquadest. Pipet 5 mL larutan dan masukkan ke
dalam alat penyulingan, tambahkan 5 mL NaOH 30% dan beberapa tetes
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
indikator fenolftalein. Suling selama 10 menit. Tambahkan 10 mL asam borat
2% yang telah dicampur indikator BCG-MR (campuran bromcresol green dan
methyl red) di dalam penampungan. Larutan sampel dititrasi dengan HCl 0,01
N hingga berwarna merah muda. Kerjakan penetapan blanko. Penetapan kadar
N dan kadar protein dilakukan dengan persamaan berikut:
KadarProtein = (V1 − V2)xNHClx0,014x�kxfp
Wx100%
Keterangan :
W = Bobot cuplikan
V1 = Volume HCl 0,01 N yang digunakan untuk penitaran sampel
V2 = Volume HCl yang dipergunakan untuk penitaran blanko
N = Normalitas larutan HCl
Fk = Faktor konversi protein
Fp = Faktor pengenceran
3.3.2.5. Kadar Serat Kasar (SNI 01-2891-1992)
Sampel sebanyak 4 g dimasukan ke dalam erlenmeyer 500 mL
kemudian ditambahkan 100 mL H2SO4 1,25% dan dididihkan selama 30
menit. Ditambahkan lagi 50 mL NaOH 1,25 N dan dididihkan selama 30
menit. Dalam keadaan panas disaring dengan corong buchner yang berisi
kertas saring tak berabu Whatman No.41 setelah diketahui bobot keringnya.
Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan air panas,
H2SO4 1,25% dan etanol 96%. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu
105oC sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam desikator
dan ditimbang.
KadarSeratKasar(%) =Bobotendapankering(g)
Bobotsampel(g)x100%
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2.6. Analisa Kadar Pati (SNI 01-2891-1992)
Timbang dengan seksama 5 gr sampel ke dalam erlenmeyer 500 mL.
Tambahkan 200 mL larutan HCl 3% didihkan selama 3 jam. Dinginkan dan
netralkan dengan NaOH 30% dan tambahkan sedikit CH3COOH 3% agar
suasana sedikit asam. Pindahkan isinya ke dalam labu ukur 500 mL dan
impitkan hingga tanda batas dan disaring. Pipet 10 mL hasil saringan ke
dalam erlenmeyer 500 mL, tambahkan 25 mL larutan Luff (dengan pipet) dan
beberapa butir batu didih serta 15 mL air suling. Panaskan campuran tersebut
dengan nyala yang tetap. Usahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu
3 menit. Didihkan terus selama 10 menit dihitung dari saat mulai mendidih.
Kemudian dinginkan dalam bak yang berisi es. Setelah dingin tambahkan 15
mL larutan KI 20%, dan 25 mL H2SO4 25% perlahan-lahan. Titer secepatnya
dengan larutan tiosulfat 0,1 N (gunakan larutan indikator amilum 0,5%).
Kerjakan juga blanko.
Kadarkarbohidratsebagaipati =Mggulax
Ntio0,1
xfp
���1000x100%x0,9
Ws = Bobot cuplikan (mg)
Mg gula = Glukosa yang terkandung untuk mL tio yang dipergunakan (mg)
Fp = Faktor pengenceran
3.3.3. Hidrolisi Asam
3.3.3.1. Pengaruh Variasi Waktu Hidrolisis Dan Konsentrasi Asam
Metode hidrolisis yang digunakan merupakan hasil modifikasi metode
hidrolisis yang dipergunakan oleh Retno dan Nuri (2011). Sebanyak 50 g
tepung kulit pisang yang telah halus dilarutkan menggunakan H2SO4 dengan
variasi konsentrasi 0,2 N, 0,5 N, dan 0,8 N (1:10 b/v) dan diautoklaf pada
suhu 1000C dengan variasi lama hidrolisis yaitu 120 menit, 150 menit, dan
180 menit. Setelah itu dinetralkan dengan menggunakan NaOH 0,1 N dan 1
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
N. Kadar gula pereduksi diukur dengan menggunakan metode Nelson
Somogiy.
3.3.3.2. Perhitungan Gula Pereduksi Dengan Metode Nelson Somogiy
Larutan standar dibuat dengan menimbang 100 mg glukosa yang
dilarutkan dalam 100 mL akuades (1000 ppm). Dari larutan glukosa
standar tersebut dilakukan pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa
dengan konsentrasi 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm. Sebanyak 5 tabung reaksi
disiapkan dan masing-masing diisi dengan 1 mL larutan glukosa standar
tersebut dan disiapkan 1 tabung yang berisi aquadest sebagai blanko.
Masing-masing tabung ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson dan dipanaskan
semua tabung pada penangas air mendidih selama 20 menit. Semua tabung
diambil dan didinginkan dalam beaker glass yang berisi air. Tabung yang
telah dingin, ditambahkan 1 mL pereaksi arsenmolibdat dan digojog
sampai endapan Cu2O yang ada larut kembali. Setelah semua endapan
Cu2O larut sempurna, tambahkan 7 mL aquadest digojog hingga homogen.
Masing-masing larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 746
nm. Kurva standar yang dibuat menunjukkan hubungan antara absorbansi
dan konsentrasi glukosa (Nasrullah, 2009).
Penentuan gula pereduksi pada sampel dilakukan dengan mengambil 1
mL sampel yang telah diencerkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
sampel tersebut ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson dan selanjutnya
diperlakukan seperti pada penyiapan kurva standar di atas. Jumlah gula
pereduksi dapat ditentukan berdasarkan nilai absorbansi larutan sampel dan
kurva standar larutan glukosa (Sudarmaadji dkk, 1997).
3.3.4. Fermentasi Bioetanol
3.3.4.1. Persiapan Media Fermentasi
Tahap persiapan hidrolisat selanjutnya adalah proses pemisahan
padatan dengan cairan hidrolisat yang terdiri dari dua tahapan proses yaitu
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyaringan dan sentrifugasi. Proses penyaringan dilakukan menggunakan
kertas saring yang berfungsi untuk memisahkan ampas yang berukuran
besar. Larutan hasil penyaringan kemudian diadjust pH dengan NaOH 0,1
N dan 1 N hingga mencapai pH 4,1. Kemudian dilanjutkan dengan proses
sentrifugasi untuk mengurangi jumlah padatan terlarut dan kelebihan
garam yang terbentuk dari proses netralisasi. Proses sentrifugasi dilakukan
pada kecepatan 2.500 rpm selama 5 menit sehingga dihasilkan dua produk
yaitu endapan dan filtrat. Filtrat digunakan sebagai media fermentasi etanol
sedangkan endapan tidak digunakan (Rusdianto, 2010).
