Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

45
Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri dr. Ida Bagus Gde Sujana,SpAn,MSi DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2018

Transcript of Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

Page 1: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea

Dengan Atonia Uteri

dr. Ida Bagus Gde Sujana,SpAn,MSi

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

2018

Page 2: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan ......................................................................................... 1

BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................. 3

2.1 Definisi .......................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi .................................................................................. 4

2.3 Etiologi .......................................................................................... 5

2.4 Patofisiologi .................................................................................... 5

2.5 Penyebab Pendarahan ..................................................................... 7

2.6 Manifestasi Klinis ........................................................................... 8

2.6 Diagnosis ........................................................................................ 8

2.8 Penatalaksanaan ............................................................................. 9

2.9 Managemen Anestesi ...................................................................... 12

2.9 Pendarahan massif dan Tranfusi masif ........................................... 12

BAB III Laporan Kasus ...................................................................................... 23

3.1 Identitas Pasien .............................................................................. 23

3.2 Anamnesis ..................................................................................... 23

3.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................................... 24

3.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 25

3.5 Managemen Anestesi...................................................................... 26

3.6 Folow up di ICU ............................................................................. 29

BAB IV Pembahasan .......................................................................................... 34

BAB V Simpulan ............................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

3

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan obstetrik adalah penyebab paling umum kematian ibu di seluruh dunia,

dimana perdarahan postpartum adalah salah satu penyebabnya, pendarahan postpartum adalah

perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir

baik sebelum, selama, atau sesudah kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya,

perdarahan postpartum sendiri dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer yang terjadi

dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari

24 jam sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi. Kematian ibu hamil dapat

diklasifikasikan menurut penyebab mediknya sebagai obstetric “langsung” dan “tidak

langsung”. Menurut laporan WHO (2008) bahwa kematian ibu di dunia disebabkan oleh

perdarahan sebesar 25%, penyebab tidak langsung 20%, infeksi 15%, aborsi yang tidak aman

13%, eklampsia 12%, penyulit persalinan 8% dan penyebab lain 7% Atonia uteri

menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan. Lebih dari separuh jumlah

seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena

terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup

setelah mengalami perdarahan setelah persalinan, namun akan menderita anemia berat.

Insidensi perdarahan postpartum pada 3etabo maju sekitar 5% dari persalinan, sedangkan

pada Negara berkembang 3eta mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah utama

dalam kematian ibu. Penyebabnya 90% dari atonia uteri, 7% robekan jalin lahir, sisanya

dikarenakan retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah. Di Indonesia diperkirakan ada

14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit 128.000

perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama

perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan yang paling banyak menyebabkan

kematian ibu. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi

dalam 24 jam pertama kelahiran. Menurut WHO, Negara yang berkembang memiliki angka

kematian ibu 25% kematian ibu itu disebabkan oleh Perdarahan Post Partum. Terhitung lebih

dari 100.000 kematian maternal pertahun. Menurut bulletin “American Collage of

Obstetrician and Gynecologists” menempatkan perkiraan 140.000 kematian ibu pertahun

Page 4: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

4

Pada pasien dengan pendarahan 4etabo harus di tanggani secara cepat dan tepat untuk

mencegah komplikasi bahkan kematian. Pada pendarahan 4etabo mungkin dapat

dipertimbangkan untuk “ Transfusi Masif Protokol “.

Page 5: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi sesudah sesaat

proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi dari 500 ml.

Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan volume

perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban, dan serapan pakaian

atau kain alas tidur. Oleh sebab itu operasional untuk periode pasca persalinan

adalah setelah bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah perdarahan, disebutkan sebagai

perdarahan yang lebih dari normal dimana dapat menyebabkan perubahan tanda

vital, seperti; pasien mengeluh lemah, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,

sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit, dan kadar Hb <8 g%.1,2

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi

lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan

akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa

menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional

dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai

perdarahan pasca persalinan dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000

ml harus segera ditangani secara serius.1,2

Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang dapat

mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda 5etabolism5 termasuk

dalam kategori perdarahan pasca persalinan. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3

volume darah atau 1000 ml harus segera mendapatkan penanganan. Perdarahan

pasca persalinan dapat terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta

atau setelah plasenta lahir.1,2

Perdarahan 5etabolis dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,

persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi

Page 6: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

6

dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan

akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin.1,2

Berdasarkan waktu kejadiannya perdarahan pasca persalinan dibagi dua

bagian, yaitu 1,2:

1. Perdarahan pasca persalinan dini (Early Post Partum haemorrhage, atau

Perdarahan Pasca persalinan Primer, atau perdarahan pasca persalinan segera).

Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama

perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, robekan

jalan lahir.

2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau

perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan pasca persalinan

sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder

sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan 6etab yang tidak baik, atau sisa plasenta

yang tertinggal.

Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan

pasca persalinan adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2

tahun, dan persalinan yang dilakukan dengan tindakan yakni; pertolongan kala uri

sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan

paksa dan persalinan dengan narkosa atau persalinan yang dilakukan dengan

menggunakan anastesi yang terlalu dalam.

Sebagian besar kehilangan darah terjadi akibat arteriol spiral 6etabolism dan vena

desidua yang sebelumnya dipasok dan didrainase ruang intervilus plasenta. Karena

kontraksi pada 6etab yang sebagian kosong menyebabkan pemisahan plasenta,

terjadilah perdarahan dan berlanjut hingga otot 6etab berkontraksi di sekitar pembuluh

darah dan bekerja sebagai pengikat fisiologi-anatomi. Kegagalan kontraksi 6etab

setelah pemisahan plasenta (atonia uteri) mengakibatkan perdarahan yang terlalu

banyak di tempat plasenta .

Page 7: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

7

III. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, pendarahan Menyumbang 12,5% kematian terkait

kehamilan (1,8 Kematian terkait kehamilan akibat perdarahan per 100.000 Kelahiran

hidup) . Data dari Inggris menunjukkan Kematian akibat perdarahan peripartum terjadi

pada 0,39 per 100.000 persalinan. Perdarahan adalah yang paling umum penyebab

masuknya pasien obstetrik ke ruang perawatan intensif dan merupakan faktor risiko

iskemia miokard dan Infark dan stroke.

Bukti menunjukkan tingkat perdarahan dan morbiditas berat karena perdarahan

meningkat di amerika serikat dan 7etabo berkembang lainnya, terutama penyebab

peningkatan pendarahan postpartum, bukan antepartum, Perdarahan postpartum terjadi

berhubungan dengan Antonia uteri. Komplikasi Antonia uteri kira-kira, 4% dari

kehamilan,mengakibatkan kejadian kematian pada ibu sebesar 0,9% dan 17% sampai

26% kejadian kematian perinatal.2

IV. Etiologi

Overdistensi uterus merupakan 7etabo resiko yang paling sering mengakibatkan

terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda,

janin makrosomia, polihidramnion, abnormalitas janin, kelainan struktur uterus, atau

distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum mapun sesudah plasenta lahir.

Pada kala III yang salah, dengan memijat-mijat dan mendorong uterus. Lemahnya

kontraksi 7etabolism merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau

persalinan yang memerlukan tenaga yang banyak, umur yang terlalu muda dan terlalu

tua, terutama apabila diberikan stimulasi pada ibu. Selain itu pengaruh obat-obatan

yang dapat mengakibatkan inhibisi kontraksi seperti : Anastesi yang terhalogenisasi,

nitrat, obat-obatan anti inflamasi nonsteroid, magnesium sufat dan nipedipin.1,9

Ibu dengan keadaan umum yang buruk, anemis, atau menderita penyakit yang

menahun. Penyebab lain yaitu: plasenta letak rendah, partus lama (terlantar) toksin

bakteri (korioamnionitis, endometritis, 7etabolism), hipoksia akibat hipoperfusi atau

uterus couvelaire pada 7etabolis plasenta.1

Page 8: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

8

V. Patofisiologi Perdarahan Pasca Persalinan

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus

masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum

spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.

Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan

menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga

perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan

menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang

banyak. Keadaan demikian menjadi 8etabo utama penyebab perdarahan pasca

persalinan.

Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan

perineum.1,2,3

Diagnosis yang dapat ditegakkan terhadap perdarahan pasca persalinan

ditandai dengan :

a. Perdarahan banyak yang terus-menerus setelah bayi lahir.

b. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan

tekanan darah, nadi, dan napas cepat, pucat, ekstremitas dingin sampai

terjadi syok.

c. Perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta

atau laserasi jalan lahir.

d. Perdarahan setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan sebabnya 8etabo atonia

uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir.

e. Riwayat partus lama, partus presipitatus, perdarahan antepartum atau penyebab

lain.

Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi

disamping dapat menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan memperbesar

kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang.

Perdarahan banyak, kelak 8eta menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat

nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut.

Page 9: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

9

Gejala-gejalanya adalah 9etaboli, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai

menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital,

kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan 9etabolism dengan hipotensi,

amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi.2,3

V. Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan

Penyebab terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah

• Atonia Uteri

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat

berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat

melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran

darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan

segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar

350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi

maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara

serabut otot tadi

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan

yang disebabkan oleh atonia uteri adalah;

a) uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan.

b) Kala I atau II yang memanjang.

c) Persalinan cepat (partus presipitatus).

d) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).

e) Infeksi intrapartum.

f) Multiparitas tinggi.

g) Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre-

eklampsia/eklampsia

Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam

waktu kurang dari 1 jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90%

Page 10: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

10

perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi .

Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat dari terjadinya ;

a) Partus lama.

b) Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil; seperti pada

kehamilan kembar, hidramnion atau janin besar.

c) Multiparitas.

d) Anestesi yang dalam.

e) Anestesi lumbal.

Atonia uteri juga dapat terjadi karena salah dalam penanganan kala III persalinan,

dengan cara memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta,

sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.2,3,9

VI. Manifestasi Klinis

1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek

2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)

Tanda dan gejala atonia uteri yaitu 2,3 :

1. perdarahan pervaginam

Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi

pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin

sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah

2. konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia

dengan penyebab perdarahan yang lainnya

3. fundus uteri naik

4. terdapat tanda-tanda syok yaitu :

a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)

Page 11: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

11

b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg

c. pucat

d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap

e. pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih

f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran

g. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

VII. Diagnosis

Perdarahan pasca persalinan ditandai juga dengan timbulnya perdarahan

banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa

disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat. Nadi serta

pernapasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang

sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-

gejala klinik, gejala tersebut baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan

berlangsung terus, dapat timbul syok.1,2

Diagnosis perdarahan pasca persalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap

persalinan - setelah anak lahir, secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan

1 jam sesudahnya.

Apabila terjadi perdarahan pasca persalinan dan plasenta belum lahir, perlu

diusahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera. Jikalau plasenta sudah lahir, perlu

dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan akibat perlukaan jalan

lahir. Pada perdarahan karena atonia, uterus membesar dan lembek pada palpasi,

sedangkan pada perdarahan akibat perlukaan, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam

hal uterus berkontraksi dengan baik perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan

dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir.2,8

Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan

transfusi darah, seharusnya kematian karena perdarahan pasca persalinan dapat dicegah.

Page 12: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

12

Tetapi kematian tidak selalu dapat dihindarkan, terutama apabila penderita masuk

rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan darah banyak. Perdarahan

pasca persalinan merupakan sebab utama kematian dalam persalinan.1,2,3

VIII. Penanganan Atonia Uteri

Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas

normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila

sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan pasca persalinan,

persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada

perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta.

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan

penanganan kala tiga secara aktif, yaitu 1,2,3;

1) Menyuntikan Oksitosin; sebelum menyuntikkan oksitosin lakukakan

terlebih dahulu pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.

Selanjutnya suntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha

kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu.

2) Peregangan Tali Pusat Terkendali; peregangan tali pusat ini dilakukan

dengan memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau

menggulung tali pusat. Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian

bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem

atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva. Saat uterus kontraksi, menegangkan

tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-

hati ke arah dorso-kranial.

Tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan

plasenta; jika dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat bertambah

panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit

sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai

dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.

Page 13: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

13

Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali

klem hingga berjarak ± 5-10 cm dari vulva. Bila plasenta belum lepas setelah

mencoba langkah tersebut selama 15 menit, suntikkan ulang 10 IU Oksitosin

intramuskuler. kemudian periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi bila

penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual.

Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati.

Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar

untuk mencegah robeknya selaput ketuban.

3) Masase Uterus; segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada

fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar

4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).

Kemudian dilakukan pemeriksaan kemungkinan adanya perdarahan pasca

persalinan; kelengkapan plasenta dan ketuban; kontraksi uterus dan perlukaan jalan

lahir.

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah

dilakukan taktil (masase) fundus uteri, maka sebaiknya segera lakukan langkah-

langkah berikut :

a. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan lubang

serviks yang dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.

b. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi,

lakukan katerisasi dengan menggunakan teknik aseptik sehingga uterus

berkontraksi secara baik.

c. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit untuk memberikan

tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang

miometrium untuk berkontraksi, jika kompresi bimanual tidak berhasil

setelah 5 menit, maka diperlukan tindakan lain

d. Anjurkan keluarga untuk mulai membantu melakukan kompresi bimanual

eksternal.

Page 14: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

14

e. Keluarkan tangan perlahan-lahan.

f. Berikan ergometrin 0,2 mg secara intramuskular (kontraindikasi hipertensi)

atau misoprostol 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit kemudian uterus

akan berkontraksi.

g. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc

Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin,

sehingga dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama

perdarahan dan merangsang kontraksi uterus.

h. Ulang kompresi bimanual internal agar uterus berkontraksi dengan baik.

i. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit,

hal ini menunjukkan bukan atonia sederhana, sehingga ibu membutuhkan

perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan

bedah dan transfusi darah.

j. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan melakukan kompresi bimanual

internal.

k. Lanjutkan pemberian Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc larutan

dengan laju 500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan

1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/ jam.

IX. Manajemen anestesi

Manajemen anestesi memerlukan perencanaan pra operasi yang teliti. Faktor

manajemen yang penting meliputi: optimalisasi hemoglobin, akses intravena yang

memadai, ketersediaan infus yang cepat, pemantauan hemodinamik (termasuk arteri vena

sentral dan perifer akses), ketersediaan produk darah yang cepat, stoking kompresi,

bantalan dan posisi untuk mencegah kompresi saraf, dan penghindaran dan pengobatan

hipotermia.9

Anestesi regional atau umum dapat digunakan tergantung pada kehilangan darah yang

diantisipasi dan banyaknya pendarahan dan durasi prosedur. Anestesi regional dapat

memberikan kontrol nyeri pascaoperasi yang lebih baik, mengurangi risiko aspirasi,

Page 15: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

15

mengurangi perdarahan, memungkinkan ikatan ibu-bayi yang lebih baik, dan mengurangi

paparan janin terhadap obat-obatan. Kekurangan mencakup risiko ketidakstabilan

hemodinamik. Selain itu, pengelolaan jalan napas berpotensi secara simultan selama

operasi jelas merupakan situasi yang tidak diinginkan.9

Anestesi umum memungkinkan kontrol ventilasi lebih baik serta stabilitas

hemodinamik yang lebih baik jika terjadi perdarahan masif. Durasi histerektomi jauh

lebih lama daripada operasi caesar, yang menyebabkan kegelisahan pasien, dan

penarikkan sering menyebabkan rasa sakit, mual, dan muntah. Juga, viscera pelvis

hyperemic memerlukan pembedahan yang hati-hati dengan lapangan operasi yang tenang

dan relaksasi otot yang baik. Sebuah studi oleh Chestnut dkk menunjukkan bahwa

histerektomi sesar elektif bukanlah kontraindikasi terhadap anestesi epidural kontinyu.1

Pada atonia uteri biasanya banyak terjadi pendarahan dari pembuluh darah rahim,

sehingga penjepitan arteri rahim bisa mengendalikan perdarahan hebat. Namun, atonia

uteri yang disebabkan karena rahim tidak berkontraksi secara maksimal yang dapat

membuat risiko perdarahan hebat. Perdarahan semacam itu tidak dapat dikendalikan oleh

ligasi arteri rahim ataupun dilakuakn histerektomi. Ini, bersamaan dengan kebutuhan akan

pembedahan dan relaksasi otot yang berkepanjangan, membuat anestesi umum menjadi

pilihan yang lebih baik daripada anestesi regional.9

X. Pendarahan Masif dan Transfusi Masif

Pendarahan masif adalah kehilangan satu volume darah dalam periode 24 jam, normalnya

volume darah sekitar 7 % dari berat badan ideal pada dewasa dan 8-9 % pada anak-anak.