3.3.4.2. Fermentasi Bioetanol
Fermentasi dilakukan dengan menambahkan Saccharomyces
cereviceae dalam bentuk dry baker yeast komersial (ragi roti) dan sumber
nutrisi berupa pupuk NPK. Jumlah NPK yang ditambahkan sebanyak
0,06% total gula pereduksi dan ragi roti sebanyak 0,23% total gula
pereduksi (Rusdianto, 2010). Sampel kemudian diletakkan pada inkubator
pengaduk pada suhu 25oC dan diaduk pada 180 rpm dilakukan dengan
variasi waktu 1,2,3,4,5 hari (Daniel et al, 2012). Hasil fermentasi yang
didapatkan, kemudian dilanjutkan dengan proses destilasi.
Cairan hasil fermentasi kemudian dilakukan destilasi bertingkat
menggunakan suhu 800C, 700C, dan 600C untuk memisahkan produk utama
yang berupa etanol dan cairan sisa destilasi sebagai produk samping akhir
proses destilasi. Parameter yang diamati pada akhir fermentasi antara lain
analisis kadar bioetanol, rendemen bioetanol dan struktur bioetanol dengan
menggunakan GC-MS.
3.3.5. Analisis Bioetanol
3.3.5.1. Analisis Kadar Bioetanol Metode Berat Jenis
Piknometer kosong didinginkan dalam lemari pendingin hingga suhu
tera 150C dan ditimbang. Piknometer kosong kemudian diisi dengan
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aquadest, didinginkan pada suhu 150C dan ditimbang. Lakukan hal yang
sama pada sampel dengan mengganti aquadest dengan cairan hasil destilasi
(Mardoni dan Tjandrawati, 2005).
Perhitungan berat jenis bioetanol :
(Beratpiknometerkosong + Sampel)– BeratPiknometerKosong
(Beratpiknometerkosong + aquades)– BeratPiknometerKosong
Berat jenis yang terukur dikonversikan pada tabel konversi berat jenis
etanol pada suhu 150C.
3.3.5.2. Rendemen Bioetanol (% v/b)
Rendemen bioetanol dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
RendemenBioetanol =Volumebioetanol(mL)
Beratkulitpisangkering(g)x100%
3.3.5.3. Analisis Struktur Bioetanol
Setelah dilakukan pemurnian, selanjutnya analisis struktur dilakukan
dengan menggunakan GC-MS. Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30
m x 0,25 mm ID x 0,25 µM). Suhu awal 380C selama 5 menit. Suhu kedua
600C/menit. Suhu akhir 2000C/menit. Rasio split 10 : 1 dan larutan sampel
yang diinjeksikan ke dalam kolom sebanyak 0,5 µL.
33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penyiapan Sampel
Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas
tanaman tersebut. Dengan demikian kesalahan dalam pengumpulan bahan yang akan
diteliti dapat dihindari (Shiddiq, 2011). Dari hasil determinasi yang dilakukan di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor, tanaman yang diteliti
merupakan kulit pisang kepok jenis Musa balbisiana BBB (Lampiran 1).
Kulit pisang yang digunakan untuk pembuatan bioetanol ini merupakan limbah
yang diambil dari pengolah kripik pisang. Kulit pisang kepok yang dipilih tidak
terlalu matang, karena diperkirakan kulit pisang yang matang mengandung pati yang
lebih sedikit. Berdasarkan hasil penelitian Kundarto (2004), kriteria kulit pisang
kepok yang paling baik dijadikan sebagai sumber pembuatan bioetanol adalah kulit
pisang kepok kuning yang masih setengah matang. Bagian dalam kulit pisangnya
masih tebal. Sehingga diperkirakan kandungan patinya masih tinggi.
Kulit pisang kepok yang telah terkumpul dibersihkan dari kotoran yang melekat
dengan menggunakan air mengalir dan kemudian dirajang kecil-kecil. Pengeringan
yang dilakukan dengan menggunakan blower suhu 500C yang berlangsung selama 5
hari hingga kadar air yang dikandungnya mencapai kurang dari 10%. Proses
pengeringan dan penghalusan dilakukan di BALITRO, Bogor. Dari hasil pengeringan
tersebut, didapatkan rendemen simplisia kering sebesar 13,82%.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(a) (b)
Sumber : Koleksi pribadi
Gambar 4.1. (a) Limbah kulit pisang segar. (b) Tepung limbah kulit pisang
4.2. Karakterisasi Tepung Limbah Kulit Pisang Kepok Kuning
Karakterisasi tepung limbah kulit pisang kepok ini bertujuan untuk melihat
karakteristik proksimat tepung limbah kulit pisang kepok kuning yang diambil dari
daerah Cilawu, Garut meliputi nilai kandungan nutrisinya serta melihat korelasinya
terhadap bioetanol yang dihasilkan. Ada 6 komponen yang perlu dikarakterisasi,
diantaranya kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar dan
kadar pati.
Kandungan air dalam sampel berpengaruh terhadap daya simpan sampel
tersebut. Sampel kering apabila memiliki kandungan air tinggi, maka kemungkinan
besar akan lebih cepat rusak dan ditumbuhi oleh mikroba. Sehingga kualitasnya akan
menurun. Maka diperlukan kadar air kurang dari 10% pada sampel kering untuk
menghindari pertumbuhan mikroba. Berdasarkan hasil analisa proksimat, tepung kulit
pisang kepok mengandung kadar air sebesar 8,90%. Nilai tersebut diperbolehkan
karena masih masuk rentang yaitu dibawah 10% (Hanum et. al, 2012).
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1. Karakteristik Tepung Limbah Kulit Pisang Kepok
Komponen Tepung Kulit Pisang Kepok
Hasil pengujian/pemeriksaan (%)
Air 8,90
Abu 0,97
Lemak 11,43
Protein 6,21
Serat kasar 28,88
Pati 29,47
Selain kadar air, komponen penting lain yang perlu diperhatikan dari tepung
kulit pisang adalah kadar pati, kadar serat, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein.
Kadar pati dan kadar serat merupakan komponen yang paling penting untuk menilai
berapa banyak monosakarida yang dapat dihasilkan dari proses hidrolisis. Karena
semakin banyak pati yang dikandung, maka akan semakin banyak gula pereduksi
yang terbentuk sehingga bioetanol yang dihasilkan pun akan semakin tinggi. Pati
merupakan komponen utama yang diperhatikan dalam proses hidrolisis dibandingkan
komponen serat karena pati lebih mudah dihidrolisis oleh asam dibandingkan serat.
Serat yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin lebih sulit terhidrolisis karena
adanya ikatan antara selulosa dengan lignin serta hemiselulosa (Rusdianto, 2010).
Nilai kadar serat dan kadar pati tepung kulit pisang kepok berturut-turut adalah
28,88% dan 29, 47%. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kadar serat dan
pati yang didapatkan oleh Kundarto (2011) yaitu sebesar 6,75% dan 18,4%.
Perbedaan nilai ini menunjukkan bahwa kulit pisang yang digunakan pada penelitian
ini lebih bagus dari pada kulit pisang yang digunakan oleh Kundarto (2011), karena
pati dan serat yang dijadikan sebagai sumber polisakarida dalam produksi bioetanol
jauh lebih banyak.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kadar abu, lemak dan protein digunakan untuk menilai kandungan nutrisi dari
kulit pisang kepok. Kadar abu dalam bahan menggambarkan kandungan mineral-
mineral anorganik sisa pembakaran bahan organik pada suhu 5500C (Apriyantono et
al. 1988 dalam Maulidya 2011). Kadar abu total dalam tepung kulit pisang kepok
sebanyak 0,97%. Nilai ini lebih rendah dari kadar abu kulit pisang kepok yang
dilakukan oleh Dewati (2008) yaitu sekitar 1,03%.
Selain itu, kadar lemak dan protein berturut-turut sebanyak 11,47% dan 6,21%.
Kadar lemak dan protein berpengaruh terhadap karakteristik gelatinasi dan
kekentalan bahan. Adanya lemak pada bahan berpati dapat mengganggu proses
gelatinasi karena lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga
menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Sedangkan protein dapat
menyebabkan kekentalan pati menurun (Mohamed dan Duarteb, 2003 dalam Juara
2011). Leach (1965) dalam Richana dan Sunarti (2004) menyatakan bahwa protein
dan pati akan membentuk kompleks dengan permukaan granula dan menyebabkan
viskositas pati menurun, dan berakibat pada rendahnya kekuatan gel.
Bila kita bandingkan dengan hasil yang didapatkan oleh Kundarto (2011), kadar
lemak diperoleh pada penelitian ini jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil
Kundarto yaitu sebesar 1,84%. Hal ini menunjukkan proses gelatinasi yang terjadi
akan lebih buruk karena kadar lemak yang jauh lebih tinggi pada sampel kulit tepung
pisang kepok kuning. Sedangkan kadar protein yang didapatkan lebih rendah dari
hasil Kundarto yaitu sebesar 7,36%.
4.3. Hidrolisis Tepung Limbah Kulit Pisang Kepok dengan Asam Sulfat
Proses hidrolisis yang dilakukan adalah hidrolisis asam menggunakan asam
sulfat (H2SO4). Hidrolisis asam dilakukan untuk menggantikan proses hidrolisis
enzimatis menggunakan enzim α-amilase dan amiloglukosidase yang hanya
memutuskan ikatan α-1,4 glikosida pada pati. Hal tersebut dilakukan agar selain pati,
karbohidrat lain terutama hemiselulosa dan selulosa akan ikut terhidrolisis sehingga
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gula-gula sederhana yang diperoleh akan meningkat dibandingkan menggunakan
enzim (Susmiati, 2010).
Hidrolisis menggunakan asam merupakan salah satu teknik yang sederhana
dilakukan untuk mengubah polisakarida menjadi bentuk monosakarida. Asam sulfat
merupakan asam yang sering digunakan sebagai katalis kimia meskipun asam yang
lain juga bisa digunakan seperti asam klorida (HCl). Asam bekerja dengan cara acak
dalam proses konversi dan gula yang dihasilkan sebagian besar gula pereduksi.
Pemilihan asam sulfat pada proses hidrolisis ini atas dasar bahwa asam sulfat dapat
memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam klorida pada
konsentrasi dan waktu hidrolisis yang sama. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sari
dalam Susmiati (2010), bahwa asam sulfat menghasilkam total gula sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan asam klorida pada konsentrasi, waktu dan suhu yang
sama karena sifat HCl lebih kuat dengan reaktivitas yang lebih tinggi.
Pada proses hidrolisis, ketika larutan tepung dipanaskan pada suhu tinggi terjadi
proses pengembangan granula pati, hemiselulosa dan selulosa. Proses pemanasan
menyebabkan granula pati mengembang dengan cepat dan menyerap air sebanyak-
banyaknya, oleh karena itu daya serap air pada bahan yang tinggi akan
mempermudah pemutusan ikatan hidrogen pada pati. Pada proses hidrolisis pati
dengan asam terjadi proses konversi oleh katalis asam pada ikatan α-1,4 dan α-1,6
glikosida. Proton yang bertindak sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan
oksigen glikosida (O-glikosida) yang menghubungkan dua unit gula, diikuti dengan
pemecahan yang lambat dari ikatan C-O (Oktavianus dkk, 2013). Proses hidrolisis
pada mulanya terjadi pada bagian amorf dari granula pati. Granula pati yang
terhidrolisis dengan asam akan mengalami kerusakan pada bagian tengah yaitu
bagian hilus, dimana daerah tersebut terjadi keretakan dan berlubang sehingga
granula tersebut akan pecah (Susmiati, 2010).
Pada proses hidrolisis ini ada dua parameter yang diujikan, yaitu konsentrasi
asam sulfat dan waktu hidrolisis. Parameter ini dilakukan guna melihat kondisi
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terbaik yang didapatkan pada proses hidrolisis. Perubahan warna yang terjadi dari
coklat menjadi merah tua menandakan bahwa sampel telah mengalami hidrolisis.
Perubahan warna merah yang merata pun menandakan bahwa hidrolisis yang
dilakukan telah sempurna. Menurut Rusdianto (2010), hasil hidrolisis yang sempurna
dapat dilihat jika warna merah tua pada hidrolisat merata pada seluruh larutan.
Dari ketiga konsentrasi yang digunakan, ada perbedaan warna merah yang
terjadi setelah dilakukan proses hidrolisis. Pada sampel yang menggunakan
konsentarsi asam 0,2 N menghasilkan perubahan warna menjadi coklat kemerahan.