Defenisi alternatif lainnya adalah kehilangan 50 % volume darah dalam 3 jam atau rata-

rata kehilangan 150 ml/menit.6 Definisi tersebut menekankan pentingnya pengenalan dini

kehilangan darah dan kebutuhan utama untuk tindakan efektif untuk mencegah goncangan

dan konsekuensinya. Prioritas manajemen adalah:

• Restorasi volume darah untuk menjaga perfusi jaringan dan oksigenasi

• Mencapai hemostasis dengan:

Page 16: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

16

✓ Mengobati setiap sumber perdarahan bedah

✓ Memperbaiki koagulopati dengan penggunaan terapi komponen darah secara

bijaksana

Hasil yang sukses memerlukan tindakan segera dan komunikasi yang baik antara

spesialisasi klinis, laboratorium diagnostik, staf bank darah dan pusat darah lokal.

Dukungan komponen darah memerlukan waktu untuk mengatur dan pusat darah bisa

sampai 2 jam dari rumah sakit. Konsultasi awal dengan bedah, anestesi dan hematologi

dianjurkan, dan pentingnya komunikasi dan koorperasi yang baik dalam situasi ini tidak

dapat terlalu ditekankan. Seorang anggota tim klinis harus dinominasikan untuk

bertindak sebagai koordinator yang bertanggung jawab atas keseluruhan organisasi,

penghubung, komunikasi dan dokumentasi. Ini adalah peran penting bagi anggota staf

klinis permanen yang ditunjuk.6

Resusitasi

Syok hipovolemik yang berkepanjangan mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi

karena kegagalan organ dan koagulasi intravaskular diseminata. Restorasi volume

sirkulasi pada awalnya dicapai dengan infus kristaloid atau koloid yang cepat melalui

kanula perifer besar (14 Gauge atau lebih besar). Penggunaan albumin dan albumin non

koloid versus kristaloid untuk penggantian volume baru-baru ini menjadi bahan

perdebatan setelah dua meta-analisis kontroversial, dan penggunaan koloid tidak

disarankan dalam koleksi.6

Transfusi cepat dalam volume besar produk darah diperlukan pada pasien dengan syok

perdarahan yang dapat menyebabkan serangkaian komplikasi yang buruk. Baru-baru ini,

pengelolaan berbasis protokol dari pasien yang menggunakan protokol transfusi besar

telah menunjukkan hasil yang lebih baik.

Berbagai definisi transfusi darah masif (MBT) telah dipublikasikan dalam

literatur medis seperti:10

➢ Penggantian satu seluruh volume darah dalam waktu 24 jam

➢ Transfusi> 20 unit PRBCs dalam 24 jam

Page 17: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

17

➢ Transfusi> 4 unit PRBCs dalam 1 jam saat kebutuhan sedang berjalan dapat

diperkirakan

➢ Penggantian 50% dari total volume darah (TBV) dalam 3 jam.

PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN TRANSFUSI DARAH MASIF

Pengelolaan kehilangan volume intravaskular :10

➢ Ini adalah komponen vital pengelolaan kehilangan darah. Secara fisiologis,

mekanisme kompensasi hemodinamik menjaga perfusi organ vital sampai sekitar 30%

kehilangan TBV, lebih dari itu ada risiko hipoperfusi kritis. Resusitasi yang tidak

adekuat pada tahap ini menyebabkan syok.

➢ Penting untuk diingat bahwa resusitasi yang terlalu tinggi yang menyebabkan tekanan

arteri dan vena tinggi mungkin mengganggu karena dapat menyingkirkan gumpalan-

gumpalan hemostatik dan menyebabkan lebih banyak perdarahan.

Kerugian komponen darah selama kehilangan darah masif paling baik dilakukan dengan

mengikuti protokol transfusi besar (mTP). Kehilangan darah ringan sampai sedang dapat

dikelola dengan infus kristaloid atau koloid saja. Namun, dengan meningkatnya

kehilangan darah, anemia dilusi dan koagulopati dilusi dapat terjadi. Selain itu, pengganti

plasma mungkin memiliki efek langsung pada sistem koagulasi terutama jika digunakan

dalam volume> 1,5 L. Dalam sebuah penelitian pada pasien bedah dengan faktor

koagulasi normal, tingkat kritis hemostatik dari platelet (50 × 103 / mm3), fibrinogen (1,0

g / L) dan faktor koagulasi II, V dan VII masing-masing mencapai kehilangan darah>

200%, 150% dan 200%. Oleh karena itu, Umumnya dianjurkan agar penggantian

komponen darah dipandu oleh tes laboratorium.10

Namun dalam situasi kehilangan darah besar, pendekatan uji coba berbasis laboratorium

untuk penggantian faktor pembekuan dapat menyebabkan keterlambatan dalam

pengenalan. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang dahsyat. Oleh karena itu,

penggantian empiris berbasis koagulasi berdasarkan mekanisme dianjurkan mengalami

kerugian darah masif.10

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang patofisiologi syok perdarahan, resusitasi

pasien dengan perdarahan masif telah meningkat dari pengobatan reaktif dan suportif

Page 18: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

18

dengan penggunaan indikator koagulasi berbasis kristaloid, PRBC, dan penggunaan

protokol standar proaktif yang disebut MTP. “ Transfusi Masif Protokol “ dirancang

untuk mengganggu tiga serangkai asidosis, hipotermia dan koagulopati yang berkembang

dengan transfusi masif sehingga meningkatkan hasil. MTP menggambarkan proses

pengelolaan kebutuhan transfusi darah pada episode perdarahan mayor, membantu

interaksi dokter yang merawat dan bank darah dan memastikan penggunaan komponen

darah dan darah secara bijaksana. Dengan mengembangkan panduan yang disepakati

secara lokal dan spesifik yang mencakup tanggapan klinis, laboratorium, bank darah dan

logistik, dokter dapat memastikan pengelolaan kehilangan darah secara efektif dan

memperbaiki hasilnya.10

Penatalaksanaan agresif koagulopati terkait cedera telah dipromosikan dalam beberapa

tahun terakhir dengan kehilangan darah secara masif. Studi telah menunjukkan

peningkatan ketahanan hidup dengan menggunakan rasio FFP yang lebih tinggi terhadap

transfusi RBC dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Transfusi seluruh darah

segar akan terasa ideal namun waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tes keselamatan

pada darah cukup lama sehingga menimbulkan signifikan Penipisan faktor koagulasi.

Oleh karena itu, pemberian sel darah merah, faktor koagulasi dan trombosit bersama-sama

mempertahankan konstitusi fisiologis darah dan mencegah defisit satu atau lebih

konstituen.

Protokol transfusi besar-besaran diaktifkan oleh seorang dokter dalam menanggapi

perdarahan hebat. Umumnya ini diaktifkan setelah transfusi 4-10 unit. MTP memiliki

rasio standar unit sel darah merah, FFP / kriopresipitat dan platelet (platelet donor acak) di

setiap kemasan (misalnya rasio 1: 1: 1 atau 2: 1: 1) untuk transfusi.11,12 Begitu pasien

berada dalam Protokolnya, bank darah memastikan penyampaian cepat semua komponen

darah bersamaan untuk memfasilitasi resusitasi. Hal ini mengurangi ketergantungan pada

pengujian laboratorium selama fase resusitasi akut dan mengurangi kebutuhan akan

komunikasi antara bank darah, laboratorium dan dokter.