Artinya, warna merah yang terjadi sedikit keruh. Pada sampel yang menggunakan
konsentrasi asam sulfat 0,5 N, warna merah yang terbentuk lebih jelas dan tidak
begitu keruh. Sedangkan pada sampel yang menggunakan konsentrasi asam sulfat 0,8
N warna merah yang terbentuk tidak keruh dan lebih encer. Bisa disimpulkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi asam sulfat yang digunakan, maka semakin rendah tingkat
kekeruhan yang terbentuk dan semakin terlihat jelas warna merah yang
dihasilkannya. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), kejernihan dan kualitas warna
dalam hidrolisat pati dipengaruhi oleh kandungan ISSP (Insoluble Starch Particles)
dalam pati. ISSP adalah partikel-partikel pati yang tersusun atas sebagian besar
amilosa yang saling bergandengan membentuk rantai lurus (linear). Bahan ini dapat
dihidrolisis dengan memakai katalisator asam pada suhu tinggi, meskipun hasil
hidrolisis masih tetap mengandung sejumlah kecil sisa ISSP. Pada proses tersebut
proses konversi atau pemecahan polisakarida menjadi gula-gula sederhana belum
sempurna, sehingga masih banyak partikel-partikel besar yang mengendap pada
larutannya. Pada kondisi ini juga diduga asam sulfat hanya mampu memecah
polisakarida kompleks menjadi polisakarida sederhana dan cukup sedikit
monosakarida yang dihasilkan (Susmiati, 2010).
Semakin tinggi konsentrasi larutan asam, semakin banyak ion H+ yang mengikat
gugus hidroksil pada polisakarida sehingga terjadi pelepasan ikatan antar rantai
membentuk monomer-monomer terutama dalam bentuk monosakarida. Waktu
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hidrolisis yang cukup lama dibutuhkan untuk memberi kesempatan terjadinya reaksi
tersebut sehingga akan semakin banyak monosakarida yang dihasilkan.
Sampel Sebelum hidrolisis Setelah hidrolisis
0,2 N H2SO4
0,5 N H2SO4
0,8 N H2SO4
Sumber : Koleksi Pribadi
Gambar 4.2 Larutan Hasil Hidrolisis
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4. Perhitungan Gula Pereduksi dengan Metode Nelson Somogyi
Kadar gula pereduksi dapat dihitung dengan menggunakan beberapa metode dan
salah satunya adalah metode Nelson Somogyi. Prinsip kerja dari metode ini adalah
dengan cara tereduksinya kuprioksida menjadi kuprooksida oleh gula reduksi,
kuprooksida yang terbentuk direaksikan dengan arsenmolibdat sehingga terbentuk
molibdenum yang berwarna biru, intensitasnya diukur dengan menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis (CMFRI, 1981).
Gula reduksi menunjukkan jumlah komponen gula yang ujung rantainya
mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa,
fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa), kecuali sukrosa dan pati
(polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Besarnya kadar gula pereduksi
menunjukkan hidrolisat berpotensi besar menghasilkan etanol yang tinggi dalam
proses fermentasi, sebab gula pereduksi yang terukur dimanfaatkan oleh S. cereviceae
dalam proses metabolisme menghasilkan etanol, terlepas dari ada atau tidaknya
inhibitor. (Osho 2005; Moneke et al 2005).
Tabel 4.2. Kadar Gula Pereduksi Hasil dari Hidolisis Asam
Sampel
(50 g tepung kulit pisang)
Kondisi Hidrolisis Absorbansi Konsentrasi
(ppm)
1 0,2 N selama 120 menit 0,220 4,96924969
2 0,2 N selama 150 menit 0,218 4,9200492
3 0,2 N selama 180 menit 0,357 8,3148831
4 0,5 N selama 120 menit 0,368 8,6100861
5 0,5 N selama 150 menit 0,457 10,799508
6 0,5 N selama 180 menit 0,459 10,8487085
7 0,8 N selama 120 menit 0,430 10,1107011
8 0,8 N selama 150 menit 0,463 10,9471095
9 0,8 N selama 180 menit 0,535 12,7183272
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Grafik 4.1. Kadar Gula Pereduksi Hasil dari Hidolisis Asam
Hasil analisis dari ke 9 sampel yang telah dihidrolisis dan diuji kadar gula
pereduksinya dengan menggunakan metode Nelson Somogyi serta diukur
absorbansinya, didapatkan bahwa dari 50 g tepung limbah kulit pisang dengan
kondisi hidrolisis menggunakan asam sulfat 0,8 N selama 180 menit pada suhu 1000C
menghasilkan kadar tertinggi sebesar 12,71833 ppm. Hal ini terjadi karena sampel
tersebut menggunakan konsentrasi asam tertinggi dan waktu hidrolisis terlama,
sehingga banyak polisakarida yang terpecah menjadi monosakarida dan disakarida.
Monosakarida yang terbentuk akan mereduksi kuprioksida menjadi kuprooksida. Dan
banyaknya gula pereduksi yang terbentuk untuk mereduksi kuprioksida akan terbaca
oleh spektroskopi Uv-Vis setelah direaksikan dengan arsenmolibdat dan membentuk
molibdenum berwarna biru gelap. Sampel ini lah yang kemudian dilakukan
fermentasi.
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ko
nse
ntr
asi (
pp
m)
Sampel
Gula pereduksi
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5. Fermentasi Bioetanol
Sebelum dilakukan fermentasi, sampel harus dikondisikan terlebih dahulu sesuai
dengan kondisi tumbuh mikroba. Hidrolisat yang telah disaring, memiliki tingkat
keasaman yang sangat tinggi, yaitu sebesar 0,907. Untuk menyesuaikan dengan
kondisi media fermentasi, hidrolisat harus diadjust pH dengan NaOH hingga pH 4,1.
Hal ini disebabkan karena khamir S. cereviceae dapat tumbuh di kisaran pH 4-5
(Frazier dan Westhoff, 1978).
Fermentasi merupakan proses konversi glukosa menjadi etanol dalam kondisi
anaerob dengan agensia perubah berupa khamir. Khamir akan merubah glukosa dan
fruktosa menjadi asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerof-
Parnas yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses dekarboksilasi asam piruvat
menjadi asetaldehida. Asetaldehida kemudian mengalami proses dehidrogenasi
menjadi senyawa etanol. Jenis khamir yang sering digunakan dalam proses
fermentasi adalah S. cereviceae karena jenis ini mempunyai beberapa keunggulan
antara lain mampu berproduksi tinggi, toleran dengan konsentrasi etanol yang cukup
tinggi (12-18%), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan
fermentasi pada suhu 4-320C (Gaur, 2006).
Setelah pengkondisian media fermentasi selesai dilakukan, maka langsung
dilakukan tahap fermentasi. Selama proses fermentasi, media disimpan di dalam
incubator shaker dengan suhu 250C. Selain pH, suhu juga mempengaruhi proses
pertumbuhan mikroba. Suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan mikroba mati atau
tidak akan tumbuh.
Grafik 4.2. Pengaruh W
Selama proses fermentasi, kadar etanol diukur dengan menggunakan metode
berat jenis. Pengukuran dilakukan pada hari ke
lamanya fermentasi ini didasarkan pada waktu pertumbuhan optimum dari
S.cereviceae. Khamir S. cerevi
ke 72 jam. Waktu tersebut merupakan waktu optimum
mengkonversi gula menjadi etanol. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian, kadar
etanol tertinggi didapatkan pada hari ke
menjadi 11% pada hari ke
masih terus meningkat dimungkinkan karena
menunjang kehidupan mikroorganisme dalam ragi. Khamir memiliki sekumpulan
enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperan pada fermentasi senyawa gula
dan mengubahnya menjadi etanol dan CO
proses pembentukan etanol mulai meningkat dan p
Menurut Presscolt dan Dunns (1959) bahwa pada awal fermentasi khamir akan
terlebih dahulu memanfaatkan gula untuk tumbuh dan memperbanyak diri.
0
2
4
6
8
10
12
0
Kad
ar E
tan
ol (
%)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Bioe
Selama proses fermentasi, kadar etanol diukur dengan menggunakan metode
berat jenis. Pengukuran dilakukan pada hari ke-0 sampai dengan hari ke
lamanya fermentasi ini didasarkan pada waktu pertumbuhan optimum dari
S. cereviceae diperkirakan tumbuh secara optimum pada waktu
Waktu tersebut merupakan waktu optimum S.cereviceae
mengkonversi gula menjadi etanol. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian, kadar
etanol tertinggi didapatkan pada hari ke-4 yaitu sebanyak 12%. Dan kembali menurun
pada hari ke-5. Pada hari ke 0 sampai dengan ke-4, aktifitas ragi
masih terus meningkat dimungkinkan karena masih terdapat substrat gula
menunjang kehidupan mikroorganisme dalam ragi. Khamir memiliki sekumpulan
enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperan pada fermentasi senyawa gula
dan mengubahnya menjadi etanol dan CO2 . Pada waktu ke 72 sampai dengan
entukan etanol mulai meningkat dan puncaknya pada waktu ke 96 jam.
resscolt dan Dunns (1959) bahwa pada awal fermentasi khamir akan
terlebih dahulu memanfaatkan gula untuk tumbuh dan memperbanyak diri.
1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi (Hari)
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aktu Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol
Selama proses fermentasi, kadar etanol diukur dengan menggunakan metode
0 sampai dengan hari ke-5. Penentuan
lamanya fermentasi ini didasarkan pada waktu pertumbuhan optimum dari
diperkirakan tumbuh secara optimum pada waktu
S.cereviceae dalam
mengkonversi gula menjadi etanol. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian, kadar
%. Dan kembali menurun
4, aktifitas ragi yang
masih terdapat substrat gula yang dapat
menunjang kehidupan mikroorganisme dalam ragi. Khamir memiliki sekumpulan
enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperan pada fermentasi senyawa gula
. Pada waktu ke 72 sampai dengan 96 jam
uncaknya pada waktu ke 96 jam.
resscolt dan Dunns (1959) bahwa pada awal fermentasi khamir akan
terlebih dahulu memanfaatkan gula untuk tumbuh dan memperbanyak diri.
5
Tabel 4.3. Pengaruh Lamanya Fermentasi Ter
Grafik 4.3
Selain itu, salah satu parameter yang menandakan proses fermentasi adalah
terjadinya penurunan pH dari 4,1
pada nilai pH, karena pH mempengaruhi fungsi membran, enzim dan komponen sel
lainnya. Pada proses fermentasi, pH menunjukkan aktifitas ion H
larutan sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikrobial. Perubahan pH
media akan mempengaruhi permeabilitas sel dan sintesa enzim.
media fermentasi menjad
asam organik. Peningkatan jumlah asam
fermentasi akan terkumpul d
3.9
3.95
4
4.05
4.1
4.15
4.2
pH
lar
uta
n F
erm
enta
si
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
. Pengaruh Lamanya Fermentasi Terhadap Perubahan pH
Hari ke pH
1 4.184
2 4.062
3 4.022
4 4.013
5 4.003
Grafik 4.3. Perubahan pH Selama Fermentasi
salah satu parameter yang menandakan proses fermentasi adalah
terjadinya penurunan pH dari 4,184 menjadi 4,003. Laju pertumbuhan tergantung
pada nilai pH, karena pH mempengaruhi fungsi membran, enzim dan komponen sel
lainnya. Pada proses fermentasi, pH menunjukkan aktifitas ion H+
larutan sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikrobial. Perubahan pH
media akan mempengaruhi permeabilitas sel dan sintesa enzim. Kecend
media fermentasi menjadi semakin asam disebabkan karena khamir akan membentuk
. Peningkatan jumlah asam organik yang dihasilkan selama proses
fermentasi akan terkumpul di dalam larutan sehingga akan menurunk
1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi (Hari)
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hadap Perubahan pH
salah satu parameter yang menandakan proses fermentasi adalah
pertumbuhan tergantung
pada nilai pH, karena pH mempengaruhi fungsi membran, enzim dan komponen sel
+ dalam suatu
larutan sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikrobial. Perubahan pH
Kecenderungan
r akan membentuk
yang dihasilkan selama proses
i dalam larutan sehingga akan menurunkan pH pada
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
akhir fermentasi. Senyawa asam organik dapat berupa asam asetat, asam laktat dan
piruvat (Rusdianto, 2010).
4.6.Analisis Kadar Etanol Metode Berat Jenis dan Perhitungan Persen Bioetanol
Sampel yang telah difermentasi kemudian dilakukan proses destilasi guna
menarik etanolnya dan dihitung kadarnya dengan menggunakan metode berat jenis.