Page 19: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

19

Page 20: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

20

Page 21: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

21

KOMPLIKASI TRANSFUSI MASIF

Segera

Masalah sekunder akibat resusitasi volume10

➢ Resusitasi yang tidak adekuat: Hipoperfusi menyebabkan asidosis laktat, sindrom

respons inflamasi sistemik (SIRS), koagulasi intravaskular diseminata dan disfungsi

multiorgan. Ini juga meningkatkan ekspresi trombomodulin pada endotelium, yang

kemudian kompleks dengan trombin, yang pada gilirannya menyebabkan jumlah

trombin berkurang yang tersedia untuk menghasilkan fibrin dan meningkatkan

konsentrasi protein antikoagulan aktif Anticoagulant, yang memperburuk koagulopati.

➢ Resusitasi yang berlebihan

Transfusi terkait sirkulasi berlebihan adalah kondisi yang terkenal yang terjadi

karena transfusi darah atau produk darah yang cepat. Padahal ini terlihat biasa pada

pasien lansia , anak kecil dan pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang terganggu, juga

dapat dilihat pada pasien yang membutuhkan transfusi masif. Pada pasien dengan syok

hemoragik, kristaloid dan koloid digunakan untuk resusitasi awal. Ketika produk darah

dan darah tersedia, pasien ditransfusikan dengan komponen yang dibutuhkan yang

kemudian dapat menyebabkan kelebihan muatan peredaran darah.

Edema interstisial akibat peningkatan tekanan hidrostatik yang dapat

menyebabkan sindrom kompartemen abdomen.

Masalah dilusi

➢ Koagulopati dilusi: Selama syok perdarahan, terjadi pergeseran cairan dari interstisial

ke kompartemen intravaskular yang menyebabkan pengenceran faktor koagulasi. Hal

ini semakin ditekankan saat darah yang hilang diganti dengan faktor pembekuan

kekurangan cairan. Studi juga menunjukkan bahwa infus koloid dan kristaloid

menginduksi koagulopati sampai batas yang lebih tinggi daripada yang dijelaskan

dengan pengenceran sederhana.

➢ Tekanan onkotik koloid rendah menyebabkan edema interstisial

Page 22: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

22

Masalah yang berkaitan dengan transfusi volume besar darah yang tersimpan:10

A. Toksisitas sitrat: 80 ml larutan adenin sitrat fosfat dekstrosa hadir dalam setiap kantong

darah mengandung kira-kira 3 g sitrat. Orang dewasa yang sehat dapat memetabolisme beban

ini dalam 5 menit. Namun, hipoperfusi atau hipotermia yang terkait dengan kehilangan darah

secara besar-besaran dapat menurunkan tingkat metabolisme yang menyebabkan toksisitas

sitrat. Sitrat tak jenuh kemudian dapat menyebabkan hypocalcaemia, hypomagnesemia dan

memperburuk asidosis. Hipokalsemia dapat menyebabkan depresi miokard yang berawal

lebih awal dari koagulopati hypocalcaemic. Hipotensi yang tidak merespons cairan harus

mengingatkan dokter terhadap komplikasi ini. Suplemen kalsium dibutuhkan dalam

kebanyakan kasus MBT.

B. Konsentrasi kalium di PRBCs dapat berkisar antara 7 sampai 77 mEq / L tergantung pada

lama darah yang tersimpan. Perkembangan hiperkalemia akan tergantung pada fungsi ginjal

yang mendasarinya, tingkat keparahan cedera jaringan dan laju transfusi. Pada tingkat

transfusi melebihi 100-150 ml / menit, hiperkalemia transien sering terlihat. Juga, asidosis

sekunder akibat hipoperfusi dapat memperburuk hiperkalemia. Efek jantung hiperkalemia

ditandai dengan hypocalcaemia.

C. Hipotermia: Faktor yang berkontribusi terhadap hipotermia meliputi infus cairan dingin

dan darah dan produk darah, pembukaan rongga abdomen dan penurunan produksi panas.

Hipotermia menyebabkan penurunan metabolisme sitrat dan pembersihan obat dan yang lebih

penting, berkontribusi pada pengembangan koagulopati. Perlambatan aktivitas enzim dan

penurunan fungsi trombosit secara individual telah terbukti berkontribusi terhadap

koagulopati hipotermia pada suhu inti di bawah 34 ° C. Koagulopati karena hipotermia tidak

tercermin dalam tes laboratorium karena sampelnya menghangat selama pemrosesan.

Page 23: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

23

D. Hipomagnesemia: Sitrat juga mengikat magnesium dan dapat menyebabkan

hypomagnesaemia yang dapat lebih menonjolkan efek hipokalsemia. Infus cairan magnesium

dalam jumlah besar juga dapat menyebabkan hypomagnesemia.

E. Asidosis: Setelah 2 minggu penyimpanan, PRBC memiliki pH di bawah 7,0, dan setiap

unit memiliki muatan asam sekitar 6 mEq. Salah satu mEq asam ini berasal dari fakta bahwa

PRBCs dibuat dari darah vena dengan pH awal 7,35, mEq kedua diperoleh dalam buffer asam

sitrat dalam antikoagulan, dan 4 mEq dihasilkan oleh glikolisis selama penyimpanan PRBC.

Asidosis secara langsung mengurangi aktivitas jalur koagulasi ekstrinsik dan intrinsik.

Penurunan pH dari 7,4 menjadi 7,0 mengurangi aktivitas FVIIa dan FVIIa / TF masing-

masing lebih dari 90% dan 60%

Komplikasi terlambat

1. Kegagalan pernafasan

Transfusi terkait cedera paru akut (TRALI): Risiko TRALI meningkat dengan jumlah

darah allogen dan produk darah yang ditransfusikan. Mekanisme patologis yang tepat dari

TRALI belum dipahami secara jelas dan mekanisme imunologis dan nonimunologis telah

disarankan

2. SIRS

3. Sepsis

4. Komplikasi trombolitik

Monitoring

Pemantauan klinis: Elektrokardiogram, capnometri, oksimetri nadi, tekanan darah arteri, suhu

inti, dan keluaran urin.

Tekanan arteri invasif: Pengukuran tekanan arteri invasif memungkinkan pengukuran

tekanan denyut ke denyut dan memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada pengukuran

berbasis cuff. Selain itu, kateter arteri memungkinkan pengambilan sampel darah arterial

yang sering berguna dalam membimbing terapi. Banyak pemantau hemodinamik modern

menghitung variasi tekanan nadi yang merupakan indikator responsif volume yang lebih

Page 24: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

24

spesifik.10

Peranan pemantauan tekanan vena sentral: Kateter vena sentral, karena panjang dan

resistansi tinggi, memungkinkan laju aliran infus daripada lubang bor lebar.Namun, mereka

berguna untuk penilaian status hemodinamik, pemberian agen vasoaktif dan pengambilan

sampel darah.10

Pemantauan laboratorium: Nilai laboratorium harus sering didapat. Tes laboratorium

yang direkomendasikan meliputi Hb, jumlah trombosit, waktu protrombin, waktu

tromboplastin parsial (PTT), fibrinogen, potasium, kalsium terionisasi, ABG untuk status

dasar asam dan saturasi oksigen vena sentral / laktat sebagai indikator hipoperfusi jaringan.

Keterbatasan pengujian laboratorium konvensional: Jeda waktu antara pengumpulan sampel

dan mendapatkan laporan adalah keterbatasan serius dalam utilitas mereka selama terjadi

kehilangan darah yang cepat.