Proses destilasi yang dilakukan adalah destilasi bertingkat. Pada destilasi pertama
suhu yang digunakan adalah 800C. Pada suhu ini, destilat yang didapatkan sebanyak
61 mL dengan kadar etanol sebesar 17%. Kemudian pada destilasi kedua suhu yang
digunakan adalah 700C. Pada suhu ini destilat yang dihasilkan sebanyak 10 mL
dengan peningkatan kadar etanol menjadi 60%. Pada destilasi terakhir suhu yang
digunakan adalah 600C. Destilat yang dihasilkan sebanyak 6 mL dengan penigkatan
kadar etanol menjadi 90%. Rendahnya kadar etanol pada destilasi pertama
disebabkan karena banyak kandungan air yang tertarik, ikut menguap bersama
dengan etanol. Sehingga suhu destilasi diturunkan pada destilasi kedua dan ketiga
guna mendapatkan etanol yang lebih murni lagi. Akan tetapi destilasi bertingkat tidak
dapat dilanjutkan kembali karena ketika dicobakan menggunakan suhu 500C, etanol
yang tertarik hanya beberapa tetes saja selama 7 jam. Oleh karena itu, destilasi
bertingkat hanya dilakukan sebanyak tiga kali sampai pada suhu 600C.
Tabel 4.4. Kadar Bioetanol Setelah Destilasi
Destilasi ke
Volume Destilat
(mL)
Berat Jenis
Bioetanol
Kadar Bioetanol
(%)
1 61 0,9787 17
2 10 0,912 60-61
3 6 0,835 90
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil perhitungan rendemen bioetanol, dari 50 g simplisia kering yang
diujikan hanya menghasilkan 6 mL bioetanol atau sekitar 12%. Jika dikonversikan
dalam 1 kg simplisia kering akan menghasilkan 120 mL bioetanol dengan kemurnian
90%.
4.7. Analisis Kualitatif dengan Menggunakan GC-MS
Bioetanol yang dihasilkan dari proses destilasi, diuji secara kualitatif dengan
menggunakan GC-MS. Pengujian ini hanya untuk memastikan apakah hidrolisat yang
dihasilkan benar-benar etanol atau bukan. Pengujian yang dilakukan dengan
membandingkan waktu retensi antara sampel dengan standar. Waktu retensi sampel
hampir mendekati dengan standar walaupun tidak sama persis yaitu 2,331 untuk
sampel dan 2,353 untuk standar (Lampiran 10 dan 11). Selain itu berdasarkan data
MS, sampel terdeteksi merupakan etanol. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sampel
yang dihasilkan adalah etanol (Lampiran 12).
47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Sampel dengan waktu hidrolisis selama 180 menit dengan
menggunakan konsentrasi asam 0,8 N menghasilkan gula pereduksi paling
banyak yaitu sebesar 12,7183272 µg/mL. Waktu fermentasi mempengaruhi
kadar bioetanol yang dihasilkan dengan kadar bioetanol tertinggi dihasilkan
pada waktu fermentasi ke 96 jam sebesar 12%. Kadar bioetanol tertinggi
didapatkan setelah destilasi ke tiga dengan menggunakan suhu 600C sebesar
90%. Dari 50 g sampel tepung limbah kulit pisang, dihasilkan bioetanol
sebanyak 6 mL dengan kadar 90% serta rendemen bioetanol sebanyak 12%.
5.2. Saran
Pada proses destilasi bioetanol diperlukan alat destilasi yang lebih baik
agar hasilnya optimal serta teknik pemurnian untuk mendapatkan bioetanol
yang lebih murni.
48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Amsal, Tino. 2005. Pemanfaatan Limbah Pisang Untuk Pembuatan Etanol. Skripsi.
Departemen Teknik Gas Dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas
Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI
Apriadji, Wied Harry. 2007. Good Mood Food. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Budiyanto, M.A.K.2003. Mikrobiologi Terapan. UMM-Press. Malang
Cahyono, Bambang. 2009. Pisang Usaha Tani Dan Penanganan Pascapanen
Revisi Kedua. Kanisius: Yogyakarta.
CMFRI. 1981. Manual Of Research Methods For Crustacean Biochemistry And
Physiology. University Of Madras.
Day, R. A., dan Underwood, A. L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif (Penerjemah
Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Ph. D.), Penerbit Erlangga, Jakarta, hal: 491.
Dewati, Retno. 2008. Limbah kulit pisang kepok sebagai bahan baku pembuatan
etanol. UPN Press
Direktorat Jenderal Hortikultural. 2005. Angka tetap Komoditas Hortikultural Tahun
2004. Jakarta
Endang Kwartiningsih, Atika andani, sri budiastuti, Aryo Nugroho, Fina Rahmawati.
2010. Pemanfaatan Getah Berbagai Jenis dan Bagian dari Pohon Pisang
Sebagai Zat Pewarna Alami Tekstil.
Fessenden R.J. 1991. Kimia Organik Jilid 1. Terj. Dari Organic Chemistry. S. Maun,
K. Anas, T.S. Sally. Erlangga. Jakarta.
Frazier WC, Westhoff DC.1978. Food Microbiology 4th Edition. Mc Graw-Hill Book.
Publishing. Co. Ltd, New York.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gaur K. 2006. Process Optimization For The Production Of Ethanol Via
Fermentation. Dissertation. Department Of Biotechnology And Environment
Sciences Thapar Institute Of Engineering And Technology (Deemed
University). Patiala-147004. Patiala Punjab india.
Hanum, Farida, Martha Angelina Tarigan dan Irza Menka Deviliany Kaban. 2012.
Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Pisang Raja (Musa sapientum). Jurnal
Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Vol 1, No. 2 : 21-26.
Hanum, Farida, Martha Angelina Tarigan dan Irza Menka Deviliany Kaban. 2012.
Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca). Jurnal
Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Vol 1, No. 2 : 49-53.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P., Soediro Iwang. Bandung: Penerbit ITB.
Heinrich, M. Barnes, J. Gibbons, S. Williansom, M, E. Fundamental Of
Pharmacognosy and Phytotherapy. Philadelpia: Penerbit Elsevier. Jakarta.
Hendayana, S., Maekinnu, S.S. Adji. 2000. Kimia Analitik. Universitas Terbuka.
Jakarta
Juara. Saud Richy.2011. Detoksifikasi Hidrolisat Asam dari Ubi Kayu dengan
Metode Arang Aktif untuk Produksi Bioetanol. Tesis. Intitut pertanian bogor.
Judoamidjojo M, Sa’id EG, Hartoto L. 1989. Biokonversi. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Bogor. Pusat antar Universitas Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor.
Khopkar, S M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Kurniati et al. 2012. Pembuatan MOCAF (Modified Cassava Flour) Dengan Proses
Fermentasi Menggunakan Lactobacillus planetarium, Saccharamyces
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cereviseae, Dan Rhizopus oryzae. Surabaya : Fakultas Teknologi Sepuluh
November (ITS).
Leach, H.W. 1965. Gelatinization of starch. Hal 289 di dalam : Whisler,R.L.
dan E.F. Paschall (eds). Starch Chemistry and Technology.Vol 1. Academic
Press, New York.
Martiningsih, Endang. 2007. Pemanfaatan Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca
L. var sapientum) sebagai Substrat Fermentasi Etanol menggunakan
Saccharomyces cerevisiae. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta : Surakarta.
Maulidya, Dessy Maharani. 2011. Adaptasi Saccharomyces cereviceae Terhadap
Hidrolisat Asam Ubi Kayu untuk Produksi Bioetanol. Tesis. Institut Pertanian
Bogor
Mohamed AA, Duarteb RP. 2003. The Effect Of Mixing and Wheat
Protein/Gluten on The Gelatinization of Wheat Strach. J Food Chem 81
: 533-545.
Mohapatra, Debabandya., Mishra, Sabyasachi., Sutar, Namrata. 2010. Banana and Its
By-Product Utilisation: An Overview. Journal of Scientific & I ndustrial
Research Vo. 69, May, pp. 323-329.
Moneke, A. N., Okolo,. B. N., Nweke, A. I., Ezeogu,. L.I., dan Ire. F. S., 2008.
Selection and Characterisation Of High Ethanol Tolerant Saccharomyces
Yeast from Orchard Soil. Department of Microbiology, University of Nigeria,
Nsukka, Nigeria.
Morohoshi, N. 1991. Chemical Characterization of Wood and Its Components in
Wood and Cellulosic Chemistry. New York: Marcels Dekker, Inc.
Muna, Lintal. 2007. Pengaruh Lama Fermentasi Dan Jenis Kulit Pisang Terhadap
Kadar Alkohol. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Munadjim. 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta : Gramedia.
Nasrulloh. 2009. Hidrolisis Asam Dan Enzimatis Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Menjadi Glukosa Sebagai Substrat Fermentasi Etanol. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nugroho, Wiyoga.2004. Pemilihan Prosedur Kerja Sintesis Alkohol Dari Kulit
Pisang Kepok Dengan Metode Hidrolisis Asam . Departemen Teknik Gas Dan
Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
OECD. 2010. Safety Assessment of Transgenic Organisms: OECD Consesus
Documents Vol 4. OECD Publishing: Spanyol.
http://books.google.co.id/books?id=tqtBqKGPhz8C&pg=PA139&dq=musa+b
albisiana+ABB+group&hl=id&sa=X&ei=AXJIUaCPMo3orQeYqYCICw&re
dir_esc=y#v=onepage&q=musa%20balbisiana%20ABB%20group&f=false.
Diakses pada 20 Maret 2013.
Oktavianus, Ferdin dkk. 2013. Pembuatan Bioetanol dari Batang Jarak
Menggunakan Metode Hidrolisa dengan Katalis Asam Sulfat. Fakultas
Teknik. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Osho A.2005.Ethanol and Sugar Tolerance of Wine Yeasts Isolated from Fermenting
Cashew Apple Juice. Afr J Biotechnol 4:660–662
Palmqvist E, Hahn-Hӓgerdal B. 2000. Fermentation of Lignocellulosic
Hydrolysates. I: Inhibition and Detoxification. J Bioresour Technol 74:
17-24.
Patent Cooperation Treaty. 1998. Treatment of Lignocellulosic Material. World
Intellectual Property Organization. International Bureau.
Paturau JM. 1981. By Product of the Sugar Cane Sugar Industry: An Introduction
to Their Industrial Utilization. Amsterdam: Elseveer Scientific Publ. Co.
Perry. 1999. Chemical Engineers’ Handbook, McGraw-Hill, Amerika.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Presscot SC, Dunn CG. 1981. Industrial Microbiology. New York. Mc.Graw-Hill
Book Co.Ltd.
Prihandina, Rama, Dkk. 2007. Bioetanol dari Umbi Kayu: Bahan Bakar Masa
Depan. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Pudjatmaka, A. H., dan Qodratillah, M.T., 2002. Kamus Kimia. Balai Pustaka,
Jakarta.
Purba, Elida, (2009), “Hidrolisis Pati Ubi Kayu (Manihot Esculenta) dan Pati
Ubi Jalar (Impomonea batatas) menjadi Glukosa secara Cold Process
dengan Acid Fungal Amilase dan Glukoamilase”, Universitas Lampung,
Lampung.
Purwadi R. 2006. Continue Ethanol Production from Dilute-Acid Hydrolizates:
Detoxification and Fermentation Technology – Zymomonas mobilis.
[theses of doctoral]. Goteborg: Chemical and Biological Engineering,
Chalmers University of Technology. Sweden.
Rakhmadani dkk. Studi Pemanfaatan Limbah Makanan Sebagai Bahan Penghasil
Etanol untuk Biofuel Melalui Proses Hidrolisis pada Kecepatan Pengadukan
dan Waktu Fermentasi yang Berbeda. Fakultas Teknik. Universitas
Diponegoror. Semarang
Retno, D. T dan Nuri Wasir. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang.
Yogyakarta : Jurusan Teknik Kimia FTI UPN “Veteran” .
Richana Nur dan Sunarti Chandra Titi. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia
Tepuung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi kelapa dan
Gembili. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Rusdianto, Andrew, Setiawan. 2010. Proses Produksi Bioetanol Dari Ubi Kayu
dengan Daur Ulang Vinasse Sebagai Umpan Balik Proses Fermentasi. [tesis].
Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sari, Ketut. 2009. Produksi Bioethanol Dari Rumput Gajah Secara Kimia. Jurnal
Teknik Kimia Vol. 4, (No. 1).
Sastrohamidjojo H, Prawirohatmodjo S. 1995. KAYU : Kimia , Ultrastruktur,
Reaksi-reaksi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.
Shidiq, Rohman.2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Ceremai
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) Terhadap Pseudomonas aeruginosa dan
Klebsiella pneumonia Serta Bioautografinya. Universitas Muhamadiyah
Surakarta
Sjostrom E. 1993. Wood Chemistry: Fundamentals and Applications. San
Diego:Academic Press.
Skadrongautama. 2009. Bahan Bakar Nabati (Bioetanol). Yogyakarta : Khalifah
Niaga Antabura
Standar Nasional Indonesia (SNI). 01-2891-1992.Cara Uji Makanan dan Minuman.
Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Susmiati, Y. 2010. Rekayasa Proses Hidrolisis Pati dan Serat Ubi Kayu untuk
Produksi Bioetanol. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Suyanti dan Supriyadi, Ahmad. 2008. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek
Pasar. Penebar Swadaya: Jakarta.