➢ Sasaran resusitasi dalam kehilangan darah masif

Tekanan arteri rata-rata (MAP) sekitar 60 mmHg, tekanan arteri sistolik 80-100

mmHg (pada pasien hipertensi seseorang mungkin perlu menargetkan MAP yang lebih

tinggi):10

➢ Hb 7-9 g / dl

➢ INR <1,5; Diaktifkan PTT <42 s

➢ Fibrinogen> 1,5-2 g / L

➢ Platelet> 50 × 109 / L

➢ PH 7,35-7,45

➢ Suhu inti> 35,0 ° C

➢ Defisit dasar <3.0 / laktat <2 mEq / L.

Page 25: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

25

Page 26: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

26

BAB III

LAPORAN KASUS

A. EVALUASI PRAANESTESIA

Identitas

➢ Identitas : Ni Wayan Balik Budiasih

➢ Usia : 30 tahun

➢ Jenis Kelamin : Perempuan

➢ Nomor RM : 17048984

➢ Cara Pembayaran : BPJS

➢ Alamat : : Br. Tengkulak, Sukawati – Gianyar

➢ MRS : Pukul 14:13 Wita (14/11/2017)

➢ Diagnosa : G2P1000 Gemeli H-H (Letkep – Letsu) + Preeklampsia

Berat + Partial HELLP syndrome + Antonia Uteri

➢ Tindakan : SC CITO + Histerektomy

Anamnesis

Pasien rujukan RS Premagana dengan usia kehamilan 38 – 39 minggu datang dengan keluhan

nyeri perut hilang timbul sejak 2 jam SMRS. Keluhan keluar cairan dari jalan lahir disangkal.

Gerak anak dikatakan normal. Pasien diketahui gemeli sejak tanggal 6/5/2017 (usia

kehamilan 12-13 minggu). Pasien diketahui tekanan darah tinggi sejak 13/11/2017 saat

kontrol ke Sp.OG, dengan fluktuasi tekanan darah 130-140/70-80 diberikan terapi nifedipine

10 mg tablet tiap 24 jam..

Ini adalah kehamilan kedua pasien, HPHT: 19/2/2017, TP: 26/11/2017

Riwayat kehamilan : anak pertama persalinan spontan tahun 2012, perempuan, BBL 3200

gram, hidup

Riwayat alergi ampicillin.

Riwayat pemakaian KB suntik, berhenti menggunakan 1,5 tahun yang lalu.

Page 27: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

27

Riwayat operasi tidak ada.

Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, maupun asma tidak ada. Riwayat kebiasaan

merokok, minum-minuman keras, maupun pemakaian obat-obatan terlarang tidak ada.

Makan dan minum terakhir pkl. 21.00 wita (14/11/2017)

Riwayat terapi di Triage Kebidanan, pasien mendapat terapi dari TS Obgyn :

- IVFD NaCl 0.9% 20 tpm

- IVFD RL 500 cc + MgSO4 6 gram 28 tpm 1x/hari sejak tgl 14/11/2017

- Injeksi MgSO4 4 gram IV bolus 1x tanggal 14/11/2017

- Nifedipin 10 mg tablet tiap 8 jam bila MAP > 125 mmHg

- Injeksi dexamethasone 10 mg tiap 12 jam IV

- Pasang dower catheter, produksi urin 3000ml/29 jam

- Terminasi kehamilan dengan SC

- Transfusi TC (50ml) tgl 15/11/17 pk. 11.00 wita

- Transfusi TC apheresis (283,4 ml) tgl 15/11/2017 pk. 12.05 wita

Pemeriksaan Fisik:

Berat badan: 70 kg; Tinggi badan 160 cm; BMI : 27,3kg/ m2 ; NRS diam : 1/10 cm; NRS

bergerak 2/10 cm; Tax 36,8 oC

• Sistem saraf pusat : GCS E4V5M6

• Respirasi : frekuensi nafas 20 kali permenit, tidak ada rhonki dan wheezing, saturasi

oksigen perifer 98% room air

• Kardiovaskuler : tekanan darah 140/100 mmHg; nadi 92 kali permenit, Bunyi jantung

1 dan 2 tunggal, reguler, tidak ada murmur

• Abdomen : Bising usus positif normal, TFU sesuai usia kehamilan, DJJ bayi I 130 x /

menit, DJJ bayi II 140 x / menit

• Urogenital : buang air kecil via DK

Page 28: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

28

• Muskuloskeletal: Flexi dan deflexi leher normal, Mallampati II, gigi geligi utuh

Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan Penunjang

Darah

lengkap

14/11/2017

pukul 12:19

15/11/2017

pukul 01:24

15/11/2017

pukul 13:59

(pasca

transfusi TC

2 kolf)

WBC 8.36 6.38 5.34

Hb 10.88 10.06 9.36

HCT 34.74 33.13 30.34

PLT 65.27 70 122.2

Faal Hemostasis (14/11/2017 pukul 12:19)

- INR 1,0

- PPT 12.6 (10,8-14,4) detik

- APTT 29.7 (24-36) detik

Kimia darah (14/11/2017 pukul 12:19)

- SGOT 16.4 U/L (11-33)

- SGPT 6.1 U/L (11-50)

- Albumin 2.9 g/dL (3,4-4,8);

- GDS 58 mg/dL (70-140)

- SC 0.48 SC mg/dL (0,7-1,2)

- K 3.51 mmol/L (3,5-5,1)

- Permasalahan actual pasien :

Page 29: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

29

- Gravida + Gemeli + Preeklampsia Berat + Partial HELLP syndrome (HGB 9.36 g/dL;

HCT 30.34 %; PLT 122.20 x103µL pasca transfusi TC 2 kolf)

Permasalahan pembedahan

Lokasi : Regio abdomen

Durasi : 1-2 jam

Posisi : supine

Manipulasi : manipulasi pada usus

Permasalahan Potensial:

Pendarahan, Syok hipovolemik, Gangguan Hemodinamik

Pasien disimpulkan dengan ASA IVE

B. PERSIAPAN PRAANESTESIA

➢ Informed consent mengenai tindakan operasi dan anestesi, resiko anestesi dan rencana

anestesi yang akan dilakukan dan menandatangani surat perjanjian persetujuan operasi

dan anestesi

➢ Persiapan fisik berupa puasa 8 jam untuk makanan dan 2 jam untuk puasa minum air

putih

➢ Persiapan darah PRC 4 kolf , TC 10 kolf dan FFP 10 kolf

C. MANAJEMEN ANESTESIA

- Pra anestesia :

Pasien disiapkan untuk dilakukan anestesi umum GA – OTT Rapid Sequence

Intubation (RSI) persiapan darah Packed Red Cell 4 kolf ( Cross match 2 kolf ) + Transfusi

concentrate 10 kolf + Fresh Frozen Plasma 10 kolf. Packed Red Cell dibawa bersama pasien

ke ruangan operasi.

- Di ruang persiapan :

Page 30: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

30

Pukul 16.17 WITA pasien diterima masuk di ruang persiapan dan kemudian dilakukan vital

sign Tekanan Darah : 114 / 67 mmHg, Heart rate : 92 x / menit, Respirasi rate: 18 x / menit,

SpO2 : 99% dengan NRM 6 lter/ menit

- Di kamar operasi :

Pukul 17.15 WITA pasien tiba di ruang operasi dan dilakukan pemasangan monitor dengan

vital sign Tekanan Darah : 112 / 55 mmHg, Heart rate : 101 x / menit, Respirasi rate: 18 x /

menit, SpO2 : 99% room air. Pasien di posisi head up 30 O, diberikan premedikasi

dexamethasone 10 mg IV, dipenhidramin 10 mg IV, ondansetron 8 mg IV. Pasien dilakukan

preoksigenasi O2 100 % 8 lpm dengan sungkup selama 2 menit, lalu diberikan agen

analgetika fentanyl 100 mcg. Bersamaan dengan itu operator melakukan desinfeksi lapangan

operasi dan pemasangan duk operasi. Pasien dilakukan anestesia umum dengan teknik GA-

OTT RSI dengan induksi propofol 100 mg dan dilakukan Sellick’s maneuver saat pasien

sudah terhipnosis, lalu diberikan agen pelumpuh otot rocuronium 50 mg, ditunggu 1 menit

sampai nafas spontan pasien hilang. Pasien dilakukan intubasi dengan tube 6,5 cuff dan

level di bibir 20 cm. Operator mulai melakukan incisi laparotomy median. Medikasi lain di

berikan asam tranexamat 1000 mg IV, Hemodinamik selama induksi TD: 118-124 / 76-84

mmHg, HR: 72-84 x / ment, SpO2 : 99% On bagging.

Pukul 17.25 WITA Pukul 17.27 WITA

Lahir bayi laki-laki I, BBL 2700 gram, PBL

45 cm, Apgar Score 7, perdarahan 500 cc,

cairan masuk kristaloid 1000 cc.

Lahir bayi laki-laki II, BBL 2450 gram, PBL

47 cm, Apgar Score 7, perdarahan 1000 cc,

cairan masuk kristaloid 2000 cc

Pukul 17.30-19.40 WITA: Tampak perdarahan aktif dari plasental bed, dilakukan hemostasis.

Kontraksi uterus tidak baik, dilakukan massage uterus namun kontraksi uterus tetap kurang.

Diberikan injeksi oxytocin intramural 4 ampul (40 IU), namun evaluasi ulang kontraksi uterus

tetap kurang baik. Diberikan injeksi methergin 0.2 mg intramural, evaluasi ulang kontraksi

uterus kurang baik, perdarahan 4000 cc. TS Obgyn konsultasi dengan chief jaga dan

kemudian dilakukan ligase arteri uterina, evaluasi 10 menit, kontraksi uterus tetap kurang

Page 31: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

31

baik. TD mulai turun < 100 mmHg, HR > 120 x / menit; resusitasi cairan kristaloid 2500 cc

dan koloid 1000 cc, diberikan norepinefrin titrasi mulai dosis 0,2 mcg/kgbb/menit hingga

tercapai MAP > 65 mmHg.

Karena kontraksi uterus tetap jelek, diputuskan oleh DPJP Obgyn untuk histerektomi,

tampak perdarahan massif. Durante operasi diberikan transfusi darah PRC 1 kolf.

Durante operasi :

• Fluktuasi : TD 70-115 / 45-87 mmHg; HR 95-122 kali / menit, SpO2 98-99% on

bagging

• Cairan : Kristaloid 5500 mL, Koloid 1000 mL, PRC 1 bag 250 ml

• Perdarahan : ± 6000 ml

• Urin : 150 ml

• Lama operasi : 2 jam 20 menit

Laboratorium :

Darah

lengkap

15/11/2017

pukul 18:34

(durante op)

15/11/2017

pukul 19:11

(durante op)

WBC 5.59 21.59

Hb 3.33 4.05

HCT 10.77 13.14

PLT 60.13 86.96

Pukul 19.40 WITA: Operasi selesai dan pasien dilakukan nafas kendali, dilakukan persiapan

transport pasien dari OK IGD ke RTI Timur.

Page 32: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

32

Pukul.19.45 WITA: Pasien dikirim ke RTI Timur dengan oksigen transport dan ventilasi

dengan ambubag, dengan vital sign saat itu HR: 84 x / menit, TD 115 / 65 mmHg (dengan

norepinefrin 0.4 µg / kgBB / menit), SpO2 99% on bagging

Pukul. 19.50 WITA: Pasien tiba di RTI Timur dan disambungkan ke mesin ventilator dengan

mode PC-BIPAP dengan FiO2 55%, SatO2 99% on ventilator, diberikan analgetika pasca

operasi Fentanyl 300 mcg dalam 50cc NaCl 0.9% kecepatan 2.1 cc / jam via syringe pump,

Paracetamol 1 gr tiap 8 jam IV.

Pukul 21.00 WITA: dilakukan observasi ulang di RTI Timur, GCS: dalam pengaruh obat,

HR: 95 kali / menit, terpasang ventilator dengan saturasi O2 98% mode PC-BIPAP.

Follow Up di Ruang Terapi Intensif

Hari I

Status Fisik Terapi Laboratorium

BB 70 kg, TB 165 cm

Susunan saraf pusat : DPO

Respirasi : On Ventilator mode PC

BIPAP, FiO2 60%, Pinsp 14; Ti

1.4; RR 12; PEEP 5, ASB 10, Ves

+/+, rh -/-, wh -/-

Kardiovaskular: TD 118-123 /62 -

72 mmHg; Nadi 110- 126 x/min;

S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)

Gastrointestinal : Distensi tidak

ada.

Urogenital : BAK via DC

Muskuloskeletal: Akral Hangat

CM 2429 mL

F: Ringer Fundin 1000 mL/24

jam.

A: Fentanyl 300 mcg/24 jam;

Paracetamol 1000 mg tiap 8 jam

S: Midazolam titrasi, target RASS

-2

T: -

H: Head up 30-45oC

U: Ranitidin 50 mg tiap 12 jam

G: -

Terapi lain:

Cefotaxim 1 gram tiap 12 jam (

H1 )

Asam Tranexamat 1 gram tiap 8

jam

Darah Lengkap

(15.11.17) : WBC

38.59; HB 3.7; HCT

12.65; PLT 91.98

Transfusi PRC II

Faal Hemostasis

(15.11.17) : PPT 21.6;

INR 1.97; APTT 34.7

Kimia Darah

(15.11.17) : SGOT 22.8

; SGPT 6.6 ; Albumin

1.6 ; BUN 11.8 ; SC

0.47 ; GDS 490.

AGD (15.11.17 pkl

22.21) (PC BIPAP,

Page 33: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

33

CK 900 mL

IWL 262 mL / 9 jam

BC + 1267 mL / 9 jam

Norpeinefrin titrasi, target MAP ≥

65 mmHg

Transfusi PRC, target HB ≥ 10

g/dL

FiO2 80%, Pinsp 14,

RR 12, PEEP 5, ASB

10) : pH 7.24 ; pCO2

33.3; pO2 291.7; BEecf

-13.3; HCO3- 14.0;

SO2c 99.6; TCO2 15.1;

Na 134; K 3.34; Cl 121.

PC BIPAP, FiO2

50%, Pinsp 14, RR 12,

PEEP 5, ASB 10

Hari ke 2

Status Fisik Terapi Laboratorium

BB 70 kg, TB 165 cm

Susunan saraf pusat : DPO

Respirasi : On Ventilator mode PC

BIPAP, FiO2 60%, Pinsp 14; Ti

1.4; RR 12; PEEP 5, ASB 10, Ves

+/+, rh -/-, wh -/-

Kardiovaskular: TD 132- 141/60-

78 mmHg; Nadi 123- 139 x/min;

S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)

Gastrointestinal : Distensi tidak

ada.

Urogenital : BAK via DC

Muskuloskeletal: Akral Hangat

CM 4751 mL

CK 2865 mL

F: Ringer Fundin 1000 mL/24

jam.

A: Fentanyl 300 mcg/24 jam;

Paracetamol 1000 mg tiap 8 jam

S: Midazolam titrasi, target RASS

-2

T: -

H: Head up 30-45oC

U: Ranitidin 50 mg tiap 12 jam

G: -

Terapi lain:

Cefotaxim 1 gram tiap 12 jam (

H2 )

Asam Tranexamat 1 gram tiap 8

jam

Norpeinefrin titrasi, target MAP ≥

AGD (16.11.17 pkl

8.46) (PC BIPAP, FiO2

50%, Pinsp 14, RR 12,

PEEP 5, ASB 10) : pH

7.38; pCO2 30.2; pO2

86.9; BEecf -7.9;

HCO3- 17.3; SO2c 96.5;

TCO2 18.2; Na 143; K

4.06; Cl 101. PC

BIPAP, FiO2 40%,

Pinsp 10, RR 14, PEEP

5, ASB 8

Thorax PA (16.11.17

pkl 14.01) :

Cardiomegaly. Pulmo

Page 34: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

34

IWL 700 mL

BC +615 mL

65 mmHg

Transfusi PRC, target HB ≥ 10

g/dL

tak tampak kelaianan.

Terpasang CVC dengan

tip terproyeksi setinggi

CV Th 8 sisi kanan.