Taherzadeh MJ, Karimi K. 2007. Acid-Based Hydrolysis Processes for
Etanolfrom Lignocellulosic Materials: A Review. J BioResour 2 (3): 472-499.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Taherzadeh MJ, Niklasson C, Liden G. 1999. Conversion of Dilute-Acid
Hydrolyzates of Spruce and Birch to Ethanol by Fed-Batch Fermentation. J
Bioresour Technol 69: 59-66.
Taherzadeh MJ. 1999. Ethanol from Lignocellulose: Physiochemical Effects of
Inhibitors and Fermentation Strategies. Gӧteborg: Chemical Reaction
Engineering, Chalmers University of Technology.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. UGM: Yogyakarta.
Verheij, E. W. M dan Coronel, R. E. 1992. Plant Resources of South-East Asia No.
2 Edible Fruitrs and Nuts. Prosea : Bogor
Virlandia, Feby, (2008), “Pembuatan Sirup Glukosa dari Pati Ubi Jalar (Impomonea
batatas) dengan metode Enzimatis”
Voet D, Voet JG, Pratt CW. 2006. Fundamentals of Biochemistry Life at The
Molecular Level. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Wirahadikusumah M. 1985. Biokimia. Metabolisme Energi, Karbohidrat dan
Lipid. Bandung: Penerbit ITB Bandung.
Yulian, Dwi Kundarto. 2004. Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok Menjadi Etanol
Dengan Hidrolisis Asam dan Proses Fermentasi dengan Ragi Sacharromyces
cereviceae. Universitas Indonesia
Zakaria, M. Ajib.2012. Unjuk Kerja Mesin Motor Honda Vario CBS 2011 dengan
Menggunakan Bioethanol dari tetes Tebu Sebagai Campuran Pemium dengan
Octane Booster. Surabaya : Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya.
55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Kulit Pisang Kepok
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Hasil Analisis Proksimat
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Kadar Air Tepung Kulit Pisang Kepok
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Kurva Standar Gula Pereduksi Metode Nelson Somogyi
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0.000
4 0,200
8 0.351
12 0.501
16 0.667
20 0.828
y = 0.040x + 0.018R² = 0.998R = 0,999
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0 5 10 15 20 25
Ab
zorb
ansi
(A
)
Konsentrasi
Kurva Standar Kalibrasi Glukosa
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Kadar Bioetanol Selama Fermentasi Metode Berat Jenis
Waktu
fermentasi
(hari)
Berat cairan destilasi +
piknometer (gr)
Berat jenis
bioetanol
Kadar bioetanol
(%)
0 23, 353 1,007 0
1 23, 246 0,9971 2
2 23,240 0,9966 2-3
3 23,140 0,9872 9
4 23,106 0,9840 12
5 23,118 0,9852 11
Berat piknometer kosong = 12, 588 gr
Berat pinometer + aquadest = 23, 276 gr
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen
Dik : Berat sampel basah = 5000 g
Berat sampel kering = 691 g
Rendemen Sampel = 691 g /5000 g �100% = 13,82%
Rendemen bioetanol (v/b) : 6 mL/50 g x 100%= 12 %
Dalam 1 kg sampel tepung limbah kulit pisang bisa menghasilkan 120 mL
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Abu :
Uji 1 : Berat awal = 53,90 gr
Berat akhir = 52,99 gr
= ��,��
��,�� x 100% = 0,983%
Uji 2 : Berat awal = 26,3 gr
Berat akhir = 25,18 gr
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
= ��,��
��,� x 100% = 0,957%
Rata-rata kadar abu = 0,97%
Lampiran 8. Perhitungan NPK dan Ragi
Kadar gula pereduksi tertinggi dikalikan dengan faktor pengenceran =
12,7183 x 1000 = 12.718,3 ppm
Kadar gula pereduksi dalam 460 mL larutan sampel =
12.718,3 µg/mL x 460 mL= 585.0418 µg = 5.850,418 mg
NPK : 0,06% x 5.850,418 mg = 3,510 mg
Ragi : 0,23% x 5.850,418 mg = 13,455 mg
Lampiran 9. Pembuatan Pereaksi Nelson Somogyi
Nelson A : Dilarutkan 2,5 gr Natrium karbonat anhidrat, 2,5 gr Rochelle, 2 gr Na
bikarbonat dan 20 gr Natrium sulfat dalam 70 mL aquadest, encerkan hingga 100 mL.
Nelson B : Dilarutkan 7,5 gr CuSO4.5H2O dalam 50 mL air suling dan tambahkan 1
tetes asam sulfat pekat.
Pereaksi Nelson Somogyi dibuat dengan cara mencampur 25 bagian Nelson A dan 1
bagian Nelson B. Pencampuran dilakukan pada setiap hari akan digunakan
Arsen molibdat : Larutkan 5 g ammonium molibdat dalam 90 mL air suling dan
tambahkan 5 mL asam sulfat pekat. Larutkan pada tempat yang lain 600 mg
Na2HA5O4.7H2O dalam 5 mL air suling kemudian larutan ini dituang ke dalam
larutan pertama. Simpan di dalam botol warna cokelat dan inkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil GC-MS Standar Etanol
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Analisis GC-MS Sampel Bioetanol
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil MS Sampel Bioetanol
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil MS Standar Etanol
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. COA Glukosa
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Kerangka Penelitian
Diperoleh tepung kulit pisang
Dicuci dan dirajang
Keringkan dengan blower pada
suhu 50OC
Pengaruh variasi
konsentrasi (0,2 ; 0,5
dan 0,8 N)
Pengaruh variasi waktu
(120 , 150 dan 180
menit) 50 gr tepung dihidrolisis
dengan menggunakan metode
asam yaitu H2SO4 (1:10 b/v)
Gula Pereduksi
Fermentasi dengan menggunakan
ragi dari dry baker yeast komersial
Bioetanol Analisis
Metode
Nelson
Somogiy-
menghitung
jumlah gula
pereduksi
Haluskan
- Kadar bioetanol
- Rendemen bioetanol
- GC-MS
Destilasi pada suhu 800C, 700C, dan
600C
Determinasi di LIPI Cibinong
Karakterisasi Tepung (SNI) :
- Kadar air
- Kadar abu
- Kadar lemak
- Kadar protein
- Kadar serat kasar
- Kadar pati
Limbah Kulit pisang kepok
kuning
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16 . Dokumentasi Selama Penelitian
Carian yang telah difermentasi sebelum didestilasi
Bioetanol setelah didestilasi