Terasang ETT dengan

tip terproyeksi setinggi

CV Th 4.

Darah Lengkap

(16.11.17 pkl 15.04) :

WBC 20.5; HB 5.69;

HCT 17.79; PLT 91.58

Transfusi PRC

II

Transfusi FFP

II

Faal Hemostasis

(16.11.17 pkl 15.04) :

PPT 17.0; INR 1.46;

APTT 29.6.

Kimia Darah (16.11.17

pkl 15.04) : BUN 13.0;

SC 0.61; LDH 609.

AGD (16.11.17 pkl

15.04) (PC BIPAP,

FiO2 40%, Pinsp 10,

RR 14, PEEP 5, ASB

8) : pH 7.46; pCO2

29.8; pO2 185.5; BEecf

-2.8; HCO3- 21.0; SO2c

99.4; TCO2 21.9; Na

Page 35: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

35

142; K 3.77; Cl 100.

PC BIPAP, FiO2 40%,

Pinsp 10, RR 14, PEEP

5, ASB 7

Thorax PA (16.11.17 pkl 14.01)

Hari ke 3

Status Fisik Terapi Laboratorium

BB 70 kg, TB 165 cm

Susunan saraf pusat : Compos

Mentis

Respirasi : Spontan Face Mask 6

Lpm; RR 14-16x/menit; Ves +/+,

rh -/-, wh -/-

Kardiovaskular:

TD 158/69 mmHg; Nadi 80 x/min;

F: Ringer Fundin 1000 mL/24

jam.

A: Fentanyl 150 mcg/24 jam;

Paracetamol 1000 mg tiap 8 jam

S: -

T: -

H: Head up 30-45oC

U: Ranitidin 50 mg tiap 12 jam

Darah Lengkap

(17.11.17 Pkl 08.33) :

WBC 19.05; HB 7.05;

HCT 21.45; PLT

91.03

Transfusi PRC

I

AGD (17.11.17 Pkl

Page 36: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

36

S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)

Gastrointestinal : Distensi tidak

ada.

Urogenital : BAK via DC

Muskuloskeletal: Akral Hangat

G: -

Terapi lain:

Cefotaxim 1 gram tiap 12 jam (

H3 )

Asam Tranexamat 1 gram tiap 8

jam

Norpeinefrin titrasi, target MAP ≥

65 mmHg

Transfusi PRC, target HB ≥ 10

g/dL

Metylprednisolong 62.5 mg tiap

12 jam

Ca Gluconas 1 gram tiap 8 jam

Nebulizer Ventolin tiap 8 jam

Furosemid 20 mg tiap 12 jam

Alinamin F 1 vial tiap 8 jam

08.33) (PC BIPAP,

FiO2 40%, Pinsp 10,

RR 14, PEEP 5, ASB

7) : pH 7.4; pCO2 36.1;

pO2 125.9; BEecf -2.7;

HCO3- 22.0; SO2c

98.5; TCO2 23.1; Na

136; K 3.66; Cl 118.

T Piece 8 lpm.

Kimia Darah

(17.11.17 Pkl 08.33) :

SGOT 31.7; SGPT

12.7; LDH 671; Mg

1.68

AGD (17.11.17 Pkl

14.52) T Piece 8 lpm:

pH 7.5; pCO2 29.8;

pO2 192.9; BEecf -0.8;

HCO3- 22.5; SO2c

99.4; TCO2 23.4; Na

133; K 3.27; Cl 121.

Spontan Face Mask 6

lpm

USG Oleh TS Obgyn :

Dilatasi usus, lain-lain

dalam batas normal.

Hari ke 4

Page 37: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

37

Status Fisik Terapi Laboratorium

BB 70 kg, TB 165 cm

Susunan saraf pusat : Compos

Mentis

Respirasi : Spontan Face Mask 6

Lpm; RR 14-16x/menit; Ves +/+,

rh -/-, wh -/-

Kardiovaskular: TD 140- 158/61-

69 mmHg; Nadi 70- 80 x/min; S1

S2 tunggal, regular, murmur (-)

Gastrointestinal : Distensi tidak

ada.

Urogenital : BAK via DC

Muskuloskeletal: Akral Hangat

F: Ringer Fundin 1000 mL/24

jam.

A: Fentanyl 150 mcg/24 jam;

Paracetamol 1000 mg tiap 8 jam

S: -

T: -

H: Head up 30-45oC

U: Ranitidin 50 mg tiap 12 jam

G: -

Terapi lain:

Cefotaxim 1 gram tiap 12 jam (

H3 )

Asam Tranexamat 1 gram tiap 8

jam

Norpeinefrin titrasi, target MAP ≥

65 mmHg

Transfusi PRC, target HB ≥ 10

g/dL

Metylprednisolong 62.5 mg tiap

12 jam

Ca Gluconas 1 gram tiap 8 jam

Nebulizer Ventolin tiap 8 jam

Furosemid 20 mg tiap 12 jam

Alinamin F 1 vial tiap 8 jam

Foto BOF 3 Posisi

(18.11.17 pkl 05.01) :

Menyokong gambaran

ileus paralitik.

Darah Lengkap

(18.11.17 Pkl 06.13) :

WBC 14.62; HB 7.91;

HCT 24.68; PLT 134.3.

AGD (18.11.17 Pkl

06.13) Spontan Face

Mask 6 Lpm : pH 7.4;

pCO2 40.6; pO2 118.6;

BEecf 0.0; HCO3- 24.8;

SO2c 98.3; TCO2 26.0;

Na 132; K 3.24; Cl 110.

Kimia Klinik (18.11.17

Pkl 11.01): Albumin

2.3; Kolesterol Total

124; HDL 25; LDL 61,

TG 237

Urine Lengkap

(18.11.17 Pkl 11.01) :

Eritrosit Sedimen: 1-2;

Leukosit Sedimen: 7-10;

Berat Jenis: 1.010;

Nitrit: Negatif; Protein:

Negatif; Keton: 150

(3+); Glukosa: Normal;

Urobilinogen: Normal;

Page 38: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

38

Leukosit: 100 (2+);

Biliubin: Negatif:

Warna: P. Yel; Darah:

25 (2+); pH 7.0.

Foto BOF 3 Posisi (18.11.17 pkl 05.01)

Status Fisik Terapi Laboratorium

BB 70 kg, TB 165 cm

Susunan saraf pusat :

Compos Mentis

Respirasi : Spontan nasal

kanul 2 Lpm; RR 18x/menit;

Ves +/+, rh -/-, wh -/-

Kardiovaskular: TD 141/71

mmHg; Nadi 74 x/min; S1 S2

F: Ringer Fundin 1000

mL/24 jam.

A: Fentanyl 150 mcg/24 jam;

Paracetamol 500 mg tiap 6

jam po

S: -

T: -

H: Head up 30-45oC

U: Ranitidin 50 mg tiap 12

Darah Lengkap (19.11.17

Pkl 08.17) : WBC 10.69; HB

7.91; HCT 24.4; PLT 206.7

AGD (18.11.17 Pkl 06.13)

Spontan Face Mask 6 Lpm :

pH 7.4; pCO2 40.6; pO2

118.6; BEecf 0.0; HCO3-

24.8; SO2c 98.3; TCO2 26.0;

Page 39: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

39

tunggal, regular, murmur (-)

Gastrointestinal : BU (+),

Distensi tidak ada.

Urogenital : BAK via DC

Muskuloskeletal: Akral

Hangat

jam

G: -

Terapi lain:

Cefotaxim 1 gram tiap 12

jam ( H5 )

Asam Tranexamat 1 gram

tiap 8 jam

Transfusi PRC, target HB ≥

10 g/dL

Metylprednisolon 62.5 mg

tiap 12 jam

Ca Gluconas 1 gram tiap 8

jam

Nebulizer Ventolin tiap 8 jam

Furosemid 20 mg tiap 12 jam

Alinamin F 1 vial tiap 8 jam

Pasien BPD ODHU

Na 132; K 3.24; Cl 110.

Page 40: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

40

BAB IV

PEMBAHASAN

Masalah Pasien Teori

Atonia Uteri Tampak perdarahan aktif dari

plasental bed, dilakukan

hemostasis. Kontraksi uterus

tidak baik, dilakukan massage

uterus namun kontraksi uterus

tetap kurang. Diberikan injeksi

oxytocin intramural 4 ampul (40

IU), dan methergin 0.2 mg

intramural, evaluasi ulang

kontraksi uterus kurang baik,

perdarahan 6000 cc dilakukan

ligase arteri uterina, evaluasi 10

menit, kontraksi uterus tetap

kurang histerektomi

Atonia uteri adalah suatu

kondisi dimana

myometrium tidak dapat

berkontraksi dan bila ini

terjadi maka darah yang

keluar dari bekas tempat

melekatnya plasenta

menjadi tidak terkendali.

Pada kehamilan cukup

bulan aliran darah ke

uterus sebanyak 500-800

cc/menit. Jika uterus tidak

berkontraksi dengan

segera setelah kelahiran

plasenta, maka ibu dapat

mengalamiperdarahan

sekitar 350-500 cc/menit

dari bekas tempat

melekatnya plasenta.

Persiapan Dua IV line bore besar

Puasa 8 jam pra anestesi

Perhitungan kebutuhan cairan

Persiapan Crossmatch

Komponen Darah

Page 41: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

41

Persiapan komponen darah

Premedikasi Loading Cairan 20 ml/kgBB Acute Normovolemic

Hemodilution dan Acute

Hypervolemic

Hemodilution dapat

dilakukan pada operasi-

operasi dengan resiko

perdarahan 1200-1500 ml

Antifibrinolitik Pemberian asam traneksamat

1000 mg IV

Dilanjutkan 500 mg setiap 8 jam

post operasi hingga produksi

drain minimal, dan tidak ada

perdarahan dari luka operasi

Asam traneksamat

menghambat fibrinolisis

dengan mengikat

plasminogen dan plasmin,

sehingga mengurangi

penghancuran fibrin.

Asam traneksamat dengan

loading dose 20 mg/kgBB

diberikan selama 10 menit

dilanjutkan maintenance 2

mg/kgBB/jam selama 8

jam

Pemberian

cairan

Jumlah perdarahan 6000 ml dan

produksi urin 150 ml (1

ml/kgBB/jam), dengan cairan

Kristaloid 5500 mL, Koloid 1000

mL, PRC 1 bag 250 ml

Kebutuhan cairan 1 jam

Pertama= 970 ml +

perdarahan dan

Kebutuhan cairan jam 2 =

750 ml + perdarahan dan

cairan jam 3= 750 ml +

perdarahan

Pemberian Perdarahan 800 ml durante Estimated blood volume

Page 42: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

42

PRC operasi

PRC diberikan 500 ml pada saat

durante operasi, kemudian

dilanjutkan di ruangan sesuai

dengan target hemoglobin

70 ml x 35 kg = 2450 ml

Allowed Blood Loss 15%

dari EBV = 367 ml

Total PRC yang

diperlukan 2450 x (40-24)

: 60 = 653 ml

Protokol

transfusi

massif

Tidak dilakukan protokol

transfusi masif

Transfusi sel darah merah

(PRC) sebesar 50% dari

total volume darah (TBV)

dalam 3 jam,

Transfusi PRC 100% dari

volume darah total dalam

3 jam,

PRC transfusi lebih dari

10% dari total volume

darah per menit

Pada pasien ini mengapa di pilih anestesi umum di bandingkan dengan

anestesi regional karena pertimbangan efek anestesi umum lebih baik

dibandingkan dengan anestesi regional dimana pada anestesi umum lebih

menguntungkan karena kontrol ventilasi lebih baik serta hemodinamik yang lebih

baik jika terjadi pendarahan massif, selain itu keuntungan lain menggunakan

anestesi umum dimana kondisi pasien terhipnosis sehingga pasien tertidur tidak

gelisah yang dapat menyebabkan demand oksigen menurun, kerja otot-otot

pernafasan kita ambil alih sehingga dapat menyebabkan demand oksigen

menurun, Oksigen dapat di optimalkan dengan mencukupi minute volum sehingga

dapat meningkatkan fraksi oksigen, blockade simpatis untuk mencegah

peningkatan pada demand yang diakibatkan dari stress pembedahan.

Page 43: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

43

BAB V

KESIMPULAN

Gravida dengan atonia uteri dapat memberikan kesulitan-kesulitan dan tantangan bagi seorang

anestesiologis. Seorang dokter Anestesi harus dapat memberikan penangganan yang cepat dan tepat

karena efek dari pendarahan masif yang mengancam jiwa dan komplikasi yang berat. Dokter anestesi

harus Antisipasi terhadap masalah potensial perioperative dan komunikasi dengan ahli bedah,

hematologi, laboratorium, bank darah dan petugas logistik adalah hal yang utama dalam menangani

pasien tersebut. Oleh karena itu seorang dokter anestesi harus meberikan inform consent yang baik

pada pasien dan keluarga pasien akan resiko dan komplikasi yang mungkin akan terjadi. Pada

pendarahan masif yang di tanggani dengan tranfusi masif dapat memberikan hasil yang lebih baik

pada pasien.

Page 44: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Chesnut David H, Wong Cynthia A,Tsen Lawrence C, Ngan Kee Warwick D,Beilin

Yaakov,Mhyre Jill M,Obstetric Anesthesia Principles And Practice.Ed 5th.China:

Elsevier;2014. P 880-884;900-905

2. Cunningham, F. G. 2006. Wiliam Obstetrics 21th edition. Jakarta : EGC

3. Prawirohardjo,Sarwono.Pendarahan Antepartum.Ilmu Kandungan.Jakarta. 2005

4. Barash Paul G, Cullen Bruce F, Stoelting Robert K, Cahalan Michael K,Stock M

Christine,Ortega Rafael, Hemostasis and Transfusion medicine. Obstetrical Anetshesia.

Clinical Anesthesia.Ed 7th .United States Of America:Lippincott Wiliams & Wilkin.2013.P

421-429,1159-1161

5. Miller Ronald D,Perioperative Fluid And Electrolyte Therapy.Anesthesia.Ed 8th .Canada:

Elsevier.2015. P 1844-1861

6. Hanadi M Aljedani, Farzal Anwar. Literature Reviem For Management Of Massive

Hemorrhage.Hemato Transfusion International Journal: marc 2016

7. Stainsby D,Maclennan S, Hamilton P J. Management Of Massive Blood Loss : A Template

Guideline. British Journal of Anesthesia volume 85 March 2000: P 487-491

8. Pei Shan Lim. Uterine Atony: Management Strategies.

https://www.researchgate.net/publication/221929161

9. Sivasankar Chitra. Perioperative Management of undiagnosed atonia uteri: Case Report and

Management Strategies. International Journal of Women’s Health. Agustus 2012.P 451- 454

10. Guterrez M C, Goodnough L T, Druzin M, Butwick A J. Postpartum Hemorrhage Treated

With A Massive Transfusion Protocol at a Tertiary Obstetric Center: A Restropective Study.

International Journal of Obstetric Anesthesia volume 21. 2012.P 230-235

11. Patil Vijaya, Shetmahaja Madhavi. Massive Transfusion and Massive transfusion Protocol.

Indian Journal Of Anesthesia.Sept 2014.P 590-595.

12. Nunez TC, Young PP, Holcomb JB, Cotton BA. Creation, implementation, and maturation

Page 45: Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri

45

of a massive transfusion protocol for the exsanguinating trauma patient. J Trauma.

2010;68:1498–505.

13. O’Keeffe T, Refaai M, Tchorz K, Forestner JE, Sarode R. A massive transfusion protocol to

decrease blood component use and costs. Arch Surg. 2008;143:686–90.

14. Flood Pamela, Rathmell James P, Shafer Stevent. Physiology and Management of Massive

Transfusion. Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice Ed 5 th . United States Of

America. 2015. P 661 - 667